Conflict resolution adalah suatu kegiatan yang erat kaitannya dengan fenomena konflik di tengah masyarakat. Perlu dipahami jika konflik merupakan keniscayaan dan menjadi ciri khas serta konsekuensi dari society.
Lalu sebenarnya apa itu conflict resolution, bagaimana teori-teorinya, serta contoh dalam implementasinya? Cari tahu dalam artikel Olahkarsa di bawah ini.
Apa Definisi dari Conflict Resolution?
Secara definitif, conflict resolution atau resolusi konflik adalah proses pemecahan masalah dari suatu konflik sosial, struktural, dan kultural. Konflik dapat diartikan sebagai perjuangan oleh berbagai pihak dalam mendapatkan suatu konteks tertentu, mulai dari nilai, status, otoritas, dan lain-lain.
Sederhananya, konflik terjadi karena ada ketidaksamaan antara dua pihak atau lebih mengenai satu persepsi atau tindakan yang sifatnya subjektif. Tidak liniernya hal ini melahirkan gesekan yang berujung pada pertentangan konflik argumentatif hingga dapat berakibat pada konflik fisik.
āKonflik adalah benturan yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang disebabkan diferensiasi kondisi sosial-budaya, nilai, status, dan masing-masing pihak memiliki kepentingan terhadap sumber daya tersebutā.
Fuad dan Maskanah (2000)
Karena konflik berujung pada tindakan yang berimplikasi negatif, maka perlu ada suatu tindakan yang meredam dan merekonsiliasi pihak-pihak yang berkonflik. Untuk itu, hadir conflict resolution sebagai kerangka kerja intelektual untuk memahami dinamika dan fenomena konflik serta berbagai variabel lainnya.
Di sisi lain, kooperatif menjadi satu substansi yang penting untuk digali inti sari dan afiliasinya dengan resolusi konflik. Menempelkan proses resolusi konflik pada setiap konflik vertikal maupun horizontal berarti menawarkan adanya sinergi dan kooperatif dari pihak-pihak terkait.
Makna dari hal ini yaitu bagaimana menciptakan adanya kerja sama yang harmonis dari pihak-pihak yang terlibat konflik. Namun acap kali upaya resolusi konflik terganjal akibat orientasi kompetitif yang cenderung menjauhkan dari tali kooperatif dan mendekatkan pada konflik yang lebih tajam.
Mengenal Dua Teori Inti dalam Conflict Resolution
Pada taraf akademis dan teoritis, ada beberapa para ilmuwan sosial yang memiliki terminologi dan pendalaman mengenai konteks conflict resolution atau resolusi konflik, yaitu:
Ralf Dahrendorf
Tokoh pertama ini bernama Ralf Dahrendorf yang merupakan Sosiolog dengan ciri khas pembahasan mengenai konflik sosial dan resolusi konflik. Menurutnya, ada tiga bentuk dari resolusi konflik, yaitu konsiliasi, mediasi, dan arbitrasi.
Konsiliasi artinya manajerial konflik dengan melibatkan berbagai pihak dengan tujuan mencapai konsensus tanpa dibantu dengan mediator (pihak ketiga). Lalu ada mediasi, yaitu proses resolusi konflik dengan bantuan seorang mediator (pihak ketiga) yang akan menjadi penengah dari pihak-pihak yang terlibat konflik.
Proses terakhir, ada arbitrasi yang menjadi tahapan manajerial konflik dengan dua pihak yang secara konsensus mendapatkan keputusan secara legal (law). Ini merupakan tiga bentuk resolusi konflik yang sering menjadi rujukan untuk memproses suatu pertikaian sosial, kultural, hingga struktural.
Johan Galtung
Teori conflict resolution yang cukup populer di taraf akademis dan praktik adalah yang digagas oleh Johan Galtung. Sama halnya dengan Dahrendorf, Galtung memiliki tiga bentuk resolusi konflik, yakni peacemaking, peacekeeping, dan peacebuilding.
Peacemaking merupakan bentuk resolusi konflik di mana menciptakan suatu harmonisasi perdamaian di awal konflik sebelum konflik semakin masif. Lalu ada peacekeeping yang menekankan pada adanya perjanjian kolektif untuk menangkal meletusnya konflik susulan.
Selanjutnya, ada peacebuilding yang merupakan bentuk merajut kembali tali perdamaian yang sempat terputus karena dibakar oleh konflik. Pada konteks ini, perlu adanya instrumen dan variabel yang ikut membuat landasan perdamaian yang jelas agar terhindar dari konflik.
Cari Tahu! Conflict Resolution di Indonesia
Ada beberapa conflict resolution atau resolusi konflik yang diterapkan oleh pihak-pihak terkait di Indonesia, yaitu:
1. Bersinergi dengan Masyarakat
Konflik yang cukup fundamental sering terjadi di Indonesia, seperti konflik lahan, konflik kepentingan antara kelembagaan, dan konflik adat. Sering kali, pemerintah bersinergi dengan masyarakat di daerah tersebut untuk secara kolektif menyelesaikan konflik yang terjadi.
Misalnya, Badan Informasi Geospasial (BIG) yang menyediakan aplikasi PetaKita untuk menjaring aspirasi dan pelibatan masyarakat dalam pemetaan partisipatif. Konflik mengenai batas desa sering menjadi hulu konflik di daerah-daerah yang kurang terjamah oleh pemerintah.
2. Kolaborasi dengan Berbagai Stakeholder
Dalam menyelesaikan suatu konflik ā utamanya di daerah terpencil, pemerintah berkolaborasi dengan berbagai stakeholder seperti Universitas. Misalnya, Badan Informasi Geospasial (BIG) yang berkolaborasi dengan Universitas Riau untuk mendistribusikan mahasiswanya dalam membantu memetakan desa secara administratif.
3. Resolusi Konflik dengan Pendekatan Struktural
Terakhir, ada resolusi konflik yang melibatkan berbagai lembaga dengan pendekatan struktural. Adanya kolaborasi antara dua lembaga dalam menyelesaikan konflik tertentu merupakan contoh konkret dari konteks ini. Misalnya, pemerintah dan LSM yang saling bersinergi dalam menyelesaikan konflik adat di suatu daerah.
Conflict Resolution sebagai Solusi dari Konflik
Konflik menjadi hal yang selalu menghiasi dinamika sosial di masyarakat. Untuk itu, penting bagi kita memahami bagaimana caranya mitigasi dan menciptakan resolusi konflik yang efektif di masyarakat. Resolusi konflik yang baik akan berkorelasi terhadap harmonisasi di masyarakat dengan menghindari berbagai potensi-potensi konflik.
Baca artikel lain dari Olahkarsa mengenai CSR, SDGs, Community Development, PROPER, dan lain-lain di sini.