Dalam melaksanakan program CSR di wilayah pedesaan, pemahaman mendalam tentang karakteristik masyarakat yang menjadi sasaran program menjadi hal yang vital. Selain agar program dapat berdampak dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, juga agar program berjalan lancar serta meminimalisir kendala yang mungkin muncul.
Dengan memahami dan memperhatikan karakteristik masyarakat pedesaan, program CSR dapat menjadi lebih efektif, berkelanjutan, dan dapat memberikan dampak positif yang signifikan pada masyarakat setempat. Di bawah ini, kita akan menjelajahi beberapa karakteristik masyarakat yang relevan untuk perencanaan dan implementasi program CSR.
Baca Juga: Cara Mengintegrasikan CSR Sebagai Strategi Bisnis
Kompleksitas Masyarakat Pedesaan
Suatu masyarakat tidak bisa dipandang hanya sebagai kumpulan makhluk hidup, namun mereka memiliki sebuah sistem sosial yang mengatur dan mempengaruhi kehidupan sebuah masyarakat. Dalam pandangan sosiologi, masyarakat dipandang sebagai sistem sosial, yaitu pola interaksi sosial yang terdiri atas komponen sosial yang teratur dan melembaga atau mengakar dalam kehidupan masyarakat.
Meski terlihat sederhana, masyarakat pedesaan memiliki sistem sosial yang sangat kompleks dan beragam dibandingkan dengan masyarakat di wilayah perkotaan. Setiap wilayah dan desa memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Kompleksitas ini mencakup pola interaksi dan hubungan antar individu dan kelompok masyarakat, kelembagaan sosial, sistem mata penceharian, nilai, budaya dan adat istiadat.
Apabila ada orang luar yang hendak masuk ke dalam kehidupan masyarakat pedesaan, termasuk perusahaan yang hendak melaksanakan program CSR, maka ia harus bisa memahami dan menyesuaikan diri dengan kondisi masyarakat tersebut. Hal ini agar ia dapat diterima dengan baik di sebuah masyarakat.
Karakteristik masyarakat pedesaan
1. Memegang Teguh Sistem Kekerabatan dan Solidaritas Sosial
Karakteristik pertama yakni pada umumnya masyarakat di pedesaan sangat memegang teguh sistem kekerabatan yang menjadi landasan kuatnya solidaritas sosial. Masyarakat di sebuah desa pada umumnya berasal dari keturunan dan leluhur yang sama. Sehingga antar masyarakat masih memiliki ikatan kekerabatan meskipun jauh, dan ikatan kekerabatan tersebut masih di pegang teguh.
Hal ini menjadikan orang desa sangat memegang teguh prinsip gotong royong dan musyawarah untuk mufakat dalam kehidupan sehari-harinya. Sebab, antara satu warga dan warga lain merupakan ikatan keluarga yang harus dibantu dan ditolong.
Oleh karena itu, prinsip gotong royong, tolong-menolong mewarnai sebagai bagian tradisi dan adat turun-temurun. Begitu pun dalam hal musyawarah. Musyawarah merupakan alat memecahkan masalah. Mereka hidup secara komunal, bukan individual, serta tidak bisa memecahkan masalah sendiri sehingga musyawarah antar keluarga atau kelompok menjadi bagian penting dalam kehidupannya.
Dengan mengidentifikasi keberadaan karakteristik ini di pedesaan, perusahaan dapat menggunakannya sebagai kekuatan dalam melaksanakan program CSR. Solidaritas sosial adalah modal yang sangat berharga untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam program.
2. Keberadaan Kelembagaan Sosial
Menurut Koentjaraningrat, lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan merupakan lembaga yang terdiri atas unsur-unsur yang mengatur perilaku warga masyarakat. Bagi masyarakat desa, lembaga di masyarakat desa bisa berupa lembaga adat ataupun lembaga pemerintahan. Besarnya peranan lembaga pemerintahan berbeda pada semua desa.
Pada desa dengan ikatan genealogis, peranan lembaga pemerintahan tidak terlalu besar karena sistem kekerabatan dengan aturan adat-istiadatnya sangat mendominasi kehidupan masyarakat desa. Adapun pada desa dengan ikatan kedaerahan, peranan lembaga pemerintahan cukup besar.
Beberapa lembaga kemasyarakatan formal/pemerintahan yang ada di desa di antaranya sebagai berikut adalah Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Rukun Tetangga (RT), Rukun Kampung-RT/RW Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan Karang Taruna.
Sedangkan lembaga kemasyarakatan yang bersifat non formal di antaranya kelompok pemakai air, lembaga adat, dewan kemakmuran mesjid, kelompok pengajian, dan kelompok tani. Berbeda dengan kelembagaan formal yang biasanya terikat oleh aturan pemerintah, kelembagaan non formal biasanya terikat oleh kedekatan emosional dan solidaritas sosial organik.
Keberadaan kelembagaan sosial baik formal maupun non formal di pedesaan ini dapat menjadi wadah dalam melaksanakan program CSR. Dibanding membentuk lembaga atau kelompok sosial baru yang notabene dapat memakan waktu cukup lama, lebih baik menggunakan kelembagaan sosial yang sudah terbentuk dan eksis.
3. Bermata Penceharian Pertanian dan Peternakan
Karakteristik selanjutnya dari masyarakat pedesaan adalah ketergantungan hidup mereka pada sektor pertanian dan peternakan. Hal ini diakibatkan oleh kondisi alam di wilayah pedesaan yang mendukung kegiatan-kegiatan pertanian dan peternakan. Yang mana lahan pedesaan terbilang masih subur dan memiliki pasokan air yang cukup sebagai pendukung keberhasilan pertanian.
Namun, komoditas pertanian dan peternakan ini pada umumnya langsung dijual sebagai bahan baku mentah. Hal ini menyebabkan harga komoditas dua sektor ini rendah sehingga pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di pedesaan juga masih rendah.
Sejalan dengan hal ini, perusahaan bisa mengembangkan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang fokus pada mendukung sektor pertanian dan peternakan. Melalui dukungan ini, perusahaan dapat berkontribusi pada peningkatan taraf ekonomi masyarakat pedesaan.
Dukungan yang diberikan dapat melibatkan peningkatan kapasitas masyarakat dalam bidang pertanian organik. Program CSR yang difokuskan pada pelatihan pertanian berkelanjutan, pengenalan teknologi pertanian modern, dan dukungan untuk meningkatkan produktivitas menjadi langkah-langkah konkret yang dapat diambil. Inisiatif ini memiliki potensi untuk memberdayakan masyarakat setempat dalam mencapai keberlanjutan ekonomi dan lingkungan.
4. Memegang Teguh Adat dan Tradisi Kebudayaan
Karakteristik selanjutnya adalah pada umumnya masyarakat di pedesaan amat memegang teguh adat istiadat yang telah diwariskan secara turun temurun. Hal ini meliputi kegiatan sosial, ritual keagamaan, kesenian, bahasa, adat istiadat, dan norma atau aturan.
Ketika perusahaan hendak melaksanakan program CSR nya, hendaknya selalu memperhatikan adat istiadat, budaya, dan normal yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Jangan sampai perusahaan tidak memperhatikan sehingga dalam pelaksanaannya perusahaan melanggar norma dan adat istiadat yang dimiliki oleh perusahaan.
Hal ini tentu akan berakibat vital. Sebab yang awalnya perusahaan berencana hendak berniat baik, masyarakat bisa tidak menerima karena perusahaan melanggar norma dan adat istiadat yang berlaku.
Baca Juga: Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Program CSR
Sebagai contoh, perusahaan hendak memberikan bantuan kepada masyarakat di Desa A. Namun dalam proses pelaksanaannya, salah satu dari staff di lapangan mengucapkan atau melakukan hal-hal yang dilarang di wilayah tersebut. Akibatnya, pemimpin masyarakat di sana mungkin merasa tersinggung atau tidak puas dengan perilaku yang tidak pantas tersebut. Tindakan tidak sesuai ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan antara perusahaan dan masyarakat setempat, mengancam keberhasilan program CSR yang seharusnya membawa manfaat positif.
Selain itu, dampak negatif dari tindakan tersebut bisa menciptakan ketidakharmonisan di antara komunitas, mempersulit upaya perusahaan untuk menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat yang menjadi sasaran program CSR. Pemimpin masyarakat dan anggota desa mungkin merasa diabaikan atau tidak dihormati. Hal ini dapat menyulitkan kerja sama jangka panjang antara perusahaan dan komunitas setempat.
Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk tidak hanya fokus pada aspek materi bantuan yang diberikan. Tetapi juga memperhatikan etika dan budaya setempat dalam pelaksanaan program CSR. Dengan memastikan bahwa staf di lapangan memiliki pemahaman yang baik tentang norma-norma dan nilai-nilai di wilayah yang dilibatkan, perusahaan dapat meminimalkan risiko terjadinya insiden yang merugikan dan memperkuat hubungan positif dengan masyarakat.
Itulah penjelasan tentang Karakteristik Masyarakat Pedesaan yang dapat menjadi panduan bagi perusahaan untuk melaksanakan program CSR.
Bagi kamu yang masih bingung dengan cara mengenali karakteristik masyarakat sasaran program terutama yang berada di wilayah pedesaan, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi terkait pengelolaan program CSR melalui CSR Innovation, dari mulai assesment, pembuatan rencana strategis dan rencara kerja, hingga implementasi program.
Klik untuk melihat berbagai layanan kami
Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Referensi
Adon Nasrullah Jamaluddin. Sosiologi Perdesaan. Bandung: Pustaka Setia