Pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah sebuah hal yang penting dilakukan untuk mengatasi permasalahan sampah di Indonesia. Sampah merupakan permasalahan di hampir setiap wilayah di penjuru negeri. Ibarat mata air, sampah akan terus bertambah dan tak akan pernah berhenti seiring dengan pertumbuhan populasi serta semakin tinggi dan kompleksnya kegiatan manusia.
Menurut Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Di indonesia yang memiliki populasi sebanyak 275,77 juta orang (BPS,2022), jumlah sampah sangatlah banyak.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), volume timbulan sampah di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 33,15 juta ton. Jumlah sampah tersebut, mayoritas merupakan sampah sisa makanan yang mencapai 40,9%, disusul oleh sampah pelastik sebanyak 17,9%. Sisanya atau sebanyak % merupakan sampah ranting/daun, kertas, kaca, dan lainnya.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Dampak Food Waste
Sementara sumber sampah tersebut mayoritas berasal dari aktivitas rumah tangga yang mencapai 38,2%. Disusul oleh aktivitas pasar trasisional yang mencapai 27,8%. Sisanya sebanyak 34% berasal dari aktivitas lain seperti pusat perniagaan, fasilitas publik, perkantoran, dan lainnya.
Sangat banyak Bukan? Lantas bagaimana Indonesia mengelola sampah sebanyak itu?
Ternyata Sampah di Indonesia Sudah Overload!
Alasan utama mengapa sampah harus dikelola berbasis masyarakat adalah kapasitas pengelolaan KLHK melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang terbatas. Di berbagai daerah, jumlah sampah yang ada seringkali melebihi daya tampung DLHK untuk mengangkut, dan mengelola sampah. Akibatnya, sampah seringkali overload dan tidak terkelola dengan baik.
Menurut Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), dari jumlah timbulan sampah di Indonesia tahun 2022 yang mencapai 33,15 Juta ton. Hanya 21,05 juta ton atau 63,51% yang mampu terkelola oleh KLHK. Sementara sebanyak 12.1 juta ton atau 36.49% lainnya belum mampu terkelola. Lantas ke manakah sampah-sampah yang tidak terkelola tersebut?
Terjadi timbunan-timbunan sampah, bahkan di beberapa Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sampah menumpuk menjadi gunungan sampah. Sementara di masyarakat beberapa di antaranya akhirnya ada dibakar bahkan dibuang ke sungai. Selain mengganggu estetika lingkungan, menimbulkan bau tak sedap bahkan penyakit, sampah-sampah tersebut akhirnya mencemari lingkungan di sekitarnya.
Maka mulai saat ini kita harus menyadari bahwa smapah tidak bisa dikelola oleh satu pihak saja, namun harus melibatkan berbagai pihak untuk mengelola sampah.
Perlunya Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah solusi alternatif bagi untuk menangani overcapacity pengelolaan sampah di Indonesia. Melalui pengelolaan ini, masyarakat didorong untuk mengelola sampahnya sendiri sehingga mengurangi beban perintah untuk mengelola sampah.
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan pengelolaan sampah yang menitikberatkan pada partisipasi aktif dari seluruh anggota masyarakat. Pelibatan masyarakat ini dilakukan sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, dan motiroring-evaluasi. Pelibatan ini dimaksudkan agar masyarakat menyadari bahwa permasalahan sampah merupakan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat.
Dengan melibatkan warga secara aktif dalam proses pengumpulan, pemilahan sampah, dan pemusnahan, pendekatan berbasis masyarakat berupaya menciptakan ikatan kuat antara masyarakat dan lingkungannya serta mendorong pengurangan volume sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir.
Baca Juga: Begini Cara Mengolah Limbah Non-B3
Dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat, kreativitas masyarakat menjadi kunci untuk memanfaatkan sampah menjadi produk bernilai. Warga didorong untuk mengenali potensi kreatif dalam sampah dan mengubahnya menjadi kerajinan tangan atau produk daur ulang.
Langkah ini bukan hanya dapat mengurangi dampak negatif sampah terhadap lingkungan, tetapi juga memberdayakan masyarakat secara ekonomi. Melalui pemanfaatan kreatif sampah, masyarakat dapat menciptakan sumber pendapatan, memperkuat ekonomi kreatif, serta menginspirasi generasi muda tentang pentingnya menjaga lingkungan.
Model Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat
Ada banyak sekali model yang dapat digunakan dalam praktik pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas dua contoh alternatif model pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dinilai paling efektif mengurangi sampah terutama sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga yang menjadi sumber penyumbang tersebesar sampah di Indonesia
1. Bank Sampah
Bank Sampah adalah fasilitas untuk mengelola Sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, dan recycle), sebagai sarana edukasi, perubahan perilaku dalam pengelolaan sampah, dan pelaksanaan ekonomi Sirkular, yang dapat dibentuk dan dikelola oleh masyarakat.
Seperti namanya, prinsip bank sampah sama seperti prinsip kerja bank pada umumnya. Masyarakat diposisikan sebagai nasabah yang didorong untuk “menabung” sampah. Hasil penjualan sampah yang ditabung tersebut dikumpulkan dan dapat diambil oleh masyarakat kapan saja.
Pelaksanaan bank sampah pada dasarnya adalah salah satu bentuk rekayasa sosial untuk mengajak masyarakat memilah antara sampah organik dan anorganik. Dengan menyamakan sampah dengan uang atau barang berharga yang dapat ditabung, masyarakat akhirnya terdidik untuk menghargai sampah sesuai jenis dan nilainya.
Dengan bank sampah ini, selain masyarakat mendapat manfaat lingkungan, juga menjadi potensi ekonomi masyarakat.
2. Budidaya Magot
Model kedua dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah dengan melalui budidaya magot. Maggot merupakan larva dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF) sehingga sering disebut maggot BSF. Bentuknya mirip ulat, berbuku dengan ukuran larva dewasa 15-22 mm dan berwarna coklat. Siklus hidup lalat BSF kurang lebih selama 40- 43 hari. Larva/maggot BSF bertahan selama 14-18 hari sebelum bermetamorfosis menjadi pupa dan lalat dewasa.
Larva BSF ini sangat cocok digunakan sebagai teknologi pemusnah sampah organik sisa makanan yang merupakan penyumbang sampah terbesar di Indonesia. Sebab Larva BSF atau magot ini mampu medekomposisi dan mengurai sampah organik selama 10-11 hari.
Keunggulan lain dari larva BSF ini adalah tidak menimbulkan bau busuk dan bukan pembawa sumber penyakit karena dalam tubuh BSF mengandung zat antibiotik alami.
Selain menjadi pengurai sampah organik yang sangat efektif, budidaya ini magot juga memiliki nilai tambah berupa kompos dan larva BSF atau Magot itu sendiri yang bernilai ekonomis. Larva magot dapat dimanfaatkan dan dijual dalam bentuk maggot segar, maggot kering, telur dari lalat BSF dan produk turunannya seperti tepung maggot, pellet maggot, prebiotik serta pupuk organik.
Magot mengandung protein tinggi yaitu sekitar 30-45% sehingga sangat cocok dimanfaatkan sebagai pakan ternak seperti ikan, burung dan hewan ternak lainnya. Pupuk organik sebagai produk turunan dari maggot berfungsi sebagai kondisioner tanah atau untuk revitalisasi.
Peran Dunia Bisnis dalam Akselerasi Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat menjadi isu yang semakin mendesak saat ini. Dengan semakin meningkatnya jumlah sampah yang dihasilkan oleh masyarakat, peran perusahaan menjadi sangat penting dalam menciptakan solusi pengelolaan sampah berkelanjutan.
Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk berkontribusi secara aktif dalam mengakselerasi pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Melalui program CSR yang berfokus pada pengelolaan sampah, perusahaan dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya.
Baca Juga: Bagaimana Mikroplastik Bisa Membunuh Manusia?
Salah satu peran utama perusahaan dalam akselerasi pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah mendukung dan menginisiasi program-program pengelolaan sampah seperti yang sudah dipaparkan sbeelumnya yakni bank sampah dan budidaya magot. Perusahaan dapat berinvestasi dalam penyediaan sarana parasarana program, serta pelatihan untuk mendukung kapasitas masyarakat dalam pengelolaan sampah.
Contoh Perusahaan yang Telah Mendukung Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat
Salah satu perusahaan yang tengah mendukung pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah PT Pegadaian. PT Pegadaian menghadirkan program “MengemEmaskan Sampah”. Melalui program ini, PT Pegadaian mengajak seluruh masyarakat untuk mengelola sampah menjadi instrumen investasi berupa emas.
Program ini telah disosialisasikan kepada 300 Bank Sampah Unit dan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Bandung. dengan program ini, masyarakat hanya tinggal menjual sampah ke Bank Sampah di sekitar tempat tinggalnya.
Hasil penjualan sampah bisa disimpan dalam bentuk tabungan emas Pegadaian. Hal ini tentu sangat menguntungkan, sebab jika hasil penjualan sampah diinvestasikan dalam bentuk tabungan emas, nilainya akan terus naik, dan bisa diambil kapan saja apabila masyarakat membutuhkan.
Dengan program ini diharapkan masyarakat semakin terdorong untuk menabung sampah di bank sampah, yang kemudian dapat mengurangi volume sampah yang terbuang yang dapat mencemari lingkungan sekitar.
Kesimpulan
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat bisa menjadi alternatif untuk mengelola sampah di Indonesia yang saat ini seringkali mengalami overload. untuk mengakselerasi model pengelolaan ini, perlu adanya kerja sama dari berbagai pihak yakni pemerintah, dunia bisnis, dan masyarakat itu sendiri. Dengan berkolaborasi, masyarakat bersama pemerintah dan sektor swasta dapat mencapai tujuan bersama untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan berkelanjutan.