Circular economy kini menjadi konsep yang kian relevan, terutama dalam menghadapi persoalan lingkungan dan limbah pangan yang semakin kompleks. Konsep ini tidak hanya menawarkan solusi teknis, tetapi juga pendekatan transformatif dalam membangun ekonomi yang tangguh dan berkelanjutan.
Dalam konteks sistem pangan, ekonomi sirkular berperan besar dalam mengatasi pemborosan, memperkuat ketahanan pangan, dan menciptakan nilai baru dari sumber daya yang selama ini dianggap tak berguna. Artikel ini akan membahas peran penting ekonomi sirkular dalam mengurangi limbah pangan secara sistematis dan terintegrasi, dengan fokus pada praktik global maupun realitas di Indonesia.
Circular Economy: Mengubah Cara Kita Melihat Limbah
Circular economy menjadi paradigma baru dalam memandang limbah sebagai potensi, bukan beban. Dalam sistem ekonomi linear, makanan diproduksi, dikonsumsi, lalu sisanya dibuang. Namun dalam ekonomi sirkular, limbah makanan dipandang sebagai bagian dari siklus yang bisa diproses ulang, didaur, atau dikonversi menjadi sumber daya baru.
Konsep ini mengedepankan efisiensi sumber daya, menjaga nilai bahan baku selama mungkin, dan mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Prinsip utamanya meliputi:
– Rethink: Mendesain ulang sistem agar lebih efisien.
– Reduce: Mengurangi pemborosan di setiap tahap rantai pasok.
– Reuse & Recycle: Memanfaatkan kembali bahan yang masih bernilai.
– Regenerate: Mengembalikan nilai ke dalam sistem alam.
Ekonomi sirkular mengajak kita berpikir ulang tentang bagaimana kita memproduksi, mengonsumsi, dan mengelola sisa dari sistem pangan.

Circular Economy dan Realitas Limbah Pangan: Tantangan yang Tak Bisa Diabaikan
Masalah limbah pangan bukan hanya terjadi di negara maju, tetapi juga menjadi tantangan besar di negara berkembang seperti Indonesia. Berdasarkan data Bappenas (2021), Indonesia menghasilkan 23 hingga 48 juta ton sampah makanan setiap tahunnya, setara dengan kerugian ekonomi lebih dari Rp550 triliun.
Dalam konteks ekonomi sirkular, data ini menunjukkan bahwa masih banyak potensi sumber daya yang belum dimanfaatkan secara optimal. Makanan yang seharusnya bisa didistribusikan ulang atau diproses menjadi produk bernilai, justru berakhir di tempat pembuangan akhir (TPA), memperburuk masalah lingkungan dan sosial.
Dampak limbah pangan yang harus diwaspadai:
– Meningkatkan emisi gas rumah kaca dari pembusukan organik.
– Menurunkan efisiensi sistem pangan nasional.
– Membebani TPA dan mempercepat krisis lahan.
– Menambah ketimpangan akses pangan di masyarakat.
Ekonomi sirkular memberikan kerangka kerja untuk mengatasi tantangan-tantangan ini secara terstruktur dan kolaboratif.
Baca lainnya:
Mengenal Lebih Dekat Ekonomi Sirkular di Indonesia
Membangun Ekonomi Sirkular: Strategi Praktis Mengurangi Limbah Pangan
Implementasi ekonomi sirkular dalam sistem pangan membutuhkan pendekatan lintas sektor dan strategi yang aplikatif. Di berbagai negara, pendekatan ini telah diterapkan melalui kombinasi teknologi, model bisnis baru, dan perubahan perilaku konsumen.
Beberapa strategi circular economy dalam mengelola limbah pangan meliputi:
– Redistribusi makanan berlebih: Mengalihkan surplus makanan dari restoran, supermarket, dan katering ke kelompok rentan yang membutuhkan, seperti dilakukan oleh FoodCycle Indonesia atau Surplus.
– Pemrosesan ulang menjadi produk baru: Mengolah sisa bahan pangan menjadi produk bernilai tambah, seperti makanan olahan, pakan ternak, atau pupuk.
– Konversi energi terbarukan: Memanfaatkan teknologi anaerobic digestion untuk menghasilkan biogas dari limbah makanan.
– Komposting skala komunitas: Mengolah sampah organik rumah tangga menjadi kompos untuk pertanian lokal.
Dengan strategi tersebut, ekonomi sirkular mampu menciptakan nilai baru dan mengurangi beban lingkungan secara simultan.

Baca lainnya:
Memahami Pentingnya Dampak dari Food Waste
Ekonomi Sirkular di Indonesia: Peluang Besar, Tapi Jalan Masih Panjang
Meski peluangnya besar, penerapan circular economy di Indonesia menghadapi berbagai tantangan struktural. Ketidaksiapan infrastruktur, lemahnya regulasi, serta rendahnya kesadaran publik menjadi hambatan utama. Namun demikian, sejumlah inisiatif mulai tumbuh di berbagai kota dan komunitas.
Peluang implementasi circular economy dalam sistem pangan Indonesia antara lain:
– Pertumbuhan startup agritech dan food waste management yang mulai menggali potensi dari sisa makanan.
– Kebijakan pemerintah dalam RPJMN 2020–2024 yang mulai mengadopsi prinsip circular economy, terutama di sektor plastik dan pangan.
– Munculnya gerakan masyarakat sipil dan komunitas urban farming yang mulai menerapkan pemilahan dan pemrosesan limbah makanan secara lokal.
Namun, untuk memperluas dampak, dibutuhkan:
– Dukungan fiskal bagi UMKM dan inisiatif komunitas.
– Investasi pada infrastruktur pengolahan limbah organik.
– Integrasi circular economy dalam kurikulum pendidikan dan kebijakan lintas sektor.
Ekonomi sirkular bisa menjadi tulang punggung ekonomi pangan berkelanjutan jika didukung dengan sistem yang inklusif dan kolaboratif.
Menjadikan Ekonomi Sirkular sebagai Bagian dari Strategi Bisnis dan Gaya Hidup
Ekonomi sirkular bukan hanya urusan kebijakan atau teknologi, tetapi juga menyangkut pilihan sehari-hari yang dilakukan oleh individu dan perusahaan. Dalam bisnis, pendekatan circular economy dapat dimasukkan ke dalam strategi ESG (Environmental, Social, Governance) sebagai indikator kinerja keberlanjutan.
Perusahaan di sektor pangan, retail, dan logistik dapat mengadopsi prinsip circular economy dengan:
– Menyusun sistem distribusi yang meminimalkan surplus dan food loss.
– Mengembangkan produk yang dapat didaur ulang atau diolah kembali.
– Membuka kolaborasi dengan komunitas pengolah limbah dan produsen energi terbarukan.
– Melaporkan dampak lingkungan dari pengelolaan sisa makanan dalam laporan keberlanjutan.
Sementara itu, masyarakat sebagai konsumen bisa mengambil peran melalui:
– Membeli secukupnya dan menyimpan makanan dengan bijak.
– Mengolah sisa makanan menjadi kompos atau produk rumah tangga.
– Mendukung bisnis dan produk yang berbasis pada prinsip circular economy.
Ketika circular economy menjadi bagian dari gaya hidup dan budaya perusahaan, dampaknya akan meluas dari rumah tangga ke skala industri.
Kesimpulan: Membangun Ekosistem Circular Food Economy
Untuk mendorong circular economy di sektor pangan, dibutuhkan pendekatan kolaboratif lintas pemangku kepentingan. Pemerintah harus memainkan peran sebagai enabler yang menciptakan regulasi pendukung dan mendorong inovasi. Dunia usaha perlu mengintegrasikan prinsip circularity ke dalam model bisnis mereka, tidak hanya dari sisi produksi tetapi juga konsumsi. Lembaga pendidikan dan riset dapat menjadi pusat inovasi dan transfer pengetahuan, sementara masyarakat sipil dan komunitas bisa berperan sebagai agen perubahan di tingkat akar rumput.
Lebih jauh lagi, perusahaan besar dapat mengambil peran strategis dalam mendorong transformasi ini melalui integrasi indikator ESG (Environmental, Social, Governance) yang mencakup manajemen limbah, efisiensi sumber daya, dan transparansi rantai pasok. Beberapa perusahaan multinasional seperti Nestlé, Danone, dan Unilever telah mulai menerapkan pendekatan ini dalam operasi global mereka, termasuk di Indonesia.
Secara keseluruhan, ekonomi sirkular dalam sektor pangan bukan hanya soal pengurangan limbah, tetapi tentang transformasi sistemik menuju sistem pangan yang lebih tangguh, adil, dan berkelanjutan. Ini bukan hanya pilihan moral atau strategi bisnis, melainkan kebutuhan mendesak untuk memastikan ketahanan pangan generasi mendatang.
Ingin memperdalam pemahaman tentang circular economy dan perannya dalam transisi menuju green economy? Jangan lewatkan Indonesia Corporate Sustainability Outlook (ICSO) 2025 dengan tema:
📌 “Advancing Indonesia’s Green Economy with Sustainability Innovations”
📅 24 Juli 2025
📍 The Sultan Hotel & Residence, Jakarta
Temukan insight terbaru, strategi praktis, dan kolaborasi lintas sektor untuk mendorong implementasi circular economy di Indonesia, langsung dari para pakar, pelaku bisnis, dan pembuat kebijakan.
Daftarkan dirimu dengan mengunjungi tautan berikut 👉🏻 icso.olahkarsa.com

Referensi:
- FAO. (2011). Global Food Losses and Food Waste – Extent, Causes and Prevention
- FAO. (2013). Food Wastage Footprint: Impacts on Natural Resources
- IPCC. (2014). Climate Change 2014: Synthesis Report
- Bappenas & Waste4Change. (2021). Food Loss and Waste in Indonesia: Policy Roadmap
- Ellen MacArthur Foundation. (2020). Cities and Circular Economy for Food
- UNDP & Bappenas. (2021). Circular Economy Roadmap for Plastics and Food Waste
- UNEP. (2021). Food Waste Index Report
- WRAP. (2015). Strategies to Achieve Economic and Environmental Gains by Reducing Food Waste