Para pemimpin global di COP26 United Nations Climate Change Conference membuat keputusan besar untuk mengurangi emisi metana dan mengatasi deforestasi dengan menerapkan 14 tren sustainability. Sayangnya seruan pemerintah saja tidak cukup untuk membentuk masa depan yang berkelanjutan. Transformasi bisnis diperlukan untuk memastikan pemanasan global dan mengamankan transisi ekonomi agar kita dapat hidup dengan aman di bumi ini.
Perusahaan terkemuka juga sedang memperbaiki rantai pasokan mereka, memperbarui pembiayaan, dan menciptakan kembali produk dan layanan bahwa mereka siap dan bertanggung jawab atas kinerja ESG di masa depan. Peraturan pemerintah dan perbankan baru serta pengawasan investor dan transparansi rantai pasokan mempercepat transisi ini. IMD experts mengidentifikasi 14 tren sustainability yang akan merubah strategi bisnis, peran perusahaan, operasi, pembiayaan, pelibatan pemangku kepentingan, dan pengukuran dampak pada tahun 2022 dan seterusnya.
14 Tren Sustainability 2022 untuk transformasi bisnis perusahaan yang berkelanjutan
Menurut I by IMD, berikut ini adalah 14 tren sustainability yang perlu diperhatikan oleh para pemimpin bisnis:
1. Wealth transfer with purpose
Kita berada di era kekayaan dunia dengan sebagian besar generasi milenial yang mengambil alih bisnis dan politik. Generasi ini hadir dengan pola pikir dan ide yang masih segar dan rasa tanggung jawab besar untuk menjadi agen perubahan. Mereka sangat antusias pada masalah ESG, keberlanjutan, filantropi, dan investasi berdampak. Sebagai inovator dan pengusaha, mereka berani mengambil langkah yang diperlukan untuk menyebarkan investasi mereka sendiri untuk tujuan yang lebih besar. Mereka mengambil pendekatan melalui kewirausahaan yang berkelanjutan untuk kelangsungan hidup jangka panjang.
2. Investor aktivis mendorong perubahan sistem dengan Proxy Voting
Investor aktivis menggunakan Proxy Voting untuk mendorong perubahan sistem dan mendorong dalam meningkatkan komitmen mereka terhadap manusia, laba, dan bumi. Dengan 467 resolusi pemegang saham tentang isu-isu ESG yang telah diusulkan pada tahun 2021 di AS saja, aktivisme pemegang saham siap untuk berkembang di masa depan. BlackRock, manajer aset terbesar di dunia, setuju untuk memberikan kemampuan kepada investornya untuk memberikan suara pada pemegang saham.
3. Pengurangan bahan bakar batu bara
China telah membuat langkah besar dalam beberapa tahun terakhir dengan mengurangi ketergantungannya pada bahan bakar fosil menjadi energi yang lebih aman seperti angin, matahari, dan tenaga air. Mereka telah menambahkan kapasitas tenaga angin lima kali lebih banyak pada tahun 2020 daripada AS. Pada saat yang sama, China juga telah membiayai pembangkit listrik tenaga batu bara di luar negeri.
Baca juga: Mengapa Perusahaan Perlu Beralih dari CSR Menjadi ESG?
4. Risiko HAM muncul dari AI yang belum matang
Teknologi berbasis AI sangat mengubah tatanan dunia. Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa sistem ini dikembangkan bebas dari bias, bisa mengukur apa yang ingin mereka ukur, dan tidak mendiskriminasi kelompok tertentu demi efisiensi. Penerapan AI harus menjadi transparan karena ini merupakan tren yang disambut baik di tahun 2022. Harapannya, teknologi AI bisa membantu efisiensi manusia, bukan menggantikan kinerja manusia dan dipergunakan dengan tidak bijak untuk keperluan yang buruk.
5. Brand mewah masuk ke dalam ekonomi sirkular yang terarah
Semua bisnis perusahaan mengintegrasikan keberlanjutan ke dalam strategi dan model bisnis mereka dengan cara baru. Pakar IMD melihat berbagai pendekatan yang digunakan. Perusahaan semakin mengintegrasikan keberlanjutan ke dalam brand mereka sebagai keputusan strategis, dan sektor barang mewah menciptakan kembali model bisnisnya untuk terlibat dengan ekonomi sirkular. Perusahaan juga mengambil tindakan untuk meregenerasi alam.
6. Regenerasi alam menjadi prioritas
Unilever berpartisipasi untuk mengatasi deforestasi pada tahun 2023, dengan memanfaatkan program pertanian regeneratif untuk pemasoknya. IKEA berusaha untuk mendukung climate change pada tahun 2030 menggunakan reboisasi. Regenerasi alam akan membutuhkan kerja sama yang erat dengan masyarakat lokal dan ilmuwan untuk memahami fungsi ekosistem yang kompleks. Pendekatan ini sangat perlu untuk mengembalikan alam ke kondisi regeneratif dengan meminimalisir konsekuensi yang tidak diinginkan. Kesehatan ekosistem sangat penting bagi masyarakat; hal ini terkait erat dengan perubahan iklim, ketahanan pangan, dan masalah ketimpangan pendapatan.
Baca juga: CSR dan ESG Penting Bagi Bisnis, Mengapa? Inilah 3 Alasannya!
7. Memperkuat sustainability secara menyeluruh dari atas ke bawah dan sebaliknya
Neste dan Grameen Bank memiliki dampak keberlanjutan yang besar. Neste telah menjadi juara daur ulang global, menggunakan teknologi dan model bisnis melingkar untuk menciptakan produk dari limbah biologis. Grameen Bank fokus pada inovasi sosial dalam penciptaan dan penskalaan keuangan mikro. Dampak sosialnya luar biasa, memungkinkan pinjaman kepada orang miskin tanpa memerlukan jaminan.
Jika Neste adalah keberlanjutan dari atas ke bawah, Grameen Bank adalah keberlanjutan dari bawah ke atas. Keduanya adalah juara sustainability terbaik. Kita bisa mencontoh kedua perusahaan ini untuk menciptakan transformasi bisnis yang benar-benar berkelanjutan dalam skala besar.
8. Keberlanjutan dalam brand strategy yang terintegrasi
Perusahaan mengandalkan pendekatan sedikit demi sedikit untuk mengintegrasikan keberlanjutan ke dalam brand strategy mereka. Perusahaan terkemuka menjadi lebih canggih, mengintegrasikan keberlanjutan dalam brand strategy sebagai bagian dari keputusan strategis. Kedua, mereka menilai apakah manfaat keberlanjutan harus diberikan kepada pelanggan “saat pembelian” atau apakah mereka harus meminta partisipasi konsumen. Misalnya, deterjen Finish bermitra dengan perusahaan pencuci piring dan perusahaan media untuk mendorong konsumen melewati tahap pembilasan.
9. Era baru aktivisme CEO
Banyak keterlibatan dari CEO dalam masalah sosial dan lingkungan, dari menegakkan keadilan sosial hingga mengarahkan upaya untuk mengurangi perubahan iklim. Sejak dulu, para pemimpin bisnis berusaha untuk mempengaruhi pasar dan peraturan untuk meningkatkan laba, tetapi jarang menyuarakan hal-hal yang sensitif secara politik yang dapat membahayakan reputasi. Jadi mengapa baru menyuarakan sekarang? Kita menyaksikan generasi baru pemimpin perusahaan dengan keyakinan tanpa henti bahwa bisnis harus menjadi kekuatan untuk merangkul tujuan yang baik. Perusahaan juga mendorong tren ini dengan meningkatnya ekspektasi bisnis untuk menciptakan nilai sosial. Penelitian di AS telah menunjukkan konsumen dan karyawan lebih memilih perusahaan yang CEO-nya mengadvokasi masalah sosial hingga Milenial dan Gen Z menjadi aktivis untuk mendorong perubahan.
Baca juga: CSR, ESG, dan SDGs: Apa Bedanya? Mana yang Terbaik?
10. Strategi keberlanjutan mengubah peran C-suite
Para pemimpin perusahaan menggabungkan keberlanjutan dengan strategi untuk mendapatkan keunggulan kompetitif. Mereka menanamkan keberlanjutan ke dalam setiap aspek operasi perusahaan. Ini akan mengarah pada model bisnis baru di mana setiap fungsi memiliki andil dalam dampak sosial dan lingkungan. Peran C-Suite mengatur ini semua. Misalnya, di Schneider Electric, Chief Sustainability Officer juga menjabat sebagai Chief Strategy Officer. Di Lafarge-Holcim, fungsi Chief Sustainability Officer diangkat menjadi Executive Committee, juga memegang gelar Chief Innovation Officer. Chief Financial Officer melaporkan ESG dan menanggapi tekanan investor. Lalu, Chief Operating Officer mengurangi pemborosan, membangun rantai pasokan yang transparan, dan menciptakan solusi sirkular. Chief Marketing Officer membahas jenis preferensi pelanggan baru. Chief Human Resources Officer memastikan kesetaraan, keragaman, dan inklusi serta membangun jaringan yang kuat dari kapabilitas ESG baru. Ini adalah langkah kunci untuk memastikan KPI dan insentif di masa mendatang selaras dengan ambisi ESG.
11. Dewan perusahaan mengadopsi ESG
Pemilik aset dan investor di seluruh dunia telah menyatakan minat mereka terhadap ESG. Sebaliknya, lebih dari sepertiga anggota dewan berpikir pada tahun 2020 bahwa investor institusional memberi terlalu banyak tekanan pada masalah lingkungan. Hanya separuh dari semua direktur yang berpendapat bahwa dewan mereka memahami isu-isu ESG yang berdampak pada perusahaan. Kenyataannya adalah bahwa memanfaatkan ESG menuju kinerja keuangan yang positif memerlukan transformasi kerja dewan.
12. Pertumbuhan obligasi hijau dipercepat
Obligasi Hijau akan memainkan peran penting pada tahun 2022 dan seterusnya. Kumpulan literatur akademis dan praktik perbankan baru memberi kita dua wawasan penting:
1. Kinerja lingkungan dari perusahaan yang menerbitkan obligasi hijau meningkat sebesar 7% dan emisi karbon mereka berkurang 13 ton untuk setiap $1 juta aset.
2. Perusahaan yang menerbitkan obligasi standar dan Obligasi Hijau pada saat yang sama (disebut Obligasi Kembar) lebih mudah untuk memasarkan (lebih banyak permintaan) untuk Obligasi Hijau mereka daripada obligasi standar (pada hasil yang sama).
Setelah COP26, perusahaan perlu menemukan instrumen pembiayaan yang mendukung transisi berkelanjutan mereka. Obligasi hijau menjadi jawaban atas kebutuhan perusahaan yang berwawasan lingkungan dan finansial.
13. Teknologi digital memperkuat keberlanjutan dan bisnis inklusif
Peran teknologi digital dalam mendukung transformasi menuju keberlanjutan tidak bisa dipandang sebelah mata. Pada dasarnya, teknologi digital sangat cocok untuk proses penskalaan – dan, implikasinya, untuk mencapai dampak berkelanjutan yang lebih besar dan lebih cepat. Kita bisa mempertimbangkan perpindahan dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan di sektor energi, atau elektrifikasi yang sedang berlangsung di industri transportasi dan mobilitas.
14. Target berbasis sains menjadi daya tarik
Semakin banyak perusahaan membuat official GHG emission reduction commitments. Perusahaan ini menerapkan Science-Based Target initiative (SBTi). SBTi adalah kerjasama antara the Carbon Disclosure Project (CDP), the United Nations Global Compact, the World Resources Institute (WRI), dan the World Wide Fund for Nature (WWF). Organisasi tersebut memeriksa tujuan perusahaan terhadap kriteria berbasis sains, memberikan umpan balik, dan memvalidasi proyek.
Kesimpulan
Saat kita melangkah lebih jauh dalam dekade ini, sangat penting dalam membuat penurunan signifikan emisi karbon global, itulah 14 tren Sustainability yang kemungkinan akan mendominasi tahun 2022 dan mendatang dalam hal transisi energi, keberlanjutan pangan, dan strategi ESG.
Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.