Sejak ditemukannya mesin uap pada abad ke-18, energi menjadi bagian penting dalam pembangunan ekonomi dan industri. Namun, dengan semakin meningkatnya permintaan energi, juga menimbulkan masalah lingkungan yang memburuk, seperti pencemaran udara dan air, kerusakan hutan, dan emisi gas rumah kaca. Oleh karena itu, perjalanan menuju sektor energi global yang bertanggung jawab dan berkelanjutan sangat penting dilakukan. Oleh karena itu, ada kebutuhan yang sangat besar untuk membuat sektor energi lebih ramah lingkungan dan berorientasi pada Net Zero Emission.
Net Zero Emission adalah istilah dimana situasi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan oleh negara atau perusahaan sama dengan yang diterima oleh lingkungan. Melalui mekanisme pengurangan emisi, seperti penanaman pohon atau teknologi penangkapan dan penyimpanan karbon. Ini bertujuan untuk mencapai keseimbangan netral antara emisi dan penyerapan karbon, sehingga mengurangi dampak negatif perubahan iklim. Ketika sebuah negara berkomitmen untuk mencapai Net Zero Emission, harus memperhatikan keseimbangan emisi yang dikeluarkan, dengan yang diserap dalam setahun. Hal ini memastikan bahwa tidak ada kenaikan suhu global yang berlebihan.
Conference of the Parties (COP) 26 dan Target Iklim Indonesia
Conference of the Parties (COP) merupakan konferensi United Nations (UN) yang dihadiri para pemimpin negara di dunia. Tujuannya untuk membahas solusi perubahan iklim global. COP-26 diselenggarakan di Glasgow pada 31 Oktober hingga 12 November 2021. COP-26 memiliki target iklim yang lebih terarah dan strategis dibanding Paris Agreement (COP-21). Topik utama pada COP-26 berfokus pada strategi dan kebijakan pada sektor pertanian, energi, kehutanan dan transportasi. Selain itu, mekanisme anggaran guna mendukung target peningkatan suhu global agar tidak lebih dari 1,5°C turut menjadi fokus. Menjelang COP 26 pula, Indonesia memperbaharui rencana iklim jangka panjangnya kepada United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC).
Net Zero Emission di Dalam Paris Agreement
Meski Net Zero Emission tidak menjadi fokus utama dalam Perjanjian Paris, pemerintah dunia sadar untuk menambahkan target tersebut ke dalam Nationally Determined Contributions (NDCs). Berdasarkan Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), tahun 2030 emisi CO2 global harus turun sebanyak 45% dari tahun 2010 . Untuk mempertahankan suhu 1,5°C, Net Zero Emission harus tercapai di tahun 2050.
Laporan IPCC disebut-sebut sebagai red code untuk umat manusia. Hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa dunia sudah memanas sebanyak 1°C. Saat ini perjalanan menuju pemanasan 2.7°C, bahkan setelah dunia mengalami pandemi Covid-19. Karena itulah, semakin banyak negara, perusahaan, dan organisasi yang ikut menyatakan komitmen untuk mencapai Net Zero Emission
di tahun 2050 atau bahkan lebih awal.
Net Zero Emission Indonesia 2060
Pada 2015, Indonesia bersama 190 negara lain telah mengadopsi Perjanjian Paris untuk menjaga kenaikan suhu global di bawah 1,5°C. Komitmen Indonesia untuk mengurangi emisi GRK sebanyak 29% di bawah business-as-usual di tahun 2030, atau sebesar 41% dengan bantuan internasional. Menjelang COP26 di tahun 2021, Indonesia menyerahkan dokumen rencana jangka panjangnya kepada UNFCCC. Dokumen tersebut berjudul Indonesia Long-Term Strategy for Low Carbon and Climate Resilience (LTS-LCCR).

Dokumen ini menjelaskan target dan rencana solusi terhadap perubahan iklim Indonesia sampai dengan 2050. Salah satunya dengan mencapai emisi GRK puncak di tahun 2030. Selain itu, mencapai Net Zero Emission di tahun 2060 atau lebih awal. Indonesia menargetkan sektor kehutanan dan penggunaan lahan serta sektor energi sebagai sektor yang berkontribusi paling besar dalam target pengurangan emisi. Masing masing berkontribusi sebesar 24.5% dan 15.5%.
Net Zero Emission dan Ekonomi Sirkular
Ekonomi Sirkular merupakan sebuah bagian penting dalam upaya mencapai Net Zero Emission. Transisi menuju energi bersih diperkirakan akan mampu mengatasi 55% emisi global. Sedangkan 45% dari sisa emisinya butuh diatasi menggunakan strategi ekonomi sirkular. Kenyataannya, sektor industri bertanggung jawab dalam menghasilkan 27% dari emisi CO2 global. Ada 4 material utama yang menjadi penyebab 60% emisi dalam sektor ini, yaitu besi, semen, aluminium, dan bahan-bahan kimiawi. Adapun emisi yang dihasilkan setara dengan 7.1 Gigaton CO2/tahun. Maka dari itu, menjaga pemanasan sebesar 1.5°C berarti mengurangi permintaan terhadap material baru tersebut.
Produksi makanan juga menjadi salah satu sektor yang akan diuntungkan apabila mengadopsi prinsip ekonomi sirkular. Utamanya dalam memproduksi dan menggunakan bahan-bahan makanan dalam siklus yang tertutup. Ada potensi pengurangan emisi sebanyak 5.6 miliar ton di tahun 2050 jika produksi makanan menerapkan prinsip ekonomi sirkular. Dengan mengeliminasi sampah, terus menggunakan material yang sudah ada, dan membiarkan alam beregenerasi.
Sebuah laporan dari Ellen MacArthur Foundation berjudul Completing the Picture: How the Circular Economy Tackles Climate Change. Laporan tersebut menggarisbawahi dengan mengadopsi prinsip ekonomi sirkular dalam produksi semen, plastik, besi, aluminium, dan makanan, berpotensi memangkas emisi sebesar 9.3 miliar ton. Intinya, transformasi sistemik dalam cara industri merancang, memproduksi, dan
menggunakan barang-barang punya peran krusial dalam mengurangi emisi.
Cara Berpartisipasi dalam Upaya Net Zero Emission
Upaya untuk mencapai Net Zero Emission tidak bisa dicapai secara individual atau oleh pihak tertentu saja. Dibutuhkan kolaborasi yang radikal untuk mengembangkan dan mewujudkan solusi-solusi inovatif dalam skala yang masif.
Pemerintah
Pemerintah, menetapkan target nasional untuk pengurangan emisi yang ambisius. Pemerintah juga harus tegas dalam menerapkan kebijakan pembangungan rendah karbon dan mengalihkan pendanaan dari energi fosil menuju energi terbarukan.
Perusahaan
Pelaku industri dan perusahaan juga harus mulai menunjukkan komitmen mereka dalam pengurangan emisi di rantai produksi dan distribusi. Selain itu, siklus hidup produk mereka juga perlu diperhatikan. Sehingga ditemukan bisnis model terbaik yang menggunakan pendekatan antara ekonomi sirkular dengan efisiensi penggunaan materi dan meminimalisir produksi sampah. Salah satu mekanisme yang bisa digunakan ialah penerapan Extended Producer Responsibility. Ini berguna untuk mengumpulkan kembali kemasan-kemasan bekas agar tidak mencemari lingkungan dan bisa didaur ulang.
Individu
Setiap orang bisa ikut membantu dengan menerapkan gaya hidup yang rendah emisi. Contohnya dengan menggunakan transportasi umum, mengembangkan perilaku hemat energi, serta memilah dan mengelola sampah dari rumah. Harus serius dalam membatasi pemanasan 1.5°C untuk menghindari dampak terburuk dari krisis iklim. Kita harus bergerak cepat karena kita tengah berada di jalur pemanasan yang melampaui 1.5°C.