Peran mediator dalam proses mediasi dari suatu konflik cukup sentral dan vital. Yap, tidak dapat dipungkiri jika proses mediasi menjadi opsi metode conflict resolution yang efektif untuk menyelesaikan berbagai problematika.
Di berbagai persoalan, acap kali mediasi diambil sebagai langkah conflict resolution setelah proses negosiasi antara dua pihak yang berkonflik gagal mencapai konsensus. Sehingga konsep negosiasi dan mediasi sangat beririsan walaupun dari dimensi penyelesaian ada perbedaan.
Kira-kira apa peran mediator untuk memutus rantai konflik yang berkepanjangan? Cari tahu dalam artikel ini. Selamat membaca!
Mediasi sebagai Metode Conflict Resolution
Dalam perspektif struktural, konflik merupakan bagian yang melekat di tubuh masyarakat dalam kehidupan sosial. Di tengah harmoni yang menjadi cita-cita masyarakat, konflik hadir sebagai dinamika sosial yang mewarnai di beberapa aspek.
Walaupun konflik ada beberapa manfaatnya, tetapi menurut beberapa ahli bahwa konflik cenderung menghambat adanya kohesi sosial. Sehingga diperlukan sebuah conflict resolution atau resolusi konflik yang menelurkan beberapa metode, salah satunya adalah mediasi.
Menurut Kovach (2003) bahwa konflik merupakan fasilitas negosiasi yang dalam implementasinya menetapkan hasil sehingga adanya negosiasi atas mediator beserta pendamping dalam menerima resolusi.
Istilah mediasi sebenarnya bermuara pada bahasa latin āmediareā yang maknanya adalah di tengah-tengah. Mediasi menjadi opsi metodis yang ditempuh ketika terjadi kesulitan dalam melakukan resolusi konflik dengan cara negosiasi antara dua pihak.
Yang membedakan dengan negosiasi yakni terletak pada adanya pihak ketiga yang menjadi penengah dan sifatnya netral. Pihak ketiga disebut sebagai mediator tidak memiliki hak dan wewenang untuk memutuskan suatu konklusi tertentu.
Apa Peran Mediator dalam Conflict Resolution?
Pada proses mediasi, seorang moderator memiliki beberapa perang yang penting. Seperti yang dituangkan dalam Moore (2003) sebagai berikut:
1. Fasilitator Komunikasi
Pertama, seorang mediator membuka saluran komunikasi yang memprakarsai dan memfasilitasi komunikasi yang baik serta proporsional bagi beberapa pihak yang berkonflik.
2. Membantu Pihak yang Berkonflik
Kedua, mediator membantu pihak yang terlibat konflik untuk mendalami haknya sebagai perunding dalam proses mediasi.
3. Memimpin Mediasi
Ketiga, sebagai penengah, mediator harus memimpin proses mediasi yang melibatkan beberapa pihak terkait.
4. Mendidik Perunding dalam Mediasi
Keempat, mediator menjadi pendidik bagi perunding dari kedua pihak yang berkonflik. Proses mendidik ini terutama difokuskan pada pihak-pihak yang tidak memiliki kapasitas dan tidak paham mengenai ilmu negosiasi.
5. Menghubungkan Pihak dengan Ahli
Kelima, mediator mengkoneksikan pihak-pihak yang terlibat konflik dengan para ahli-ahli yang kompeten terhadap permasalahan yang dibawa. Di sini, mediator menawarkan terlebih dahulu kepada pihak-pihak yang berkonflik agar nanti dihubungkan kepada para ahli.
6. Memahami Perspektif dari Pihak yang Berkonflik
Keenam, seorang mediator harus memiliki pemahaman mengenai perspektif dari sudut pandang pihak yang terlibat konflik. Sehingga mediator dapat menemukan konklusi dan kedalaman isu yang lebih komprehensif.
7. Memberikan Edukasi terhadap Pihak yang Berkonflik
Ketujuh, mediator harus memberikan edukasi kepada pihak yang terlibat konflik utamanya terkait dengan cara-cara menyelesaikan konflik dan tujuan objektifnya.
8. Menjadi āKambing Hitamā
Kedelapan, mediator harus menyiapkan mental menjadi ākambing hitamā yang nanti ada kemungkinan akan disalahkan ketika terjadi deadlock dan lain sebagainya.
Kesimpulannya, mediator adalah peran yang fungsional sebagai pihak ketiga dalam menyelesaikan konflik yang berkepanjangan. Di samping itu, mediator harus menjadi orang yang memimpin pertemuan, memimpin perundingan, mencatat, dan mengajukan usulan dalam penyelesaian konflik.
Cari tahu artikel dari Olahkarsa mengenai CSR, GRI, SDGs, PROPER, Triple Bottom Line, Community Development, dan lain-lain di sini.