Jenis conflict resolution pada sektor lingkungan hidup cukup variatif dan dinamis. Conflict resolution atau resolusi konflik diterapkan sebagai metode menyelesaikan suatu konflik vertikal maupun horizontal secara efektif. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui jenis conflict resolution utamanya terkait dengan sektor lingkungan hidup.
Cari tahu selengkapnya dalam artikel dari Olahkarsa di bawah ini. Selamat membaca!
Konflik Lingkungan Hidup Itu Apa?
Sebelum jauh membahas mengenai jenis conflict resolution, maka seyogyanya Anda harus mengetahui apa itu konflik lingkungan hidup. Menurut Setiawan (2005), konflik lingkungan hidup adalah sengketa atau ketidakcocokan yang timbul karena adanya masalah lingkungan. Masalah lingkungan ini merupakan imbas dari pembangunan yang melahirkan pencemaran, keamanan, tata guna tanah, dan lain sebagainya.
Westman (1985) menyebutkan jika sumber konflik lingkungan hidup selalu berpusat pada kompetisi dan pertentangan kepemilikan sumber daya. Tidak hanya itu, konflik lingkungan hidup juga ditengarai oleh diferensiasi nilai relatif dari sumber daya dan pengetahuan yang tidak diselaraskan dengan kemampuan finansial.
Secara konstitusional, konflik lingkungan hidup dicantumkan dalam bingkai Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2000 mengenai sengketa lingkungan hidup. Tidak dapat dinafikan bahwa konflik lingkungan hidup membawa suatu ombak permasalahan yang berdampak buruk terhadap pihak-pihak yang berkonflik.
Atas dasar ini, conflict resolution atau resolusi konflik adalah solusi ilmiah, akademis, dan proporsional dalam melerai permasalahan konflik lingkungan hidup. Jika tidak cepat dilakukan resolusi konflik dalam permasalahan lingkungan hidup, maka konflik ini akan semakin membesar dan cenderung membawa dampak negatif.
Jenis Conflict Resolution di Sektor Lingkungan Hidup
Dalam taraf objektif, ada tiga jenis conflict resolution di sektor lingkungan hidup yang acap kali digunakan dalam hal-hal teknisnya, yaitu:
1. Penyelesaian Konflik di Luar Pengadilan (Non-Litigasi)
Pertama, ada penyelesaian konflik di luar pengadilan (non-litigasi) yang merupakan jenis conflict resolution yang sifatnya sukarela. Hal ini bersandar pada Pasal 31 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang memberikan dasar untuk menyelesaikan konflik dengan mekanisme non-litigasi.
Mekanisme ini diselenggarakan untuk mencapai konsensus pada bentuk dan besarnya ganti rugi atau tindakan tertentu yang dilakukan oleh pihak terlibat konflik. Di sisi lain, jenis ini juga akan menjamin dan memitigasi terjadinya dampak negatif dari lingkungan hidup akibat dari konflik.
Teknisnya, pihak yang terlibat konflik bebas untuk menentukan lembaga penyedia jasa yang dapat membantu untuk menyelesaikan konflik lingkungan hidup. Lembaga tersebut nanti akan memberikan layanan jasa dengan bantuan mediator atau pihak ketiga yang menengahi konflik.
2. Penyelesaian Konflik Melalui Pengadilan (Litigasi)
Kedua, jika jenis conflict resolution dengan mekanisme non-litigasi tidak dirasa relevan untuk menyelesaikan sengketa konflik, maka jenis kedua ini dapat diterapkan. Jenis litigasi ini dapat diterapkan dengan melakukan gugatan lingkungan yang dikaitkan dengan pasal 1365 KUHP mengenai penggantian kerugian terhadap suatu hal yang ditimbulkan dari pihak tertentu.
Sarana hukum ini cukup efektif dijalankan jika permasalahan sengketa konflik lingkungan hidup memiliki skala yang besar. Karena fakta di lapangan memperlihatkan jika korban sulit berhasil atau menang pada gugatan ini. Korban harus dapat membuktikan beberapa konteks dan bukti konkret kepada pengadilan.
Seperti, harus dapat membuktikan unsur kesalahan yang tertanam di dalam pasal 1365 KUHP. Sulit bagi korban untuk dapat menerangkan dan membuktikan pencemaran lingkungan secara ilmiah kepada pengadilan.
Selanjutnya, ada masalah pada beban pembuktian yang biasanya disebabkan oleh posisi korban penggugat yang berasal dari ekonomi lemah. Sehingga untuk menggugat dan membuktikan kepada hukum memerlukan kucuran biaya yang tidak sedikit. Jika tidak, dapat dipastikan jika korban akan kalah dengan proses hukum yang cenderung menguntungkan pihak yang memiliki uang.
3. Penyelesaian Konflik Melalui Metode Alternatif
Ketiga, ada Alternative Dispute Resolution (ADR) atau sederhananya menggunakan mekanisme alternatif. Mekanisme alternatif ini memiliki berbagai bentuk, seperti negosiasi, konsiliasi, mediasi, arbitrase. Negosiasi adalah saran bagi pihak yang terlibat konflik untuk menyelesaikan sengketa tanpa melibatkan pihak ketiga. Sehingga dalam prosesnya, negosiasi hanya melibatkan dua pihak yang saling berkonflik.
Konsiliasi atau damai adalah proses penyelesaian konflik dengan tensi dan suasana yang damai serta sejuk. Untuk dapat melakukan konsiliasi, maka pihak yang berkonflik harus menyadari hak dan kewajibannya. Mediasi merupakan proses penyelesaian konflik dan sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai mediator. Mediator harus bersifat netral dan dipilih oleh kesepakatan antara dua pihak yang berkonflik.
Arbitrase merupakan mekanisme penyelesaian konflik dengan bantuan pihak ketiga yang sifatnya netral. Pihak ketiga ini bertindak sebagai āhakimā yang diberikan wewenang penuh untuk mengambil keputusan dan menetapkan suatu aturan.
Pentingnya Conflict Resolution pada Konflik Lingkungan Hidup!
Dari artikel di atas dapat diambil kesimpulan jika conflict resolution memiliki peranan yang penting dalam meredam dan menyelesaikan konflik di sektor lingkungan hidup. Konflik lingkungan hidup secara gamblang membawa dampak negatif yang menyangkut ekosistem, pencemaran, dan lain-lain.
Dengan tiga jenis conflict resolution (non-litigasi, litigasi, alternatif) harusnya dapat menjadi metode yang efektif guna memutus rantai konflik dan permasalahan antara pihak-pihak yang terlibat.
Baca artikel lain dari Olahkarsa mengenai CSR, SDGs, PROPER, SROI, Community Development, dan lain-lain di sini.