Sustainable Livelihood Approach (SLA) atau pendekatan penghidupan berkelanjutan, adalah sebuah kerangka kerja dan pendekatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana individu dan rumah tangga dalam sebuah masyarakat mendapatkan dan menggunakan berbagai aset yang dimiliki. Aset tersebut kemudian digunakan untuk mencari peluang lebih lanjut, mengurangi risiko, mengurangi kerentanan dan mempertahankan kualitas kehidupan mereka.
Dalam konteks pengembangan masyarakat, Sustainable Livelihood Approach terbukti menjadi pendekatan yang efektif dalam membangun masyarakat yang kuat, mandiri, dan berkelanjutan. Melalui studi yang dilakukan sebelum program pembangunan masyarakat dilakukan, kerangka SLA menjadi pisau analisis dan guidance dalam menggali potensi, permasalahan, dan kebutuhan yang dimiliki oleh masyarakat sasaran.
Dengan lingkup studi yang komprehensif, partisipatif, serta menyasar akar rumput dan kelompok rentan, SLA membantu merumuskan kegiatan pembangunan yang berpusat pada masyarakat, berkelanjutan, holistik, membangun kemitraan dengan multistakeholder, multilevel (mikro-makro), responsif dan adaptif, serta meningkatkan keterampilan masyarakat.
Baca Juga: Mengenal Asset Based Community Development (ABCD)
Rasa-rasanya, pendekatan ini menjadi hal yang wajib digunakan oleh para pemangku kepentingan yang bergelut dalam dunia pembangunan masyarakat. Seperti pemerintah, NGO, lembaga filantropi, hingga sektor privat melalui program Corporate Social Responsibility (CSR), sebagai kerangka dasar dalam mengembangkan berbagai program pembangunan kesejahteraan masyarakat mereka.
Apa itu Sustainability Livelihood Approach?
Sustainable Livelihood Approach SLA atau pendekatan penghidupan berkelanjutan, adalah sebuah kerangka kerja dan pendekatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana individu dan rumah tangga dalam sebuah masyarakat mendapatkan dan menggunakan berbagai aset yang dimiliki. Aset tersebut kemudian digunakan untuk mencari peluang lebih lanjut, mengurangi risiko, mengurangi kerentanan dan mempertahankan kualitas kehidupan mereka.
Pendekatan Sustainable Livelihood Approach (SLA) dapat digunakan untuk mempertemukan berbagai potensi dan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Pendekatan sustainable livelihood menggambarkan kegiatan masyarakat yang meliputi kemampuan, aset – aset, dan kegiatan yang diperlukan untuk sarana hidup. Strategi ini dilakukan terutama untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program. Ketika aset dan permasalahan mereka dilibatkan menjadi landasan program, masyarakat akan terdorong untuk terlibat secara aktif dalam program.
Mengapa SLA Menjadi Pilihan yang Tepat?
1. Bertumpu pada Konteks Lokal
Kerangka kerja sustianable livelihood aproach mengakui pentingnya memahami konteks lokal, budaya, dan dinamika sosial ekonomi dalam perencanaan program pengembangan masyarakat. Melalui studi pemetaan sosial atau assesment lapangan yang dilakukan sebelum perencanaan dilakukan, kerangka SLA akan mengarahkan pada inforamsi dan data yang berharga untuk mengenali kondisi masyarakat. Sehingga, memungkinkan program-program dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik unik dari masing-masing masyarakat.
Ketika sebuah program pembangunan masyarakat didasarkan pada data konteks lokal, risiko terjadi ketidaksesuaian antara tujuan program dengan kebutuhan riil masyarakat atau lingkungan yang dituju dapat diminimalisir. Tanpa data yang kuat, program tersebut dapat menjadi kurang efektif atau bahkan kontraproduktif dengan kondisi yang ada. Bahkan lebih jauh dapat menciptakan masalah baru daripada memecahkan yang sudah ada.
2. Komprehensif
SLA memandang sebuah masyarakat secara holistik, mengakui kompleksitas hubungan antara berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dengan memperhatikan aspek-aspek ini secara bersama-sama, SLA memungkinkan perencanaan yang lebih komprehensif dan terintegrasi.
Kerangka kerja dan konsep dalam SLA akan memandu penggunanya untuk menemukan informasi dan data yang lengkap dan komprehensif yang berguna untuk bahan penyusunan rencana program pengembangan masyarakat.
SLA memberikan pendekatan menyeluruh dalam mengatasi kendala yang paling mendesak yang dihadapi oleh masyarakat. Pendekatan ini berfokus pada pemahaman bagaimana individu dan rumah tangga mendapatkan dan menggunakan berbagai aset yang dimiliki untuk mencari peluang lebih lanjut, mengurangi risiko, mengurangi kerentanan dan mempertahankan atau meningkatkan mata pencaharian mereka.
Selain itu, kerangka kerja ini membantu semua elemen masyarakat dalam merespon kerentanan dan dapat menetapkan prioritas program pembangunan. Dengan kerangka kerja yang komprehensif ini, SLA bisa menjadi pendekatan yang tepat untuk menjadi basis argumentasi membuat program pengembangan masyarakat.
3. Menyasar Kelompok Miskin dan Rentan
Kelompok rentan adalah individu atau kelompok dalam masyarakat yang berada dalam situasi dan kondisi yang kurang menguntungkan. Kondisi ini disebabkan oleh karena kurangnya akses dan kemampuan yang terbatas terhadap sumber daya, layanan dan peluang. Kondisi ini membawah mereka pada kerentanan terhadap berbagai ancaman seperti risiko bencana, kemiskinan, penyakit, kekerasan, dan ketidaksetaraan.
Sustainable Livelihood Approach berupaya menggali dan memotret kerentanan yang ada di masyarakat. Dengan kerangka konsep yang dimilikinya, pendekatan ini akan memandu peneliti maupun praktisi pemberdayaan masyarakat untuk melihat lebih jauh situasi dan kondisi kerentanan yang terjadi. Dengan begitu, melalui Sustaianable Livelihood Approach, para pemangku kepentingan dapat secara tepat memberikan intervensi untuk mengatasi kerentanan yang ada. Mereka juga dapat mengantisipasi berbagai masalah dan risiko di masyarakat.
Bagaimana SLA Menjadi Landasan Pengembangan Masyarakat
1. Mengcapture Permasalahan, Potensi, dan Kebutuhan Masyarakat
Kajian Sustainable Livelihood Approach yang dilakukan sebelum dilaksanakannya program pengembangan masyarakat dapat menjadi landasan utama dalam melakukan program pengembangan masyarakat. SLA yang bertumpu pada konteks lokal, komprehensif, dan menyasar kelompok rentan dapat mengcapture permasalahan, potensi, dan kebutuhan masyarakat. Ketika permasalahan, potensi, dan kebutuhan masyarakat diketahui, maka program pengembangan masyarakat yang dibuat dapat relevan dan lebih berdampak bagi masyarakat sasaran.
Dengan SLA, para pemangku kepentingan dapat menghindari berbagai risiko ketidaksesuaian antara tujuan program dan kondisi riil masyarakat, yang diakibatkan oleh tidak didasarkan pada penelitian dan data. Tanpa data yang komprehensif dan kuat, program tersebut dapat menjadi kurang efektif atau bahkan kontraproduktif dengan kondisi masyarakat. Bahkan berpotensi menciptakan masalah baru daripada memecahkan yang sudah ada.
2. Mengoptimalkan Aset yang Dimiliki untuk Memberdayakan
Dalam kerangka SLA, terdapat 5 aset yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk mengadopsi strategi mata penceharian berkelanjutan yakni aset manusia, aset sosial, aset fisik. Masyarakat memanfaatkan berbagai aset yang mereka miliki untuk membangun strategi mata penceharian secara keseluruhan yang memungkinkan mereka mempertahankan hidup mereka.
Dengan mengetahui aset yang dimiliki oleh masyarakat, pemangku kepentingan yang hendak membuat program pengembangan masyarakat dapat menyesuaikan programnya dengan mengoptimalkan aset yang dimiliki masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
3. Memberikan Dukungan Aset yang Belum Dimiliki
Masyarakat yang memiliki aset di semua bidang tentu akan memiliki strategi yang kuat. Ketika satu stategi mata menceharian gagal, maka ia akan memiliki solusi cadangan lain. Sebagai contoh, suatu rumah tangga yang memiliki anggota keluarga orang dewasa dengan kondisi sehat dan keterampilan kerja (aset manusia). Keluarga ini juga memiliki rumah sendiri secara permanen (aset fisik) dan memiliki pekerjaan dengan pendapatan baik dan aman (aset keuangan). Selain itu, keluarga ini memiliki jaringan sosial yang kuat (aset sosial). Keluarga ini tentu akan memiliki kehidupan yang cenderung stabil dan nyaman karena aset yang mereka miliki relatif kuat.
Sebaliknya, rumah tangga yang memiliki aset yang lebih lemah tentu akan lebih sering mengalami keterbatasan dalam mencari strategi mata penceharian. Ketika satu strategi gagal, maka mereka akan mengalami keterbatasan dalam mendapatkan mata penceharian dan sumber penghidupan lain.
Dalam konteks ini, SLA yang berfungsi untuk mengidentifikasi aset yang dimiliki dan tidak dimiliki oleh masyarakat, menjadi panduan untuk memberikan dukungan aset kepada mereka. Dengan mengetahui aset yang tidak dimiliki masyarakat, pemangku kepentingan dapat menyusun program pengembangan masyarakat dengan memberikan dukungan aset yang mereka butuhkan.