Program Pengembangan Desa Binaan dilaksanakan dalam bentuk kolaborasi yang sinergis antara berbagai pemangku kepentingan dan berorientasi pada kemandirian masyarakat. Keberhasilan program pengembangan Desa Binaan membutuhkan peran multi aktor dari berbagai sektor. Upaya perubahan sosial dan ekonomi tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja. Oleh karena itu, pengembangan Desa Binaan melalui Corporate Social Responsibility perlu menerapkan pola kemitraan yang melibatkan sinergi lintas sektor untuk berbagi peran. Tujuannya untuk mendukung terwujudnya Sustainable Development Goals dalam mencapai percepatan perbaikan lingkungan hidup, kesejahteraan masyarakat, dan pembangunan ekonomi.
Baca lainnya : Tipe-tipe Desa Sesuai SDGs Desa, Ternyata Begini Pengelompokannya
Perkembangan Model Pentahelix menjadi Hexahelix
Pada sebagian besar praktik pengembangan desa di Indonesia, konsep kolaborasi yang diterapkan adalah Model Kolaborasi Pentahelix. Kolaborasi Pentahelix adalah kerangka konseptual dari kolaborasi antara komunitas atau masyarakat, pemerintah, dunia bisnis, akademisi, dan media (Putra, 2019). Model Pentahelix juga dikenal sebagai Konsep ABCGM yaitu Academician, Business, Community, Government, dan Media (Rizkiyah et al., 2019). Namun, saat ini telah berkembang konsep kolaborasi Hexahelix yang merupakan bentuk pengembangan dari konsep Quadruple Helix, Quintuple Helix, dan Pentahelix. Hexahelix menambahkan satu aktor yang memiliki peran vital dan terdampak atau berdampak langsung pada proses pengembangan. Sebagai contoh, dalam upaya mengembangkan Desa Wisata Tanggap Covid-19, pemangku kepentingan yang terlibat mencakup ABCGM ditambah dengan Tenaga Kesehatan (Health) sebagai aktor vital dalam upaya peningkatan aspek kebersihan dan kesehatan di kawasan Desa Wisata.
Model Kolaborasi Hexahelix
Konsep Hexahelix dapat memaksimalkan peran ganda yang diemban oleh para aktor guna mencapai tujuan bersama (Firmansyah et al., 2022). Kunci utama kesuksesan model ini adalah adanya sinergitas dan komitmen yang kuat antar pemangku kepentingan. Selain untuk memudahkan pencapaian tujuan pengembangan Desa Binaan, Kolaborasi Hexahelix juga membantu mencegah overlapping kebijakan dan program antar pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam pengembangan Desa Binaan, dunia usaha atau perusahaan menjadi lokomotif penggerak sinergitas antar stakeholder dan pengembangan masyarakat desa. Adapun 6 komponen yang terlibat dalam pengembangan Program CSR di sebuah desa binaan adalah akademisi, dunia usaha, komunitas atau masyarakat, pemerintah, hukum dan regulasi, serta media.
Berikut adalah pembagian peran masing – masing pemangku kepentingan dalam model
Academician (Akademisi)
Akademisi berperan sebagai konseptor melalui penelitian-penelitian yang dilakukan guna memunculkan dan menggali potensi dan peluang pengembangan Program CSR pada Desa Binaan. Akademisi dapat berperan memberikan pandangan dan analisis berdasarkan objektivitas data lapangan mengenai tingkat perkembangan dan formula yang tepat untuk memajukan Desa Binaan. Selain itu, akademisi juga dapat melaksanakan pendampingan Program CSR melalui konsep Tri Dharma Bakti Perguruan Tinggi. Untuk dapat menghasilkan konsep pengembangan Desa Binaan sebagai Program CSR yang sesuai kebutuhan dan mampu menjangkau semua aspek kepentingan, maka akademisi perlu terlibat secara aktif mulai dari pada tahap perencanaan.
Business (Dunia Usaha)
Pada skema kolaborasi Hexahelix, sektor bisnis cenderung memiliki berbagai macam peran dalam Program Pengembangan Desa Binaan. Sektor bisnis dapat berperan sebagai pendamping selama proses pengembangan Desa Binaan mulai dari perencanaan, implementasi, hingga evaluasi. Berikut beberapa peran sektor bisnis:
- Sektor bisnis dapat berperan sebagai enabler yang membantu dalam menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan Desa Binaan.
- Melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan(TJSL), sektor bisnis dapat berperan sebagai inisiator pengembangan Desa Binaan.
- Pendamping desa dan penghubung ke pemerintah atau dinas terkait untuk membantu dalam hal fasilitasi urusan administratif.
- Membantu akselerasi modal bagi masyarakat desa untuk mengembangkan ekonomi desa.
- Menghadirkan infrastruktur-infrastruktur teknologi, modal, dan jejaring usaha.
- Penggerak sosial agar masyarakat desa selalu berada pada satu naungan manajemen pembangunan yang sama, sehingga keberhasilan Desa Binaan lebih terukur.
- Membantu branding, advertising, dan selling produk unggulan desa.
- Memberikan edukasi atau pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan diri atau desanya.
Community
Komunitas dapat berperan sebagai akselerator dan penghubung antar pemangku kepentingan dalam implementasi program Desa Binaan. Komunitas dalam hal ini dapat berupa masyarakat umum atau masyarakat yang memiliki kesamaan minat atau kepentingan terhadap isu tertentu. Komunitas secara aktif ikut serta dalam setiap tahapan pengembangan Desa Binaan. Dalam konsep Desa Binaan, komunitas bukan lagi sebagai objek melainkan subjek proses pembangunan. Komunitas berupa kelompok-kelompok tertentu dapat berkontribusi pada bidang spesifik sesuai dengan rencana strategis pengembangan desa. Sebagai contoh, dalam upaya peningkatan kualitas jagung yang dihasilkan, Kelompok Tani dari suatu desa harus mengikuti penyuluhan yang diberikan oleh pemerintah/sektor bisnis/akademisi.
Government (Pemerintah)
Pemerintah dalam Model Hexahelix berperan sebagai regulator yang memiliki fungsi membuat regulasi. Pemerintah dipandang sebagai agen administrasi yang paling bertanggung jawab dalam implementasi pembuatan kebijakan-kebijakan terkait Desa Binaan. Dalam pengembangan Desa Binaan, pemerintah yang pasti terlibat adalah Pemerintah Desa serta Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Kabupaten/Kota apabila diperlukan. Instansi pemerintahan lain yang terlibat dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan desa yang bersangkutan. Misalkan dalam rangka peningkatan kemampuan masyarakat di bidang pariwisata, maka Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Daerah dapat diikutsertakan untuk memberikan pelatihan. Bantuan-bantuan yang dapat diberikan oleh pemerintah antara lain berupa SK pembentukan Desa Binaan, peminjaman fasilitas publik, dan pengadaan pendidikan informal bagi masyarakat.
Law and Regulation (Hukum dan Regulasi)
Hukum dan regulasi berperan dalam memberikan kepastian hukum dan mengawasi jalannya pengembangan Desa Binaan. Regulasi yang dimaksud termasuk peraturan-peraturan di tingkat pusat dan daerah. Komponen ini banyak berperan pada manajemen dan monitoring program agar seluruh kegiatan yang dilakukan tidak melanggar hukum. Hukum dan regulasi memantau pelaksanaan dan pengelolaan Desa Binaan terutama yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kesejahteraan ekonomi, serta perlindungan lingkungan.
Media
Media dalam pengembangan Desa Binaan dapat berperan sebagai expander untuk mendukung publikasi dalam promosi dan informasi (Saputra & Ulum, 2022). Media memiliki kemampuan untuk membangkitkan perhatian, memprovokasi aksi, melemahkan penentangan, serta menunjukkan kekuatan komitmen dan dukungan. Dengan adanya peran tersebut diharapkan dapat menyebarkan semangat pembangunan Desa Binaan yang berkelanjutan kepada khalayak luas.
Penerapan Model Kolaborasi Hexahelix sebagai dasar membangun sinergitas atas pemangku kepentingan harus dioptimalkan untuk membangun perubahan besar di masyarakat. Dalam upaya mewujudkan visi yang besar, perlu adanya keterlibatan banyak pihak untuk saling berbagi peran demi mencapai tujuan bersama. Membangun kolaborasi dalam setiap tahap mulai dari hulu ke hilir, perencanaan sampai dengan pelaksanaan memperbesar peluang implementasi Desa Binaan berjalan optimal. Oleh karena itu, kolaborasi berbagai elemen yang menggabungkan peran akademisi, bisnis, komunitas, pemerintah, hukum dan regulasi, serta media sangat penting. Apapun peran yang diemban, tujuan yang ingin dicapai tetap satu yaitu bersama-sama membangun perubahan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.