Strategi dalam conflict resolution perlu untuk diformulasikan dengan proporsional dan efektif. Sebab, permasalahan konflik yang tidak berujung menimbulkan problematika yang mengganggu kelangsungan harmonisasi di masyarakat.
Perlu diketahui jika conflict resolution atau resolusi konflik merupakan mekanisme yang diambil untuk menyudahi adanya pertikaian/konflik di suatu subjek dan objek tertentu. Karena tidak dapat dinafikan bahwa konflik memiliki tendensi dan dampak yang negatif kepada berbagai pihak – walaupun memang ada sisi positifnya.
Kira-kira bagaimana strategi dalam conflict resolution di masyarakat yang efektif untuk diimplementasikan? Selengkapnya baca dalam artikel Olahkarsa di sini.
Community Based dalam Conflict Resolution
Sebelum menjurus pada konteks strategi dalam conflict resolution, maka penting untuk mengetahui penentuan langkah-langkahnya. Menurut Dougherty dan Pfaltzagraff (1981), seseorang harus memahami konflik sosial terlebih dahulu baru dapat menentukan langkah strategisnya.
Secara teoritis, ada dua substansi yang berada di dalam konflik sosial. Pertama, konflik sosial adalah suatu hal yang rasional, konstruktif, dan fungsional. Kedua, konflik sosial merupakan bentuk dari irasionalitas, patologis, dan non-fungsional.
Dua teori yang bertabrakan ini pada akhirnya saling melengkapi sebagai suatu perspektif mengenai konflik sosial. Setelah memahami konteks ini, maka penentuan langkah conflict resolution dapat menggunakan pendekatan community based.
Apa itu community based? Sederhananya, yaitu pendekatan yang melibatkan komunitas warga yang sedang terlibat konflik untuk dijadikan subjek pemberdayaan dan aktor dalam mengelola konflik. Langkah ini terbukti cukup efektif karena yang mengetahui permasalahannya adalah warga itu sendiri.
Di lain sisi, peran pihak lain seperti LSM, pemerintah, dan stakeholder lain bertindak sebagai fasilitator dan mediator yang tujuannya untuk mendamaikan pihak-pihak terkait. Pendekatan community based secara teknis mampu untuk meredam lahirnya konflik susulan.
Penting! 5 Strategi dalam Conflict Resolution
Pruitt dan Rubin (2009) menjelaskan bahwa ada 5 strategi dalam conflict resolution yang dikristalisasi menjadi model kepedulian dua rangkap (dual concern model). Ini merupakan salah satu teori dasar dari proses penyelesain konflik yang efektif dan ilmiah. Lalu bagaimana penjelasannya?
1. Contending
Pertama, ada contending atau bertanding yang berarti sebagai usaha resolusi konflik dengan bersandar pada kapabilitas dari suatu pihak tanpa menghiraukan kepentingan dari pihak-pihak lain. Biasanya, pihak ini cenderung resisten terhadap aspirasi dan gagasan yang dipegangnya.
2. Problem Solving
Kedua, ada problem solving atau pemecahan masalah yang berkonotasi pada kegiatan melakukan riset dan identifikasi terhadap suatu masalah serta mengembangkan sebuah solusi yang baik. Artinya, solusi yang digagas harus memuaskan pihak-pihak yang sedang berkonflik dan mengelaborasikan teknik rekonsiliasi.
3. Yielding
Ketiga, ada yielding atau mengalah yang berarti sebuah strategi dengan menurunkan egoisme dalam konteks gagasan dan kepentingan kepada pihak lawan. Pihak ini harus berlapang dada dalam menerima gagasan maupun kepentingan dari pihak lawan. Strategi ini mendapatkan kritik karena dirasa kurang memberikan solusi yang konkret.
4. Inaction
Keempat, yaitu ada inaction atau diam yang berarti strategi cerdik untuk diam serta mencermati perkembangan dari suatu konflik. Hal ini sifatnya sementara, karena tetap membuka pintu untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.
5. Withdrawing
Kelima, ada withdrawing atau menarik diri yang bermakna sebagai kegiatan meninggalkan konflik – secara fisik, psikologis, maupun sosiologis. Di beberapa literatur, withdrawing sering diinterpretasikan pemaksaan yang jauh lebih serius yang melahirkan situasi yang mengharuskan untuk mundur.
Lalu Harus Menerapkan Strategi dalam Conflict Resolution yang Mana?
Menurut Pruitt dan Robin (2009), tidak pernah ada satu strategi yang benar-benar efektif untuk meredam, memitigasi, dan memutus rantai konflik di masyarakat. Oleh karena itu, Anda dapat menerapkan kombinasi dari lima strategi di atas untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Di sisi lain, Anda juga harus menerapkan kemampuan yang konstruktif dalam melakukan resolusi konflik.
Baca artikel lain dari Olahkarsa mengenai CSR, SDGs, PROPER, Community Development, SROI, dan lain-lain di sini.