Transisi menuju energi bersih bukan lagi sebuah pilihan, melainkan keharusan. Krisis iklim, komitmen Net Zero Emission (NZE), dan urgensi ketahanan energi nasional telah menjadikan transformasi sektor energi sebagai prioritas global dan nasional. Di tengah urgensi tersebut, konsep bauran energi menjadi kunci utama dalam membentuk sistem energi yang lebih andal, rendah emisi, dan berkelanjutan.
Indonesia sendiri telah menetapkan target bauran energi baru dan terbarukan (EBT) sebesar 23% pada 2025. Namun, tantangan dalam mencapainya masih cukup besar. Di sinilah peran mobilitas hijau dan inovasi bioenergi menjadi semakin signifikan. Keduanya merupakan bagian penting dalam mendorong diversifikasi sumber energi sekaligus mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil.
Mobilitas Hijau: Motor Penggerak Baru dalam Komposisi Bauran Energi
Sektor transportasi menyumbang lebih dari 25% emisi karbon global menurut International Energy Agency (IEA), dan terus menjadi sorotan dalam peta jalan transisi energi. Di Indonesia, konsumsi BBM di sektor transportasi masih mendominasi, sehingga konversi menuju mobilitas hijau seperti kendaraan listrik dan transportasi umum berbasis energi bersih menjadi sangat penting.
Pengembangan kendaraan listrik (EV) tidak hanya mengurangi emisi langsung, tetapi juga berpotensi mengubah struktur permintaan energi nasional. Jika dikelola dengan baik, elektrifikasi transportasi dapat meningkatkan permintaan terhadap energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin. Dengan demikian, mobilitas hijau bukan hanya soal kendaraan, tetapi juga strategi dalam membentuk bauran energi masa depan yang lebih hijau.

Secara teknis, kendaraan listrik membutuhkan infrastruktur pendukung seperti sistem pengisian daya (EV charging stations) yang terhubung dengan jaringan kelistrikan nasional. Teknologi pengisian cepat (fast-charging) yang efisien dan sistem smart charging dengan grid interaktif menjadi tantangan utama. Kementerian ESDM menargetkan pembangunan 32.000 SPKLU (Stasiun Pengisian Kendaraan Listrik Umum) pada tahun 2030. Infrastruktur ini harus diintegrasikan dengan sistem smart grid agar pasokan listrik tetap stabil dan berbasis energi bersih.
Manfaat utama elektrifikasi transportasi antara lain:
– Menurunkan emisi CO2 dari kendaraan berbahan bakar fosil
– Mengurangi ketergantungan impor BBM
– Meningkatkan permintaan energi bersih dan terbarukan
– Mendorong inovasi industri otomotif nasional
Perluasan elektrifikasi transportasi akan menciptakan lonjakan permintaan energi, yang harus diantisipasi dengan menyeimbangkan pasokan dari sisi energi terbarukan. Di titik ini, inovasi bioenergi menawarkan jalan alternatif yang saling melengkapi.
Inovasi Bioenergi dan Kontribusinya dalam Diversifikasi Bauran Energi
Bioenergi, sebagai energi yang berasal dari bahan hayati, seperti biomassa, limbah pertanian, dan biofuel, merupakan salah satu solusi paling potensial dalam mendukung bauran energi yang lebih berkelanjutan. Berbeda dengan energi fosil, bioenergi bersifat terbarukan, tersebar di berbagai wilayah, dan mendukung ekonomi lokal, terutama di pedesaan.
Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam pengembangan bioenergi karena melimpahnya sumber daya biomassa, seperti residu kelapa sawit, limbah pertanian, dan limbah organik. Namun, utilisasinya masih terbatas. Pemanfaatan bioenergi secara optimal dapat mengurangi ketergantungan pada BBM impor dan memperkuat ketahanan energi nasional.
Teknologi utama dalam konversi bioenergi meliputi:
1. Pembakaran langsung (direct combustion): menghasilkan panas untuk pembangkit listrik
2. Gasifikasi: mengubah biomassa menjadi gas sintetis (syngas) untuk pembakaran bersih
3. Pirolisis: memanaskan biomassa dalam kondisi tanpa oksigen untuk menghasilkan bio-oil
4. Digestasi anaerobik: memproses limbah organik menjadi biogas (CH4)
Program biodiesel (B35) yang telah berjalan di Indonesia menjadi contoh nyata penerapan bioenergi dalam skala besar. Menurut Kementerian ESDM (2023), program ini berhasil menekan impor solar sebesar 13 juta kiloliter per tahun dan mengurangi emisi hingga 27 juta ton CO2. Di masa depan, pengembangan bioetanol dari tebu dan jagung, biogas dari limbah ternak dan sampah kota, serta bioavtur dari minyak nabati, akan menjadi pilar penting dalam bauran energi.

Namun, untuk mencapai itu, Indonesia perlu memperkuat infrastruktur riset dan pengembangan (R&D), mendorong investasi swasta, serta menciptakan insentif fiskal yang mendukung daya saing teknologi bioenergi dibandingkan energi konvensional. Teknologi seperti co-firing batubara dengan biomassa juga dapat menjadi jembatan transisi di sektor ketenagalistrikan.
Di tengah dorongan elektrifikasi dan bioenergi, tantangan integrasi sistem energi juga menjadi perhatian besar.
Menuju Integrasi Energi: Tantangan dan Peluang dalam Reformasi Bauran Energi
Transisi energi berbasis bauran tidak hanya menuntut diversifikasi sumber daya, tetapi juga menuntut keterpaduan dalam sistem distribusi dan infrastruktur energi. Salah satu tantangan utama adalah memastikan bahwa peningkatan kapasitas energi terbarukan dan bioenergi tidak membebani sistem kelistrikan nasional yang masih dominan berbasis batu bara.
Untuk itu, integrasi smart grid, sistem penyimpanan energi (battery storage), dan penguatan jaringan transmisi menjadi prioritas. Tanpa kesiapan infrastruktur ini, bauran energi akan sulit mencapai efisiensi dan ketahanan jangka panjang.
Solusi teknis dalam mendukung integrasi sistem energi meliputi:
1. Penggunaan battery energy storage systems (BESS) untuk menyimpan surplus energi surya dan angin
2. Smart grid untuk monitoring dan pengelolaan beban secara real-time
3. Distributed generation dengan pembangkit skala kecil di lokasi terpencil
4. Energy Management Systems (EMS) untuk efisiensi distribusi dan konsumsi
Di sisi lain, upaya dekarbonisasi sektor transportasi melalui green mobility dapat berfungsi sebagai katalis untuk mempercepat digitalisasi dan modernisasi infrastruktur energi. Semakin tinggi penetrasi kendaraan listrik dan bioenergi, semakin kuat pula insentif untuk membangun sistem energi yang cerdas dan terdesentralisasi.
Dengan demikian, masa depan bauran energi tidak hanya ditentukan oleh jumlah kapasitas pembangkit energi bersih, tetapi juga oleh bagaimana sistem energi tersebut terhubung secara efisien, adil, dan inklusif.
Baca lainnya: Membangun Visi Indonesia 2045 dengan Ekonomi Hijau
Penutup: Menyatukan Visi Energi dan Mobilitas demi Transisi yang Inklusif
Percepatan transisi energi tidak akan berhasil jika dilakukan secara sektoral dan parsial. Sinergi antara sektor transportasi dan energi melalui green mobility dan bioenergi adalah langkah strategis untuk mengakselerasi pencapaian bauran energi yang rendah karbon dan berkeadilan.
Dengan kebijakan yang tepat, investasi yang inklusif, dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia memiliki peluang besar menjadi negara berkembang yang berhasil memimpin inovasi transisi energi secara berkelanjutan. Bauran energi bukan sekadar angka dalam statistik, tetapi arah baru dalam perjalanan ekonomi, lingkungan, dan sosial bangsa ini.
Untuk memperkuat kolaborasi lintas sektor dan memperluas pemahaman strategis terkait transisi energi dan bauran energi, para pelaku industri, pembuat kebijakan, akademisi, dan komunitas profesional dapat bergabung dalam konferensi Indonesia Corporate Sustainability Outlook (ICSO) 2025 dengan tema:
📌 “Advancing Indonesia’s Green Economy with Sustainability Innovations”
🗓 24 Juli 2025
📍 The Sultan Hotel & Residence, Jakarta
Dapatkan tiket melalui tautan berikut 👉🏻 icso.olahkarsa.com

Referensi:
- International Energy Agency (IEA). (2023). CO2 Emissions from Fuel Combustion.
- Kementerian ESDM. (2023). Statistik Energi Indonesia 2023.
- Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2019 tentang Percepatan Program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai.
- Badan Kebijakan Fiskal. (2022). Roadmap Transisi Energi Indonesia.
- IESR. (2022). Indonesia Energy Transition Outlook.
- Direktorat Jenderal EBTKE. (2024). Roadmap Pengembangan Bioenergi Nasional.
- ASEAN Centre for Energy (ACE). (2023). The Role of Bioenergy in ASEAN’s Energy Transition.