Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia merupakan kontributor pertumbuhan ekonomi nasional. Akan tetapi, masih banyak kendala dalam pengembangannya, seperti tidak efektifnya pola kemitraan, serta pengembangannya tidak sesuai harapan. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan model kemitraan antara pengusaha UMKM dengan usaha skala sedang dan besar yang telah berjalan selama ini, keterlibatan pemerintah daerah dalam pelaksanaan model kemitraan, hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan model kemitraan, serta bagaimana pengembangan model kemitraan UMKM dengan usaha skala sedang dan besar.
Pelaksanaan model kemitraan antara pengusaha UMKM dengan usaha skala sedang dan besar selama ini ditingkatkan dengan melibatkan perusahan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Keterlibatan pemerintah daerah juga melalui peraturan dengan konsep kemitraan pengusaha UMKM dengan perusahaan sedang dan besar. Hambatan-hambatan yang dihadapi di antaranya koordinasi antar stakeholder masih belum optimal. Dengan peningkatan kemitraan UMKM dengan usaha sedang dan besar diharapkan dapat mengatasi hambatan yang ada seperti keterbatasan sumber daya.
Keterlibatan program CSR
Untuk menanggulangi hal tersebut, maka dibutuhkan sebuah pengembangan dalam hal relasi kemitraan antara UMKM dan Usaha Skala Sedang dan Besar. Salah satu program yang sekiranya mampu untuk dijadikan perantara pengembangan tersebut adalah program Corporate Social Responsibility (CSR). Program CSR sendiri merupakan produk dari kritik penganut teori ketergantungan dan keterbelakangan pada tahun 1960-an. Penganut ini menyikapi bahwa perkembangan ekonomi masyarakat negara sedang
berkembang (developing) dan tidak berkembang (underdeveloped) merupakan produk relasi yang timpang. Program ini dirasa mampu untuk dijadikan perantara pengembangan UMKM (Albar, 2011; Castle, 1982).
Pelaksanaan CSR ini diimplementasikan pada hubungan triadik yang melibatkan pemerintah, perusahaan dan masyarakat sipil, serta irisan dari ketiganya. Bila mengikuti gambaran atas hubungan tersebut, kebijakan publik CSR dikembangkan oleh pemerintah untuk meningkatkan tanggungjawab sosialnya, sedangkan dalam relasi dunia bisnis dan pemerintah, kebijakan publik ini dirancang untuk meningkatkan kegiatan praktis CSR pada dunia usaha. Di dalam hubungan antara pemerintah dan masyarakat, kebijakan publik dikembangkan untuk meningkatkan kesadaran stakeholder masyarakat Sipil. Kebijakan publik CSR juga harus mendukung kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat (Albareda, et al., 2007).
Baca juga: Mengapa Perusahaan Perlu Beralih dari CSR Menjadi ESG?
Keterlibatan program CSR ini mendorong pelaku usaha yang dilibatkan mengembangkan pengelolaan perusahaan (corporate governance) yang lebih efisien
CSR juga mengurangi kecemasan kegagalan finansial (Gangi, et al., 2018). Di Colombia, penerapan CSR juga memberikan berbagai keuntungan pada berbagai lapisan, termasuk usaha mikro dan kecil. Melalui CSR, usaha mikro dan kecil tidak malu untuk berubah, melakukan komunikasi simetris dengan pelaku CSR, menambah asosiasi bisnis, serta membuka peluang usaha (Pastrana & Sriramesh, 2014).
Sejalan dengan penjelasan di atas, beberapa penelitian berhubungan dengan UMKM sebenarnya telah banyak dilakukan. Sugiyanto, Widowati, & Wijayanti, (2018) dalam penelitiannya menjabarkan pola pengelolaan program CSR dalam meningkatkan daya saing UMKM mengarah pada bentuk kemitraan dengan konsep community development. Pola ini membentuk adanya peningkatan kapabilitas SDM, pemasaran, produksi dan teknologi serta keuangan UMKM.
Berbagai penelitian mengenai keterlibatan program CSR untuk meningkatkan UMKM di berbagai daerah
Ghassani, (2015) juga melakukan penelitian mengenai kemitraan dalam pengembangan UMKM yang dilaksanakan oleh salah satu perusahaan BUMN yaitu PT PJB Unit Gresik bekerja sama dengan stakeholder lain yaitu BP4K dan masyarakat setempat. Kemitraan yang dilakukan oleh PT PJB Unit Gresik ini melalui program berbasis CSR, yang telah diatur oleh peraturan pemerintah yang berlaku. Sehingga
merupakan kewajiban suatu perusahaan BUMN untuk melakukan program CSR tersebut dengan tujuan mengurangi kemiskinan, mengurangi pengangguran, serta UMKM daerah sekitar perusahaan menjadi mandiri dan profesional. Dari hasil analisa diperoleh kesimpulan, pelaksanaan kemitraan program CSR oleh PT PJB Unit Gresik dalam pengembangan UMKM di Kabupaten Gresik belum berjalan dengan baik.
Haryono (2016) juga melakukan penelitian dengan fokus pada pengembangan UMKM melalui keterlibatan program CSR era transisi ekonomi. Pengembangan UMKM melibatkan multistakeholder pada pelaksanaan program CSR yang bertujuan untuk peningkatan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus pada UKM di Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo. Namun, hasil dari penelitian ini menunjukkan jika pengembangan UMKM melalui program CSR era transisi ekonomi di Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo tidak berjalan optimal. Pemerintah, BUMN (PT Telkom drive V Jawa Timur), dan Pelaku UKM tidak ada sinergi dalam menjalankan program peningkatan ekonomi masyarakat melalui program CSR.
Kapasitas SDM pada UMKM perlu adanya sosialisasi kepada para pelaku usaha
Kemudian, Herlina (2017) berpendapat untuk meningkatkan kapasitas SDM pada UMKM perlu adanya sosialisasi kepada para pelaku usaha guna menyamakan visi dan menjalin pengelolaan manajerial antar UMKM, peran motor penggerak untuk mengupayakan adanya merger antar UMKM, bantuan pemerintah sebagai fasilitator, serta pembinaan dari lembaga untuk memantau UMKM.
Selain itu pengadaan pelatihan dapat terbagi dalam berbagai macam bidang seperti misalnya pelatihan
teknis, pengelolaan bahan baku, manajemen dan lain lain. Dari paparan beberapa peneilitian yang berhubungan dengan program kemitraan di atas, masih ditemukan beberapa hasil penelitian yang menunjukkan program kemitraan dengan CSR masih tidak berjalan secara optimal. Oleh karenanya
dalam penelitian ini, akan di jabarkan bagaimana sebenarnya program kemitraan yang telah berjalan
di Jawa Timur, serta hambatan-hambatan yang ditemui oleh para pelaku UMKM sehingga dapat diketahui secara jelas apa saja yang menjadikan UMKM selama ini sering berjalan tidak optimal.
Selain itu, dengan diluncurkannya UU No 40 Tahun 2007 dan diturunkan PP No 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, diharapkan dapat mengatasi keterbatasan. Pemerintah diharapkan dapat mengajak serta pihak swasta, BUMN, masyarakat serta stakeholder lainnya sehingga dapat mengambil porsi yang tepat dalam pembangunan. Salah satunya melalui keterlibatan program CSR.
Tantangan dan permasalahan
Guna membangun koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah sehingga tangguh dan memiliki daya saing tinggi ke depan, kita tidak boleh lengah terhadap kecenderungan yang sedang dan akan terjadi di masa mendatang. Tantangan atau kecenderungan yang paling besar yang dihadapi adalah globalisasi, demokratisasi, dan desentralisasi/otonomisasi, serta menghindari terjadinya krisis pangan, energi dan dampak resesi dunia menjalar ke perekonomian nasional. Pada sisi lain, kita menyadari akan posisi dan kondisi koperasi dan usaha mikro, kecil, menengah (KUMKM) yang membutuhkan berbagai dukungan dalam pengembangannya.
Demokratisasi dicirikan oleh kebebasan berfikir, berkata, dan bertindak. Pada era demokratisasi ini kami mengajak semua jajaran dan pihak-pihak terkait mulai dari tingkat Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota termasuk Perusahaan Besar untuk turut memberikan perhatian yang lebih besar pada pengembangan koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah. Karena disitulah intinya sumber kehidupan dan penghidupan dari sebahagian terbesar rakyat Indonesia.
Gambaran di atas memberikan ilustrasi bahwa pada era globalisasi ini, ciri utamanya adalah persaingan. Siapapun yang mampu bersaing, tanpa kecuali bagi produk UMKM, dialah yang akan memenangkan persaingan itu. Oleh karena itu, maka kebijakan dan strategi pengembangan UMKM ke depan adalah bagaimana meningkatkan daya saing UMKM.
Kebijakan dan strategi pengembangan UMKM
Berangkat dari berbagai masalah, tantangan dan hambatan tersebut di atas, maka dalam pengembangan koperasi dan UMKM, pemerintah telah menetapkan arah kebijakannya, yaitu:
1. Mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM)
Diarahkan untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing; sedangkan pengembangan usaha skala mikro lebih diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah.
2. Memperkuat kelembagaan
Menerapkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan gender terutama untuk:
a. Memperluas akses kepada sumber permodalan khususnya perbankan;
b. Memperbaiki lingkungan usaha dan menyederhanakan prosedur perijinan;
c. Memperluas dan meningkatkan kualitas institusi pendukung yang menjalankan fungsi intermediasi sebagai penyedia jasa pengembangan usaha, teknologi, manajemen, pemasaran dan informasi.
3. Memperluas basis dan kesempatan berusaha
Menumbuhkan wirausaha baru berkeunggulan untuk mendorong pertumbuhan, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja terutama dengan:
a. Meningkatkan perpaduan antara tenaga kerja terdidik dan terampil dengan adopsi penerapan teknologi;
b. mengembangkan UMKM melalui pendekatan klaster di sektor agribisnis dan agroindustri disertai pemberian kemudahan dalam pengelolaan usaha, termasuk dengan cara meningkatkan kualitas kelembagaan koperasi sebagai wadah organisasi kepentingan usaha bersama untuk memperoleh efisiensi kolektif;
c. mengembangkan UMKM untuk makin berperan dalam proses industrialisasi, perkuatan keterkaitan industri, percepatan pengalihan teknologi, dan peningkatan kualitas SDM;
d. mengintegrasikan pengembangan usaha dalam konteks pengembangan regional, sesuai dengan karakteristik pengusaha dan potensi usaha unggulan di setiap daerah.
4. Mengembangkan UMKM
Berperan sebagai penyedia barang dan jasa pada pasar domestik yang semakin berdaya saing dengan produk impor, khususnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak.
5. Membangun koperasi
Diarahkan dan difokuskan pada upaya-upaya untuk:
a. Membenahi dan memperkuat tatanan kelembagaan dan organisasi koperasi di tingkat makro, meso, maupun mikro, guna menciptakan iklim dan lingkungan usaha yang kondusif bagi kemajuan koperasi serta kepastian hukum yang menjamin terlindunginya koperasi dan/atau anggotanya dari praktek-praktek persaingan usaha yang tidak sehat;
b. Meningkatkan pemahaman, kepedulian dan dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) kepada koperasi; dan
c. Meningkatkan kemandirian gerakan koperasi.
Makna yang tersirat dan tersurat dalam arah kebijakan pemerintah dalam pengembangan UMKM tersebut pada intinya ditujukan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, penyerapan tenaga kerja, peningkatan daya saing dan penanggulangan kemiskinan.
Keterlibatan CSR suatu alternatif penguatan UMKM
Berbagai strategi dan program telah diupayakan dalam pemberdayaan UMKM. Namun demikian, semua strategi dan program tersebut tidak mungkin dilakukan sendiri oleh Kementerian Koperasi dan UKM secara khusus dan pemerintah pada umumnya mulai dari pusat sampai Propinsi dan Kabupaten/ Kota. Peran dan dukungan masyarakat, perguruan tinggi termasuk para pelaku bisnis dan stakeholders lainnya juga sangatlah penting. Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh pemerintah perlu didukung oleh sumberdaya yang lain termasuk oleh para pelaku bisnis itu sendiri. Tanpa ada kemauan dari para pelaku bisnis untuk melakukan perbaikan, bagaimanapun besarnya sumberdaya yang dialokasikan akan sia-sia saja. Jadi sinergitas didalam pemberdayaan UMKM menjadi kunci penentu dalam rangka membangun UMKM yang tangguh dan berdaya saing tinggi di masa depan.
Salah satu sinergitas yang telah banyak dilakukan di luar negeri, adalah kerjasama atau kemitraan antara UMKM dengan usaha besar. Kemitraan yang ideal dilandasi adanya keterkaitan usaha, melalui prinsip saling memerlukan, sating memperkuat, dan sating menguntungkan kita kenal dengan āwin-win solutionā. Praktek seperti ini telah banyak dikembangkan, baik dalam pola sub-kontrak, wara laba, inti-plasma, dan pola-pola kemitraan lainnya. Perusahaan besar yang bergerak di sektor otomotif (Toyota, Honda dan lainnya); di sektor elektronik (Sony, Toshiba, Panasonic); di sektor makanan (Mc. Donald, Kentucky Fried Chicken, Es Teller 77); sektor perkebunan dan perikanan (sawit, tambak udang,
dan rumput taut) merupakan beberapa contoh dalam penerapan polapola kemitraan.
Baca juga: CSR dan ESG Penting Bagi Bisnis, Mengapa? Inilah 3 Alasannya!
Kesimpulan
Pemerintah tidak mungkin sendirian dalam mengembangkan UKM. Keterlibatan berbagai pihak stakeholders, termasuk perusahaan besar dalam pengembangan UKM menjadi sangat penting. Kehadiran dan kepedulian perusahaan besar melalui program CSR telah terbukti banyak membantu dalam pengembangan UKM di banyak negara di dunia.
Kepedulian perusahaan besar dengan program kemitraan pola CSR juga memberikan manfaat kepada kedua belah pihak, khususnya dalam rangka pengurangan dampak gejolak sosial sebagai akibat adanya kecemburuan sosial si kaya semakin kaya dan si miskin semakin miskin.
Pengembangan program keterlibatan dengan pola CSR ini dapat dilakukan dalam berbagai pola, seperti community development, peningkatan kapasitas, promosi produk, bahkan perkuatan permodalan bagi Usaha Mikro dan Kecil. Bentuk program CSR lainnya adalah pengembangan lembaga layanan bisnis dan yayasan lain yang intinya diarahkan untuk pengembangan UMKM.
Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menujuĀ Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaituĀ CSR School. Jadi ayo buruanĀ upgradeĀ bisnis CSR mu!