Indonesia menerapkan Blue Economy berdasarkan pada tiga pilar yaitu lingkungan kelautan yang sehat dan tangguh, industri berbasis kelautan yang kompetitif, dan area pesisir yang atraktif.
Masih ingat kan pada Konferensi Perubahan Iklim 2021 lalu (COP26)? Indonesia dan Swedia sepakat sebagai negara kepulauan untuk sama-sama menerapkan Blue Economy. Maka, Blue Economy menjadi potensi ekonomi yang bisa digunakan untuk pemulihan dari pandemi Covid-19. Untuk transformasi ekonomi demi pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, Blue Economy adalah salah satu kunci dengan yang perlu dioptimalkan. Ya, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 65 persen total luas negara Indonesia berupa laut.
Sistem ini sudah berlaku di Indonesia sejak pengesahan Pernyataan Bersama oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dengan Menteri Infrastruktur Swedia Thomas Eneroth, dan Menteri Lingkungan Hidup dan Iklim/Deputi Perdana Menteri Swedia Per Bolund di Stockholm, Swedia pada bulan Oktober lalu.
Swedia dan Indonesia memiliki banyak kesamaan peluang dan tantangan dalam mengembangkan Blue Economy sebagai dasar pembangunan ekonomi di masa depan. Swedia pun baru saja mengembangkan strategi ekonomi biru, melalui: Strategi Blue-Growth dan Marine Spatial Planning. Indonesia bersama dengan Swedia sudah sepakat untuk mengembangkan Peta Jalan untuk Blue Economy.
Apa sih Blue Economy itu?
Blue Economy adalah konsep pembangunan yang berfokus pada nilai ekonomi sumber daya laut di Indonesia. Konsep ini dapet menciptakan nilai tambah pada rantai pasok (supply chain), secara langsung maupun tidak langsung. Tujuannya untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keberlanjutan lingkungan. Indonesia menerapkan Blue Economy dengan tetap memperhatikan keberlangsungan ekosistem laut itu sendiri. Apalagi program ini adalah salah satu satu impian dari Bapak Jokowi.
Pengelolaan Sumber Daya Alam dengan konsep Blue Economy itu seperti apa ya?
Berdasarkan laporan Bank Dunia terbaru yang berjudul Laut untuk Kesejahteraan: Reformasi untuk Ekonomi Biru di Indonesia, dijelaskan bahwa rekomendasi diberikan berdasarkan upaya dan target yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Laporan tersebut juga menjelaskan bahwa masa depan sektor kelautan bergantung kepada aset alam yaitu ekosistem laut dan pesisir yang sehat. Di bawah ini adalah usulan empat strategi utama bagi Indonesia untuk menjalankan transisi menuju Blue Economy:
1. Peningkatan pengelolaan aset laut dan pesisir (perikanan, mangrove, terumbu karang)
Sebenarnya, Indonesia telah mengembangkan sistem penangkapan ikan dan area manajemen laut untuk waktu yang lama, tetapi implementasinya masih membutuhkan anggaran, sumber daya manusia, dan rencana manajemen maksimum untuk mencegah berkurangnya ikan, termasuk menjamin batas panen yang jelas tergantung pada sains dan data yang memadai.
Indonesia juga telah menyusun rencana tata ruang laut dengan mengidentifikasi wilayah laut yang tepat untuk kegiatan ekonomi, dan daerah laut yang masih harus dilindungi. Sekarang, integrasi antara rencana ruang maritim dengan sistem perizinan usaha diperlukan untuk memastikan bahwa kegiatan ini telah memenuhi peraturan zonasi, yaitu sistem Scorecard. Sistem ini digunakan untuk mengukur implementasi rencana pengembangan dan kepatuhan, dengan beberapa indikator yang mengukur keadaan sumber daya pesisir dan laut, seperti area mangrove dan kualitas terumbu karang.
Indonesia akan melengkapi tujuan pemulihan mangrove sebanyak 600.000 hektar pada tahun 2025 dengan kegiatan konservasi yang semakin kuat. Kegiatan restorasi harus dilengkapi dengan langkah-langkah untuk mengurangi dan menghindari kehilangan hutan bakau alami.
2. Mobilisasi insentif dan investasi
Peningkatan layanan dasar dan infrastruktur dasar dalam pengumpulan sampah, layanan air, dan pembuangan limbah dibutuhkan untuk mengelola dampak lingkungan di wilayah pesisir, meningkatkan layanan dasar dan kualitas hidup masyarakat pesisir dan melindungi kerusakan destinasi wisata. Investasi yang diperlukan akan sangat besar, tetapi pengalaman global menunjukkan bahwa potensi timbal balik diperoleh dari pengembangan infrastruktur, karena ini sangat tinggi (Panel Tingkat Tinggi untuk Ekonomi Laut Berkelanjutan, 2020).
Dalam jangka panjang, Blue Economy Indonesia akan membutuhkan ekonomi melingkar dalam mengurangi limbah sejak awal. Upaya ini mencakup kebijakan yang meningkatkan harga plastik, insentif untuk inovasi dan daur ulang, dan perubahan perilaku untuk mengurangi penggunaan plastik. Peraturan Pemerintah tentang perluasan tanggung jawab produsen bisa dilengkapi dengan sistem penggantian deposito, standar untuk bahan daur ulang, persyaratan kandungan daur ulang minimum, dan mengutamakan bahan daur ulang dalam pengadaan publik.
3. Sistem yang lebih baik untuk pengumpulan dan pemantauan data
Bentang laut Indonesia yang kompleks membutuhkan adanya sistem informasi terperinci dan tepat waktu bagi pengelolaan perikanan, ekosistem, dan dampak dari kegiatan manusia. Dibutuhkan perluasan cakupan survei untuk mengumpulkan informasi stok dan panen bagi spesies tertentu, seiring dengan percepatan peluncuran sistem pemantauan dan pelaporan elektronik.
Kesepakatan tentang metode yang konsisten dalam konteks pemantauan ekosistem dan berbagi data juga diperlukan. Data yang lebih baik akan menguntungkan sektor pariwisata. Pemantauan dampak lingkungan bisa diperluas ke destinasi wisata populer untuk mendeteksi masalah dan menyediakan informasi dalam pengambilan langkah-langkah mitigasi secara tepat waktu.
4. Membangun kembali dengan “lebih biru” setelah pandemi Covid-19
Terdapat peluang untuk menyelaraskan upaya pemulihan ekonomi jangka pendek pasca Covid-19 dengan kebutuhan jangka panjang di sektor kelautan. Sistem pengelolaan kunci seperti rencana tata ruang wilayah dan rencana pengelolaan perikanan bisa diuji dan diterapkan saat ini. Tentunya ketika tekanan sedang berkurang. Konteks tersebut juga memberikan pemerintah waktu untuk mengatasi berbagai tantangan. Paket pemulihan ekonomi bisa dikembangkan untuk membuka lapangan pekerjaan seraya memperkuat ketahanan pesisir. Apa saja? Yaitu melalui aktivitas restorasi pesisir dan laut yang bersifat padat karya. Contohnya seperti restorasi mangrove dan pembersihan pantai di daerah yang sangat bergantung kepada sektor pariwisata.
Bank Dunia mendukung upaya pemerintah untuk mewujudkan strategi ekonomi biru melalui berbagai jenis investasi. Seperti apa? Rencana Lautan Sejahtera contohnya, investasi untuk meningkatkan mata pencaharian masyarakat pesisir dan memulihkan ekosistem kritis. Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang telah menjadi investasi selama 20 tahun bagi pengelolaan dan penelitian terumbu karang. Program Pembangunan Pariwisata Terintegrasi dan Berkelanjutan (P3TB ), adalah sebuah platform juga untuk perencanaan dan infrastruktur pariwisata yang terintegrasi dan berkelanjutan. Bank Dunia juga memberikan dukungan teknis melalui Indonesia Sustainable Oceans Program[DJ1] , melengkapi upaya peningkatan kapasitas dan basis pengetahuan terkait ekonomi biru.
Manfaat Indonesia menerapkan Blue Economy
Indonesia merupakan negara terkaya dalam hal keanekaragaman hayati di laut. Maka dari itu, Indonesia harus bisa memanfaatkan berbagai anugerah Tuhan ini secara bijak. Dengan tetap menjaga kelestarian alam, kita bisa melakukan keberlanjutan produksi dan mensejahterakan rakyat Indonesia.
1. Aspek Ekonomi
Kita bisa mempelajari bahwa kita akan hidup berdampingan dengan Covid-19 dalam waktu yang cukup lama. Maka, mau tidak mau kita harus menghadapi kenyataan ini. Tentu saja, cara menghadapi kenyataan ini dengan kita harus menghadapi secara bertahap dan terbuka dengan hal ini.
Pemakalah dari CSIRO, Andy Steven menjelaskan bahwa Australia mengalami hal yang sama. Hingga saat ini, mereka juga tengah berjuang mencoba untuk memperbaiki sistem logistik dan kembali memperkuat pasar.
Nah sekarang dengan aktivitas ekonomi saat ini, pasar otomatis terbuka, kegiatan transportasi jalan. Kemudian kalau nanti mall atau restoran mulai buka, maka bahan-bahan baku seperti seafood akan bertambah. Ini akan memajukan pertumbuhan ekonomi tentunya.
2. Aspek Teknologi
Pemerintah juga menyoroti penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mutakhir yang tidak bisa dihindarkan seperti pandemi Covid-19. Berbagai pelayanan seperti pelayanan pemerintahan, pendidikan, dan berbagai bisnis beralih dari luring menjadi daring. Dunia, kata Jokowi, berubah begitu cepat dan Indonesia harus bisa menghadapi kompetisi yang semakin ketat seiring dengan perkembangan teknologi tersebut.
Apalagi akan dimulainya konektivitas digital 5G. Hati-hati kita jangan hanya menjadi pengguna. Kita jangan hanya menjadi smart digital users, tetapi kita harus mampu mencetak smart digital specialist. Tidak hanya itu, mereka harus bisa mengembangkan smart digital preneur untuk meningkatkan kewirausahaan dan membuka lapangan kerja di dalam negeri.
3. Aspek Kesehatan
Lalu di bidang kesehatan, pengembangan juga semakin pesat sehingga memungkinkan untuk melakukan pemeriksaan atau konsultasi medis dengan jarak jauh. Oleh karena itu, pemanfaatan artificial intelligence atau kecerdasan buatan sangat penting ditingkatkan untuk diagnosis. Mitra dagang Indonesia seperti Amerika Serikat, Afrika, dan Eropa sudah mulai fokus terhadap pembangunan yang berkelanjutan.
Sektor yang bisa dikembangkan dengan prinsip Blue Economy
Sektor yang tercakup dalam ekonomi Biru antara lain: sektor perikanan, sektor industri olahan hasil laut, sektor logistik laut, sektor perdagangan, industri galangan kapal, wisata bahari, bioteknologi, energi terbarukan, manajemen sumber daya air, sumber daya manusia termasuk pendidikan dan riset, serta sektor-sektor lainnya yang terkait secara langsung dan tidak langsung.
Indonesia juga mengusung leadership on Blue Economy dalam acara G20 pada 2022. Tujuannya, menjadikan Blue Economy sebagai salah satu prioritas pembahasan di G20 Development Working Group (DWG). Pertemuan ketiga menteri juga membahas rencana Indonesia untuk membangun Ibu Kota Negara (IKN) baru. Swedia bersedia untuk memberikan dukungan yang dibutuhkan dalam mewujudkan IKN sebagai kota yang hijau, cerdas, dan berkelanjutan.
Baca juga:
Mengenal Lebih Dekat Ekonomi Sirkular di Indonesia
Apa Itu CSR (Pengertian, Manfaat, Jenis, dan Contohnya)
Latar Belakang Lahirnya Gagasan Corporate Social Responsibility (CSR)
Jadi, perlu bagi Indonesia menerapkan Blue Economy
Kerangka Pembangunan Ekonomi Biru diarahkan untuk mengoptimalkan modalitas yang dimiliki Indonesia sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman sumber daya kelautan. Pengelolaan sumber daya dan ekosistem kelautan juga diarahkan untuk bisa mengatasi tantangan degradasi pesisir dan sumber daya alam. Selain itu, perubahan iklim dan kerentanan sosial ekonomi masyarakat pesisir bisa diatasi juga.
Indonesia memiliki potensi besar untuk menjalankan pemulihan biru pasca pandemi Covid-19 (Blue Recovery). Ekonomi biru juga merupakan ruang untuk menciptakan inovasi dan kreativitas baru. Transisi Indonesia ke ekonomi biru juga diharapkan menjadi model pengembangan industri berbasis kelautan yang berkelanjutan.
Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Comment
good insight!