Inklusi Sosial bagi Kaum difabel menjadi tantangan besar dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Bagaimana tidak, persentase penyandang disabilitas di Indonesia saat ini termasuk yang terbanyak didunia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2020, jumlah kaum difabel mencapai 22,9 Juta orang. Jumlah ini hampir menyentuh 10% dari total populasi penduduk Indonesia.
Inklusi Sosial adalah keterbukaan, mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang karakteristik, status, etnik, kemampuan, budaya, dan lainnya dalam proses pembangunan.
Tujuan dari inklusi sosial adalah menciptakan lingkungan yang mendukung dan menghargai perbedaan. Sehingga semua anggota masyarakat dapat berkontribusi secara positif dan memiliki kesempatan yang sama tanpa kekhawatiran menjadi korban pengecualian dan diskriminasi.
Kaum difabel adalah salah satu kelompok yang ada di masyarakat yang seringkali mengalami diskriminasi dan pengecualian dalam mendapatkan akses sosial, ekonomi, dan pendidikan. Padahal sejatinya mereka sama seperti orang normal pada umumnya, punya kekurangan dan punya kelebihan.
Mengenal Kaum Difabel
Merujuk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama. Keterbatasan tersebut membuat mereka mengalami hambatan dan kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan serta berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya.
Dari pengertian diatas, kita dapat mengetahui bahwa penyandang disabilitas terbagi kedalam beberapa kelompok yakni:
- Disabilitas sensorik adalah terganggunya salah satu fungsi dari panca indera antara lain netra, rungu dan atau wicara.
- Disabilitas fisik adalah terganggunya fungsi gerak antara lain lumpuh layu atau kaku, paraplegi, cerebral palsy (CP), akibat amputasi, stroke, kusta, dan lain-lain.
- Disabilitas mental adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku antara lain psikososial, misalnya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, gangguan kepribadian.
- Disabilitas intelektual adalah suatu disfungsi atau keterbatasan dalam hal kemampuan adaptasi yang menyebabkan terjadinya keterbatasan dalam hal kemampuan komunikasi, rawat diri, kehidupan di rumah, keterampilan sosial, keterlibatan dalam komunitas, kesehatan dan keamanan, akademik dan kemampuan bekerja.
Berbagai keterbatasan tersebut tidak boleh dijadikan alasan untuk mengecualikan dan mendiskriminasikan mereka dalam mendapatkan akses sosial, ekonomi, pendidikan, dan lainnya. Sebab mereka sama seperti kita, memiliki kekurangan, pun memiliki kelebihan, serta memiliki hak-hak yang sama.
Kalau Bukan Kita Siapa Lagi?
“Kita bisa dan harus menjadi kepanjangan tangan dari kaum disabilitas untuk membantu mereka. penyandang disabilitas itu nggak bisa sendiri. Mereka harus dibantu oleh kita yang normal,” Ujar Angkie Yudistia, Staff Khusus Presiden RI dalam gelaran CSR Outlook Leadership Forum 2023.
Angkie Yudistia, yang seorang pejuang kesetaraan hak kaum difabel, dengan tegas menyuarakan pentingnya inklusi sosial untuk penyandang disabilitas. Dalam gelaran CSR Outlook Leadership Forum 2023, ia menegaskan bahwa setiap individu normal memiliki tanggung jawab untuk menjadi kepanjangan tangan bagi mereka.
Baca Juga: CSR Outlook Leadeship Forum 2023, Soroti Konsep ESG dalam Membangun Keberlanjutan Bisnis
Setiap pihak yang telah mencapai kesuksesan, langkah selanjutnya adalah memberikan bantuan dan dukungan kepada mereka yang membutuhkannya. Bukannya melakukan “membantu” yang bersifat merendahkan, tetapi memberikan dukungan yang memungkinkan mereka untuk berpartisipasi sepenuhnya dalam kehidupan di masyarakat. Peran ini dapat berupa dukungan emosional, pemberdayaan melalui pelatihan keterampilan, serta mengadvokasi kebijakan inklusif.
Slogan “Kalau Bukan Kita Siapa Lagi?” mengajak kita untuk beraksi dan berkontribusi dalam mencapai inklusi sosial. Dengan saling mendukung dan menghargai perbedaan, kita dapat menjadi agen perubahan yang positif dalam menciptakan masyarakat yang inklusif dan berdaya saing bagi semua orang.
Peran Dunia Bisnis dalam Menciptakan Inklusi Sosial bagi Kaum Difabel
Salah satu pihak yang memiliki peran penting untuk mewujudkan inklusi sosial bagi kaum difabel adalah dunia binis. Hal ini sehubungan dengan adanya fakta bahwa jumlah penyandang disabilitas usia produktif di Indonesia mencapai 16 juta jiwa. Namun jumlah tenaga kerja penyandang disabilitas yang terserap oleh dunia kerja menurut Kementerian Ketenagakerjaan RI hanya 3000-an orang saja.
Artinya masih ada 15 juta olah lebih tenaga kerja penyandang disabilitas yang menggantungkan hidupnya pada orang normal. Padahal kaum difabel pun bisa memiliki keahlian yang produktif apabila dikelola dan dibekali keahlian dengan baik.
Maka upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh dunia bisnis untuk menciptakan inklusi bagi kaum difabel adalah sebagai berikut
1. Membangun Pasar Kerja yang Inklusif
Setiap manusia terlahir dengan kelebihan dan kekurangan. Begitupun kaum difabel. Meskipun memiliki memiliki keterbatasan, Namun mereka pasti memiliki kelebihan dan kemampuan jika dikelola dengan baik.
Melalui penciptaan pasar kerja yang inklusif, perusahaan hendaknya memberikan kesempatan kerja yang adil dan setara bagi kaum difabel. Membangun pasar kerja inklusif berarti menghapus diskriminasi sehingga setiap individu dapat berkontribusi dan berkembang sesuai potensi dan keterampilannya yang dimilikinya.
Presiden RI bekerjasama dengan Kementerian BUMN telah menginstruksikan kepada para perusahaan untuk merekrut minimal 2% penyandang disabilitas bagi BUMN, dan 1% penyandang disabilitas bagi perusahaan swasta sebagai karyawannya.
Selain itu, perusahaan harus peduli pada karyawan ketika mengalami kecelakaan kerja. Mereka tidak boleh langsung dipecat namun harus direhabilitasi dan kemudian dilakukan penyesuaian kerja dan kemampuannya.
2. Program CSR untuk Memberdayakan Kaum Difabel
Upaya kedua yang dapat dilakuakan oleh dunia bisnis dalam mewujudkan inklusi sosial bagi kaum difabel adalah melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Beberapa kegiatan dalam program CSR yang dapat membantu kaum difabel adalah sebagai berikut:
a. Pelatihan dan Peningkatan Keterampilan
Melalui program CSR, Perusahaan dapat memberikan pelatihan atau kursus bagi difabel. Pelatihan ini bertujuan untuk membekali kaum difabel dengan berbagai keterampilan dan skill. Keterampilan dan skill ini akan menjadi bekal bagi mereka untuk menghasilkan sesuatu yang produktif, bahkan kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan operasional perusahaan itu sendiri.
Baca Juga: Apa itu CSR (Pengertian, Manfaat, Jenis, dan Contohnya)
b. Pemberian Modal Usaha
Selain dengan memberikan skill dan keterampilan, perusahaan juga dapat memberikan modal usaha bagi para penyandang disabilitas. Modal usaha ini diharapkan dapat membantu menciptakan lapangan kerja bagi difabel atau mendukung usaha kecil yang dimiliki oleh mereka. Hal ini dapat meningkatkan perekonomian dan kemandirian kelompok difabel.
Contoh Perusahaan yang Berupaya Mewujudkan Inklusifitas Kaum DIfabel
Salah satu perusahaan yang tengah berupaya mewujudkan inklusifitas bagi kaum difabel adalah PT PLN Indonesia Power Kamojang POMU. Diketahui bahwa salah satu desa di sekitar wilayah kerja perusahaan yakni desa Sudi terdapat cukup banyak penyandang disabilitas yang juga tergolong keluarga prasejahtera. Melihat permasalahan ini, perusahaan berupaya membuat program pemberdayaan bagi masyarakat tersebut untuk meningkatkan perekonomian mereka.
Upaya ini dilakukan melalui pemberian bantuan program CSR “Budidaya Jamur Inklusif”. Selain memberikan keahlian tentang budidaya jamur, perusahaan juga memberikan modal usaha berupa sarana parasarana dan bahan baku yang dibutuhkan dalam budidaya jamur tiram.
Tidak cukup sampai disitu, perusahaan juga mendampingi kaum difabel ini hingga bisa membuat berbagai produk olahan dari jamur seperti stik, kripik dan baso jamur. Hal ini dilakukan guna meningkatkan nilai jual dari usaha jamur mereka.
Kesimpulan
Upaya untuk membangun inklusi sosial bagi kaum difabel bukan hanya tugas satu atau dua pihak saja. Setiap stakeholder yakni pemerintah, perusahaan, masayarakat, akademisi, dan media memiliki peran penting masing-masing untuk mewujudkan inklusi sosial kaum difabel.