Pastinya di sekitar kalian terdapat barang-barang seperti kaleng bekas sarden, botol bekas minuman, botol bekas saos, hingga kertas dan kardus yang sudah tidak dipergunakan bukan? Nah, barang-barang tersebut dapat dikategorikan sebagai limbah.
World Health Organization (WHO) mendefinisikan limbah sebagai sesuatu yang tidak berguna, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya.
Selain barang-barang bekas seperti yang sudah disebutkan di atas, sampah organik seperti sisa makanan yang tidak dikonsumsi juga termasuk pada limbah non-B3. Permen LHK NOMOR 19 TAHUN 2021 TENTANG TATA CARA PENGELOLAAN LIMBAH NONBAHAN BERBAHAYA DAN BERACUN sendiri menyebut Limbah non-B3 adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan yang tidak menunjukkan karakteristik Limbah B3.
Limbah non-B3 memang tidak seberbahaya limbah B3. Namun bukan berarti kita bisa sembarangan membuangnya. Pada skala rumah tangga, sisa makanan seperti sayur mayur dan daging yang tidak diolah dapat menimbulkan bau tak sedap jika dibiarkan begitu saja. Limbahnya juga dapat mengundang berbagai macam penyakit yang dibawa oleh lalat, cacing, dan sebagainya.
Demikian juga pada skala yang lebih besar. Seperti pada industri pertanian, perkebunan, manufaktur, hingga pertambangan, limbah non-B3 tak boleh sembarangan dibuang dan diolah. Penyimpanan, pemanfaatan, penimbunan, pengangkutannya pun diatur sesuai aturan perundang-undangan yang berlaku. Tidak boleh sembarangan disimpan, ditimbun, diangkut, apalagi dimanfaatkan untuk kepentingan apapun.
Jika tidak dikelola dengan baik bisa merugikan manusia. Sisa sampah organik yang sudah disebutkan di atas bisa menyebabkan jamur pada kulit hingga infeksi cacing pita akibat makanan sisa manusia yang tak sengaja dimakan hewan ternak. Makanya, pengelolaannya itu sangat penting. Selain itu, jika tidak diolah dengan baik, limbah non-B3 dapat turut merusak lingkungan.
Solusinya bagaimana?

Salah satu solusi kecil yang bisa kita lakukan adalah dengan tidak membuang sampah limbah non-B3 dengan sembarangan. Kita juga bisa memisahkan sampah rumah tangga yang ada di sekitar kita sesuai kriterianya masing-masing. Seperti sampah organik, sampah anorganik, sampah kertas, hingga sampah elektronik (termasuk dalam limbah B3).
Tindakan tersebut tak hanya bisa menghindarkan kita dari penyakit maupun bermanfaat bagi kelestarian lingkungan saja, tapi punya manfaat ekonomi. Bekas botol, kertas, hingga kardus dapat dijual kembali bukan? Bahan-bahan tersebut pun bisa diolah jadi kerajinan tangan yang berpotensi punya nilai Rupiah yang tinggi.
Baca juga: Startup Indonesia di Bidang Pengelolaan Plastik
Kontribusi dunia industri dalam pengelolaan limbah non-B3
Pemerintah pun sadar bahwa yang punya kontribusi besar menghasilkan limbah non-B3 bukanlah individu masyarakat seperti kita, melainkan perusahaan-perusahaan besar. Maka, pemerintah membuat aturan perundangan seperti Undang-Undang No 32 tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup supaya ada regulasi terkait pengelolaaan limbah non-B3.
Tak hanya itu, pemerintah melalui Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan membuat PROPER agar perusahaan bijak dalam mengelola limbah non-B3. Perusahaan peserta PROPER diminta untuk melakukan Reduce, Reuse dan Recycle limbah non-B3 yang mereka hasilkan.
Implementasinya sama seperti Reduce, Reuse dan Recycle limbah B3. Penekanan kriteria ini adalah semakin banyak upaya untuk mengurangi terjadinya sampah, maka semakin tinggi nilainya. Selain itu, semakin besar jumlah limbah yang dimanfaatkan kembali, maka semakin besarpula nilai yang diperoleh perusahaan.
Baca juga: Kriteria Penilaian PROPER Ada 2 Kategori, Apa Saja?
Implementasi Reduce, Reuse dan Recycle limbah non-B3
Contoh perusahaan yang telah melakukan Reduce, Reuse dan Recycle limbah non-B3 dalam PROPER adalah PT INDONESIA POWER – UNIT PEMBANGKITAN SURALAYA. PLTU milik PT Indonesia Power ini telah melakukan program BOSS Komposting Sampah Organik mereduksi limbah non-B3 sebesar 36,67 ton.
Tidak hanya itu. PROPER pun telah berhasil melakukan Reduce, Reuse dan Recycle limbah non-B3 sebanyak 10.442.808,52 ton. Tentunya, kita berharap jumlah tersebut akan terus meningkat setiap tahun seiring semakin banyaknya peserta PROPER dan semakin meningkatnya tingkat kesadaran perusahaan terkait isu lingkungan.
Kesimpulan
Menyelamatkan Bumi dari krisis lingkungan adalah tujuan yang mulia. Namun, kita tidak boleh sembarangan dalam pelaksanaannya. Sekadar membuang sampah pada tempatnya saja tidaklah cukup.
Kita harus memilah sampah yang ada di sekitar kita sesuai peruntukannya, seperti sampah organik, sampah anorganik, sampah kertas, hingga sampah elektronik. Perusahaan pun harus mengelolanya sesuai aturan perundangan yang berlaku.
Hal-hal tersebut perlu dilakukan bukan untuk sekadar mencari nilai ekonomi dari pengelolaan limbah maupun mengincar predikat PROPER. Namun pengelolaan limbah yang bijak harus dilakukan agar generasi mendatang dapat menikmati lingkungan Bumi yang lebih baik.
Bagi yang masih bingung dengan PROPER, langsung kontak saja kami di Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER.