Oops...
Slider with alias blog carousel full width not found.
Insight, PROPER, Updates

Mendukung keberlanjutan berbagai industri: Olahkarsa Sukses Menggelar acara Ready for PROPER Conference 2024 “Leading to Extraordinary Turnarounds Company in Sustainability” di Jakarta

Jakarta, 24 Juli 2024 – pada hari Selasa, 23 Juli 2024, PT Olahkarsa Inovasi Indonesia dengan sukses menyelenggarakan Ready for PROPER Conference 2024 dengan tema“Leading to Extraordinary Turnarounds Company in Sustainability” di Ballroom Pertamina Training & Consulting, Jakarta.  Ready for PROPER Conference 2024 bertujuan untuk mendorong perubahan luar biasa dalam keberlanjutan perusahaan. Acara yang didukung oleh PT Pertamina Learning & Consulting ini dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai industri yang menegakan perubahan berkelanjutan dalam banyak aspek, termasuk dalam kinerja pengelolaan lingkungan oleh perusahaan. Tentunya hal ini juga sebagai dukungan kami untuk pelaksanaan kebijakan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan, atau yang dikenal dengan PROPER.   Acara ini menampilkan tujuh jajaran pembicara ternama dari berbagai bidang. Yaitu Fajriyah Usman selakuVice President CSR & SMEPP PT Pertamina (PERSERO), Tjut Vina Irviyanti selakuVice President TJSL, Aset dan Umum Biofarma Group, Abi Nisaka – Head of Sustainability Department PT Kalbe Farma Tbk, Dr. Ir. Kiman Siregar, S.TP, M.Si, IPU selaku Chairman of ILCAN (Indonesian Life Cycle Assessment Network) dan Trayudi Darma selaku CSR & GA Manager PT Solusi Bangun Indonesia Tbk. Selain praktisi dan jajaran direksi Perusahaan, terdapat juga akademisi yang ahli dibidangnnya, seperti Prof. Isbandi Rukminto Adi, M.Kes., Ph.D selaku Guru Besar Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Indonesia dan Dr.rer.nat Tri Dewi Kusumaningrum Pribadi, M.Si sebagai Akademisi Ekologi Kelautan Universitas Padjadjaran.  Kehadiran pembicara dengan latar belakang yang bervariasi menjadi ketertarikan tersendiri untuk peserta yang ingin mendapatkan berbagai sudut pandang akan keberlanjutan perusahaan. Tidak hanya itu, acara ini juga menjadi sarana untuk berinteraksi dengan para ahli dan memperoleh pengetahuan praktis tentang penerapan praktik keberlanjutan. Selain itu, Olahkarsa juga mempersembahkan produk barunya, Olahkarsa Journal (www.journal.olahkarsa.com) yang merupakan platform komprehensif yang didedikasikan untuk memajukan keberlanjutan dan inovasi melalui publikasi Jurnal, E-Proceedings, Buku, dan White Papers. Dengan fokus pada Keberlanjutan, ESG (Environmental, Social, and Governance), dan isu-isu relevan lainnya, platform ini memfasilitasi akses mudah terhadap informasi berharga, mempromosikan penyebaran pengetahuan, dan transparansi melalui pendekatan akses terbuka. Dengan menyediakan platform untuk berbagi penelitian berkualitas tinggi dan ide-ide inovatif, Olahkarsa Journal memperkuat komunitas ilmiah dan mendorong kolaborasi antara peneliti, praktisi, dan pembuat kebijakan. Berbagai publikasi yang beragam dari portal ini mendukung transisi global menuju masa depan yang lebih berkelanjutan, berkontribusi pada kemajuan pengetahuan dan praktik dalam pembangunan berkelanjutan dan inovasi. Dalam pernyataannya, Unggul Ananta, Co-Founder & CEO Olahkarsa, memberikan tanggapannya, “Kami sangat bangga dengan keberhasilan acara ini. Ready for PROPER Conference 2024 tidak hanya memberikan wawasan yang mendalam tentang praktik keberlanjutan, tetapi juga memperkuat komitmen kita untuk berkolaborasi dalam menciptakan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. Tidak hanya itu, hadirnya Olahkarsa Journal juga menjadi pelengkap komitmen kami untuk berkontribusi pada perubahan dalam berbagai aspek. Semoga kontribusi kami tidak terhenti disini saja dan dapat semakin besar kedepannya.” PT Olahkarsa Inovasi Indonesia mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi pada Ready for PROPER Conference 2024 “Leading to Extraordinary Turnarounds Company in Sustainability”  dan  berharap dapat terus menyelenggarakan acara serupa demi perubahan luar biasa dalam keberlanjutan. Ready for PROPER adalah acara tahunan yang berupa rangkaian kegiatan dari PT Olahkarsa Inovasi Indonesia. Terdiri dari webinar series, best practice dan conference yang bertujuan untuk mendukung upaya pelaku keberlanjutan dari berbagai industri dapat meningkatkan kinerja lingkungan mereka dan mencapai tujuan berkelanjutan. 
Olahkarsa on
PROPER

PROPER dalam Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (TJSL)

Dalam era bisnis modern, tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan (TJSL) telah menjadi aspek krusial yang tidak hanya mempengaruhi citra perusahaan tetapi juga kinerja jangka panjangnya. Salah satu program utama yang mendorong perusahaan untuk berkomitmen pada TJSL adalah Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) yang diluncurkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indonesia. PROPER bukan hanya alat pengawasan, tetapi juga menjadi pendorong inovasi dan keberlanjutan dalam dunia bisnis. Artikel ini akan membahas pentingnya PROPER dalam TJSL dan bagaimana program ini berkontribusi terhadap keberlanjutan perusahaan dan lingkungan. Mendorong Kepatuhan dan Transparansi PROPER memberikan penilaian yang objektif terhadap kinerja lingkungan perusahaan, mendorong perusahaan untuk mematuhi peraturan lingkungan yang berlaku. Dengan adanya penilaian yang transparan dan akuntabel, PROPER memastikan bahwa perusahaan tidak hanya memenuhi kewajiban legal mereka, tetapi juga melampaui standar minimum untuk mencapai praktik terbaik dalam pengelolaan lingkungan. Kepatuhan terhadap Regulasi: PROPER membantu memastikan bahwa perusahaan mematuhi peraturan dan standar lingkungan yang ditetapkan oleh pemerintah, mengurangi risiko sanksi dan denda. Transparansi Informasi: Penilaian yang dipublikasikan secara luas memberikan informasi transparan kepada publik dan pemangku kepentingan tentang kinerja lingkungan perusahaan, meningkatkan akuntabilitas dan kepercayaan. Meningkatkan Reputasi dan Kepercayaan Publik Perusahaan yang mendapatkan peringkat tinggi dalam PROPER, seperti Emas atau Hijau, menunjukkan komitmen mereka terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan. Hal ini tidak hanya meningkatkan reputasi perusahaan di mata masyarakat tetapi juga di antara investor dan mitra bisnis. Peningkatan Reputasi: Perusahaan yang dinilai baik oleh PROPER cenderung memiliki reputasi yang lebih baik, menarik minat konsumen dan investor yang peduli terhadap isu lingkungan. Kepercayaan Publik: Transparansi dalam kinerja lingkungan meningkatkan kepercayaan publik dan membangun hubungan positif dengan komunitas lokal. Mendorong Inovasi dan Efisiensi Operasional PROPER mendorong perusahaan untuk berinovasi dalam pengelolaan lingkungan mereka. Dengan adopsi teknologi baru dan praktik terbaik, perusahaan tidak hanya meningkatkan kinerja lingkungan tetapi juga efisiensi operasional mereka. Inovasi Teknologi: Perusahaan didorong untuk mengadopsi teknologi ramah lingkungan yang dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan. Efisiensi Operasional: Penggunaan teknologi dan praktik terbaik dalam pengelolaan lingkungan sering kali juga meningkatkan efisiensi operasional, mengurangi biaya dan limbah. Meningkatkan Daya Saing Global Dengan semakin ketatnya persaingan global, perusahaan yang menunjukkan komitmen kuat terhadap TJSL memiliki keunggulan kompetitif. PROPER membantu perusahaan untuk memenuhi standar internasional dalam keberlanjutan, membuat mereka lebih menarik di pasar global. Keunggulan Kompetitif: Perusahaan yang mematuhi standar tinggi dalam pengelolaan lingkungan lebih kompetitif di pasar internasional. Akses ke Pasar Global: Memenuhi standar lingkungan internasional membuka peluang untuk mengakses pasar global yang lebih luas. Memastikan Keberlanjutan Jangka Panjang Komitmen terhadap TJSL melalui PROPER membantu perusahaan memastikan keberlanjutan jangka panjang. Dengan mengelola dampak lingkungan mereka secara efektif, perusahaan dapat mengurangi risiko lingkungan yang dapat mempengaruhi operasi mereka di masa depan. Keberlanjutan Jangka Panjang: Pengelolaan lingkungan yang baik memastikan bahwa sumber daya alam yang digunakan oleh perusahaan tetap tersedia untuk jangka panjang. Mengurangi Risiko Lingkungan: Mengelola risiko lingkungan secara proaktif membantu perusahaan menghindari kerugian yang disebabkan oleh masalah lingkungan. PROPER adalah alat penting dalam mendorong tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Dengan memberikan penilaian yang objektif dan transparan, PROPER mendorong perusahaan untuk mematuhi peraturan lingkungan, meningkatkan reputasi dan kepercayaan publik, mendorong inovasi, dan memastikan keberlanjutan jangka panjang. Dalam konteks TJSL, PROPER tidak hanya membantu perusahaan memenuhi kewajiban mereka, tetapi juga mendorong mereka untuk menjadi pemimpin dalam keberlanjutan dan inovasi. Dengan demikian, PROPER memainkan peran vital dalam menciptakan dunia bisnis yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan. Apakah Anda ingin meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan Anda dan memahami lebih dalam tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan? Jangan lewatkan kesempatan emas ini untuk berkontribusi dan belajar dari para ahli di bidangnya dalam Ready For PROPER Conference bersama Olahkarsa yang akan dilaksanakan pada 23 Juli 2024 di Ballroom Pertamina Training & Consulting, Jakarta. Gratis!! Daftarkan diri dan perusahaan anda Sekarang!
Olahkarsa on
Updates

Olahkarsa dan Green Building Council Indonesia (GBC Indonesia) Berkolaborasi yang Menghasilkan Kegiatan Pelatihan dan Sertifikasi Greenship Associate (GA) serta Visitasi Green Building 

Surabaya, 8 Juli 2024 – PT Olahkarsa Inovasi Indonesia dengan bangga mengumumkan keberhasilan acara Corporate Sustainability School yang terdiri dari pelatihan, sertifikasi Greenship Associate (GA), dan Visitasi Green Building. Acara ini berlangsung dari tanggal 3 hingga 5 Juli 2024 kerja sama dengan Green Building Council Indonesia (GBCI) serta dukungan penuh dari Universitas Ciputra Surabaya. Puluhan peserta dari berbagai kota dan latar belakang industri hadir dengan penuh antusiasme untuk meningkatkan kompetensi mereka dalam bidang bangunan hijau dan keberlanjutan. Selama acara berlangsung, peserta mengikuti pelatihan intensif yang mencakup berbagai modul esensial terkait bangunan hijau. Materi pelatihan mencakup pemahaman mendalam mengenai konsep dan kriteria Greenship, teknik implementasi, serta analisis studi kasus dari proyek bangunan hijau yang sukses. Para peserta juga mendapatkan kesempatan berharga untuk berdiskusi dan berbagi pengalaman dengan para instruktur yang merupakan ahli dan praktisi di bidangnya. Antusiasme peserta mencapai puncaknya pada hari terakhir dengan kegiatan visitasi. Kunjungan ini dimulai dari Surabaya Intelligent Transport System di Dinas Perhubungan Kota Surabaya, di mana peserta bisa melihat secara langsung implementasi smart city di Surabaya. Selanjutnya, kunjungan berlanjut ke Ciputra World dan Universitas Ciputra untuk mengamati secara langsung aplikasi teknologi dan strategi bangunan hijau. Pengalaman ini memberikan wawasan mendalam bagi peserta mengenai penerapan nyata konsep-konsep yang telah mereka pelajari. Setelah menyelesaikan pelatihan dan berhasil lulus ujian sertifikasi, para peserta menerima sertifikat Greenship Associate yang dikeluarkan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI). Sertifikat ini merupakan pengakuan resmi atas kemampuan mereka dalam menerapkan prinsip-prinsip bangunan hijau, yang tentunya menjadi aset berharga dalam karir profesional mereka. Unggul Ananta, Co-Founder & CEO Olahkarsa, menyampaikan rasa bangganya, “Kami sangat senang dapat berkontribusi dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penerapan prinsip-prinsip bangunan hijau melalui Corporate Sustainability School. Acara ini memberikan dampak yang signifikan bagi para peserta, tidak hanya dalam meningkatkan kompetensi mereka, tetapi juga dalam mempromosikan penerapan praktik bangunan hijau yang lebih luas di Indonesia.” Lebih lanjut, Unggul juga menambahkan, “Keberhasilan ini tidak terlepas dari kolaborasi erat dengan Green Building Council Indonesia dan Universitas Ciputra Surabaya. Bersama-sama, kami mampu memberikan dukungan yang komprehensif dalam pengembangan dan penerapan teknologi hijau. Hal ini menjadi bukti nyata komitmen kami. Ke depan, kami akan terus berkomitmen untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia melalui berbagai program pelatihan dan inisiatif lainnya.” Dengan keberhasilan acara ini, PT Olahkarsa Inovasi Indonesia mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan mendukung pelaksanaan Corporate Sustainability School: pelatihan, sertifikasi Greenship Associate (GA), dan Visitasi Green Building. Kami berharap dapat terus berkolaborasi untuk membangun masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. Sampai jumpa di Corporate Sustainability School berikutnya!
Olahkarsa on
Insight, SROI, Updates

Social Return on Investment (SROI) dan Pengukuran Dampak Sosial

Di era modern ini, perusahaan tidak hanya dituntut untuk menghasilkan profit, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan sosial dan lingkungan. Konsep Social Return on Investment (SROI) hadir sebagai alat ukur yang kuat untuk menilai dampak positif dari program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan inisiatif berkelanjutan. Social Return on Investment (SROI) Baca juga: Social Return on Investment (SROI) dalam PROPER SROI Lebih dari Sekedar Angka SROI bukan sekadar perhitungan matematis, melainkan metodologi komprehensif yang mengkonversikan dampak sosial dan lingkungan menjadi nilai moneter. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk: 1. Memvisualisasikan dampak positif Social Return on Investment (SROI) menerjemahkan dampak non-finansial, seperti peningkatan kesehatan masyarakat atau pengurangan emisi karbon, ke dalam angka yang mudah dipahami. 2. Membandingkan program CSR Dengan ini, perusahaan dapat membandingkan efektivitas program CSR yang berbeda dan mengalokasikan sumber daya secara optimal. 3. Meningkatkan akuntabilitas Social Return on Investment (SROI) mendorong transparansi dan akuntabilitas, memungkinkan perusahaan untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan kepada pemangku kepentingan. 4. Meningkatkan pengambilan keputusan Social Return on Investment (SROI) membantu perusahaan dalam membuat keputusan strategis yang mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan, tidak hanya keuntungan finansial. Langkah Menuju Dampak Maksimal Memilih program yang tepat: Prioritaskan program yang selaras dengan nilai dan tujuan perusahaan, serta memiliki potensi dampak sosial dan lingkungan yang signifikan. Menentukan indikator dampak: Identifikasi indikator yang secara akurat mengukur dampak program, seperti peningkatan kesehatan masyarakat, pengurangan emisi karbon, atau penciptaan lapangan kerja. Mengumpulkan data: Kumpulkan data yang relevan dan andal untuk mendukung indikator dampak. Menerapkan metodologi SROI: Gunakan metodologi ini yang diakui untuk menghitung nilai moneter dari dampak sosial dan lingkungan. Melaporkan dan mengkomunikasikan hasil: Bagikan hasil Social Return on Investment (SROI) dengan pemangku kepentingan internal dan eksternal untuk menunjukkan komitmen perusahaan terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan. Social Return on Investment (SROI) : Menuju Masa Depan yang Berkelanjutan Social Return on Investment (SROI) bukan hanya alat ukur, tetapi juga panduan untuk menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan. Dengan mengadopsi SROI, perusahaan dapat: Meningkatkan dampak sosial dan lingkungan: SROI mendorong perusahaan untuk fokus pada program yang menghasilkan dampak positif yang signifikan bagi masyarakat dan planet. Membangun kepercayaan pemangku kepentingan: SROI menunjukkan komitmen perusahaan terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan, meningkatkan kepercayaan investor, pelanggan, dan masyarakat. Meningkatkan daya saing: SROI membantu perusahaan dalam menonjolkan diri dari pesaing dan menarik talenta terbaik yang menghargai nilai-nilai sosial dan lingkungan. Kesimpulan SROI adalah alat yang ampuh bagi perusahaan untuk mengukur, meningkatkan, dan mengkomunikasikan dampak sosial dan lingkungan mereka. Dengan menerapkan SROI, perusahaan dapat berkontribusi pada masa depan yang lebih berkelanjutan dan sejahtera bagi semua. Mari jadikan SROI sebagai kompas untuk menuju masa depan yang lebih cerah! Baca lainnya: Panduan untuk SROI Sumber: www.cadmusjournal.org/files/pdfreprints/vol4issue4/TransFormNation-Rapid-Top-Down-Transformation-YKahane-TRonen-Cadmus-V4-I4-Reprint.pdf
Olahkarsa on
PROPER

Tahapan Penilaian PROPER untuk Meningkatkan Kinerja Lingkungan Perusahaan

Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) telah menjadi salah satu instrumen penting yang digunakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia dalam mengukur dan meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan di seluruh Indonesia. Dengan menggunakan skala warna yang mencakup emas, hijau, biru, merah, dan hitam, PROPER bukan hanya sekadar memberikan peringkat, tetapi juga mendorong perusahaan untuk melampaui standar kepatuhan lingkungan dasar dan menerapkan praktik terbaik dalam pengelolaan sumber daya alam. Baca Juga: Kupas Tuntas 5 Peringkat dalam PROPER 1. Pengumpulan Data Proses penilaian PROPER dimulai dengan pengumpulan data yang komprehensif dari perusahaan yang terlibat. Data ini mencakup berbagai aspek pengelolaan lingkungan seperti penggunaan bahan baku, energi, air, serta jumlah dan jenis limbah yang dihasilkan. Pengumpulan data ini menjadi landasan penting untuk evaluasi kinerja selanjutnya. 2. Verifikasi Lapangan Setelah data dikumpulkan, tim verifikasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan verifikasi lapangan untuk memastikan kebenaran dan keakuratan data yang disampaikan oleh perusahaan. Verifikasi lapangan ini meliputi kunjungan langsung ke fasilitas perusahaan untuk memeriksa infrastruktur dan proses operasional yang ada. 3. Evaluasi Kinerja Evaluasi kinerja perusahaan dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, termasuk pengelolaan limbah, emisi udara, penggunaan air, dan efisiensi energi. Selain itu, evaluasi juga mempertimbangkan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan yang berlaku serta upaya perusahaan dalam menjaga keberlanjutan lingkungan. 4. Penilaian Peringkat Berdasarkan hasil evaluasi, perusahaan diberikan peringkat PROPER dengan skala warna sebagai berikut: Emas: Perusahaan menunjukkan kinerja lingkungan yang luar biasa dengan menerapkan inovasi dan praktik terbaik dalam pengelolaan lingkungan. Hijau: Perusahaan berhasil melampaui standar kepatuhan dasar dengan adopsi program pengelolaan lingkungan yang signifikan. Biru: Perusahaan memenuhi semua persyaratan regulasi lingkungan dan dapat dianggap sebagai pelaksana yang baik dari aspek lingkungan. Merah: Perusahaan belum mencapai standar kepatuhan yang diharapkan terkait aspek lingkungan tertentu. Hitam: Perusahaan mengalami pelanggaran serius terhadap regulasi lingkungan yang dapat mengakibatkan dampak lingkungan yang signifikan. 5. Pengumuman Hasil Hasil penilaian PROPER diumumkan secara terbuka untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas. Pengumuman ini juga menjadi momen untuk memotivasi perusahaan yang mendapatkan peringkat rendah untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja lingkungan mereka. 6. Tindak Lanjut dan Pembinaan Perusahaan yang mendapatkan peringkat merah dan hitam akan mendapatkan pembinaan dari pihak berwenang untuk membantu mereka memperbaiki kepatuhan dan kinerja lingkungan. Pembinaan ini berfokus pada identifikasi masalah utama, penyusunan rencana tindak lanjut, dan pengawasan implementasi perbaikan. PROPER bukan hanya sekadar alat penilaian, tetapi juga merupakan instrumen yang efektif untuk memotivasi perusahaan dalam meningkatkan kinerja lingkungan dan mendorong mereka menuju praktik bisnis yang berkelanjutan. Dengan terus diperbarui dan ditingkatkan, PROPER diharapkan dapat terus memberikan kontribusi positif bagi pelestarian lingkungan hidup di Indonesia. Bagi yang masih bingung dengan cara penyusunan Dokumen PROPER yang baik agar mendapatkan nilai optimal, ataupun yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER dan penyusunan Dokumen SROI.  Klik untuk melihat berbagai layanan kami Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Olahkarsa on
PROPER

Pentingnya PROPER dalam Dunia Bisnis

Dalam era yang semakin peduli terhadap isu-isu lingkungan, Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) muncul sebagai salah satu inisiatif utama yang mendorong perusahaan di Indonesia untuk lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. Program ini bukan hanya sekadar alat pemantau, tetapi juga sebagai katalisator untuk inovasi dan keberlanjutan dalam operasional bisnis. Baca juga: Dokumen Hijau PROPER: Apa saja isinya? Lantas apa Itu PROPER? PROPER adalah program yang diinisiasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia untuk menilai kinerja lingkungan perusahaan. Melalui program ini, perusahaan dinilai berdasarkan berbagai indikator lingkungan seperti pengelolaan limbah, emisi gas buang, penggunaan sumber daya, dan kepatuhan terhadap peraturan lingkungan. Hasil penilaian ini diberikan dalam bentuk peringkat warna, mulai dari emas, hijau, biru, merah, hingga hitam. Mendorong Inovasi Salah satu manfaat utama dari PROPER adalah mendorong perusahaan untuk mengembangkan solusi inovatif dalam pengelolaan lingkungan. Ketika perusahaan mengikuti PROPER, mereka terdorong untuk berpikir kreatif dan mencari cara-cara baru yang lebih baik dalam mengelola limbah, mengurangi emisi, dan menggunakan sumber daya secara efisien. Contoh nyata adalah bagaimana beberapa perusahaan besar di Indonesia, seperti PT. Pertamina dan PT. Unilever Indonesia, telah mengembangkan teknologi baru untuk mendaur ulang air limbah, mengurangi penggunaan plastik, dan beralih ke sumber energi terbarukan. Inovasi-inovasi ini tidak hanya menguntungkan lingkungan, tetapi juga meningkatkan efisiensi operasional dan mengurangi biaya produksi dalam jangka panjang. Meningkatkan Kepatuhan dan Reputasi PROPER juga berperan penting dalam memastikan perusahaan mematuhi peraturan lingkungan yang berlaku. Dengan mengikuti program ini, perusahaan dapat mengidentifikasi area-area yang perlu diperbaiki dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memenuhi standar yang ditetapkan. Kepatuhan yang baik tidak hanya menghindarkan perusahaan dari sanksi hukum, tetapi juga meningkatkan reputasi perusahaan di mata publik dan investor. Perusahaan yang berhasil meraih peringkat tinggi dalam PROPER sering kali mendapatkan pengakuan publik yang positif. Hal ini bisa menjadi alat pemasaran yang kuat, menarik lebih banyak investor dan pelanggan yang peduli terhadap isu lingkungan. Reputasi yang baik juga bisa memberikan keunggulan kompetitif di pasar yang semakin peduli dengan keberlanjutan. Keberlanjutan di Dunia Bisnis Melalui PROPER, perusahaan di Indonesia didorong untuk berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan. Program ini membantu menciptakan praktik bisnis yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Dengan mengadopsi teknologi dan praktik baru yang lebih efisien dan ramah lingkungan, perusahaan dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan berkontribusi pada upaya global untuk mengatasi perubahan iklim. Keberhasilan PROPER dalam mendorong inovasi dan keberlanjutan dapat dilihat dari banyaknya perusahaan yang kini lebih sadar lingkungan dan mengambil langkah nyata untuk memperbaiki kinerja lingkungan mereka. Hal ini tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan, tetapi juga bagi perusahaan itu sendiri, menciptakan model bisnis yang lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab. Kesimpulan PROPER adalah program penting yang mendorong perusahaan di Indonesia untuk berinovasi dan bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan. Dengan mendorong inovasi, meningkatkan kepatuhan, dan memperkuat reputasi, PROPER membantu menciptakan lingkungan bisnis yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Melalui PROPER, perusahaan tidak hanya mematuhi peraturan lingkungan, tetapi juga berkontribusi pada masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. Itulah pentingnya PROPER di Dunia Bisnis. Bagi yang masih bingung atau ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER dan penyusunan Dokumen Hijau. Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Olahkarsa on
tipe greenwashing
Insight, Sustainability

Ini Dia 6 Tipe Greenwashing

Investasi berkelanjutan dengan prinsip ESG (environmental, social, and governance) kian diminati. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan dana kelolaan (AUM) untuk investasi berkelanjutan yang mencapai 19% per tahun, atau US$2.1 triliun, antara 2016-2021. Daya tarik ini wajar, mengingat investor ingin menanamkan modalnya pada perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan. Namun, di balik tren positif ini, terdapat praktik greenwashing yang meresahkan. Survei terbaru menunjukkan bahwa hampir 60% CEO membuat klaim palsu terkait penerapan ESG demi menarik investor. Hal ini tentu mencemari kredibilitas investasi berkelanjutan dan merugikan investor yang ingin berkontribusi pada masa depan yang lebih hijau. Artikel ini akan membahas lebih dalam mengenai daya tarik investasi berkelanjutan, modus greenwashing yang marak terjadi, dan langkah-langkah yang perlu diambil untuk melindungi investor dan memastikan praktik investasi yang benar-benar berkelanjutan. Istilah “greenwashing” semakin marak terdengar dalam dunia keberlanjutan. Praktik ini mengacu pada pernyataan, deklarasi, tindakan, dan komunikasi yang seolah-olah menunjukkan komitmen terhadap kelestarian, namun kenyataannya tidak sejalan dengan fakta. Tujuannya adalah untuk menipu konsumen, investor, atau pemangku kepentingan (stakeholder) agar percaya bahwa perusahaan atau organisasi tersebut ramah lingkungan. Agar dapat melawan greenwashing, penting bagi kita untuk memahami berbagai jenis dan cara yang digunakannya. Mari kita eksplorasi lebih lanjut beragam tipe greenwashing yang sering ditemui, mulai dari penggunaan citra dan simbol hijau yang berlebihan hingga klaim tanpa verifikasi dan penekanan hanya pada satu aspek positif. Baca lainnya: Kenali Ciri-Ciri Greenwashing! 1. Greenshifting Salah satu modus greenwashing yang berbahaya adalah “shifting the blame” atau mengalihkan tanggung jawab. Dalam praktik ini, perusahaan memindahkan tanggung jawab penanganan iklim dan lingkungan terkait bisnis dan produk mereka kepada konsumen. Contohnya, perusahaan bahan bakar fosil menggunakan istilah “jejak karbon” untuk mengalihkan perhatian publik dari tanggung jawab perusahaan untuk menurunkan emisi. Mereka menekankan peran individu dalam mengurangi emisi melalui aktivitas sehari-hari, alih-alih fokus pada perlunya produsen minyak dan gas beralih dari bahan bakar fosil yang merupakan sumber emisi karbon utama. Praktik ini menyesatkan karena mengabaikan peran krusial perusahaan dalam krisis iklim dan menempatkan beban di pundak individu. Padahal, perubahan sistemik dan komitmen nyata dari perusahaan lah yang diperlukan untuk mencapai emisi nol bersih. 2. Green-hushing Di era investasi berkelanjutan dengan fokus pada ESG (Environmental, Social, and Governance), transparansi menjadi kunci. Namun, praktik “green-hushing” justru marak terjadi, di mana perusahaan sengaja menyembunyikan tujuan keberlanjutan atau informasi tentang dampak lingkungan mereka untuk menghindari tuduhan greenwashing. Para pemangku kepentingan (stakeholder) kian jeli dalam memeriksa komitmen perusahaan terhadap lingkungan dan sosial. Oleh karena itu, green-hushing hanya akan mencoreng reputasi dan merugikan perusahaan dalam jangka panjang. Investasi berkelanjutan harus didasarkan pada informasi yang akurat dan transparan. Perusahaan yang benar-benar berkomitmen pada keberlanjutan tidak akan ragu untuk menunjukkannya kepada publik. 3. Green-crowding Greencrowding adalah salah satu taktik dalam praktik greenwashing di mana perusahaan atau organisasi berusaha menyembunyikan atau menutupi dampak negatif lingkungan mereka dengan bersembunyi di balik upaya kolektif dari industri atau sektor tertentu. Dengan cara ini, mereka mengaburkan tanggung jawab individual mereka dengan menyelaraskan diri dengan inisiatif atau komitmen yang lebih luas. Taktik ini memanfaatkan kekuatan jumlah, di mana perusahaan berharap bahwa dengan menjadi bagian dari kelompok yang lebih besar, perhatian publik dan regulator akan lebih terfokus pada upaya kolektif daripada mengevaluasi kontribusi individu setiap perusahaan. Hal ini dapat menyebabkan kesan bahwa perusahaan sedang melakukan lebih banyak untuk keberlanjutan daripada yang sebenarnya terjadi. Perusahaan dapat menghindari greencrowding dengan mengambil langkah berani yaitu menetapkan dan mengejar tujuan keberlanjutan yang ambisius dan melampaui standar industri. Alih-alih mengikuti jejak perusahaan lain, mereka harus menjadi pelopor dalam inisiatif ramah lingkungan. Dengan strategi ini, perusahaan tidak hanya menunjukkan komitmen nyata terhadap keberlanjutan, tetapi juga menonjolkan diri di mata konsumen dan pemangku kepentingan. Baca lainnya: 5 Faktor Keberhasilan Sustainability 4. Greenlighting Greenlighting adalah salah satu taktik dalam praktik greenwashing di mana perusahaan menonjolkan satu atau beberapa aspek positif dari kinerja lingkungan mereka untuk mengalihkan perhatian dari dampak negatif yang lebih besar atau signifikan. Dengan menyoroti inisiatif hijau yang mencolok atau proyek-proyek ramah lingkungan, perusahaan berusaha menciptakan citra positif yang dapat menutupi atau mengecilkan masalah lingkungan yang mungkin lebih parah atau luas. Taktik ini membuat konsumen merasa perusahaan bertanggung jawab, padahal perubahan yang dilakukan mungkin tidak signifikan. Misalnya, perusahaan mempromosikan bahan daur ulang dalam satu produk, tetapi tetap menggunakan proses produksi yang mencemari lingkungan. Untuk mencegah hal ini, perusahaan perlu menyelaraskan praktik bisnis mereka secara keseluruhan dengan klaim ramah lingkungan mereka, memastikan bahwa klaim ini benar-benar mencerminkan komitmen mereka terhadap keberlanjutan. 5. Greenlabelling Greenlabelling adalah salah satu jenis greenwashing di mana perusahaan atau produk menggunakan label atau klaim yang menyesatkan untuk memberi kesan bahwa mereka lebih ramah lingkungan daripada yang sebenarnya. Taktik ini melibatkan penggunaan istilah, simbol, atau sertifikasi yang menciptakan ilusi keberlanjutan atau dampak lingkungan yang minimal. Klaim tersebut mungkin tidak didukung oleh tindakan nyata atau bukti yang memadai. Hal ini dapat membingungkan konsumen yang ingin membuat pilihan yang lebih ramah lingkungan, sehingga mereka mungkin tanpa sadar mendukung praktik yang merugikan lingkungan. Untuk mengatasi masalah ini, sangat penting bagi konsumen untuk menjadi lebih kritis dan teliti dalam memeriksa klaim lingkungan yang dibuat oleh perusahaan. Mencari informasi dari sumber independen dan memahami sertifikasi yang sah adalah langkah penting. Mengedukasi diri tentang keberlanjutan juga dapat membantu menghindari greenlabelling. Selain itu, dorongan untuk regulasi yang lebih ketat dari pihak pemerintah dan lembaga sertifikasi sangat penting. Ini membantu memastikan bahwa klaim lingkungan benar-benar dapat dipercaya. 6. Greenrising Greenrising adalah istilah yang relatif baru dalam dunia greenwashing yang merujuk pada tren peningkatan perusahaan yang mempromosikan citra ramah lingkungan mereka secara berlebihan, bahkan menipu. Kesadaran konsumen tentang isu lingkungan yang meningkat mendorong mereka untuk mencari produk dan layanan yang ramah lingkungan. Hal ini, pada gilirannya, mendorong perusahaan untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap keberlanjutan. Meskipun begitu, komitmen tersebut tidak selalu tulus. Dalam industri yang semakin kompetitif, banyak perusahaan merasa perlu mengikuti tren keberlanjutan agar tidak tertinggal. Ini seringkali mengakibatkan greenwashing, di mana mereka melebih-lebihkan atau bahkan memalsukan komitmen keberlanjutan mereka. Selain itu, kurangnya regulasi yang jelas dan kuat tentang klaim keberlanjutan memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk melakukan greenwashing tanpa menghadapi konsekuensi yang signifikan. Kesimpulan Dunia pemasaran dipenuhi dengan pesan-pesan bernada “hijau” dan “ramah lingkungan.” Sayangnya, tidak semua klaim tersebut akurat. Greenwashing, praktik menyesatkan konsumen tentang praktik keberlanjutan perusahaan, dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Dari greenhushing yang menyembunyikan jejak buruk hingga greenrising yang membesar-besarkan inisiatif kecil, konsumen perlu mewaspadai taktik ini. Untuk menghindari terjebak greenwashing, bekali diri dengan pengetahuan. Riset independen, pemahaman terhadap sertifikasi yang kredibel, dan kesadaran akan praktik ramah lingkungan sejati adalah senjata ampuh. Selain itu, dukunglah perusahaan yang transparan dan memiliki catatan nyata dalam keberlanjutan. Dengan konsumen yang cerdas dan kritis, serta regulasi yang lebih ketat, kita bisa bersama-sama mendorong praktik bisnis yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masa depan yang lebih hijau. Baca lainnya: Mengembangkan Strategi Sustainability Perusahaan
Olahkarsa on
Insight, Sustainability

Kenali Ciri-Ciri Greenwashing!

Evolusi tidak terlepas dari tantangan, bahkan ketika bertujuan mulia seperti menuju keberlanjutan. Di era perubahan iklim dan tren ramah lingkungan, berbagai produk, layanan, dan gaya hidup sering kali diidentifikasi dengan label “berkelanjutan” dan sejenisnya. Namun, di balik tren ini, praktik greenwashing mulai merebak, di mana klaim keberlanjutan yang diajukan tidak selaras dengan realitasnya. Greenwashing tidak hanya membingungkan konsumen, tetapi juga merusak kepercayaan terhadap upaya nyata dalam menjaga kelestarian bumi. Agar perusahaan terhindar dari praktik greenwashing, maka perlu mengetahui ciri-ciri greenwashing itu sendiri. Simak penjelasannya pada artikel berikut ini. Apa itu Greenwashing? Greenwashing tidak sekadar taktik pemasaran yang menyesatkan konsumen, tetapi juga merupakan usaha untuk menyederhanakan konsep keberlanjutan. Sebuah perusahaan yang hanya menyoroti aspek lingkungan tanpa mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi dapat dikategorikan sebagai greenwashing. Dalam konteks ini, klaim palsu terkait tanggung jawab sosial, yang dikenal sebagai bluewashing, juga termasuk dalam praktik greenwashing. Contoh umum greenwashing adalah penggunaan label “bebas bahan kimia” pada produk yang sebenarnya masih mengandung bahan kimia berbahaya, sementara bluewashing seringkali terlihat pada perusahaan yang hanya menciptakan program tanggung jawab sosial semata-mata untuk meningkatkan citra perusahaan. Greenwashing bukan semata strategi licik, melainkan sebuah bentuk kebohongan yang merusak upaya menuju keberlanjutan. Tindakan yang tidak jujur ini mengancam kepercayaan konsumen, menimbulkan keraguan terhadap kampanye dan solusi yang sejalan dengan lingkungan, bahkan yang dilandasi niat baik. Lebih ironis lagi, greenwashing menjadi topeng bagi sebagian individu di dunia bisnis yang menggunakan praktik-praktik yang merugikan lingkungan demi keuntungan pribadi. Kebohongan ini bukan hanya menghilangkan kepercayaan masyarakat, tetapi juga menghambat kemajuan menuju masa depan yang berkelanjutan. Dengan demikian, sangat penting bagi konsumen untuk lebih kritis dan teliti dalam menilai klaim-klaim keberlanjutan yang disampaikan oleh perusahaan. Edukasi dan kesadaran akan praktik greenwashing dan bluewashing dapat membantu konsumen membuat keputusan yang lebih bijak dan mendukung perusahaan yang benar-benar berkomitmen terhadap keberlanjutan. Selain itu, regulasi yang lebih ketat dari pemerintah dan lembaga terkait juga diperlukan untuk memastikan bahwa klaim keberlanjutan yang disampaikan oleh perusahaan benar-benar dapat dipertanggungjawabkan. Apa Saja Ciri-Ciri Greenwashing? 1. Penggunaan kata atau frasa yang tidak terdefinisi dengan baik Seringkali kita melihat produk yang diklaim “alami”, “organik”, atau “ramah lingkungan” pada kemasannya. Namun, klaim ini tidak selalu dapat dipercaya jika tidak disertai dengan bukti yang jelas. Hal ini dikenal sebagai greenwashing, sebuah praktik menyesatkan konsumen dengan meyakinkan mereka bahwa produk tersebut ramah lingkungan, padahal kenyataannya tidak. Beberapa kata kunci yang sering digunakan dalam greenwashing antara lain “ramah lingkungan”, “dapat terurai secara hayati”, “berkelanjutan”, “alami”, “hijau”, “dapat didaur ulang”, “kompos”, dan “bebas bahan kimia”. Perusahaan dapat mencantumkan kata-kata ini pada produk mereka tanpa menjelaskan secara detail tentang asal-usul bahan atau proses pembuatannya. Hal ini bertujuan untuk menarik konsumen yang ingin membeli produk “hijau”. Perlu diingat bahwa banyak kata kunci tersebut tidak memiliki definisi yang jelas dan dapat diartikan berbeda-beda. Konsumen harus kritis dan melakukan riset sendiri untuk memastikan apakah klaim produk tersebut benar-benar sesuai dengan kenyataan. Contoh ironis dari greenwashing adalah sikat gigi bambu yang dikemas dalam plastik tidak dapat didaur ulang. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mungkin hanya fokus pada aspek tertentu dari produk (dalam hal ini, bahan sikat gigi) tanpa memperhatikan keseluruhan dampak lingkungannya. Sue Davies, pimpinan Consumer Protection Policy at Which? di The Advertising Standards Authority, menyarankan konsumen untuk mencari sumber informasi lain yang terpercaya untuk memverifikasi klaim produsen. Ia juga mengingatkan konsumen untuk kritis terhadap klaim ramah lingkungan, terutama pada produk sekali pakai seperti botol air plastik. 2. Klaim yang tidak didukung oleh bukti Perusahaan yang melakukan greenwashing seringkali tidak transparan mengenai keterlibatan mereka dalam upaya pelestarian lingkungan. Hal ini membuat sulit bagi konsumen untuk memverifikasi klaim mereka. Klaim yang dibuat oleh perusahaan greenwashing biasanya tidak jelas dan tidak spesifik, sehingga sulit untuk menilai kredibilitasnya. 3. Mengecat produk dengan warna hijau, namun menyembunyikan jejak karbon yang sebenarnya Simbol, warna, dan motif kemasan tidak hanya terbatas pada penggunaan elemen alam untuk mewakili kampanye ramah lingkungan. Palet warna hijau dan biru sering diasosiasikan dengan keberlanjutan, dan tekstur kayu dan elemen tanah digunakan untuk membangun citra ramah lingkungan pada kemasan produk. Namun, penting untuk diingat bahwa simbol, warna, dan motif kemasan tidak selalu mencerminkan praktik ramah lingkungan yang sebenarnya. Beberapa perusahaan menggunakan elemen-elemen ini untuk memasarkan produk mereka sebagai produk yang bermanfaat bagi lingkungan, tanpa memberikan informasi yang jelas tentang dampak produk mereka pada alam. Hal ini dapat menjadi tanda peringatan praktik greenwashing. Jika Anda menemukan produk dengan simbol, warna, dan motif yang ramah lingkungan, tetapi perusahaan tidak memberikan informasi yang jelas tentang praktik ramah lingkungan mereka, sebaiknya lakukan riset lebih lanjut sebelum membeli produk tersebut. Baca lainnya: Mengapa Semua Perusahaan Perlu Menerapkan Sustainability? 4. Selalu menggunakan kata-kata yang dramatis Perusahaan greenwashing seringkali menggunakan frasa yang secara teknis benar, namun menyesatkan konsumen dengan mengabaikan informasi penting. Contohnya, sebuah perusahaan pakaian jadi mengklaim bahwa kemejanya “terbuat dari 50% lebih banyak serat daur ulang”, padahal proporsi serat daur ulang sebenarnya hanya meningkat dari 2% menjadi 3%. Klaim greenwashing terkadang menggunakan angka dan persentase yang tampak mengesankan, namun tidak mewakili gambaran yang menyeluruh. Contohnya, perusahaan pakaian jadi tersebut menekankan peningkatan 50% dalam penggunaan serat daur ulang, namun tidak menyebutkan bahwa proporsi serat daur ulang secara keseluruhan masih sangat kecil. 5. Kemasan yang sugestif Perusahaan greenwashing seringkali menggunakan elemen visual yang menarik pada kemasan produk mereka untuk menipu konsumen. Contohnya, perusahaan tisu menggunakan gambar daun hijau pada kotaknya untuk memberikan kesan bahwa kertasnya berasal dari sumber yang berkelanjutan, padahal informasi tentang asal kertas tersebut tidak dicantumkan pada kemasan. Kemasan produk greenwashing terkadang menggunakan gambar dan simbol yang menyesatkan untuk mengelabui konsumen. Contohnya, beberapa merek tisu menggunakan gambar kecil yang menyerupai logo sertifikasi lingkungan, padahal gambar tersebut bukan merupakan logo resmi dan tidak mencerminkan praktik ramah lingkungan perusahaan. 6. Menampilkan simbol andalan tanpa konteks Klaim ramah lingkungan seringkali dikemas dengan simbol-simbol visual seperti pohon, daun, pelangi, awan, hewan bahagia, tanda panah yang melambangkan daur ulang, dan tentu saja, bumi. Simbol-simbol ini lazim digunakan untuk menarik perhatian konsumen dan membangun citra produk sebagai ramah lingkungan. Namun, simbol-simbol ini tidak selalu memiliki makna yang jelas dan kontekstual. Contohnya, simbol daur ulang sering digunakan pada produk dan kemasan yang sebenarnya tidak dapat didaur ulang. Hal ini dapat menyesatkan konsumen dan membuat mereka percaya bahwa produk tersebut ramah lingkungan, padahal kenyataannya tidak. Keberadaan simbol daur ulang pada produk tidak secara otomatis berarti bahwa produk tersebut dapat didaur ulang. Sama seperti praktik greenwashing yang menggunakan kata-kata dan frasa menyesatkan, perusahaan dapat menambahkan simbol daur ulang pada produk mereka meskipun produk tersebut tidak dapat didaur ulang. Menjadi konsumen yang cerdas di era ramah lingkungan Di era yang semakin sadar akan kelestarian lingkungan, banyak perusahaan yang menggembar-gemborkan komitmen mereka terhadap praktik ramah lingkungan. Namun, di balik klaim-klaim tersebut, tak jarang terdapat praktik greenwashing yang menyesatkan konsumen. Memahami ciri-ciri greenwashing adalah langkah awal untuk menjadi konsumen cerdas. Dengan bersikap kritis dan melakukan riset mandiri, kita dapat terhindar dari klaim-klaim yang menyesatkan dan memilih produk yang benar-benar ramah lingkungan. Ingatlah, keberlanjutan bukan hanya tanggung jawab perusahaan, tetapi juga konsumen. Mari kita bersama-sama mendorong praktik bisnis yang bertanggung jawab dan berkontribusi pada kelestarian lingkungan. Baca lainnya : 5 Faktor Keberhasilan Sustainability
Olahkarsa on
peran sustainable buildings
Environmental, ESG, Sustainability, Sustainable Development Goals

Peran Sustainable Buildings dalam Mendorong Tercapainya SDGs

Perubahan iklim menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Dampaknya terasa di berbagai sektor, termasuk infrastruktur bangunan. Gelombang panas yang lebih sering, pola curah hujan yang tidak menentu, kenaikan permukaan laut, dan peristiwa cuaca ekstrem adalah beberapa contoh ancaman yang dihadapi bangunan. Di tengah situasi yang mendesak ini, sustainable buildings hadir sebagai solusi inovatif untuk membangun masa depan yang lebih tangguh dan berkelanjutan. Bangunan ini dirancang dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip ramah lingkungan dan ketahanan terhadap perubahan iklim. Berikut akan mengupas lebih dalam tentang bagaimana sustainable buildings memainkan peran penting dalam mendorong tercapainya SDGs. Apa Itu Sustainable Buildings? Sustainable buildings, atau dikenal juga sebagai bangunan berkelanjutan, adalah bangunan yang dirancang dan dibangun dengan mengutamakan efisiensi sumber daya dan minimalisasi dampak buruk terhadap lingkungan serta kesehatan manusia. Pendekatan ini mencakup siklus hidup bangunan dari pemilihan lokasi hingga renovasi. Tujuannya adalah untuk menciptakan ruang yang efisien, sehat, dan ramah lingkungan. Sustainable buildings memainkan peran penting dalam upaya global untuk menciptakan dunia yang lebih kuat dan adil. Dengan menerapkan metode berkelanjutan dalam konstruksi dan desain, bangunan-bangunan ini sangat membantu dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Selain mengatasi masalah lingkungan, sustainable buildings ini juga menawarkan manfaat sosial dan ekonomi, menjadikannya komponen integral dari strategi pembangunan berkelanjutan. Menerapkan konstruksi berkelanjutan juga tidak hanya mengatasi masalah lingkungan tetapi juga menghasilkan keuntungan sosial dan ekonomi. Baca lainnya : Apa itu Sustainable Development Goals (SDGs)? Kontribusi Sustainable Buildings dalam Mendorong Tercapainya SDGs Dari pengertian dasar bangunan berkelanjutan, kita dapat melihat bahwa pendekatan ini tidak hanya bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, tetapi juga untuk menciptakan bangunan yang mendukung kesejahteraan manusia dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Ketika kita menghubungkan konsep ini dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menjadi jelas bahwa bangunan berkelanjutan memainkan peran penting dalam pencapaian tujuan-tujuan ini. SDGs menekankan pentingnya keberlanjutan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk pengurangan kemiskinan, ketahanan pangan, kesehatan, pendidikan, kesetaraan gender, dan perlindungan lingkungan. Sustainable buildings, dengan fokusnya pada efisiensi energi, penggunaan material ramah lingkungan, kesehatan penghuni, dan konservasi sumber daya alam, secara langsung mendukung beberapa SDGs. Dalam menjembatani pemahaman tentang bagaimana bangunan berkelanjutan tidak hanya berperan dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), tetapi juga dalam membangun ketahanan untuk iklim, masyarakat, dan ekonomi, penting untuk menyoroti kontribusi konkrit yang dilakukannya. Membangun Ketahanan terhadap Perubahan Iklim 1. Tujuan ke-7 : Energi Bersih dan Terjangkau Bangunan berkelanjutan menyediakan akses ke sumber daya energi yang terjangkau, andal, dan bersih, serta sumber daya energi rendah atau nol karbon. 2. Tujuan ke-13 : Penanganan Perubahan Iklim Dengan mempertimbangkan pentingnya umur panjang pada sebuah bangunan, sustainable buildings mendukung energi bersih yang digunakan secara efisien, dan kota yang menerapkan konsep keberlanjutan juga dapat bekerja sama dengan membangun bangunan yang mampu mendekarbonisasi sumber daya dan infrastruktur publik, sehingga hal ini mampu meningkatkan ketahanan dan adaptasi terhadap perubahan iklim di masa depan. 3. Tujuan ke-15: Ekosistem Daratan Sustainable buildings bukan hanya tentang hemat energi dan ramah lingkungan, tetapi juga tentang menciptakan ruang yang harmonis dengan alam dan memberikan manfaat bagi semua orang. Selain itu, sustainable buildings juga dapat memanfaatkan nature based solutions untuk meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim dan bencana alam. Misalnya, penggunaan atap hijau dapat membantu meredam panas dan mengurangi risiko banjir, sedangkan sistem biofiltrasi dapat membantu membersihkan air limbah dan meningkatkan kualitas air. Membangun Ketahanan terhadap Ekonomi 1. Tujuan ke-8 : Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi Pembangunan gedung dan infrastruktur yang berkelanjutan dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan keterampilan pekerja, dan memungkinkan transisi menuju ekonomi rendah karbon. Transisi menuju ekonomi rendah karbon akan menciptakan lapangan kerja baru di berbagai sektor, seperti: Desain dan konstruksi: Kebutuhan akan arsitek, insinyur, dan pekerja konstruksi yang terampil dalam menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan akan meningkat. Energi terbarukan: Pertumbuhan pesat dalam industri energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan air akan menciptakan peluang kerja baru dalam instalasi, pemeliharaan, dan manufaktur. Efisiensi energi: Kebutuhan akan teknologi dan layanan untuk meningkatkan efisiensi energi di gedung dan infrastruktur akan mendorong permintaan akan teknisi, auditor energi, dan spesialis lainnya. 2. Tujuan ke-9 : Industri, Inovasi dan Infrastruktur Masyarakat yang tinggal di lingkungan yang berkelanjutan akan merasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan infrastruktur yang baik, transportasi yang ramah lingkungan, serta ruang terbuka yang hijau, kota menjadi tempat yang nyaman untuk ditinggali. Selain itu, adanya kebijakan ramah lingkungan seperti daur ulang sampah dan penggunaan energi terbarukan akan membantu menjaga kelestarian lingkungan. Dengan demikian, pembangunan yang berkelanjutan tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup bagi semua penduduknya. 3. Tujuan ke-12 : Konsumsi dan Produksi yang Bertanggungjawab Dalam menciptakan bangunan yang berkelanjutan, perlu memperhatikan berbagai faktor seperti efisiensi energi, penggunaan bahan ramah lingkungan, serta desain yang ramah lingkungan. Sustainable buildings juga dapat dimaksimalkan dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin, serta sistem pengelolaan air yang efisien. Selain itu, peran penting juga dimainkan oleh tata ruang bangunan agar dapat memaksimalkan pencahayaan alami dan sirkulasi udara yang sehat. Dengan mengutamakan prinsip-prinsip ini, sustainable buildings dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar serta mendukung keberlangsungan hidup generasi mendatang. Membangun Ketahanan untuk Masyarakat 1. Tujuan ke-3 : Kehidupan Sehat dan Sejahtera Meningkatnya kesadaran akan pentingnya lingkungan yang sehat, bangunan dan kota yang berkelanjutan menjadi pilihan yang semakin populer di masyarakat. Gaya hidup sehat seperti berjalan kaki atau bersepeda juga semakin didorong dalam lingkungan yang ramah lingkungan ini. Selain itu, konstruksi bangunan yang berkelanjutan juga dapat memberikan perlindungan ekstra kepada penghuninya, mengurangi risiko bahaya yang biasa terjadi pada bangunan konvensional. Dengan demikian, bangunan dan kota yang berkelanjutan dapat memberikan manfaat besar bagi kesehatan dan keselamatan masyarakat secara keseluruhan. 2. Tujuan ke-6 : Air bersih dan Sanitasi Layak Sustainable buildings juga dapat meningkatkan kualitas air dan sanitasi dengan menerapkan teknologi dan praktik-praktik yang meminimalkan polusi air, seperti penggunaan sistem pengelolaan air hujan dan pengolahan air limbah yang ramah lingkungan. Dengan demikian, mereka tidak hanya melindungi sumber daya air yang terbatas, tetapi juga mendukung lingkungan yang lebih bersih dan sehat bagi masyarakat yang mengandalkan air tersebut. 3. Tujuan ke-7 : Energi Bersih dan Terjangkau Sustainable buildings menyediakan akses ke energi yang terjangkau, andal, dan bersih dengan memprioritaskan efisiensi energi dan penggunaan sumber energi rendah atau nol karbon, seperti energi matahari dan angin. Dengan demikian, ini membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang tidak terbarukan dan mengurangi emisi gas rumah kaca yang merusak lingkungan. Sebagai hasilnya, mereka tidak hanya menciptakan lingkungan yang lebih sehat, tetapi juga membantu menjaga stabilitas iklim global bagi generasi mendatang. 4. Tujuan ke-10 : Berkurangnya Kesenjangan Sustainable buildings menjaga kesehatan manusia dan meningkatkan standar hidup bagi semua orang. Ini mencakup memberikan pekerjaan yang baik dan hak asasi manusia kepada pekerja konstruksi dan produsen material, serta menghilangkan kemiskinan energi dan memastikan bahwa bangunan beroperasi dengan biaya terjangkau dan memberikan kenyamanan kepada penghuninya. 5. Tujuan ke-11 : Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan Dengan memperhatikan keberlanjutan dalam pembangunan kota, kita dapat menciptakan lingkungan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan bagi generasi mendatang. Selain itu, dengan memanfaatkan sumber daya secara bijaksana dan mengutamakan keadilan sosial, kita dapat menciptakan kesempatan bagi semua orang untuk tumbuh dan berkembang. Melalui kolaborasi antarwarga dan pemerintah, kita dapat membangun kota yang inklusif dan memberikan tempat bagi setiap individu untuk berpartisipasi aktif dalam memajukan masyarakat. Dengan demikian, kita dapat meraih impian masa depan yang penuh harmoni dan kesejahteraan bagi semua. Baca lainnya : 7 Cara Mudah Mengintegrasikan Program CSR dengan SDGs Kesimpulan Sustainable buildings tidak hanya mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan melalui penggunaan energi yang lebih efisien dan pengurangan limbah, tetapi juga memperkuat ekonomi lokal dan meningkatkan kualitas hidup. Dengan menerapkan prinsip-prinsip desain hijau dan teknologi ramah lingkungan, bangunan-bangunan ini dapat membantu dalam mengatasi beberapa tantangan global yang paling mendesak, seperti perubahan iklim, keberlanjutan energi, dan efisiensi sumber daya. Pentingnya inovasi dalam arsitektur dan konstruksi serta kolaborasi antarsektor untuk memaksimalkan potensi bangunan berkelanjutan dalam mendukung pencapaian SDGs. Dengan demikian, mempromosikan dan mengadopsi praktik sustainable buildings merupakan langkah strategis yang harus diperkuat untuk memastikan masa depan yang lebih berkelanjutan bagi semua.
Olahkarsa on
Community Development Officer
Uncategorized

7 Skill yang Wajib Dikuasai Seorang Community Development Officer

Community Development Officer (CDO) sekarang ini telah menjadi profesi yang cukup diminati di kalangan pegiat sosial, terutama mereka yang memiliki latar belakang pendidikan ilmu sosial dan kesejahteraan masyarakat. Permintaan akan posisi ini juga semakin tinggi seiring dengan tuntutan akan praktik bisnis bertanggung jawab dan berkelanjutan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Lantas siapakah Community Development Officer dan bagaimana menjadi seorang Community Development Officer yang tangguh dan berkualitas?  Mengenal Community Develoment Officer Secara definitif, Community Development Officer atau CDO merupakan pekerja yang melakukan pendampingan terhadap masyarakat untuk meningkatkan kualitas kondisi sosial, ekonomi dan kehidupan agar tercipta masyarakat yang mandiri. Ia adalah ujung tombak dalam membantu perusahaan untuk menyejahterakan masyarakat melalui pendampingan dan pengembangan masyarakat. Dalam menjalankan tugasnya, seorang CDO bertanggung jawab terhadap program pengembangan masyarakat. Mulai mulai identifikasi kebutuhan, perencanaan, implementasi, hingga monitoring dan evaluasi. Oleh karena itu, para CDO ini harus mempunyai skill dan kompetensi yang mumpuni agar berbagai jobdesk nya dapat berjalan dengan baik. Skill yang Wajib Dikuasai Seorang CDO 1.Komunikasi dan Fasilitasi Forum Skill pertama yang harus dikuasai oleh seorang CDO adalah komunikasi dan fasilitasi forum. Komunikasi dalam konteks ini bukan sekadar proses penyampaian informasi. Melainkan sebuah seni membangun hubungan, memahami kebutuhan, dan merangsang partisipasi aktif masyarakat. Seorang CDO harus mampu berkomunikasi dengan jelas, efektif, dan empati, memastikan bahwa setiap anggota masyarakat merasa didengar dan dihargai. Hal ini mencakup kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai gaya komunikasi dan budaya setempat, serta menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan mengakomodasi perbedaan. Seorang CDO juga dituntut untuk memiliki kemampuan mengorganisir dan mengelola pertemuan yang produktif, di mana semua peserta merasa terlibat dan berkontribusi. Seorang CDO harus dapat mengidentifikasi dan menarik minat berbagai pemangku kepentingan, mendorong kerjasama, dan memediasi konflik jika perlu. 2. Pemetaan Sosial Skill ini melibatkan penggunaan metode dan teknik untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mendokumentasikan struktur dan kondisi sosial, sumber daya, kebutuhan, dan potensi yang ada dalam komunitas. Melalui pemetaan sosial, seorang CDO dapat memahami dinamika hubungan antar individu, kelompok, dan institusi dalam masyarakat, serta bagaimana faktor-faktor ini berinteraksi hubungan sosial, ekonomi, dan lingkungan setempat. Baca Juga: Dokumen Social Mapping PROPER: Apa Saja Isinya? Keterampilan ini dapat membuat CDO merancang intervensi program yang lebih tepat sasaran. Selain itu ia dapat mengidentifikasi peluang pemberdayaan, dan memobilisasi sumber daya komunitas secara efektif. Membantu dalam pengambilan keputusan dan perencanaan strategis, tetapi juga meningkatkan kesadaran dan pemahaman bersama tentang isu-isu yang dihadapi komunitas. 3. Strategi Pemberdayaan Masyarakat Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan untuk merancang, mengimplementasikan, dan mengevaluasi intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kemandirian masyarakat. Skill ini melibatkan penguasaan teori dan praktik pemberdayaan, termasuk aspek-aspek seperti pengembangan kapasitas, pendekatan berbasis aset, dan pembangunan kelembagaan. Seorang CDO harus dapat bekerja sama dengan masyarakat untuk mengembangkan strategi yang mendorong partisipasi aktif, kepemilikan lokal, dan pengembangan solusi yang berkelanjutan dari dalam masyarakat itu sendiri. Hal ini memerlukan pendekatan holistik yang dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat, serta fleksibilitas untuk menyesuaikan strategi dengan perubahan kondisi dan peluang. Keterampilan ini diperlukan untuk memastikan program dapat menciptakan dampak positif yang optimal dan berkelanjutan. 4. Pengelolaan Program Pengelolaan program yang efektif adalah keterampilan selanjutnya yang harus dimiliki seorang Community Development Officer (CDO). Ini mencakup seluruh siklus program mulai dari perencanaan, implementasi, hingga replikasi. Di tahap perencanaan, seorang CDO harus mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, merumuskan tujuan, dan merencanakan strategi dengan sumber daya yang ada. Seraya mengikutsertakan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Implementasi melibatkan koordinasi sumber daya, manajemen tim, dan komunikasi yang efektif untuk mengatasi tantangan. Sementara monitoring dan evaluasi dilakukan untuk memastikan program berjalan sesuai rencana dan mencapai hasil yang diinginkan. Terminasi program memerlukan penutupan yang terencana dan sistematis, memastikan semua kewajiban terpenuhi. Selanjutnya, replikasi program menjadi pertimbangan, di mana CDO menganalisis faktor-faktor keberhasilan dan mengidentifikasi kemungkinan penerapan strategi serupa di konteks lain. Pengelolaan program yang komprehensif ini dilakukan untuk memastikan pelaksanaan program berjalan efisien dan efektif serta menciptakan dampak berkelanjutan dan positif terhadap pemberdayaan masyarakat. 5. Pengorganisasian Masyarakat Pengorganisasian masyarakat adalah skill kelima dan salah satu aspek penting dalam peran Community Development Officer (CDO). Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan untuk menggalang masyarakat agar bersatu dan bergerak bersama menuju tujuan yang telah ditetapkan bersama. Hal ini melibatkan proses membangun kesadaran, meningkatkan partisipasi, dan memfasilitasi pembentukan kelompok atau organisasi masyarakat yang mampu mewakili dan memperjuangkan kepentingan mereka. CDO harus mampu mendengarkan dan menghargai masukan dari semua anggota masyarakat, mengidentifikasi pemimpin lokal, dan mendorong pembagian tanggung jawab yang merata. Selanjutnya, keterampilan ini juga mencakup kemampuan untuk memberdayakan anggota masyarakat melalui pelatihan, pendidikan, dan pembinaan, sehingga mereka dapat mengembangkan keterampilan kepemimpinan, pengambilan keputusan, dan penyelesaian konflik. Pengorganisasian masyarakat yang efektif memastikan bahwa ada kesatuan tujuan dan aksi, memungkinkan intervensi pembangunan untuk dilaksanakan secara lebih efektif dan berkelanjutan. Melalui pendekatan kolaboratif dan partisipatif, CDO dapat membantu masyarakat menciptakan struktur organisasi yang kuat, meningkatkan kapasitasnya untuk inisiatif mandiri, dan menghadapi tantangan masa depan dengan lebih tangguh dan mandiri. 6. Resolusi Konflik Resolusi konflik merupakan skill keenam yang fundamental bagi Community Development Officer (CDO) dalam kerangka kerja pemberdayaan masyarakat. Keterampilan ini menuntut kemampuan untuk mengidentifikasi, menanggapi, dan menyelesaikan perselisihan atau konflik dalam masyarakat dengan cara yang konstruktif dan adil. Dalam praktiknya, CDO harus menguasai teknik mediasi dan negosiasi, serta memahami dinamika konflik untuk memfasilitasi dialog antar pihak yang berselisih. Hal ini tidak hanya melibatkan penanganan konflik saat telah terjadi, tapi juga pencegahan konflik. Dalam upaya resolusi konflik, seorang CDO akan berperan sebagai fasilitator netral yang mendorong komunikasi terbuka dan jujur, membantu masing-masing pihak mengartikulasikan kebutuhan dan kepentingannya, dan mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak. Ini mencakup pengembangan strategi untuk mengatasi akar penyebab konflik, seperti ketidakadilan sosial, ketimpangan ekonomi, atau persaingan sumber daya. Dengan demikian, keterampilan resolusi konflik menjadi penting untuk menjaga keharmonisan dalam masyarakat dan memastikan upaya pemberdayaan masyarakat dapat berlangsung dalam lingkungan yang kondusif. 7. Advokasi Masyarakat Advokasi merupakan salah satu bentuk komunikasi persuasif, yang bertujuan untuk mempengaruhi pemangku kepentingan dalam pengambilan kebijakan atau keputusan. Proses advokasi ini sangat penting bagi seorang CDO dalam mengkomunikasikan kebutuhan dan isu-isu penting di masyarakat. Dengan target utama adalah pengambil kebijakan di internal perusahaan dan stakeholder lainnya. Advokasi lebih merupakan suatu usaha perubahan sosial melalui semua saluran dialog yang terdapat dalam sistem manajemen perusahaan dan stakeholder. Keberhasilannya diperoleh bila proses dilakukan secara sistematis, terstruktur, terencana dan bertahap dengan tujuan yang jelas, untuk mempengaruhi perubahan kebijakan agar menjadi lebih baik. Keterampilan advokasi merupakan sebuah ilmu dan seni, yang tentunya sangat dipengaruhi oleh kemampuan berkomunikasi seorang CDO. Peningkatan keterampilan komunikasi dapat membantu tim untuk meningkatkan kinerja, khususnya dalam melakukan advokasi. Kesimpulan Berbagai keterampilan ini bukan hanya esensial untuk menunjang karir seorang Community Development Officer. Tetapi juga berperan sebagai modal penting dalam mendukung upaya-upaya peningkatan kehidupan masyarakat. Komitmen untuk terus belajar dan mengasah keterampilan merupakan kunci dalam menjalankan tugas ini, mengingat dinamika yang terus berubah dalam masyarakat. Oleh karena itu, prinsip continuous improvement, atau peningkatan dan perbaikan secara terus menerus, harus diterapkan dalam setiap aspek pekerjaan seorang Community Development Officer. Hal ini untuk memastikan setiap strategi dan intervensi dapat beradaptasi dan responsif terhadap kebutuhan serta tantangan yang muncul.
Olahkarsa on
Local Hero Keberlanjutan
Community Development, Sustainability

Menciptakan Local Hero dalam Inisiatif Keberlanjutan

Di balik sebuah inisiatif keberlanjutan yang berhasil terutama dalam aspek sosial dan lingkungan, terdapat sosok-sosok yang sering kali luput dari sorotan, namun memiliki kontribusi dan peran yang besar besar: Local hero. Dalam upaya menjalankan inisiatif keberlanjutan di lingkungan masyarakat, perusahaan dihadapkan pada tantangan untuk memastikan program-program tersebut berjalan tanpa hambatan, terutama mengingat keterbatasan waktu dan sumber daya yang dimiliki. Dalam hal ini, kolaborasi dengan masyarakat lokal menjadi langkah penting agar program-program tersebut dapat berjalan secara mandiri. Bahkan ketika perusahaan tidak lagi hadir secara langsung. Disinilah letak pentingnya masyarakat lokal yang menjadi “perwakilan” perusahaan di masyarakat yang kemudian disebut dengan local hero. Lantas siapa sebenarnya mereka, mengapa peran mereka penting, dan bagaimana menciptakan local hero? Siapakah Local Hero? Apabila diartikan secara bahasa, local hero memiliki makna “pahlawan lokal”. Sedangkan secara istilah, local hero diartikan sebagai mereka adalah individu atau kelompok yang berperan aktif dalam memajukan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan di sekitar mereka. Local hero ini biasanya memiliki pengaruh yang signifikan dalam masyarakat dan sering kali menjadi sumber inspirasi bagi orang-orang di sekitarnya. Baca Juga: Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Program CSR Mereka mungkin adalah seorang petani yang menjaga keberlanjutan lahan pertanian, pengusaha kecil yang berinovasi, aktivis lingkungan yang memperjuangkan pelestarian hutan, atau guru yang mendidik generasi muda dengan tulus. Apapun latar belakang mereka, local hero memiliki satu hal yang sama: hubungan dan pengaruh yang kuat dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya. Peran Local Hero dalam Program Keberlanjutan Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, keberadaan local hero memegang peranan penting dalam mendukung keberhasilan program keberlanjutan. Keterbatasan yang dimiliki oleh perusahaan untuk hadir setiap waktu di tengah-tengah masyarakat menjadi alasan utama nya. Berikut adalah peran dari local hero dalam mendukung keberasilan program. 1. Penghubung Perusahaan dengan Masyarakat Local hero adalah jembatan komunikasi yang vital antara perusahaan dengan masyarakat. Local hero dapat menyampaikan informasi tentang program keberlanjutan perusahaan dengan cara yang mudah dipahami oleh masyarakat lokal. Selain itu, keterlibatannya dalam program keberlanjutan juga dapat memfasilitasi dialog antara perusahaan dengan masyarakat. Sehingga program yang dijalankan dapat sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi lokal. Melalui keterlibatan aktif dalam komunitas, local hero membantu membangun hubungan yang kuat antara perusahaan dan masyarakat. Pada akhirnya memperkuat keberhasilan dan dampak positif dari program keberlanjutan tersebut. 2. Penggerak Masyarakat Local hero adalah penggerak masyarakat yang paling efektif. Mereka memainkan peran yang krusial dalam mendorong dan memobilisasi masyarakat untuk aktif terlibat dalam program-program keberlanjutan. Dengan menjadi contoh nyata bagi orang-orang di sekitarnya, local hero dapat memberi pengaruh bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan dari mulai perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi. Seorang local hero menjadi figur penting dalam komunitasnya karena bisa menjadi sumber inspirasi dan teladan bagi orang lain. Selain memberikan dampak positif dalam berbagai cara, secara tidak langsung juga membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat, membantu mereka yang membutuhkan, atau mempromosikan nilai-nilai sosial dan budaya yang penting bagi komunitas. Hal ini yang membuat peran local hero mampu menciptakan dampak signifikan, utamanya untuk mendorong pesan yang ingin disampaikan sebuah korporasi. 3. Agen Perubahan di Masyarakat Keberadaan local hero adalah katalisator untuk transformasi positif dalam meningkatkan kesejahteraan dan kelestarian lingkungan melalui program keberlanjutan. Keberadaan local hero dapat menciptakan efek domino yang menggerakkan perubahan positif secara berkelanjutan dalam masyarakat. Menciptakan dampak yang jauh lebih besar daripada yang dapat dicapai oleh perusahaan secara langsung. Ketika hubungan erat telah terjalin dengan local hero, perusahaan dapat menjaring dan mengajak sebanyak-banyaknya masyarakat untuk  bergabung dan terlibat aktif dalam program.  Bagaimana Menciptakan Local hero dalam Program Keberlanjutan? 1. Mengakomodasi Aspirasi dan Kebutuhan Munculnya Local hero dalam program keberlanjutan perusahaan diawali oleh terakomodasi aspirasi dan kebutuhan Local hero dan masyarakat lainnya oleh perusahaan. Proses ini melibatkan pendekatan yang proaktif terhadap kondisi lokal, dengan memahami secara mendalam potensi, masalah, kebutuhan, dan aspirasi komunitas. Dengan mengidentifikasi kondisi masyarakat setempat, perusahaan dapat menyesuaikan program keberlanjutan mereka agar relevan dan berdampak signifikan. Yang tak kalah penting, langkah ini juga dapat menumbuhkan partisipasi aktif masyarakat dan mengidentifikasi potensi individu-individu yang dapat menjadi agen perubahan lokal. 2. Melibatkan dalam setiap proses keberlanjutan Rasa memiliki terharap program dan dorongan seorang local hero untuk berkontribusi di dalamnya tumbuh karena dilibatkannya ia dalam setiap tahapan program. Sejak perencanaan, pelaksanaan, hingga monitoring dan evaluasi. Seorang Local hero akan merasa dihargai dan merasa jadi bagian yang menentukan keberhasilan program ketika kehadirannya diakui, pendapatnya didengarkan, dan pada setiap langkah dari program terdapat sumbangsihnya. Ketika perusahaan terlibat dengan seorang local hero yang memiliki pengaruh dan reputasi baik di masyrakat, perusahaan dapat menciptakan ketertarikan emosional dan relevansi yang kuat dengan stakeholder terkait. Hal ini dapat menumbuhkan citra positif di mana perusahaan tersebut dinilai peduli dengan nilai-nilai masyarakat lokal sehingga mendorong efek domino positif yang mendukung keberhasilan program. 3. Peningkatan Kapasitas Terus Menerus Local hero ialah individu dalam masyarakat yang memiliki kemampuan dan kapasitas yang lebih tinggi dibanding dengan masyarakat lainnya. Dengan kemampuan yang dimilki, seorang local hero dapat menciptakan perubahan dan pengaruh positif dan bagi masyarakat lainnya. Kapasitas yang dimilikinya juga menjadi modal penting dalam mendukung keberhasilan dan menciptakan berbagai inovasi dalam program. Peningkatan kapasitas ini dapat berupa pengikutsertaan pada pelatihan, pendidikan, dan sumber pengetahuan lainnya yang memungkinkan seorang local hero dalam komunitas dapat berkembang dan mengeksplorasi potensi mereka secara optimal. 4. Komunikasi Intensif Hubungan baik antara perusahaan dan local hero yang memiliki pengaruh positif di masyarakat tercipta berkat komunikasi yang terbuka, jelas, dan berkelanjutan memainkan peran kunci dalam memperkuat. Komunikasi ini dapat dilakukan melalui pertemuan rutin, pelatihan, dan media komunikasi lainnya. Komunikasi yang intensif ini juga dapat menjadi wadah pertukaran ide dan gagasan yang memperkuat peran mereka sebagai pemimpin lokal. membentuk kemitraan yang saling menguntungkan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dalam Kesimpulan Setiap individu dapat menjadi local hero dengan caranya masing-masing melalui kontribusi positif pada masyarakat sekitar. Namun, penting untuk dicatat bahwa upaya kolaborasi dengan local hero harus didasarkan pada nilai-nilai bersama dan dampak positif yang nyata pada komunitas. Jika upaya ini dianggap sebagai tindakan pemasaran semata, maka dapat merusak reputasi korporasi/merek. Oleh karena itu, kolaborasi dengan local hero harus dilakukan dengan integritas dan komitmen yang kuat terhadap tujuan bersama.
Olahkarsa on
Benefit ESG
ESG

Ketahui 6 Benefit Menerapkan ESG dalam Strategi Bisnis

Environmental, Social, dan Governance (ESG) menjadi konsep yang semakin populer dalam lanskap bisnis saat ini. Selain karena tuntutan kepatuhan dan regulasi serta dorongan dari para stakeholder yang semakin sadar akan pentingnya mengimplementasikan bisnis yang bertanggung jawab, para pelaku bisnis ini juga mulai menyadari namun juga banyak benefit dari penerapan praktik ESG tersebut. Lantas apa saja benefit yang akan didapatkan oleh perusahaan ketika menerapkan ESG dalam strategi bisnisnya? 1. Pendekatan Bisnis yang Lebih Komprehensif Integrasi ESG ke dalam strategi bisnis memungkinkan perusahaan untuk mengadopsi pendekatan yang lebih holistik terhadap tata kelola bisnis mereka. Ini dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor ESG di samping persyaratan kepatuhan lainnya yang telah ditetapkan sebelumnya. Perusahaan dapat memperluas jangkauan risiko dan peluang, sehingga menghasilkan jaminan yang lebih kuat dan komprehensif. Baca Juga: CSR, ESG, dan SDGs: Apa Bedanya? Mana yang Terbaik? Dengan implementasi ESG, perusahaan bukan hanya memperhatikan aspek-aspek finansial, namun juga kinerja non finansial yang saat ini menjadi faktor yang sama pentingnya. ESG sebagai indikator kinerja non finansial yang sebelumnya kurang diperhatikan perusahaan. 2. Pengelolaan Risiko Bisnis Perusahaan yang menerapkan ESG dalam strategi bisnisnya cenderung dapat mengidentifikasi dan mengelola risiko secara lebih efektif. Terutama risiko terkait dampak lingkungan dan sosial yang dapat berpengaruh terhadap reputasi. Penerapan ESG juga dapat menghindarkan perusahaan dari risiko terkait dengan kepatuhan regulasi. Sebab, kerangka dan indikator ESG membantu perusahaan mempraktikan bisnis yang sesuai dengan regulasi baik dalam aspek lingkungan, sosial, maupun tata kelola. Ini dapat membantu perusahaan menghindari konsekuensi hukum dan sosial yang dapat merusak reputasi perusahaan. Dengan mengidentifikasi risiko secara dini, perusahaan dapat segera mengambil tindakan dalam mengatasi risiko ESG dengan tepat sebagai bukti pengelolaan risiko ESG kepada pemangku kepentingan. 3. Meningkatkan Efisiensi dan Efektivitas Biaya Dengan mengadopsi praktik ESG, perusahaan dapat menghemat biaya operasional dalam berbagai aspek bisnis. Ini berkat berbagai tindakan, mulai dari efisiensi energi dan pengelolaan limbah yang lebih baik, penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan, hingga kepatuhan terhadap regulasi dan peningkatan reputasi. Misalnya, dengan menginvestasikan dalam teknologi hijau dan praktik efisiensi energi, perusahaan dapat menurunkan biaya operasional jangka panjang mereka dan mengurangi ketergantungan pada sumber daya fosil yang mahal dan terbatas. Kedua, penerapan ESG juga dapat membantu dalam menghemat biaya rantai pasok. Dengan memprioritaskan mitra bisnis yang mematuhi standar ESG yang tinggi, perusahaan dapat memastikan keberlanjutan dan keandalan rantai pasok mereka. Ini mengurangi risiko terhadap perubahan iklim, kepatuhan hukum, serta potensi gangguan pasokan yang dapat berdampak negatif pada operasi. Dengan memperkuat rantai pasok, perusahaan dapat menghindari biaya tambahan yang timbul akibat kerusakan atau gangguan pada proses produksi dan distribusi. Terakhir, dengan memiliki sistem pelaporan yang terstruktur dan transparan tentang kinerja lingkungan, sosial, dan tata kelola, perusahaan dapat lebih efektif dalam mengidentifikasi area-area di mana mereka dapat meningkatkan kinerja operasional mereka. Sistem pelaporan yang baik juga membantu perusahaan untuk memenuhi persyaratan regulasi yang semakin ketat terkait dengan tanggung jawab lingkungan dan sosial perusahaan. Dengan demikian, perusahaan dapat menghindari biaya denda dan sanksi, hingga yang mungkin diberlakukan akibat pelanggaran regulasi. 4. Peningkatan Reputasi di Hadapan Pemangku Kepentingan Integrasi ESG dalam operasi bisnis perusahaan dapat menumbuhkan hubungan dan kepercayaan yang lebih kuat dengan para stakeholder. Stkakeholder ini meliputi pelanggan, investor, regulator, dan masyarakat luas. Sebab pelaporan ESG tidak hanya sebagai pelaporan kinerja semata, namun juga merupakan salah satu wadah komunikasi untuk menunjukkan kepada stakeholder bagaimana bentuk nyata tanggung jawab dan potensi perusahaan dalam upaya peningkatan performa bisnis yang berlandaskan prinsip keberlanjutan. Manfaat lain saat perusahaan mempublikasikan laporan keberlanjutannya adalah mencerminkan kepada stakeholder bahwa perusahaan mampu menjalankan bisinis nya dalam jangka panjang, sehingga mau berinvestasi. Baca Juga: Mengungkap 7 Miskonsepsi tentang ESG ESG membantu perusahaan senantiasa melakukan perbaikan. Menurut Indah, kesempatan tersebut bakal meningkatkan reputasi perusahaan. Reputasi itu didapat saat perusahaan konsisten bercerita tentang upaya tata kelola perusahaan kepada stakeholder. Pasalnya mengimplementasikan ESG butuh keseriusan dengan mempertimbangkan tools, sumber daya, keterlibatan masyarakat, aspek regulasi, dan manajemen. 5. Keunggulan Kompetitif Baru Pengungkapan kinerja ESG dapat meningkatkan daya saing perusahaan dengan kompetitor lainnya. Dengan fokus pada praktik bisnis yang berkelanjutan, perusahaan cenderung untuk menciptakan produk dan layanan yang lebih ramah lingkungan, lebih efisien secara energi, dan lebih sesuai dengan kebutuhan sosial masyarakat. Inovasi semacam ini tidak hanya menarik pelanggan yang peduli dengan lingkungan dan sosial, tetapi juga membuka peluang baru untuk menciptakan pasar yang lebih luas dan menarik segmen pasar yang belum terjamah sebelumnya, dibanding dengan para kompetitor yang belum menerapkan ESG. 6. Pertumbuhan Revenue Dengan semakin banyaknya konsumen yang memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola dalam keputusan pembelian mereka, perusahaan yang memprioritaskan praktik-praktik berkelanjutan memiliki keunggulan kompetitif yang kuat. Pelanggan cenderung lebih condong memilih produk dan layanan dari perusahaan yang memiliki reputasi yang baik dalam hal ESG. Pada gilirannya dapat menghasilkan pertumbuhan pendapatan yang stabil dan berkelanjutan. Citra merek yang dihubungkan dengan praktik bisnis yang bertanggung jawab cenderung memiliki loyalitas pelanggan yang lebih tinggi. Loyalitas pelanggan ini dapat menghasilkan peningkatan penjualan dan pangsa pasar yang signifikan. Selain itu, perusahaan yang dianggap memiliki kinerja ESG yang baik juga lebih menarik bagi investor yang peduli dengan dampak sosial dan lingkungan dari investasi mereka. Hal ini dapat menghasilkan dukungan finansial tambahan dan memperluas akses ke modal. Dengan demikian, penerapan ESG dalam strategi bisnis tidak hanya menghasilkan benefit bagi masyarakat dan lingkungan, namun juga mendorong pertumbuhan pendapatan perusahaan. Dengan memprioritaskan praktik-praktik berkelanjutan ini, perusahaan dapat memperkuat posisi mereka di pasar dan menciptakan nilai jangka panjang bagi semua pemangku kepentingan mereka. Kesimpulan ESG semakin populer dan dipandang penting oleh banyak bisnis dari berbagai sektor untuk diterapkan . Penerapan ESG tidak hanya menghasilkan manfaat bagi sosial dan lingkungan, namun banyak benefit yang akan didapatkan oleh perusahaan. Manfaat-manfaat inilah yang kemudian mendukung keberhasilan bisnis dalam jangka panjang. Sehingga, posisi ESG bergeser bukan hanya sekedar tuntutan, namun kebutuhan.
Olahkarsa on
Pemulung Pahlawan Ekonomi Sirkular
Community Development, Ekonomi Sirkular

Pemulung: Pahlawan Ekonomi Sirkular yang Terlupakan

Pemulung, pekerjaan yang sering kali diabaikan oleh banyak orang, ternyata memiliki peran penting dalam mendorong ekonomi sirkular. Pemulung adalah pahlawan tak terlihat yang patut dihormati. Mereka yang mengangkut sampah di jalanan, bahkan yang hanya satu botol atau dua botol, tanpa disadari telah berkontribusi besar dalam mendaur ulang sampah. Keberadaan pemulung tidak hanya membantu mengatasi masalah sampah, tetapi juga secara tidak langsung membantu mendukung penerapan sirkular ekonomi di Indonesia. Mereka mengumpulkan sampah yang dapat didaur ulang, mengurangi pencemaran lingkungan. Dengan kontribusi mereka, beban lingkungan akibat sampah dapat berkurang. Besarnya Jumlah Pemulung di Indonesia Pemulung adalah orang yang pekerjaannya memungut dan mengumpulkan barang-barang-barang bekas berupa plastik, kertas, kardus, kaleng, pecahan kaca, besi tua dan barang bekas lainnya. Di Indonesia, jumlah masyarakat yang berprofesi sebagai pemulung cukup banyak. Berdasarkan data dari Ikatan Pemulung Indonesia (IPI), saat ini terdapat 3,7 juta orang di 25 provinsi yang bergantung pada sampah plastik dan sampah daur ulang lain untuk mencari nafkah. Jumlah tersebut belum termasuk sembilan provinsi yang belum didata oleh IPI. Ketua IPI mengatakan, apabila ditambah dengan data sembilan provinsi, jumlahnya bisa mencapai 5 juta orang. Dianggap Sepele dan Kerap Kali Direndahkan Namun, sangat disayangkan bahwa banyak orang yang masih menganggap sepele atau bahkan menganggap pemulung sebagai masalah. Bahkan yang lebih parah, banyak di antaranya yang merasa risih dengan keberadaan pemulung dan cenderung untuk menghindari interaksi dengan pemulung. Orang-orang lebih memilih untuk membakar dan memusnahkan sampah-sampah yang notabene masih memiliki nilai untuk didaur ulang, ketimbang menyerahkannya kepada para pemulung. Padahal, mereka memiliki hak yang sama untuk hidup layak dan sejahtera. Pulungan sampah yang didapatkan setelah seharian berkeliling adalah sumber penghidupan para pemulung. Selain itu, keberadaan mereka juga bisa menjadi salah satu solusi dalam penanganan masalah sampah jika diberi kesempatan dan dukungan yang baik.  Berperan Besar Dalam Proses Daur Ulang Sampah Jumlah pemulung yang banyak di berbagai wilayah tanpa disadari telah membantu proses daur ulang sampah. Setelah memperoleh sampah-sampah daur ulang, para pemulung biasanya akan memilah sampah terlebih dahulu berdasarkan jenisnya sebelum dijual kepada pengepul. Dari pengepul, sampah-sampah tersebut kemudian akan diserahkan kepada pabrik-pabrik daur ulang untuk dicacah dan diolah menjadi bahan baku berbagai produk daur ulang. Bahan baku daur ulang yang berupa biji plastik, kertas/karton daur ulang, logam dll. tersebut kemudian diolah kembali oleh perusahaan yang membutuhkan untuk menjadi penyusun berbagai produk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Hingga sekarang, siklus daur ulang sampah ini masih mendominasi dengan peran para pemulung di dalamnya. Luput dari Perhatian Pembangunan Besarnya peran yang diberikan oleh para pemulung tersebut nyatanya masih belum dibarengi dengan perhatian serius berbagai pihak terharap kesejahteraan mereka. Banyak pemulung yang masih terperangkap dalam jeratan kemiskinan. Harga barang bekas yang rendah di tangan pengepul serta minimnya keterampilan dan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh para pemulung adalah beberapa penyebabnya. Selain itu, program-program yang berasal pemerintah maupun swasta yang menyasar para pemulung masih sangat minim. Padahal masyarakat yang menjalani profesi ini cukup besar dan selalu ada di setiap wilayah. Pemerintah dan Swasta Perlu Terlibat Para pelaku bisnis dan pemerintah memegang peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan para pemulung yang telah berkontribusi dalam ekonomi sirkular. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menciptakan kebijakan dan program perlindungan sosial yang mendukung keluarga pemulung, termasuk akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan pelatihan keterampilan. Sektor bisnis juga memiliki kesempatan untuk berkolaborasi dengan pemulung guna meningkatkan harga barang bekas. Perusahaan yang bergerak dalam lini bisnis dengan bahan baku yang dapat digantikan dari sampah daur ulang, dapat mengambil peran ini. Hal ini dapat dilakukan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) dengan pendekatan Creating Shared Value (CSV), di mana perusahaan mengintegrasikan kebutuhan bisnis nya dengan program tanggung jawab sosial. Baca Juga: Creating Shared Value, Masa Depan Binsnis Berkelanjutan Dengan program yang berbasis pada CSV ini, perusahaan tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan bahan baku yang lebih ramah lingkungan, namun dapat memberikan harga yang lebih adil untuk barang bekas yang telah dikumpulakan oleh para pemulung. Diharapkan kesejahteraan pemulung dapat ditingkatkan, sembari mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Kesimpulan Profesi Pemulung memiliki peran dan potensi besar dalam mendukung ekonomi sirkular di Indonesia. Namun sayangnya profesi ini kerap kali dipandang sebelah mata dan luput dari program-program pembangunan. Sektor bisnis perlu membuka akses dan ruang bagi para pemulung untuk ikut terlibat dalam inisiatif-inisiatif sirkular ekonomi yang lebih luas. Melalui program CSR berbasis pendekatan CSV, perusahaan dapat mengambil peran ini. Pemerintah juga memegang peranan penting untuk menjamin menjadi kesejahteraan sosial dan akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan serta dukungan lainnya.
Olahkarsa on
Prinsip Ekonomi Sirkular
Ekonomi Sirkular

10 Prinsip Ekonomi Sirkular yang Wajib Kamu Ketahui!

Ditengah tantangan krisis iklim dan degradasi lingkungan yang kian mendesak, paradigma ekonomi tradisional yang mengeksploitasi habis-habisan sumber daya alam serta mengabaikan dampak lingkungan menjadi tidak relevan dan harus segera bertransformasi. Model ekonomi tradisional atau linear ini menimbulkan berbagai permasalahan seperti emisi karbon dan kerusakan lingkungan. Selain itu, daya tampung dan daya dukung lingkungan terbatas membuat model ekonomi linear tidak berkelanjutan Salah satu upaya kongkret yang saat ini telah dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia adalah pembangunan rendah karbon melalui penerapan ekonomi sirkular. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam konsep ekonomi sirkular menawarkan solusi yang dapat mengubah cara kita memandang penggunaan sumber daya dan produksi barang. Lantas bagaimana ekonomi sirkular dan apa saja prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya? Mengenal Ekonomi Sirkular Secara sederhana, ekonomi sirkular diartikan sebagai model ekonomi yang melibatkan semua produk dan material yang dirancang untuk dapat digunakan kembali (reused), diproduksi kembali (remanufactured), didaur ulang (recycled) atau diambil kembali manfaatnya (recovered), dan dipertahankan di dalam kegiatan ekonomi selama mungkin.   Baca Juga: Menyelami Dinamika Sejarah dan Pertumbuhan Ekonomi Sirkular Model ekonomi sirkular didesain untuk menggantikan model ekonomi linear, di mana produk didesain untuk dibuat, dipakai, dan dibuang (prinsip take-make dispose). Model ekonomi linear menjadikan produsen akan terus menerus mengambil sumber daya alam untuk menghasilkan produk baru. Dengan asumsi bahwa sumber daya alam tak terbatas. Dalam ekonomi sirkular, nilai manfaat sebuah produk terus dipertahankan dalam sebuah siklus sehingga dapat memperpanjang masa pakai produk tersebut dan menghemat sumber daya yang ada. Mengapa Model Ekonomi Sirkular Rendah Karbon dan Hemat Sumber Daya? Ada beberapa alasan mengapa model ekonomi sirkular disebut sebagai pembangunan ekonomi rendah karbon yang dapat menekan laju pemanasan global dan perubahan iklim, serta hemat sumber daya yang dapat menekan degradasi lingkungan. Hal ini disebabkan oleh praktik sirkular yang dapat mengurangi jumlah Gas Rumah Kaca (GRK) serta mengoptimalkan sumber daya yang ada melalui: 1. Penurunan Jumlah Limbah yang Terbuang di TPA Salah satu pemicu terjadinya pemanasan global adalah keberadaan gas metana yang dihasilkan dari sampah dan limbah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Model ekonomi sirkular berupaya mengurangi limbah yang dihasilkan dari sebuah produk dengan cara menggunakan kembali (reuse), mendaur ulang (recycle), atau mengambil kembali manfaatnya (recover). Hal ini akan mengurangi jumlah limbah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). 2. Penggunaan Bahan Baku Alternatif yang Lebih Hemat Energi Model ekonomi sirkular menekankan penggunaan input bahan baku yang terbarukan, material berbasis biologis, energi terbarukan, dan material yang dapat didaur ulang. Misalnya volume penggunaan kayu yang lebih besar dan konstruksi berbasis kayu yang lebih banyak dibandingkan beton. Hal ini menjadikan output yang dihasilkan dari model ekonomi sirkular juga rendah karbon & lebih ramah lingkungan dan tentunya meminimalisir degradasi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui. 3. Memerpanjangan Masa Pakai Sumber Daya Ekonomi Sirkular berupaya memperpanjang masa pakai sumber daya guna menekan limbah ke TPA. Hal ini dilakukan dengan upaya perbaikan produk yang rusak, pembelian barang bekas pakai yang masih layak, dan pemeliharaan produk secara berkala. 4. Pengurangan Sumber Daya Baru yang Dipakai Implementasi model ekonomi sirkular berupaya mengurangi penggunaan bahan baku baru yang didapat dari eksploitasi sumber daya alam. Hal ini dilakukan dengan pemulihan sumber daya atau energi yang berasal dari limbah menjadi bahan baku sekunder yang regeneratif. 10 Prinsip Ekonomi Sirkular untuk Mewujudkan Pembangunan Rendah Karbon Prinsip ekonomi sirkular yang berfokus pada pengurangan konsumsi sumber daya dan material dalam rantai produksi guna mewujudkan pembangunan yang rendah karbon, dirangkum dalam kerangka 9R. Kerangka 9R terdiri dari 10 prinsip ekonomi sirkular yang diurutkan dari 0 s.d. 9, dan terbagi menjadi 3 bagian besar, yaitu (1) membuat dan menggunakan produk dengan lebih cerdas; (2) memperpanjang usia pakai produk; dan (3) mengambil manfaat dari material. Penomoran 10 prinsip di dalam kerangka 9R tersebut menggambarkan tingkat sirkularitas dalam mendukung ekonomi sirkular, di mana semakin kecil nomor R maka semakin tinggi nilai sirkularitasnya, dan semakin besar nomor R artinya semakin mendekati praktik ekonomi linear. Membuat dan Menggunakan Produk dengan Lebih Cerdas 1. Refuse (R0) Prinsip ekonomi sirkular pertama adalah Refuse, yakni membuat suatu produk tidak diperlukan lagi karena produk lain dapat memberikan fungsi yang sama sehingga tidak perlu memproduksi produk baru. Refuse menghindari penggunaan produk yang nantinya berpotensi menjadi sampah. Contohnya, menolak untuk membeli ketika ada penawaran produk yang tidak kita butuhkan atau produk yang dapat merusak lingkungan. 2. Rethink (R1) Prinsip kedua adalah Rethink yakni menggunakan produk secara lebih intensif. Salah satu contoh penerapan prinsip ini adalah dalam pengelolaan air di Jakarta International Stadium (JIS). Untuk menghemat air, fasilitas-fasilitas seperti wastafel, keran tembok, serta shower memiliki fitur auto-stop. Nantinya air limbah dari fasilitas tersebut akan digunakan lagi untuk menyiram tanaman dan rumput lapangan, termasuk untuk air untuk flushing toilet. 3. Reduce (R2) Prinsip ketiga adalah Reduce, yakni meningkatkan efisiensi produksi dengan menggunakan lebih sedikit material. Salah satu contoh penerapan prinsip ini dilakukan oleh Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia. Sejak tahun 2015 hingga 2021, CCEP Indonesia melaksanakan inisiatif lightweighting terhadap desain dan kemasan produk merek-merek di bawah naungan CCEP Indonesia, terutama produk dengan kemasan berbahan plastik (PET). Hal ini dilakukan dengan mengurangi berat plastik virgin pada setiap botolnya sesuai dengan konsep R2 (Reduce). Memperpanjang Usia Pakai Produk 4. Reuse (R3) Prinsip keempat adalah Reuse, yakni menggunakan kembali produk yang masih layak pakai untuk mengurangi sampah/limbah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Salah satu perusahaan yang telah menerapkan prinsip ini adalah PT Tirta Investama/Danone Aqua. Perusahaan ini telah menggunakan galon yang bisa diisi ulang oleh konsumen. Praktik ini dapat meminimalisir jumlah sampah plastik yang masuk ke TPA. 5. Repair (R4) Prinsip kelima adalah Repair, yakni memperbaiki produk yang sudah rusak. Upaya ini bertujuan untuk memperpanjang masa pakai produk sehingga dapat meminimalisir limbah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) serta mencegah pembuatan produk baru yang menggunakan sumber daya. Salah satu perusahaan yang menerapkan prinsip ini adalah Garuda Maintenance Facility Aero Asia (GMF). Perusahaan ini menyediakan jasa perbaikan pesawat terbang yang dapat memperpanjang masa pakai pesawat. Pada umumnya, hampir setiap perusahaan juga melakukan upaya-upaya perbaikan untuk memperpanjang masa pakai alat-alat produksi yang mereka miliki. Selain untuk meminimalisir sampah dan limbah yang masuk ke lingkungan, upaya perbaikan juga lebih ekonomis daripada membeli yang baru. 6. Refurbish (R5) Prinsip selanjutnya adalah Refurbish, yakni memulihkan produk, biasanya produk yang sudah lama, agar dapat berfungsi kembali. Salah satu perusahaan yang telah berhasil mengimplementasikan prinsip ini adalah PT Kuku Sejati Dinamika. Bahkan, perusahaan ini menjadikan barang-barang refurbish sebagai inti bisnisnya. Mereka melakukan rekondisi ulang produk-produk lama yang dikirim dari pabrik dan distributor resmi, lalu menjualnya kembali dengan harga di bawah pasar. Produk-produk tersebut kemudian dibagi ke dalam empat grade/tingkatan sebagai berikut: Grade A: Fungsi produk berfungsi 100% dengan kondisi fisik seperti baru. Grade B: Fungsi produk berfungsi 100%. Kondisi fisik memiliki tanda-tanda seperti sudah pernah digunakan. Grade C: Fungsi produk berfungsi 100%. Kondisi fisik memiliki cacat fisik ringan seperti goresan atau penyok namun tidak mengurangi fungsi produk. Grade D: Fungsi produk berfungsi 100%. Kondisi fisik memiliki cacat fisik yang cukup terlihat seperti goresan atau penyok namun tidak mengurangi fungsi produk. 7. Remanufacture (R6) Prinsip selanjutnya adalah Remanufacture, yakni menggunakan sebagian komponen dari produk lama yang sudah tidak berfungsi untuk digunakan di produk baru dengan fungsi yang sama. Salah satu perusahaan yang telah mengimplementasikan prinsip ini adalah PT Komatsu Remanufacturing Asia. Perusahaan ini bergerak dalam usaha pemanfaatan kembali material penting dari mesin dan bagian-bagian alat berat dengan melakukan remanufaktur dan rekondisi komponen alat berat agar kembali sesuai dengan spesifikasinya. Dengan langkah ini, PT Komatsu Remanufacturing Asia membantu mengurangi limbah elektronik serta memperpanjang masa pakai peralatan berat, yang pada akhirnya membantu mengurangi dampak lingkungan dan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya yang menjadi bahan baku pembuatan berbagai komponen tersebut. 8. Repurpose (R7) Prinsip selanjutnya adalah Repurpose, yakni menggunakan sebagian dari produk lama yang sudah tidak berfungsi untuk digunakan pada produk baru dengan fungsi yang berbeda. Salah satu perusahaan yang telah menerapkan prinsip ini adalah PT Astra Agro Lestari. Perusahaan ini mengolah limbah cair dari kegiatan operasionalnya pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Olahan yang sudah memenuhi standar baku mutu ini kemudian dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair pada lahan perkebunan. Sedangkan limbah padat berupa tandan kosong kelapa sawit dan abu boiler dimanfaatkan untuk mengganti sebagian pupuk kimia di lahan perkebunan. PT Astra Agro Lestari juga menggunakan bahan bakar biomassa dari limbah proses produksi berupa serabut dan cangkang kelapa sawit. Pemanfaatannya untuk bahan bakar boiler yang menghasilkan uap untuk pembangkit listrik dan untuk kebutuhan proses pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi Crude Palm Oil (CPO). Biomassa ini digunakan di semua pabrik kelapa sawit milik Perseroan Astra Agro Lestari. Mengambil Manfaat dari Material 9. Recycle (R8) Prinsip selanjutnya adalah Recycle atau daur ulang, yakni mengolah sebuah material untuk menghasilkan material yang sama (dengan kualitas yang sama atau lebih rendah). Salah satu perusahaan yang telah sukses mengimplementasikan prinsip ini adalah Great Giant Pineapple. GGP berupaya mendaur ulang limbah kulit nanas dan ampas singkong yang merupakan limbah operasional perusahaan, menjadi pakan ternak untuk memenuhi kebutuhan ternak sapi milik anak perusahaan. Dengan langkah ini, perusahaan tidak hanya meminimalisir limbah yang masuk ke lingkungan, namun juga mendapatkan manfaat ekonomi dari hasil daur ulang tersebut. 10. Recover (R9) Prinsip ekonomi sirkular terakhir adalah Recover, yakni proses pembakaran material untuk diambil energinya. Salah satu perusahaan yang telah berhasil mengimplementasikan prinsip ini adalah PT Solusi Bangun Indonesia (SBI). PT SBI menggunakan sekam padi dan biji sawit yang tidak terpakai lagi sebagai pengganti batu bara. Inisiatif ini turut mengurangi emisi CO2 yang timbul apabila kedua jenis limbah ini dibiarkan membusuk begitu saja. Pemakaian limbah ini juga ikut menyumbang pendapatan bagi para pengusaha di daerah yang memasok biomassa secara rutin. PT SBI juga telah mengolah sampah perkotaan melalui teknologi Refuse-Derived Fuel (RDF) menjadi bahan bakar alternatif pengganti batu bara. Lewat cara ini, PT SBI berhasil mengurangi tumpukan sampah di TPA sembari terus mendapatkan energi alternatif untuk menggerakkan operasional perusahaannya. Kesimpulan Implementasi dan manfaat dari penerapan ekonomi sirkular memang tidak sepenuhnya dapat kita rasakan secara langsung. Meski demikian, dalam jangka waktu yang lebih panjang, hasil dari praktik sirkular dapat berimbas pada kehidupan kita dan juga makhluk hidup lainnya, di mana kita dapat menekan emisi gas rumah kaca secara signifikan dan mengurangi degradasi lingkungan, sehingga dapat menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan.
Olahkarsa on
Kredit Karbon Berbasis Masyarakat
Community Development, Environmental

Membangun Proyek Kredit Karbon Berbasis Masyarakat

Krisis iklim adalah tantangan yang saat ini tengah di hadapi oleh seluruh negara di dunia. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dalam laporannya mengenai situasi iklim terkini pada Senin 20 Maret 2023 menyebutkan bahwa krisis iklim telah terjadi sangat cepat. Merujuk pada laporan tersebut, emisi karbon yang dihasilkan oleh aktivitas manusia adalah penyebab utama dari krisis iklim. Salah satu upaya pemerintah yakni dengan menerapkan mekanisme kredit karbon atau carbon credit.  Mengenal Kredit Karbon Kredit karbon (carbon credit) adalah representasi dari ‘hak’ bagi sebuah perusahaan untuk mengeluarkan sejumlah emisi karbon atau gas rumah kaca lainnya dalam proses industrinya. Satu unit kredit karbon setara dengan penurunan emisi 1 ton karbon dioksida (CO2). Upaya pengurangan emisi yang setara ini dilakukan di tempat lain melalui proyek-proyek kredit karbon. Apabila suatu perusahaan menggunakan kredit lebih sedikit daripada yang dibelinya (menghasilkan lebih sedikit emisi), ia dapat memperdagangkan dan menjual kreditnya kepada pihak lain yang membutuhkan dan ia akan mendapatkan insentif. Namun apabila perusahaan menggunakan lebih banyak melebihi kredit yang dimilikinya, maka ia diwajibkan untuk membeli kredit karbon dari perusahaan lain. Proses transaksi kredit karbon ini dilakukan melalui Bursa atau Perdagangan Kabon. Insentif yang didapatkan oleh sebuah perusahaan dari perdagangan karbon ini kemudian dapat digunakan untuk menghasilkan kembali kredit karbon melalui berbagai kegiatan. Nature Bassed Sollution: Langkah Efektif Menciptakan Kredit Karbon Salah satu langkah paling efektif untuk menciptakan kredit karbon adalah melalui inisiatif nature-bassed sollution (NBS). NBS adalah sebuah solusi yang memanfaatkan kekuatan alam untuk mengatasi berbagai tantangan lingkungan, sosial, maupun ekonomi. Baca Juga: Peran Strategis Karbon Biru Dalam Mitigasi Perubahan Iklim Dalam konteks menciptakan kredit karbon, solusi-solusi ini mencakup berbagai tindakan untuk melindungi, memulihkan, atau mengelola ekosistem yang menjadi penyerap karbon. Seperti kawasan hutan mangrove, hutan lindung, lahan gambut, dan ekosistem penyerap karbon lainnya. Pentingnya Keterlibatan Masyarakat dalam Proyek Creating Carbon Creadit by Nature Bassed Sollution Salah satu pihak yang memiliki peran penting untuk mendukung kesuksesan proyek Karbon Kredit melalui Nature-Based Solution adalah masyarakat lokal. Alasan paling sederhana adalah masyarakat lokal lah yang paling tahu kondisi lokasi dan yang paling sering bersinggungan dengan ekosistem penyimpanan karbon (hutan mangrove, hutan lindung, lahan gambut, dll.). Dalam konteks ini, kolaborasi antara perusahaan dan masyarakat lokal merupakan langkah yang sangat penting. Proyek Kredit Karbon Berbasis Masyarakat menjadi keharusan untuk mendukung keberhasilan. Dengan adanya keterlibatan aktif dari masyarakat lokal, proyek dapat memanfaatkan pengetahuan lokal yang luas tentang lingkungan dan ekosistem yang ada. Masyarakat lokal dapat menjadi mata dan telinga ekosistem tersebut, memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi. Masyarakat juga dapat membantu dalam pemantauan dan pemeliharaan lingkungan secara berkala. Keterlibatan masyarakat lokal juga dapat memperkuat rasa kepemilikan dan tanggung jawab terhadap lingkungan mereka. Melalui program-program pendidikan dan pelatihan, masyarakat dapat diberdayakan untuk secara aktif terlibat dalam kegiatan konservasi dan rehabilitasi lingkungan. Skema Community Development dalam Proyek Karbon 1. Menghormati Hak dan Aturan Lokal Hal pertama yang harus diperhatikan agar masyarakat berpartisipasi dalam proyek karbon adalah menghormati hak dan aturan adat masyarakat setempat. Terutama hak kepemilikan lahan dan norma-norma lainnya. Jangan sampai proyek karbon dilakukan dengan mengklaim lahan masyarakat tanpa izin. Apalagi pada umumnya masyarakat yang tidak memiliki bukti kepemilikan legal seperti hak adat, harus dihormati. Menghindari konflik dan mendapatkan dukungan dari masyarakat adalah kunci untuk menjalankan proyek secara maksimal. 2. Pembentukan Kelompok dan Peningkatan Kapasitas Masyarakat Pembentukan kelompok menjadi langkah awal untuk melibatkan dan meberdayakan masyarakat dalam proyek karbon. Melalui pembentukan kelompok, masyarakat lokal diberi wadah untuk berkolaborasi, berbagi ide, dan memperkuat solidaritas untuk menjalankan berbagai skema proyek karbon ke depannya. Selain itu, keberadaan kelompok juga menjadi sarana pagi perusahaan untuk berkoordinasi, memantau perkembangan, dan mengidentifikasi berbagai kendala yang muncul. Selain itu, peningkatan kapasitas masyarakat merupakan aspek krusial dari skema ini. Masyarakat perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan tentang pelestarian lingkungan dan dampak positif yang bisa dihasilkan melalui partisipasi mereka dalam proyek karbon. Pelatihan tentang teknik-teknik pengelolaan hutan yang berkelanjutan, penggunaan teknologi tepat guna, energi terbarukan, atau keterampilan pembuatan produk untuk meningkatkan ekonomi bisa dilakukan untuk meningkatkan penghidupan masyarakat. 3. Perhutanan Sosial Dalam skema perhutanan sosial, masyarakat dapat mengelola hutan dan menjaga hutan tetap lestari sekaligus mengurangi emisi. Melalui keterlibatan masyarakat dalam skema ini, hutan dapat dijaga dengan lebih efektif dari ancaman deforestasi dan degradasi lahan, yang pada gilirannya membantu mengurangi emisi karbon yang merugikan. Skema ini dapat dilakukan baik pada hutan mangrove, hutan rawa gambut, maupun hutan lindung. Dalam hal ini, pasar karbon dapat memberikan insentif moneter kepada masyarakat lokal untuk memulai proyek. Proyek perhutanan sosial dapat menjual kredit karbon ke pasar karbon, yang kemudian mengembalikan uang kepada masyarakat lokal yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, membangun infrastruktur, pendidikan, atau program pengembangan ekonomi berkelanjutan. Masyarakat juga diberi kesempatan untuk mengelola dan memanfaatkan hasil hutan guna memenuhi kebutuhan mereka, tentunya dengan cara yang tidak merusak. Sebab, pada umumnya, masyarakat adat di sekitar hutan telah tinggal lama di wilayah tersebut dan hanya mengambil hasil hutan sesuai kebutuhan. Intervensi proyek karbon dilakukan hanya untuk memastikan kelestarian ekosistem penyimpanan karbon dan memperkuat ketahanan terhadap berbagai ancaman seperti kebakaran hutan dan bencana. 4. Ekosistem Karbon untuk Ekowisata Skema ini mengintegrasikan dua aspek penting yakni pelestarian karbon sebagai upaya mitigasi perubahan iklim, dan pengembangan pariwisata di sekitar area pelestarian karbon sebagai sumber penghasilan alternatif bagi masyarakat. Masyarakat lokal dilibatkan dalam merancang dan mengelola aktivitas wisata yang ramah lingkungan, seperti trecking, birdwatching, dan tur alam. Infrastruktur yang mendukung ekowisata, seperti jalan setapak dan pondok-pondok observasi alam, dibangun dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip keberlanjutan dan kelestarian lingkungan. Selain itu peningkatan kapasitas masyarakat lokal untuk mengelola wisata dan mengoptimalkan produk UMKM lokal juga dilakukan untuk mendorong manfaat ekonomi bagi masyarakat. Kesimpulan Dengan berbagai langkah pelibatan masyarakat dalam proyek-proyek karbon di atas, selain mendukung keberhasilan proyek karbon, namun juga dapat menjadi alat dalam pemerataan ekonomi, mengatasi ketimpangan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di lapisan bawah. Namun demikian, perlu diingat bahwa proses keterlibatan masyarakat lokal bukanlah sesuatu yang instan. Diperlukan waktu dan upaya untuk membangun hubungan yang baik dan saling percaya antara perusahaan dan masyarakat. Keterlibatan harus didasarkan pada prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi, dan keadilan, serta harus memperhitungkan kebutuhan dan kepentingan masyarakat lokal secara menyeluruh.
Olahkarsa on
Greenflation: Dampak Perubahan Iklim pada Ekonomi Global
Environmental, Insight, Sustainability

Greenflation: Dampak Perubahan Iklim pada Ekonomi Global

Greenflation, yang merujuk pada kenaikan harga di sektor-seluler yang terkait dengan solusi ramah lingkungan atau teknologi hijau, akan diulas secara mendalam dalam artikel ini. Pembahasan mencakup definisi, karakteristik, dampak, pengaruh, dan memberikan beberapa contoh kasus yang relevan. Inflasi hijau muncul dari kenaikan harga material dan energi sebagai hasil dari transisi ke energi hijau. Dalam jangka panjang, komitmen global untuk lingkungan dapat menjadi pemicu inflasi hijau. Contoh konkret greenflation mencakup sektor-sektor terkait energi terbarukan, teknologi hijau, dan solusi ramah lingkungan. Permintaan yang meningkat karena pergeseran dari energi fosil ke energi terbarukan dapat meningkatkan harga barang sejalan dengan ketersediaan pasokan. Memahami dan mengatasi dampak greenflation adalah kunci. Melalui alokasi subsidi dan insentif yang cerdas, kita dapat mencegah inflasi yang berlebihan dan memastikan kelancaran transisi ke energi hijau. Latar Belakang Perubahan Iklim dan Dampaknya pada Ekonomi Global dalam Greenflation Perubahan iklim telah menjadi tantangan global yang mendesak, memengaruhi ekosistem bumi dan memberikan dampak yang signifikan pada berbagai sektor, termasuk ekonomi. Peningkatan suhu global, perubahan pola cuaca, dan fenomena ekstrem seperti banjir, kekeringan, dan badai telah menjadi bukti nyata dari perubahan iklim yang terjadi. Dalam konteks greenflation, perubahan iklim dapat menjadi pemicu utama kenaikan harga di sektor-sektor terkait dengan solusi ramah lingkungan. Pertama-tama, perubahan iklim telah menyebabkan ketidakpastian dalam produksi pangan dan distribusi sumber daya alam. Bencana iklim, misalnya banjir atau kekeringan, merusak pertanian dan bisa menyebabkan kenaikan harga pangan global. Dalam konteks greenflation, hal ini menciptakan tekanan tambahan pada sektor pertanian yang berusaha untuk beralih ke praktik berkelanjutan. Selain itu, upaya global untuk mengurangi emisi karbon dan beralih ke energi terbarukan juga dapat memberikan dampak pada ekonomi. Perubahan dalam kebijakan energi dan peningkatan permintaan terhadap energi hijau dapat menyebabkan kenaikan harga energi secara keseluruhan. Investasi besar dalam teknologi hijau dan infrastruktur berkelanjutan dapat menciptakan tekanan biaya, tercermin dalam harga produk dan layanan. Dalam menghadapi dampak perubahan iklim, banyak negara di seluruh dunia berkomitmen untuk mengadopsi solusi berkelanjutan. Namun, langkah-langkah ini tidak selalu bersifat murah, dan biaya transisi ke ekonomi hijau dapat menciptakan tekanan inflasi. Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang latar belakang perubahan iklim dan dampaknya pada ekonomi global sangat penting dalam konteks greenflation untuk mengidentifikasi strategi yang bijaksana dalam menghadapi tantangan ini. Definisi Greenflation Greenflation adalah istilah yang mengacu pada peningkatan harga di sektor-sektor yang terkait dengan solusi ramah lingkungan atau teknologi hijau. Konsep ini menggabungkan dua elemen kunci, yaitu “green” yang merujuk pada keberlanjutan dan solusi ramah lingkungan, dan “inflation” yang mengacu pada kenaikan umum harga barang dan jasa dalam ekonomi. Greenflation terjadi sebagai hasil dari pergeseran global menuju ekonomi berkelanjutan, di mana tuntutan akan praktik bisnis yang ramah lingkungan dan solusi energi terbarukan semakin meningkat. Dalam konsep greenflation, peningkatan harga tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi tradisional, tetapi juga oleh kebijakan lingkungan dan perubahan dalam preferensi konsumen yang cenderung mendukung produk dan layanan berkelanjutan. Peningkatan permintaan terhadap solusi berkelanjutan dapat menciptakan tekanan tambahan pada pasokan, yang pada gilirannya dapat memicu kenaikan harga. Sementara greenflation dapat mencerminkan perubahan positif menuju ekonomi hijau, seperti peningkatan investasi dalam energi terbarukan, teknologi hijau, dan praktik bisnis berkelanjutan, hal ini juga dapat menimbulkan tantangan ekonomi, terutama jika tidak dielola dengan bijaksana. Oleh karena itu, definisi dan konsep greenflation memerlukan pemahaman mendalam tentang keseimbangan antara keberlanjutan lingkungan dan stabilitas ekonomi. Penyebab Adanya Greenflation Fenomena ini khususnya terkait dengan investasi besar-besaran dalam teknologi ramah lingkungan, energi terbarukan, dan infrastruktur berkelanjutan, yang dapat menimbulkan tekanan harga pada berbagai sektor ekonomi. Berikut beberapa penyebab utama dari greenflation: 1. Permintaan Tinggi terhadap Bahan Baku Transisi ke energi hijau membutuhkan bahan baku seperti litium, kobalt, tembaga, dan nikel yang digunakan dalam pembuatan baterai, panel surya, turbin angin, dan teknologi hijau lainnya. Permintaan yang tinggi terhadap bahan-bahan ini, yang sering kali melebihi pasokan, dapat menyebabkan kenaikan harga bahan baku tersebut. 2. Investasi Awal yang Besar Pembangunan infrastruktur hijau, seperti pembangkit listrik terbarukan dan jaringan listrik yang diperbarui, memerlukan investasi awal yang besar. Biaya ini dapat diteruskan ke konsumen dalam bentuk harga energi yang lebih tinggi, setidaknya dalam jangka pendek, hingga skala ekonomi tercapai. 3. Keterbatasan Kapasitas Produksi Kapasitas produksi untuk teknologi hijau tidak selalu bisa dengan cepat menyesuaikan diri dengan lonjakan permintaan. Keterbatasan ini dapat menyebabkan bottleneck (kekurangan pasokan) yang meningkatkan biaya produksi dan, akibatnya, harga jual. 4. Kebijakan dan Regulasi Pemerintah Kebijakan pemerintah yang dirancang untuk mendorong transisi ke energi hijau, seperti subsidi untuk energi terbarukan, pajak karbon, dan larangan terhadap teknologi yang lebih berpolusi, dapat memiliki efek samping berupa peningkatan biaya produksi. Biaya tambahan ini kemudian dapat diteruskan ke konsumen. 5. Transisi Energi Saat dunia beralih dari energi fosil ke sumber energi terbarukan, terdapat periode transisi di mana biaya bisa meningkat. Ini terjadi karena infrastruktur untuk energi fosil sudah ada dan terkadang lebih murah dalam jangka pendek dibandingkan dengan membangun infrastruktur baru untuk energi terbarukan. 6. Spekulasi Pasar Spekulasi pasar juga dapat berperan dalam greenflation. Investor dan spekulan yang berharap untuk mendapatkan keuntungan dari transisi ke ekonomi hijau dapat menaikkan harga bahan baku dan teknologi terkait melalui investasi besar-besaran, yang menyebabkan kenaikan harga. Greenflation menjadi tantangan dalam transisi ke ekonomi hijau karena dapat meningkatkan biaya hidup dan operasional, serta mempengaruhi kebijakan moneter. Namun, banyak ekonom dan pakar lingkungan memandang ini sebagai efek samping jangka pendek yang perlu diatasi untuk mencapai tujuan jangka panjang berupa ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Strategi untuk mengurangi dampak greenflation termasuk peningkatan efisiensi, inovasi dalam teknologi hijau, dan diversifikasi pasokan bahan baku. Baca lainnya: Pentingnya Akselesari “Green Economy” di Indonesia Dampak Greenflation pada Sektor Ekonomi A. Sektor Energi dan Sumber Daya Alam Greenflation memiliki dampak yang signifikan pada sektor energi dan sumber daya alam, mengingat transisi ke ekonomi hijau sangat bergantung pada kedua sektor ini. Berikut adalah beberapa dampak utama dari greenflation pada sektor energi dan sumber daya alam: 1. Peningkatan Biaya untuk Energi Terbarukan Saat permintaan untuk energi terbarukan meningkat, biaya awal untuk infrastruktur seperti panel surya, turbin angin, dan fasilitas penyimpanan energi juga meningkat. Ini disebabkan oleh peningkatan permintaan untuk bahan baku yang digunakan dalam pembuatan teknologi ini, seperti silikon, aluminium, kobalt, dan litium, yang harganya dapat naik karena keterbatasan pasokan. 2. Volatilitas Harga Bahan Baku Sektor sumber daya alam mengalami volatilitas harga yang lebih tinggi akibat greenflation. Bahan baku yang esensial untuk transisi energi, seperti tembaga yang digunakan dalam kabel dan teknologi listrik, menjadi lebih mahal. Hal ini tidak hanya meningkatkan biaya produksi untuk energi terbarukan tetapi juga menimbulkan tantangan dalam menjaga proyek energi terbarukan tetap ekonomis dibandingkan dengan sumber energi konvensional. 3. Investasi dan Pembiayaan Greenflation mendorong peningkatan investasi dalam sektor energi terbarukan dan sumber daya alam untuk memenuhi permintaan global yang meningkat. Namun, peningkatan biaya bahan baku dan infrastruktur dapat membuat pembiayaan proyek lebih mahal, mempengaruhi keputusan investasi dan potensi pengembalian investasi. 4. Tekanan pada Industri Energi Fosil Sementara fokus bergeser ke energi terbarukan, industri energi fosil seperti minyak, gas, dan batu bara dapat mengalami tekanan berupa penurunan harga, permintaan, dan investasi. Namun, dalam jangka pendek, transisi energi dan greenflation bisa justru meningkatkan ketergantungan pada energi fosil karena infrastruktur energi terbarukan belum sepenuhnya siap atau terjangkau, menyebabkan volatilitas harga energi fosil. 5. Perubahan dalam Eksplorasi dan Eksploitasi Sumber Daya Alam Dampak greenflation mendorong industri untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam baru yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Namun, ini juga menimbulkan tantangan lingkungan dan sosial, seperti dampak pada ekosistem lokal, hak-hak masyarakat adat, dan keberlanjutan ekstraksi sumber daya. 6. Peningkatan Tekanan pada Ketersediaan Air Produksi energi terbarukan dan ekstraksi bahan baku tertentu membutuhkan jumlah air yang signifikan. Misalnya, ekstraksi litium melalui evaporasi kolam membutuhkan volume air besar, yang dapat meningkatkan tekanan pada sumber daya air lokal, terutama di daerah yang sudah mengalami kelangkaan air. 7. Inovasi dan Efisiensi Tekanan dari greenflation mendorong inovasi dalam teknologi energi terbarukan dan efisiensi sumber daya, termasuk pengembangan bahan baku alternatif, teknik ekstraksi yang lebih efisien, dan metode produksi energi yang lebih berkelanjutan. Ini bisa membantu mengurangi biaya dan membuat energi terbarukan lebih kompetitif dibandingkan dengan energi fosil. Mengelola dampak greenflation pada sektor energi dan sumber daya alam memerlukan kebijakan yang bijaksana, investasi dalam penelitian dan pengembangan, dan kerja sama internasional untuk memastikan transisi yang mulus dan berkelanjutan menuju ekonomi hijau. B. Industri Manufaktur dan Teknologi Hijau Greenflation memiliki dampak signifikan pada industri manufaktur dan teknologi hijau, mempengaruhi segalanya mulai dari biaya input hingga dinamika pasar dan inovasi. Berikut adalah beberapa cara di mana greenflation mempengaruhi sektor-sektor ini: 1. Biaya Bahan Baku Meningkat Dalam industri manufaktur, terutama yang mengandalkan teknologi hijau, peningkatan permintaan terhadap bahan baku seperti litium, kobalt, tembaga, dan logam langka lainnya menyebabkan harga bahan baku ini naik. Karena bahan-bahan ini krusial untuk pembuatan baterai, panel surya, dan komponen penting lainnya dari teknologi hijau, kenaikan harga dapat meningkatkan biaya produksi secara signifikan. Ini tidak hanya mempengaruhi margin keuntungan tetapi juga harga akhir yang harus dibayar oleh konsumen. 2. Investasi dalam Kapasitas Produksi Untuk memenuhi permintaan yang meningkat akan teknologi hijau, perusahaan harus meningkatkan kapasitas produksi mereka, yang seringkali memerlukan investasi awal yang besar. Biaya ini bisa meningkat lebih lanjut karena harga peralatan dan bahan baku yang meningkat akibat greenflation. Meskipun investasi ini penting untuk pertumbuhan jangka panjang dan keberlanjutan, mereka dapat menimbulkan tekanan keuangan jangka pendek pada perusahaan. 3. Tekanan pada Inovasi Sementara greenflation menimbulkan tantangan, itu juga mendorong inovasi dalam efisiensi, proses produksi yang lebih bersih, dan pengembangan material alternatif. Perusahaan dan peneliti diberi insentif untuk mencari cara yang lebih hemat biaya dan efisien energi untuk memproduksi barang dan jasa, serta mengembangkan bahan baku alternatif yang kurang langka atau mahal. 4. Dampak pada Harga dan Permintaan Kenaikan biaya produksi akibat greenflation dapat diteruskan kepada konsumen dalam bentuk harga yang lebih tinggi untuk barang dan jasa teknologi hijau. Ini bisa mempengaruhi permintaan, terutama jika konsumen merasa produk tersebut terlalu mahal. Untuk mengatasi ini, beberapa pemerintah menawarkan subsidi atau insentif fiskal untuk membuat teknologi hijau lebih terjangkau bagi konsumen. 5. Kompetisi Global Greenflation juga mempengaruhi dinamika kompetisi global dalam industri manufaktur dan teknologi hijau. Negara-negara dengan akses mudah ke bahan baku atau yang lebih cepat mengadopsi teknologi produksi yang efisien mungkin memiliki keunggulan kompetitif. Ini dapat mengubah keseimbangan kekuatan dalam industri global dan mempengaruhi perdagangan internasional. 6. Transisi ke Energi Bersih Dalam jangka panjang, investasi dalam teknologi hijau dan peningkatan efisiensi dapat mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan membantu menstabilkan biaya energi. Ini bisa memberi manfaat bagi industri manufaktur secara keseluruhan dengan mengurangi biaya operasional dan meningkatkan keberlanjutan. 7. Risiko dan Ketidakpastian Pasokan Ketergantungan pada bahan baku kritis untuk teknologi hijau menimbulkan risiko terkait dengan ketidakpastian pasokan, yang bisa diperburuk oleh faktor politik, regulasi, dan geografis. Diversifikasi sumber bahan baku dan pengembangan bahan alternatif menjadi strategi penting untuk mengurangi risiko ini. Secara keseluruhan, greenflation mendorong industri manufaktur dan teknologi hijau untuk beradaptasi dan berinovasi. Meskipun ada tantangan jangka pendek, fokus pada efisiensi, inovasi, dan keberlanjutan dapat membantu perusahaan tidak hanya mengatasi dampak greenflation tetapi juga memposisikan diri mereka untuk sukses dalam ekonomi hijau masa depan. C. Pertanian dan Pangan Berkelanjutan Greenflation memiliki dampak signifikan pada sektor pertanian dan produksi pangan berkelanjutan. Kenaikan biaya yang dikaitkan dengan transisi ke praktik berkelanjutan dan penggunaan energi terbarukan dapat mempengaruhi harga pangan, biaya produksi, dan metode pertanian. Berikut adalah beberapa dampak utama greenflation pada pertanian dan pangan berkelanjutan: 1. Biaya Produksi yang Lebih Tinggi Transisi ke pertanian berkelanjutan sering memerlukan investasi awal yang besar dalam teknologi baru, peralatan, dan infrastruktur, seperti sistem irigasi efisien, energi terbarukan, dan bahan kimia pertanian yang lebih ramah lingkungan. Biaya awal ini dapat meningkatkan biaya produksi, yang mungkin diteruskan kepada konsumen dalam bentuk harga pangan yang lebih tinggi. 2. Volatilitas Harga Bahan Baku Pertanian berkelanjutan bergantung pada bahan baku yang berbeda dari pertanian konvensional, termasuk pupuk organik dan pestisida alami. Permintaan yang meningkat untuk bahan-baku ini, seiring dengan transisi ke pertanian berkelanjutan, dapat menyebabkan volatilitas harga dan ketersediaan, mempengaruhi stabilitas biaya untuk petani. 3. Tekanan pada Lahan Pertanian Upaya untuk mengurangi jejak karbon dan memperbaiki kesehatan tanah dapat menuntut perubahan dalam penggunaan lahan, seperti rotasi tanaman dan penanaman tanaman penutup, yang mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk menghasilkan pendapatan. Ini bisa meningkatkan tekanan ekonomi pada petani, terutama di awal transisi mereka ke metode berkelanjutan. 4. Ketersediaan dan Harga Pangan Meskipun pertanian berkelanjutan bertujuan untuk menciptakan sistem pangan yang lebih resilient dan mengurangi dampak lingkungan, biaya awal yang lebih tinggi dan potensi penurunan produktivitas jangka pendek dapat mempengaruhi ketersediaan dan harga pangan. Ini bisa meningkatkan harga pangan, terutama untuk produk yang diproduksi secara berkelanjutan. 5. Investasi dalam R&D Ada kebutuhan yang meningkat untuk penelitian dan pengembangan (R&D) dalam teknologi pertanian berkelanjutan, yang dapat meningkatkan biaya. Investasi ini penting untuk meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya, dan meningkatkan produktivitas pertanian berkelanjutan, tetapi memerlukan waktu dan sumber daya yang signifikan. 6. Perubahan dalam Subsidi dan Kebijakan Pemerintah Pemerintah mungkin perlu menyesuaikan kebijakan dan subsidi untuk mendukung pertanian berkelanjutan, yang bisa memiliki dampak beragam pada sektor pertanian. Perubahan ini dapat menyediakan insentif ekonomi untuk transisi ke praktik berkelanjutan tetapi juga memerlukan penyesuaian oleh petani dan produsen pangan. 7. Kesempatan untuk Inovasi dan Pasar Baru Meskipun tantangan awal, ada juga peluang yang signifikan untuk inovasi dalam pertanian berkelanjutan dan pengembangan pasar baru untuk produk berkelanjutan. Konsumen semakin mencari produk yang diproduksi dengan cara yang lebih etis dan berkelanjutan, menciptakan permintaan baru dan kesempatan untuk petani dan perusahaan yang dapat memenuhi kebutuhan ini. Mengatasi dampak greenflation di pertanian membutuhkan pendekatan holistik, yaitu investasi teknologi, kebijakan adaptif, dan dukungan petani pada praktik berkelanjutan. Butuh kesadaran dan dukungan konsumen terhadap produk berkelanjutan untuk seimbangkan biaya tinggi dengan permintaan yang lebih tinggi. Kesimpulan Kita menjelajahi konsep greenflation yang mencerminkan dampak dari perubahan iklim dan transisi ke ekonomi hijau terhadap dinamika ekonomi global. Greenflation merujuk pada fenomena inflasi yang dipicu oleh upaya untuk mengurangi dampak lingkungan dan bertransisi ke ekonomi yang lebih hijau.Ini melibatkan peningkatan harga barang dan jasa yang terkait dengan perubahan kebijakan, teknologi hijau, dan investasi dalam praktik berkelanjutan. Beberapa penyebab greenflation diantaranya, investasi teknologi hijau, keterbatasan bahan baku, biaya produksi tinggi, dan kebijakan transisi hijau pemerintah. Dampak perubahan iklim, deforestasi, dan pencemaran diidentifikasi sebagai pendorong utama greenflation, mempengaruhi sektor-sektor kunci seperti energi, pertanian, dan manufaktur. Kompleksitas greenflation sebagai dampak dari perubahan iklim dan transisi ke ekonomi hijau, serta menunjukkan bahwa pendekatan holistik melibatkan pemerintah, organisasi internasional, dan sektor swasta diperlukan untuk mengelola dan memitigasi dampaknya sambil memanfaatkan peluang yang muncul. Ingin mendapatkan wawasan tentang praktik dan inovasi yang berkaitan dengan Sustainability? Yuk klik “Subscribe” pada buletin Sustainability Insight Corner di Linkedin sekarang!
Olahkarsa on
Miskonsepsi ESG
ESG

Mengungkap 7 Miskonsepsi Tentang ESG

Environmental, Social, and Governance (ESG) muncul sebagai respon untuk mendorong transformasi strategi bisnis menuju ke arah yang tidak hanya memperhatikan faktor-faktor finansial, namun juga lingkungan, sosial dan tata kelola untuk menilai keberhasilan sebuah bisnis. Hal ini dipicu oleh hadirnya berbagai tantangan pada tatanan global seperti krisis iklim, degradasi lingkungan. Baca Juga: Apa itu ESG? Hal tersebut mendorong berbagai sektor termasuk sektor bisnis untuk merespon dan beradaptasi menyesuaikan diri dengan tantangan tersebut. Terlebih, sektor bisnis dianggap telah berkontribusi besar pada munculnya berbagai tangan global khususnya perubahan iklim. Dengan menerapkan ESG, perusahaan dapat menunjukkan komitmen lingkungan, sosial, dan tata kelola, sehingga mampu membangun reputasi positif di hadapan pemangku kepentingan. Langkah ini pada akhirnya dapat berdampak positif terhadap kinerja keuangan dan profitabilitas. Oleh karena itu, penerapan ESG dalam strategi bisnis adalah upaya untuk mewujudkan bisnis yang berkelanjutan. Namun dalam pelaksanaannya, perusahaan sering kali mengalami miskonsepsi tentang pengimplementasian ESG dalam perusahaan mereka. Beberapa miskonsepsi yang kerap kali muncul di antaranya adalah sebagai berikut: 1. ESG Hanya Dilakukan untuk Memenuhi Regulasi Miskonsepsi pertama yang kerap kali muncul adalah ESG hanya dipandang sebagai tuntutan regulasi. Yakni bahwa perusahaan hanya melibatkan diri dalam praktik ESG karena adanya tekanan dari pihak regulator/pemerintah. Akibatnya, ESG dianggap sebagai beban tambahan yang harus dipenuhi oleh perusahaan, tanpa memahami secara menyeluruh nilai dan manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan prinsip-prinsip ESG. Yang lebih parah, praktik-praktik ESG tersebut sering kali digunakan sebagai alat untuk greenwashing, dimana perusahaan mencoba menampilkan diri mereka sebagai berkelanjutan tanpa melakukan perubahan yang signifikan dalam operasi atau kebijakan mereka. Padahal, ESG dibuat untuk menuntun perusahaan menuju ke arah keberlanjutan. Banyak manfaat yang akan didapatkan ketika perusahaan menerapkan ESG, diantaranya penigkatan revenue dan profitabiitas, peningkatan reputasi, daya saing, akses ke modal, dan hubungan yang lebih baik dengan pemangku kepentingan. 2. Fokus ESG yang Tidak Akurat Banyak perusahaan cenderung terjebak dalam pandangan sempit bahwa ESG hanya berkaitan dengan beberapa indikator kinerja tertentu, misalnya faktor lingkungan. Banyak perusahaan yang menganggap bahwa hanya dengan mengadopsi beberapa praktik ESG, mereka sudah dapat dikatakan sebagai perusahaan yang berkelanjutan. Padahal ESG adalah tentang memperhitungkan faktor-faktor lingkungan, sosial, dan tata kelola secara holistik dalam pengambilan keputusan. Bukan sekadar memenuhi kriteria tertentu atau mengejar target-target terpisah. Akibatnya, fokus yang tidak akurat terhadap indikator-indikator ESG dapat mengarah pada keputusan yang tidak seimbang atau tidak efektif dalam jangka panjang. Perusahaan mungkin mengorbankan aspek-aspek ESG yang kurang terukur secara langsung namun penting, demi mencapai target-target numerik yang lebih mudah diukur. 3. Memisahkan ESG dari Proses Bisnis Miskonsepsi lain adalah memisahkan ESG dari proses dan strategi bisnis. Akibatnya, implementasi ESG hanya dikelola oleh departemen keberlanjutan atau tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) tanpa keterlibatan langsung dari top management dan seluruh unit bisnis. Padahal, untuk memaksimalkan dampak positif dan mengintegrasikan prinsip-prinsip ESG ke dalam keputusan bisnis, perusahaan seharusnya memperlakukan ESG sebagai bagian integral dari strategi bisnis mereka. 4. Pengkungkapan Keberlanjutan yang Tidak Berhubungan/Terkait Konteks Industri Setiap jenis industri memiliki standar pengungkapan yang berbeda-beda. Misalnya, pengungkapan keberlanjutan dengan standar Global Reporting Initiative (GRI) antara perusahaan tambang tentu berbeda dengan perusahaan manufaktur. Dalam beberapa kasus, perusahaan kurang tepat menggunakan indikator pengungkapan ini. Akibatnya, pengungkapan tersebut mungkin tidak memberikan gambaran yang akurat atau bermakna tentang kinerja keberlanjutan perusahaan dalam konteks industri mereka. Hal ini dapat membingungkan bagi pemangku kepentingan, seperti investor atau konsumen, yang mencari informasi yang relevan untuk membuat keputusan yang tepat. Maka, perusahaan perlu mempertimbangkan dengan cermat penggunaan standar pengungkapan yang sesuai dengan jenis industri mereka. Hal ini akan membantu memastikan bahwa informasi yang disediakan benar-benar relevan dan bermanfaat bagi pemangku kepentingan. Serta dapat mendukung upaya perusahaan dalam meningkatkan kinerja keberlanjutan mereka. 5. Menyamakan ESG dengan CSR Miskonsepsi kelima adalah menyamakan ESG dengan CSR. Hal ini tentu keliru sebab ESG dan CSR adalah dua hal yang berbeda. Meskipun antara ESG dan CSR memiliki keterkaitan yang cukup erat, praktik CSR hanya sebagian kecil dari ESG. ESG meliputi tiga dimensi yang saling terkait yakni faktor lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan. CSR bahkan hanya sebagian kecil saja dari faktor sosial ESG. Baca Juga: ESG, CSR, SDGs: Apa Bedanya? Mana yang Terbaik? Maka dari itu, untuk menerapkan ESG, perusahaan tidak cukup hanya dengan membuat program CSR saja. Namun perlu melakukan praktik bisnis lain yang berkaitan dengan unsur lingkungan dan tata kelola. 6. Lemahnya Fondasi ESG Miskonsepsi selanjutnya adalah lemahnya fondasi ESG. Fondasi ESG meliputi ketiadaan kebijakan atau komitmen dari manajemen puncak, kurangnya dukungan dari sumber daya manusia (SDM), ketiadaan unit yang bertanggung jawab sebagai leading ESG, dan “ESG Action” yang tidak didahului dengan penilaian internal. Perusahaan terlalu cepat ingin menunjukkan kinerja ESG mereka kepada publik, namun lupa untuk membangun fondasi yang kokoh dari ESG itu sendiri. Akibatnya, upaya perusahaan dalam mengadopsi praktik ESG cenderung menjadi terfragmentasi dan kurang efektif. Tanpa keberadaan kebijakan dan komitmen yang jelas dari top level management, perusahaan kehilangan arah dan fokus yang diperlukan untuk mengintegrasikan ESG ke dalam budaya dan operasi mereka. 7. ESG Hanya Tentang Kinerja Lingkungan Miskonsepsi Terakhir tentang Environmental, Social, and Governance (ESG) adalah pandangan bahwa ESG hanya berkaitan dengan aspek kinerja lingkungan. Secara umum, ESG mencakup tiga dimensi yang saling terkait: lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan. Banyak perusahaan mengasosiasikan ESG hanya dengan isu-isu lingkungan seperti pengelolaan limbah, pengurangan emisi karbon, dan pelestarian sumber daya alam. Meskipun ini adalah bagian integral dari ESG, fokus ini tidak mencakup keseluruhan kinerja ESG. Sosial dan tata kelola perusahaan juga memiliki peran yang sama pentingnya dalam kerangka kerja ESG. Memahami keseluruhan dimensi ESG membantu perusahaan dan investor untuk membuat keputusan yang lebih holistik dan berkelanjutan. Kesimpulan Dalam menghadapi miskonsepsi seputar ESG, perusahaan harus mengambil langkah-langkah proaktif dalam memperbaiki pemahaman dan implementasi praktik ESG. Hal mencakup pendekatan holistik yang melibatkan top level management, keterlibatan seluruh unit bisnis, serta komitmen untuk membangun fondasi yang kokoh dalam strategi bisnis yang berkelanjutan melalui ESG.
Olahkarsa on
Basis Data CSR
CSR

Pentingnya Basis Data yang Kuat dalam Program CSR

“Kita tidak dapat mengelola apa pun yang tidak kita ukur, dan kita tidak dapat mengukur apa pun tanpa data”  Seperti itulah kira-kira kata yang menggambarkan betapa pentingya data dalam sebuah program Corporate Social Responsibility (CSR).  Sebagai bagian dari strategi bisnis perusahaan, program CSR haruslah akuntabel, sistematis, dan dampaknya dapat dipertanggung jawabkan. Semua itu diawali dengan basis data yang kuat.  Apakah itu CSR Berbasis Data? Program CSR yang memiliki basis penelitian dan data mengacu pada pendekatan yang mengintegrasikan metodologi penelitian dan analisis data untuk merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi inisiatif CSR. Pendekatan ini menekankan pentingnya pengambilan keputusan yang berdasarkan bukti empiris dan informasi yang didukung oleh penelitian yang cermat dan data yang valid.  Baca Juga: ISO 26000 Standar Internasional dan Panduan Implementasi CSR Dengan menggunakan pendekatan ini, perusahaan dapat mengidentifikasi isu-isu sosial, lingkungan, dan ekonomi yang relevan dengan kegiatan mereka. Dengan identifikasi ini, perusahaan dapat mengembangkan strategi CSR yang lebih efektif dan berkelanjutan. Melalui penelitian dan pengumpulan data yang akurat, perusahaan dapat mengetahui kondisi penerima manfaat dan memahami dampak dari program CSR mereka. Selain itu, perusahaan juga dapat memperbaiki kebijakan yang ada, dan mengukur kemajuan mereka secara terukur. Pendekatan berbasis penelitian dan data ini membantu perusahaan untuk membuat keputusan yang lebih baik, mengelola risiko secara efektif, dan membangun reputasi yang kuat di masyarakat.  Data ini penting dalam seluruh tahapan dari tata kelola program CSR. Dari mulai perencanaan, implementasi, monitoring, hingga evaluasi, terutama dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan pada setiap tahapannya. Pengambilan keputusan yang tepat dan akurat dalam setiap tahapan adalah pondasi bagi keberhasilan program CSR. Yang Akan Terjadi Apabila Program CSR Tidak Berbasis Data Ketika sebuah program CSR tidak didasarkan pada penelitian dan data, akan terjadi ketidaksesuaian antara tujuan program dengan kebutuhan riil masyarakat atau lingkungan yang dituju. Tanpa data yang kuat, program tersebut dapat menjadi kurang efektif atau bahkan kontraproduktif, dengan potensi masyarakat. Bahkan program dapat menciptakan masalah baru daripada memecahkan yang sudah ada. 1. Alokasi Sumber Daya Tidak Efektif dan Efisien Tanpa dasar data yang kuat, perusahaan mungkin tidak memiliki pemahaman yang mendalam tentang masalah yang ingin mereka tangani melalui program CSR. Ini bisa menyebabkan alokasi sumber daya yang tidak efisien dan fokus yang tidak tepat, sehingga dampak yang diharapkan tidak tercapai. 2. Sulit Melakukan Monitoring dan Evaluasi Tanpa data yang valid, sulit bagi perusahaan untuk memantau dan mengevaluasi dampak program CSR mereka secara objektif. Implikasinya bisa jadi perusahaan tidak dapat mengukur apakah program tersebut benar-benar memberikan manfaat yang diinginkan bagi masyarakat sasaran atau lingkungan. 3. Kurangnya Akuntabilitas Ketiadaan data yang kuat juga dapat mengakibatkan kurangnya akuntabilitas. Tanpa data yang dapat dipertanggungjawabkan, sulit bagi perusahaan untuk membenarkan keputusan mereka kepada pemangku kepentingan atau masyarakat umum. Ini dapat merusak reputasi perusahaan dan mengurangi kepercayaan stakeholder terhadap upaya CSR mereka. 4. Bersifat Reaktif Daripada Proaktif Selain itu, tanpa basis data yang kuat, program CSR cenderung bersifat reaktif daripada proaktif. Perusahaan mungkin lebih cenderung merespons tekanan dari luar daripada mengidentifikasi masalah secara proaktif dan merencanakan program yang sesuai. Kesimpulannya, ketika sebuah program CSR tidak memiliki basis penelitian dan data, risiko kegagalan akan meningkat secara signifikan. Oleh karena itu, perusahaan harus memastikan setiap inisiatif CSR mereka didasarkan pada pemahaman mendalam tentang masalah yang ingin mereka selesaikan. Dan tentunya didukung oleh data yang relevan dan valid. Sejak Perencanaan Hingga Evaluasi Basis data yang kuat harus harus dimiliki oleh perusahaan sejak perencanaan hingga evaluasi. Perlunya basis data yang komprehensif secara end-to-end dimaksudkan agar program dapat relevan dengan kondisi sosial, terukur dan dampaknya dapat dipertanggungjawabkan. Pemerintah melalui kementerian lingkungan hidup dan kehutanan (KLHK) berupaya mendorong perusahaan untuk menerapkan pengelolaan CSR berbasis data. Hal ini dilakukan melalui ajang Program Penilaian Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER). Para peserta PROPER diharuskan untuk melampirkan berbagai dokumen yang memuat data berkaitan dengan pelaksanaan program CSR mereka. Berbagai data tersebut diantaranya: 1. Pemetaan Sosial/Social Mapping Pemetaan Sosial adalah proses identifikasi karakteristik masyarakat melalui pengumpulan data dan informasi baik sekunder maupun langsung (primer) mengenai kondisi sosial masyarakat dalam satu wilayah tertentu. Kondisi sosial masyarakat tersebut diantaranya jaringan dan relasi sosial dalam suatu entitas masyarakat, potensi, kebutuhan masalah yang tengah dihadapi oleh masyarakat. Melalui studi Pemetaan Sosial, perusahaan akan mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai lokasi yang hendak dijadikan sebagai objek pengembangan masyarakat. Dengan begitu maka perusahaan akan dapat melaksanakan program CSR nya secara lebih tepat sasaran dan berdampak. 2. Stakeholder Engagement Stakeholder Engagement (pelibatan pemangku kepentingan) merupakan kumpulan tindakan yang dilakukan oleh perusahaan yang secara positif, melibatkan para pemangku kepentingan dalam kegiatan perusahaan.Pemangku kepentingan yang dimaksud merupakan suatu kelompok yang dapat mempengaruhi atau terpengaruh dari aktivitas atau kegiatan perusahaan. Melalui studi SE, perusahaan perusahaan bisa merancang strategi pelibatan yang tepat dengan para pelaku kepentingan. Penyusunan strategi pelibatan yang tapat tentunya akan menjadi salah satu penentu keberhasilan program CSR. 3. Rapid Environmental Assesment (REA) Rapid Environmental Assessment (REA) merupakan sebuah alat penilaian untuk memberikan gambaran dan masukan terkait dampak lingkungan yang terjadi selama dan setelah terjadinya bencana. REA digunakan untuk menyurvei kondisi lingkungan selama periode waktu tertentu dengan tujuan untuk mengidentifikasi masalah yang ada dan berisiko muncul, mencakup aspek sumber daya alam, dampak sosial, dan ekonomi. Informasi yang dikumpulkan melalui REA dapat menjadi bahan untuk mengurangi risiko bencana dan dasar dalam membuat perencanaan dan implementasi program CSR yang berkaitan dengan penanggulangan bencana.​ 4. Social Return on Investment (SRoI) Social return on investment (SROI) adalah alat untuk menghitung dan memperkirakan nilai sosial, lingkungan, dan ekonomi dari investasi yang telah dikeluarkan. SROI merupakan pengukuran pengembalian nilai dari program Investasi sosial yang diungkapkan dalam nilai uang (Rp) Pada dasarnya adalah monetisasi hal-hal yang tidak berwujud. Perkiraan nilai SROI dapat membantu menunjukkan sejauh mana dampak dihasilkan dari investasi yang telah dikeluarkan. Hal ini tentu sangat bermanfaat guna mengidentifikasi apa yang harus diperbaiki dari sebuah program guna mengoptimalkan dampak positif yang dihasilkan dari program tersebut. 5. Indeks Kepuasan Masyrakat (IKM) Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana kesuksesan sebuah program CSR. Dengan IKM, perusahaan dapat mengetahui sejauh mana ekspektasi masyarakat terhadap sebuah program telah tercapai. Hasil dari studi IKM dapat menjadi dasar bagi perusahaan untuk melakukan perbaikan program CSR. 6. Social License Index (SLI) Social Licensi Index (SLI) adalah sebuah desain penelitian yang dapat menggambarkan tingkat persepsi para pihak baik pemerintah, NGOs, masyarakat dan entitas bisnis lainnya terhadap keberadaan aktivitas industri di wilayahnya. Hasil dari SLI sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk menentukan strategi stakeholder engagement yang tepat di dalam dinamika sosial, ekonomi, politik dan lingkungan yang kompleks. Selain itu, untuk melihat sejauh mana lisensi sosial, digunakan beberapa parameter berupa sejumlah variabel yaitu economic legitimacy, socio-political legitimacy, interactional trust, institutional trust.
Olahkarsa on
sejarah ekonomi sirkular
Ekonomi Sirkukar, Insight, Sustainability

Menyelami Dinamika Sejarah dan Pertumbuhan Ekonomi Sirkular

Ekonomi sirkular, sebuah konsep yang telah berkembang dan bertransformasi sepanjang sejarah, kini menjadi topik yang sangat relevan dalam diskusi tentang pembangunan berkelanjutan. Artikel ini bertujuan untuk menyelami dinamika sejarah dan pertumbuhan ekonomi sirkular, sebuah paradigma yang menantang model ekonomi linier tradisional dan mendorong kita menuju sistem yang lebih berkelanjutan dan inklusif. Definisi Ekonomi Sirkular Ellen MacArthur Foundation, sebuah organisasi internasional yang berdedikasi untuk mempercepat transisi ke ekonomi sirkular, memberikan definisi lain dari ekonomi sirkular. Menurut mereka, ekonomi sirkular adalah sebuah framework yang menciptakan solusi sistemik untuk mengatasi isu-isu global seperti perubahan iklim, penurunan keanekaragaman hayati, limbah, dan polusi. Prinsip-prinsip dalam framework ini, yang dirancang secara khusus, mencakup eliminasi limbah dan polusi, siklus ulang produk dan material dengan nilai tertinggi, dan pemulihan alam. Baca: Mengenal Lebih Dekat Ekonomi Sirkular di Indonesia Sejarah Dinamika Pertumbuhan Ekonomi Sirkular Asal Usul dan Konsep Awal Ekonomi Sirkular (1970-an dan 1980-an) Di era 1970-an, peningkatan kesadaran tentang batasan sumber daya dan dampak lingkungan dari aktivitas industri mendorong pemikiran baru tentang bagaimana menjalankan ekonomi. Tokoh-tokoh seperti Kenneth E. Boulding dalam bukunya ‘The Economics of the Coming Spaceship Earth’ (1966) dan Walter R. Stahel dengan konsepnya ‘Cradle to Cradle’ memperkenalkan dasar-dasar ekonomi sirkular. Boulding menyoroti pentingnya memandang Bumi sebagai ‘pesawat ruang angkasa’ dengan sumber daya yang terbatas, menyarankan ekspansi ekonomi yang lebih berkelanjutan. Di sisi lain, Stahel menekankan prinsip memperpanjang umur produk melalui desain ulang, perbaikan, daur ulang, dan penggunaan kembali, mengurangi pemborosan sumber daya. Pada 1980-an, konsep ini berkembang lebih jauh dengan ide ‘Ekonomi Biru’ oleh Gunter Pauli dan ‘Ekonomi Sirkular’ oleh Pearce dan Turner dalam buku mereka ‘Economics of Natural Resources and the Environment’ (1989). Keduanya menekankan pentingnya inovasi dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya. Pengembangan Teoritis (1990-an) Memasuki dekade 1990-an, ekonomi sirkular mulai memperoleh daya tarik. Banyak penelitian mendalamkan pemahaman aplikasi prinsip sirkular dalam ekonomi global. Konsep ‘Zero Waste’ yang diperkenalkan oleh Pauli dan timnya mengusulkan bahwa limbah harus diperlakukan sebagai sumber daya. Gagasan ini mendorong bisnis dan pemerintah untuk merancang produk dan proses dengan tujuan mengeliminasi limbah. Sementara itu, Ellen MacArthur Foundation, yang didirikan pada tahun 2009, berperan penting dalam mempromosikan dan mengembangkan konsep ekonomi sirkular. Melalui publikasi dan kemitraan yang beragam, mereka mendidik dan mendorong bisnis dan pembuat kebijakan untuk mengadopsi model bisnis sirkular. Pada akhir 1990-an, teknologi informasi mulai berperan penting dalam ekonomi sirkular, terutama dalam mendukung pengumpulan data dan analisis untuk optimasi sumber daya dan manajemen limbah. Ini membuka peluang baru bagi bisnis untuk menerapkan strategi sirkular dengan lebih efisien. Ekonomi sirkular, yang awalnya hanya konsep, telah berkembang menjadi gerakan global yang diakui sebagai salah satu solusi utama untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Melalui inovasi dan kolaborasi, ekonomi sirkular terus tumbuh, membawa dunia menuju masa depan yang lebih berkelanjutan. Meningkatnya Penerimaan dan Implementasi (2000-an hingga Sekarang) Saat memasuki abad ke-21, ekonomi sirkular tidak hanya tetap penting tetapi juga mengalami peningkatan adopsi dan implementasi yang signifikan. Pada awal 2000-an, kesadaran global mendorong seriusnya pertimbangan model ekonomi sirkular. Uni Eropa, sebagai salah satu pelopor, telah mengadopsi berbagai kebijakan dan regulasi yang mendukung praktek ekonomi sirkular. Inisiatif ‘EU Action Plan for the Circular Economy’ 2015, berusaha membuat ekonomi Eropa lebih sirkular dan efisien. Peningkatan implementasi strategi bisnis sirkular di perusahaan besar melalui adopsi prinsip daur ulang dan desain ramah lingkungan. Inisiatif seperti ‘Responsible Business Alliance’ dan ‘Ellen MacArthur Foundation’s CE100’ menjadi platform bagi perusahaan untuk berkolaborasi dan berinovasi dalam praktik ekonomi sirkular. Di sejumlah negara berkembang, ekonomi sirkular juga menjadi solusi penting dalam menangani masalah limbah dan manajemen sumber daya. Negara-negara ini, termasuk China dan India, telah mulai mengadopsi kebijakan dan inisiatif ekonomi sirkular untuk mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dan mengatasi tantangan lingkungan. Teknologi dan Inovasi dalam Dinamika Sejarah Ekonomi Sirkular (Era Digital) Teknologi digital seperti IoT, AI, dan blockchain telah mempercepat perkembangan ekonomi sirkular. IoT memfasilitasi pelacakan sumber daya, AI mendesain produk berkelanjutan dan optimasi rantai pasokan, blockchain meningkatkan transparansi. Teknologi telah memfasilitasi model bisnis berkelanjutan dan menjadi pendorong utama dalam evolusi ekonomi sirkular, mengatasi tantangan implementasi dan beradaptasi dengan perubahan zaman. Perkembangan Ekonomi Sirkular di Indonesia Ekonomi sirkular di Indonesia telah berkembang seiring dengan peningkatan kesadaran akan pentingnya pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan. Berikut adalah beberapa titik penting dalam sejarah ekonomi sirkular di Indonesia: Adopsi Konsep Ekonomi Sirkular: Indonesia telah mengadopsi konsep ekonomi sirkular ke dalam visi dan strategi pembangunan. Fokus pada Lima Sektor Prioritas: Penerapan ekonomi sirkular di Indonesia difokuskan pada lima sektor, yakni sektor makanan dan minuman, tekstil, konstruksi, perdagangan besar dan eceran, dan sektor elektronik. Kerjasama dengan UNDP dan Kerajaan Denmark: Untuk implementasi awal Ekonomi Sirkular, Pemerintah Indonesia, dengan dukungan UNDP dan Pemerintah Denmark, menyusun studi analisis potensi lingkungan, ekonomi, dan sosial dari ekonomi sirkular di Indonesia. Rencana Aksi Nasional dan RPJMN 2025-2029: Studi pengembangan ekonomi sirkular ini dilanjutkan dengan penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN). Ekonomi sirkular menjadi salah satu prioritas pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029. Ekonomi sirkular di Indonesia termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, berada di bawah dua Agenda Prioritas Nasional. Ekonomi sirkular berperan dalam Pembangunan Rendah Karbon (PRK), yang menekankan pada lima sektor prioritas. Tiga dari lima sektor ini, yaitu pengelolaan limbah, pembangunan energi berkelanjutan, dan pengembangan industri hijau, berkaitan erat dengan prinsip-prinsip ekonomi sirkular. Implementasi ekonomi sirkular ini mendukung pengurangan limbah, penggunaan energi terbarukan, dan efisiensi sumber daya alam dan proses industri. Baca: Sebuah Perjalanan Menuju Sektor Energi Global Kesimpulan Ekonomi sirkular mendorong pertumbuhan dengan mempertahankan nilai produk dan sumber daya, mengurangi dampak negatif model linear (Ellen MacArthur, 2015). Ekonomi sirkular tidak hanya berfokus pada peningkatan pengelolaan limbah melalui daur ulang yang lebih intensif. Namun juga mencakup berbagai intervensi di berbagai sektor ekonomi, termasuk efisiensi penggunaan sumber daya dan pengurangan emisi karbon. Mari kita ciptakan masa depan yang lebih hijau bersama! Kami menawarkan layanan konsultasi profesional yang akan membantu perusahaan Anda merancang dan menerapkan strategi ekonomi sirkular yang efektif. Dengan Olahkarsa, Anda akan mampu memaksimalkan nilai produk, mengurangi limbah, dan mendorong pertumbuhan berkelanjutan. Hubungi Kami Sekarang!
Olahkarsa on
sustainable livelihood approach
Community Development

Membangun Kesejahteraan Masyarakat dengan Sustainable Livelihood Approach

Sustainable Livelihood Approach (SLA) atau pendekatan penghidupan berkelanjutan, adalah sebuah kerangka kerja dan pendekatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana individu dan rumah tangga dalam sebuah masyarakat mendapatkan dan menggunakan berbagai aset yang dimiliki. Aset tersebut kemudian digunakan untuk mencari peluang lebih lanjut, mengurangi risiko, mengurangi kerentanan dan mempertahankan kualitas kehidupan mereka.  Dalam konteks pengembangan masyarakat, Sustainable Livelihood Approach terbukti menjadi pendekatan yang efektif dalam membangun masyarakat yang kuat, mandiri, dan berkelanjutan. Melalui studi yang dilakukan sebelum program pembangunan masyarakat dilakukan, kerangka SLA menjadi pisau analisis dan guidance dalam menggali potensi, permasalahan, dan kebutuhan yang dimiliki oleh masyarakat sasaran. Dengan lingkup studi yang komprehensif, partisipatif, serta menyasar akar rumput dan kelompok rentan, SLA membantu merumuskan kegiatan pembangunan yang berpusat pada masyarakat, berkelanjutan, holistik, membangun kemitraan dengan multistakeholder, multilevel (mikro-makro), responsif dan adaptif, serta meningkatkan keterampilan masyarakat. Baca Juga: Mengenal Asset Based Community Development (ABCD) Rasa-rasanya, pendekatan ini menjadi hal yang wajib digunakan oleh para pemangku kepentingan yang bergelut dalam dunia pembangunan masyarakat. Seperti pemerintah, NGO, lembaga filantropi, hingga sektor privat melalui program Corporate Social Responsibility (CSR), sebagai kerangka dasar dalam mengembangkan berbagai program pembangunan kesejahteraan masyarakat mereka. Apa itu Sustainability Livelihood Approach? Sustainable Livelihood Approach SLA atau pendekatan penghidupan berkelanjutan, adalah sebuah kerangka kerja dan pendekatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana individu dan rumah tangga dalam sebuah masyarakat mendapatkan dan menggunakan berbagai aset yang dimiliki. Aset tersebut kemudian digunakan untuk mencari peluang lebih lanjut, mengurangi risiko, mengurangi kerentanan dan mempertahankan kualitas kehidupan mereka. Pendekatan Sustainable Livelihood Approach (SLA) dapat digunakan untuk mempertemukan berbagai potensi dan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Pendekatan sustainable livelihood menggambarkan kegiatan masyarakat yang meliputi kemampuan, aset – aset, dan kegiatan yang diperlukan untuk sarana hidup. Strategi ini dilakukan terutama untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program. Ketika aset dan permasalahan mereka dilibatkan menjadi landasan program, masyarakat akan terdorong untuk terlibat secara aktif dalam program. Mengapa SLA Menjadi Pilihan yang Tepat? 1. Bertumpu pada Konteks Lokal Kerangka kerja sustianable livelihood aproach mengakui pentingnya memahami konteks lokal, budaya, dan dinamika sosial ekonomi dalam perencanaan program pengembangan masyarakat. Melalui studi pemetaan sosial atau assesment lapangan yang dilakukan sebelum perencanaan dilakukan, kerangka SLA akan mengarahkan pada inforamsi dan data yang berharga untuk mengenali kondisi masyarakat. Sehingga, memungkinkan program-program dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik unik dari masing-masing masyarakat. Ketika sebuah program pembangunan masyarakat didasarkan pada data konteks lokal, risiko terjadi ketidaksesuaian antara tujuan program dengan kebutuhan riil masyarakat atau lingkungan yang dituju dapat diminimalisir. Tanpa data yang kuat, program tersebut dapat menjadi kurang efektif atau bahkan kontraproduktif dengan kondisi yang ada. Bahkan lebih jauh dapat menciptakan masalah baru daripada memecahkan yang sudah ada. 2. Komprehensif SLA memandang sebuah masyarakat secara holistik, mengakui kompleksitas hubungan antara berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dengan memperhatikan aspek-aspek ini secara bersama-sama, SLA memungkinkan perencanaan yang lebih komprehensif dan terintegrasi. Kerangka kerja dan konsep dalam SLA akan memandu penggunanya untuk menemukan informasi dan data yang lengkap dan komprehensif yang berguna untuk bahan penyusunan rencana program pengembangan masyarakat. SLA memberikan pendekatan menyeluruh dalam mengatasi kendala yang paling mendesak yang dihadapi oleh masyarakat. Pendekatan ini berfokus pada pemahaman bagaimana individu dan rumah tangga mendapatkan dan menggunakan berbagai aset yang dimiliki untuk mencari peluang lebih lanjut, mengurangi risiko, mengurangi kerentanan dan mempertahankan atau meningkatkan mata pencaharian mereka. Selain itu, kerangka kerja ini membantu semua elemen masyarakat dalam merespon kerentanan dan dapat menetapkan prioritas program pembangunan. Dengan kerangka kerja yang komprehensif ini, SLA bisa menjadi pendekatan yang tepat untuk menjadi basis argumentasi membuat program pengembangan masyarakat. 3. Menyasar Kelompok Miskin dan Rentan Kelompok rentan adalah individu atau kelompok dalam masyarakat yang berada dalam situasi dan kondisi yang kurang menguntungkan. Kondisi ini disebabkan oleh karena kurangnya akses dan kemampuan yang terbatas terhadap sumber daya, layanan dan peluang. Kondisi ini membawah mereka pada kerentanan terhadap berbagai ancaman seperti risiko bencana, kemiskinan, penyakit, kekerasan, dan ketidaksetaraan. Sustainable Livelihood Approach berupaya menggali dan memotret kerentanan yang ada di masyarakat. Dengan kerangka konsep yang dimilikinya, pendekatan ini akan memandu peneliti maupun praktisi pemberdayaan masyarakat untuk melihat lebih jauh situasi dan kondisi kerentanan yang terjadi. Dengan begitu, melalui Sustaianable Livelihood Approach, para pemangku kepentingan dapat secara tepat memberikan intervensi untuk mengatasi kerentanan yang ada. Mereka juga dapat mengantisipasi berbagai masalah dan risiko di masyarakat. Bagaimana SLA Menjadi Landasan Pengembangan Masyarakat 1. Mengcapture Permasalahan, Potensi, dan Kebutuhan Masyarakat Kajian Sustainable Livelihood Approach yang dilakukan sebelum dilaksanakannya program pengembangan masyarakat dapat menjadi landasan utama dalam melakukan program pengembangan masyarakat. SLA yang bertumpu pada konteks lokal, komprehensif, dan menyasar kelompok rentan dapat mengcapture permasalahan, potensi, dan kebutuhan masyarakat. Ketika permasalahan, potensi, dan kebutuhan masyarakat diketahui, maka program pengembangan masyarakat yang dibuat dapat relevan dan lebih berdampak bagi masyarakat sasaran. Dengan SLA, para pemangku kepentingan dapat menghindari berbagai risiko ketidaksesuaian antara tujuan program dan kondisi riil masyarakat, yang diakibatkan oleh tidak didasarkan pada penelitian dan data. Tanpa data yang komprehensif dan kuat, program tersebut dapat menjadi kurang efektif atau bahkan kontraproduktif dengan kondisi masyarakat. Bahkan berpotensi menciptakan masalah baru daripada memecahkan yang sudah ada. 2. Mengoptimalkan Aset yang Dimiliki untuk Memberdayakan Dalam kerangka SLA, terdapat 5 aset yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk mengadopsi strategi mata penceharian berkelanjutan yakni aset manusia, aset sosial, aset fisik. Masyarakat memanfaatkan berbagai aset yang mereka miliki untuk membangun strategi mata penceharian secara keseluruhan yang memungkinkan mereka mempertahankan hidup mereka. Dengan mengetahui aset yang dimiliki oleh masyarakat, pemangku kepentingan yang hendak membuat program pengembangan masyarakat dapat menyesuaikan programnya dengan mengoptimalkan aset yang dimiliki masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka. 3. Memberikan Dukungan Aset yang Belum Dimiliki Masyarakat yang memiliki aset di semua bidang tentu akan memiliki strategi yang kuat. Ketika satu stategi mata menceharian gagal, maka ia akan memiliki solusi cadangan lain. Sebagai contoh, suatu rumah tangga yang memiliki anggota keluarga orang dewasa dengan kondisi sehat dan keterampilan kerja (aset manusia). Keluarga ini juga memiliki rumah sendiri secara permanen (aset fisik) dan memiliki pekerjaan dengan pendapatan baik dan aman (aset keuangan). Selain itu, keluarga ini memiliki jaringan sosial yang kuat (aset sosial). Keluarga ini tentu akan memiliki kehidupan yang cenderung stabil dan nyaman karena aset yang mereka miliki relatif kuat. Sebaliknya, rumah tangga yang memiliki aset yang lebih lemah tentu akan lebih sering mengalami keterbatasan dalam mencari strategi mata penceharian. Ketika satu strategi gagal, maka mereka akan mengalami keterbatasan dalam mendapatkan mata penceharian dan sumber penghidupan lain. Dalam konteks ini, SLA yang berfungsi untuk mengidentifikasi aset yang dimiliki dan tidak dimiliki oleh masyarakat, menjadi panduan untuk memberikan dukungan aset kepada mereka. Dengan mengetahui aset yang tidak dimiliki masyarakat, pemangku kepentingan dapat menyusun program pengembangan masyarakat dengan memberikan dukungan aset yang mereka butuhkan.
Olahkarsa on
Rencana Strategis Program CSR
CSR

Bagaimana Rencana Strategis Ideal untuk Program CSR?

“Perencanaan adalah separuh dari keberhasilan, ketika kita telah gagal membuat rencana, artinya kita sedang berencana untuk gagal”. Seperti itulah kurang lebih kalimat untuk menggambarkan betapa pentingnya sebuah perencanaan sebelum melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR). Ketika perusahaan telah membuat perencanaan yang baik, maka setengah dari keberhasilan telah ada dalam genggaman. Namun, apabila salah dalam menyusun perencanaan, atau bahkan tidak membuat perencanaan sama sekali, maka besar kemungkinan implementasi program CSR tersebut akan menemui kegagalan. Maka dari itu, penting bagi perusahaan untuk membuat perencanaan yang matang sebelum mengimplementasikan program CSR. Salah satu jenis perencanaan yang penting dibuat oleh perusahaan adalah Rencana Strategis. Lantas Apa dan bagaimana cara membuat Rencana Strategis untuk program CSR? Mengenal Rencana Strategis Rencana strategis atau Renstra adalah dokumen perencanaan yang dibuat untuk periode 5 (lima) tahun. Perencanaan strategis merupakan upaya dari perusahaan untuk menetapkan prioritas, fokus, dan alokasi sumber daya, untuk memperkuat operasi. Dengan membuat Rencana Strategis, perusahaan berupaya memastikan perusahaan beserta seluruh stakeholder, bekerjasama untuk mencapai visi, misi dan tujuan yang sama. Dalam konteks program CSR, Perencanaan Strategis memegang peranan yang sangat penting. Dengan membuat Rencana Strategis, perusahaan dapat mengintegrasikan praktik CSR yang mereka lakukan dengan strategis bisnis, visi, misi, dan tujuan perusahaan. Sehingga program yang dibuat oleh perusahaan dapat berdampak secara signifikan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sasaran, kelestarian lingkungan, dan juga kinerja bisnis perusahaan. Proses penyusunan Renstra melibatkan pihak-pihak terkait atau pemangku kepentingan (orang yang mempengaruhi atau terpengaruh seperti oleh operasional perusahaan, seperti  masyarakat, komunitas/organisasi, pemerintah, perusahaan, dan lain-lain. Komponen Rencana Strategis Dalam penyusunan Rencana Strategis program CSR, terdapat beberapa komponen yang yang harus diperhatikan. 1. Visi Misi dan Tujuan CSR Komponen pertama adalah menetapkan visi, misi, dan tujuan dari dilaksanakannya program CSR. Visi merupakan rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan ketika program ini berakhir. Visi mencerminkan komitmen perusahaan terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan yang berkelanjutan. Sedangkan misi merupakan rumusan umum mengenai upaya-upaya yang dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Sementara Tujuan adalah penjabaran Visi yang dilengkapi dengan rencana sasaran yang hendak dicapai dalam rangka mencapai sasaran program. Poin-poin dalam tujuan harus dapat diukur dan terkait langsung dengan area/fokus isu relevan yang tengah dihadapi oleh masyarakat. Selain tiga komponen tersebut (Visi, Misi dan Tujuan), perusahaan juga dapat dicantumkan landasan kebijakan pengembangan masyarakat, serta strategi dan komitmen perusahaan untuk memperkuat 2. Analisis Isu Strategis Pengembangan Masyarakat Komponen selanjutnya yang harus ada dalam penyusunan Renstra adalah Analisis Isu Strategis. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan isu strategis ini adalah Pendekatan Sustainable Livelihood Approach (SLA). Pendekatan ini memungkinkan perusahaan untuk memahami lebih dalam kebutuhan, masalah, dan potensi yang dihadapi oleh masyarakat dari kacamata aset pendukung penghidupan berkelanjutan. 5 aset ini yaitu Natural Capital (Aset Sumber Daya Alam), Financial Capital (Aset Keuangan Komunitas) Physichal Capital (Aset Infrastruktur Fisik), Human Capital (Aset Sumber Daya Manusia), Social Capital (Aset/Modal Sosial).v Analisis Isu strategis ini dapat diambil dari dokumen hasil Social Mapping/pemetaan sosial terbaru yang telah dilakukan oleh perusahaan kepada masyarakat sasaran. Baca Juga: Social Mapping Sebagai Landasan Perencanaan Program CSR Setelah dilakukan analisis mengenai isu strategis yang tengah dihadapi oleh masyarakat, langkah selanjutnya adalah melakukan pemetaan isu strategis serta merumuskan intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi isu yang dipilih. Pemilihan isu prioritas ini didasarkan pada urgensi untuk dilaksanakan. 3. Program Jangka Panjang dan Dirinci Program Tahunan Komponen selanjutnya adalah Pemilihan program untuk jangka waktu lima tahun dengan memilih program prioritas yang paling mendesak untuk dilaksanakan. Kemudian dirici argumentasi yang mendasar program tersebut yaitu kondisi sosial masyarakat, setelah itu dibuat rincian rangkaian tindakan spesifik berupa kegiatan untuk mencapai tujuan dari program. Komponen berikutnya dalam perumusan rencana strategis adalah pemilihan program untuk jangka waktu lima tahun, dengan menentukan program prioritas yang paling mendesak untuk dilaksanakan. Setelah menetapkan prioritas program, langkah selanjutnya adalah merinci argumentasi yang mendasari pilihan tersebut. Argumentasi ini mencakup deksripsi mendalam tentang kondisi sosial masyarakat yang menjadi latar belakang program tersebut. Dengan memahami konteks sosial, perencana dapat merumuskan argumen yang kuat mengenai relevansi dan dampak positif yang mungkin dihasilkan oleh pelaksanaan program tersebut. Setelah menguraikan argumentasi mengenai latar belakang dilaksanakannya program, langkah selanjutnya adalah membuat rincian rangkaian tindakan spesifik. Rangkaian tindakan ini berupa kegiatan yang dirancang untuk mencapai tujuan dari program yang dipilih. Dengan mengikuti langkah-langkah ini, perencanaan program menjadi lebih terstruktur dan terarah, memungkinkan perusahaan atau lembaga untuk secara efektif menjawab kebutuhan, masalah, dan potensi yang dirasakan masyarakat.. 4. Indikator Program yang Terukur Setelah program dan rincian kegiatan dipilih, langkah selanjutnya adalah membuat indikator keberhasilan program yang dapat diukur. Penentuan indikator keberhasilan menjadi aspek penting guna memastikan efektivitas dan dampak positif dari program CSR yang dilaksanakan. Indikator ini memungkinkan pemantauan progres perkembangan program secara sistematis dan objektif. Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM): Indikator Kesuksesan Program CSR Penjelasan mengenai indikator keberhasilan mencakup beberapa elemen. Pertama, input, yaitu aktivitas dan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan program. Dan output yang merupakan hasil langsung dari kegiatan yang dilaksanakan. Dengan menentukan indikator keberhasilan ini, perusahaan dapat secara efektif mengevaluasi pencapaian tujuan program CSR yang dilaksanakan. 5. Kebutuhan Anggaran Pembiayaan Program Langkah selanjutnya adalah merinci anggaran dana yang akan dialokasikan untuk setiap program dan kegiatan yang hendak dilaksanakan. Pengalokasian dana ini perlu dilakukan secara cermat dan proporsional, dengan mempertimbangkan kebutuhan dan urgensi masing-masing program CSR yang telah dipilih. Proses ini melibatkan penentuan alokasi dana berdasarkan program serta perencanaan anggaran per tahun selama kurun waktu 5 tahun. Dengan merinci alokasi dana ini, perusahaan dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya finansialnya, serta mengantisipasi tantangan keuangan yang mungkin muncul dan memastikan bahwa sumber daya finansial yang diperlukan untuk program-program ini dapat tersedia secara konsisten. Selain itu, proses ini juga memberikan transparansi dan akuntabilitas terhadap penggunaan dana, yang tentu dapat membangun kepercayaan di antara pemangku kepentingan, dan menciptakan dasar finansial yang kokoh untuk keberhasilan jangka panjang dari program CSR yang dijalankan. 6. Target dan Sasaran Program Langkah selanjutnya adalah menetapkan target dan sasaran program. Penetapan target ini menjadi penting guna menentukan fokus dan ruang lingkup dampak yang ingin dicapai oleh setiap program CSR. Target dapat ditentukan baik untuk kelompok maupun individu, dengan jumlah yang spesifik. Merinci target dengan rincian jumlahnya akan memudahkan proses monitoring program dan ketercapaian pada indikator yang dibuat. 7. Program Menjawab Kelompok Rentan Tahapan terakhir dalam merancang Rencana Strategis program CSR adalah penjelasan bahwa program ini diarahkan untuk menjawab kebutuhan kelompok rentan dalam masyarakat. Kelompok rentan adalah lapisan masyarakat yang minim atau bahkan tidak memiliki akses dan aset terhadap sumber daya. Kelompok rentan merupakan masyarakat yang paling membutuhkan dan mendesak untuk dilakukan perbaikan segera. Setelah merinci target atau sasaran program, program CSR dapat dirancang untuk memberikan solusi konkret kepada kelompok-kelompok yang membutuhkan dukungan segera. Dengan menekankan bahwa program ini ditujukan untuk merespons kebutuhan kelompok rentan, perusahaan dapat memperkuat komitmen sosialnya dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemberdayaan komunitas yang membutuhkan dukungan. Itulah penjelasan mengenai Rencana Strategis dalam program CSR. Bagi kamu yang masih bingung dengan cara membuat dokumen Rencana Strategis program CSR yang ideal, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi terkait pengelolaan program CSR melalui CSR Innovation, dari mulai assesment, pembuatan rencana strategis dan rencara kerja, hingga implementasi program. Klik untuk melihat berbagai layanan kami Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Olahkarsa on
Program CSR diliput media
CSR Communication

4 Langkah Agar Program CSR Diliput Banyak Media

Media merupakan salah satu stakeholder yang memiliki peran penting dalam sebuah program CSR. Untuk meng-eksposur dampak positif dari program CSR yang telah dilaksanakan, publikasi pada media massa berperan penting untuk menyebarluaskan informasi kepada stakehlder lain, guna membangun citra positif. Mengingat peran dari media tersebut, perusahaan tentu harus melakukan treatment khusus kepada media. Agar mereka mau mempublikasikan program dan kegiatan CSR yang telah dilakukan. Tanpa treatment khusus, para media tentu akan sulit bahkan enggan untuk mempublikasikan. Ketika hubungan baik dengan media telah terbangun, perusahaan tentu tidak akan kesulitan apabila hendak mempublikasikan kegiatan CSR. Adanya hubungan yang dekat antara perusahaan dengan media akan menghasilkan pemberitaan yang positif dengan perusahaan. Pemberitaan yang positif mengenai perusahaan akan meningkatkan citra perusahaan yang positif ke publik. Citra perusahaan yang positif akan membuat perusahaan semakin dikenal dan dipercaya oleh publik. Sehingga perusahaan akan semakin kuat dalam menghadapi persaingan dari para pesaing bisnis. Baca Juga: Hexahelix: Paradigma Baru Kolaborasi di CSR Lantas, bagaimana cara membangun hubungan baik dengan media, agar mereka mau mempublikasikan aktivitas CSR perusahaan? 1. Press Tour Strategi pertama adalah dengan menyelenggarakan Press Tour. Strategi ini bertujuan untuk membangun kedekatan emosional antara perusahaan dengan media. Dalam suasana santai dan informal, Press Tour dapat menjadi sarana untuk memperkenalkan staff perusahaan kepada para insan media. Menjembatani pemahaman tentang industri dan lingkungan bisnis, serta merespons pertanyaan atau isu terkini. Press Tour dapat berupa kegiatan berekreasi ke tempat wisata, tempat bersejarah, atau tempat bernilai budaya. Bisa juga dengan menyelenggarakan kegiatan outbond di alam terbuka dengan menyisipkan rangkaian games yang menarik. Melalui berbagai kegiatan ini, perusahaan dapat membangun hubungan personal dengan insan media. Interaksi langsung dalam suasana santai dapat menciptakan hubungan yang kuat. Serta memungkinkan perusahaan untuk lebih mudah berkomunikasi dan berkolaborasi dengan insan media. Selain itu, kegiatan Press Tour ini juga dapat membawa manfaat bagi media diantaranya sebagai ajang refreshing, rekreasi, dan media bisa mendapat informasi yang lengkap dari perusahaan yang dapat diangkat menjadi sumber pemberitaan. 2. Awarding/Pemberian Penghargaan Kegiatan selanjutnya adalah pemberian penghargaan kepada Media yang dinilai telah berkontribusi kepada perusahaan. Pemberian penghargaan ini merupakan sebuah langkah strategis dalam memelihara hubungan baik antara perusahaan dan media pers. Melalui kegiatan ini , perusahaan dapat memberikan penghargaan kepada wartawan dan media massa yang telah berkontribusi untuk publikasi secara positif dan informatif. Penghargaan ini tidak hanya bentuk apresiasi terhadap kualitas liputan mereka, tetapi juga sebagai upaya untuk membangun hubungan yang saling menguntungkan antara perusahaan dan media. Dengan menciptakan momen yang berkesan dan memberikan apresiasi, perusahaan tidak hanya membangun hubungan profesional yang erat dengan media pers, tetapi juga memperkuat citra positif mereka dalam konteks keberlanjutan dan tanggung jawab sosial perusahaan. 3. Kunjungan Media Kegiatan selanjutnya adalah kunjungan media. Kunjungan ini memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk membangun hubungan secara langsung dengan para wartawan dan redaktur, menciptakan saling pengertian, serta memperkuat jalinan kerja sama yang positif. Selain itu, kunjungan media juga menciptakan ruang untuk membangun pemahaman bersama mengenai visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan. Sehingga media dapat memberikan liputan yang lebih kontekstual dan akurat, dan positif. Melalui kunjungan media, perusahaan tidak hanya membangun kepercayaan dengan para jurnalis, tetapi juga membuka pintu bagi peluang kerja sama yang lebih luas, seperti konferensi pers, wawancara eksklusif, hingga penulisan pemberitaan yang lebih mendalam. 4. Mengundang Menjadi Narasumber Kegiatan terakhir yang dapat membangun kedekatan media dengan perusahaan adalah mengundang mereka sebagai narasumber di perusahaan. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan karyawan perusahaan yang berhubungan dengan dunia jurnalistik misalnya, Divisi Public Relation. Dengan mengundang pihak media menjadi narasumber atau pembicara, mereka akan merasa dihargai dan pada akhirnya dapat membangun kedekatan emosional dengan perusahaan. Ketika kedekatan emosional sudah terbangun, perusahaan tidak akan kesulitan ketika membutuhkan mereka untuk keperluan publikasi kegiatan CSR. Itulah penjelasan mengenai cara membangun hubungan baik dengan Media agar mudah mendapatkan pemberitaan. Bagi kamu yang masih bingung dengan cara menyusun strategi komunikasi dengan berbagai stakeholder termasuk dengan media, atau bahkan ingin program CSR nya bisa dipublikasikan di media nasional, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi terkait strategi komunikasi CSR. Klik untuk melihat berbagai layanan kami Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Olahkarsa on
Karakteristik Masyarakat Pedesaan untuk Program CSR
CSR

Kenali Karakteristik Masyarakat Pedesaan dalam Program CSR

Dalam melaksanakan program CSR di wilayah pedesaan, pemahaman mendalam tentang karakteristik masyarakat yang menjadi sasaran program menjadi hal yang vital. Selain agar program dapat berdampak dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, juga agar program berjalan lancar serta meminimalisir kendala yang mungkin muncul. Dengan memahami dan memperhatikan karakteristik masyarakat pedesaan, program CSR dapat menjadi lebih efektif, berkelanjutan, dan dapat memberikan dampak positif yang signifikan pada masyarakat setempat. Di bawah ini, kita akan menjelajahi beberapa karakteristik masyarakat yang relevan untuk perencanaan dan implementasi program CSR. Baca Juga: Cara Mengintegrasikan CSR Sebagai Strategi Bisnis Kompleksitas Masyarakat Pedesaan Suatu masyarakat tidak bisa dipandang hanya sebagai kumpulan makhluk hidup, namun mereka memiliki sebuah sistem sosial yang mengatur dan mempengaruhi kehidupan sebuah masyarakat. Dalam pandangan sosiologi, masyarakat dipandang sebagai sistem sosial, yaitu pola interaksi sosial yang terdiri atas komponen sosial yang teratur dan melembaga atau mengakar dalam kehidupan masyarakat. Meski terlihat sederhana, masyarakat pedesaan memiliki sistem sosial yang sangat kompleks dan beragam dibandingkan dengan masyarakat di wilayah perkotaan. Setiap wilayah dan desa memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Kompleksitas ini mencakup pola interaksi dan hubungan antar individu dan kelompok masyarakat, kelembagaan sosial, sistem mata penceharian, nilai, budaya dan adat istiadat. Apabila ada orang luar yang hendak masuk ke dalam kehidupan masyarakat pedesaan, termasuk perusahaan yang hendak melaksanakan program CSR, maka ia harus bisa memahami dan menyesuaikan diri dengan kondisi masyarakat tersebut. Hal ini agar ia dapat diterima dengan baik di sebuah masyarakat. Karakteristik masyarakat pedesaan 1. Memegang Teguh Sistem Kekerabatan dan Solidaritas Sosial Karakteristik pertama yakni pada umumnya masyarakat di pedesaan sangat memegang teguh sistem kekerabatan yang menjadi landasan kuatnya solidaritas sosial. Masyarakat di sebuah desa pada umumnya berasal dari keturunan dan leluhur yang sama. Sehingga antar masyarakat masih memiliki ikatan kekerabatan meskipun jauh, dan ikatan kekerabatan tersebut masih di pegang teguh. Hal ini menjadikan orang desa sangat memegang teguh prinsip gotong royong dan musyawarah untuk mufakat dalam kehidupan sehari-harinya. Sebab, antara satu warga dan warga lain merupakan ikatan keluarga yang harus dibantu dan ditolong. Oleh karena itu, prinsip gotong royong, tolong-menolong mewarnai sebagai bagian tradisi dan adat turun-temurun. Begitu pun dalam hal musyawarah. Musyawarah merupakan alat memecahkan masalah. Mereka hidup secara komunal, bukan individual, serta tidak bisa memecahkan masalah sendiri sehingga musyawarah antar keluarga atau kelompok menjadi bagian penting dalam kehidupannya. Dengan mengidentifikasi keberadaan karakteristik ini di pedesaan, perusahaan dapat menggunakannya sebagai kekuatan dalam melaksanakan program CSR. Solidaritas sosial adalah modal yang sangat berharga untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam program. 2. Keberadaan Kelembagaan Sosial Menurut Koentjaraningrat, lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan merupakan lembaga yang terdiri atas unsur-unsur yang mengatur perilaku warga masyarakat. Bagi masyarakat desa, lembaga di masyarakat desa bisa berupa lembaga adat ataupun lembaga pemerintahan. Besarnya peranan lembaga pemerintahan berbeda pada semua desa. Pada desa dengan ikatan genealogis, peranan lembaga pemerintahan tidak terlalu besar karena sistem kekerabatan dengan aturan adat-istiadatnya sangat mendominasi kehidupan masyarakat desa. Adapun pada desa dengan ikatan kedaerahan, peranan lembaga pemerintahan cukup besar. Beberapa lembaga kemasyarakatan formal/pemerintahan yang ada di desa di antaranya sebagai berikut adalah Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Rukun Tetangga (RT), Rukun Kampung-RT/RW Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan Karang Taruna. Sedangkan lembaga kemasyarakatan yang bersifat non formal di antaranya kelompok pemakai air, lembaga adat, dewan kemakmuran mesjid, kelompok pengajian, dan kelompok tani. Berbeda dengan kelembagaan formal yang biasanya terikat oleh aturan pemerintah, kelembagaan non formal biasanya terikat oleh kedekatan emosional dan solidaritas sosial organik. Keberadaan kelembagaan sosial baik formal maupun non formal di pedesaan ini dapat menjadi wadah dalam melaksanakan program CSR. Dibanding membentuk lembaga atau kelompok sosial baru yang notabene dapat memakan waktu cukup lama, lebih baik menggunakan kelembagaan sosial yang sudah terbentuk dan eksis. 3. Bermata Penceharian Pertanian dan Peternakan Karakteristik selanjutnya dari masyarakat pedesaan adalah ketergantungan hidup mereka pada sektor pertanian dan peternakan. Hal ini diakibatkan oleh kondisi alam di wilayah pedesaan yang mendukung kegiatan-kegiatan pertanian dan peternakan. Yang mana lahan pedesaan terbilang masih subur dan memiliki pasokan air yang cukup sebagai pendukung keberhasilan pertanian. Namun, komoditas pertanian dan peternakan ini pada umumnya langsung dijual sebagai bahan baku mentah. Hal ini menyebabkan harga komoditas dua sektor ini rendah sehingga pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di pedesaan juga masih rendah. Sejalan dengan hal ini, perusahaan bisa mengembangkan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang fokus pada mendukung sektor pertanian dan peternakan. Melalui dukungan ini, perusahaan dapat berkontribusi pada peningkatan taraf ekonomi masyarakat pedesaan. Dukungan yang diberikan dapat melibatkan peningkatan kapasitas masyarakat dalam bidang pertanian organik. Program CSR yang difokuskan pada pelatihan pertanian berkelanjutan, pengenalan teknologi pertanian modern, dan dukungan untuk meningkatkan produktivitas menjadi langkah-langkah konkret yang dapat diambil. Inisiatif ini memiliki potensi untuk memberdayakan masyarakat setempat dalam mencapai keberlanjutan ekonomi dan lingkungan. 4. Memegang Teguh Adat dan Tradisi Kebudayaan Karakteristik selanjutnya adalah pada umumnya masyarakat di pedesaan amat memegang teguh adat istiadat yang telah diwariskan secara turun temurun. Hal ini meliputi kegiatan sosial, ritual keagamaan, kesenian, bahasa, adat istiadat, dan norma atau aturan. Ketika perusahaan hendak melaksanakan program CSR nya, hendaknya selalu memperhatikan adat istiadat, budaya, dan normal yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Jangan sampai perusahaan tidak memperhatikan sehingga dalam pelaksanaannya perusahaan melanggar norma dan adat istiadat yang dimiliki oleh perusahaan. Hal ini tentu akan berakibat vital. Sebab yang awalnya perusahaan berencana hendak berniat baik, masyarakat bisa tidak menerima karena perusahaan melanggar norma dan adat istiadat yang berlaku. Baca Juga: Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Program CSR Sebagai contoh, perusahaan hendak memberikan bantuan kepada masyarakat di Desa A. Namun dalam proses pelaksanaannya, salah satu dari staff di lapangan mengucapkan atau melakukan hal-hal yang dilarang di wilayah tersebut. Akibatnya, pemimpin masyarakat di sana mungkin merasa tersinggung atau tidak puas dengan perilaku yang tidak pantas tersebut. Tindakan tidak sesuai ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan antara perusahaan dan masyarakat setempat, mengancam keberhasilan program CSR yang seharusnya membawa manfaat positif. Selain itu, dampak negatif dari tindakan tersebut bisa menciptakan ketidakharmonisan di antara komunitas, mempersulit upaya perusahaan untuk menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat yang menjadi sasaran program CSR. Pemimpin masyarakat dan anggota desa mungkin merasa diabaikan atau tidak dihormati. Hal ini dapat menyulitkan kerja sama jangka panjang antara perusahaan dan komunitas setempat. Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk tidak hanya fokus pada aspek materi bantuan yang diberikan. Tetapi juga memperhatikan etika dan budaya setempat dalam pelaksanaan program CSR. Dengan memastikan bahwa staf di lapangan memiliki pemahaman yang baik tentang norma-norma dan nilai-nilai di wilayah yang dilibatkan, perusahaan dapat meminimalkan risiko terjadinya insiden yang merugikan dan memperkuat hubungan positif dengan masyarakat. Itulah penjelasan tentang Karakteristik Masyarakat Pedesaan yang dapat menjadi panduan bagi perusahaan untuk melaksanakan program CSR. Bagi kamu yang masih bingung dengan cara mengenali karakteristik masyarakat sasaran program terutama yang berada di wilayah pedesaan, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi terkait pengelolaan program CSR melalui CSR Innovation, dari mulai assesment, pembuatan rencana strategis dan rencara kerja, hingga implementasi program. Klik untuk melihat berbagai layanan kami Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com. Referensi Adon Nasrullah Jamaluddin. Sosiologi Perdesaan. Bandung: Pustaka Setia
Olahkarsa on
Resolusi Konflik Perusahaan
Conflict Resolution

Mengenal Resolusi Konflik dan Jenisnya

Resolusi konflik merupakan tindakan yang harus diambil oleh perusahaan ketika mengalami konflik sosial dengan berbagai stakeholder khususnya masyarakat lokal. Konflik sosial merupakan sebuah peristiwa yang sering kali dialami oleh perusahaan. Hal ini biasanya dipicu karena beberapa hal seperti ketidakpuasan masyarakat terhadap operasi perusahaan di sekitar tempat tinggalnya, hingga operasi perusahaan yang dirasa menimbulkan kerugian bagi masyarakat. Dalam beberapa kasus, terjadinya konflik bisa menimbulkan kerugian, baik bagi masyarakat maupun perusahaan. Bagi masyarakat, konflik dapat menimbulkan kerugian materi maupun korban jiwa. Sedangkan bagi perusahaan konflik dapat menimbulkan kerugian fisik, infrastruktur, menurunnya citra di hadapan publik, hingga kerugian finansial. Baca Juga: Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Program CSR Ketika konflik antara masyarakat dengan perusahaan terjadi, perusahaan harus segera menyelesaikannya. Apabila dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian, gejolak konflik akan semakin besar dan bisa mengancam keberlanjutan bisnis perusahaan. Apa itu Konflik Sosial? Secara bahasa, konflik bermakna perselisihan atau pertentangan. Sedangkan konflik sosial adalah pertentangan antar anggota, antara kelompok, atau antara organisasi dalam kehidupan masyarakat. Menurut Selo Soemarjan, Konflik merupakan salah satu bentuk interaksi sosial. Yang mana bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition) dan pertentangan (conflict). Selain itu, konflik juga dapat dimaknai sebagai masalah sosial yang timbul karena adanya perbedaan yang terjadi di dalam masyarakat. Sebagai contoh perbedaan jenis kelamin, strata sosial dan ekonomi, kepentingan, sistem hukum, suku, agama, kepercayaan, budaya, ideologi, politik, dan sebagainya. Selama ada perbedaan tersebut, konflik sosial tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan.  Dalam kehidupan sosial, Konflik adalah aspek interinsik dan tidak mungkin dihindarkan. Bahkan dalam perusahaan konflik sosial sering kali menjadi makanan sehari-hari yang mewarnai bisnis perusahaan. Namun, bukan berarti konflik tidak bisa diselesaikan. Resolusi konflik menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan konflik sosial Resolusi Konflik Dalam Webster Dictionary, Resolusi Konflik didefinisikan sebagai (1) tindakan mengurai suatu permasalahan, (2) pemecahan, (3) penghapusan atau penghilangan permasalahan. Sedangkan dalam beberapa sumber yang lain, Resolusi konflik adalah upaya untuk mengelola konflik agar tidak berkembang menjadi kekerasan atau menimbulkan kerugian yang lebih parah. Dengan kata lain, resolusi konflik merupakan upaya pengendalian dan penyelesaian konflik. Pada hakikatnya resolusi konflik pun dipandang sebagai upaya penanganan sebab-sebab konflik dan penyelesaian konflik dengan menciptakan hubungan baru yang bisa bertahan lama dan positif di antara kelompok-kelompok atau pihak-pihak yang bertentangan. Jenis Resolusi Konflik Di dalam upaya resolusi konflik, terdapat beberapa pendekatan yang bisa digunakan untuk menyelesaikan konflik sosial yang terjadi. 1. Konsiliasi Rekonsiliasi merupakan upaya untuk menyelesaikan konflik, permusuhan, dan rasa saling tidak percaya di antara dua kelompok yang berkonflik. Dalam rekonsiliasi, pihak yang berkonflik diharapkan mampu menimbulkan situasi saling melupakan dan saling memaafkan atas peristiwa konflik yang terjadi. Rekonsiliasi hanya dapat dilakukan melalui penguatan modal sosial (social capital) yang dimulai dari membangun modal sosial utama yakni kepercayaan (trust) antar masyarakat. Dalam konteks ini, Perusahaan dapat menyelesaikan atau menghindari konflik dengan cara membangun kepercayaan di antara para stakeholder khususnya masyarakat. Ketika kepercayaan sudah terbangun, maka konflik akan terhindar. Rekonsiliasi dapat dilakukan oleh perusahaan ketika dihadapkan pada situasi konflik seperti tuntutan mengenai dampak sosial dan lingkungan dari operasi perusahaan. Rekonsiliasi tidak selalu dilakukan sebagai respons terhadap konflik, sering kali rekonsiliasi ini menjadi strategi proaktif untuk membangun hubungan yang kuat dan berkelanjutan antara perusahaan dan masyarakat. 2. Mediasi Mediasi adalah pendekatan dalam penyelesaian konflik melalui proses perundingan atau mufakat dari para pihak dengan dibantu oleh Mediator. Sebagai mediator, tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus. Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari kedua belah pihak yang sedang berkonflik. Perusahaan dapat menggunakan pendekatan mediasi ketika dihadapkan dengan konflik di masyarakat. Misalnya saat menghadapi tuntutan dari masyarakat tentang lapangan kerja maupun dana CSR. 3. Arbitase Mirip dengan mediasi, resolusi konflik melalui arbitrase juga menggunakan pihak ketiga. Pihak ketiga dalam arbitrase disebut sebagai arbiter. Seorang arbiter bersifat netral. Berbeda dengan mediator yang hanya memediasi dan memberikan nasihat, arbiter memiliki wewenang untuk memilih salah satu alternatif yang terbaik bagi kedua belah pihak yang terlibat konflik. Dalam proses arbitase, Arbiter akan melakukan dengar pendapat dengan pihak-pihak yang terlibat konflik. Masing-masing pihak tersebut mengemukakan posisinya dalam konflik disertai bukti kesaksian dan dokumen-dokumen yang mendukung. Setelah itu Arbiter secara aktif menggali informasi dari pihak-pihak yang terlibat konflik. Kemudian Arbiter mengumpulkan sejumlah alternatif kemungkinan resolusi konflik dan membahasnya dengan pihak-pihak yang terlibat konflik. Selanjutnya Arbiter memilih salah satu alternatif yang terbaik bagi kedua belah pihak yang terlibat konflik dan masing-masing pihak yang terlibat konflik melaksanakan keputusan arbiter. 4. Negosiasi Adalah proses komunikasi langsung antara pihak-pihak yang terlibat konflik untuk mencapai kesepakatan atau solusi yang saling menguntungkan. Negosiasi dapat dilakukan secara formal atau informal, dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga. 5. Litigasi Adalah proses penyelesaian konflik dengan cara mengajukan gugatan atau tuntutan hukum kepada pengadilan. Litigan berperan sebagai penggugat atau tergugat dalam memperjuangkan hak-hak dan kepentingan mereka di depan hakim. Keputusan atau solusi pengadilan bersifat final dan harus ditaati oleh semua pihak. Pendekatan ini dapat dilakukan sebagai jalan terakhir ketika berbagai pendekatan lain dirasa tidak bisa menyelesaikan konflik. Penutup Resolusi konflik bukanlah tugas yang mudah, namun sangat penting untuk menciptakan hubungan baik dengan seluruh stakeholder khususnya masyarakat. Berbagai jenis pendekatan dalam resolusi konflik memberikan pilihan yang sesuai dengan kompleksitas dan sifat konflik yang terlibat. Dengan pemahaman yang baik tentang berbagai pendekatan dalam resolusi konflik, perusahaan dapat mencapai perdamaian dan keharmonisan dengan seluruh stakeholder. Itulah penjelasan tentang Resolusi Konflik dan Jenisnya. Bagi kamu yang masih bingung dengan cara mengelola konflik sosial di sekitar perusahan mu, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi terkait pengelolaan konflik melalui kegiatan “Miniclass tentang Social Issue dan Stakeholder Management”. Klik untuk melihat berbagai layanan kami Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Olahkarsa on
CSR Strategi Bisnis
CSR

4 Cara Mengintegrasikan CSR Sebagai Strategi Bisnis

Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) adalah komitmen dari dunia bisnis untuk berkontribusi secara positif kepada karyawan, komunitas, dan lingkungannya. Namun selama ini, banyak orang yang masih berpikir bahwa manfaat dari praktik CSR hanya untuk masyarakat atau stakeholder saja? Jika kamu masih berpikir demikian sepertinya artikel ini akan menambah pengetahuan baru. Sebab di era sekarang, praktik CSR bisa menjadi bagian dari strategi perusahaan untuk meningkatkan performa bisnis (profit). Seperti yang kita ketahui, salah satu konsep yang mengilhami lahirnya praktik CSR adalah konsep dari john Elkington tentang triple bottom line yaitu 3P (profit, people, planet). Apabila dicermati lebih dalam, konsep ini menjadi panduan bagi pelaku usaha untuk mengakselerasi performa bisnis itu sendiri. Menciptakan harmoni antara people (masyarakat lokal, karyawan, konsumen, investor dan stakeholder secara umum ) dan planet (lingkungan) akan berbanding lurus dengan kinerja profit (keuntungan). Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana perusahaan dapat mengintegrasikan CSR ke dalam strategi bisnis untuk mencapai keberlanjutan bisnis dalam jangka panjang. Baca Juga: Ancaman Nyata Krisis Iklim Bagi Keberlanjuta Bisnis 1. Pandang CSR Bukan Sebagai Biaya (Cost), Namun Investasi Untuk merancang praktik CSR sebagai strategi bisnis, pertama kamu harus memandang Corporate Social Responsibility (CSR) bukan bukan sebagai biaya (cost). Melainkan sebagai investasi yang kelak akan menghasilkan keuntungan. Perubahan cara pandang ini akan membuka pintu bagi perusahaan untuk melihat lebih jauh dampak jangka pendek dan jangka panjang yang dapat dihasilkan oleh praktik CSR. Dengan memandang CSR sebagai investasi, perusahaan dapat melakukan pendekatan yang proaktif. Melihat kegiatan sosial dan lingkungan sebagai bagian integral dari strategi bisnis mereka. Proses ini melibatkan alokasi sumber daya untuk proyek-proyek CSR yang tidak hanya memenuhi kewajiban etis. Tetapi juga merangsang pertumbuhan bisnis melalui peningkatan reputasi, loyalitas pelanggan, dan ketahanan operasional yang terhindar dari berbagai risiko bisnis. 2. Pelaporan Berkelanjutan (Sutaiability Reporting) Di era saat ini, keputusan investor untuk menanamkan modalnya di sebuah perusahaan tidak hanya dipengaruhi oleh kinerja aspek finansial saja. Namun juga kinerja non finansial. Para investor semakin menyadari bahwa faktor-faktor non-keuangan, seperti keberlanjutan, etika bisnis, dan tanggung jawab sosial, dapat memengaruhi kinerja jangka panjang perusahaan. Kinerja non finansial adalah pencapaian-pencapaian perusahaan untuk berkontribusi pada lingkungan sekitar, termasuk mengelola berbagai risiko yang muncul. Kinerja non finansial dari sebuah perusahaan biasanya dilihat melalui dokumen Sustainability Report. Sustainability Report berfokus menyoroti dampak sosial dan lingkungan yang dihasilkan oleh kegiatan operasional. Praktik CSR merupakan salah satu elemen utama yang menjadi substansi dari Sustainability Report. Dengan memasukkan inisiatif CSR dalam laporan ini, perusahaan dapat memberikan gambaran holistik tentang komitmen perusahaan terhadap keberlanjutan. Baca Juga: Global Reporting Initiative (GRI), Standar untuk Sustainability Report Dengan menyajikan informasi yang kredibel dan terverifikasi tentang dampak positif yang dihasilkan oleh kegiatan sosial dan lingkungan, perusahaan memberikan indikator kuat bahwa mereka tidak hanya fokus pada keuntungan finansial. Tetapi juga pada kontribusi positif mereka terhadap masyarakat dan lingkungan. Hal Ini tentu akan membantu menciptakan hubungan yang harmonis antara perusahaan dan investor. 3. Eksposur Komunikasi untuk Menciptakan Brand Image Perusahaan CSR bukanlah beban, namun investasi untuk membangun reputasi dan citra perusahaan. Ketika perusahaan secara aktif berkontribusi pada keberlanjutan masyarakat dan lingkungan, hal ini akan menciptakan citra positif di mata para pemangku kepentingan khususnya masyarakat lokal, konsumen, media, dan investor. Mengimplementasikan praktik Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai alat eksposur komunikasi untuk membentuk citra merek perusahaan. Saat ini, konsumen semakin memperhatikan dampak sosial dan lingkungan dari produk atau layanan yang mereka gunakan. Hal ini menjadikan CSR bukan hanya tentang memenuhi kewajiban etis, tetapi juga menjadi langkah strategis untuk membangun brand image. Dalam langkah ini, perusahaan dapat mempublikasikan dan menonjolkan inisiatif keberlanjutan serta kontribusi sosial perusahaan melalui berbagai saluran komunikasi. Seperti media sosial, siaran pers, majalah, website perusahaan, maupun event kreatif. Sebagai informasi, Olahkarsa terus mendorong dunia bisnis untuk membangun strategi komunikasi CSR yang kuat. Hal ini dilakukan dengan menyediakan berbagai layanan dan asistensi terkait dengan pengelolaan sosial media, media rilis, komunikasi melalui bulletin CSR, Buku ISBN, maupun media kreatifnya. Untuk lebih lengkapnya kamu bisa mengunjungi link berikut: CSR Communication Olahkarsa Service 4. Menciptakan Nilai Bersama dengan Pendekatan CSV Creating Shared Value (CSV) diartikan sebagai suatu konsep dan perencanaan strategi bisnis perusahaan dengan memperhatikan masalah dan kebutuhan sosial (Porter dan Kramer, 2011). CSV bukan hanya tentang nilai personal ataupun membagikan nilai yang sudah diciptakan oleh perusahaan. Namun, memperluas nilai ekonomi dan sosial antar aspek bisnis bagi perusahaan maupun masyarakat. Semakin luas nilai baik dan manfaat tersebar, maka semakin besar pula keuntungan strategis bagi perusahaan. Dengan kata lain, Creating Shared Value (CSV) merupakan usaha perusahaan secara proaktif untuk menciptakan nilai bersama pada ekonomi dan sosial. Creating Shared Value atau CSV berupaya membangun suatu peluang dalam rangka menyelesaikan permasalahan sosial sekaligus menjadi upaya perusahaan untuk berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan sosial. Baca Juga: 3 Bentuk Implementasi Creating Shared Value (CSV) Jika pada umumnya dampak yang dihasilkan dari praktik CSR bersifta tidak langsung melalui brand image atau citra perusahaan di hadapan publik, maka dengan pendekatan CSV, praktik CSR perusahaan dapat menghasilkan dampak secara langsung bagi kinerja bisnis mereka (profit). Itulah penjelasan tentang bagaimana mengintegrasikan prakatik CSR ke dalam strategi bisnis perusahaan. Bagi kamu yang masih bingung dengan cara mengelola CSR yang efektif untuk mendorong akselerasi bisni, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi terkait pengelolaan program CSR secara end-to-end. Klik untuk melihat berbagai layanan kami Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Olahkarsa on
PowerPoint PROPER
PROPER

Begini Kriteria PowerPoint untuk Presentasi PROPER Emas

Presentasi PowerPoint dari pimpinan perusahaan menjadi salah satu kriteria utama dalam penilaian PROPER Emas. Pemimpin perusahaan akan diminta memaparkan upaya-upaya keberlanjutan dalam operasi bisnis yang dilakukan kepada Dewan Penilai PROPER. Tujuan dari kriteria penilaian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana para pemimpin perusahaan tersebut berkomitmen pada praktik bisnis yang berkelanjutan. Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selaku penyelenggara ini berupaya untuk mendorong para pemimpin perusahaan terkait untuk semakin berkomitmen pada keberlanjutan. Lantas seperti apa substansi dalam PowerPoint PROPER Emas ini? Baca Juga: Kriteria Green Leadership dalam PROPER 1. Komitmen Manajemen Pembahasan pertama adalah paparan mengenai komitmen manajemen pada keberlanjutan. Pada slide ini, Peserta PROPER dapat memaparkan visi misi perusahaan, serta poin-poin komitmen dari jajaran direksi atau pimpinan perusahaan terhadap praktik bisnis berkelanjutan. 2. Profil Perusahaan Pembahasan kedua adalah profil perusahaan. Pada slide ini dijelaskan mengenai informasi umum seputar perusahaan seperti tahun berdiri, alamat, jumlah karyawan, luasan area operasi, jenis produk, dan kapasitas produksi dari perusahaan. 3. Sebaran Program Pemberdayaan Masyarakat Pembahasan ketiga adalah pemaparan mengenai sebaran program pemberdayaan masyarakat. Pada slide ini perusahaan harus memaparkan peta persebaran dari program pemberdayaan masyarakat unggulan yang dilaksanakan oleh perusahaan. Kamu bisa menggunakan gambar dari aplikasi Google Maps sebagai alat bantu untuk menggambarkan sebaran program. 4. Prestasi Pembahasan ketiga adalah pemaparan mengenai prestasi yang pernah diraih oleh perusahaan dalam praktik CSR. Prestasi ini bisa berupa penghargaan berupa trofi maupun sertifikat yang diberikan oleh lembaga/organisasi pada tingkatan daerah, provinsi, nasional, hingga internasional. Selain itu kamu juga bisa menyantumkan sertifikasi yang berkaitan dengan menajemen lingkungan ataupun praktik CSR. 5. Sistem Manajemen Daur Hidup Pembahasan selanjutnya adalah pemaparan mengenai sistem manajemen daur hidup atau Life Ciclye Assesment (LCA) . Pada bagian ini, kamu harus memaparkan hasil penilaian potensi dampak lingkungan dan jejak karbon yang dihasilkan oleh sebuah produk dalam setiap tahapan daur hidup (ekstraksi, pengolahan, distribusi, daur ulang). Baca Juga: Bagaimana Kriteria Life Cycle Assesment (LCA) dalam PROPER? Dalam slide pembahasan ini pula kamu harus memaparkan gambaran umum mengenai skema program untuk mereduksi dampak negatif tersebut melalui program Eco Inovasi dan Inovasi Sosial. 6. Eco Inovasi Pembahasan selanjutnya adalah pemaparan mengenai program Eco Inovasi yang dilakukan oleh perusahaan. Jika pemaparan mengenai Sistem Daur Hidup/Life Ciclye Assesment (LCA) hanya sebatas penilaian dampak negatif atau jejak karbon dari proses produksi, Eco Inovasi adalah tindakan dari perusahaan untuk mereduksi dampak negatif tersebut secara langsung. Hal ini dilakukan dengan menciptkan inovasi teknologi pada elemen operasional yang dapat menghemat sumber daya dan juga meruduksi limbah atau emisi. Baca Juga: Mengenal Eco Inovasi dalam PROPER Dalam pembahasan ini, kamu harus mengaitkan hasil penilaian daur hidup dengan program Eco Inovasi yang dilakukan. Serta mengaitkannya dengan prinsip ekonomi sirkuler. 7. Inovasi Sosial Apabila Eco Inovasi merupakan program untuk mereduksi dampak negatif dari operasi bisnis dengan inovasi teknologi pada internal operasional perusahaan, maka Inovasi Sosial adalah upaya mereduksi dampak negatif yang dilakukan melalui program pemberdayaan masyarakat. Dengan program Inovasi Sosial, perusahaan tidak hanya mereduksi dampak negatif seperti mengurangi emisi karbon, namun juga menjawab kebutuhan sosial. Baca Juga: Mengenal Inovasi Sosial dalam PROPER Dalam pembahasan ini, kamu harus memaparkan latar belakang dilaksanakannya program, perubahan sistemik yang terjadi, argumentasi mengenai unsur kebaruan, proses transfer knowledge dari core competency yang dimiliki perusahaan, argumentasi bahwa program telah menjawab kebutuhan kelompok rentan, data dan argumentasi peningkatan kapabilitas sosial, sensitivitas program terhadap bencana, capaian program melalui kerangka sustaiability compas, serta argumentasi mengenai transformasi sosial yang terjadi. 8. SROI Pembahasan selanjutnya adalah paparan mengenai nilai SROI dari program inovasi sosial yang dilaksanakan oleh perusahaan. Dalam slide ini juga dipaparkan secara detail namun ringkas mengenai ruang lingkup, identifikasi stakeholder, pemetaan outcome dari investasi yang dilakukan oleh perusahaan, serta fiksasi dampak. Baca Juga: Social Return on Investemen (SROI) dalam PROPER 9. Roadmap Keberlanjutan Pembahasan terakhir adalah paparan mengenai roadmap/peta jalan program dari Inovasi Sosial yang dilaksanakan. Slide pembahasan ini berisi tentang rencana dan target tahunan, dari awal program tersebut dilaksanakan hingga terminasi atau program berakhir saat masyarakat mandiri. Bagi yang kesulitan dalam penyusunan PowerPoint untuk persyaratan presentasi PROPER Emas , langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi pembuatan slide PowerPoint untuk PROPER Emas. Kami pun menyediakan berbagai layanan dan produk lainnya terkait dengan pendampingan PROPER. Klik untuk melihat berbagai layanan kami Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Olahkarsa on
CSR SDGs
CSR

7 Cara Mudah Mengintegrasikan Program CSR dengan SDGs

Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan sebuah kewajiban dunia bisnis untuk berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Di tengah berbagai tantangan yang yang tengah terjadi saat ini, SDGs menjadi sebuah hal yang penting untuk dicapai oleh seluruh pihak terutama entitas bisnis. Dalam beberapa kasus, sebuah perusahaan sering kali dituntut untuk membuat laporan dan mengkomunikasikan capaiaian SDGs dari operasioanl bisnis yang telah dilakukan. Hal ini sebagai bentuk akuntabilitas dan sarana mendapatkan reputasi yang baik di hadapan stakeholder. Namun, tak jarang perusahaan mengalami kesulitan mengintegrasikan target capaian SDGs dengan praktik CSR yang mereka lakukan. Pada artikel kali ini, akan dibahas cara menyelaraskan program CSR dengan SDGS yang saat ini menjadi tuntutan banyak pihak. Baca Juga: Apa itu Sustainable Development Goals Bagaimana Hubungan CSR dengan SDGs? Meskipun memiliki pengertian yang berbeda, namun keduanya memiliki keterkaitan yang sangat erat. CSR (Corporate Social Responsibility) sendiri adalah praktik bisnis dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dan lingkungan ke dalam operasinya dan berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat dan lingkungan. Sementara itu, SDGs (Sustainable Development Goals) adalah kumpulan 17 tujuan global yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2015 untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di seluruh dunia. Beberapa keterkaitan antar keduanya adalah sebagai berikut: 1. Praktik CSR Selaras dengan Tujuan SDGS  Banyak dari tujuan SDGS berkaitan langsung dengan isu-isu sosial, lingkungan, dan ekonomi yang bisa menjadi perhatian dalam praktik CSR. Perusahaan yang berkomitmen mendorong pencapaian tujuan-tujuan SDGS dalam melakukan tindakan konkrit melalui praktik CSR. 2. Pengukuran dan Pelaporan Untuk memantau kemajuan menuju pencapaian tujuan SDGS, pelaporan CSR yang transparan dan berfokus pada dampak sosial dan lingkungan menjadi penting. Perusahaan dapat menggunakan kerangka kerja SDGS sebagai panduan untuk mengidentifikasi indikator kinerja yang relevan. 3. Peluang Kolaborasi dan Kemitraan SDGs menjadi peluang bagi perusahaan untuk memperluas kolaborasi dan kemitraan dengan berbagai stakeholder. Untuk mencapai tujuan SDGS, diperlukan upaya bersama dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor bisnis. Perusahaan dengan praktik CSR nya dapat bekerja sama dengan berbagai pihak yang memiliki konsen dalam SDGS untuk menciptakan solusi yang efektif dan berkelanjutan. 4. SDGs Sebagai Sumber Ide dan Inovasi Program CSR Untuk mencapai tujuan SDGS, sering kali diperlukan inovasi dalam produk, layanan, dan proses bisnis. Praktik CSR yang berfokus pada keberlanjutan dapat mendorong perusahaan untuk menciptakan inovasi baru yang mendukung tujuan SDGS. Begitu pun sebaliknya, poin dan tujuan SDGS bisa dijadikan sumber ide dan inovasi untuk membuat berbagai inovasi dalam praktik CSR. Baca Juga: Mengenal Inovasi Sosial dalam PROPER Langkah Mengintegrasikan Program CSR dengan SDGS Mengaitkan program CSR (Corporate Social Responsibility) dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals atau SDGs) adalah langkah yang penting dalam mendukung pembangunan berkelanjutan. Selain itu, praktik ini juga menimbilakn efisiensi sebab dengan mengintegrasikan SDGS ke dalalam praktik CSR, perusaaan bisa meraih tujuan dalam satu waktu. Sebab kadangkala perusahaan dituntut untuk melalkukan pelaporan praktik SDGS dan CSR secara terpisah. Dengan sekali jalan, perusahaan daat memubat dua laporan Berikut adalah beberapa langkah yang dapat Anda ikuti untuk mengaitkan program CSR dengan SDGs: 1. Pahami Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Pertama-tama, Kamu perlu memahami SDGs yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk seluruh negara di dunia. SDGs terdiri dari 17 tujuan yang mencakup berbagai aspek pembangunan berkelanjutan, termasuk pengentasan kemiskinan, kesehatan, pendidikan, kesetaraan gender, kelestarian lingkungan, dan lain sebagainya. Pemahaman ini menjadi pondasi dalam menjalankan prkatik CSR untuk mencapai SDGS secara terintegrasi. 2. Evaluasi Program CSR yang Sudah Ada Langkah berikutnya, kamu perlu mengevaluasi program CSR yang telah berjalan di perusahaan kamu. Periksa apakah program-program tersebut sudah sejalan dengan salah satu atau beberapa point dan tujuan SDGs. Dengan evaluasi ini, kamu bisa mengetahui apakah ada aspek-aspek dari program-program tersebut yang sudah mendukung SDGs, atau bahkan ada tujuan SDGs yang belum didukung dengan program CSR. 3. Tentukan Prioritas SDGs Setelah kamu mengevaluasi program CSR yang telah berjalan, langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi SDGs yang paling relevan dengan bisnis dan nilai perusahaan kamu. Pilih satu atau beberapa SDGs yang ingin kamu fokuskan dalam program CSR kamu. Selain itu kamu bisa memilih target capaian SDGs sesuai dengan urgensi dan permasalahan yang ada di sekitar perusahaanmu. Dengan langkah ini, program CSR kamu bisa memiliki dampak positif yang signifikan. 4. Buat Rencana CSR yang Terkait dengan SDGs Selanjutnya, buatlah rencana CSR yang spesifik dan terkait dengan SDGs yang kamu pilih. Rencana ini harus mencakup tujuan, strategi, anggaran, sumber daya, dan metrik yang akan digunakan untuk mengukur keberhasilan program CSR dan target capaian program terhadap SDGs. 5. Libatkan Pihak yang Memiliki Konsen Serupa Langkah berikutnya, libatkan berbagai pihak yang juga memiliki konsen serupa dalam pencapaian poin SDGs yang kamu targetkan. Sebagai contoh, kamu bisa melibatkan instansi kesehatan pada program penanggulangan stunting. Kamu juga bisa melibatkan pegiat lingkungan saat menjalankan program konservasi mangrove di sekitar perusahaan. Kolaborasi dengan pihak terkait dapat memperkuat dampak positif program CSR kamu. 6. Komunikasikan dan Laporkan Hasil Selanjutnya, jangan lupa untuk konsisten mengkomunikasikan program CSR yang telah dilaksanakan dan bagaimana program tersebut terkait dengan SDGs kepada para pemangku kepentingan. Kamu bisa melakukannya melalui berbagai media seperti penerbitan siaran pers, laporan tahunan yang terintegrasi dengan capaian SDGS, buku, majalah, maupun platform mainstreem seperti media sosial. Dengan langkah ini, kamu bisa menujukan kepada para pemangku kepentingan bahwa perusahaanmu telah berkontribusi pada pencapaian pembangunan berkelanjutan. 7. Evaluasi dan Perbaikan Terus-menerus Terakhir, selalu lakukan evaluasi program CSR kamu untuk memastikan bahwa program tersebut tetap relevan dengan SDGs yang kamu pilih. Jika diperlukan, lakukan perbaikan dan peningkatan agar program CSR kamu semakin efektif. Baca Juga: Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Program CSR Penutup Dengan mengintegrasikan target capaian SDGS pada program CSR perusahaan, kamu dapat berkontribusi secara nyata dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan sambil memperkuat reputasi perusahaan dan hubungan dengan pemangku kepentingan. Pastikan untuk melibatkan seluruh tim CSR dalam proses ini dan terus memonitor dan mengukur dampak dari program-program CSR yang kamu jalankan.
Olahkarsa on
Eco Inovasi dalam PROPER
PROPER

Mengenal Eco Inovasi dalam PROPER

Eco Inovasi merupakan kriteria penilaian terbaru dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER) yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Seperti yang kita tahu, berbagai kriteria dan aspek penilaian dalam PROPER terus berkembang dan mengalami berbagai penambahan. Hal ini bertujuan untuk semakin mendorong dunia bisnis agar terus melakukan pembelajaran dan perbaikan dalam seluruh aspek operasionalnya, dengan memperhatikan aspek lingkungan. Baca Juga: Mengenal Inovasi Sosial dalam PROPER Eco Inovasi menjadi salah satu kriteria penilaian penting untuk PROPER Beyond Complience peringkat Emas tahun 2023. Peserta PROPER yang telah berhasil melalui seluruh rangkaian penilaian hingga menjadi kandidat Emas, maka wajib untuk menyusun dokumen ini. Lantas Apa Itu Eco Inovasi? Eco Inovasi adalah sebuah konsep yang muncul sebagai upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan dan planet bumi. Konsep ini mengacu pada pengembangan solusi kreatif dan berkelanjutan untuk mengatasi berbagai masalah lingkungan, seperti perubahan iklim, polusi, dan kerusakan ekosistem, yang akhir-akhir ini menjadi pusat perhatian berbagai pihak. Eco Inovasi melibatkan penggabungan teknologi, desain, dan praktik bisnis yang ramah lingkungan untuk menciptakan produk yang lebih berkelanjutan. Tujuan dari praktik ini adalah untuk mendorong transisi penggunaan sumber daya alam dan mengurangi dampak negatif yang kita hasilkan. Dengan mendorong adopsi Eco Inovasi, pemerintah dan industri di Indonesia dapat mencapai pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan sosial. Selain itu, Eco inovasi juga menciptakan peluang untuk penghematan biaya bagi industri, meningkatkan daya saing, dan merangsang perkembangan teknologi. Mengapa Eco Inovasi Penting Dilakukan? Eco inovasi menjadi sangat penting diterapkan di dunia industri dewasa ini. Sebab, sumber daya alam yang menjadi bahan bagi pada sebagian besar industri bersifat terbatas dan kian menipis. Selain itu, terbatasnya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup menjadi alasan penting mengapa Eco Inovasi ini penting dilakukan. Ketika sumber daya alam semakin menipis bahkan habis, serta lingkungan telah kehilangan daya dukung dan daya tampungnya, maka berbagai bencana akan semakin mudah terjadi. Hal ini tentu akan merugikan masyarakat secara umum, terasuk entitas bisnis itu sendiri. Baja Juga: Ancaman Nyata Krisis Iklim Bagi Dunia Bisnis Dengan menerapkan Eco Inovasi, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya, serta menekan dampak negatif lingkungan. Sebagai contoh efisiensi energi, penurunan emisi gas rumah kaca (GRK), manajemen limbah beracun dan berbahaya (B3), serta efisiensi penggunaan air. Penerapan praktik ini diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan berkat penghematan biaya yang dilakukan dalam operasional dari hulu hingga ke hilir. Bagaimana Eco Inovasi dalam PROPER? Dalam penilaian PROPER, Dokumen Eco Inovasi menjadi persyaratan utama ketika perusahaan masuk ke dalam kandidat Emas. Penyusan Dokumen ini terkait erat dengan konsep Life Cycle Assessment (LCA) atau Penilaian Siklus Hidup serta Ekonomi Sirkuler. Dalam menyusun dokumen ini, perusahaan harus memperhatikan beberapa poin pembahasan berikut agar dokumen Eco Inovasi yang diserahkan sesuai dengan kriteria. 1. Analisis Dampak dan Interpretasi Daur Hidup Point pembahasan pertama adalah analisis mengenai potensi dampak yang ditimbulkan dari suatu kegiatan proses bisnis. Analisis dampak ini dilakukan dengan menggunakan metode Life Cycle Assesment (LCA) atau daur hidup. Baca Juga: Bagaimana Kriteria Life Cycle Assesment dalam PROPER Proses analisis dilakukan dengan mencakup beberapa variabel data meliputi bahan bakar, bahan baku, bahan kimia, produk, dan emisi (udara, tanah, dan air) yang dihasilkan atau digunakan dalam proses produksi. Ruang lingkup LCA yang dikaji adalah Cradle to grave yang dimulai dari proses mendapatkan bahan baku, proses produksi, distribusi, hingga produk tersebut dikonsumsi dan menjadi limbah. 2. Program Eco Invoasi dan Analisis Keterkaitan dengan Life Cycle Assessment (LCA) Tahapan selanjutnya adalah melakukan analisis keterkaitan program Eco Inovasi dengan Life Cycle Assesment atau daur hidup. Pada bagian ini, perusahaan harus menjelaskan bagaimana berbagai program Eco Inovasi dilakukan selaras dengan Life Cycle Assesment. Pertama-tama perusahaan harus mendeskripsikan permasalahan yang melatarbelakangi dilaksanakannya program, kemudian membandingkan kondisi sebelum dan sesudah dilaksnakannya program. 3. Dampak Eco Inovasi terhadap Pengurangan Hotspot Setelah melakukan interpretasi terhadap seluruh potensi dampak yang dihasilkan dari proses produksi, langkah selanjutnya adalah melakukan analisa hotspot proses. Titik hotspot dapat berupa unit proses (hotspot proces) maupun kategori dampak (hotspot dampak) yang memiliki nilai tertinggi pada suatu rangkaian proses produksi. Pada tahap ini dilakukan analisa terhadap hotspot proses yang memiliki nilai dampak tertinggi dimasing-masing kategori dampaknya. Analisa hotspot dilakukan pada unit proses yang berkaitan dengan operasional produksi listrik saja untuk menjadi baseline untuk menentukan program perbaikan dari kegiatan rutin produksi. 4. Analisis Relevansi Eco Inovasi dengan Sirkular Ekonomi Poin terakhir adalah analisis mengenai relevansi program Eco Inovasi dengan Sirkular Ekonimi. Pada bagian ini perusahaan harus memaparkan bagaimana berbagai program yang telah dilaksankaan dapat mendorong sirkular ekonomi. Proses analisis dilakukan dengan mengaitkan antara program yang dilakukan dengan prinsip-prinsip ekonomi sirkuler, serta di gambarkan indikator pendukung keterkaitan tersebut.
Olahkarsa on
Mikroplastik
Environmental

Bagaimana Mikroplastik Bisa Membunuh Manusia?

Mikroplastik merupakan ancaman nyata bagi kehidupan manusia saat ini. Meski plastik adalah benda yang telah banyak membantu kehidupan manusia, karena plastik memiliki harga yang lebih efisien dan memiliki ketahanan yang sangat baik dibanding dengan material lain, namun siapa sangka, penggunaan plastik saat ini telah mengancam kehidupan manusia? Inilah yang sedang terjadi saat ini. Plastik yang selama ini membantu aktivitas manusia, ternyata mengancam kehidupan manusia. Menurut laporan dari WWF, unsur plastik yang biasa digunakan oleh manusia telah masuk ke dalam tubuh. Laporan itu menjelaskan bahwa setiap minggu, manusia rata-rata mengonsumsi hampir 2.000 potong plastik kecil atau setara plastik seukuran kartu kredit yang beratnya mencapai 5 gram layaknya tutup botol plastik.  Bahkan dalam enam bulan, setiap manusia berpotensi mengonsumsi 125 gram serpihan plastik atau yang setara dengan satu mangkuk penuh sereal. Artinya, dalam setahun manusia bisa mengonsumsi 250 gram. Asupan tersebut juga berasal dari partikel plastik yang dihirup melalui udara terutama di daerah perkotaan. Baca Juga: Melacak Jejak Karbon pada Segelas Kopi Produksi plastik sendiri telah melonjak dalam 50 tahun terakhir, dan mengarah pada meluasnya penggunaan produk sekali pakai murah yang memiliki efek merusak pada lingkungan, termasuk kehidupan di pantai yang pada tahap selanjutnya semakin mengancam habitat satwa liar di laut. Mengenal Mikroplastik Mikroplastik adalah potongan atau partikel plastik yang sangat kecil dan dapat mencemari lingkungan. Meskipun terdapat berbagai pendapat mengenai ukurannya, mikroplastik didefinisikan sebagai potongan plastik yang memiliki diameter kurang dari 5 mm. Terdapat dua jenis mikroplastik yaitu mikro primer dan mikro sekunder. Mikro primer adalah mikro plastik yang diproduksi langsung untuk produk tertentu yang dipakai manusia. Contoh nya adalah sabun, deterjen, kosmetik, dan pakaian. Ketika barang-barang ini digunakan dan berinteraksi dengan air, maka partikel plastik yang terdapat dalam benda-benda tersebut akan terbawa bersama air. Sementara mikro sekunder adalah mikroplasrik yang berasal dari penguraian sampah plastik di lautan. Ketika sampah-sampah plastik yang merupakan bekas pemakaian manusia dibuang, maka plastik tersebut akan terurai secara perlahan menjadi mikroplastik. Kedua jenis ini dapat bertahan di lingkungan dalam waktu yang lama. Bahaya Mikroplastik 1. Merusak Sel dan Jaringan Manusia Bahaya yang pertama adalah kerusakan sel dalam tubuh. Tingginya intensitas paparan mikroplastik dalam jangka panjang dapat memicu perubahan hormonal yang berdampak pada kematian sel, kerusakan dinding sel, bahkan kerusakan organ dalam tubuh. 2. Terganggunya Metabolisme Tubuh Bahaya yang kedua adalah dapat memengaruhi kinerja sistem endokrin yang berperan dalam mengatur berbagai fungsi tubuh, termasuk metabolisme, fungsi seksual, nafsu makan, siklus tidur, tumbuh kembang, dan tekanan darah. Sistem endokrin yang terganggu juga membuat seseorang mengalami peningkatan bobot tubuh secara tiba-tiba. 3. Gangguan Hormonal Tubuh Bahaya selanjutnya adalah gangguan hormon tubuh. Hal ini dapat terjadi ketika partikel plastik yang tertelan dan terbawa melalui aliran darah. Jika dibiarkan begitu saja, mikroplastik dapat berdampak pada penurunan tingkat kesuburan pada pria dan wanita. 6. Memicu Alergi Bahaya selanjutnya adalah dapat memicu munculnya reaksi alergi. Tingkat keparahan reaksi alergi yang dialami akan tergantung pada kesehatan masing-masing orang, serta intensitas paparan mikroplastik itu sendiri. Kondisi tersebut ditandai dengan gejala berupa bersin-bersin, hidung gatal, hidung berair, dan hidung tersumbat. Mata gatal, mata merah, dan mata berair. Mengi, sesak pada dada, sesak napas, dan batuk-batuk. Ruam merah yang menonjol dan disertai dengan gatal. Pembengkakan pada bibir, lidah, mata, atau wajah. 5. Memicu Penyakit Berbahaya Dalam jangka panjang, mikroplastik dapat memicu berbagai penyakit berbahaya. Dalam unsur plastik, terdapat sebuah bahan kimia yang bersifat karsinogen bernama Styrene. Bahan kimia ini umumnya ditemukan dalam plastik kemasan makanan. Jika bahan kimia tersebut masuk dan terakumulasi dalam tubuh, sejumlah gangguan kesehatan bisa saja terjadi, termasuk gangguan pada sistem saraf, gangguan pada pendengaran, kanker, penurunan fungsi sistem imun, dan gangguna pada sistem reproduksi. 6. Kematian Mikroplastik yang secara terus menerus terakumuliasi dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama pada akhirnya dapat menimbulkan kematian. Hal ini terjadi ketika sel dan organ tubuh manusia telah rusak akibat paparan mikroplastik. Ketahui Cara Masuknya Mikroplastik ke Dalam Tubuh Manusia Terdapat beberapa cara masuknya miktroplastik ke dalam tubuh manusia: 1.Melalui Air yang Dikonsumsi Mikroplastik dapat memasuki tubuh manusia melalui air yang dikonsumsi. Proses ini terjadi ketika partikel plastik yang sangat kecil dengan ukuran kurang dari 5 milimeter, tersebar di lingkungan air, termasuk air minum, sungai, dan lautan. Ketika air tersebut kemudian dikonsumsi oleh manusia, partikel plastik dapat masuk ke dalam sistem pencernaan kita. Studi ilmiah telah menunjukkan adanya mikroplastik dalam sampel air minum, baik yang berasal dari air tanah, maupun pabrik. 2. Melalui Ikan dan Makanan Mikroplastik dapat memasuki tubuh manusia melalui ikan dan hewan laut yang dikonsumsi. Proses ini terjadi karena partikel plastik yang tersebar di perairan laut dan sungai dapat menjadi bagian dari rantai makanan. Ketika ikan dan hewan laut memakan partikel plastik yang berada di lingkungan mereka, partikel-partikel plastik tersebut dapat terakumulasi dalam jaringan. Saat manusia mengonsumsi ikan atau hewan laut tersebut, mikroplastik yang terkandung dalam jaringan hewan-hewan tersebut juga dapat masuk ke dalam tubuh manusia. 3. Terhirup oleh Manusia Mikroplastik juga dapat memasuki tubuh manusia melalui udara yang kita hirup. Ini terjadi karena mikroplastik tersebar di lingkungan kita, terutama dalam bentuk serat dan partikel kecil yang dapat dilepaskan dari berbagai sumber, seperti pakaian sintetis, ban mobil yang terkikis, dan limbah plastik yang terurai. Ketika kita menghirup udara yang terkontaminasi mikroplastik, partikel-partikel tersebut dapat masuk ke dalam saluran pernapasan kita. Baca Juga: Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat Penutup Dengan mengetahui bagaimana masuknya mikroplastik tersebut kedalam tubuh manusia, kita bisa melakukan berbagai langkah untuk menghindari bahaya mikroplastik ini. Selain itu, langkah-langkah kolektif yang berasal dari aksi individu menjadi sebuah keharusan untuk mengurangi paparan mikriplastik ke lingkungan Meminimalisir penggunaan barang-barang palastik sekali pakai, serta tidak membuang sampah plastik sembarangan adalah beberapa lagkah yang dapat dilakukan untuk menghindari bahaya mikroplastik. Referensi WWF Indonesia. (2023). Mengenal Mikroplastik, Si Kecil Nan Berbahaya Andi Rahmawati. (2023). Mikroplastik : Wujudnya Tak Nampak Dan Dampaknya Tak Terduga. Ayo Sehat Kemenkes. Rizal Fadli. (2022). 5 Bahaya Mikroplastik Bagi Kesehatan Tubuh. Halodoc.
Olahkarsa on
Green Leadership
PROPER

Kriteria Green Leadership dalam PROPER

Green Leadership merupakan salah satu penilaian kunci dalam PROPER Emas. Dalam tahapan penilaian ini, pemimpin atau leader dari perusahaan yang menjadi kandidat PROPER Emas diharuskan melakukan presentasi kepada Dewan Penilai PROPER. Sebab, seorang pemimpin perusahaan memiliki pengaruh besar bagi seluruh staff di tempat kerjanya. Sehingga ia harus dipastikan memiliki argumen yang kuat mengenai komitmen dalam keberlanjutan. Dalam kriteria penilaian ini, seorang pemimpin perusahaan akan diuji mengenai argumentasi dan komitmennya dalam menciptakan keberlanjutan. Hal ini karena seorang pemimpin perusahaan tidak hanya bertanggung jawab terhadap profit perusahaan, tetapi juga bertanggung jawab untuk memberikan kontribusi terhadap lingkungan sosial dan lingkungan. PROPER: Mendorong Lahirnya Green Leader Ketua Dewan Pertimbangan PROPER Prof. Sudharto P. Hadi, MES, Ph.D saat menjadi pembicara dalam event Ready For PROPER Conference menuturkan bahwa kriteria penilaian PROPER terus berkembang yang salah satunya bertujuan untuk  mendorong lahirnya “Green Leader”. Baca Juga: Kolaborasi dengan ITS, Olahkarsa Dorong Future Fit Business Melalui Ready for Proper Conference 2023 Menurut Prof Sudharto, pimpinan perusahaan adalah tokoh sentral dalam membawa perusahaan menerapkan praktik-praktik berkelanjutan. Melalui PROPER, para pemimpin perusahaan didorong untuk membangun sebuah inovasi dan sistem yang mendukung praktik-praktik keberlanjutan dalam operasional perusahaan. “Green Leadership menjadi kunci bagi transformasi bisnis ke arah kinerja lingkungan yang lebih baik. Kunci berubahnya strategi adaptasi dan menghadapi tantangan ke depan.” ujarnya. 4 Topik Pilihan Green Leadership Dalam waktu kurang lebih satu jam, pemimpin perusahaan akan melakukan presentasi kepada Dewan Penilai PROPER. Pada presentasi ini, pemimpin perusahaan dipersilahkan untuk memilih salah satu topik atau lebih yang akan menjadi komitmen dan tanggung jawab perusahaan dalam praktik bisnisnya. Berikut adalah 4 pilihan topik yang disediakan oleh panitia PROPER. Mengurangi kemiskinan Mengurangi Ketimpangan Pemberdayaan Perempuan Membangun Sistem Pangan yang Berkelanjutan Secara umum, isi presentasi yang disampaikan oleh pemimpin perusahaan adalah berkenaan dengan klaim mengenai fakta tentang permasalahan sesuai dengan topik yang dipilih. Setelah itu, ia harus memberikan argumentasi dan persepsinya mengenai permasalahan tersebut. Kemudian ia menyampaikan rekomendasi dan komitmennya dalam menyelesaikan isu yang dipilih. Sejauh mana pemimpin perusahaan menguasai informasi mengenai fakta yang terjadi, kekuatan argumentasi dan persepsi mengenai fakta tersebut, serta rekomendasi dan komitmen yang disampaikan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah esensi penilaian Green Leadersip. Aspek Penilaian Green Leadership Terdapat beberapa aspek dan kriteria yang digunakan untuk menilai sejauh mana seorang pemimpin perusahaan memiliki kapabilitas sebagai seorang Green Leader. Selain itu, nilai yang didapatkan oleh peserta PROPER juga tergantung dari siapa yang melakukan presentasi. Semakin tinggi jabatan yang melakukan presentasi, semakin tinggi nilai yang didapat. Baca Juga: Mengenal Eco Inovasi dalam PROPER Sebagai contoh, apabila yang didelegasikan oleh perusahaan setingkat dengan manajer, maka aspek dan range poin yang diberikan pun hanya berkisar 0-5. Namun apabila yang di delegasikan oleh peserta PROPER setingkat CEO, maka range poin yang didapat berkisar 6-10. Berikut adalah kriteria dan aspek penilaian dari Green Leadership dalam PROPER. Manajer LevelKriteria PenialainCEO LevelNilaiAspek PenilaianAspek PenilaianNilai0-5Penjelasan lebih fokus pada proses dan hasil karya. Mereka berusaha memastikan bahwa pekerjaan selesai dengan baik dan efisienFokus pada orangPenjelaskan lebih berfokus pada pengembangan individu, memahami kebutuhan anggota tim, mengmebangkan hubungan yang kuat dengan mereka. Merek aberusha amengembangkana potensi karyawan dan memotivasi  mereka untuk mencapai tujuan bersama6-100-5Gaya Pengambilan Keputusan menggunakan pendkeatan otoriter atau demokratis. Namun pengambiklan keputusan yang dipresentasikan sering berkaitan dengan operaisonal sehari-hariGaya KepemimpinanGaya pengeambilan keputusan cenderung menggunakan pendkeatan partisipatif, mencari masukan dari timnya sebelum mengambil keputusan strategis, mereka lebih terbuka terhadap berabgai pandangan6-100-5Menunjkan bentuk kewenangan formal untuk mengelola sumber daya dan mengambil keputusan terkait dengan tgas-tugas yang ditugaskan kepada merekaLingkup WewenangMemperluas kewenangan tidak hanya menyelsaikan tugas-tugas formal, tetapi seringkali mempengaruhi orang melalui pengaruh pribadi dan ketermapilan komunikasi, bukan melalui wewenang formal.6-100-5Strategi difokuskan pada strategi jangka pendek dan tugas seharihari yang memastikan  operasional berjalan lancar.Waktu orientasiStraetgi dan targer yang diperesentaiskan lebih berfokus pada jangka panjang, memandang visi, inovasi, dan perkemabgnan jangka panjang sebagai prioritasv6-100-5Memiliki kemampuan mengelola sumber daya organisasi, mengatur tugas, dan memastikan pekerjaan sesuai dengan target dan standar yang telah ditetapkan, manajer berfokus pada tugas dan efisiensiTujuan UtamaPresentasi menggambarkan pemimpin perusahaan berfokus pada mengilhami, membimbing,  dan memtivasi orang-orang dalam organisasi. Merek memabngtu menciptakan visi, budaya, dan memebrikan arahan strategis6-10Gambar: Green Leadership dalam PROPER (Sumber: Dirjen PPKL KLHK) Yuk raih nilai tinggi pada kriteria Green Leadership dan raih peringkat Emas dalam PROPER bersama kami! Klik untuk melihat berbagai layanan kami Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Olahkarsa on
Inklusi Keuangan UMKM
Social Enterprise

Pentingnya Inklusi Keuangan bagi UMKM

Inklusi Keuangan bagi pelaku UMKM menjadi sebuah keharusan di tengah berbagai kerentanan ekonomi yang terjadi saat ini. Seperti yang kita tahu, usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan sektor usaha yang memiliki peran vital bagi perekonomian sebuah negara. Tidak hanya menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi, UMKM juga menjadi tulang punggung yang menjaga stabilitas dan keseimbangan ekonomi nasional. Bagaimana tidak, UMKM memiliki  tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi, serta menjadi penyerap kredit terbesar dari industri jasa keuangan. Selain itu, UMKM memiliki kontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kementerian KUKM), jumlah pelaku UMKM di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 61,07% atau Rp8.573,89 triliun. UMKM mampu menyerap 97% dari total angkatan kerja dan mampu menghimpun hingga 60,4 persen dari total investasi di Indonesia. Baca Juga: Keterlibatan CSR untuk Memperkuat CSR Pandemi Covid-19 adalah bukti nyata bahwa UMKM memiliki ketangguhan yang luar biasa dalam menghadapi krisis dibanding dengan usaha-usaha besar seperti korporasi. Ketika sektor usaha lain mengalami keterpurukan hingga harus melakukan PHK para karyawannya, UMKM tetap bertahan bahkan terus bertumbuh. Tantangan Berat Pelaku UMKM Namun demikian, meski kontribusinya yang cukup besar bagi perekonomian nasional, sebagian besar para pelaku UMKM di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan dalam mengembangkan usaha mereka. Beberapa tantangan tersebut antara lain: Terbatasnya akses pembiayaan Terbatasnya pengetahuan Kesiapan digital jaringan pemasaran Dari beberapa tantangan tersebut, penelitian menemukan bahwa akses pembiayaan khususnya berupa akses yang buruk ke layanan keuangan formal tetap menjadi salah satu tantangan yang paling serius. Mendorong Inklusi Keuangan Pelaku UMKM Sehubungan dengan besarnya peran yang dimiliki UMKM dan berbagai permasalahan yang dialaminya, mendorong inklusi keuangan bagi UMKM adalah langkah strategis untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional dan menghindarkan diri dari jurang resesi. Secara sederhana, inklusi keuangan adalah kondisi di mana masyarakat memiliki akses untuk menjangkau dan menggunakan produk keuangan, sesuai kebutuhan secara berkesinambungan. Penggunaan layanan keuangan tersebut diperuntukkan baik untuk kebutuhan konsumtif, maupun kebutuhan produktif (modal usaha). Persoalannya, apa strategi atau cara yang lebih efektif? Syahrir Ika, dalam buku bunga rampai berjudul ‘Inklusi Keuangan untuk Memakmurkan Bangsa’ (Gramedia, 2022), menulis bahwa setidaknya ada tiga kiat untuk mendorong inklusi keuangan. Ketiga kiat ini menggunakan kriteria 3 dimensi inklusi keuangan menurut Sarma (2016).  1. Mendorong Peneterasi Debitur Kiat pertama untuk mendorong inklusi keuangan adalah dengan mendorong penetrasi debitur. Artinya, sistem keuangan inklusif harus memiliki pengguna sebanyak mungkin. Lembaga keuangan harus berupaya agar banyak debitur baru yang berhasil dilayani perbankan. Ukurannya adalah memperbesar rasio jumlah rekening simpanan/deposito per 1000 penduduk orang dewasa. Faktor-faktor yang menghambat atau membatasi penduduk untuk menabung atau mendepositokan dana masyarakat ke bank, harus dipangkas atau tidaknya dikurangi. Literasi investasi dan digitalisasi keuangan juga perlu dimasifkan.  2. Memperluas Jangkauan Layanan Perbankan Kiat kedua adalah memperluas jangkauan layanan perbankan. Artinya, layanan perbankan harus tersedia bagi pengguna sebanyak mungkin, baik offline maupun online. Jumlah ATM per 1000 penduduk yang berfungsi baik, harus diperbanyak dan harus merata di semua daerah.  3. Intervensi Negara Kiat ketiga adalah adanya intervensi dari negara untuk mendorong masyarakat yang tergolong dalam underbanked atau marginally banked atau mereka yang tidak mampu menggunakan layanan bank akibat berbagai keterbatasan, untuk bisa mengakses layanan keuangan. Masyarakat yang tergolong dalam kelompok tersebut mencerminkan inklusifitas keuangan negatif sebab mereka dapat mengakses layanan bank, tetapi tidak mampu menggunakannya untuk meningkatkan atau mengoptimalkan pemanfaatan layanan bank. Baca Juga: Membangun Inklusi Sosial Bagi Kaum Difabel 3 Pendekatan Inklusi Keuangan UMKM Agar upaya mendorong inklusi keuangan bagi pelaku UMKM dapat berjalan efektif, pemerintah dapat melakukan beberapa pendekatan sebagai berikut: 1. Vulnerable Group Theory Pendekatan pertama adalah vulnerable group theory. Pendekatan ini merekomendasikan program inklusi keuangan harus ditargetkan untuk anggota masyarakat yang rentan, orang miskin, orang muda, perempuan, dan orang tua yang bisa jadi sudah keluar dari sistem keuangan (excluded).  2. Public Service Theory Pilihan pendekatan kedua adalah public service theory, dimana inklusi keuangan hanya dapat dicapai ketika pemerintah mengambil tanggung jawab atas inklusi keuangan, tidak menyerahkan ke pasar. Dengan pendekatan ini, program inklusi keuangan didanai dengan uang rakyat atau dengan anggaran pemerintah (APBN).  Persoalannya, anggaran pemerintah terbatas, sehingga pemerintah harus mengajak pihak swasta dan pemangku kepentingan lain untuk ikut berkolaborasi mendorong inklusi keuangan. Dalam hal ini, pemerintah dapat mengadopsi collaborative intervention theory yang akan dijelaskan dalam poin berikut. 3. Collaborative Intervention Theory Adalah pendekatan yang mengolaborasikan negara dengan pihak swasta untuk mendorong inklusi keuangan. Strategi ini bisa dipilih sebagai cara Indonesia meningkatkan inklusi keuangan, mengentaskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan dan pada akhirnya semakin meningkatkan ketahanan perekonomian bangsa. Maka untuk menghadapi ancaman resesi ekonomi global, sudah seyogyanya seluruh elemen untuk fokus menguatkan dan meningkatkan peran UMKM agar dapat tumbuh dan berkembang. Itulah penjelasan mengenai inklusi keuangan bagi para pelaku UMKM.
Olahkarsa on
Environmental

3 Tahapan dalam Manajemen Bencana

Sebagai negara yang memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap bencana, manajemen bencana menjadi sebuah hal penting untuk diimplementasikan sebagai upaya merespons berbagai bencana yang bisa tiba-tiba saja terjadi di Indonesia. Banjir, gempa bumi, tsunami, pandemi, longsor, dan sebagainya merupakan beberapa jenis bencana yang sering kali terjadi terjadi di negeri kita. Berbagai bencana tersebut tak jarang menimbulkan berbagai kerusakan dan kerugian, baik berupa kerugian materi, psikis, maupun korban jiwa. Bencana sendiri merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor sosial sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana, baik yang berasal dari faktor alam, non-alam, maupun faktor sosial tidak dapat dihindari sepenuhnya. Namun berbagai jenis bencana tersebut dapat dipersiapkan dan dikelola dengan baik melalui pendekatan manajemen bencana. Dengan melakukan manajemen bencana, kita dapat meminimalisir risiko dan dampak bencana yang mungkin terjadi, serta melakukan perbaikan dengan efektif dan efisien setelah terjadinya bencana. Baca Juga: Rapid Environmental Assessment (REA) untuk Penanggulangan Bencana Manajemen bencana adalah pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi, mencegah, merespon, dan memulihkan diri dari bencana. Dalam artikel ini, kita akan membahas tahapan-tahapan utama dalam manajemen bencana, meliputi tahapan pra-bencana, tanggap darurat, hingga pasca bencana. Tahap Pra-Bencana Merupakan tahapan sebelum terjadinya bencana. Tujuan utama upaya manajemen bencana pada tahapan pra-bencana ini adalah untuk mengantisipasi, mengurangi, bahkan menghilangkan risiko bencana yang ada. Terdapat tiga jenis upaya manajemen bencana pada tahapan pra-bencana ini yaitu pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan. 1. Pencegahan Pencegahan adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana dengan serangkaian upaya pengurangan bahkan penghilangan ancaman bencana. Contoh tindakan pencegahan: Pembuatan hujan buatan untuk mencegah terjadinya kekeringan di suatu wilayah. Melarang atau menghentikan aktivitas manusia yang merusak alam. 2. Mitigasi Bencana Mitigasi atau pengurangan adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana. Pengurangan risiko ini dapat dilalukan melalui kegiatan pembangunan fisik maupun peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana dapat dilakukan dengan upaya fisik dan non-fisik contohnya adalah sebagai berikut: Membuat bendungan, tanggul, kanal untuk mengendalikan banjir, normalisasi sungai, dan pembuatan sengkedan/terasering pada wilayah yang rawan longsor Penetapan dan pelaksanaan peraturan, sanksi; pemberian penghargaan mengenai penggunaan lahan, tempat membangun rumah, aturan bangunan. Penyediaan informasi, penyuluhan, pelatihan, penyusunan kurikulum pendidikan penanggulangan bencana bagi masyarakat. 3. Kesiapsiagaan Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna pada saat suatu bencana hendak terjadi. Hal ini bertujuan agar masyarakat memiliki persiapan yang cukup untuk menghadapi bencana. Beberapa contoh upaya kesiapsiagaan bencana adalah sebagai berikut: Pengaktifan pos-pos siaga bencana Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik. Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas kebencanaan. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning). Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan). Tahap Tanggap Darurat Bencana Tanggap darurat adalah upaya yang dilakukan pada saat terjadinya bencana. Upaya ini dilakukan untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan dari suatu bencana. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan pada tahap tanggap darurat adalah sebagai berikut: Evakuasi. Pencarian dan penyelamatan. Penanganan Penderita Gawat Darurat (PPGD). Penyediaan kebutuhan dasar seperti air dan sanitasi, pangan, sandang, papan, kesehatan, konseling. Pemulihan segera fasilitas dasar seperti telekomunikasi, transportasi, listrik, pasokan air untuk mendukung kelancaran kegiatan tanggap darurat. Tahap Pasca Bencana Merupakan tahapan setelah suatu bencana selesai terjadi. Tujuan utama upaya dalam tahapan pasca bencana ini adalah memperbaiki atau mengembalikan kondisi fisik, sosial, maupun psikis akibat bencana. 1. Rehabilitasi/Pemulihan Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, sarana dan prasarana dengan melakukan upaya rehabilitasi. Contoh upaya pemulihan adalah sebagai berikut: Perbaikan sarana/prasarana sosial dan ekonomi Pemulihan kondisi psikis melalui penyuluhan, konseling, terapi kelompok (disekolah) dan perawatan Pemulihan gizi/kesehatan Pemulihan sosial ekonomi sebagai upaya peningkatan ketahanan masyarakat, antara lain: penciptaan lapangan kerja, pemberian modal usaha, dll. 2. Rekonstruksi/Pembangunan Kembali Rekonstruksi adalah program jangka panjang untuk membangun kembali sarana dan prasarana dasar ke keadaan semula sebelum terjadinya bencana. Contoh rekonstruksi pasca bencana adalah membangun prasarana dan pelayanan masyarakat, pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, lingkungan, pembaharuan rencana tata ruang wilayah, sistem pemerintahan dan ketahanan lainnya yang memperhitungkan faktor risiko bencana. Itulah tiga tahapan manajemen bencana. Sebagai negara yang memiliki kerentanan tinggi terhadap bencana, penting bagi berbagai pihak di Indonesia untuk menerapkan manajemen bencana secara komprehensif. Meski bencana sering kali tidak bisa diprediksi, namun dengan penerapan manajemen bencana secara komprehensif tersebut diharapkan dapat mengurangi risiko dan dampak bencana yang mungkin terjadi. Referensi Wignyo Adiyoso. (2018).  Manajemen Bencana: Pengantar dan Isu-Isu Strategis. Bumi Aksara UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
Olahkarsa on
Indeks Kepuasan Masyarakat
PROPER

Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM): Indikator Kesuksesan Program CSR

Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana kesuksesan sebuah program CSR. Masyarakat yang menjadi sasaran program CSR tentu memiliki ekspektasi terhadap capaian program CSR. Dengan IKM, perusahaan dapat mengetahui sejauh mana ekspektasi masyarakat terhadap sebuah program telah tercapai. Selain itu, dalam program penilaian penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan (PROPER) yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dokumen IKM menjadi salah satu poin penilaian penting dalam kriteria Pemberdayaan Masyarakat aspek monitoring dan evaluasi. Baca Juga: Dokumen Hijau PROPER: Apa Saja Isinya? Oleh karena itu, bagi perusahaan yang menargetkan beyond coplience (Peringkat Hijau dan Emas), Dokumen Indeks Kepuasan Masyarakat ini menjadi penting. Selain itu, kajian IKM juga dapat bermanfaat bagi perusahaan untuk perbaikan program CSR yang tengah dijalankan. Pengertian Indeks Kepuasan Masyarakat Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) merupakan data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif maupun kualitatif berdasarkan pendapat penerima manfaat atas pelaksanaan program CSR dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhan. Data atau informasi dalam studi IKM diperoleh berdasarkan hasil wawancara terstruktur dengan responden yang terarah/telah ditentukan sejak awal (purposive sampling), yaitu penerima manfaat program. Nilai IKM yang diukur meliputi IKM atas setiap program dan keseluruhan program. Studi IKM menggunakan Skala Likert sebagai acuan dalam penyusunan angket yang disebarkan kepada responden. Responden diminta untuk memberikan tanggapan pada setiap pertanyaan dengan memilih lima pilihan jawaban. Baca Juga: Pentingnya Social License Index (SLI) Untuk menyusun dokumen ini, dilaksanakan survey kepuasan masyarakat minimal 1 kali dalam setahun. Pelaksanaan survey dapat dilakukan secara mandiri oleh perusahaan dengan pembentukan tim maupun bekerja sama dengan unit independen lainnya, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), perguruan tinggi, maupun konsultan penelitian. Tujuan Studi Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) Tujuan IKM secara umum adalah mengetahui kepuasan masyarakat atas suatu pelayanan atau program, yang juga mencerminkan keberhasilan pelaksanaan program oleh perusahaan. Selain itu, tujuan lain dari dilaksanakannya studi IKM adalah sebagai berikut: Mengukur pencapaian dampak yang relevan sebagaimana tertuang dalam outcome program dengan menyoroti perubahan paling signifikan. Menangkap pembelajaran serta praktik terbaik dari pelaksanaan program dengan beberapa isu saling-silang seperti keterlibatan/partisipasi komunitas, inklusi serta keberlanjutan program. Mengidentifikasi tantangan-tantangan yang dihadapi dalam implementasi program dan bagaimana hal itu berpengaruh dalam pencapaian output dan outcome program. Merumuskan rekomendasi-rekomendasi yang diperlukan untuk meningkatkan pencapaian tujuan program secara lebih efektif dan efisien ke depannya. Tahapan Studi Indeks Kepuasan Masyarakat 1. Menentukan Lokasi dan Jangkauan Tahapan pertama dalam studi IKM adalah menentukan lokasi dan jangkauan studi. Lokasi dan jangkauan tersebut ditentukan sesuai dengan cakupan/sekup program CSR perusahaan dan penerima manfaat program CSR. 2. Mempersiapkan tim dan strategi studi Indeks Kepuasan Masyarakat Tahapan kedua adalah mempersiapkan tim peneliti dan strategi studi. Tim peneliti ditentukan sesuai dengan kebutuhan dan jangkauan program CSR serta strategi studi IKM ditentukan sejak awal sehingga pelaksanaan studi dapat terencana dan terkonsep. 3. Mengumpulkan dan menganalisis data sekunder Tahapan ketiga adalah pengumpulan dan analisis data sekunder. Ini dilakukan untuk memberikan gambaran awal terkait dengan pelaksanaan program, profil program, dan laporan sebagai referensi penyusunan instrumen 4. Menyusun instrumen penelitian Tahapan selanjutnya adalah menyusun instrumen IKM. Instrumen ini disusun berdasarkan hasil data sekunder yang telah dianalisis serta menyesuaikan dengan metode pengumpulan data 5. Pengumpulan Data Primer Tahapan selanjutnya adalah pengumpulan data primer. Teknik pengumpulan data yang dapat digunakan yaitu wawancara terstruktur dan juga pengisian kuisioner serta observasi untuk mengetahui persepsi sasaran terhadap program. 6. Pengolahan Data Tahapan selanjutnya adalah pengolahan data. Ini dilakukan berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan diolah menggunakan formula-formula IKM. 7. Analisis data Kuantitatif dan Kualitatif Tahapan selanjutnya adalah analisis data kuantitatif dan kualitatif. Analisis ini dilakukan dengan mengisi lembar kerja sesuai dengan pengolahan data yang telah dilakukan. 8. Penulisan Laporan Tahapan terakhir adalah penulisan laporan. Ini dilakukan setelah proses pengambilan dan pengolahan data selesai dan akan dimuat seluruh informasi terkait nilai IKM dan IPA. Yuk ketahui tingkat kepuasan masyarakat binaan program CSR programmu! Bagi yang ingin tahu tingkat kepuasan masyarakat binaan CSR kamu, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait studi Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). Kami pun menyediakan berbagai layanan dan produk terkait dengan Manajemen CSR. Klik untuk melihat berbagai layanan kami Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Olahkarsa on
Social License Index
PROPER

Pentingnya Social License Index (SLI) Bagi Keberlanjutan Bisnis

Salah satu risiko yang dihadapi oleh perusahaan adalah risiko yang terkait dengan reputasi di hadapan masyarakat dan stakeholder lokal. Reputasi sosial atau Social License To Operate (SLO) adalah sebuah konsep yang mengacu pada penerimaan, persetujuan, dan dukungan dari masyarakat setempat, pemangku kepentingan, dan publik yang lebih luas kepada sebuah perusahaan atau organisasi untuk menjalankan operasinya atau menjalankan proyek atau inisiatif tertentu. Seperti yang kita tahu, sebuah perusahaan tidak hanya diharuskan untuk mematuhi persyaratan hukum dan peraturan formal, tetapi juga harus selaras dengan nilai-nilai, harapan, dan kepedulian masyarakat dan pemangku kepentingan yang terkena dampak dari kegiatannya. Yang dalam hal ini disebut dengan Social License atau lisensi/izin sosial. Apabila lisensi sosial yang dimiliki oleh sebuah perusahaan rendah bahkan tidak memiliki “izin sosial” sama sekali, masyarakat lokal dan pemangku kepentingan dapat mengajukan keberatan, protes, atau mengambil tindakan hukum terhadap perusahaan. Hal ini tentu dapat menyebabkan kerusakan reputasi, gangguan operasional, atau bahkan pembatalan proyek dan pencabutan izin operasi. Oleh karena itu, mengamankan dan mempertahankan Social License dalam operasi bisnis sangat penting untuk mendukung keberlanjutan jangka panjang dan keberhasilan organisasi. Terutama bagi industri dengan jejak sosial atau lingkungan yang signifikan. Langkah awal untuk memastikan Social License adalah dengan mengukur sejauh mana tingkat Social License tersebut pada perusahaan. Hal ini penting dilakukan sebagai dasar dalam melakukan berbagai pendekatan guna menjaga Social License itu sendiri. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana izin sosial atau social license adalah Social License Index (SLI). Apa ada bagaimana SLI ini dilakukan? Berikut penjelasannya. Mengenal Social License Index Social Licensi Index (SLI) adalah sebuah desain penelitian yang dapat menggambarkan tingkat persepsi para pihak baik pemerintah, NGOs, masyarakat dan entitas bisnis lainnya terhadap keberadaan aktivitas industri di wilayahnya. Hasil dari SLI sangat bermanfaat bagi industri untuk menentukan strategi stakeholder engagement yang tepat di dalam dinamika sosial, ekonomi, politik dan lingkungan yang kompleks. Baca Juga: Begini Cara Menyusun Stakeholder Engagement PROPERMeskipun kajian SLI bertumpu pada persepsi, namun bukan berarti kajian ini tidak memiliki parameter. Sebagai sebuah metode ilmiah, tingkat lisensi sosial bisa diukur dan diungkapkan kedalam nilai dan angka. Selain itu, untuk melihat sejauh mana lisensi sosial, digunakan beberapa parameter berupa sejumlah variabel yaitu economic legitimacy, socio-political legitimacy, interactional trust, institutional trust. Variabel Social License Index Beriku adalah variabel dalam Social License Index: 1. Economic Legitimasi Variabel pertama yaitu Economic legitimacy merupakan faktor paling mendasar dari SLI. Economic legitimacy mengukur dampak ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung dari beroperasi nya sebuah industri. Dalam hal ini, jika perusahaan tidak mampu mewujudkan manfaat ekonomi dari aktivitas bisnis kepada stakeholder-nya, persepsi mereka akan sangat rendah dan dapat berujung pada sikap penolakan terhadap keberadaan perusahaan. 2. Socio Political Legitimacy Variabel kedua yaitu Socio-political legitimacy merupakan variabel yang fokus perhatiannya pada keterkaitan antara proses bisnis dengan kondisi kesejahteraan masyarakat yang hidup dan menetap di wilayah operasional perusahaan. Hipotesis minor yang dibangun pada variabel ini berangkat dari kondisi di mana masyarakat lokal dan stakeholder lainnya mempersepsikan bahwa perusahaan dapat meningkatkan kesejahteraan dalam cakupan wilayah operasional, memenuhi ekspektasi dan menghormati nilai dan norma sosial yang telah lama menjadi bagian dari kehidupan mereka. Jika legitimasi sosial politik rendah, penerimaan masyarakat lokal dan stakeholder lainnya atas kehadiran atau keberadaan suatu perusahaan akan rendah pula. 3. Interactional trust Variabel ketiga yaitu Interactional trust yakni variabel tanggapan suatu perusahaan untuk memberikan respon dan membangun hubungan bersama dengan masyarakat lokal dan stakeholder lainnya. Variabel ini menekankan pada pola interaksi yang terbangun antara perusahaan dengan entitas yang berada di luar lingkungan industri. 4. Institusional trust Variabel keempat yaitu Institusional trust berfungsi untuk mengukur persepsi stakeholder tentang praktik tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan dan berdampak langsung terhadap kepentingan stakeholder di luar lingkaran bisnis. Kepentingan yang didasarkan pada basis rasionalitas antar aktor pada umumnya melahirkan dua tujuan yang berbeda. Pada titik inilah variabel terakhir menjadi penting. Level Lisensi Sosial Proses Social License akan menghasilkan justifikasi mengenai level sosial Lisensi sosial sebuah perusahaan. Level lisensi sosial ini dapat dilihat dari beberapa level yang tersusun secara hierarki. Tingkatan lisensi sosial terdiri dari withdrawal, acceptance, approval, psychological identification. 1. Withdrawl Level pertama adalah Withdrawl. Merupakan level yang paling rendah dari hierarki lisensi sosial. Pada level withdrawl masyarakat menolak aktivitas bisnis yang dilakukan oleh perusahaan sehingga keberlangsungan bisnis dapat terhenti. 2. Acceptance Level kedua adalah Acceptance. Level ini menekankan dukungan komunitas terhadap aktivitas bisnis yang dilakukan oleh perusahaan akan muncul apabila perusahaan terebut dapat berhasil memberikan informasi terkait bisnisnya, mendengarkan kebutuhan komunitas, dan menghormati norma lokal. 3. Approval Level kedua adalah Approval. Yaitu pada titik di mana perusahaan akan mampu mengamankan sumber daya dan aktivitas bisnisnya, jika perusahaan sudah berhasil menindaklanjuti dan mewujudkan perhatian komunitas. 4. Psychological identification Level keempat adalah Psychological identification. Level ini menjelaskan bahwa realisasi janji kepada komunitas tidak cupu untuk membangun relasi yang harmonis. Tingkatan ini dapat diperoleh pada saat perusahaan mampu menginisiasikan kegiatan-kegiatan kepada stakeholder seperti pelatihan kepada Non-Govermental Organisation dan pegawai pemerintah. Selain itu, komunitas benar-benar sudah menganggap aktivitas bisnis tidak hanya demi kepentingan perusahaan melainkan untuk kepentingan mereka juga. Penutup Sebagai upaya mitigasi risiko dalam hal ini, setiap perusahaan perlu menegaskan komitmennya dalam memelihara hubungan baik dengan masyarakat dan stakeholder lokal. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun kepercayaan, menunjukkan rasa hormat dan memenuhi ekspektasi komunitas lokal, masyarakat umum dan kelompok kepentingan lainnya. Komitmen ini memiliki dampak langsung terhadap citra perusahaan dan memainkan peran penting dalam menjaga izin operasional mereka. Yuk bangun hubungan baik dengan masyarakat lokal dan stakeholder. Bagi yang ingin tahu tingkat sejauh mana tingkat Lisensi Sosial dari perusahaanmu, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait studi Social License Index (SLI). Kami pun menyediakan berbagai layanan dan produk terkait dengan Manajemen CSR. Klik untuk melihat berbagai layanan kami Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com. Referensi Boutilier, R. (2017). A Measure of The Social License to Operate for Infrastructure and Extra Projects 1 Defining The Social License Construct. https://www.thersa.org/discover/publications-and-articles/
Olahkarsa on
Peserta PROPER Tidak Taat
PROPER

Peserta PROPER “Tidak Taat” Satu Dekade Terakhir Terus Naik

Status penilaian Tidak Taat yang meliputi peringkat Hitam dan Merah, merupakan penilaian yang diberikan kepada peserta PROPER yang dalam upaya pengelolaan lingkungan hidupnya tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bahkan dalam praktiknya bisnisnya, mereka berpotensi melakukan perbuatan atau kelalaian yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. Perusahaan yang Tidak Taat dalam penilaian PROPER selain berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, juga akan menimbulkan konsekuensi negatif bagi internal perusahaan sendiri. Konsekuensi ini antara lain izin operasi perusahaan dihentikan, dipidana kan di pengadilan, menurunnya citra perusahaan di hadapan publik, kehilangan kepercayaan konsumen, kesulitan mendapatkan mitra bisnis, bahkan investor akan berpikir ulang ketika hendak berinvestasi. Baca Juga: Apa Yang Akan Terjadi Jika Perusahaan Mendapat PROPER Hitam? Dari hasil data yang diolah dari website proper.menlhk.go.id secara garis besar jumlah peserta PROPER Tidak Taat selama satu dekade terakhir mengalami fluktiatif (naik turun). Tren penurunan terjadi pada periode 2015-2017. Namun setelah itu jumlah perusahan Tidak Taat kembali mengalami kenaikan hingga tahun 2019. Bahkan selama tiga tahun terakhir yakni 2020-2022 jumlah perusahaan Tidak Taat terus mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Kenaikan signifikan terjadi pada PROPER periode 2020-2021, di mana jumlah perusahaan penerima PROPER Merah dan Hitam mencapai 645 perusahaan. Meningkat sebanyak 410 perusahaan dari tahun sebelumnya yang 235 perusahaan. Kemudian, pada tahun terakhir pelaksanaan PROPER, yaitu tahun 2022, jumlah perusahaan Tidak Taat meningkat cukup signifikan menjadi 889 perusahaan. Status Tidak Taat: Sebuah Kabar Buruk Hal ini tentu menjadi sebuah kabar buruk sebab perusahaan yang berstatus Tidak Taat memiliki potensi menimbulkan kerusakan lingkungan dalam operasi bisnisnya. Sebagaimana diketahui bahwa untuk mencapai status taat, Perusahaan Peserta PROPER setidaknya harus memenuhi kriteria penilaian minimal sebagai berikut: Melakukan Penilaian Tata Kelola Air  Melakukan Penilaian Kerusakan Lahan Melakukan Pengendalian Pencemaran Laut Melakukan Pengelolaan Limbah B3  Melakukan Pengendalian Pencemaran Udara,  Melakukan Pengendalian Pencemaran Air Melakukan Implementasi AMDAL Perusahaan yang berstatus Tidak Taat adalah mereka yang tidak memenuhi kriteria penilaian di atas. Status Tidak Taat tersebut bisa menjadi salah satu indikator bahwa mereka belum melakukan pengelolaan lingkungan dan pengendalian limbah dan pencemaran dari operasi bisnis yang mereka lakukan. Sehingga perusahaan-perusahaan tersebut dinilai mencemari dan menimbulkan kerusakan lingkungan. Tren Kenaikan Perusahaan “Tidak Taat” Berbanding Lurus dengan Kenaikan Partisipan PROPER Kenaikan jumlah perusahaan berstatus Tidak Taat ternyata berbanding lurus dengan kenaikan partisipan PROPER dari tahun ke tahun. Dari hasil data yang diolah dari website proper.menlhk.go.id, dalam rentang waktu sepuluh tahun terakhir, tepatnya dari tahun 2013-2022, partisipan PROPER cenderung mengalami kenaikan dari yang jumlahnya 1812 pada tahun 2013, telah mencapai jumlah 3200 pada tahun 2022. Tren penurunan hanya terjadi 3 kali tepatnya pada tahun 2016, 2017, dan 2020 dengan penurunan yang tidak terlalu signifikan. Besar kemungkinan, banyak di antara perusahaan-perusahaan yang Tidak Taat selama satu dekade terakhir adalah para partisipan baru PROPER. Perusahaan-perusahaan ini belum terlalu mengenal PROPER dengan berbagai macam kriteria penilaiannya. Pentingnya Keterlibatan Berbagai Stakeholder untuk mendukung Ketaatan Perusahaan dalam PROPER Keterlibatan berbagai stakeholder sangat diperlukan untuk mendorong perusahaan meningkatkan kinerjanya dalam pengelolaan lingkungan melalui PROPER. Keterbatasan sumber daya dan pengetahuan yang dimiliki oleh perusahaan, terutama mereka yang baru menjadi partisipan PROPER tentu akan membuat mereka kesulitan jika hanya bergerak sendiri. Maka diperlukan sinergi dan dorongan dari berbagai pihak, yang dalam konteks ini agar semakin banyak perusahaan mendapatkan status “Taat”. Pemerintah Stakeholder pertama yang memiliki peranan penting dalam mendorong entitas bisnis meraih status Taat dalam PROPER adalah pemerintah. Pemerintah dapat berperan dalam pengawasan, pengembangan regulasi lingkungan, dan pengakuan terhadap perusahaan yang berhasil memenuhi standar lingkungan. Dengan adanya regulasi yang ketat, secara otomatis perusahaan akan mendorong diri mereka untuk menjalankan operasi yang berkelanjutan. Dengan bersinergi, perusahaan dan pemerintah dapat mencapai tujuan bersama dalam menjaga lingkungan dan meraih peringkat PROPER tinggi. Pembinaan bahkan penegakan hukum dapat menjadi salah satu pendekatan untuk mendorong perusahaan meningkatkan kinerjanya dalam pengelolaan lingkungan. Dengan pembinaan dan penegakan hukum ini, diharapkan banyak di antara perusahaan yang menjadi partisipan PROPER berubah statusnya menjadi “Taat”. Media Stakeholder selanjutnya yang memegang peran penting dalam mendukung kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan adalah Media. Media berperan sebagai pengawas publik yang efektif, memonitor dan memberitakan tindakan lingkungan perusahaan secara transparan. Pemberitaan media dapat mendorong perusahaan untuk berkomitmen pada praktik berkelanjutan, sembari memberikan pertanggungjawaban atas dampak lingkungan yang ditimbulkan. Pemberitaan yang berfokus pada praktik lingkungan dapat memicu kesadaran masyarakat dan mendorong perusahaan untuk mengambil tindakan positif. Baca Juga: Apa yang Akan Terjadi Jika Perusahaan Mendapat PROPER Hitam? Selain itu, peran media dalam mengangkat contoh-contoh praktik lingkungan yang baik juga dapat mendorong inspirasi dan persaingan sehat di antara perusahaan. Liputan positif ini dapat memotivasi perusahaan lain untuk mengadopsi praktik berkelanjutan, menciptakan efek domino menuju standar ketaatan. Konsultan CSR Stakeholder selanjutnya yang memiliki pengaruh besar adalah konsultan penelitian CSR. Keterbatasan yang dimiliki oleh entitas bisnis seringkali membuat entitas bisnis terhambat dalam menjalankan pengelolaan lingkungan termasuk pada keikusertaanya dalam PROPER. Peran konsultan CSR adalah sebagai penasihat independen dan ahli dalam isu-isu tanggung jawab sosial perusahaan dan lingkungan. Konsultan CSR dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam membantu perusahaan melakukan pengelolaan lingkungan, yang pada akhirnya dapat mendapatkan penilaian tinggi dalam ajang PROPER. Lembaga Konsultan CSR berfungsi sebagai penghubung antara perusahaan dan pengetahuan terbaru tentang praktik-praktik berkelanjutan, yang dalam konteks ini berdasarkan PROPER. Konsultan CSR akan terus mengikuti perkembangan tren, regulasi, dan inovasi di bidang tanggung jawab sosial dan lingkungan, dan dapat membantu perusahaan menyesuaikan pendekatan mereka secara proaktif. Dengan begitu, perusahaan dapat merespons perubahan dengan cepat dan tetap relevan dalam menghadapi tantangan lingkungan yang semakin kompleks, termasuk dalam kaitannya dengan upaya meraih peringkat PROPER yang tinggi. Konsultan penelitian CSR memiliki kemampuan untuk menganalisis secara mendalam praktik keberlanjutan dari hulu sampai ke hilir. Dalam artian memastikan perencanaan, pelaksanaan, dan dampak yang dihasilkan dapat berjalan optimal. Bagi yang masih bingung dengan cara penyusunan Dokumen PROPER yang baik agar mendapatkan nilai optimal, ataupun yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER dan penyusunan Dokumen SROI.  Klik untuk melihat berbagai layanan kami Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Olahkarsa on
Stakeholder Engagement Pelibatan Pemangku Kepentingan
PROPER

Begini Cara Menyusun Stakeholder Engagement untuk PROPER

Stakeholder Engagement (pelibatan pemangku kepentingan) menjadi aspek penting tahapan penilaian beyond complience (PROPER Hijau&Emas). Aspek ini termuat dalam kriteria penilaian pemberdayaan masyarakat pada Dokumen Hijau. Melalui aspek penilaian ini, PROPER mendorong perusahaan membangun harmoni dengan seluruh stakeholder. Mulai dari hulu, hingga ke hilir, baik konsumen, masyarakat, pemerintah, pemasok bahan baku, lembaga keamanan, organisasi sipil, dan sebagainya. Baca Juga: Mengenal PROPER: Tujuan dan Manfaatnya Bagi Perusahaan Seperti yang kita tahu, stakeholder memegang peranan penting dalam operasi bisnis perusahaan. Tidak ada satu kegiatan bisnis pun yang bisa hidup tanpa melibatkan stakeholder. Untuk terus menjalankan roda bisnisnya, setiap perusahaan memerlukan peran serta stakeholder, baik stakeholder internal maupun eksternal perusahaan. Mengenal Stakeholder Engagement Stakeholder Engagement (pelibatan pemangku kepentingan) merupakan kumpulan tindakan yang dilakukan oleh perusahaan untuk secara positif, untuk melibatkan para pemangku kepentingan dalam kegiatan perusahaan. Pemangku kepentingan yang dimaksud merupakan suatu kelompok yang dapat mempengaruhi atau terpengaruh dari aktivitas atau kegiatan perusahaan. Mereka yang digolongkan sebagai pemangku kepentingan adalah pihak-pihak yang kepada siapa perusahaan memiliki kewajiban legal, finansial, dan operasional. Selain itu pemangku kepentingan juga meliputi pihak-pihak yang terdampak oleh operasional perusahaan dan pihak-pihak yang kemungkinan besar akan mempengaruhi kinerja perusahaan. Baca Juga: Hexahelix: Paradigma Baru Kolaborasi di CSR Apa Tujuan Stakholder Engagement? Tujuan dari stakeholder engagement adalah untuk menghasilkan peluang dialog antara perusahaan dan pemangku kepentingannya. Selain itu, dengan stakeholder engagement juga memungkinkan perusahaan untuk berkomunikasi, berkolaborasi, dan mengumpulkan informasi dari berbagai kategori pemangku kepentingan. Stakeholder Engagement ini penting dilakukan karena para pemangku kepentingan memiliki ekspektasi untuk perusahaan dan mereka memiliki hubungan yang interdependen (ketergantungan), baik yang bersifat positif dan negatif. Melalui studi Stakeholder Engagement ini, perusahaan dapat mengetahui persepsi dan ekspektasi para stakeholder terhadap perusahaan. Sehingga, manfaat akhir dari studi Stakeholder Engangement ini adalah untuk membangun kepercayaan, mengelola risiko, memperkuat brand, meningkatkan produktivitas, mengidentifikasi peluang strategis, mengembangkan kemitraan, dan meningkatkan investasi. Temuan dari studi Stakeholder Engagement ini bukan sekedar dijadikan sebuah formalitas, tetapi dapat juga menjadi kebutuhan perusahaan sebagai dasar untuk membuat kebijakan, pengambilan keputusan dengan output untuk mengurangi risiko, memanfaatkan peluang dan lain sebagainya. Bagaimana Cara Menyusun Dokumen Stakeholder Engagement? Dalam proses penyusunan dokumen Stakeholder Engangement, setidaknya terdapat 6 tahapan yang harus dilalui oleh perusahaan diantaranya sebagai berikut: 1. Identifikasi Stakeholder Tahapan pertama adalah identifikasi stakeholder. Pada bagian ini, stakeholder diidentifikasi dan dipetakan menjadi tiga kategori berdasarkan tahapan operasional perusahaan yaitu stakeholder di tahapan hulu, proses, dan hilir. Masing-masing stakeholder di setiap tahapan tersebut kemudian dibagi lagi menjadi tiga kategori yaitu stakeholder pemerintah (state), bisnis (private), dan masyarakat (CSO). Stakeholder pada masing-masing tahapan operasional dan kategori tentu memiliki ke-khasan dan kepentingan yang berbeda satu sama lain. Dalam bagian ini, dijelaskan secara rinci profil setiap stakeholder dan bagaimana peran dan kepentingan dari setiap stakeholder tersebut dalam proses bisnis perusahaan dari mulai hulu hingga ke hilir. 2. Identifikasi Isu Strategis Tahapan kedua adalah mengidentifikasi isu-isu strategis stakeholder yang teridentifikasi dengan mengelompokkannya menjadi tiga isu, yaitu isu ekonomi, isu lingkungan, dan isu sosial. Ketiganya diidentifikasi berdasarkan tahapan aktivitas bisnis perusahaan di tahap hulu, tahap proses, dan tahap hilir. 3. Permasalahan dan Kebutuhan untuk Pengembangan Perusahaan dan Stakeholder Tahapan ketiga adalah identifikasi permasalahan dan kebutuhan untuk pengembangan perusahaan dan stakeholder serta mitigasi yang dapat dilakukan untuk menghadapi masalah yang ada. Hasil identifikasi permasalahan dan kebutuhan ini kemudian dituangkan ke dalam sebuah tabel yang memuat kolom permasalahan dan kebutuhan di tahapan hulu, proses, dan hilir. Setiap proses operasional bisnis tentu memiliki permasalahan dan kebutuhan yang berbeda. Dengan melakukan identifikasi ini, perusahaan dapat melakukan mitigasi dengan menjawab berbagai permasalahan dan kebutuhan para stakeholder. Dengan begitu, perusahaan dapat memastikan setiap langkah operasional bisnis yang melibatkan stakeholder dapat berjalan optimal. 4. Pendekatan/Strategi Perusahaan dalam Stakeholder Engagement Tahapan selanjutnya adalah identifikasi pendekatan atau strategi yang telah dilakukan perusahaan dalam pelibatan pemangku kepentingan. Pada bagian ini dijelaskan bagaimana pendekatan atau strategi yang digunakan oleh perusahaan untuk menjaga harmonisasi dengan para stakeholder. Berikut adalah strategi yang digunakan dalam pelibatan pemangku kepentingan: No.Strategi1Pasif (Remain Passive)​Tidak ada komunikasi aktif 2Memantau (Monitor)​Komunikasi satu arah: pemangku kepentingan  untuk organisasi3Menganjurkan (Advocate)​Komunikasi satu arah: organisasi ke pemangku kepentingan ​  4Memberitahukan (Inform)Komunikasi satu arah: organisasi ke pemangku kepentingan, tidak ada undangan untuk membalas5Melakukan transaksi (Transact)​Keterlibatan dua arah terbatas: pengaturan dan memantau kinerja sesuai dengan ketentuan6Berkonsultasi (Consult)Keterlibatan dua arah terbatas: organisasi mengajukan pertanyaan, pemangku kepentingan menjawab7Negosiasi (Negotiate)Keterlibatan dua arah terbatas: diskusikan yang spesifik masalah atau berbagai masalah dengan tujuan mencapai konsensus8Melibatkan (Involve)​Keterlibatan dua arah atau multi-arah: belajar terus semua pihak kecuali pemangku kepentingan dan organisasi bertindak mandiri9Berkolaborasi (Collaborate)​Keterlibatan dua arah atau multi-arah: ​ pembelajaran bersama, pengambilan keputusan dan tindakan10Memberdayakan (Empower)​Bentuk akuntabilitas baru; keputusan ​didelegasikan kepada pemangku kepentingan; pemangku kepentingan berperan dalam membentuk agenda organisasi 5. Program dan Kegiatan dengan Stakeholder Tahapan selanjutnya adalah identifikasi program atau kegiatan yang dilakukan perusahaan bersama setiap stakeholder. Hubungan perusahaan dengan para stakeholder tentu terjadi dalam bentuk kegiatan atau pun program antar keduanya. Pada bagian ini dijelaskan bagaimana bentuk interaksi antara perusahaan dengan setiap stakeholder. Interaksi dalam kegiatan atau program ini bisa berupa transaksi bisnis, pengadaan barang dan jasa, perizinan, komunikasi, dan program pemberdayaan. 6. Hasil Stakeholder Engagement Tahap terakhir adalah identifikasi hasil dari pelibatan pemangku kepentingan yang telah dilakukan di sepanjang aktivitas bisnis, mulai dari tahap hulu, tahap proses hingga tahap hilir. Hasil ini didapatkan dari proses wawancara bersama informan/stakeholder yang terlibat. Pada bagian ini dijelaskan bagaimana keadaan sebelum dan setelah pelibatan stakeholder dilakukan, serta output dan outcome yang didapatkan dari pelibatan tersebut. Tahapan ini penting dilakukan untuk melihat sejauh mana efektifitas dari pelibatan yang telah dilakukan. Hal Ini bisa menjadi bahan perbaikan bagi perusahaan untuk semakin meningkatkan kinerjanya dalam operasional bisnis melalui pelibatan pemangku kepentingan ini. Sekian penjelasan mengenai stakeholder engangement atau pelibatan pemangku kepentingan. Yuk bangun hubungan baik dengan seluruh pemangku kepentingan dan raih peringkat tinggi dalam PROPER bersama kami! Klik untuk melihat berbagai layanan kami Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Olahkarsa on
PROPER

Social Return on Investment (SROI) dalam PROPER

Dalam PROPER, Social Return on Investment (SROI) menjadi salah satu aspek penilaian penting dan menyatu dengan kriteria penilaian Inovasi Sosial. dalam kriteria penilaian inovasi sosial ini, SROI dipesyaratkan untuk mengukur efektivitas dari sebuah program yang telah dilaksanakan oleh perusahaan. Efektivitas di sini bermakna apakah sebuah program berhasil menyelesaikan masalah/kebutuhan sosial atau tidak, hal ini dijawab melalui perhitungan SROI. Selain itu, perhitungan SROI dalam program inovasi sosial ini digunakan untuk melihat sejauh mana program menjawab kebutuhan dan meningkatkan kapasitas masyarakat sasaran program. Baca Juga: Mengenal Inovasi Sosial dalam PROPER Lantas apa dan bagaimana perhitungan SROI ini dilakukan? Mengenal SROI Social return on investment (SROI) adalah kerangka kerja atau alat untuk menghitung dan memperkirakan nilai sosial, lingkungan, dan ekonomi dari investasi yang telah dikeluarkan. SROI merupakan pengukuran pengembalian nilai dari program Investasi sosial yang diungkapkan dalam nilai uang (Rp) Pada dasarnya adalah monetisasi hal-hal yang tidak berwujud. Meski begitu, SROI bukanlah tentang uang, melainkan tentang nilai. Uang hanyalah satu media pengungkapan sebuah nilai yang dapat diterima secara luas. Perkiraan nilai SROI dapat membantu menunjukkan sejauh mana dampak dihasilkan dari investasi yang telah dikeluarkan. Hal ini tentu sangat bermanfaat guna mengidentifikasi apa yang harus diperbaiki dari sebuah program guna mengoptimalkan dampak positif yang dihasilkan dari program tersebut. Bagaimana Tahapan Penilaian SROI? Dalam melakukan studi SROI, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. Berikut adalah penjelasannya. 1. Menetapkan Ruang Lingkup, Mengidentifikasi, dan Melibatkan Stakeholders Tahapan pertama dalam penilaian SROI adalah penetapan ruang lingkup serta identifikasi dan pelibatan stakeholder dalam program. Penetapan ruang lingkungan dilakukan untuk untuk memberi batasan pada hal yang akan diperhitungkan. Ini tentu penting mengingat studi SROI sendiri kadangkala memiliki keterbatasan waktu dan sumber daya. Sehingga penting untuk melakukan hal ini agar studi SROI dapat berjalan efektif dan tidak keluar dari konteks. Selain itu, dalam tahapan ini dilakukan Identifikasi stakeholders dan cara melibatkannya. Pemangku kepentingan yang dipetakan baik dari pihak pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Selain itu dalam tahapan ini juga dilakukan alasan melakukan analisis, sumber daya yang tersedia, dan prioritas pengukuran harus jelas dalam tahap ini untuk memastikan apa yang diusulkan telah layak. 2. Memetakan Outcomes Setelah menetapkan ruang lingkup dan mengidentifikasi stakeholder, tahapan selanjutnya adalah melakukan pemetaan outcomes. Ada 5 tahapan penting dalam upaya pemetaan outcomes ini yaitu memulai dengan peta dampak, mengidentifikasi input, menilai input, klarifikasi output, dan mendeskripsikan outcome. Baca Juga: Dokumen Hijau PROPER: Apa Saja Isinya? Dalam tahapan ini, stakeholders program memiliki peran penting untuk memberikan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan rencana yang telah dibuat sebelumnya. Selain itu, keterlibatannya dalam pembuatan peta dampak akan memastikan outcome yang berdampak pada stakeholders dapat terukur dan dinilai. 3. Membuktikan dan Memberi Nilai pada Outcomes Tahapan selanjutnya adalah memberi nilai pada outcome yang telah dipetakan. Ada 4 tahapan penting pada tahap ini, yaitu mengembangkan indikator outcome, mengumpulkan data outcome, menetapkan berapa lama outcome bertahan, dan memberi nilai pada outcome. 4. Fiksasi Dampak Tahapan selanjutnya adalah fiksasi dampak dari program. Fiksasi dampak dilakukan untuk mendapatkan outcome yang murni dari investasi sosial yang telah dilakukan kepada program. Terdapat empat aspek dalam menetapkan dampak dalam perhitungan SRoI yaitu deadweight, displacement, attribution, dan drop off. Deadweight adalah manfaat yang terjadi begitu saja, ini merupakan ukuran jumlah outcome yang akan maupun belum terjadi. Attribution adalah manfaat yang dipengaruhi oleh pihak lain yang ikut berkontribusi pada Program. Displacement adalah manfaat yang menggantikan manfaat lainnya. Drop off adalah pengurangan nilai manfaat dari waktu ke waktu. 5. Kalkulasi SROI Tahapan selanjutnya dalam studi SROI adalah kalkulasi atau perhitungan nilai SROI. Perhitungan SROI sebuah program diperoleh dari nilai outcome dibagi dengan total nilai investasi yang dikeluarkan. Nilai SROI pada sebuah program dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya faktor deadweight, displacement, attribution, dan drop off 6. Pelaporan SROI Tahap terakhir dari studi SROI adalah pelaporan, implementasi hasil, dan juga penyematan. Pelaporan dilakukan dengan menyusun studi SROI ke dalam dokumen yang sistematis yang kemudian dilaporkan kepada stakeholder perusahaan. Implementasi dilakukan dengan mengomunikasikan hasil nilai SROI, dan penyematan proses SROI pada organisasi. Apakah SROI hanya digunakan untuk PROPER dan Corporate? Banyak orang yang salah kaprah bahwasanya SROI hanya digunakan untuk mengukur program CSR perusahaan saja. Padahal SROI bisa digunakan oleh berbagai pihak seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pemerintah, bahkan Lembaga Filantropi untuk menilai keberhasilan program pembangunan yang mereka miliki. Bahkan Penilaian SROI dapat digunakan oleh donatur atau investor untuk membantu mereka  menilai kinerja investasi,  memutuskan di mana  harus berinvestasi, dan  mengukur kemajuan  investasi dari waktu ke  waktu. Maka dari itu penting bagi lembaga-lembaga dan pihak tersebut untuk mengetahui dan mengimplementasikan studi SROI ini pada program-program pembangunan dan pemberdayaan yang tengah dijalankan. Sekian penjelasan mengenai penilaian SROI dalam PROPER. Bagi yang masih bingung dengan cara penyusunan Dokumen SROI yang baik agar mendapatkan nilai optimal, ataupun yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER dan penyusunan Dokumen SROI. Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Olahkarsa on
Rapid Environmental Assessment (REA) untuk PROPER
PROPER

Rapid Environmental Assessment (REA) untuk Penanggulangan Bencana

Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Terjadinya bencana pada umumnya disebabkan oleh berbagai faktor, baik oleh faktor alam, faktor non-alam, maupun faktor manusia. Bencana dapat mengakibatkan berbagai kerugian seperti timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Di dalam PROPER, aspek kebencanaan menjadi salah satu penilaian penting. Melalui berbagai kriteria penilaiannya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berupaya mendorong entitas bisnis untuk bersama terlibat dalam penanggulangan bencana dan tanggap kebencanaan. Salah satu poin penilaian PROPER yang menyangkut kebencanaan adalah Dokumen Rapid Environmental Assessment (REA) atau penilaian cepat bencana. Dokumen ini termasuk kedalam Dokumen Hijau tepatnya pada kriteria Tanggap Kebencanaan. Baca Juga: Dokumen Hijau PROPER: Apa Saja Isinya? Aspek penilaian Tanggap Kebencanaan menjadi salah persyaratan yang harus dipenuhi oleh Peserta PROPER untuk mendapatkan predikat lebih dari ketaatan (beyond complience). Artinya bagi Peserta PROPER yang menargetkan peringkat Hijau atau Emas, Dokumen Rapid Environmental Assesment Ini merpakan hal yang wajib. Apa itu Rapid Environmental Assessment? Menurut Guidelines for Rapid Environmental Impact Assessment in Disasters Version 5 – 2018, Rapid Environmental Assessment (REA) merupakan sebuah alat penilaian untuk memberikan gambaran dan masukan terkait dampak lingkungan yang terjadi selama dan setelah terjadinya bencana. REA digunakan untuk menyurvei kondisi lingkungan selama periode waktu tertentu dengan tujuan untuk mengidentifikasi masalah yang ada dan berisiko muncul, mencakup aspek sumber daya alam, dampak sosial, dan ekonomi. Sebagai sebuah alat, REA dirancang untuk semua jenis bencana, termasuk yang dipicu oleh alam, teknologi dan peristiwa politik atau bahaya​. Selain itu REA juga dapat digunakan oleh siapa saja, dari berbagai disiplin keilmuan. Informasi yang dikumpulkan melalui REA dapat menjadi bahan untuk mengurangi risiko bencana dan dasar dalam membuat perencanaan dan implementasi program penanggulangan bencana.​ 3 Cakupan Penilaian Rapid Environmental Assessment Dalam penyusunan dokumen REA, terdapat 3 cakupan penilaian yang harus dilaksanakan yaitu penilaian tingkat organisasi, penilaian tingkat komunitas, serta konsolidasi dan analisis. Ketiga penilaian ini dilakukan untuk mendapatkan data yang objektif dan komprehensif untuk digunakan sebagai dasar penyusunan tindakan dalam penanggulangan bencana. 1. Penilaian Tingkat Organisasi (Organization Level Assessment) Merupakan kegiatan assessment yang dilakukan untuk memperoleh data-data terkait dengan risiko kebencanaan dari sudut pandang organisasi seperti BPBD, BNPB, Kelompok Siaga Bencana dan organisasi lain yang memiliki kepentingan dalam penanggulangan bencana. Penilaian ini dapat dilakukan melalui teknik Focus Group Discussion (FGD) dan pengisian formulir penilaian risiko bencana. Pada penilaian tingkat organisasi ini, akan dilakukan kegiatan penggalian data mengena isu-isu prioritas bencana yang berdampak pada kondisi lingkungan, sosial, ekonomi, psikologis, dan kesehatan yang signifikan terhadap kesejahteraan. 2. Penilaian Tingkat Masyarakat/Komunitas(Community Level Assessment) Penilaian tingkat komunitas adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh data dan informasi terkait dengan risiko bencana yang terjadi pada masyarakat di sekitar wilayah kerja perusahaan. Kegiatan penilaian ini dilakukan dengan teknik wawancara secara langsung kepada masyarakat. Selain itu, untuk memperoleh data pendukung terkait informasi kebencanaan yang ada, dilakukan juga observasi langsung ke lapangan. Penilaian tingkat masyarakat/komunitas ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan menilai isu-isu prioritas bencana yang berdampak pada kondisi lingkungan, sosial, ekonomi, psikologis dan kesehatan yang signifikan terhadap kesejahteraan dari perspektif masyarakat yang terdampak bencana. 3. Konsolidasi dan Analisis(Consolidation and Analysis) Pada penilaian ini, hasil penilaian dari tingkat organisasi dan komunitas di konsolidasikan atau digabungkan. Konsolidasi dan analisis dimulai dengan pengembangan daftar sederhana masalah penting yang diidentifikasi dalam penilaian tingkat organisasi dan komunitas. Untuk mempermudah proses konsolidasi ini, Kamu dapat menggunakan matriks atau tabel sederhana. Hasil konsolidasi ini penting sebagai bahan bagi perusahaan untuk melaksanakan tindakan dalam upaya penanggulangan bencana. Isi Dokumen Rapid Environmental Assessment Dalam penyusunan dokumen Rapid Enviromental Assessment, terdapat beberapa poin pembahasan yang harus ada. Berikut adalah penjelasannya. 1. Identifikasi Jenis Bencana Poin pembahasan pertama yang harus ada dalam dokumen REA adalah Identifikasi Jenis Bencana. Pada bagian ini, Kamu harus mendeskripsikan berbagai jenis bencana yang pernah terjadi di wilayah tempat studi REA dilakukan. Idealnya Rapid Environmental Assessment (REA) dilakukan pada kejadian bencana yang terjadi 120 (seratus dua puluh) hari sebelum penelitian dilakukan. Akan tetapi, jika dalam waktu 120 hari tidak pernah terdapat terjadi bencana, maka diperbolehkan untuk meneliti di luar waktu tersebut . 2. Analisis Dampak dan Pengaruh Bencana Poin pembahasan kedua adalah analisis dampak bencana. Pada bagian ini, kamu harus mendeskripsikan dampak-dampak yang ditimbulkan akibat bencana. Aspek-aspek yang diukur dalam analisis dampak pada studi REA di antaranya terkait dengan dampak psikologis, ekonomi, sosial, lingkungan, dan kesehatan. 3. Upaya Antisipasi Dampak Negatif Kebencanaan Poin pembahasan selanjutnya adalah upaya antisipasi dampak negatif kebencanaan. Upaya antisipasi dampak negatif ini dapat dilakukan dengan berpedoman pada konsep manajemen penanggulangan bencana. Dalam konsep manajemen penanggulangan bencana, terdapat tiga tahapan yang dapat menjadi pedoman dalam penyusunan pembahasan ini. a. Tahap Pra-Bencana Adalah upaya antisipasi dampak negatif yang dapat dilakukan sebelum bencana tersebut terjadi (pra-bencana). Dalam poin pembahasan ini, kamu dapat membuat beberapa rekomendasi upaya untuk mengantisipasi dampak negatif dari risiko bencana yang ditemukan. b. Tahap Tanggap Darurat Adalah upaya antisipasi dampak negatif bencana yang dapat dilakukan saat bencana tersebut terjadi. Kamu dapat membuat beberapa rekomendasi upaya untuk mengantisipasi dampak negatif bencana yang terjadi. Antisipasi dampak negatif bencana saat tanggap darurat biasanya dilakukan dengan pemberian bantuan-bantuan yang sifatnya mendesak seperti makanan, obat-obatan, dan tempat tinggal darurat c. Tahap PascaAdalah upaya antisipasi dampak negatif bencana yang dapat dilakukan setelah bencana tersebut terjadi. Kamu dapat membuat rekomendasi untuk mengantisipasi dampak negatf bencana yang terjadi dengan upaya pemulihan (rehabilitasi) dan pembangunan kembali (rekonstruksi) berbagai kerusakan yang ditimbulkan akibat bencana baik kerusakan yang sifatnya material (infrastruktur, sarana-prasarana, ekonomi dll.) maupun non-material (psikis). 4. Pertimbangan dari Pandangan Masyarakat yang Terdampak Bencana Dalam poin pembahasan ini, kamu harus mendeskripsikan bagaimana pertimbangan dan pandangan masyarakat di tempat studi REA yang dilakukan. Pandangan ini dapat berupa harapan dari masyarakat untuk mengurangi berbagai risiko dan dampak bencana yang terjadi. Ini bisa dilakukan dengan melakukan wawancara secara langsung ke masyarakat. Masyarakat tentu memiliki pandangan yang berbeda dalam melihat bencana. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perbedaan latar belakang, ras, agama, gender, dan usia. Perbedaan ini merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kerentanan masyarakat terhadap ancaman bencana di wilayahnya. Maka dari itu penting mengetahui sejauh mana pemahaman dan pandangan mereka terhadap bencana yang terjadi sebagai salah satu bahan untuk melakukan tindakan ketika bencana tersebut terjadi. Sekian pembahasan mengenai Rapid Environmental Assessment (REA) dalam PROPER. Bagi yang masih bingung dengan cara penyusunan REA yang baik agar mendapatkan nilai optimal, ataupun yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER dan penyusunan Dokumen REA. Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com. Referensi Guidelines for Rapid Environmental Impact Assessment in Disasters Version 5 – 2018
Olahkarsa on
Inovasi Sosial PROPER
PROPER

Mengenal Inovasi Sosial dalam PROPER

Inovasi sosial merupakan salah satu kriteria penilaian penting PROPER Emas. Inovasi sosial menjadi kriteria panapisan terakhir dalam mekanisme PROPER beyond complience. Apabila perusahaan tidak memiliki program Inovasi Sosial, atau program yang dimiliki peserta tidak sesuai dengan kriteria, maka ia hanya akan mendapat Peringkat Hijau. Baca Juga: Tahapan Penilaian dalam PROPER Pengertian Inovasi Sosial Inovasi Sosial adalah program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan atau kebutuhan masyarakat di sekitara perusahaan. Ciri khas dari Inovasi Sosial dibandingkan dengan program pemberdayaan masyarakat pada umumnya adalah memiliki tingkat efektifitas lebih lebih tinggi, mendorong perbaikan hubungan sosial, serta pemanfaatan aset dan sumber daya yang lebih baik. Lantas Bagaimana Kriteria Inovasi Sosial PROPER? Dalam PROPER, program Inovasi Sosial yang dijalankan olelh perusahaan harus memenuhi kriteria penilaian berdasarkan PERMENLHK No. 1 Tahun 2021 Tentang PROPER. Apabila inovasi sosial yang dibuat oleh peserta PROPER tidak memenuhi kriteria tersebut, maka ia tidak akan bisa mendapat peringkat Emas dan hanya mendapat peringkat Hijau. Berikut adalah kriteria yang harus termuat dalam dokumen Inovasi Sosial. 1. Memenuhi Unsur Kebaruan Kriteria pertama adalah program Inovasi Sosial yang di laksanakan oleh perusahaan harus memenuhi unsur kebaruan. Maksud dari kebaruan di sini adalah program inovasi sosial yang dijalankan merupakan hal baru yang diterapkan di sektor dan kawasan (kabupaten/kota/daerah) tersebut. Selain itu, kebaruan Inovasi yang di klaim juga dapat berupa kebaruan dalam bentuk teknologi, model, metode, strategi, teknik, taktis, dan prosedur. 2. Terintegrasi dengan Core Competency Perusahaan Kriteria penilaian kedua adalah dalam program tersebut harus melibatkan proses transfer pengetahuan atau keterampilan core competency dari perusahaan. Maksud dari core comperency adalah kemampuan atau pengetahuan yang miliki oleh unit/departemen pada sebuah perusahaan. Proses transfer pengetahuan ini bisa dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti pelatihan dan pendampingan kepada masyarakat sasaran program. Baca Juga: Mengenal PROPER: Tujuan dan Manfaatnya bagi Perusahaan Selain itu, pengembangan program inovasi sosial yang dijalankan juga harus dikorelasikan dengan analisis dampak daur hidup perusahaan. Artinya, program inovasi sosial ini tidak hanya menjawab permasalahan yang dialami masyarakat, namun juga menjawab permasalahan perusahaan berkaitan dengan dampak lingkungan yang dihasilkan. Kemudian, program inovasi sosial pun harus memuat unsur sensitifitas dan responsifitas masyarakat terhadap bencana. Sehingga diharapkan program Inovasi Sosial yang dijalankan perusahaan selain dapat menyelesaikan permasalahan yang dialami masyarakat, juga dapat meningkatkan ketangguhan masyarakat ketika bencana terjadi. 3. Status Inovasi Sosial Kriteria penilaian selanjutnya adalah status dari inovasi sosial yang dijalankan oleh peserta PROPER. Terdapat 3 status dari Inovasi Sosial yaitu keberlanjutan, Scalling/Replikasi, dan Perubahan Sistemik. Keberlanjutan menunjukkan status program yang dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan secara berkelanjutan pada suatu masyarakat yang menjadi sasaran program. Scalling atau Replikasi menunjukkan status program yang telah memberikan kebermanfaatan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang telah diperluas ke wilayah lain. Sedangkan Perubahan Sistemik menunjukkan bahwa program telah menjadi agenda publik/masyarakat baik mitra perusahaan ataupun khalayak umum. 4. Efektifitas Program (Menggunakan SROI Sebagai Alat Ukur) Kriteria penilaian selanjutnya adalah program Inovasi Sosial yang dijalankan oleh peserta PROPER harus efektif menyelesaikan masalah atau kebutuhan masyarakat sasaran. Tingkat efektifitas ini diukur dengan sebuah pengukur dampak sosial yang bernama Social Return on Investment (SROI). Selain itu, tingkat efektifitas Inovasi Sosial juga dilihat dari pihak yang menyusun laporan SROI. Dewan penilai juga akan menilai sejauh mana pihak penyusun laporan SROI ini memiliki pengalaman, transparansi, kualitas, kompetensi dan keahlian, dan reputasi/ track record. Pengalaman dan track record bisa dilihat dari portofolio lembaga pengukur SROI, transparansi dilihat dari dokumentasi yang disertakan saat proses penggalian data, kualitas dilihat dari ijazah peneliti SROI, komptenensi dilihat sertifikat pelatihan. 5. Menjawab Kebutuhan Sosial dan Meningkatkan Kapasitas Sosial Kriteria penilaian selanjutnya adalah program inovasi sosial yang dijalankan perusahaan harus dapat menyelesaikan kebutuhan atau permasalahan sosial masyarakat sekitar perusahaan. Selain itu, hadirnya program Inovasi Sosial ini juga harus dapat meningkatkan kapasitas masyarakat, untuk bertindak dengan menciptakan peran dan hubungan baru di antara masyarakat, serta mengembangkan aset dan kemampuan dengan penggunaan aset sumber daya dengan lebih baik. Aspek penilaian ini dilakukan dengan melihat laporan SROI yang telah dibuat perusahaan yang memuat: Ruang lingkup dan identifikasi pemangku kepentingan (stakeholder) Pemetaan outcome dari setiap stakeholder Penetapan indikator dan nilai dari setiap outcome Fiksasi dampak Perhitungan SROI Kelima unsur penilaian tersebut harus termuat dalam SROI sebagai bukti bahwa program inovasi sosial yang dijalankan perusahaan telah menjawab kebutuhan sosial dan meningkatkan kapasitas masyarakat sasaran program. 6. Penilaian Dewan Pertimbangan Kriteria penilaian terakhir adalah penilaian dari Dewan Pertimbangan PROPER mengenai efektifitas inovasi sosial, kemampuan inovasi menjawab kebutuhan sosial dan kemampuan inovasi, meningkatkan kapasitas sosial penilaian terhadap aspek penilaian efektifitas, menjawab kebutuhan sosial dan meningkatkan kapasitas sosial. Dewan Pertimbangan PROPER yang berasal dari dari pakar di bidang keberlanjutan akan menilai program inovasi sosial secara kualitatif dan objektif. Hasil penilaian dari dewan pertimbangan PROPER ini cukup berpengaruh terhadap perolehan nilai Peserta PROPER. Maka dari itu penting untuk menyiapkan Dokumen Inovasi Sosial sebaik mungkin. Contoh Perusahaan yang Telah Menerapkan Inovasi Sosial Salah satu perusahaan yang telah menerapkan praktik Inovasi Sosial adalah PT Bio Farma. Seperti yang kita ketahui, Bio Farma merupakan salah satu perusahaan yang memiliki komitmen tinggi dalam mengintegrasikan nilai-nilai keberlanjutan dalam operasi bisnis mereka. Hal ini dibuktikan dengan raihan PROPER Emas sebanyak 7 kali. Pencapaian ini tentu tidak terlepas dari komitmen perusahaan dalam memberdayakan masyarakat sekitar perusahaan melalui program Inovasi Sosial. Salah satu program Inovasi Sosial yang tengah dijalankan oleh PT Bio Farma adalah e-Grass & Sustainability Village. Program ini merupakan program pemberdayaan peternak kambing di desa Ciakalong Wetan, Jawa Barat. Usaha peternakan ini merupakan mayoritas mata penceharian Masyarakat Desa Cikalong Wetan. Sebelum adanya program ini, para peternak di Desa Cikalong Wetan mengandalkan rumput liar sebagai pakan ternaknya. Para peternak ini juga masih menggunakan teknik budidaya ternak konvensional dan mengandalkan tengkulak untuk menjual hasil ternak mereka. Alhasil, usaha ternak masyarakat tidak berjalan maksimal. Masyarakat kesulitan mencari rumput dan harus menempuh jarak yang jauh, kualitas tenak yang rendah, dan masyarakat tidak bisa mendapatkan keuntungan optimal karena mereka tidak menjualnya kepada konsumen secara langsung, melainkan melalu melalui tengkulak/bandar. Menjawab Kebutuhan Masyarakat Cikalong Wetan Melalui core competency yang dimiliki perusahaan, PT Biofarma memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai good farming practice. Perusahaan melakukan transfer pengetahuan melalui berbagai pelatihan dan workshop guna menghasilkan rumput berkulaitas tinggi. Tak cukup sampai disitu, PT Biofarma juga membina para peternak untuk memperluas jaringan pemasaran melalui pelatihan digital marketing dengan core competency yang dimiliki perusahaan melalui Departmeen Corporate Communication. Berkat program ini, produktifitas peternak Desa Cikalong Wetan mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Masyarakat bisa dengan mudah mendapatkan pakan bermutu, sehingga hewan ternak yang dihasilkan memiliki kualitas tinggi. Selain itu, masyarakat juga bisa dengan mudah memasarkan hasil tenaknya secara langsung kepada konsumen melalui marketplace. Alhasil, keuntungan yang diraih para peternak pun semakin tinggi dan kesejahteraan para peternak tersebut juga ikut naik berkat adanya program ini. Tak hanya menghasilkan manfaat ekonomi bagi masyarakat, Program e-Grass & Sustainability Village juga telah memberikan dampak pada penurunan potensi pemanasan sebesar 34.000kg kg CO2 eq. Dan setelah dilakukan pengukuran SROI, Inovasi Sosial ini memiliki nilai SROI 1:12,7. Artinya, setiap investasi 1 rupiah yang dikeluarkan oleh perusahaan, memberikan dampak sebesar 12,7 rupiah bagi kebermanfaatan masyarakat dan lingkungan. Sekian pembahasan mengenai Inovasi Sosial dalam PROPER. Bagi yang masih bingung dengan cara penyusunan Dokumen Inovasi Sosial yang baik agar mendapatkan nilai optimal, ataupun yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER dan penyusunan Dokumen Inovasi Sosial. Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com. Referensi PERMENLHK No. 1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER
Olahkarsa on
Social Mapping PROPER
PROPER

Dokumen Social Mapping PROPER: Apa Saja Isinya?

Dokumen Social Mapping atau pemetaan sosial merupakan salah satu kriteria penilaian penting bagi perusahaan yang menargetkan peringkat Hijau atau Emas. Aspek penilaian ini masuk ke dalam kriteria Pengembangan Masyarakat tepatnya pada aspek perencanaan. Dengan dokumen ini, perusahaan telah menunjukkan bahwa perusahaan memiliki keunggulan dengan melakukan praktik pengembangan masyarakat secara terstruktur dari mulai perencanaan. Baca Juga: Dokumen Hijau PROPER: Apa Saja Isinya? Apa Itu Social Mapping? Social Mapping adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengenali kondisi sosial budaya masyarakat pada wilayah tertentu yang akan dijadikan sebagai wilayah sasaran program pengembangan masyarakat perusahaan. Pemetaan Sosial juga dapat didefinisikan sebagai proses identifikasi karakteristik masyarakat melalui pengumpulan data dan informasi baik sekunder maupun langsung (primer) mengenai kondisi sosial masyarakat dalam satu wilayah tertentu. Kondisi sosial masyarakat tersebut diantaranya jaringan dan relasi sosial dalam suatu entatitas masyarakat, potensi, kebutuhan masalah yang tenagh dihadapi oleh masyarakat. Melalui studi Pemetaan Sosial, perusahaan akan mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai lokasi yang hendak dijadikan sebagai objek pengembangan masyarakat. Dengan begitu maka perusahaan akan dapat melaksanakan program pengembangan masyarakatnya secara lebih tepat sasaran dan berdampak. Isi Dokumen Social Mapping PROPER Meskipun tidak ada patokan baku mengenai isi dari dokumen Social Mapping ini, namun dalam PROPER dokumen Pemetaan Sosial harus mencakup 9 substansi kriteria berikut ini: 1. Pemetaan Aktor (Stakeholder) dan Jaringan Hubungan Antar Aktor Kriteria dokumen Social Mapping pertama adalah adanya pembahasan mengenai pemetaan aktor dan jaringan hubungan antar aktor. Pemetaan jaringan hubungan ini bertujuan untuk mengetahui dinamika interaksi sosial aktor-aktor yang mempunyai peran dan pengaruh dalam proses pembangunan dan pengembangan masyarakat wilayah yang menjadi sasaran program CSR Perusahaan. Jaringan hubungan antar aktor ini meliputi hubungan institusi dengan institusi, institusi dengan individu, maupun individu dengan individu. Hubungan yang terjalin antar aktor dapat berupa hubungan positif (saling bekerja sama dan memiliki tujuan bersama), negatif (terdapat ketegangan, bertentangan, dan tidak memungkinkan mencapai tujuan bersama) dan positif-negatif (terdapat perbedaan pandangan, tetapi masih memungkinkan mencapai tujuan bersama). 2. Deskripsi Posisi dan Peranan Sosial Aktor dalam Masyarakat Kriteria penilaian dokumen Social Mapping yang kedua adalah deskripsi mengenai posisi dan peran sosial aktor di kehidupan masyarakat. Posisi sosial merujuk pada sebuah kedudukan seorang aktor dalam sistem sosial, baik formal maupun non formal. Posisi sosial dalam masyarakat ini nantinya dapat menjadi indikator legitimasi dalam proses pengembangan dan pembangunan masyarakat. semakin tinggi posisi sosial seorang aktor, semakin tinggi pula legitimasi sosialnya. Sementara peran sosial merujuk pada pencapaian yang telah dilakukan oleh seorang aktor berdasarkan posisi sosial yang dimilikinya dalam proses pengembangan dan pembangunan masyarakat. Artinya keterkaitan erat a antara peran dan posisi sosial sosial seorang aktor. Pada umumnya, semakin tinggi posisi sosial seorang aktor, semakin besar perannya di masyarakat. Hal ini lah yang harus dijelaskan dalam studi Social Mapping. 3. Analisis Derajat Kekuatan (Power) dan Kepentingan (Tnterest) Aktor Kriteria penilaian ketiga adalah analisis mengenai derajat kekuatan dan kepentingan aktor. Derajat kekuatan merujuk pada kapasitas yang dimiliki seorang aktor dalam mempengaruhi orang lain atau khalayak umum, serta mendukung dan melaksanakan pengembangan masyarakat. Derajat kekuatan diukur dari empat hal yaitu kepemilikan kapital, kepemilikan keterampilan pengembangan masyarakat, kepemilikan legitimasi sosial, dan kepemilikan jaringan. Empat indikator tersebut kemudian menjadi pisau analisis bagi setiap aktor guna menilai seberapa besar kekuatan yang mereka miliki untuk melakukan pengembangan masyarakat di wilayah sasaran. Sementara kepentingan merujuk pada ketertarikan para aktor dalam mengupayakan pengembangan dan pembangunan masyarakat. Derajat kepentingan aktor dapat diukur dari empat hal yaitu memberikan bantuan tenaga, meluangkan waktu, memberikan bantuan kapital, dan memberikan bantuan pikiran. Empat hal tersebut menjadi pisau analisis untuk menentukan seberapa besar kepentingan seorang aktor dalam pemberdayaan masyarakat. Selanjutnya, hasil analisis kekuatan dan kepentingan tersebut kemudian dituangkan ke dalam sebuah kuadran untuk memetakan setiap aktor berdasarkan kekuatan dan kepentingannya dalam pengembangan masyarakat. Ada empat klasifikasi aktor berdasarkan kuadran tersebut a. High Power High Interes Aktor ini memiliki kekuatan dan kepentingan yang tinggi dalam pengembangan masyarakat. Mereka harus dilibatkan sepenuhnya dan diyakinkan bahwa keberhasilan program pengembangan masyarakat yang akan dilaksanakan oleh perusahaan adalah atas dukungan mereka. Aktor dalam kuadran inilah yang akan menjadi stakeholder utama dalam program pengembangan masyarakat oleh perusahaan. b. High Power, Low interes Aktor ini memiliki kekuatan yang tinggi, namun kepentingannya lemah. Mereka bukan target utama dari program pengembangan masyarakat, namun potensial menjadi oposoasan. Treetment terbaik kepada aktor jenis ini adalah dengan memberikan mereka pengakuan dan informasi positif agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi kelangsungan program pengembangan masyarakat. c. Low Power, Hight Interest. Aktor ini memiliki kekuatan yang lemah, namun kepentingannya tinggi dalam program pengembangan masyarakat. Aktor jenis ini membutuhkan upaya dan strategi khusus agar mereka bisa terlibat dalam program pengembangan masyarakat dengan meyakinkan bahwa keterlibatan mereka sangat bermakna. d. Low power-low interes Aktor jenis ini memiliki kekuatan dan kepentingan yang lemah dalam program pengembangan masyarakat. Treatmentnya adalah dengan tetap berupaya melibatkan mereka, namun tidak ada strategi khusus. 4. Identifikasi Forum yang Menjadi Sarana yang Digunakan Masyarakat dalam membahas kepentingan Kriteria penilaian keempat adalah identifikasi forum yang menjadi sarana masyarakat membahas kepentingan. Setiap masyarakat tentu memiliki berbagai bentuk forum komunikasi sebagai sarana dalam menyatukan gagasan, informasi dan perubahan yang diperlukan di dalam pembangunan masyarakat. Identifikasi forum ini dilakukan dengan mencari tahu informasi mengenai nama forum, aktivitas apa saja dalam forum tersebut, anggota yang menghadiri, intensitas/waktu pertemuan, dan lokasi yang menjadi tempat dilaksanakannya forum-forum tersebut. Melakukan identifikasi terhadap forum-forum yang ada di masyarakat tentu menjadi sebuah hal yang penting. Sebab adanya forum-forum ini bisa menjadi modal sosial bagi perusahaan untuk melakukan pengembangan masyarakat kelak.   5. Deskripsi Potensi Penghidupan Berkelanjutan Kriteria penilaian selanjutnya adalah deskripsi mengenai potensi yang dimiliki masyarakat untuk penghidupan berkelanjutan. Potensi penghidupan berkelanjutan merujuk pada kekuatan yang dimiliki oleh internal masyarakat guna dijadikan sebagai modal untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka. Baca Juga: Mengenal Asset Based Community Development Beberapa modal atau kekuatan yang menjadi potensi penghidupan berkelanjutan pada sebuah masyarakat di antaranya: a. Modal Sumber Daya Manusia Modal sumber daya manusia ini bisa berupa tingkat pendidikan masyarakat, pekerjaan atau mata pencaharian, pengetahuan/keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat, dan tingkat kesehatan masyarakat. b. Modal Sumber Daya Alam Modal sumber daya alam bisa berupa keberadaan lahan dan pemanfaatan, serta keberadaan sumber mata air dan pemanfaatannya. b. Modal Keuangan Modal keuangan bisa berupa aset masyarakat, dan keberadaan lembaga penyedia jasa keuangan seperti koperasi. c. Modal Infrastruktur Modal infrastruktur bisa berupa infrastruktur publik, infrastruktur keagamaan, infrastruktur keagamaan, infrastruktur ekonomi, infrastruktur kesehatan, infrastruktur olahraga dan kesenian, infrastruktur energi, serta infrastruktur media dan informasi. d. Modal Sosial Modal sosial ini bisa berupa jaringan sosial, kegiatan partisipatif, dan kegiatan adat istiadat, 6. Analisis Kebutuhan Masyarakat untuk Mendukung Penghidupan Berkelanjutan Kriteria penilaian selanjutnya adalah Analisis kebutuhan masyarakat untuk mendukung penghidupan berkelanjutan. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui potensi secara lebih detail setelah terkait modal yang dimiliki masyarakat. Hasil dari analisis kebutuhan ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi perusahaan dalam menyusun rekomendasi program pengembangan masyarakat yang sesuai dengan konteks masyarakat. Analisis kebutuhan ini kemudian dikorelasikan dengan potensi yang ada antara lain potensi modal sosial, modal keuangan, modal sumber daya manusia, modal sumber daya alam dan modal fisik. 7. Deskripsi Jenis–Jenis Kerentanan (Vulnarability) dan Kelompok Rentan Kriteria penilaian selanjutnya yang harus ada dalam studi Social Mapping adalah deskripsi jenis–jenis kerentanan (vulnarability) dan kelompok rentan. Kelompok rentan adalah kelompok masyarakat yang berada dalam keadaan atau kondisi yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi suatu ancaman. Kelompok rentan merupakan kelompok yang seharusnya diberikan pengembangan kapasitas agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Terdapat dua jenis kerentanan yaitu kerentanan akses dan kerentanan aset. Kerentanan akses merujuk pada kerentanan individu atau kelompok terhadap akses terhadap sumber daya, layanan, atau kesempatan tertentu. Ini terkait erat dengan isu-isu sosial dan ekonomi, dan sering kali berkaitan dengan ketidaksetaraan dan ketidakadilan. Sedangkan kerentanan aset mengacu pada sejauh mana aset fisik, ekonomi, atau sosial seseorang rentan terhadap risiko atau ancaman tertentu. 8. Deskripsi Masalah Sosial Kriterian penilaian selanjutnya yang harus ada dalam studi Social Mapping adalah deskripsi mengenai masalah sosial. Dalam kriteria ini, perusahaan harus hati-hati untuk membedakan antara masalah sosial struktural dengan masalah sosial personal. Masalah sosial struktural merujuk pada masalah yang timbul dari ketidakseimbangan atau ketidakadilan dalam struktur sosial suatu masyarakat. Masalah sosial jenis ini biasanya dialami oleh kalangan masyarakat luas seperti ketimpangan pendapatan, ketidaksetaraan gender, rasisme dan diskriminasi. Sedangkan masalah sosial personal merujuk pada masalah-masalah yang dialami oleh individu dalam interaksi sosialnya di masyarakat. Contoh dari masalah sosial personal ini antara lain keterampilan sosial, isolasi sosial, stres, kecemasan, depresi, bullying, kekerasan dalam rumah tangga, dan ketergantungan.​ 9. Rekomendasi Program Pengembangan Masyarakat berdasarkan Social Mapping Kriteria penilaian selanjutnya yang harus ada dalam studi Social Mapping adalah rekomendasi program pengembangan masyarakat. Rekomendasi ini dihasilkan dari analisis kebutuhan, potensi dan masalah yang ditemukan pada tahapan sebelumnya. Program yang diusulkan utamanya didasarkan pada pemetaan sosial yang telah dilakukan. Adapun rekomendasi program disajikan dalam bentuk matriks yang dikelompokkan dalam beberapa bidang, misalnya bidang ekonomi, kesehatan, infrastruktur, sosial, dan lingkungan. Penjabaran program diklasifikasikan berdasarkan bidang/jenis program, sasaran, permasalahan maupun potensi, program dan deskripsi kegiatan, serta tujuan dilaksanakannya program tersebut. Selanjutnya matriks rekomendasi program ini dikembangkan untuk mengetahui program prioritas. Penyusunan prioritas didasarkan pada beberapa parameter diantaranya urgensi sebuah permasalahan untuk ditangani, potensi sumber daya, serta dampak positif program. Selain itu, dalam bagian ini juga terdapat matriks yang berisi analisis keterkaitan program yang menjadi rekomendasi dari pemetaan sosial ini terhadap indikator dan metadata Sustainable Development Goals (SDGs). Hal ini dilakukan, agar rekomendasi program kepada perusahaan dapat juga dilihat sebagai salah satu bentuk kontribusi Perusahaan terhadap upaya pemenuhan indikator SDGs. Itulah 9 kriteria penilaian yang harus ada dalam Dokumen Social Mapping PROPER. Bagi yang masih bingung dengan cara penyusunan Dokumen Social Mapping yang baik agar mendapatkan nilai optimal, ataupun yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER dan penyusunan Dokumen Hijau. Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com. Referensi PERMENLHK No. 1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER
Olahkarsa on
PROPER

Keanekaragaman Hayati untuk PROPER Hijau dan Emas

Penilaian Keanekaragaman Hayati (Kehati) termasuk ke dalam kriteria penilaian lebih dari yang dipersyaratkan (beyond compliance). Artinya, bagi perusahaan yang menargetkan peringkat Hijau dan Emas, Dokumen Keanekaragaman Hayati menjadi sesuatu hal yang wajib. Keanekaragaman hayati merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keanekaan bentuk kehidupan di bumi, interaksi di antara berbagai makhluk hidup serta antara mereka dengan lingkungannya. UN Environment Programme (UNEP) mengungkapkan bahwa keanekaragaman hayati dipahami sebagai keanekaragaman tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme yang luas. Hal ini mencakup variasi genetik dalam setiap spesies hewan maupun tumbuhan serta keragaman ekosistem (danau, hutan, sungai dan laut) yang saling berinteraksi di dalamnya. Di Bumi ini, keanekaragaman hayati menjadi sesuatu hal yang vital, sebab hilangnya keanekaragaman hayati bisa mengancam kehidupan umat manusia. Hilangnya keanekaragaman hayati dapat menimbulkan zoonosis (penularan penyakit dari hewan ke manusia) seperti yang terjadi pada pandemi Covid-19. Selain itu, keanekaragaman hayati merupakan pilar umat manusia dalam membangun peradaban. Sebagai contohnya, hewan dan tumbuhan merupakan sumber makanan utama bagi manusia untuk. Hewan dan tumbuhan juga menjadi sumber obat-obatan tradisional dalam penyembuhan berbagai macam penyakit. Bisa dibayangkan apabila setengah dari hewan dan tumbuhan tersebut punah, maka kehidupan manusia akan terganggu. Baca Juga: Ini yang Akan Terjadi Jika Ada Satu Spesies Tumbhan Punah Keanekaragaman Hayati dalam PROPER Dalam PROPER, penilaian perlindungan kehati bukan hanya dilakukan dengan melihat jumlah flora dan fauna dalam luasan area konservasi saja. Namun lebih mengutamakan bagaimana upaya dari perusahaan dalam merawat dan memelihara keanekaragaman hayati tersebut. Hal ini mencakup deskripsi kegiatan atau program yang telah dilakukan, adanya penghargaan dalam bidang konservasi baik di tingkat nasional maupun internasional, adanya inovasi dalam program atau kegiatan keanekaragaman hayati, maupun teknologi paten dalam bidang kehati. Penilaian perlindungan keanekaragaman hayati dalam peringkat hijau dan emas ini meliputi: 1. Konservasi Insitu Konservasi Insitu, merupakan praktik konservasi yang bertujuan untuk melindungi spesies, keragaman (variabilitas) genetik, serta habitat di dalam ekosistem aslinya. Pendekatan insitu dapat dilakukan dengan pengelolaan kawasan lindung seperti cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, hutan lindung, sempadan sungai, sempadan pantai, kawasan mangrove, terumbu karang, kawasan plasma nutfah, dan lahan gambut. Ini juga mencakup pengelolaan satwa liar dan strategi perlindungan sumber daya di luar kawasan lindung. 2. Konservasi Eksitu Konservasi Eksitu merupakan praktik konservasi yang bertujuan untuk melindungi spesies tumbuhan, satwa liar, dan organisme mikro, serta varietas genetiknya di luar habitat atau ekosistem aslinya. Kegiatan yang umum dilakukan antara lain adalah penangkaran, penyimpanan dengan pembangunan kebun raya, koleksi mkrologi, mueseum, bank bibit, dan kebun binatang. Metode ini juga dapat dilakukan dengan melakukan kloning seperti pembuatan kultur jaringan. Praktik konservasi Eksitu umumnya dilakukan karena alasan: Habitat mengalami kerusakan akibat konversi lahan. Flora atau Fauna tersebut digunakan untuk penelitian, percobaan, pengembangan produk baru atau pendidikan lingkungan. 3. Restorasi dan Rehabilitasi Restorasi dan rehabilitasi dapat dilakukan dengan metode Insitu maupun Eksitu. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memulihkan spesies, varietas genetik, komunitas, populasi, habitat dan proses-proses ekologis. Restorasi ekologis biasanya melibatkan upaya rekonstruksi atau pembangunan kembali ekosistem di daerah yang mengalami degradasi, termasuk reintroduksi spesies asli. Sedangkan rehabilitasi melibatkan upaya untuk memperbaiki proses-proses ekosistem. Misalnya perbaikan daerah aliran sungai, tetapi tidak diikuti dengan pemulihan ekosistem dan keberadaan spesies asli. Aspek Penilaian Keanekaragaman Hayati 1. Kebijakan Perlindungan Keanekaragaman Hayati Dalam aspek penilaian ini, peserta PROPER harus bisa menunjukkan kebijakan perlindungan keanekaragaman hayati yang telah dibuat oleh perusahaan. Kebijakan ini bisa berupa peraturan perusahaan ataupun Standar Operasional Prosedur (SOP). 2. Struktur dan Tanggung Jawab Dalam aspek penilaian ini, Peserta PROPER harus bisa menunjukkan kepemilikan staf/tim yang bertugas mengelola program perlindungan keanekaragaman hayati. Staf atau tim ini merupakan unit organik perusahaan yang memiliki latar belakang pendidikan dan pelatihan yang relevan. Selain itu, Peserta PROPER juga harus memiliki kerja sama dengan organisasi atau lembaga yang menangani keanekaragaman hayati apabila ingin mendapatkan nilai lebih. 3. Perencanaan Keanekaragaman Hayati Dalam aspek penilaian ini, Peserta PROPER harus bisa menujukan sebuah ketetapan formal mengenai kawasan konservasi alam atau perlindungan kehati. Serta rencana strategis program perlindungan kehati atau konservasi alam di kawasan yang telah di tetapkan tersebut. Dalam perencanaan program tersebut, peserta PROPER juga harus menyertakan rencana anggaran, jadwal atau timeline program, dan pelimpahan tanggung jawab kepada tim/staf pelaksana program. Serta pelibatan berbagai stakeholder yaitu masyarakat lokal, lembaga sosial masyarakat, dan pemerintah dalam perencanaaan terebut. Selain itu, Peserta PROPER harus menujukan kepemilikan data mengenai informasi dasar (baseline data) status keanekaragaman hayati atau rona lingkungan awal kawasan konservasi alam yang ditetapkan. Dengan parameter sumber daya biologi atau spesies hayati yang akan dilindungi tersebut merupakan sumber hayati yang langka dan dilindungi. 4. Pelatihan dan Kompetensi Dalam aspek penilaian ini, Peserta PROPER harus bisa menujukan bahwa tim/staf pelaksana program memiliki sertifikasi pelatihan di bidang perlindungan kehati dan latar belakang pendidikan yang berkaitan dengan perlindungan kehati. 5. Pelaporan Dalam aspek penilaian ini, Peserta PROPER harus menunjukkan kepemilikan sistem informasi dan data yang dapat mengumpulkan dan mengevaluasi status kecenderungan sumber daya kehati dan sumber daya biologis yang dikelola. Kemudian, Peserta PROPER juga harus menujukan kepemilikan publikasi yang disampaikan kepada publik atau instansi pemerintah yang relevan tentang status dan kecenderungan sumber daya kehati dan sumber daya biologis yang dikelola paling sedikit diterbitkan 2 tahun terakhir. Selain itu, Peserta PROPER harus menujukan bukti pelibatan berbagai stakeholder dalam monitoring dan evaluasi program apabila ingin mendapatkan nilai lebih. 6. Implementasi Program Dalam aspek penilaian ini, Peserta PROPER harus menunjukkan peningkatan status kehati di kawasan yang telah ditetapkan, dan juga dampak positif terukur terhadap komponen ekosistem yang lain. Seperti perbaikan kondisi hidrologis dengan munculnya mata air atau terlindunginya mata air. Selain dampak positif bagi ekosistem, program kehati yang dijalankan tersebut harus berkontribusi secara signifikan terhadap pemberdayaan masyarakat. Baca Juga: Dokumen Social Mapping PROPER: Apa Saja Isinya? Peserta PROPER juga harus menunjukkan bahwa lokasi perlindungan sumber daya ekologi atau kehati menjadi tempat penelitian, penyebaran informasi dan peningkatan pengetahuan pemangku kepentingan di luar perusahaan. Dan bagi Peserta PROPER sendiri, harus menunjukkan penerapan manajemen pengetahuan (knowledge management) dengan melakukan diseminasi praktik pengelolaan lingkungan terbaik melalui jurnal ilmiah internasional atau buku yang memiliki ISBN dan jurnal nasional dalam 3 tahun terakhir. 7. Inovasi Dalam aspek penilaian ini, Peserta PROPER harus menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan memenuhi aspek-aspek inovasi perlindungan keanekaragaman hayati, yaitu memenuhi unsur kebaruan. Selain itu, Peserta PROPER juga harus menunjukkan kepemilikan kuantifikasi informasi perlindungan keanekaragaman hayati yang dilakukan akibat perubahan sistem, sub sistem, dan penambahan komponen dan menunjukkan kuantifikasi informasi penurunan biaya, serta dapat menunjukkan nilai tambah berupa perubahan rantai nilai, perubahan layanan produk, perubahan perilaku Belajar dari PT Sidomuncul PT Sidomuncul merupakan salah satu perusahaan yang mendapat peringkat Emas pada ajang PROPER selama tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2020-2022. Peringkat Emas ini didapat salah satunya karena PT Sidomuncul telah menerapkan praktik pengelolaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan. PT Sidomuncul memiliki area konservasi seluas 3 hektar yang terletak di dalam area perusahaan. Metode yang digunakan dalam praktik konservasi ini adalah konservasi eksitu berbentuk agrowisata. Di dalam area konservasi ini, terdapat lebih dari 400 spesies flora herbal atau obat-obatan yang langka, serta lebih dari 150 ekor fauna yang dilindungi. Area konservasi tersebut juga dijadikan sebagai sarana edukasi bagi masyarakat umum yang ingin mengenal berbagai jenis flora dan fauna yang dilindungi. Untuk memasuki arena ini, pengunjung tidak dikenakan biaya sebab area konservasi ini telah menjadi bagian dari program CSR untuk memberdayakan masyarakat di bidang pendidikan. Dalam mengelola dan menjaga kehati tersebut, PT Sidomuncul tidak bergerak sendiri, namun bekerja sama dengan masyarakat lokal dan pemerintah daerah agar praktik konservasi yang dilakukan berjalan dengan berkelanjutan. Sekian penjelasan mengenai Penilaian Keanekaragaman Hayati dalam PROPER. Bagi yang masih bingung dengan cara penyusunan Keanekaragaman Hayati yang baik agar mendapatkan nilai optimal, ataupun yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER dan penyusunan Dokumen Hijau. Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com. Referensi PERMENLHK No. 1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER)
Olahkarsa on
Life Cycle Assesement dalam PROPER
PROPER

Bagaimana Kriteria Life Cycle Assesment dalam PROPER?

Life Cycle Assesment (LCA) atau penilaian daur hidup merupakan salah satu dokumen yang termuat dalam Dokumen Hijau. Dokumen LCA menjadi aspek penilaian yang memuat dampak lingkungan dari sebuah produk yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan. Selain menjadi satu dokumen tersendiri, Life Cycle Assesment juga diintegrasikan dengan aspek penilaian lain yaitu upaya penurunan dampak lingkungan dalam pemanfaatan sumber daya. Aspek penilaian ini memuat peningkatan kinerja lingkungan melalui efisiensi energi, penurunan emisi, pengurangan dan pemanfaatan limbah B3, pengolahan limbah non-B3 (termasuk pengolahan reduce, reuse, recycle), efisiensi air dan penurunan beban pencemar. Apabila Peserta PROPER ingin mendapatkan peringkat Hijau bahkan Emas, maka dokumen LCA ini adalah persyaratan wajib yang harus dipenuhi. Selain itu, nilai yang didapat pun harus tinggi. Maka dari itu penting bagi Peserta PROPER untuk mempersiapkan dokumen LCA ini dengan sebaik mungkin. Baca Juga: Tahapan Penilaian dalam PROPER Selain untuk kepentingan PROPER, Life Cycle Assesment amat penting dilakukan untuk meningkatkan kinerja aspek bisnis sebuah perusahaan. Sebab, saat ini kesadaran konsumen akan produk yang mereka beli semakin tinggi. Mereka mulai mempertimbangkan berbagai faktor sebelum memutuskan untuk menggunakan produk atau layanan. LCA adalah metode penting yang harus dipahami oleh para produsen untuk menghasilkan barang dan jasa dengan kualitas terbaik. Pengertian Secara prinsip, Life Cycle Assesment merupakan sebuah metode yang digunakan untuk menghitung potensi dampak lingkungan dan jejak karbon yang dihasilkan dari satu sistem produk dari mulai produk tersebut lahir (crandle) , dimanfaatkan, hingga produk tersebut di buang atau didaur ulang (grave), secara kuantitatif. Sebagai contoh, dalam industri pengolahan pangan, LCA akan menghitung dampak lingkungan berupa jejak karbon yang dihasilkan dari mulai bahan baku berupa hasil pertanian tersebut didapatkan melalui proses pengangkutan, pengolahan, pendistribusian, hingga bagaimana bahan penyusunnya (misalnya bungkus plastik) di buang atau didaur ulang. Proses penilaian dampak tersebut dilakukan secara kuantitatif berdasarkan metodologi yang telah ditetapkan dalam Life Cycle Assesment. Tahapan dalam Life Cycle Assessment Life Cycle Assessment adalah metodologi standar yang dihadirkan oleh ISO (International Organization for Standardization) tepatnya ISO 14040 dan 14044 sebagai alat untuk menilai dampak lingkungan dari suatu produk. Dalam standar tersebut, terdapat empat tahapan Life Cycle Assessment yaitu: 1. Menetapkan Tujuan dan Cakupan LCA Tahapan pertama dalam LCA adalah menetapkan tujuan dan cakupan. Langkah ini dilakukan untuk memastikan agar LCA yang hendak dilaksanakan dapat berjalan secara konsisten. Dalam tahapan ini, perusahaan harus memodelkan produk, layanan atau siklus hidup dari sebuah sistem. Model adalah penyederhanaan dari proses produk itu sendiri. Tantangan bagi perusahaan biasanya terletak pada bagaimana caranya agar penyederhanaan dan distorsi dari penyederhanaan proses produk tersebut tidak terlalu berpengaruh pada hasil. Maka cara terbaik untuk melaksanakan tahapan ini adalah dengan hati-hati dalam menentukan tujuan dan ruang lingkup LCA. 2. Analisis Inventarisasi Setelah menentukan tujuan dan lingkup kajian, tahap kedua adalah inventori daur hidup. Pada tahap ini dilakukan kompilasi dan kuantifikasi masukan dan keluaran dari produk sepanjang daur hidupnya. Masukan atau input terdiri dari bahan baku, bahan pendukung, air, energi, dan transportasi yang masuk ke dalam proses. Sementara keluaran atau output terdiri dari produk, by-product, coproduct, emisi udara, emisi ke air, dan tanah. Emisi yang dimaksud disini adalah senyawa yang dilepaskan ke lingkungan, baik ke udara,ke badan air, maupun ke tanah. Model, jenis data, proses perhitungan yang dilakukan dijelaskan di dalam tahap inventori daur hidup secara transparan. 3. Penilaian Dampak Siklus Hidup Tahapan selanjutnya adalah penilaian dampak siklus hidup. Pada tahap ini, semua masukan dan keluaran pada tahapan inventori daur hidup dihubungkan dengan potensi dampak lingkungan yang mungkin terjadi. hal ini dilakukan untuk mengevaluasi besaran (magnitude) dan signifikansi potensi dampak lingkungan sistem produk sepanjang daur hidup produk yang dikaji. LCA menilai dampak lingkungan dari berbagai kategori dampak lingkungan, baik yang midpoint maupun yang endpoint. Setiap kategori dampak lingkungan mempunyai indikator kategorinya masing-masing. Contoh: indikator kategori untuk dampak potensi pemanasan global adalah CO2-ekuivalen. Hasil perhitungan dari penilaian dampak daur hidup adalah nilai karakterisasi. 4. Interpretasi Tahap terakhir dari LCA adalah tahap interpretasi. Pada tahap ini, pembahasan mengenai analisa hasil, analisa penyebab dampak, identifikasi isu penting, pengambilan kesimpulan, penjelasan keterbatasan kajian, rekomendasi dan evaluasi dilakukan secara transparan. Rincian dari metode penilaian daur hidupdapat dilihat di SNI ISO 14040:2016 dan SNI ISO 14044:2017. Bagaimana Life Cycle Assesment dalam PROPER? LCA merupakan salah satu komponen penilaian penting dalam PROPER. Dalam PROPER, LCA terbagi menjadi dua bagian. Yang pertama, LCA sebagai sebuah laporan yang berdiri sendiri. Kedua, LCA sebagai bagian integral dalam proses penyusunan program lingkungan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya khususnya. LCA dalam konteks kedua digunakan sebagai pijakan bagi perusahaan dalam melakukan efisiensi energi, penurunan Emisi, efisiensi air dan penurunan beban pencemaran air, pengurangan dan pemanfaatan Limbah B3, pengurangan dan pemanfaatan limbah non B3. Baca Juga: Dokumen Hijau: Apa Saja Isinya? Dalam PROPER, LCA digunakan ketika peserta PROPER berada pada level beyond complence (lebih dari ketaatan). Raihan peringkat Hijau atau Emas sangat tergantung dari seberapa jauh program dan kebijakan yang dilakukan oleh Peserta PROPER ini telah didasari oleh penggunaan LCA dalam proses bisnis mereka. Aspek Penilaian LCA dalam PROPER Untuk LCA sebagai sebuah dokumen tersendiri dalam PROPER, terdapat beberapa aspek penilaian yang harus dipenuhi oleh peserta PROPER apabila ingin mendapatkan nilai yang optimal. Berikut adalah aspek penilaiannya. 1. Aspek Kebijakan Pada aspek penilaian pertama, perusahaan harus memiliki kebijakan tertulis untuk melaksanakan pengukuran potensi dampak lingkungan dengan menggunakan metode Life Cycle Assesment. Kebijakan tertulis ini bisa berupa peraturan atau SOP perusahaan yang menerangkan bahwa perusahaan memiliki program dan komitmen untuk melakukan penilaian daur hidup ini. 2. Struktur dan Tanggung Jawab Pada aspek kedua, perusahaan harus memiliki manajer lingkungan dan tim yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan penilaian daur hidup. Perusahaan bisa membuktikannya dengan keterangan tertulis atau melampirkan struktur organisasi yang menerangkan hal ini. 3. Pelaksana Dalam aspek penilaian ketiga, perusahaan harus memiliki tim penilai yang bisa berasal dari internal perusahaan atau pihak ketiga yang berasal dari eksternal perusahaan dengan memiliki kualifikasi: Telah tersertifikasi profesi profesional Pernah mendapatkan materi pendidikan formal berkaitan dengan penilaian daur hidup (skripsi, tesis, disertasi, penelitian/publikasi) Pernah mengikuti pelatihan di bidang penilaian daur hidup atau pernah mendapatkan materi mata kuliah berkaitan dengan penilaian daur hidup pada pendidikan formal. 4. Perencanaan Aspek penilaian keempat, perusahaan harus melakukan penilaian daur hidup setiap 3 (tiga) tahun sekali atau apabila terjadi perubahan proses produksi, perubahan produk atau perubahan ruang lingkup penilaian daur hidup. Selain itu, dalam aspek ini perusahaan harus menetapkan tujuan, sasaran dan target persentase produk yang telah dilakukan penilaian daur hidup. Nilai yang didapat oleh perusahaan sangat bergantung dari persentase produk yang telah dilakukan penilaian daur hidup ini. 4. Penilaian Daur Hidup Pada aspek penilaian keempat yang menjadi inti dari LCA ini, Peserta PROPER harus dapat menunjukkan beberapa laporan di antaranya: Laporan yang di dalamnya terdapat informasi tentang tujuan dilaksanakannya penilaian daur hidup serta deskripsi mengenai pelaksanaan daur hidup mulai akuisisi bahan baku, produksi, penggunaan, pengolahan akhir, daur ulang, sampai pembuangan akhir. Laporan yang menujukan bahwa Peserta PROPER telah melakukan inventori daur hidup yang dideskripsikan secara kuantitatif. Laporan ini meliputi deskripsi unit proses, data kuantitatif bahan masukan (bahan baku, air, dan energi), bahan keluaran (output) berupa produk, produk samping dan limbah, serta emisi yang dihasilkan. Laporan yang berisi penilaian dampak lingkungan meliputi potensi pemanasan global, potensi penipisan ozon, potensi hujan asam, dan potensi eurofikasi dari proses produk yang mereka hasilkan. Selain itu, perusahaan juga harus menjelaskan dampak lingkungan yang dapat terjadi berupa photochemical oxidant, Potensi terjadi penurunan abiotik (fosil dan non fosil), potensi terjadi penurunan biotik, Karsinogenik, toxicity, water footprint, dan perubahan muka bumi dari proses bisnisnya. Laporan yang berisi interpretasi penilaian daur hidup meliputi analisis dampak dan analisis life cycle inventory. Terakhir adalah perusahaan harus melampirkan laporan yang berisi tinjauan kritis dari semua proses penilaian daur hidup yang telah dilaksanakan. 5. Implementasi Pada aspek kelima ini, Peserta PROPER harus melakukan penilaian daur hidup secara lengkap pada produk. Perolehan nilai yang didapat sangat tergantung dari target yang dicapai apakah sesuai dengan target, kurang dari target, atau bahkan melebihi target yang telah ditentukan. 6. Sertifikasi Pada aspek penilaian ketiga, perusahaan harus mengintegrasikannya hasil penilaian daur hidup yang telah dilakukan dengan data base nasional. Selain itu dewan penilai PROPER akan menilai apakah proses penyusunan EPD menggunakan panduan yang standar atau tidak, serta memiliki EPD yang telah tersertifikasi oleh pihak ketiga. Manfaat Life Cycle Assesment bagi Perusahaan Dengan melakukan penilaian daur hidup, perusahaan dapat mempunyai dasar yang berbasis data dan fakta dalam mengambil keputusan. LCA dapat digunakan mulai dari perancangan produk, pengembangan proses produksi yang lebih baik, inovasi produk dan proses, meningkatkan sistem manajemen lingkungan, pemilihan produk atau proses serta pemilihan pemasok, mengomunikasikan informasi lingkungan untuk produk yang dihasilkan oleh perusahaan, penetapan strategi perusahaan,sampai pengambilan keputusan untuk kebijakan dalam pemerintahan. LCA ini merupakan suatu alat ukur kuantitatif untuk pembangunan berkelanjutan. Kesimpulan Life Cycle Assessment (LCA) hanyalah sebuah alat atau perangkat, bukan tujuan yang harus dicapai. Artinya, suatu perusahaan diharapkan menerapkan LCA ini tidak hanya sebatas persyaratan PROPER, tanpa memahami esensi sesungguhnya. Namun yang lebih penting adalah menerapkan LCA ini dalam rangka mencapai keberlanjutan atau kelangsungan aktivitas dari praktik bisnis yang dijalankan (sustainability). Keberlanjutan inilah yang sebenarnya menjadi tujuan akhir dari pelaksanaan LCA dalam praktik bisnis. Sekian penjelasan mengenai Dokumen Hijau. Bagi yang masih bingung dengan cara penyusunan Dokumen Hijau yang baik agar mendapatkan nilai optimal, ataupun yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER dan penyusunan Dokumen Hijau. Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com. Referensi PERMENLHK No. 1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER)
Olahkarsa on
Dokumen Hijau PROPER
PROPER

Dokumen Hijau PROPER: Apa Saja Isinya?

Dokumen Hijau adalah salah satu persyaratan yang harus dipersiapkan oleh Peserta PROPER yang ingin mendapatkan peringkat Hijau atau Emas. Dokumen ini berisi laporan mengenai data dan bukti kinerja pengelolaan lingkungan hidup melebihi dari yang diwajibkan (beyond complience). Pada artikel kali ini, kami akan memberikan penjelasan mengenai isi dari Dokumen Hijau. Diharapkan, setelah membaca artikel ini, Kamu akan memiliki gambaran tentang dokumen apa yang harus dipersiapkan. Sehingga dapat secara maksimal mengikuti ajang PROPER dan mendapat peringkat yang optimal. 1. DRKPL Dokumen Ringkasan Kegiatan Pengelolaan Lingkungan (DRKPL) merupakan dokumen pertama yang harus ada dalam Dokumen Hijau. DRKPL adalah dokumen yang berisi uraian secara ringkas dan jelas mengenai keunggulan lingkungan yang dilakukan oleh Peserta PROPER dalam hal pengelolaan lingkungan. Dokumen ini menjadi bukti perusahaan telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari ketaatan (beyond compliance). Baca Juga: Mengenal DRKPL: Syarat Wajib PROPER Hijau Jika batas minimal ketaatan adalah adanya dokumen bukti Penilaian Tata Kelola Air, Penilaian Kerusakan Lahan, Pengendalian Pencemaran Laut, Pengelolaan Limbah B3, Pengendalian Pencemaran Udara, Pengendalian Pencemaran Air, dan Implementasi AMDAL, maka dalam DRKPL ini perusahaan harus membuktikan bahwa mereka memiliki kelebihan dibanding kriteria yang dipersyaratkan tersebut. 2. Pelaksanaan Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assesment) Aspek kedua yang harus ada dalam Dokumen Hijau adalah Pelaksanaan Penilaian Daur Hidup atau Life Cycle Assessment (LCA). Life Cycle Assesment merupakan sebuah metode yang digunakan untuk menghitung potensi dampak lingkungan dan jejak karbon yang dihasilkan dari satu sistem produk dari mulai produk tersebut lahir (crandle) , dimanfaatkan, hingga produk tersebut di buang atau didaur ulang (grave), secara kuantitatif Kerangka kerja penilaian daur hidup terdiri dari 4 tahap. Pertama penentuan tujuan dan lingkup, kemudian inventori daur hidup, penilaian dampak daur hidup, dan interpretasi. Sementara untuk aspek penilaian LCA dalam PROPER ini meliputi aspek kebijakan, struktur dan tanggung jawab, pelaksana, perencanaan, pelaksanaan penilaian daur hidup, implementasi, dan sertifikasi. Apabila perusahaan menginginkan nilai optimal, maka harus melengkapi berkas pendukung semua aspek penilaian tersebut. 3. Sistem Manajemen Lingkungan Aspek berikutnya yang harus ada dalam Dokumen Hijau adalah Sistem Manajemen Lingkungan (SML). Dalam PERMENLHK No. 1 Tahun 2021, suatu unit bisnis dianggap memiliki Sistem Manajemen Lingkungan (SML) jika aspek-aspek lingkungan yang dikelola dalam sistem tersebut diidentifikasi berdasarkan dampak dari kegiatan, produk atau juga yang dihasilkan oleh unit bisnis yang bersangkutan. Jika unit bisnis tersebut merupakan anak perusahaan dari suatu induk korporasi, maka harus dibuktikan bahwa aspek-aspek lingkungan yang dikelola memang spesifik untuk unit bisnis yang bersangkutan. Baca Juga: Mengenal ISO 14001 Panduan Sistem Manajemen Lingkungan Kemudian, aspek-aspek lingkungan yang dikelola dalam sistem manajemen lingkungan mencakup seluruh kegiatan utama dalam unit bisnis yang bersangkutan. Jika cakupan sistem manajemen lingkungan hanya sebagian kecil atau bukan kegiatan utama, maka unit bisnis tersebut tidak dianggap memiliki SML. 4. Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan untuk Pemanfaatan Sumber Daya Tak cukup hanya memiliki sistem saja, peserta PROPER harus bisa membuktikan penerapan sistem manajemen lingkungan tersebut dalam hal pemanfaatan sumber daya. Aspek ini meliputi penerapan SML dalam bidang: a. Efisiensi Energib. Penurunan Emisic. Efisiensi Air dan Penurunan Beban Air Limbahd. Pengurangan dan Pemanfaatan Limbah B3e. Pengurangan dan Pemanfaatan Limbah Non B3f. Perlindungan Keanekaragaman Hayati 5. Pemberdayaan Masyarakat Aspek selanjutnya yang harus ada dalam Dokumen Hijau adalah praktik pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Peserta PROPER. Dalam aspek ini, perusahaan harus bisa membuktikan bahwa ia punya kebijakan tertulis mengenai komitmen dan sistem tata kelola program pengembangan masyarakat. Peserta PROPER juga harus menunjukkan struktur penanggung jawab kegiatan pemberdayaan masyarakat dan alokasi dana pengembangan masyarakat Baca Juga: Mengenal Asset Based Community Development Selain itu, peserta PROPER juga harus memiliki dokumen perencanaan dari mulai pemetaan sosial (Sosial Maping), perencanaan strategis (Renstra) hingga rencana kerja (Renja) tahunan kegiatan pengembangan masyarakat. Kemudian Perusahaan juga harus membuktikan implementasi yang telah dilakukan. Meliputi kesesuaian implementasi program/kegiatan dengan pemetaan sosial dan rencana kerja (Renja), Inovasi sosial yang dihasilkan dari program/kegiatan pengembangan masyarakat, laporan pelaksanaan program, dan partisipasi masyarakat dalam program. Tak cukup samapai di situ, Peserta PROPER juga harus menyertakan bukti monitoring dan evaluasi yang dilakukan terhadap program. Berupa indeks kepuasan masyarakat (IKM) terhadap program yang telah dilakukan, dan juga membuktikan pelibatan pemangku kepentingan melalui dokumen stakeholder engagement, hubungan kerja (Internal) dan hubungan eksternal. Terakhir, Peserta PROPER juga harus membuktikan penerapan manajemen pengetahuan (knowledge management) dalam mendorong inovasi di bidang pengembangan masyarakat. Hal ini dilakukan melalui publikasi jurnal ilmiah nasional maupun internasional, buku yang memiliki ISBN, dan memperoleh penghargaan dalam bidang pengembangan masyarakat dari pemerintah maupun lembaga non-pemerintah 6. Tanggap Kebencanaan Aspek selanjutnya yang harus ada dalam Dokumen Hijau adalah dokumen yang membuktikan keterlibatan perusahaan dalam tanggap kebencanaan. Keterlibatan ini berupa respon perusahaan terhadap potensi krisis atau bencana alam maupun non alam di sekitar perusahaan. Dalam aspek ini, Dewan Penilai PROPER akan menilai sejauh mana perusahaan berhasil mengidentifikasi kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam konteks siklus penanggulangan bencana, khususnya pada tahap tanggap darurat, kesiapsiagaan, dan pemulihan. Salah satu cara untuk melakukan identifikasi adalah melalui pembaruan pemetaan sosial (social mapping). Yang kemudian diikuti oleh program-program jangka pendek, menengah, dan panjang. Selain itu, Dewan Penilai juga akan mengevaluasi tingkat keterlibatan/partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan evaluasi program tanggap bencana. Serta jangkauan wilayah program yang dilakukan oleh perusahaan, dan model kemitraan yang dikembangkan perusahaan dengan stakeholder untuk membangun sinergi antar aktor dalam penanggulangan bencana. 7. Inovasi Sosial Inovasi Sosial merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dapat menyelesaikan permasalahan/kebutuhan sosial (lebih efektif dibandingkan solusi yang ada saat ini). Program inovasi sosial mendorong perbaikan kapabilitas dan hubungan sosial serta pemanfaatan aset dan sumber daya yang lebih baik. Hal ini dilakukan melalui model manajemen organisasi, kewirausahaan sosial, pengembangan produk baru, pelayanan, program dan model pemberdayaan serta peningkatan kapasitas. Unsur – unsur yang terdapat dalam inovasi sosial merupakan beberapa bab yang akan menjelaskan tentang Kebaruan suatu program pemberdayaan yang telah dilakukan Peserta PROPER, Status inovasi sosial yang mencakup keberlanjutan, scalling/replikasi atau pun perubahan sistemik. Selain itu, Peserta PROPER juga harus memiliki unsur yang mencakup transfer knowledge, menjawab kebutuhan sosial, hingga meningkatkan kapasitas sosial yang diukur melalui penelitian Social Return on Investment (SROI). Sekian penjelasan mengenai Dokumen Hijau PROPER. Bagi yang masih bingung dengan cara penyusunan Dokumen Hijau yang baik agar mendapatkan nilai optimal, ataupun yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER dan penyusunan Dokumen Hijau. Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com. Referensi PERMENLHK No. 1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER)
Olahkarsa on
Gambar: Pengumpulan data untuk DRKPL
PROPER

Mengenal DRKPL: Syarat Wajib PROPER Hijau

Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) adalah evaluasi kinerja dunia bisnis dalam hal pengelolaan lingkungan hidup. Bagi yang berkecimpung di dunia bisnis pertambangan, manufaktur, pertanian, dan bisnis lain yang memberikan dampak langsung pada lingkungan, PROPER sudah tidak asing bagi dan menjadi makanan rutin setiap tahunnya Untuk perusahaan yang menargetkan peringkat Hijau atau Emas, salah satu dokumen wajib yang harus dipenuhi adalah Dokumen Ringkasan Kinerja Pengelolaan Lingkungan (DRKPL). DRKPL ini merupakan salah satu muatan dari dokumen hijau, menyatu dengan laporan pelaksanaan kegiatan kriteria yang melebihi ketaatan lainnya. Baca juga: Tahapan Penilaian dalam PROPER Lantas Apa itu DRKPL? Dokumen Ringkasan Kinerja Pengelolaan Lingkungan (DRKPL) adalah dokumen yang berisi uraian secara ringkas dan jelas tentang keunggulan lingkungan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dalam hal pengelolaan lingkungan. Dokumen ini menjadi bukti perusahaan telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari ketaatan (beyond compliance) Jika batas minimal ketaatan adalah adanya dokumen bukti Penilaian Tata Kelola Air, Penilaian Kerusakan Lahan, Pengendalian Pencemaran Laut, Pengelolaan Limbah B3, Pengendalian Pencemaran Udara, Pengendalian Pencemaran Air, dan Implementasi AMDAL, maka dalam DRKPL ini perusahaan harus membuktikan bahwa mereka memiliki kelebihan dibanding kriteria yang dipersyaratkan tersebut. DRKPL ini merupakan salah kriteria penapisan PROPER Hijau bagi perusahaan calon kandidat Hijau. Perusahaan yang memiliki nilai DRKPL di atas nilai rata-rata bisa memperoleh predikat PROPER Hijau dan menjadi calon kandidat Emas. Apa saja isi DRKPL? DRKPL merupakan dokumen yang berisi rangkuman kegiatan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan. Dalam dokumen tersebut memuat penjelasan keunggulan perusahaan, status penggunaan sumber daya, hasil absolut pemanfaatan sumber daya, dan inovasi yang dilakukan. Selain itu perusahaan juga mengaitkan kegiatan yang dilakukan dengan 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGS. Baca juga: Kupas Tuntas 5 Peringkat dalam PROPER DRKPL berisi bukti-bukti relevan tentang Sistem Manajemen Lingkungan, efisiensi energi, pengurangan dan pemanfaatan limbah B3, pelaksanaan prinsip pengurangan, penggunaan kembali dan daur ulang (Reduce, Reuse, Recycle) limbah padat non-B3, pengurangan pencemar udara, efisiensi air, keanekaragaman hayati, dan program pemberdayaan masyarakat. Sistematika Penulisan Dokumen Penyusunan DRKPL setidaknya berisi poin-poin dengan struktur penulisan sebagai berikut: Aspek penilaianKriteriaI. PENDAHULUAN1.1 Profil Perusahaan1.2 Deskripsi Proses Produksi1.3 Struktur Manajemen Perusahaan1.4 Deskripsi Anggaran Pengelolaan Lingkungan1.5 Keunggulan Perusahaan1.6 Sertifikasi Produk Ramah Lingkungan1.7 Sertifikasi Green Building1.8 Penilaian Daur Hidup Keterangan:Pendahuluan yang menjelaskan keunggulan PerusahaanII. EFISIENSI ENERGI2.1 Status Energi2.2 Hasil Absolut2.3 Sertifikat / Penghargaan2.4 Inovasi2.5 PatenIII. PENGURANGAN EMISI3.1 Status Penurunan Emisi3.2 Hasil Absolut3.3 Sertifikat / Penghargaan3.4 Inovasi3.5 PatenIV. 3R LIMBAH B34.1 Status Limbah B34.2 Nilai Absolut4.3 Sertifikat / Penghargaan4.4 Inovasi4.5 PatenV. 3R LIMBAH PADAT NON B35.1 Status Limbah Padat Non B35.2 Tabel Absolut 3R Limbah Padat Non B35.3 Sertifikat / Penghargaan5.4 Inovasi5.5 PatenVI. EFISIENSI AIR6.1 Status Konsumsi Air6.2 Sertifikat / Penghargaan6.3 Paten6.4 Tabel Nilai Absolut Program Konservasi Air6.5 Penurunan Beban Pencemar: Status Debit Air Limbah6.6 Tabel Hasil Absolut Penurunan Beban Pencemaran Air6.7 Inovasi Penurunan Beban PencemarVII.KEANEKARAGAMAN HAYATI7.1 Status Keanekaragaman Hayati7.2 Inovasi Keanekaragaman Hayati7.3 Penghargaan7.4 PatenVIII. PENGEMBANGAN MASYARAKAT8.1 Status8.2 Nilai Absolut8.3 Penghargaan8.4 Inovasi8.5 PatenStruktur Dokumen DRKPL. Sumber: KLHK Ketentuan Penyusunan Dokumen Dalam penyusunan DRKPL, peserta PROPER harus mengikuti ketentuan penyusunan sebagai berikut: Ditulis dalam bahasa Indonesia Jenis file *.doc/ *.docx dan *.pdf Ukuran kertas A4 Ukuran huruf 12 Spasi tunggal Jumlah maksimal halaman sebanyak 25 (dua puluh lima) halaman. Apabila melebihi 25 halaman, maka nilai akan dikurangi sebanyak 50 poin dari total nilai yang didapatkan. Nilai DRKPL Harus di Atas Rata-rata Untuk meraih peringkat Hijau atau Emas, peserta PROPER tidak cukup hanya membuat DRKPL saja, namun DRKPL tersebut harus memiliki nilai di atas rata-rata. Untuk mendapatkan nilai di atas rata-rata, maka perusahaan harus Peserta PROPER harus memenuhi delapan poin tersebut agar mendapatkan poin yang optimal. Apabila DRKPL yang dibuat oleh peserta PROPER tidak lengkap memuat unsur-unsur yang dipersyaratkan, maka nilai yang akan didapatkan oleh perusahaan pun tidak akan optimal. Maka dari itu penting bagi perusahaan untuk melengkapi komponen pendukung DRKPL seperti sertifikasi produk ramah lingkungan, sertifikasi green building, penilaian daur hidup, serta penghargaan dan inovasi dalam efisiensi energi, pengurangan 3R limbah B3, limbah padat non B3 efieisensi air, keanekaragaman hayati, pengembangan masayrakat, dan komponen penilaian lainnya. Sekian penjelasan mengenai Dokumen Ringkasan Kinerja Pengelolaan Lingkungan (DRKPL). Bagi yang masih bingung dengan cara penyusunan DRKPL yang baik agar mendapatkan nilai optimal, ataupun yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER. Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com. Referensi PERMENLHK No. 1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER)
Olahkarsa on
PROPER

Tahapan Penilaian dalam PROPER

Penilaian PROPER adalah proses yang panjang dan kompleks serta melibatkan berbagai stakeholder dan berbagai kriteria serta tahapan sebelum akhirnya masuk ke pengumuman penilaian akhir. Namun dalam artikel ini kita akan coba menyederhanakan tahapan-tahapan penilaian PROPER untuk memudahkan pemahaman Kamu tentang tahapan penilaian PROPER. Dengan demikian, Kamu akan lebih siap untuk menghadapi penilaian PROPER dan meraih peringkat tinggi. Baca Juga: Mengenal PROPER: Tujuan dan Manfaatnya bagi Perusahaan Perencanaan Tahap pertama dalam PROPER adalah perencanaan. Dalam tahap ini, pemerintah melakukan pembentukan dan penetapan tim teknis PROPER. Selain itu, pemerintah juga melakukan pemilihan dan penetapan perusahaan yang menjadi peserta PROPER. Beberapa indikator pemilihan peserta PROPER meliputi perusahaan yang berdampak signifikan terhadap lingkungan, tercatat di pasar bursa, dan memiliki produk yang berorientasi ekspor, atau digunakan oleh masyarakat luas. Pelaksanaan 1. Pembinaan Sebelum melaksanakan penilaian, Dewan Penilai PROPER akan melakukan pembinaan terlebih dahulu kepada para perusahaan yang telah ditetapkan menjadi peserta PROPER. Pembinaan ini dilakukan melalui kegiatan sosialisasi dan bimbingan teknis mengenai mekanisme dan kriteria penilaian PROPER. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan perusahaan mengenai hal teknis dan berbagai hal yang harus dipersiapkan oleh perusahaan berkaitan dengan penilaian PROPER agar perusahaan mendapatkan hasil dan peringkat yang optimal. 2. Penilaian Ketaatan Setelah melakukan pembinaan, Dewan Penilai PROPER akan melakukan evaluasi dan penilaian terhadap peserta PROPER. Penilaian ini dilakukan dengan dua cara yaitu langsung dan tidak langsung. Penilaian tidak langsung dilakukan melalui evaluasi dokumen swapantau (penilaian mandiri) yang telah di upload pada aplikasi SIMPEL oleh perusahaan mengenai Penilaian Tata Kelola Air, Penilaian Kerusakan Lahan, Pengendalian Pencemaran Laut, Pengelolaan Limbah B3, Pengendalian Pencemaran Udara, Pengendalian Pencemaran Air, dan Implementasi AMDAL Sedangkan penilaian langsung dilakukan melalui inspeksi atau kunjungan lapangan untuk memverifikasi dokumen yang telah dibuat oleh perusahaan. 3. Penyusunan Rapor/Peringkat Sementara Informasi yang terkumpul melalui penilaian dokumen dan verifikasi lapangan kemudian diolah menjadi rapor sementara. Rapor sementara ini berisi evaluasi kinerja perusahaan di bidang pengelolaan air, udara, limbah B3 yang dianalisis dengan kriteria penilaian PROPER yang ditetapkan. Selain itu, rapor sementara ini sudah mengindikasikan peringkat perusahaan berdasarkan kriteria peringkat PROPER (Hitam, Merah, dan Biru) Baca Juga: Kupas Tuntas 5 Peringkat dalam PROPER Rapor sementara ini kemudian dibahas melalui mekanisme peer review oleh tim teknis. Hasil pembahasan tersebut kemudian dilaporkan kepada pejabat Eselon I Kementerian Negara Lingkungan Hidup untuk mendapat komentar dan pertimbangan. Setelah itu, rapor dilaporkan kepada Dewan Pertimbangan PROPER untuk mendapat pendapat dan persetujuan. Rapor hasil pembahasan dengan Dewan ini kemudian ditetapkan sebagai rapor sementara yang akan disampaikan kepada perusahaan dan pemerintah daerah. 4. Masa Sanggah/Perbaikan bagi Perusahaan yang Berperingkat Rendah Setelah diterbitkannya rapor sementara, perusahaan yang mendapatkan peringkat rendah diberi kesempatan untuk menyampaikan keberatan. Hal ini tentu harus dengan didukung data-data baru yang sahih. Setelah masa sanggah berakhir, Dewan Penilai PROPER akan melaporkan hasilnya kepada Dewan Pertimbangan. Dewan akan memberikan pendapat terakhir mengenai status kinerja perusahaan sebelum dilaporkan kepada Menteri. Setelah itu kemudian Menteri akan memeriksa, memberikan kebijakan dan menetapkan status peringkat kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan laporan dari Dewan Pertimbangan. 6. Penilaian Lebih dari Ketaatan a. Penilaian Peringkat Hijau Bagi peserta PROPER yang memiliki nilai ketaatan 100%, maka ia akan masuk menjadi calon kandidat PROPER Hijau. Calon kandidat PROPER Hijau ini kemudian akan diminta untuk mengumpulkan Dokumen Ringkasan Kegiatan Pengelolaan Lingkungan (DRKPL) dan dokumen sistem manajemen lingkungan (SML). Untuk lolos menjadi kandidat Hijau, DRKPL yang dibuat oleh peserta PROPER harus memiliki nilai di atas rata-rata. Selain itu, dokumen sistem manajemen lingkungan pun harus memiliki nilai >60. Apabila kedua dokumen tersebut tidak memenuhi nilai yang dipersyaratkan, maka peserta PROPER hanya akan mendapatkan peringkat Biru. Baca Juga: Mengenal DRKPL: Syarat Wajib PROPER Hijau Peserta PROPER akan menjadi kandidat Hijau diharuskan untuk membuat dokumen hijau yang berisi: DRKPL Pelaksanaan Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assesment) Sistem Manajemen Lingkungan Penerapan Sistem Manajemen LingkunganUntuk Pemanfaatan Sumber Daya Pada Bidang:a) Efisiensi Energib) Penurunan Emisic) Efisiensi Air Dan Penurunan Beban Air Limbahd) Pengurangan Dan Pemanfaatan Limbah B3e) Pengurangan Dan Pemanfaatan Limbah Nonb3f) Perlindungan Keanekaragaman Hayati Pemberdayaan Masyarakat Tanggap Kebencanaan Inovasi Sosial Dokumen Hijau ini kemudian akan dinilai oleh Dewan Penilai PROPER. Peserta PROPER yang memenuhi nilai passing grade Hijau maka ia akan berkesempatan meraih peringkat Hijau atau Emas. Namun apabila tidak memenuhi passing grade hijau, maka hanya akan meraih peringkat Biru. b. Penilaian Peringkat Emas Peserta PROPER yang berhasil memenuhi nilai passing grade Dokumen Hijau maka akan masuk ke tahapan selanjutnya sebagai kandidat Emas. Untuk mendapatkan peringkat Emas, Peserta PROPER memenuhi kriteria: Nilai Dokumen Hijau memenuhi passing grade peringkat Emas Secara konsisten telah meraih 3 kali peringkat Hijau Memiliki program Inovasi Sosial Apabila perusahaan tidak memenuhi salah satu dari tiga kriteria di atas, maka perusahaan hanya akan mendapat Peringkat Hijau. Namun apabila memenuhi tiga persyaratan tersebut, perusahaan akan masuk ke dalam kandidat Emas. Peserta PROPER yang menjadi kandidat Emas akan dilakukan kunjungan lapangan untuk memverifikasi program inovasi sosial yang telah diimplementasikan. Apabila program inovasi sosial tersebut telah sesuai dengan kriteria yang dipersyaratkan, maka perusahaan akan mendapatkan peringkat Emas. Namun jika program tersebut tidak sesuai dengan kriteria, maka hanya akan mendapat peringkat Hijau. Penetapan Peringkat Setelah melewati semua proses penilaian, KLHK akan mengumumkan peringkat perusahaan kepada publik, perusahaan itu sendiri, serta pemerintah daerah. Peringkat ini merupakan peringkat akhir di mana keputusan Dewan Penilai PROPER tidak dapat diganggu gugat lagi. Pemberian Penghargaan, Pembinaan, dan Penegakan Hukum Perusahaan yang meraih peringkat Biru, Hijau, dan Emas akan diberikan penghargaan oleh pemerintah. Penghargaan berupa trofi dan sertifikat akan diberikan kepada perusahaan yang meraih peringkat Emas dan Hijau. Sementara perusahaan yang meraih peringkat biru akan mendapatkan sertifikat penghargaan tanpa trofi. Baca Juga: Menelisik Raihan PROPER Emas Satu Dekade TerakhirSedangkan, perusahaan yang meraih peringkat merah dan hitam akan menjalani proses pembinaan dan penegakan hukum. Pembinaan akan diarahkan kepada perusahaan yang menunjukkan niat untuk memperbaiki pengelolaan lingkungan dalam operasional mereka. Sementara penegakan hukum akan diterapkan terhadap perusahaan yang acuh tak acuh dan terbukti melakukan pelanggaran lingkungan. Bagi yang masih bingung dengan kriteria penilaian PROPER. Juga yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat optimal, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER. Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Olahkarsa on
PROPER

Menelisik Raihan PROPER Emas Satu Dekade Terakhir

PROPER Emas adalah penghargaan tertinggi yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kepada para perusahaan yang dinilai konsisten dalam menunjukan komitmen dan tanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar. Baca Juga: Kupas Tuntas 5 Peringkat dalam PROPER Perusahaan yang meraih PROPER Emas ini ialah perusahaan yang telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dan melakukan upaya-upaya pengembangan masyarakat secara berkesinambungan. Dari hasil data yang diolah dari website proper.menlhk.go.id secara garis besar jumlah penerima PROPER Emas selama satu dekade terakhir cenderung mengalami kenaikan. Hanya pada tahun 2014 jumlah penerima PROPER Emas mengalami penurunan yakni dari 12 perusahaan ke 9 perusahaan. Namun pada tahun selanjutnya yakni pada tahun 2015 jumlah penerima PROPER Emas kembali naik hingga sekarang. Kenaikan signifikan terjadi pada tahun 2021, di mana jumlah perusahaan penerima PROPER Emas mencapai 47 perusahaan, meningkat sebanyak 15 perusahaan dari sebelumnya yang hanya 32 perusahaan. Kemudian, pada tahun terakhir pelaksanaan PROPER, yaitu tahun 2022, jumlah perusahaan penerima PROPER Emas semakin meningkat menjadi 52 perusahaan. Apa Maknanya? Kinerja Entitas Bisnis semakin baik Tren kenaikan peraih PROPER Emas tersebut menunjukkan bahwa kinerja korporasi dalam bidang tanggung jawab sosial dan lingkungan semakin baik. Kinerja ini terutama dalam aspek daur hidup, sistem manajemen lingkungan, efisiensi energi, penurunan emisi, efisiensi air dan penurunan beban pencemaran air, pengurangan dan pemanfaatan limbah B3, pengurangan dan pemanfaatan limbah non B3, perlindungan keanekaragaman hayati, pemberdayaan masyarakat, tanggap kebencanaan dan inovasi sosial. Namun, Persentasenya Masih Sedikit Meskipun secara statistik tren peraih PROPER Emas terus mengalami kenaikan, namun persentasenya masih terhitung sedikit jika dibandingkan dengan jumlah perusahaan yang ada. Dari hasil pengolahan statistik, selama 1 dekade terakhir persentase perusahaan yang meraih PROPER emas hanya berkisar antara 0,48 % hingga 1,81 %. Persentase paling sedikit terjadi pada tahun 2014 yang hanya mencatatkan 0,48%. Sementara persentase paling besar terjadi pada tahun 2021 yang mencatatkan 1,81%. Pentingnya Keterlibatan Berbagai Stakeholder untuk mendukung Perusahaan Mendapatkan PROPER Emas Keterlibatan berbagai stakeholder sangat diperlukan untuk mendorong dunia bisnis meningkatkan kinerjanya dalam pengelolaan lingkungan melalui PROPER. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh entitas bisnis tentu akan membuat mereka kesulitan jika hanya bergerak sendiri. Maka diperlukan sinergi dan dorongan dari berbagai pihak, yang dalam konteks ini agar semakin banyak perusahaan mendapat PROPER Emas. Pemerintah Stakeholder pertama yang memiliki peranan penting dalam mendorong entitas bisnis meraih peringkat tinggi dalam PROPER adalah pemerintah. Pemerintah dapat berperan dalam pengawasan, pengembangan regulasi lingkungan, dan pengakuan terhadap perusahaan yang berhasil memenuhi standar lingkungan. Dengan adanya regulasi yang ketat, secara otomatis perusahaan akan mendorong diri mereka untuk menjalankan operasi yang berkelanjutan. Dengan bersinergi, perusahaan dan pemerintah dapat mencapai tujuan bersama dalam menjaga lingkungan dan meraih peringkat PROPER tinggi. Media Stakeholder selanjutnya yang memegang peran penting dalam mendukung kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan adalah Media. Media berperan sebagai pengawas publik yang efektif, memonitor dan memberitakan tindakan lingkungan perusahaan secara transparan. Pemberitaan media dapat mendorong perusahaan untuk berkomitmen pada praktik berkelanjutan, sembari memberikan pertanggungjawaban atas dampak lingkungan yang ditimbulkan. Pemberitaan yang berfokus pada praktik lingkungan dapat memicu kesadaran masyarakat dan mendorong perusahaan untuk mengambil tindakan positif. Baca Juga: Apa yang Akan Terjadi Jika Perusahaan Mendapat PROPER Hitam? Selain itu, peran media dalam mengangkat contoh-contoh praktik lingkungan yang baik juga dapat mendorong inspirasi dan persaingan sehat di antara perusahaan. Liputan positif ini dapat memotivasi perusahaan lain untuk mengadopsi praktik berkelanjutan, menciptakan efek domino menuju standar PROPER Emas. Selain itu, media juga memberikan akses kepada masyarakat dan pemangku kepentingan terkait informasi perusahaan yang terlibat dalam PROPER Emas. Konsultan CSR Stakeholder selanjutnya yang memiliki pengaruh besar adalah konsultan penelitian CSR. Keterbatasan yang dimiliki oleh entitas bisnis seringkali membuat entitas bisnis terhambat dalam menjalankan pengelolaan lingkungan termasuk pada keikusertaanya dalam PROPER. Peran konsultan CSR adalah sebagai penasihat independen dan ahli dalam isu-isu tanggung jawab sosial perusahaan dan lingkungan. Konsultan CSR dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam membantu perusahaan melakukan pengelolaan lingkungan, yang pada akhirnya dapat mendapatkan penilaian tinggi dalam ajang PROPER. Lembaga Konsultan CSR berfungsi sebagai penghubung antara perusahaan dan pengetahuan terbaru tentang praktik-praktik berkelanjutan, yang dalam konteks ini berdasarkan PROPER. Konsultan CSR akan terus mengikuti perkembangan tren, regulasi, dan inovasi di bidang tanggung jawab sosial dan lingkungan, dan dapat membantu perusahaan menyesuaikan pendekatan mereka secara proaktif. Dengan begitu, perusahaan dapat merespons perubahan dengan cepat dan tetap relevan dalam menghadapi tantangan lingkungan yang semakin kompleks, termasuk dalam kaitannya dengan upaya meraih peringkat PROPER yang tinggi. Konsultan penelitian CSR memiliki kemampuan untuk menganalisis secara mendalam praktik keberlanjutan dari hulu sampai ke hilir. Dalam artian memastikan perencanaan, pelaksanaan, dan dampak yang dihasilkan dapat berjalan optimal. Penutup Hadirnya pemeringkatan PROPER tidak lain adalah bertujuan untuk mendorong kesadaran entitas bisnis dalam pengelolaan lingkungan. Dengan mekanisme penilaian sedemikian rupa, perusahaan didorong untuk sadar akan pentingnya pengelolaan lingkungan. Namun perusahaan tentu tidak bisa bergerak sendiri, perlu adanya keterlibatan berbagai stakeholder untuk mendorong perusahaan meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan yang khususnya dalam konteks ini adalah PROPER. Bagi yang masih bingung dengan kriteria penilaian PROPER. Juga yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER. Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Olahkarsa on
PROPER

Kupas Tuntas 5 Peringkat dalam PROPER

Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER) telah menjadi tonggak penting dalam mendorong perusahaan untuk mengambil tanggung jawab dalam menjaga kelestarian lingkungan di Indonesia. Setelah melalui serangkaian penilaian yang ketat, para peserta PROPER akan dikelompokan ke dalam 5 jenis peringkat berdasarkan perolehan nilai dan tingkat ketaatan perusahaan. Baca Juga: Mengenal PROPER: Tujuan dan Manfaatnya Bagi Perusahaan Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam 5 peringkat dalam PROPER dan bagaimana penilaian dilakukan untuk menentukan 5 peringkat tersebut. 1. Peringkat Hitam PROPER Hitam merupakan peringkat paling rendah dalam PROPER. Menurut Pasal 33 poin c PERMENLHK No. 1 Tahun 2021 Tentang PROPER, peringkat Hitam diberikan untuk peserta PROPER yang melakukan perbuatan atau kelalaian yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. Peringkat Hitam diberikan kepada perusahaan yang sama sekali tidak ada upaya dalam pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan oleh KLHK. Upaya tersebut diantaranya adalah dalam Penilaian Tata Kelola Air, Penilaian Kerusakan Lahan, Pengendalian Pencemaran Laut, Pengelolaan Limbah B3, Pengendalian Pencemaran Udara, Pengendalian Pencemaran Air, dan Implementasi AMDAL. Karena tidak ada upaya ada upaya dalam hal tersebut, maka perusahaan dinilai berpotensi akan menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan. Perusahaan yang mendapat peringkat Hitam ini akan mendapatkan berbagai dampak negatif diantaranya adalah izin operasi perusahaan akan dicabut, terancam sanksi pidana , dan menurunnya citra perusahaan di hadapan publik. Baca Juga: Apa yang Akan Terjadi Perusahaan Mendapat PROPER Hitam? 2. Peringkat Merah Tingkatan berikutnya adalah PROPER Merah, yang mencerminkan perbaikan dari tingkatan sebelumnya. Perusahaan dengan tingkatan ini mungkin telah mengambil beberapa langkah dalam mengelola lingkungan, tetapi tidak mencapai standar dalam ketentuan perundang-undangan. Perusahaan yang mendapatkan peringkat ini dinilai masih “Tidak Taat” karena belum secara maksimal melakukan seluruh pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan seperti melakukan Penilaian Tata Kelola Air, Penilaian Kerusakan Lahan, Pengendalian Pencemaran Laut, Pengelolaan Limbah B3, Pengendalian Pencemaran Udara, Pengendalian Pencemaran Air, dan Implementasi AMDAL. Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan memberikan sanksi administratif berupa instruksi perbaikan dan kewajiban mengikuti pembinaan kepada perusahaan yang mendapatkan peringkat Merah ini. Pembinaan ini dilakukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejakperingkat PROPER ditetapkan. Apabila dalam waktu 3 bulan sejak peringkat PROPER ditetapkan perusahaan telah melaksanakan perbaikan dan memenuhi standar ketaatan, maka panitia PROPER akan mengubah status perusahaan tersebut menjadi peringkat biru. Namun apabila belum memenuhi standar ketaatan, maka statusnya tetap merah dan akan dilakukan upaya penegakan hukum di pengadilan. 3. Peringkat Biru PROPER biru adalah “batas aman” bagi peserta PROPER agar terhindar dari saksi. Peringkat ini diberikan kepada peserta PROPER yang telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan. Perusahaan yang mendapatkan peringkat Biru dinilai telah “Taat” dalam melakukan seluruh pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan yakni melakukan Penilaian Tata Kelola Air, Penilaian Kerusakan Lahan, Pengendalian Pencemaran Laut, Pengelolaan Limbah B3, Pengendalian Pencemaran Udara, Pengendalian Pencemaran Air, dan Implementasi AMDAL. Karena dinilai telah taat menjalankan pengelolaan lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Peserta PROPER yang mendapatkan peringkat Biru ini akan diberikan penghargaan oleh pemerintah berupa sertifikat penghargaan. 4. Peringkat Hijau Tingkatan selanjutnya adalah PROPER Hijau. Peringkat ini diberikan kepada peserta PROPER yang telah melakukan pengelolaan lingkungan melebihi batas ketaatan atau lebih dari yang dipersyaratkan. Peringkat Hijau merupakan salah satu peringkat tinggi dalam PROPER. Selain telah memenuhi standar penilaian dengan 100% ketaatan dalam pengelolaan lingkungan meliputi Penilaian Tata Kelola Air, Penilaian Kerusakan Lahan, Pengendalian Pencemaran Laut, Pengelolaan Limbah B3, Pengendalian Pencemaran Udara, Pengendalian Pencemaran Air, dan Implementasi AMDAL, perusahaan juga telah membuat Dokumen Hijau. Dokumen ini adalah laporan yang berisi data dan bukti kinerja pengelolaan lingkungan hidup melebihi dari yang diwajibkan. Baca Juga: Mengenal DRKPL: Syarat Wajib PROPER Hijau Dokumen Hijau tersebut terdiri dari Dokumen Ringkasan Kinerja Pengelolaan Lingkungan (DRKPL) dan laporan pelaksanaan kegiatan yang melebihi ketaatan meliputi: a. Pelaksanaan Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assesment) b. Sistem Manajemen Lingkungan c. Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan untuk pemanfaatan sumber daya pada bidang: 1). Efisiensi Energi; 2) Penurunan Emisi; 3) Efisiensi air dan Penurunan Beban Air Limbah 4) Pengurangan dan Pemanfaatan Limbah B3 5) Pengurangan dan Pemanfaatan Limbah non B3 6) Perlindungan Keanekaragaman Hayati d. Pemberdayaan Masyarakat; e. Tanggap Kebencanaan f. Inovasi Sosial Tidak cukup sampai di situ, untuk mendapatkan peringkat hijau perusahaan juga harus memenuhi nilai yang dipersyaratkan yaitu: Nilai DRPKL di atas nilai rata-rata Nilai Sistem Manajemen Lingkungan lebih dari 60 Nilai dokumen hijau memenuhi passing grade Apabila perusahaan tidak memenuhi salah satu dari tiga persyaratan tersebut, maka perusahaan tidak bisa mendapatkan PROPER dan hanya akan mendapatkan PROPER Biru. Dokumen Hijau tersebut selain sebagai persyaratan meraih PROPER Hijau, juga menjadi persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan apabila ingin meraih PROPER Emas. Lantas apa perbedaannya dengan kriteria PROPER Emas? Berikut penjelasannya. 5. Peringkat Emas PROPER emas merupakan peringkat paling tinggi dalam PROPER. Menurut Permen LHK, Peringkat Emas diberikan kepada perusahaan yang telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dan melakukan upaya-upaya pengembangan masyarakat secara berkesinambungan. Apabila perusahaan ingin mendapatkan Peringkat Emas, maka sebelumnya perusahaan harus lolos pada tahapan penapisan Peringkat Hijau. Meskipun persyaratannya hampir sama dengan PROPER Hijau, namun perbedaannya terletak pada raihan nilai yang harus di dapatkan oleh perusahaan. Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 25 ayat (3) huruf c, Apabila perusahaan ingin mendapatkan PROPER Emas, maka harus memenuhi 3 ketentuan berikut: Hasil Penilaian tahap II lebih besar dari 75 persen dari nilai maksimum. memperoleh peringkat hijau 2 (dua) tahun berturut-turut atau peringkat emas periode penilaian tahun sebelumnya. Memiliki 1 (satu) program unggulan inovasi sosial. Apabila perusahaan tidak dapat memenuhi salah satu dari 3 persyaratan tersebut, maka perusahaan tidak akan mendapatkan PROPER Emas dan hanya akan mendapatkan PROPER Hijau. Itulah kelima peringkat dalam PROPER. Penting bagi perusahaan untuk meraih peringkat setinggi mungkin dalam PROPER. Selain untuk menghindari sanksi, tentu tingginya raihan peringkat PROPER tersebut akan bermanfaat bagi perusahaan sendiri untuk mendukung kinerja bisnis yang berkelanjutan. Bagi yang masih bingung dengan kriteria penilaian PROPER. Juga yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER. Anda bisa mengontak kami melalui Whattsap di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Olahkarsa on
PROPER

Mengenal PROPER: Tujuan dan Manfaatnya Bagi Perusahaan

Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) adalah evaluasi kinerja penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. PROPER merupakan program yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai upaya mendorong kualitas dan pengelolaan lingkungan hidup oleh dunia bisnis. Meskipun demikian, PROPER bukanlah pengganti instrumen penaatan kebijakan pengelolaan lingkungan yang sudah ada sebelumnya, seperti penegakan hukum lingkungan perdata maupun pidana. Melainkan  instrumen yang bersinergi dengan instrumen penaatan lainnya sebagai upaya meningkatkan kualitas lingkungan dapat dilaksanakan dengan lebih efisien dan efektif. Tujuan PROPER Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) memiliki berbagai tujuan sebagai berikut: 1. Mendorong Terwujudnya Pembangunan Berkelanjutan Salah satu tujuan utama dari PROPER adalah mendorong terwujudnya pembangunan berkelanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan berfokus pada upaya memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dengan berbagai instrumen penilaiannya, PROPER berupaya mendorong praktik-praktik bisnis yang berkelanjutan melalui pengelolaan lingkungan hidup yang bertanggung jawab. Berbagai instrumen dalam penilaian PROPER tersebut mengacu pada point-point yang ada dalam SDGs 2. Meningkatkan Komitmen Stakeholder dalam Pelestarian Lingkungan Tujuan selanjutnya adalah memperkuat komitmen para pemangku kepentingan dalam menjaga kelestarian lingkungan. Dalam konteks ini, PROPER berfungsi sebagai mekanisme yang menggerakkan partisipasi aktif dari berbagai pihak untuk terlibat dalam perusahaan, mulai dari jajaran manajemen hingga staf dalam sebuah perusahaan. Baca Juga: 5 Jenis Warna Penilaian PROPER dalam Pengelolaan Lingkungan Melalui evaluasi dan penilaian yang ketat terkait kinerja lingkungan perusahaan, PROPER secara tidak langsung mendorong pemangku kepentingan untuk lebih memahami dampak aktivitas perusahaan pada lingkungan. Selain itu program ini juga mendorong mereka untuk ambil bagian dalam upaya perlindungan lingkungan. 3. Meningkatkan Kesadaran Pelaku Bisnis Tujuan selanjutnya dari PROPER adalah meningkatkan kesadaran para pelaku bisnis mengenai pentingnya menjaga kelestarian lingkungan di sekitar wilayah kerja mereka. Melalui penyediaan data yang faktual mengenai kondisi dan dampak lingkungan dari aktivitas mereka, program ini mengajak para pelaku bisnis untuk merenungi dan memahami pengaruh dari setiap langkah yang mereka ambil. Dengan informasi yang jelas dan transparan, program ini membantu membuka mata para pelaku bisnis mengenai hubungan erat antara keberlanjutan lingkungan dan kesinambungan bisnis. Selain itu, Informasi mengenai kinerja lingkungan perusahaan tidak hanya mengungkapkan masalah. Tapi juga memberikan pandangan tentang langkah-langkah perbaikan yang dapat diambil guna mendorong para pelaku usaha untuk terlibat dalam penyusunan solusi konkret perbaikan lingkungan. 4. Mendorong Upaya Restorasi dan Penataan Lingkungan yang Rusak Tujuan PROPER selanjutnya adalah mendorong perusahaaan untuk melakukan upaya restorasi dan penataan lingkungan yang mengalami kerusakan. Program ini berperan sebagai pendorong perusahaan untuk mengambil tindakan terhadap dampak lingkungan negatif yang mungkin dihasilkan oleh operasi mereka. Dengan menyoroti kondisi lingkungan yang terdampak melalui instrumen penilaiannya, program ini mendorong perusahaan untuk memulai langkah konkret dalam merevitalisasi ekosistem yang terganggu. Termasuk mengembalikan kerusakan dan merestorasi keanekaragaman hayati yang mungkin terancam. 5. Mengurangi Dampak Negatif Perusahaan terhadap Lingkungan Tujuan terakhir dari PROPER adalah mengurangi dampak negatif yang dihasilkan oleh kegiatan perusahaan terhadap lingkungan. Melalui berbagai instrumen penilaiannya, program ini mendorong perusahaan untuk mengidentifikasi praktik-praktik yang merugikan lingkungan. Setelah itu perusahaan juga didorong untuk mengambil tindakan guna mengurangi dampak tersebut seperti mengurangi emisi berbahaya, pengelolaan limbah yang lebih baik, dan energi yang lebih efisien. Baca Juga: MengintipKriteria Pemilihan Peserta dalam PROPER Dengan mengarahkan perhatian pada inovasi dan praktik yang lebih ramah lingkungan, program ini juga secara tidak langsung membantu perusahaan untuk meminimalkan dampak negatif yang mungkin timbul akibat operasi mereka. Sambil mendukung keberlanjutan lingkungan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Manfaat PROPER Bagi Perusahaan Manfaat yang akan didapatkan oleh perusahaan apabila taat terhadap PROPER adalah sebagai berikut: 1. Variabel Benchmarking Perusahaan Manfaat PROPER yang pertama bagi perusahaan adalah sebagai alat benchmarking untuk mengukur kinerja non keuangan mereka. Melalui penilaian dan pemeringkatan kinerja lingkungan, program ini memberikan standar objektif yang memungkinkan perusahaan untuk menilai sejauh mana keberhasilan mereka dalam menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Dengan memiliki data peringkat yang jelas, perusahaan dapat mengidentifikasi area di mana mereka perlu melakukan perbaikan dan meningkatkan efektivitas praktik lingkungan mereka. Selain itu, benchmarking melalui PROPER tidak hanya memungkinkan perusahaan untuk mengukur kinerja mereka. Tetapi juga mendorong mereka untuk melihat lebih jauh ke dalam praktik berkelanjutan dan inovatif yang mungkin diadopsi oleh perusahaan lain. Hal Ini akan menciptakan lingkungan kompetitif yang sehat di mana perusahaan diberdayakan untuk terus meningkatkan kinerja lingkungan mereka demi keberlanjutan dan pertumbuhan jangka panjang. 2. Insentif Reputasi untuk Perusahaan yang Taat PROPER memberikan manfaat penting bagi perusahaan dengan memberikan insentif reputasi atas kinerja yang melebihi standar kepatuhan. Perusahaan yang mampu mencapai peringkat tinggi dalam program ini tidak hanya memenuhi regulasi lingkungan, tetapi juga diakui atas dedikasinya dalam mencapai pembangunan berkelanjutan. Baca Juga: Apa yang Akan Terjadi Jika Perusahaan Mendapat PROPER Hitam? Keunggulan reputasi yang diperoleh dari peringkat PROPER yang baik memiliki dampak yang meluas. Perusahaan peraih peringkat tinggi seperti emas dan hijau akan mendapatkan kepercayaan lebih dari konsumen. Selain itu dapat pula menarik minat investor untuk menanamkan sahamnya di perusahaan. 3. Media Promosi dan Branding Perusahaan Manfaat selanjutnya yang dapat dipetik oleh perusahaan peserta PROPER adalah sebagai medium promosi dan branding bagi perusahaan. Raihan peringkat tinggi dalam PROPER menjadi bukti nyata dari komitmen perusahaan terhadap praktik bisnis berkelanjutan dan tanggung jawab lingkungan. Dewasa ini sangat penting bagi perusahaan untuk menonjolkan citra atau brandingnya dengan baik yang terkait dengan pengelolaan lingkungan. Semakin perusahaan menonjolkan citra yang ramah lingkungan, maka akan berkorelasi terhadap kepercayaan yang meningkat dari beberapa elemen tersebut.  Bagi yang masih bingung dengan kriteria penilaian PROPER. Juga yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung kontak saja kami di Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER. Referensi Sekretariat Tim Teknis PROPER Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI PERMENLHK No. 1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER)
Olahkarsa on
Community Development

Mengenal Asset Based Community Development (ABCD)

Asset Based Community Development (ABCD) adalah model pemberdayaan masyarakat yang menekankan pada pemanfaatan aset dan potensi yang dimiliki oleh masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup mereka. Adapun yang dimaksud dengan aset dalam konteks ini adalah segala potensi yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Masyarakat dapat menggunakan potensi dan kekuatan yang dimiliki ini sebagai senjata ampuh untuk melakukan program pemberdayaan masyarakat. Metode ABCD tidak hanya berfokus pada kelompok rentan dan marginal saja, namun juga pada seluruh elemen dalam masyarakat yang memiliki potensi dan kekuatan positif. Metode ini sedikit berbeda dengan metode lain yang pada umumnya lebih memfokuskan pada masalah dan kebutuhan komunitas. Baca Juga: Community Development (Pengertian, Aspek, dan Tujuannya) Kunci dari metode ABCD ini adalah pengorganisiran seluruh aset dan kekuatan tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup masayarakat. Aset dalam Metode ABCD 1. Aset Manusia Setiap individu dalam masyarakat tentu terlahir dengan potensi dan keunggulan masing-masing. Kekuatan dan keunggulan yang dimiliki oleh setiap individu ini adalah aset yang berharga dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Aset manusia ini bisa berbentuk keterampilan, pengetahuan, semangat, tenaga, dan lain-lain yang ada dalam seorang individu dalam masyarakat. Kemampuan dalam diri seorang individu dalam sebuah masyarakat ini menjadi modal dalam melakukan program atau kegiatan yang bermanfaat seperti seseorang yang memiliki kemampuan dalam pertanian organik, maka ia bisa berperan untuk menjadi mentor bagi sesama masyarakatnya. Melalui ABCD, kemampuan dan keunggulan setiap individu tersebut dikonsolidasikan dan diorganisir untuk mengembangkan seluruh masyarakat. 2. Aset Sumber Daya Alam Sumber daya alam adalah aset yang penting dalam penerapan Metode ABCD. Alam yang melingkupi suatu wilayah komunitas mengandung potensi yang besar untuk mendukung pembangunan. Contoh aset sumber daya alam ini adalah lahan pertanian yang subur, bentang alam yang indah, pantai, sungai, dan lain-lain. 3. Aset Fisik/Infrastruktur Infrastruktur/aset fisik memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Aset fisik ini mencakup segala bentuk infrastruktur seperti fasilitas umum, dan sarana prasarana yang dimiliki dalam suatu komunitas. Contoh aset fisik ini adalah jalan, jembatan, saluran air, sarana pendidikan, sarana olahraga, pasar, taman, perpustakaan dan fasilitas publik lain. Dengan mengoptimalkan pemanfaatan aset fisik ini, masyarakat dapat merencanakan program-program yang berdampak positif dan berkelanjutan pada kualitas hidup mereka. 4. Aset Sosial Formal dan Informal Keberadaan lembaga pemerintahan, lembaga pendidikan, kelompok PKK, Kelompok Tani adalah aset sosial formal yang memainkan peran penting dalam menyediakan struktur dan bimbingan bagi masyarakat. Aset ini dapat memfasilitasi dialog dan partisipasi serta berperan sebagai sumber pengetahuan dan dukungan bagi masyarakat. Sementara, aset sosial informal yang mencakup hubungan antar personal, jaringan tetangga, dan komunitas keagamaan, menyatu dengan keseharian komunitas. Mereka adalah perekat yang menguatkan ikatan sosial, memungkinkan pertukaran informasi, dan memberi dukungan emosional dalam menghadapi tantangan. Pada dasarnya, aset sosial formal dan informal adalah pilar kunci dalam melahirkan partisipasi dan keterlibatan individu dalam pengembangan masyarakat. Aset-aset ini memberdayakan masyarakat dengan memberi suara kepada mereka dalam proses pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan sehari-hari. Dengan memanfaatkan kedua aset sosial ini, komunitas dapat merencanakan dan melaksanakan program dan kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan mereka. Dalam hal ini, aset sosial formal menyediakan struktur dan sumber daya, sedangkan aset sosial informal mendorong semangat gotong royong dan kebersamaan. Dengan metode ABCD, kedua aset sosial tersebut disinergikan untuk memberdayakan masyarakat. Tahapan Metode ABCD 1. Discovery (Menemukan Kekuatan) Masyarakat seringkali tidak menyadari potensi dan kekuatan yang dimilikinya. Pada tahapan ini, masyarakat didorong untuk menemukan kembali kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri mereka yang selama ini tersimpan atau tidak disadari keberadaannya. Menemukan kembali kekuatan ini bisa dilakukan dengan berbagi cerita, yakni cerita yang membanggakan, yang menyenangkan, cerita keberhasilan, maupun cerita tentang hal-hal yang pernah dilakukan di masa lalu. Berbagi cerita tentang keberhasilan dan pengalaman menyenangkan yang pernah terjadi di masa lalu bisa membuat setiap individu saling menghargai satu sama lain. Selain itu cara ini juga dapat mendorong setiap individu saling menghargai beragam kekuatan yang dimiliki setiap individu masyarakat. Cerita keberhasilan tersebut misalnya pengalaman seorang individu yang pernah berhasil membudidayakan pertanian hingga mendapatkan keuntungan besar, juga cerita seorang pengrajin kayu yang berhasil memasarkan produknya hingga ke luar kota. 2. Dream (Membangun Mimpi) Tahap kedua adalah membangun mimpi dan harapan pada diri setiap masyarakat. Dalam tahapan ini, ajaklah masyarakat untuk membayangkan mimpi dan keinginannya. Dorong masyarakat untuk tidak takut bermimpi, sebab banyak hal besar terjadi di dunia ini berawal dari mimpi dan harapan. Setelah itu, mimpi-mimpi tersebut harus diterjemahkan ke dalam sebuah media agar menempel terus di benak masyarakat. Ini bisa dilakukan dengan menuangkan mimpi dan harapan dalam bentuk gambar. Contohnya masyarakat bermimpi memiliki rumah produksi untuk mengolah hasil sumber daya alam yang dimilikinya. Maka carilah gambar-gambar yang berkaitan dengan hal tersebut dan tempel di tempat masyarakat biasa berkumpul. Secara tidak langsung gambar tersebut akan terus mengingatkan masyarakat pada mimpi-mimpinya sehingga setiap masyarakat melihat gambar tersebut, masyarakat akan terpacu untuk melangkah yang membawa semakin dekat pada mimpi tersebut. 3. Design (Merencanakan Tindakan) Tahap “desain” dalam Metode ABCD adalah tahapan yang menghubungkan mimpi yang telah dibangun dengan kenyataan. Tahapan design membentuk jembatan yang mengantarkan komunitas dari wacana ke tindakan. Mimpi-mimpi yang telah dirumuskan oleh komunitas muncul sebagai fondasi bagi perencanaan program yang konkrit dan terukur. Dalam tahap design ini, masyarakat perlu didorong untuk merinci unsur-unsur yang harus ada agar masyarakat bisa mewujudkan mimpi mereka. Desain merupakan momen di mana komunitas bersama-sama mengumpulkan gagasan, visi, dan keahlian, dengan tujuan menghasilkan strategi yang berkelanjutan dan efektif untuk mewujudkan mimpi-mereka. 4. Define (Menggalang Kekuatan) Ketika masyarakat sudah menemukan mimpi bersama mereka, menerjemahkannya , serta merancang langkah-langkah untuk mewujudkan mimpi tersebut, maka inilah saatnya masyarakat menggalang aset dan kekuatan yang mereka temukan di awal untuk mewujudkan mimpi mereka. Pada tahapan ini, masyarakat didorong untuk mengidentifikasi dan mendalami potensi yang dimiliki oleh setiap individu, kelompok, atau sumber daya dalam lingkupnya. Sumber daya ini melingkupi aset manusia, sumber daya alam alam, infrastruktur, budaya, dan sosial. Aset dan kekuatan tersebut kemudian diorganisir dan diarahkan menuju pencapaian tujuan bersama. Dengan menyadari potensi kolektifnya, masyarakat menemukan peluang-peluang baru untuk berkolaborasi, mengembangkan keterampilan baru, dan membentuk hubungan yang lebih erat. Ketika aset-aset yang telah diidentifikasi dan didefinisikan bergabung dalam harmoni, komunitas dapat melihat peluang yang tak terbatas, membuka pintu bagi langkah-langkah baru yang akan membimbing mereka menuju pencapaian mimpi yang sudah dirintis sejak awal. 5. Destiny (Memastikan Pelaksanaan) Tahap terakhir dalam metode ABCD adalah memastikan bahwa apa yang telah mereka rencanakan dan persiapkan sejak awal benar-benar dilaksanakan. Tahap ini merupakan yang paling krusial sebab keberhasilan dari program ini sangat tergantung dari tahapan ini. Jika benar-benar masyarakat melaksanakan rencana mereka, maka mimpi yang telah dibangun sejak awal akan dapat terwujud. Baca Juga: Faktor Kesuksesan Pemberdayaan Masyarakat Desa Namun keberhasilan dalam tahapan destiny ini merupakan representasi dari tahapan-tahapan sebelumnya. Kalau masyarakat sudah berhasil menemukan kekuatan dan membicarakannya dalam pola kerja sama, maka sebenarnya mereka sedang mengatasi tantangan yang ada dan dalam jalur yang benar dalam mewujudkan mimpi dan harapan mereka. Kesimpulan Asset Based Community Development adalah metode pemberdayaan masyarakat yang menekankan pada aset dan potensi yang dimiliki oleh masyarakat. Berbeda dengan metode lain yang pada umumnya menekankan pada masalah yang dimiliki masyarakat. Metode ABCD berusaha mengorganisir setiap aset dan kekuatan yang ada di masyarakat untuk digunakan dalam meningkatkan taraf hidup seluruh anggota komunitas. Keberhasilan dari metode ini sangat bergantung pada kemampuan pemberdaya masyarakat yang menjadi fasilitator untuk merangsang masyarakat bergerak, mengungkapkan mimpi-mimpi mereka, merencanakan tindakan, dan mendorong masyarakat untuk bergerak. Referensi Afandi, Agus. Asset Based Community Development (ABCD). Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) UIN Malang. Maulana, Mirza. Asset-Based Community Development: Strategi Pengembangan Masyarakat di Desa Wisata Ledok Sambi Kaliurung. (2019). Empower: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam. Vol. 4 No. 2
Olahkarsa on
PROPER

Apa yang Akan Terjadi Jika Perusahaan Mendapat PROPER Hitam?

Penilaian Peringkat Kerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan atau yang lebih dikenal dengan PROPER, merupakan program yang memiliki peran penting dalam mendorong perusahaan-perusahaan untuk mengadopsi praktik bisnis yang ramah lingkungan. PROPER dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI yang secara periodik menilai kinerja lingkungan perusahaan di Indonesia. Namun, di balik peringkat-peringkat emas dan hijau yang diidamkan, ada satu peringkat yang menjadi momok menakutkan bagi perusahaan, yakni PROPER Hitam. Baca Juga: 5 Jenis Warna Penilaian PROPER dalam Pengelolaan Lingkungan Menurut Pasal 33 poin c PERMENLHK No. 1 Tahun 2021 Tentang PROPER, peringkat Hitam diberikan untuk peserta PROPER yang melakukan perbuatan atau kelalaian yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. Pada tahun 2022, jumlah penerima PROPER Hitam sebanyak 2 perusahaan. Jumlah ini naik dibanding tahun sebelumnya yang mencatatkan 0 perusahaan penerima PROPER Hitam. Peringkat Hitam merupakan peringkat paling rendah dalam ajang PROPER. Perusahaan yang termasuk dalam kriteria ini berarti belum melakukan pengelolaan lingkungan yang sesuai dengan persyaratan sehingga berisiko merusak lingkungan. Perusahaan yang meraih peringkat ini akan meraih dampak negatif bagi perusahaan itu sendiri. Dampak Negatif Diraihnya PROPER Hitam 1. Izin Operasi Perusahaan Dihentikan Ketika perusahaan mendapatkan PROPER Hitam, pemerintah dapat mengambil tindakan tegas sebagai bentuk sanksi untuk mendorong perbaikan kinerja lingkungan. Salah satu langkah paling tegas yang bisa diambil adalah menghentikan izin operasional ketika perusahaan tersebut sudah tidak bisa ditoleransi lagi. Penghentian izin perusahaan merupakan langkah yang kritis dan berdampak besar, tetapi dilakukan untuk menegaskan bahwa praktik lingkungan yang buruk tidak akan ditoleransi. Penghentian izin ini menjadi pengingat bagi para perusahaan perusahaan akan pentingnya memprioritaskan praktik bisnis yang ramah lingkungan dan berkomitmen untuk memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat. 2. Dipidana kan di Pengadilan Pemerintah juga dapat mengambil tindakan hukum terhadap perusahaan yang mendapatkan PROPER Hitam jika mereka menemukan bukti konkret mengenai pelanggaran undang-undang lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan. Selain itu sanksi pidana ini juga diberikan kepada perusahaan peraih PROPER Hitam yang tidak memiliki itikad baik untuk memperbaiki. Dampak dari tuntutan pidana dapat sangat merugikan perusahaan secara finansial. Selain risiko denda yang besar, perusahaan juga berisiko kehilangan izin operasional atau dikenai sanksi lain yang dapat mengancam kelangsungan bisnis mereka. 3. Menurunnya Citra Perusahaan di Hadapan Publik Diraihnya PROPER Hitam juga dapat merusak citra dan reputasi perusahaan di mata Publik. Reputasi perusahaan adalah gambaran dan persepsi yang dimiliki oleh masyarakat tentang perusahaan tersebut. Citra yang baik mencerminkan kepercayaan, kredibilitas, dan reputasi perusahaan di mata publik. Citra perusahaan yang baik menjadi modal penting untuk memenangkan kepercayaan konsumen, investor, dan mitra bisnis, serta untuk memenangkan persaingan di pasar. Perusahaan yang terlibat dalam kasus pelanggaran lingkungan dapat kehilangan kepercayaan konsumen, investor, dan mitra bisnis, yang berpotensi menyebabkan penurunan pendapatan dan nilai saham. Kehilangan Kepercayaan Konsumen: Konsumen yang sangat peduli dengan isu lingkungan akan kehilangan kepercayaan pada perusahaan yang mendapatkan PROPER Hitam. Mereka akan berpikir bahwa perusahaan tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan dan akan menghindari produk atau layanan perusahaan. Investor Berpikir Ulang: Investor yang potensial atau yang telah berinvestasi dalam perusahaan mungkin akan berpikir ulang tentang keberlanjutan investasi mereka. Menurunnya citra perusahaan dapat menyebabkan investor ragu untuk berhubungan lebih lanjut dengan perusahaan dan berdampak pada nilai saham perusahaan. Kesulitan Mendapatkan Mitra Bisnis: Perusahaan juga mungkin menghadapi kesulitan dalam mencari mitra bisnis baru karena reputasi buruk mereka. Perusahaan mitra akan ragu untuk terlibat dengan perusahaan yang terkena dampak PROPER Hitam. Ciri-ciri Perusahaan yang Akan Meraih PROPER Hitam Berdasarkan Aspek Penilaian PROPER PERMENLHK No. 1 Tahun 2021, perusahaan yang akan mendapatkan peringkat PROPER hitam adalah sebagai berikut: Melaporkan data palsu dan/atau menyebabkan pencemaran lingkungan. Melampaui baku mutu air limbah  ≥500% (lebih besar atau sama dengan lima ratus persen). Melakukan pembuangan air limbah ke lingkungan tanpa pengolahan (by pass). Melakukan pembuangan air limbah di luar lokasi yang tercantum dalam izin (by pass). Tidak memiliki izin pengambilan air permukaan/air tanah sebagai bahan baku utama maupun bahan baku penolong dalam kegiatan produksi. Melakukan kegiatan pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan, penimbunan, dumping dan/atau pengelolaan Limbah B3 dengan cara tertentu, tidak dilengkapi dengan izin, atau masa berlaku izin telah habis. Pada saat pemantauan ditemukan fakta pencemaran lingkungan akibat Limbah B3 dan melakukan by pass. Ditemukan open dumping dan/atau open burning Limbah B3 pada saat pemantauan. Tidak memiliki dokumen rencana pemulihan fungsi lingkungan hidup. Tidak melakukan seluruh kewajiban dalam SSPLT. Pengelolaan Limbah B3 oleh Pihak Penghasil kepada Pengumpul Limbah B3 yang tidak memiliki izin. Pengelolaan Limbah B3 oleh Penghasil kepada Pengolah, Pemanfaat dan/atau Penimbun yang tidak memiliki izin. Pengelolaan Limbah B3 oleh Penghasil kepada Jasa pengangkut Limbah B3 yang tidak memiliki rekomendasi pengangkutan Limbah B3 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan izin pengangkutan dan kartu pengawasan dari Kementerian Perhubungan. Pengelolaan Limbah B3 oleh Pihak Ketiga (Dokumen Limbah B3 manifes) yang Tujuan akhir pengelolaan Limbah B3 tidak dapat dipertanggung jawabkan. Tidak memiliki sistem tanggap darurat pengelolaan Limbah B3. Lebih dari 50% dari semua tahapan/lokasi tambang mendapatkan nilai total lebih kecil 55 (potensi rusak berat). Tidak memiliki TPS (Tempat Penampungan Sementara) Pengolahan Sampah diolah dengan cara pembakaran terbuka. Masih Adakah Harapan Untuk Peraih PROPER Hitam? Meskipun memiliki berbagai konsekuensi, masih ada kesempatan bagi perusahaan yang mendapatkan PROPER Hitam untuk memperbaiki kinerja lingkungannya. Dilansir dari proper.menlhk.go.id, Pemerintah berjanji mempermudah perusahaan-perusahaan yang memiliki itikad baik memperbaiki pengelolaan limbahnya setelah mendapatkan peringkat Hitam. Baca Juga: Cari Tahu 5 Tujuan Pelaksanaan PROPER Pemerintah tidak akan tergesa-gesa menggugat ke pengadilan. KLHK akan melihat secara langsung ke lapangan, jika respon perusahaan yang bersangkutan acuh dan tidak ada kehendak untuk memperbaiki, baru akan dilaksanakan pemberkasan ke pengadilan. Pemerintah melalui KLHK pun akan melakukan pembinaan pengelolaan limbah dan perbaikan kinerja lingkungan terlebih dulu khususnya bagi perusahaan yang baru mendapatkan predikat Hitam ini. Selain itu, Pemerintah akan memberikan rekomendasi kepada perbankan untuk mendapatkan pinjaman dana pengelolaan limbah. Kesimpulan Diraihnya PROPER Hitam akan berdampak buruk kepada keberlanjutan bisnis perusahaan itu sendiri. Diberikannya predikat HItam ini diharapkan menjadi cambuk bagi perusahaan untuk bertransformasi menjadi entitas yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Jika perusahaan mampu memperbaiki kinerja lingkungannya, mereka berpeluang mendapatkan peringkat yang lebih baik dalam PROPER pada tahun-tahun berikutnya. Bagi yang masih bingung dengan kriteria penilaian PROPER, juga yang ingin perusahaannya mendapat penilaian PROPER peringkat tinggi, langsung kontak saja kami di Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER. Referensi Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 21 Tahun 2021 Tentang PROPER
Olahkarsa on
Environmental

Ini Yang Terjadi Jika Ada Kepunahan Satu Spesies Tumbuhan

Ternyata punahnya satu spesies tumbuhan saja secara tidak langsung akan berdampak pada kehidupan di bumi. Tumbuhan merupakan makhluk hidup yang menjadi tulang punggung bagi ekosistem dunia. Bukan tanpa alasan, hampir semua makhluk hidup di bumi ini sangat bergantung kepada tumbuhan. Tumbuhan menyediakan oksigen dan makanan untuk makhluk hidup lain yang tanpanya semua makhluk hidup akan mati. Karena fungsinya yang sangat vital ini, apabila terdapat satu jenis tumbuhan saja yang punah, maka akan berpengaruh bagi semua spesies makhluk hidup di Bumi. Bahkan seorang peneliti menyebutkan bahwa “satu kepunahan akan menyebabkan kepunahan lain”. Berdasarkan penelitian Humphreys et al. yang dipublikasi dalam Jurnal Nature Ecology & Evolution, sebanyak 571 spesies tumbuhan telah punah dalam kurun waktu 250 tahun terakhir. Hal ini tentu sangat fatal, sebab bila Bumi yang telah kehilangan keragaman hayatinya, maka ia akan menjadi tempat yang berbahaya bagi semua mahluk hidup, termasuk manusia. Baca Juga: Mengenal Keanekaragaman Hayati dalam Proper Penyebab utama kepunahan kelompok tumbuhan ini adalah perusakan habitat oleh manusia berupa penebangan pohon skala besar dan perubahan fungsi kawasan hutan menjadi lahan industri, pertanian atau tempat tinggal manusia. Yang Terjadi Jika Ada Satu Spesies Tumbuhan Punah 1. Gangguan pada Rantai Makanan Spesies tumbuhan pada umumnya merupakan sumber makanan bagi makhluk hidup lainnya, termasuk hewan herbivora dan manusia. Jika satu spesies tumbuhan saja punah, hal ini dapat mengakibatkan hilangnya sumber makanan bagi makhluk hidup yang bergantung padanya. Jika ini terjadi maka akan menyebabkan ketidakseimbangan dalam rantai makanan dan mempengaruhi populasi hewan lain pada rantai makanan yang di atasnya. 2. Gangguan pada Kegiatan Manusia Kehilangan satu spesies tumbuhan juga dapat mengganggu kegiatan manusia yang bergantung pada tumbuhan tersebut. Contohnya, jika tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat-obatan punah, hal ini dapat menghambat pengembangan produksi obat-obatan tersebut. 3. Kerusakan pada Kualitas Tanah Tumbuhan memiliki peran dalam menjaga kualitas tanah melalui proses dekomposisi dan siklus nutrisi. Punahnya spesies tumbuhan dapat mengganggu siklus ini dan menyebabkan degradasi tanah. Akibatnya tanah akan menjadi minim unsur hara dan dapat mempengaruhi kehidupan tumbuhan lainnya. 4. Kepunahan Massal Kepunahan massal adalah hal yang dapat terjadi jika tumbuhan punah. Setiap makhluk hidup bergantung pada makhluk hidup lainnya melalui rantai makanan. Sehingga, kepunahan satu makhluk hidup dapat mendorong kepunahan makhluk hidup lainnya. Tanpa adanya hewan dan tumbuhan, manusia dapat ikut punah. Hal tersebut dapat menuntun bumi ke kepunahan massal berikutnya. Para ilmuwan menjelaskan bahwa kepunahan massal ini tidak boleh diremehkan. Mereka memperkirakan kepunahan satu ini dapat terjadi dalam jangka waktu yang tidak seperti banyak kepunahan massal sebelumnya. Di era saat ini, kepunahan terjadi lebih cepat daripada era-era sebelumnya sebelum aktivitas dan pengerusakan manusia terhadap tidak semasif sekarang. Peran Dunia Bisnis dalam Mencegah Kepunahan Spesies Tumbuhan Dalam rangka mencegah kepunahan spesies tumbuhan, upaya yang dapat dilakukan oleh entitas bisnis sangat penting. Sebab apabila terjadi kepunahan sebuah spesies tumbuhan, entitas bisnis pun akan merasakan dampaknya. Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh entitas bisnis di antaranya sebagai berikut: 1. Menghentikan penggunaan bahan baku dari spesies tumbuhan yang terancam punah Dunia bisnis dapat memainkan peran penting dalam mencegah kepunahan spesies tumbuhan dengan menghentikan penggunaan bahan baku dari spesies tumbuhan yang terancam punah. Hal ini dapat dilakukan dengan mencari alternatif bahan baku yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. 2. Mendukung upaya konservasi Dunia bisnis dapat mendukung upaya konservasi spesies tumbuhan dengan memberikan dukungan finansial atau sumber daya lainnya untuk organisasi konservasi atau proyek konservasi spesies tumbuhan. Hal ini dapat membantu mempercepat upaya konservasi dan perlindungan terhadap spesies tumbuhan yang terancam punah. Upaya konservasi ini dapat dilakukan melalui program CSR. Baca Juga: Aksi Nyata Perusahaan dalam Pelestarian Hutan 3. Mengembangkan praktik bisnis yang berkelanjutan Dunia bisnis dapat mengembangkan praktik bisnis yang berkelanjutan dengan memperhatikan dampak lingkungan dari kegiatan bisnisnya. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip bisnis yang berkelanjutan, seperti penggunaan energi terbarukan, pengurangan limbah, dan penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan. Belajar dari PT. Tirta Investama Klaten Salah satu perusahaan yang berkomitmen untuk menjaga keanekaragaman hayati khususnya pada spesies tumbuhan adalah PT Tirta Investama Klaten atau yang lebih dikenal dengan AQUA Danone. dalam upaya menjaga keanekaragaman hayati di sekitar wilayah kerja perusahaan, PT Tirta Investama Klaten membangun taman kehati sejak tahun 2014. Serdapat sebanyak 74 jenis tumbuhan yang tergabung dalam 34 famili dengan jumlah individu 250 batang. Selain tumbuhan, terdapat juga berbagai Jenis burung yang teridentifikasi sebanyak 14 jenis yang hidup dalam taman kehati ini. Total cadangan karbon tersimpan dalam areal taman kehati seluas 2,5 ha adalah 28,07 ton dengan vegetasi tingkat pohon sebagai penyumbang cadangan karbon terbanyak yaitu 24,48 ton atau 87 %. inisiatif-inisiatif seperti ini sudah seharusnya diikuti oleh berbagai entitas bisnis yang lain untuk mendukung konservasi keanekaragaman hayati dan menjaganya dari kepunahan. Manfaat dari terciptanya keanekaragaman hayati tentu akan dirasakan oleh perusahaan sendiri. Kesimpulan Kepunahan satu spesies tumbuhan saja secara tidak langsung akan berdampak pada kehidupan di bumi. Kepunahan ini merupakan ancaman nyata bagi seluruh mahluk hidup. Jika sebelumnya kepunahan suatu spesies membutuhkan waktu jutaan tahun, saat ini kepunahan dapat terjadi dalam waktu sekejap saja akibat ulah manusia yang serakah terhadap alam. Menghentikan penggunaan bahan baku dari spesies tumbuhan yang terancam punah, mengembangkan praktik bisnis yang berkelanjutan, serta mendukung upaya konservasi, adalah hal yang dapat dilakukan oleh dunia bisnis untuk menjaga keanekaragaman hayati dan keberlanjutan ekosistem. Referensi Humphrey. Global dataset shows geography and life form predict modern plant extinction and rediscovery. Journal Nature Ecology & Evolution, Indra, Gusmardi. Dampak Keberadaan Taman Keanekaragaman Hayati PT. Tirta Investama AQUA. (2023). Menara Ilmu: Jurnal penelitian Dan Kajian Ilmiah. Vol. 17 No. 2
Olahkarsa on
Community Development, Environmental

Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat

Pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah sebuah hal yang penting dilakukan untuk mengatasi permasalahan sampah di Indonesia. Sampah merupakan permasalahan di hampir setiap wilayah di penjuru negeri. Ibarat mata air, sampah akan terus bertambah dan tak akan pernah berhenti seiring dengan pertumbuhan populasi serta semakin tinggi dan kompleksnya kegiatan manusia. Menurut Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Di indonesia yang memiliki populasi sebanyak 275,77 juta orang (BPS,2022), jumlah sampah sangatlah banyak. Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), volume timbulan sampah di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 33,15 juta ton. Jumlah sampah tersebut, mayoritas merupakan sampah sisa makanan yang mencapai 40,9%, disusul oleh sampah pelastik sebanyak 17,9%. Sisanya atau sebanyak % merupakan sampah ranting/daun, kertas, kaca, dan lainnya. Baca Juga: Pentingnya Memahami Dampak Food Waste Sementara sumber sampah tersebut mayoritas berasal dari aktivitas rumah tangga yang mencapai 38,2%. Disusul oleh aktivitas pasar trasisional yang mencapai 27,8%. Sisanya sebanyak 34% berasal dari aktivitas lain seperti pusat perniagaan, fasilitas publik, perkantoran, dan lainnya. Sangat banyak Bukan? Lantas bagaimana Indonesia mengelola sampah sebanyak itu? Ternyata Sampah di Indonesia Sudah Overload! Alasan utama mengapa sampah harus dikelola berbasis masyarakat adalah kapasitas pengelolaan KLHK melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang terbatas. Di berbagai daerah, jumlah sampah yang ada seringkali melebihi daya tampung DLHK untuk mengangkut, dan mengelola sampah. Akibatnya, sampah seringkali overload dan tidak terkelola dengan baik. Menurut Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), dari jumlah timbulan sampah di Indonesia tahun 2022 yang mencapai 33,15 Juta ton. Hanya 21,05 juta ton atau 63,51% yang mampu terkelola oleh KLHK. Sementara sebanyak 12.1 juta ton atau 36.49% lainnya belum mampu terkelola. Lantas ke manakah sampah-sampah yang tidak terkelola tersebut? Terjadi timbunan-timbunan sampah, bahkan di beberapa Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sampah menumpuk menjadi gunungan sampah. Sementara di masyarakat beberapa di antaranya akhirnya ada dibakar bahkan dibuang ke sungai. Selain mengganggu estetika lingkungan, menimbulkan bau tak sedap bahkan penyakit, sampah-sampah tersebut akhirnya mencemari lingkungan di sekitarnya. Maka mulai saat ini kita harus menyadari bahwa smapah tidak bisa dikelola oleh satu pihak saja, namun harus melibatkan berbagai pihak untuk mengelola sampah. Perlunya Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat Pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah solusi alternatif bagi untuk menangani overcapacity pengelolaan sampah di Indonesia. Melalui pengelolaan ini, masyarakat didorong untuk mengelola sampahnya sendiri sehingga mengurangi beban perintah untuk mengelola sampah. Pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan pengelolaan sampah yang menitikberatkan pada partisipasi aktif dari seluruh anggota masyarakat. Pelibatan masyarakat ini dilakukan sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, dan motiroring-evaluasi. Pelibatan ini dimaksudkan agar masyarakat menyadari bahwa permasalahan sampah merupakan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat. Dengan melibatkan warga secara aktif dalam proses pengumpulan, pemilahan sampah, dan pemusnahan, pendekatan berbasis masyarakat berupaya menciptakan ikatan kuat antara masyarakat dan lingkungannya serta mendorong pengurangan volume sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir. Baca Juga: Begini Cara Mengolah Limbah Non-B3 Dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat, kreativitas masyarakat menjadi kunci untuk memanfaatkan sampah menjadi produk bernilai. Warga didorong untuk mengenali potensi kreatif dalam sampah dan mengubahnya menjadi kerajinan tangan atau produk daur ulang. Langkah ini bukan hanya dapat mengurangi dampak negatif sampah terhadap lingkungan, tetapi juga memberdayakan masyarakat secara ekonomi. Melalui pemanfaatan kreatif sampah, masyarakat dapat menciptakan sumber pendapatan, memperkuat ekonomi kreatif, serta menginspirasi generasi muda tentang pentingnya menjaga lingkungan. Model Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat Ada banyak sekali model yang dapat digunakan dalam praktik pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas dua contoh alternatif model pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dinilai paling efektif mengurangi sampah terutama sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga yang menjadi sumber penyumbang tersebesar sampah di Indonesia 1. Bank Sampah Bank Sampah adalah fasilitas untuk mengelola Sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, dan recycle), sebagai sarana edukasi, perubahan perilaku dalam pengelolaan sampah, dan pelaksanaan ekonomi Sirkular, yang dapat dibentuk dan dikelola oleh masyarakat. Seperti namanya, prinsip bank sampah sama seperti prinsip kerja bank pada umumnya. Masyarakat diposisikan sebagai nasabah yang didorong untuk “menabung” sampah. Hasil penjualan sampah yang ditabung tersebut dikumpulkan dan dapat diambil oleh masyarakat kapan saja. Pelaksanaan bank sampah pada dasarnya adalah salah satu bentuk rekayasa sosial untuk mengajak masyarakat memilah antara sampah organik dan anorganik. Dengan menyamakan sampah dengan uang atau barang berharga yang dapat ditabung, masyarakat akhirnya terdidik untuk menghargai sampah sesuai jenis dan nilainya. Dengan bank sampah ini, selain masyarakat mendapat manfaat lingkungan, juga menjadi potensi ekonomi masyarakat. 2. Budidaya Magot Model kedua dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah dengan melalui budidaya magot. Maggot merupakan larva dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF) sehingga sering disebut maggot BSF. Bentuknya mirip ulat, berbuku dengan ukuran larva dewasa 15-22 mm dan berwarna coklat. Siklus hidup lalat BSF kurang lebih selama 40- 43 hari. Larva/maggot BSF bertahan selama 14-18 hari sebelum bermetamorfosis menjadi pupa dan lalat dewasa. Larva BSF ini sangat cocok digunakan sebagai teknologi pemusnah sampah organik sisa makanan yang merupakan penyumbang sampah terbesar di Indonesia. Sebab Larva BSF atau magot ini mampu medekomposisi dan mengurai sampah organik selama 10-11 hari. Keunggulan lain dari larva BSF ini adalah tidak menimbulkan bau busuk dan bukan pembawa sumber penyakit karena dalam tubuh BSF mengandung zat antibiotik alami. Selain menjadi pengurai sampah organik yang sangat efektif, budidaya ini magot juga memiliki nilai tambah berupa kompos dan larva BSF atau Magot itu sendiri yang bernilai ekonomis. Larva magot dapat dimanfaatkan dan dijual dalam bentuk maggot segar, maggot kering, telur dari lalat BSF dan produk turunannya seperti tepung maggot, pellet maggot, prebiotik serta pupuk organik. Magot mengandung protein tinggi yaitu sekitar 30-45% sehingga sangat cocok dimanfaatkan sebagai pakan ternak seperti ikan, burung dan hewan ternak lainnya. Pupuk organik sebagai produk turunan dari maggot berfungsi sebagai kondisioner tanah atau untuk revitalisasi. Peran Dunia Bisnis dalam Akselerasi Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat Pengelolaan sampah berbasis masyarakat menjadi isu yang semakin mendesak saat ini. Dengan semakin meningkatnya jumlah sampah yang dihasilkan oleh masyarakat, peran perusahaan menjadi sangat penting dalam menciptakan solusi pengelolaan sampah berkelanjutan. Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk berkontribusi secara aktif dalam mengakselerasi pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Melalui program CSR yang berfokus pada pengelolaan sampah, perusahaan dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya. Baca Juga: Bagaimana Mikroplastik Bisa Membunuh Manusia? Salah satu peran utama perusahaan dalam akselerasi pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah mendukung dan menginisiasi program-program pengelolaan sampah seperti yang sudah dipaparkan sbeelumnya yakni bank sampah dan budidaya magot. Perusahaan dapat berinvestasi dalam penyediaan sarana parasarana program, serta pelatihan untuk mendukung kapasitas masyarakat dalam pengelolaan sampah. Contoh Perusahaan yang Telah Mendukung Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat Salah satu perusahaan yang tengah mendukung pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah PT Pegadaian. PT Pegadaian menghadirkan program “MengemEmaskan Sampah”. Melalui program ini, PT Pegadaian mengajak seluruh masyarakat untuk mengelola sampah menjadi instrumen investasi berupa emas. Program ini telah disosialisasikan kepada 300 Bank Sampah Unit dan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Bandung. dengan program ini, masyarakat hanya tinggal menjual sampah ke Bank Sampah di sekitar tempat tinggalnya. Hasil penjualan sampah bisa disimpan dalam bentuk tabungan emas Pegadaian. Hal ini tentu sangat menguntungkan, sebab jika hasil penjualan sampah diinvestasikan dalam bentuk tabungan emas, nilainya akan terus naik, dan bisa diambil kapan saja apabila masyarakat membutuhkan. Dengan program ini diharapkan masyarakat semakin terdorong untuk menabung sampah di bank sampah, yang kemudian dapat mengurangi volume sampah yang terbuang yang dapat mencemari lingkungan sekitar. Kesimpulan Pengelolaan sampah berbasis masyarakat bisa menjadi alternatif untuk mengelola sampah di Indonesia yang saat ini seringkali mengalami overload. untuk mengakselerasi model pengelolaan ini, perlu adanya kerja sama dari berbagai pihak yakni pemerintah, dunia bisnis, dan masyarakat itu sendiri. Dengan berkolaborasi, masyarakat bersama pemerintah dan sektor swasta dapat mencapai tujuan bersama untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan berkelanjutan.
Olahkarsa on
Social Enterprise

Membangun Inklusi Sosial bagi Kaum Difabel

Inklusi Sosial bagi Kaum difabel menjadi tantangan besar dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Bagaimana tidak, persentase penyandang disabilitas di Indonesia saat ini termasuk yang terbanyak didunia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2020, jumlah kaum difabel mencapai 22,9 Juta orang. Jumlah ini hampir menyentuh 10% dari total populasi penduduk Indonesia. Inklusi Sosial adalah keterbukaan, mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang karakteristik, status, etnik, kemampuan, budaya, dan lainnya dalam proses pembangunan. Tujuan dari inklusi sosial adalah menciptakan lingkungan yang mendukung dan menghargai perbedaan. Sehingga semua anggota masyarakat dapat berkontribusi secara positif dan memiliki kesempatan yang sama tanpa kekhawatiran menjadi korban pengecualian dan diskriminasi. Kaum difabel adalah salah satu kelompok yang ada di masyarakat yang seringkali mengalami diskriminasi dan pengecualian dalam mendapatkan akses sosial, ekonomi, dan pendidikan. Padahal sejatinya mereka sama seperti orang normal pada umumnya, punya kekurangan dan punya kelebihan. Mengenal Kaum Difabel Merujuk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama. Keterbatasan tersebut membuat mereka mengalami hambatan dan kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan serta berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya. Dari pengertian diatas, kita dapat mengetahui bahwa penyandang disabilitas terbagi kedalam beberapa kelompok yakni: Disabilitas sensorik adalah terganggunya salah satu fungsi dari panca indera antara lain netra, rungu dan atau wicara. Disabilitas fisik adalah terganggunya fungsi gerak antara lain lumpuh layu atau kaku, paraplegi, cerebral palsy (CP), akibat amputasi, stroke, kusta, dan lain-lain. Disabilitas mental adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku antara lain psikososial, misalnya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, gangguan kepribadian. Disabilitas intelektual adalah suatu disfungsi atau keterbatasan dalam hal kemampuan adaptasi yang menyebabkan terjadinya keterbatasan dalam hal kemampuan komunikasi, rawat diri, kehidupan di rumah, keterampilan sosial, keterlibatan dalam komunitas, kesehatan dan keamanan, akademik dan kemampuan bekerja. Berbagai keterbatasan tersebut tidak boleh dijadikan alasan untuk mengecualikan dan mendiskriminasikan mereka dalam mendapatkan akses sosial, ekonomi, pendidikan, dan lainnya. Sebab mereka sama seperti kita, memiliki kekurangan, pun memiliki kelebihan, serta memiliki hak-hak yang sama. Kalau Bukan Kita Siapa Lagi? “Kita bisa dan harus menjadi kepanjangan tangan dari kaum disabilitas untuk membantu mereka. penyandang disabilitas itu nggak bisa sendiri. Mereka harus dibantu oleh kita yang normal,” Ujar Angkie Yudistia, Staff Khusus Presiden RI dalam gelaran CSR Outlook Leadership Forum 2023. Angkie Yudistia, yang seorang pejuang kesetaraan hak kaum difabel, dengan tegas menyuarakan pentingnya inklusi sosial untuk penyandang disabilitas. Dalam gelaran CSR Outlook Leadership Forum 2023, ia menegaskan bahwa setiap individu normal memiliki tanggung jawab untuk menjadi kepanjangan tangan bagi mereka. Baca Juga: CSR Outlook Leadeship Forum 2023, Soroti Konsep ESG dalam Membangun Keberlanjutan Bisnis Setiap pihak yang telah mencapai kesuksesan, langkah selanjutnya adalah memberikan bantuan dan dukungan kepada mereka yang membutuhkannya.  Bukannya melakukan “membantu” yang bersifat merendahkan, tetapi memberikan dukungan yang memungkinkan mereka untuk berpartisipasi sepenuhnya dalam kehidupan di masyarakat. Peran ini dapat berupa dukungan emosional, pemberdayaan melalui pelatihan keterampilan, serta mengadvokasi kebijakan inklusif. Slogan “Kalau Bukan Kita Siapa Lagi?” mengajak kita untuk beraksi dan berkontribusi dalam mencapai inklusi sosial. Dengan saling mendukung dan menghargai perbedaan, kita dapat menjadi agen perubahan yang positif dalam menciptakan masyarakat yang inklusif dan berdaya saing bagi semua orang. Peran Dunia Bisnis dalam Menciptakan Inklusi Sosial bagi Kaum Difabel Salah satu pihak yang memiliki peran penting untuk mewujudkan inklusi sosial bagi kaum difabel adalah dunia binis. Hal ini sehubungan dengan adanya fakta bahwa jumlah penyandang disabilitas usia produktif di Indonesia mencapai 16 juta jiwa. Namun jumlah tenaga kerja  penyandang disabilitas yang terserap oleh dunia kerja menurut Kementerian Ketenagakerjaan RI hanya 3000-an orang saja. Artinya masih ada 15 juta olah lebih tenaga kerja penyandang disabilitas yang menggantungkan hidupnya pada orang normal. Padahal kaum difabel pun bisa memiliki keahlian yang produktif apabila dikelola dan dibekali keahlian dengan baik. Maka upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh dunia bisnis untuk menciptakan inklusi bagi kaum difabel adalah sebagai berikut 1. Membangun Pasar Kerja yang Inklusif Setiap manusia terlahir dengan kelebihan dan kekurangan. Begitupun kaum difabel. Meskipun memiliki memiliki keterbatasan, Namun mereka pasti memiliki kelebihan dan kemampuan jika dikelola dengan baik. Melalui penciptaan pasar kerja yang inklusif, perusahaan hendaknya memberikan kesempatan kerja yang adil dan setara bagi kaum difabel. Membangun pasar kerja inklusif berarti menghapus diskriminasi sehingga setiap individu dapat berkontribusi dan berkembang sesuai potensi dan keterampilannya yang dimilikinya. Presiden RI bekerjasama dengan Kementerian BUMN telah menginstruksikan kepada para perusahaan untuk merekrut minimal 2% penyandang disabilitas bagi BUMN, dan 1% penyandang disabilitas bagi perusahaan swasta sebagai karyawannya. Selain itu, perusahaan harus peduli pada karyawan ketika mengalami kecelakaan kerja. Mereka tidak boleh langsung dipecat namun harus direhabilitasi dan kemudian dilakukan penyesuaian kerja dan kemampuannya. 2. Program CSR untuk Memberdayakan Kaum Difabel Upaya kedua yang dapat dilakuakan oleh dunia bisnis dalam mewujudkan inklusi sosial bagi kaum difabel adalah melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Beberapa kegiatan dalam program CSR yang dapat membantu kaum difabel adalah sebagai berikut: a. Pelatihan dan Peningkatan Keterampilan Melalui program CSR, Perusahaan dapat memberikan pelatihan atau kursus bagi difabel. Pelatihan ini bertujuan untuk membekali kaum difabel dengan berbagai keterampilan dan skill. Keterampilan dan skill ini akan menjadi bekal bagi mereka untuk menghasilkan sesuatu yang produktif, bahkan kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan operasional perusahaan itu sendiri. Baca Juga: Apa itu CSR (Pengertian, Manfaat, Jenis, dan Contohnya) b. Pemberian Modal Usaha Selain dengan memberikan skill dan keterampilan, perusahaan juga dapat memberikan modal usaha bagi para penyandang disabilitas. Modal usaha ini diharapkan dapat membantu menciptakan lapangan kerja bagi difabel atau mendukung usaha kecil yang dimiliki oleh mereka. Hal ini dapat meningkatkan perekonomian dan kemandirian kelompok difabel. Contoh Perusahaan yang Berupaya Mewujudkan Inklusifitas Kaum DIfabel Salah satu perusahaan yang tengah berupaya mewujudkan inklusifitas bagi kaum difabel adalah PT PLN Indonesia Power Kamojang POMU. Diketahui bahwa salah satu desa di sekitar wilayah kerja perusahaan yakni desa Sudi terdapat cukup banyak penyandang disabilitas yang juga tergolong keluarga prasejahtera. Melihat permasalahan ini, perusahaan berupaya membuat program pemberdayaan bagi masyarakat tersebut untuk meningkatkan perekonomian mereka. Upaya ini dilakukan melalui pemberian bantuan program CSR “Budidaya Jamur Inklusif”. Selain memberikan keahlian tentang budidaya jamur, perusahaan juga memberikan modal usaha berupa sarana parasarana dan bahan baku yang dibutuhkan dalam budidaya jamur tiram. Tidak cukup sampai disitu, perusahaan juga mendampingi kaum difabel ini hingga bisa membuat berbagai produk olahan dari jamur seperti stik, kripik dan baso jamur. Hal ini dilakukan guna meningkatkan nilai jual dari usaha jamur mereka. Kesimpulan Upaya untuk membangun inklusi sosial bagi kaum difabel bukan hanya tugas satu atau dua pihak saja. Setiap stakeholder yakni pemerintah, perusahaan, masayarakat, akademisi, dan media memiliki peran penting masing-masing untuk mewujudkan inklusi sosial kaum difabel.
Olahkarsa on
Environmental

Melacak Jejak Karbon pada Segelas Kopi

Tahukah kamu jika kamu meminum satu gelas kopi saja ternyata kamu telah menghasilkan jejak karbon sebanyak 0,27 kg? Kamu pasti kaget ketika mendengarnya, namun hal ini benar-benar terjadi dan dapat dibuktikan secara ilmiah. Mari kita simak penjelasannya. Apakah itu Jejak Karbon? Jejak karbon atau carbon footprint adalah jumlah karbon atau gas emisi yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia termasuk saat kamu meminum kopi. Kok bisa kita hanya meminum satu gelas kopi namun karbon yang dihasilkan segitu banyaknya? Baca Juga: Apa Itu Jejak Karbon dan Cara Menghitungnya Hal ini karena kopi yang kita minum tidak datang begitu saja. Kopi perlu ditanam, yang artinya butuh lahan dan pupuk. Belum lagi jika kebun kopi letaknya jauh dari tempat tinggal, petani memerlukan kendaraan. Setelah panen, kopi perlu untuk diolah sebelum akhirnya tiba di kedai kopi. Saat menuju kedai pun, kopi perlu diantar menggunakan kendaraan yang juga menghasilkan emisi karbon. Jadi sudah jelas bukan kenapa satu gelas kopi saja ternyata bisa menghasilkan carbon footprint sebanyak itu. Jejak Karbon Kopi Menurut studi peneliti dari Poore & Nemecek pada tahun 2018, kopi yang melalui proses ekspor menghasilkan jejak karbon 26,27 kg karbon dioksida per 1 kg kopi. Ini setara dengan seperempat jejak karbon daging sapi yang menempati peringkat satu penghasil emisi karbon terbesar di dunia. Studi lain yang dilakukan oleh (Bernadine, 2022) menunjukan nilai carbon footprint kopi dari mulai penanaman hingga penyajian mencapai 17,72 kg CO2 eq/kg produk.  Jika diasumsikan satu gelas kopi membutuhkan 15 gram atau 0,015 kg kopi, maka jumlah rata-rata jejak karbon yang dihasilkan dari satu gelas kopi tersebut adalah 0,015 x 17,72=0,27 kg CO2 eq /kg produk. Bayangkan, jika di tahun 2020, konsumsi kopi di Indonesia telah mencapai lebih dari 270.000 kg. Maka besaran carbon footprint yang dihasilkan dari konsumsi kopi ini adalah 4.784.400 kg CO2 eq /kg produk. Jumlah yang sangat besar bukan? Apakah Bisa Jejak Karbon Kopi Dikurangi? Tentu saja bisa. Coba kita lihat rantai produksi kopi yang kurang lebih terdiri atas tiga bagian yakni penanaman, pengolahan, dan penyajian. Pada tiga tahapan tersebut, kita bisa memangkas jejak karbon yang dihasilkan dengan opsi-opsi yang lebih ramah lingkungan. 1. Penanaman Pada fase penanaman, permintaan kopi yang terus naik mendorong pembukaan lahan monokultur untuk kebun kopi. Meskipun monokultur menambah kuantitas panen kopi. Namun pembukaan lahan monokultur menghasilkan jejak karbon lebih banyak. Dari hasil studi yang telah dilakukan, metode monokultur pada penanaman kopi menghasilkan jejak karbon 5,2 kg CO2 eq /kg produk . Sedangkan penanaman dengan metode polikultur menghasilkan 3,3 kg CO2 eq /kg produk. Dalam tahap penanaman ini, pupuk kimia yang berlebihan juga menjadi sumber jejak karbon. Dengan mengganti pupuk kimia menjadi pupuk organik, petani bisa memangkas 0,95 kg CO2 eq /kg produk. Selain itu juga dapat menghemat biaya produksi karena tidak membeli pupuk kimia. Maka dalam tahapan penanaman ini, petani bisa menggunakan teknik polikultur dan penggunaan pupuk organik dalam proses budidaya kopi untuk meminialisir jejak karbon yang dihasilkan. 2. Pengolahan Secara garis besar proses produksi kopi memiliki tahapan yang hampir sama yaitu pulping, fermentasi, drying, roasting, packaging, grinding, distribution. Dari hasil penelitian yang dilakukan, metode pengolahan kopi secara berkelanjutan cenderung menghasilkan nilai jejak karbon yang lebih rendah yakni hanya sebesar 0,44 kg CO2 eq /kg produk. Sedangkan metode konvensional menghasilkan hingga jejak karbon hingga 5.72 kg CO2 eq /kg produk. Baca Juga: Penurunan Emisi dalam PROPER Untuk meminimalisir jejak karbon pada tahapan ini, kita bisa bisa menggunakan metode pengolahan dengan prinsip-prinsip berjelanjutan seperti penggunaan energi baru terbarukan, penggunaan teknik pulping dan fermentasi secara tradisional menggunakan sinar matahari, dan meminimalisisr penggunaan mesin dan alat yang mengonsumsi listrik dan bahan bakar. 3. Ekspor/ImporKopi Hal yang paling genting dalam tahapan kopi adalah jika kopi tersebut harus melalui proses ekspor atau impor kopi antar negara. Faktor utamanya adalah mengantar biji kopi mentah dengan pesawat. Namun jika pesawat diganti dengan kapal kargo, emisi karbon bisa terpangkas secara signifikan, walaupun menambah lama transportasi. Sebab kapal kargo dapat membawa kopi lebih banyak dalam sekali angkut daripada pesawat. Untuk memaksimalkan kapal kargo, biji kopi juga bisa diroasting terlebih dahulu sebelum diekspor untuk mengurangi berat tetapi mempertahankan volumenya, sehingga untuk volume kopi yang sama kapal kargo memakai bahan bakar lebih sedikit karena mengangkut beban lebih ringan. 4. Penyajian Saat menyeruput kopi di kedai, jangan dikira kamu nggak ninggalin jejak karbon. Minum kopi di cafe juga ternyata meninggalkan jejak karbon. Mesin kopi otomatis di cafe mengonsumsi listrik enam kali lipat lebih besar dan menghasilkan emisi 60,27 gram per gelas. Sedangkan teknik penyeduhan tradisional menggunakan filter drif hanya menghasilkan 10,04 gram per gelas. Dari hasil studi yang dilakukan, metode penyeduhan kopi meggunakan mesin espresso menghasilakan jejak karbon sebanyak 6,8 kg CO2 eq /kg produk. Sedangkan metode penyeduhan manual yang tidak memerlukan daya dari listrik, hanya menghasilkan jejak karbon sebanyak 0,5 kg CO2 eq /kg produk. Untuk lebih mengurangi jejak karbon lagi, kita bisa bikin kopi sendiri di rumah, atau mengganti kemasan frozen plastik menjadi plastik hasil daur ulang serta penggunaan gelas keramik atau kaca, dibanding gelas plastik yang hanya sekali pakai. Cara-cara tersebut terbukti dapat mengurangi jejak karbon biru yang dihasilkan. Berikut adalah perbandingan jejak karbon kopi menggunakan metode konvensional dan ramah lingkungan. Cara-cara produksi kopi berkelanjutan tersebut dapat menurunkan emisi karbon secara signifikan. Bahkan dengan mengganti susu sapi menjadi susu kedelai saja kamu sudah berperan dalam mengurangi jejak karbon secangkir kopi. Kesimpulan Tak bisa dipungkiri bahwa aktivitas manusia menjadi salah satu kontributor utama dalam menghasilkan emisi karbon. Oleh sebab itu, mengubah gaya hidup diharapkan dapat menjadi solusi dalam mengurangi jejak karbon. Upaya-upaya kecil seperti pertanian organik, hemat energi, meminimalisir penggunaan peralatan peralatan makan&minum sekali pakai, serta meminimalisir penggunaan peralatan yang mengonsumsi listrik dan bahan bakar apabila dilakukan secara masif tentu akan berdampak besar pada pengurangan jejak karbon. Referensi Adiningtyas, Bernadine Auberta. Analisis Jejak Karbon Kopi Dari Penanaman Hingga Penyajian. (2022). Skripsi: Universitas Katolik Soegijapranata Narasi Newsroom. Berapa Jejak Karbon Dalam Secangkir Kopi?
Olahkarsa on
Sustainability

Pentingnya Akselesari “Green Economy” di Indonesia

“Green Economy” atau ekonomi hijau menjadi sebuah hal yang penting untuk diterapkan di Indonesia saat ini. Selain karena krisis iklim yang sudah berada di depan mata, juga untuk menghindari “jebakan pendapatan menengah” pada negara-negara berkembang seperti Indonesia. Jebakan ekonomi menengah atau “midle income trap” adalah suatu kondisi di mana suatu negara mengalami stagnasi atau terjebak dalam kondisi yang membuat mereka tidak bisa maju. Kondisi ini disebabkan oleh kurang kompetitifnya suatu negara dalam bidang industri. Singkatnya, negara-negara ini tidak bisa mengikuti tren dan persaingan perekonomian global. Green economy atau ekonomi hijau adalah salah satu tren ekonomi yang sedang dibangun negara-negara di dunia terutama negara maju. Lahirnya kecenderungan pada green economy ini dilatar belakangi oleh kondisi global yang yang tengah berada dalam ancaman krisis iklim. Baca Juga: Ancaman Nyata Krisis Iklim Bagi Keberlanjutan Dunia Bisnis Di satu sisi umat manusia membutuhkan pertumbuhan ekonomi sebagai penggerak kehidupan mereka. Namun disisi lain mereka juga harus memperhatikan lingkungan yang saat ini telah tercemar oleh emisi dan limbah, serta kerusakan pada ekosistem. Dari sinilah lahir sebuah konsep yang disebut dengan green economy atau ekonomi hijau. Apakah itu Green Economy? Green economy atau ekonomi hijau adalah suatu gagasan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan keberlanjutan ekonomi, sekaligus mengurangi risiko kerusakan lingkungan.  Ekonomi hijau ini dapat juga diartikan sebagai perekonomian yang rendah emisi karbon dioksida, hemat sumber daya alam, dan berkeadilan sosial. Program ekonomi hijau berupaya melakukan transformasi sistem perekonomian menuju perekonomian yang memancarkan gas rumah kaca lebih sedikit sekaligus mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Pembangunan ekonomi hijau adalah jenis pembangunan ekonomi yang mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang sejalan dengan komitmen dan tren global. Bagi Indonesia, ekonomi hijau adalah upaya untuk keluar dari jebakan midle income trap atau jebakan pendapatan menengah yang saat ini berada dalam bayang-bayang Indonesia. Waktu Indonesia Hanya Tinggal 13 Tahun Lagi! 13 tahun adalah waktu yang tersisa bagi Indonesia untuk menyukseskan green economy ini. Hal ini berkaitan dengan puncak bonus demografi yang akan diraih oleh Indonesia yang diprediksi akan terjadi pada tahun 2030-an. Bonus demografi adalah suatu keadaan di mana angkatan kerja atau penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) lebih banyak dibanding penduduk usia nonproduktif (usia 65 tahun ke atas). Bonus demografi sangat krusial bagi penentuan nasib ekonomi Indonesia ke depan yakni melepaskan dari jebakan pendapatan menengah. Apabila gagal memanfaatkan momen ini, Indonesia akan gagal menjadi negara maju alias terjebak dalam midle income trap. Hal ini disampaikan langsung oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo yang dikutip dari CNBC Indonesia (18/5/2023). “Kesempatan kita hanya ada pada 13 tahun, karena bonus demografi kita muncul di tahun 2030-an. Dalam sejarah negara-negara, kesempatannya hanya sekali,” ujarnya. Maka dari itu, menjadi sebuah keharusan bagi Indonesia untuk memanfaatkan waktu 13 tahun ini untuk melakukan akselerasi green economy sebagai upaya untuk keluar jebakan midle income trap dan melewati bonus demografi ini sebaik-baiknya agar Indonesia benar-benar menjadi negara maju. Dan tentu yang paling penting adalah dalam rangka mencegah terjadinya krisis iklim dan kerusakan lingkungan. 3 Upaya Akselerasi Green Economy Untuk mendorong akselerasi green economy ini, ada tiga hal yang harus dilakukan oleh Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Vice President Corporate Communication Sintesa Group, Inka Prawirasasra dalam CSR Outlook Leadership Forum 2023, Selasa (25/07/2023). Baca Juga: CSR Outlook Leadership Forum 2023, Soroti Konsep ESG (Environmental, Social, Governance) dalam Membangun Bisnis Berkelanjutan 1. Membangun SDM Unggul Adanya program green economy diproyeksikan akan menciptakan lapangan kerja baru dibidang industri hijau sebanyak 1,8 juta “green job”. Lapangan kerja tersebut tersebar di berbagai sektor industri seperti industri kendaraan listrik, industri energi baru terbarukan (EBT), restorasi lahan, dan sektor pengelolaan limbah pada tahun 2030. Perubahan lanskap perekonomian dan transformasi dunia kerja menuju green economy yang rendah karbon tersebut tentu membutuhkan kesiapan SDM yang kuat dan kompeten. Kesiapan SDM ini adalah hal yang sangat penting dan menjadi pondasi utama bagi implementasi green economy. Upaya membangun SDM unggul ini dapat dilakukan melalui peningkatan skill dan kolaborasi berbagai stakeholder serta link and match antara dunia pendidikan dengan industri hijau. 2. Mendorong Penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT) Langkah kedua untuk mendorong akselerasi green economy adalah mendorong penerapan energi baru terbarukan secara masif di berbagai sektor. Transisi energi menuju EBT ini adalah dalam rangka mengakhiri ketergantungan pada energi fosil yang sifatnya terbatas dan menjadi salah satu penyumbang terbesar emisi karbon. Baca Juga: Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam Upaya Transisi Energi Untuk mendorong hal ini, pemerintah perlu mengadopsi kebijakan dan regulasi yang mendukung masifnya perkembangan EBT. Seperti memberikan insentif fiskal bagi bisnis yang berkomitmen pada praktik ramah lingkungan, mengalokasikan dana untuk riset dan inovasi teknologi EBT, dan memberikan subsidi bagi produk teknologi EBT.. Selain itu, membangun kemitraan antara sektor swasta, akademisi, dan organisasi non-pemerintah akan mempercepat penerapan EBT. Dengan cara memanfaatkan sumber daya yang ada secara kolaboratif guna menciptakan ekonomi hijau yang lebih berdaya saing dan berwawasan lingkungan. 3. Membangun Industri Hijau Langkah ketiga untuk mendorong akselerasi green economy adalah dengan membangun indsutri hijau. Beberapa penopang sektor industri hijau ini antara lain industri energi baru terbarukan (EBT), infrastruktur hijau, dan kendaraan listrik. Pembangunan industri hijau ini tentu membuktikan biaya dan investasi yang tidak sedikit. Maka untuk merangsang datangnya investasi dalam industri hijau ini pemerintah harus melakukan berbagai upaya. Pemerintah dapat memberikan insentif fiskal dan dukungan finansial kepada perusahaan yang berinvestasi dalam teknologi hijau dan praktik ramah lingkungan. Insentif fiskal ini bisa berupa pengurangan pajak ataupun bunga perbankan. Selain insentif dan dukungan kepada investor, yang tidak kalah penting adalah sinergi multistakeholder antara pemerintah, swasta, akademisi dalam menyiapkan skill SDM yang kompeten serta mengembangkan inovasi dan teknologi hijau. Melalui kerja sama yang erat ini, industri hijau dapat menjadi motor penggerak ekonomi yang berkelanjutan, menciptakan lapangan kerja baru, dan menghasilkan produk dan layanan yang lebih ramah lingkungan bagi masyarakat. Kesimpulan Akselerasi green economy menjadi sebuah keharusan bagi Indoensia agar bisa keluar dari jebakan midle income trap dan juga mencegah terjadinya krisis iklim. Untuk mewujudkan ini, perlu adanya kolaborasi lintas stakeholder dari berbagai pihak guna mendukung implementasi green economy ini. Referensi Global Green Growth Institute. (2015). Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi Hijau untuk Indonesia yang Sejahtera: Sebuah Peta Jalan untuk Kebijakan, Perencanaan, dan Investasi. Makmun. 2016. “Green Economy: Konsep, Impelentasi Dan Peran Kementerian Keuangan”. Jurnal Ekonomi Dan Pembangunan 19 (2), 1-15. Pemaparan materi dari Inka Prawirasasra-Vice President Corporate Communication Sintesa Group dengan tema: “Accelerating Indonesia’s Green Economy” dalam CSR Outlook Leadership Forum 2023.
Olahkarsa on
Community Development

Pendekatan Self Help & Technical Assistance pada Program CSR

Self help dan technical assistance adalah konsep pendekatan pemberdayaan masyarakat yang dapat diterapkan pada Program CSR. Pemberdayaan masyarakat sendiri merupakan sebuah upaya pemberian daya atau kekuatan kepada masyarakat yang lemah dan tidak berdaya. Namun tahukan kamu, meskipun berasal dari konsep yang sama, ternyata dalam perkembangannya di lapangan pemberdayaan masyarakat telah menunjukan variasi tema gerak dan pendekatan yang digunakan. Lalu ada pendekatan apa saja? Pendekatan Technical Assistance Technical assistance dapat diartikan sebagai pembekalan oleh pihak luar berupa program, aktivitas dan pelayanan yang bertujuan untuk menguatkan kapasitas masyarakat agar dapat memperbaiki kehidupan mereka. Internalisasi keahlian oleh pihak luar adalah ciri utama dari pendekatan ini untuk membantu masyarakat melalui kegiatan terencana yang terkait dengan kebutuhan atau permasalahan masyarakat sasaran program. Dengan adanya bantuan dari pihak luar tersebut, diharapkan dapat memberikan efek pada perbaikan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan secara tidak langsung dapat memperbaiki pola kerjasama, pengambilan keputusan, dan daya organisir diri dalam masyarakat. Berdasarkan pendekatan ini, masyarakat hanya akan dapat “digerakkan” jika ada bantuan dari pihak luar. Baca Juga: Stategi Komunikasi CSR Wilayah Pedesaan Technical assistance melibatkan transfer pengetahuan dan keterampilan praktis kepada masyarakat. Ini dapat dilakukan melalui pelatihan, lokakarya, mentoring, atau konsultasi langsung. Pengetahuan dan keterampilan ini mencakup bidang-bidang seperti pengembangan organisasi, perencanaan strategis, manajemen keuangan, pemasaran, pemecahan masalah, dan penguasaan teknologi. Pendekatan technical assistance tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga mendukung implementasi dan penerapan praktisnya. Ini dilakukan melalui pendampingan aktif dalam menghadapi tantangan, merancang strategi, mengembangkan rencana tindakan, dan mengukur progres. Dukungan praktis dapat mencakup bantuan dalam merancang program, membangun sistem, proposal, atau mengatasi kendala yang muncul. Istilah pendekatan technical assistance selaras dengan pendekatan direktif bahwa dalam pendekatan ini penyedia program tahu apa yang dibutuhkan dan apa yang baik untuk masyarakat. Peran penyedia program bersifat lebih dominan karena prakarsa kegiatan dan sumber daya lebih banyak berasal dari penyedia program. Penyedia program menetapkan apa yang baik dan buruk bagi masyarakat, cara-cara apa yang perlu dilakukan untuk memperbaikinya dan menyediakan sarana yang diperlukan untuk perbaikan tersebut.  Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Technical Assistance Pendekatan ini memiliki kelebihan dibanding pendekatan self-help yakni perubahan yang tercipta akan terjadi sangat cepat. Hal ini disebabkan oleh dominannya intervensi dari pemberi bantuan berupa desain dan perencanaan program dan sumber daya lainnya. Namun di sisi lain yang harus diwaspadai dibalik keunggulan tersebut adalah besarnya potensi ketergantungan yang akan terjadi akibat dominannya intervensi tersebut. Juga karena konsekuensi dari pendekatan technical assistance yang pada umumnya minim melibatkan masyarakat sasaran dalam prosesnya. Partisipasi masyarakat terbatas dalam bentuk keikutsertaannya dalam merespon dan memanfaatkan berbagai pelayanan. Sedangkan dalam proses perencanaan, partisipasi dimungkinkan hanya sekedar memberikan data dan informasi sebagai bahan analisis perencana guna merumuskan program. Pendekatan Self Help Self-help adalah pendekatan yang mendorong masyarakat untuk mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang ada dalam internal mereka sendiri guna mencapai perubahan yang diinginkan. Pendekatan ini bertujuan untuk membangun kemandirian, tanggung jawab, dan kemampuan masyarakat dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi. Dalam pendekatan self-help, masyarakat dianggap sebagai subjek utama dalam program. Mereka diarahkan untuk mengembangkan solusi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lokal mereka. Pendekatan self-selp ini berupaya mendorong individu dan komunitas untuk mengambil peran aktif dalam memperbaiki kondisi kehidupan mereka sendiri. Partisipasi aktif masyarakat menjadi kunci dalam pendekatan self-help. Masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam mengidentifikasi, merencanakan, melaksanakan, dan melakukan pengawasan (monitoring dan evaluasi) program yang dijalankan. Partisipasi ini memungkinkan masyarakat untuk memiliki kontrol atas proses program dan menghasilkan solusi yang lebih berkelanjutan. Baca Juga: Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Program CSR Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Self Help Tidak seperti technical asistance, pendekatan ini umumnya dianggap sebagai pendekatan yang membangun dan meningkatkan kapasitas masyarakat sehingga tidak menghasilkan ketergantungan. Peran pihak ekternal sendiri adalah sebagai fasilitator, yang bertugas untuk merangsang partisipasi dan kehendak masyarakat untuk bergerak. Fasilitator ini akan melibatkan masyarakat untuk mengidentifikasi aset dan sumber daya daripada kebutuhan. Aset ini kemudian dimobilisasi untuk mengatasi permasalahan komunitas. Salah satu kekurangan dari pendekatan Self help ini adalah prosesnya yang panjang dan cenderung lambat dalam menciptakan perubahan. Akhirnya, pendekatan ini akan sangat bergantung pada pemimpin lokal yang efektif untuk memfasilitasi program tersebut ketika pemberi bantuan telah selesai. Jika tidak ada pemimpin lokal pada suatu masyarakat atau jika modal sosial masyarakatnya lemah, pendekatan ini tidak akan berhasil. Perbedaan Technical Assistance dan Self-Help Memilih Pendekatan yang Tepat Untuk Program CSR Antara pendekatan self-help dan technical assistance tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Maka bagi perusahaan yang hendak mengimplementasikan program, harus pandai memilih pendekatan yang tepat agar program berjalan dengan baik. beberapa hal yang harus diperhatikan di antaranya adalah kondisi modal sosial masyarakat. Apabila masyarakat memiliki modal sosial yang rendah, dalam artian solidaritas sosialnya rendah, tingkat kepercayaan antar masyarakatnya juga rendah, serta nilai-nilai dan norma yang mengikat masyrakat juga tidak terlalu ketat, maka pendekatan yang lebih cocok adalah pendekatan technical assistance untuk mendukung keberhasilan program. Namun sebaliknya, apabila modal sosial di masyrakat tersebut tinggi, pendekatan self-help alangkah baiknya digunakan. Faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah keberadaan pemimpin lokal yang berpengaruh di masyarakat. Apabila terdapat aktor lokal yang berpengaruh bagi masyarakat, yang mana ia bisa menjadi penggerak masyarakat serta ia sendiri memiliki antusiasme terhadap program, maka ini bisa menjadi kesempatan untuk menerapkan pendekatan self-help. Namun apabila pada suatu masyarakat tersebut tidak memiliki aktor lokal berpengaruh yang antusias terhadap program, disarankan menggunakan pendekatan technical assistance untuk mendukung keberhasilan program. Kesimpulan Bagi perusahaan yang hendak mengimplementasikan program CSR haruslah pandai memilih pendekatan yang tepat agar program berjalan dengan baik. Sebelum melaksanakan program, perusahaan harus benar-benar melakukan riset yang mendalam untuk mengetahui kondisi masyarakat dari berbagai aspek guna menjadi dasar dalam menentukan pendekatan yang hendak digunakan. Referensi Robinson, Jery W., Introduction to Community Development: Theory, Practice, and Sevice-Learning (California: Sage Publication, 2011) Soetomo, Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006)
Olahkarsa on
Environmental, Sustainability

Peran Strategis Karbon Biru Dalam Mitigasi Perubahan Iklim

Karbon biru memiliki peran strategis dalam mitigasi perubahan iklim. Seperti yang kita ketahui, perubahan iklim adalah tantangan terbesar yang dihadapi oleh umat manusia saat ini. Pemicu utama terjadinya perubahan iklim adalah emisi gas rumah kaca dari berbagai aktivias manusia yang menumpuk di atmosfer bumi. Efek gas rumah kaca ini akan menimbulkan naiknya suhu permukaan bumi, dan pada akhirnya memicu terjadinya perubahan iklim. Baca Juga: Ancaman Nyata Krisis Iklim Bagi Keberlanjutan Bisnis Salah satu gas rumah kaca pemicu terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim adalah karbon dioksida (CO2). Maka cara paling efektif menghadapi krisis iklim ini adalah mencari cara untuk mengurangi emisi CO2 serta mengambil CO2 yang telah ada di atmosfer melalui proses penyerapan atau penimbunan, dikenal sebagai “penyimpanan karbon”. Salah satu penyerap dan penyimpan karbon dikosida paling efektif adalah adalah Kabon Biru. Apa Itu Karbon Biru? Karbon biru adalah sebutan bagi karbon yang diserap, disimpan, dan dilepaskan oleh ekosistem laut. Dinamai karbon biru sebab karbon ini terbentuk di bawah air laut yang pada umumnya berwarna biru. Ekosistem laut pesisir memiliki kemampuan yang luar biasa dalam menangkap dan menyimpan karbon dari atmosfer. Mereka bisa menyerap CO2 melalui proses fotosintesis dan menimbunnya dalam jaringan tumbuhan dan tanah. Ekosistem Karbon Biru 1. Hutan Mangrove Mangrove adalah salah satu komponen utama dalam pembentukan karbon biru. Mereka akan akan menyerap karbon dioksida yang ada di atmosfer melalui proses fotosintesis, lalu menyimpannya ke dalam tanah melalui jaringan akar. Mangrove adalah penyerap karbon yang sangat efektif, setiap hektar hutan mangrove dapat menyimpan hingga berkali-kali lipat lebih banyak karbon dibanding  hutan yang ada di daratan. Selain menjadi penyerap karbon, mangrove juga menawarkan berbagai manfaat bagi manusia dan lingkungan di antaranya adalah sebagai benteng alami terjangan badai gelombang laut, pencegah abrasi, tempat berlindung bagi berbagai jenis flora dan fauna,  dan masih banyak lagi. 2. Padang Lamun Padang Lamun adalah hamparan padang rumput atau tumbuh yang hidup di bawah perairain laut yang dangkal. Lamun memiliki akar, batang, dan daun layaknya tumbuhan darat, namun mereka hidup dan tumbuh di bawah air. Ekosistem padang lamun memiliki peranan yang penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut dan menyediakan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia. Manfaat penting dari padang lamun adalah sebagai penyimpan karbon biru. Lamun memiliki kemampuan untuk menyerap karbon dioksida selama proses fotosintesis dan kemudian menyimpannya dalam jaringan tubuhnya, termasuk akarnya yang panjang. Selain itu, lamun menjadi tempat pemijahan dan pembesaran berbagai spesies ikan, penyaring material pada air laut, serta sumber makanan mamalia dan berbagai jenis ikan 3. Terumbu Karang Selain keindahannya yang memanjakan mata, siapa sangka jika terumbu terumbu karang ternyata memiliki kemampuan untuk menyerap dan menyimpan karbon. Ia akan menyimpan karbon dalam bentuk karbonat kalsium yang membentuk struktur karang. Penyerapan karbon dioksida ini dilakukan oleh tumbuhan alga zooxanthella dalam tubuh koral. Alga ini melakukan fotosintesis, mengambil karbon dioksida dari air laut dan mengubahnya menjadi karbohidrat. Sebagian karbon yang diserap oleh alga ini akan disimpan dalam jaringan karang. Karang juga memiliki kemampuan untuk mengendapkan karbon dioksida dalam bentuk kalsium karbonat (CO3) yang membentuk kerangka karang. Proses ini melibatkan pengambilan ion karbonat (CO32-) dari air laut dan penggabungannya dengan ion kalsium (Ca2+) yang dihasilkan oleh alga zooxanthellae. Hasilnya adalah pembentukan kerangka karang yang mengandung karbon. Karbon yang disimpan dalam kerangka karang dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Ketika karang mati atau rusak, serpihan-serpihan karang akan jatuh ke dasar laut dan menjadi bagian dari sedimen dasar laut. Karbon yang terkandung dalam sedimen karang ini dapat tersimpan dalam waktu yang sangat lama, yang pada akhirnya membantu mengurangi konsentrasi karbon dioksida dalam atmosfer. Ancaman Terhadap Karbon Biru Sayangnya, ekosistem penyimpan karbon biru yakni hutan mangrove, padang lamun, dan terumbu karang tengah menghadapi ancaman serius akibat aktivitas manusia. Penebangan ilegal, perambahan wilayah pesisir dan pencemaran laut adalah beberapa masalah yang mengancam keberlanjutan karbon biru. Apabila ekosistem pesisir ini rusak atau hilang, karbon yang telah disimpan dalam tanah dan jaringan tumbuhan dapat terlepas kembali ke atmosfer, dan berpotensi memperburuk krisis iklim. Maka dari itu perlu peran serta berbagai pihak untuk menjaga kelestarian karbon biru ini sebagai langkah mitigasi perubahan iklim, Peran Dunia Bisnis Dalam Menjaga Karbon Biru Salah satu pihak yang memiliki peranan penting dalam pelestarian ekosistem karbon biru ini adalah dunia bisnis. Berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh entitas bisnis untuk mendukung kelestarian ekosistem karbon biru ini di antaranya sebagai berikut 1. Investasi Proyek Karbon Biru Bisnis dapat berinvestasi dalam proyek-proyek yang bertujuan untuk melestarikan dan memulihkan ekosistem karbon biru, seperti proyek restorasi terumbu karang atau hutan mangrove. Mengapa disebut sebagai investasi? sebab manfaat dari upaya-upaya restorasi tersebut akan kembali kepada perusahaan sendiri. Entitas bisnis merupakan salah satu pihak yang akan mengalami kerugian apabila krisis iklim benar-benar semakin parah. maka mau tidak mau entitas bisnis harus berperan aktif untuk mencegah terjadinya krisis iklim ini semakin parah demi keberlanjutan bisnis itu sendiri. salah satunya yakni dengan berinvestasi dalam proyek pelestarian karbon biru. Investasi tersebut dapat dilakukan melalui program-program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam pelestarian lingkungan khususnya yang berada di wilayah pesisir seperti penanaman mangrove, terumbu karang, dan pelestarian padang lamun. 2. Menerapkan Praktik Bisnis Berkelanjutan Selain upaya-upaya kepada pihak eksternal perusahaan, entitas bisnis juga harus melakukan upaya-upaya kepada internal perusahaan sendiri. Entitas bisnis harus mengadopsi praktik bisnis berkelanjutan yang memperhatikan dampak lingkungan dari kegiatan bisnis mereka. Upaya ini bisa dilakukan melalui penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan, pengelolaan limbah, dan pengembangan produk yang lebih ramah lingkungan. Upaya ini diharapkan dapat mencegah rusaknya kawasan pesisir sebagai penyangga ekosistem karbon biru 3. Mendorong Keterlibatan Masyarakat Entitas bisnis tentu memiliki keterbatasan. Ia tidak bisa terus menerus berada di lokasi konservasi ekosistem karbon biru. Maka entitas bisnis perlu untuk mendorong keterlibatan masyarakat secara aktif untuk menjaga dan melestarikan ekosistem karbon biru. Sebab masyarakatlah yang setiap saat berada di wilayah ekososistem karbon biru serta lebih mengetahui kondisi lingkungan. Baca Juga: Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Program CSR Kesimpulan Untuk menjaga dan meningkatkan peran karbon biru dalam mengurangi emisi CO2, konservasi dan restorasi ekosistem pesisir menjadi sangat penting. Upaya kolaboratif antara masyarakat, entitas bisnis dan pemerintah harus ditingkatkan untuk melindungi wilayah pesisir yang berharga ini. Inisiatif pemulihan hutan mangrove, penanaman kembali padang lamun, dan konservasi terumbu karang harus didukung secara aktif. Referensi Putri, Ayunda Annisa. Ekosistem Pesisir Sebagai Penghasil Karbon Biru. (2022). Journal of Enviromental Policy and Technology. Vol. 1, No. 1. Hal. 13-29 Sulistiana, Susi. (2018). Potensi Mangrove Sebagai Karbon Biru Indonesia Bagi Pembangunan Berkelanjutan. Proseding Seminar Nasional FMIPA Universitas Terbuka: Peran Matematika, Sains, dan Teknologi dalam Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/SDGs. WWF Report 2013. Karbon Biru: Sebuah Terobosan Baru Untuk Mengurangi Sampak Perubahan Iklim Melalui Konservasi dan Pelestarian Ekosistem Pesisir di Kawan Coral Triangle.
Olahkarsa on
Sustainability, Technology

Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam Upaya Transisi Energi

Energi merupakan sebuah hal penting dalam kehidupan manusia. Berkat energi, manusia bisa menjalankan berbagai aktivitasnya sepeti bepergian menggunakan kendaraan, menggunakan alat-alat elektronik, dan menjalankan aktivitas industri. Namun tahukan kamu bahwa saat ini energi yang kita gunakan sebagian besar dihasilkan dari sumber energi energi fosil yang menghasilkan emisi karbon pemicu pemanasan global dan krisis iklim. Selain itu, penggunaan bahan bahan bakar fosil sebagai sumber energi ternyata juga tidak bisa menjamin keberlanjutan hidup manusia. Energi yang bersumber dari bahan bakar fosil sifatnya terbatas dan tidak dapat diperbaharui, artinya suatu saat nanti pasti akan habis. Hal ini mengharuskan manusia untuk menciptakan sumber energi baru yang sifatnya tidak terbatas , yang kemudian disebut dengan energi baru terbarukan (EBT). Ternyata Energi Baru Belum Tentu Terbarukan Menurut pasal 1 RUU Energi Baru Terbarukan, energi baru adalah semua jenis energi yang berasal atau dihasilkan dari teknologi baru pegolahan sumber energi tidak terbarukan dan sumber energi terbarukan. Sedangkan energi terbarukan adalah energi yang berasal atau dihasilkan hanya dari sumber energi terbarukan. Berdasarkan pengertian tersebut, kamu harus memahami bahwa antara energi baru dan energi terbarukan adalah dua kata yang berbeda. Energi baru hanya merujuk pada energi yang sebelumnya belum pernah ada dan dihasilkan oleh teknologi baru. Sedangkan energi terbarukan adalah jenis energi yang sudah ada sejak dulu namun belum termanfaarkan secara maksimal serta sumbernya tidak terbatas alias tidak akan pernah habis. Artinya suatu energi baru bisa saja energi yang terbarukan, namun bisa juga tidak terbarukan. Baca Juga: Peluang Perusahaan Perusahaan Energi Untuk Low-Carbon Future Contoh energi baru namun tidak terbarukan adalah gasifikasi batu bara yang diproduksi di Tanjung Enim. Batu Bara akan digerus dan diproses sedemikian rupa hingga menjadi gas. Meskipun gasifikasi batu bara adalah jenis sumber energi batu yang menjadikannya lebih efisien, namun energi ini tidak terbarukan sebab batu bara sebagai bahan baku pembuatnya tidak terbarukan, artinya suatu saat nanti pasti akan habis. Sementara contoh sumber energi batu dan terbarukan adalah angin, air, matahari, ombak, dan panas bumi. Sumber-sumber energi tersebut sifatnya baru karena belum termanfaat kan secara maksimal. Juga bersifat terbarukan sebab ia tidak akan pernah habis karena akan segera diperbaharui oleh siklus alam. Dari pemaparan di atas maka salah satu upaya mencapai pembangunan berkelanjutan adalah dengan benar-benar menciptakan energi baru dan terbarukan (EBT). Tidak cukup hanya dengan energi dan teknologi baru, namun harus bersumber dari energi terbarukan yang tidak akan pernah habis di alam. Keuntungan Energi Baru Terbarukan Penggunaan EBT memiliki banyak keuntungan diantaranya sebagai berikut: 1. Tersedia melimpah di alam Sumber EBT seperti cahaya matahari, air, angin, panas bumi, dan gelombang laut sangat melimpah di alam. Bahkan sumber energi ini tidak akan pernah habis sebab akan terus diperbaharui oleh siklus alam. 2. Gratis Siapapun yang ingin memanfaatkan EBT tidak perlu membayar untuk mendapatkan Sumber EBT tersebut alias gratis. adapun biaya dan investasi hanya dilakukan di awal untuk mempersiapkan peralatan teknologi pengolahan sumber energi tersebut 4. Perawatan yang mudah Perawatan peralatan pengolah energi terbarukan seperti kincir angin dan panel surya sangat mudah dibandingkan dengan energi yang tak terbarukan. misal untuk perawatan panel surya pemilik hanya cukup membersihkan permukaannya secara rutin. 5. Bebas fluktuasi harga karena tersedia melimpah di alam dan tidak diperjualbelikan, sumber energi terbarukan tidak terpengaruh oleh fluktuasi harga layaknya sumber energi fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan gas bumi. Energi Baru Terbarukan dalam PROPER Dalam PROPER, penggunaan EBT dan pemakaian bahan bakar ramah lingkungan  dalam proses operasi perusahaan menjadi penilaian penilaian penting. Kriteria penilaian ini ditujukan sebagai upaya penurunan emisi tepatnya pada kriteria rasio penggunaan EBT. Bahkan aspek penilaian EBT ini memiliki bobot yang cukup besar dengan nilai maksimal 10. Baca Juga: Kenali Efisiensi Energi dalam PROPER Di samping untuk memenuhi persyaratan PROPER, tentu yang terpenting tentu kesadaran akan pentingnya penggunaan EBT dalam operasi perusahaan. Sebab penggunaan EBT hakikatnya adalah untuk mengurasi beban lingkungan akan emisi karbon, dan juga sebagai upaya untuk menciptakan bisnis berkelanjutan sebab EBT adalah energi yang tidak akan pernah habis. Berbeda dengan energi yang tidak terbarukan yang suatu saat pasti akan habis. Contoh Perusahaan yang Mulai Menerapkan EBT Salah satu perusahaan yang mulai menerapkan EBTdalam proses bisnisnya adalah PT Tirta Investama (Danone AQUA) Jawa Tengah. Perusahaan ini telah membangun pembangkit listrik tenaga surya di atap pabriknya dengan kapasitas 2.919 kilowatt peak (kWp). PLTS tersebut dapat menghasilkan listrik sebesar 4 gigawatt hour (GWh) per tahun. Apabila dikalkulasikan, pembangunan PLTS ini dapat mengurangi 3.340 ton emisi karbon per tahun. Presiden Direktur PT Tirta Investama (Danone-Aqua) bahkan berkomitmen untuk menggunakan EBT hingga 100 persen pada 2030 pada operasional perusahaan Danone di seluruh dunia. Kesimpulan Energi baru terbarukan telah menunjukkan potensi besar dalam menciptakan masa depan yang lebih bersih, lebih hijau, dan lebih berkelanjutan. Namun, untuk mewujudkan potensi ini, perlu adanya dukungan berbagai stakeholder yakni pemerintah, dunia bisnis, dan masyarakat secara keseluruhan. Investasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi EBT serta kebijakan-kebijakan yang mendorong penggunaan energi baru terbarukan menjadi hal yang penting dalam menghadapi tantangan energi dan lingkungan global. Bagi yang masih bingung dengan pengelolaan energi PROPER, langsung kontak saja kami di Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER!
Olahkarsa on
Sustainability

Mengenal ISO 14001: Panduan Sistem Manajemen Lingkungan

ISO 14001 adalah standar internasional yang berfokus pada yang sistem manajemen lingkungan (Environmental Management System – EMS). ISO ini membantu perusahaan untuk mengidentifikasi, mengukur, mengelola, dan meminimalkan dampak negatifnya terhadap lingkungan. Pertama kali diterbitkan pada tahun 1996, ISO ini telah mengalami beberapa revisi untuk menjaga relevansi dengan kondisi lingkungan terkini. Sekedar informasi, International Organization for Standarization (ISO) adalah organisasi internasional yang khusus menangani standarisasi. Ada banyak ISO atau standarisasi yang telah ia buat oleh lembaga ini, salah satunya adalah ISO 14001. Lantas apa manfaatnya bagi dunia bisnis? Manfaat ISO 14001 Bagi Perusahaan Meningkatkan reputasi. Memiliki sertifikasi ISO 14001 menunjukkan komitmen organisasi terhadap praktik lingkungan yang bertanggung jawab. Hal ini dapat meningkatkan citra dan reputasi perusahaan di mata pelanggan dan pemangku kepentingan Mengurangi potensi konflik antara pekerja dengan perusahaan dalam penyediaan lingkungan kerja yang layak dan sehat. Lebih jauh manfaat ISO 14001 ini dapat meningkatkan produktivitas pekerja melalui efisiensi waktu dan biaya. Menjembatani pemenuhan peraturan lingkungan dengan lebih terencana dan terstruktur. Penggunaan sumber daya alam yang lebih bijaksana menuju terciptanya eko-efisiensi. Bagi Lingkungan Terkelolanya limbah berbahaya yang masuk ke lingkungan melalui pengelolaan limbah hasil operasi perusahaan. Berkurangnya pencemaran lingkungan melalui penurunan penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya pada operasional perusahaan. Bagaimana cara mendapatkan sertifikasi ISO 14001 ini? Untuk mendapatkan sertifikat ISO 14001 membutuhkan keseriusan dan komitmen penuh dari organisasi. Berikut adalah gambaran umum cara dan langkah penerapan ISO 14001 yang harus dipersiapkan: Komitmen pimpinan manajemen perusahaan terhadap ISO 14001 Membentuk tim implementasi ISO 14001 Mulai program penyadaran & pelatihan ISO 14001 Mengidentifikasi kondisi saat ini dan membandingkannya dengan indikator dalam ISO 14001 Menentukan ruang lingkup dan kebijakan organisasi Membuat perencanaan  risiko & peluang serta sasaran & rencana pencapaiannya Membuat dokumentasi ISO 14001 Implementasi ISO 14001 Pelatihan internal auditor Evaluasi kinerja melalu internal audit Melaksanakan rapat tinjauan manajemen Audit ekternal oleh badan sertifikasi ISO 14001 Sistem Manajemen Lingkungan dalam Proper Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) ternyata tidak lepas dari Sistem Manajemen Lingkungan (SML) dalam kriteria penilaiannya. Meskipun keduanya adalah hal yang berbeda, namun apabila perusahaan telah memiliki SML yang sudah tersertifikasi oleh ISO 14001 akan mendapatkan nilai bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan SML yang belum disertifikasi. Baca Juga: Kenali Sistem Manajemen Lingkungan dalam PROPER Sistem Manajemen Lingkungan yang tersertifikasi ISO 14001 tentu harus dikejar oleh perusahaan yang ingin meraih predikat PROPER Hijau dan Emas. Namun perusahaan juga harus sadar bahwa tujuan dari Sistem Manajemen Lingkungan berbasis ISO 14001 maupun PROPER bukan hanya sekedar untuk meraih menghargaan atau sertifikat saja, namun tujuan sejati adalah untuk menciptakan lingkungan hidup yang lestari untuk generasi mendatang Contoh Penerapan ISO 14001 Oleh Perusahaan Salah satu perusahaan yang telah menerapkan ISO 14001 dalam praktik bisnisnya adalah PT Kimia Farma Tbk Plant Banjaran. Ia telah menerapkan SML dengan konsep dasar siklus plan-do-check-action (PDCA) atau perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan peningkatan yang sesuai dengan 10 klausul dalam ISO 14001:2015. Hal ini dapat dibuktikan dengan tersedianya dokumen-dokumen untuk setiap klausulnya. Selain itu, perusahaan juga telah memiliki sertifikat ISO yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen Integrasi yang meliputi Sistem Manajemen Mutu (ISO 9001:2007), Sistem Manajemen Lingkungan (ISO 14001:2015), dan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (ISO 45001:2018). Meskipun terdapat beberapa klausul yang penerapannya perlu ditingkatkan, yaitu terkait sumber daya, kepedulian, dan komunikasi. Namun secara umum penerapan sistem manajemen lingkungan di perusahaan ini telah berjalan baik. Hanya perlu perbaikan-perbaikan ringan seperti menyediakan tempat sampah dengan kategori pemilahan yang lebih spesifik, menjadwalkan rapat atau evaluasi secara berkala, dan memberikan apresiasi atau sanksi guna meningkatkan kedisiplinan pegawai. Kesimpulan ISO 14001 adalah alat bagi perusahaan yang ingin mengambil tanggung jawab atas dampak lingkungannya dan berkontribusi pada upaya pelestarian lingkungan secara keseluruhan. Dengan mengadopsi Sistem Manajemen Lingkungan yang komprehensif berbasis ISO 14001, perusahaan dapat meningkatkan kinerja operasional, reputasi, dan berperan dalam menjaga keberlanjutan lingkungan. Semakin banyak perusahaan yang menerapkan ISO 14001 dalam operasi bisnisnya, semakin besar pula dampak positif yang dapat dicapai dalam melindungi bumi ini untuk generasi mendatang. Bagi yang masih bingung dengan Sistem Manajemen Lingkungan dalam PROPER, Olahkarsa menyediakan layanan konsultasi dan pendampingan terkait PROPER. Tunggu apa lagi, langsung kontak kami. Refesensi Badan Standarisasi Nasional. SNI ISO 14001: Sistem manajemen lingkungan–Persyaratan dengan Panduan Penggunaan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Soekirman, Veronica Jane. Studi Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan di PT Kimia Farma Tbk Plant Banjaran. (2021). Respository Pertamina University. www.iso.org/iso-14001-environmental-management
Olahkarsa on
CSR

Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Program CSR

Partisipasi masyarakat merupakan sebuah hal yang penting dalam sebuah program CSR. Sebab, keberhasilan program CSR tidak hanya tergantung pada tindakan perusahaan semata, melainkan juga bergantung pada partisipasi aktif masyarakat. Apabila minim bahkan tidak ada partisipasi atau keterlibatan masyarakat, maka besar kemungkinan program CSR tidak akan berjalan dengan baik. Maka dari itu penting bagi Kamu yang berkecimpung di dunia CSR untuk memahami konsep partisipasi ini. Konsep Partisipasi Masyarakat Dalam Program CSR Secara bahasa, partisipasi berasal dari kata participation yang berarti pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Sedangkan secara istilah partisipasi adalah keikutsertaan seseorang atau kelompok anggota masyarakat dalam suatu kegiatan. Hal tersebut senada dengan pengertian dalam kamus sosiologi bahwa partisipasi merupakan keikutsertaan seseorang dalam kelompok sosial untuk mengambil bagian dari kegiatan masyarakatnya. Dalam konteks program CSR, pelibatan masyarakat bisa dilakukan dari proses assesmen, perencanaan dan desain program, pelaksanaan, hingga monitoring dan evaluasi. Ketika masyarakat benar-benar dilibatkan dalam proses tersebut, maka masyarakat akan menanggap bahwa program tersebut adalah miliknya juga. Sehingga ia akan terus menjalankan program tersebut meskipun perusahaan telah manarik diri dari program tersebut. Baca Juga: Apa Itu Metode Participatory Rural Appraisal? Perlu kamu ketahui bahwa hal yang paling penting dalam sebuah proses partisipasi adalah adanya kesukarelaan masyarakat untuk ikut serta dalam program. Jangan sampai masyarakat merasa terpaksa untuk terlibat sebab partisipasi yang sifatnya terpaksa tidak akan membawa pada keberlanjutan program itu sendiri. Partisipasi tanpa adanya rasa sukarela tidak akan membuat sebuah program disebut sebagai pemberdayaan. Misalnya karena masyarakat hanya mengejar uang akomodasi atau karena pemaksaan dari ketua kelompok. Hal tersebut pada akhirnya tidak akan menciptakan kemandirian dan keberlanjutan program. Sebab, apabila uang akomodasi atau ketua kelompoknya tidak ada, maka kemungkinan masyarakat pun akan berhenti berpartisipasi. Manfaat Partisipasi Masyarakat Dalam Program CSR Nah Sobat Minno, melibatkan masyarakat dalam prgram CSR itu ternyata punya manfaat yang sangat bersar lho bagi program. Berikut adalah manfaatnya: 1. Masyarakat Memiliki Rasa Tanggung Jawab Terhadap Program Adanya keterlibatan masyarakat dari mulai tahap perencanaan hingga pemanfaatan hasil memungkinkan mereka memiliki rasa tanggung jawab terhadap keberlanjutan program. Rasa tanggung jawab ini timbul karena masyarakat merasa bahwa pada program yang tengah berjalan, terdapat sumbang-sumbangan dari masyarakat baik berupa gagasan, tenaga, maupun materi. 2. Sebagai Jalan Perusahaan dalam Memperoleh Informasi Adanya partisipasi aktif dari masyarakat sasaran akan membuat mereka terbuka dan tidak sungkan lagi untuk menceritakan kondisi sosial dan permasalahan yang ada di dalamnya. Data dan informasi mengenai hal ini tentu akan sangat berguna bagi yang perusahaan dalam menentukan kebijakan dan perbaikan program kedepannya. 3. Membangun Kepercayaan Masyarakat pada Program, Kepercayaan masyarakat pada perusahaan akan terbangun ketika perusahaan melibatkan mereka secara aktif dalam program-program CSR nya. Dengan dilibatkannya mereka dalam program, maka akan tumbuh rasa simpati kepada perusahaan. Pada akhirnya hal ini akan membangun kepercayaan masyarakat pada perusahaan bahwa program CSR yang diberikan perusahaan adalah untuk membantu hidup mereka lebih baik. Lantas bagaimana cara menumbuhkan partisipasi masyarakat tersebut? 1. Identifikasi Kebutuhan Masyarakat Program CSR yang berdasarkan kebutuhan masyarakat akan lebih membuat masyarakat ingin berpartisipasi. Masyarakat akan menanggap program yang diberikan perusahaan adalah sebagai solusi kongkret dari permasalahan dan kebutuhan yang mereka rasakan sehingga tidak ada alasan bagi masyarakat untuk tidak berpartisipasi. Kebutuhan, potensi, dan permasalahan yang ada di masyarakta ini bisa dilakukan salah satunya adalah dengan social mapping (sosmap) atau pemetaan sosial. Baca Juga: Social Mapping: Kunci Keberhasilan CSR Perusahaan 2. Ciptakan Ruang Seluas-Luasnya Untuk Masyarakat Berpartisipasi Dalam upaya untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat, langkah penting adalah menciptakan ruang yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk terlibat dalam program CSR. Ruang di sini mencakup ruang untuk berdialog, berbagi ide, dan berkontribusi dalam pengambilan keputusan sejak identifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan, hingga monitoring dan evaluasi program. Dengan memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat, mereka akan punya rasa memiliki dan rasa tanggung jawab terhadap program yang sedang dijalankan. 3. Hindari Komunikasi Satu Arah Komunikasi satu arah adalah proses komunikasi di mana informasi hanya mengalir dari satu pihak tanpa adanya keterlibatan atau umpan balik dari pihak lain. Dalam program CSR, komunikasi semacam ini harus di hindari karena dapat mengakibatkan kurangnya keterlibatan, kurangnya pemahaman, dan kurangnya hubungan yang kuat antara pendamping program dengan masyarakat. hal tersebut lebih jauh akan membuat kurangnya rasa memiliki masyarakat dalam program. Untuk memastikan komunikasi berjalan efektif, penting pagi perusahaan untuk mendorong komunikasi dua arah yang interaktif. Kesimpulan Dalam melaksanakan program CSR sebaiknya menghindari metode kerja doing for the community (bekerja untuk masyarakat). Tetapi menggunakan metode kerja doing with community (bekerja bersama masyarakat). Istilah “bekerja untuk masyarkat” cenderung hanya memposisikan masyarakat sebagai objek pasif penerima bantuan. Sedangkan istilah “bekerja bersama masyarakat” cenderung menjadikan masyarakat sebagai subjek yang pasrtisipasinya amat dibutuhkan dalam setiap tahapan program. Metode kerja doing for akan membuat masyarakat pasif, kurang kereatif dan tidak berdaya, bahkan akan menjadikan bergantung pada bantuan dari organisasi pemberi bantuan. Sebaliknya, metode kerja doing with akan merangsang masyarakat untuk aktif dan dinamis dalam menjalankan sebuah program. Ingin masyarakat atau kelompok binaan CSR Kamu antusias terlibat dalam program? Olahkarsa menyediakan jasa konsultasi dan asistensi terkait cara agar masayarakat sasaran program CSR anda bisa terlibat aktif dalam program. Tunggu apa lagi, segera kontak kami! Referensi Jamal, Haerul. “Belajar Dari Kelompok Bu Manik: Partisipasi Masyarakat Dalam Program CSR PT. Pertamina Fuel Terminal Bandung Group.” Empower: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam 6.1 (2021) Muslim, Aziz. (2009). Metodologi Pengembangan Masyarakat. Teras. Mardikanto, Totok. (2014). Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial Korporasi). Alfabeta.
Olahkarsa on
Sustainability

Ancaman Nyata Krisis Iklim Bagi Keberlanjutan Dunia Bisnis

Krisis Iklim menjadi ancaman nyata bagi keberlanjutan dunia bisnis apabila berbagai stakeholder tidak segera bertindak untuk mengatasi ancaman ini. Seperti yang kita ketahui bahwa saat ini dunia tengah dilanda krisis iklim. Hal ini diungkapkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dalam laporannya mengenai situasi iklim terkini pada Senin 20 Maret 2023. Dalam laporan tersebut, krisis iklim telah terjadi sangat cepat yang meningkatkan intensitas dan frekuensi terjadinya cuaca ekstrem di  berbagai wilayah dunia di antaranya adalah gelombang panas yang semakin intens, hujan lebat, kekeringan, hingga siklon tropis. Bahkan kenaikan temperatur bumi saat ini telah mencapai 1,1 ˚C yang mengakibatkan cairnya es kutub utara dan berdampak pada semakin meningkatnya permukaan air laut. Situasi ini tentu menjadi ancaman bagi keberlanjutan sektor bisnis khususnya yang berada di Indonesia. Pasalnya, Indonesia adalah wilayah yang rentan terhadap krisis iklim. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan bahwa selama tahun 2022, Indonesia telah mengalami 3.544 bencana. 90% bencana tersebut adalah bencana hidrometeorologi yang dipicu oleh adanya perubahan iklim. Bagaimana Krisis Iklim Mengancam Keberlanjutan Dunia Bisnis? Beberapa ancaman besar krisis iklim bagi keberlanjutan entitas bisnis di antaranya adalah sebagai berikut: 1. Gangguan Pasokan Bahan Baku Cuaca ekstrem yang mengakibatkan banjir dan kekeringan dapat menyebabkan gangguan pada rantai pasokan bahan baku industri. Misalnya, banjir yang merusak wilayah pertanian dapat mengganggu pasokan bahan baku untuk industri pangan. Atau kekeringan berkepanjangan yang membuat gagal panen komoditas yang menjadi bahan baku industri. Gangguan ini dapat mengakibatkan penurunan produksi perusahaan, peningkatan biaya operasional, yang tentu akan berdampak besar bagi keuangan perusahaan. 2. Kerusakan Sarana dan Prasarana Bisnis Bencana akibat krisis iklim juga dapat merusak sarana dan prasarana bisnis yang penting bagi operasional perusahaan. Misalnya adalah banjir dan cuaca ekstrem yang dapat menghambat distribusi bahan baku dan produk dari hulu ke hilir. Dan bagi entitas bisnis yang menjalankan operasi di wilayah pesisir, ancaman nyata yang sedang terjadi adalah naiknya permukaan air laut. yang meningkatkan risiko banjir rob. Bahkan bisa menenggelamkan perusahaan yang berada di wilayah pesisir. Contoh kongkretnya adalah pesisir Jakarta yang menjadi pusat bisnis saat ini tengah benar-benar berada di bawah permukaan laut. Tinggal tanggul-tanggul penahan air saja yang membuat air laut tidak masuk ke daratan. Apabila air laut terus naik akibat krisis iklim yang tidak segera diatasi, sarana-sarana bisnis tersebut akan tenggelam ditelan lautan. 3. Gangguan Pada Stabilitas Pasar Ketika bencana akibat krisis iklim  terjadi, infrastruktur dan fasilitas produksi dapat rusak, pasokan barang dan jasa dapat terganggu, dan aktivitas ekonomi terancam melambat bahkan berhenti. Hal ini dapat menyebabkan ketidakstabilan harga, kelangkaan pasokan, dan penurunan daya beli masyarakat. Apabila ini terjadi, tentu yang akan merasakan kerugian adalah entitas bisnis sendiri. PROPER Untuk Mengatasi Krisis Iklim Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) adalah program yang bertujuan untuk mendorong entitas bisnis dalam menjalankan praktik bisnis yang ramah lingkungan dan berkelanjutan. PROPER dapat menjadi salah satu upaya dalam mengatasi perubahan iklim dengan cara meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan. Selain itu PROPER juga menjadi upaya dalam mengatasi perubahan iklim dengan cara meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan dan mengurangi dampak negatif terhadap perubahan iklim. Berikut adalah poin-poin PROPER dalam mengatasi krisis iklim: 1. Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca PROPER mendorong perusahaan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui penggunaan teknologi yang lebih bersih, penghematan energi, atau diversifikasi sumber energi. Langkah-langkah ini membantu mengurangi kontribusi perusahaan terhadap perubahan iklim dan dampak negatifnya. Baca Juga: Penurunan Emisi dalam PROPER 2. Peningkatan Efisiensi Energi PROPER mendorong perusahaan untuk menerapkan praktik hemat energi dalam operasional mereka. Penggunaan energi yang lebih efisien dapat  membantu mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari produksi energi itu sendiri. Dalam jangka panjang, peningkatan efisiensi energi dapat membantu mengurangi eksploitasi terhadap sumber daya alam yang berlebihan dan produksi energi kotor sehingga  memberikan kontribusi dalam mitigasi perubahan iklim. Baca Juga: Kenali Efisiensi Energi dalam PROPER 3. Pengelolaan Limbah yang Baik PROPER menilai pengelolaan limbah perusahaan, termasuk limbah yang berpotensi menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan dan iklim. Dengan mendorong perusahaan untuk mempraktikkan pengelolaan limbah yang baik, PROPER membantu mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari limbah industri dan mencegah pencemaran lingkungan yang dapat memperburuk perubahan iklim. Perusahaan peserta PROPER diminta untuk melakukan prinsip 3R yakni Reduce, Reuse dan Recycle limbah B3 maupun non-B3 yang mereka hasilkan. Semakin banyak limbah B3 dan non-B3 yang perusahaan kurangi, memanfaatkan kembali, dan daur ulang, maka semakin baik perusahaan tersebut dinilai telah melakukan pengelolaan lingkungan dan menanggulangi krisis iklim. Baca Juga: Begini Cara Mengolah Limbah Non-B3 4. Penerapan Praktik Berkalanjutan Melalui PROPER, perusahaan didorong untuk melakukan praktik bisnis yang berkelanjutan secara luas, termasuk penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan perlindungan ekosistem lingkungan khususnya wilayah hutan sebagai penyerap emisi. Jika dijalankan dengan baik, maka ekosistem akan terjaga, serta emisi karbon yang menjadi pemicu krisis iklim pun dapat diminimalkan, dan lebih jauh dapat menanggulangi krisis iklim. Kesimpulan Krisis Iklim adalah sebuah ancaman nyata bagi umat manusia tak terkecuali bagi entitas bisnis sebagai penggerak perekonomian. Maka dari itu seluruh entitas bisnis haruslah berupaya untuk menanggulangi krisis iklim ini, yang dalam konteks Indonesia terdapat PROPER sebagai upaya dalam mengelola lingkungan. Tentu bukan hanya sekedar memenuhi formalitas kewajiban semata, namun disertai dengan komitmen dan kesadaran pentingnya menjaga lingkungan, sebab praktik pengelolaan lingkungan untuk menjaga iklim dalam PROPER semata-mata untuk keberlanjutan bisnis itu sendiri. Bagi yang masih bingung dengan pengelolaan bisnis berbasis PROPER, langsung kontak saja kami di Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER! Referensi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). (2023). Infografis Bencana Tahun 2022. https://bnpb.go.id/infografis/infografis-bencana-tahun-2022 Hoesung Lee. dkk. (2023). Synthesis Report Of The Ipcc Sixth Assessment Report (AR6). Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Olahkarsa on
Hexahelix : Paradigma Baru Kolaborasi di CSR
CSR, Insight

Hexahelix : Paradigma Baru Kolaborasi di CSR

Program Pengembangan Desa Binaan dilaksanakan dalam bentuk kolaborasi yang sinergis antara berbagai pemangku kepentingan dan berorientasi pada kemandirian masyarakat. Keberhasilan program pengembangan Desa Binaan membutuhkan peran multi aktor dari berbagai sektor. Upaya perubahan sosial dan ekonomi tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja. Oleh karena itu, pengembangan Desa Binaan melalui Corporate Social Responsibility perlu menerapkan pola kemitraan yang melibatkan sinergi lintas sektor untuk berbagi peran. Tujuannya untuk mendukung terwujudnya Sustainable Development Goals dalam mencapai percepatan perbaikan lingkungan hidup, kesejahteraan masyarakat, dan pembangunan ekonomi. Baca lainnya : Tipe-tipe Desa Sesuai SDGs Desa, Ternyata Begini Pengelompokannya Perkembangan Model Pentahelix menjadi Hexahelix Pada sebagian besar praktik pengembangan desa di Indonesia, konsep kolaborasi yang diterapkan adalah Model Kolaborasi Pentahelix. Kolaborasi Pentahelix adalah kerangka konseptual dari kolaborasi antara komunitas atau masyarakat, pemerintah, dunia bisnis, akademisi, dan media (Putra, 2019). Model Pentahelix juga dikenal sebagai Konsep ABCGM yaitu Academician, Business, Community, Government, dan Media (Rizkiyah et al., 2019). Namun, saat ini telah berkembang konsep kolaborasi Hexahelix yang merupakan bentuk pengembangan dari konsep Quadruple Helix, Quintuple Helix, dan Pentahelix. Hexahelix menambahkan satu aktor yang memiliki peran vital dan terdampak atau berdampak langsung pada proses pengembangan. Sebagai contoh, dalam upaya mengembangkan Desa Wisata Tanggap Covid-19, pemangku kepentingan yang terlibat mencakup ABCGM ditambah dengan Tenaga Kesehatan (Health) sebagai aktor vital dalam upaya peningkatan aspek kebersihan dan kesehatan di kawasan Desa Wisata. Model Kolaborasi Hexahelix Konsep Hexahelix dapat memaksimalkan peran ganda yang diemban oleh para aktor guna mencapai tujuan bersama (Firmansyah et al., 2022). Kunci utama kesuksesan model ini adalah adanya sinergitas dan komitmen yang kuat antar pemangku kepentingan. Selain untuk memudahkan pencapaian tujuan pengembangan Desa Binaan, Kolaborasi Hexahelix juga membantu mencegah overlapping kebijakan dan program antar pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam pengembangan Desa Binaan, dunia usaha atau perusahaan menjadi lokomotif penggerak sinergitas antar stakeholder dan pengembangan masyarakat desa. Adapun 6 komponen yang terlibat dalam pengembangan Program CSR di sebuah desa binaan adalah akademisi, dunia usaha, komunitas atau masyarakat, pemerintah, hukum dan regulasi, serta media. Berikut adalah pembagian peran masing – masing pemangku kepentingan dalam model Academician (Akademisi) Akademisi berperan sebagai konseptor melalui penelitian-penelitian yang dilakukan guna memunculkan dan menggali potensi dan peluang pengembangan Program CSR pada Desa Binaan. Akademisi dapat berperan memberikan pandangan dan analisis berdasarkan objektivitas data lapangan mengenai tingkat perkembangan dan formula yang tepat untuk memajukan Desa Binaan. Selain itu, akademisi juga dapat melaksanakan pendampingan Program CSR melalui konsep Tri Dharma Bakti Perguruan Tinggi. Untuk dapat menghasilkan konsep pengembangan Desa Binaan sebagai Program CSR yang sesuai kebutuhan dan mampu menjangkau semua aspek kepentingan, maka akademisi perlu terlibat secara aktif mulai dari pada tahap perencanaan. Business (Dunia Usaha) Pada skema kolaborasi Hexahelix, sektor bisnis cenderung memiliki berbagai macam peran dalam Program Pengembangan Desa Binaan. Sektor bisnis dapat berperan sebagai pendamping selama proses pengembangan Desa Binaan mulai dari perencanaan, implementasi, hingga evaluasi. Berikut beberapa peran sektor bisnis: Sektor bisnis dapat berperan sebagai enabler yang membantu dalam menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan Desa Binaan. Melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan(TJSL), sektor bisnis dapat berperan sebagai inisiator pengembangan Desa Binaan. Pendamping desa dan penghubung ke pemerintah atau dinas terkait untuk membantu dalam hal fasilitasi urusan administratif. Membantu akselerasi modal bagi masyarakat desa untuk mengembangkan ekonomi desa. Menghadirkan infrastruktur-infrastruktur teknologi, modal, dan jejaring usaha. Penggerak sosial agar masyarakat desa selalu berada pada satu naungan manajemen pembangunan yang sama, sehingga keberhasilan Desa Binaan lebih terukur. Membantu branding, advertising, dan selling produk unggulan desa. Memberikan edukasi atau pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan diri atau desanya. Community Komunitas dapat berperan sebagai akselerator dan penghubung antar pemangku kepentingan dalam implementasi program Desa Binaan. Komunitas dalam hal ini dapat berupa masyarakat umum atau masyarakat yang memiliki kesamaan minat atau kepentingan terhadap isu tertentu. Komunitas secara aktif ikut serta dalam setiap tahapan pengembangan Desa Binaan. Dalam konsep Desa Binaan, komunitas bukan lagi sebagai objek melainkan subjek proses pembangunan. Komunitas berupa kelompok-kelompok tertentu dapat berkontribusi pada bidang spesifik sesuai dengan rencana strategis pengembangan desa. Sebagai contoh, dalam upaya peningkatan kualitas jagung yang dihasilkan, Kelompok Tani dari suatu desa harus mengikuti penyuluhan yang diberikan oleh pemerintah/sektor bisnis/akademisi. Government (Pemerintah) Pemerintah dalam Model Hexahelix berperan sebagai regulator yang memiliki fungsi membuat regulasi. Pemerintah dipandang sebagai agen administrasi yang paling bertanggung jawab dalam implementasi pembuatan kebijakan-kebijakan terkait Desa Binaan. Dalam pengembangan Desa Binaan, pemerintah yang pasti terlibat adalah Pemerintah Desa serta Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Kabupaten/Kota apabila diperlukan. Instansi pemerintahan lain yang terlibat dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan desa yang bersangkutan. Misalkan dalam rangka peningkatan kemampuan masyarakat di bidang pariwisata, maka Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Daerah dapat diikutsertakan untuk memberikan pelatihan. Bantuan-bantuan yang dapat diberikan oleh pemerintah antara lain berupa SK pembentukan Desa Binaan, peminjaman fasilitas publik, dan pengadaan pendidikan informal bagi masyarakat. Law and Regulation (Hukum dan Regulasi) Hukum dan regulasi berperan dalam memberikan kepastian hukum dan mengawasi jalannya pengembangan Desa Binaan. Regulasi yang dimaksud termasuk peraturan-peraturan di tingkat pusat dan daerah. Komponen ini banyak berperan pada manajemen dan monitoring program agar seluruh kegiatan yang dilakukan tidak melanggar hukum. Hukum dan regulasi memantau pelaksanaan dan pengelolaan Desa Binaan terutama yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kesejahteraan ekonomi, serta perlindungan lingkungan. Media Media dalam pengembangan Desa Binaan dapat berperan sebagai expander untuk mendukung publikasi dalam promosi dan informasi (Saputra & Ulum, 2022). Media memiliki kemampuan untuk membangkitkan perhatian, memprovokasi aksi, melemahkan penentangan, serta menunjukkan kekuatan komitmen dan dukungan. Dengan adanya peran tersebut diharapkan dapat menyebarkan semangat pembangunan Desa Binaan yang berkelanjutan kepada khalayak luas. Penerapan Model Kolaborasi Hexahelix sebagai dasar membangun sinergitas atas pemangku kepentingan harus dioptimalkan untuk membangun perubahan besar di masyarakat. Dalam upaya mewujudkan visi yang besar, perlu adanya keterlibatan banyak pihak untuk saling berbagi peran demi mencapai tujuan bersama. Membangun kolaborasi dalam setiap tahap mulai dari hulu ke hilir, perencanaan sampai dengan pelaksanaan memperbesar peluang implementasi Desa Binaan berjalan optimal. Oleh karena itu, kolaborasi berbagai elemen yang menggabungkan peran akademisi, bisnis, komunitas, pemerintah, hukum dan regulasi, serta media sangat penting. Apapun peran yang diemban, tujuan yang ingin dicapai tetap satu yaitu bersama-sama membangun perubahan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Olahkarsa on
tips meningkatkan skor esg
ESG

6 Tips Untuk Meningkatkan Skor ESG

Pelaporan terkait ESG (Environment, Social, & Governance) sedang ramai dibicarakan, dimana perusahaan mampu membuktikan dampak positif yang diberikan kepada masyarakat maupun lingkungan. ESG sendiri terdiri dari Environment (misalnya penggunaan sumber daya, polusi, dsb), Social (dampak terhadap masyarakat), dan Governance (misalnya sistem internal perusahaan yang digunakan harus memenuhi kebutuhan stakeholder). Ketiga kriteria ini sangat erat kaitannya satu sama lain. Misalnya, ketika perusahaan memperkenalkan kebijakan internal yang mengarah pada sustainability, hal ini tentunya relevan dengan kriteria lingkungan dan tata kelola. Artikel ini akan membahas tentang enam tips meningkatkan skor ESG perusahaan Anda. Hubungan ESG dengan Sustainability Tentu, ESG terkait dengan keberlanjutan, khususnya tanggung jawab lingkungan dan sosial yang terkait dengan keberlanjutan bisnis. Aspek environment dan social merupakan aspek yang paling relevan dengan keberlanjutan. Sedangkan untuk aspek governance secara tidak langsung terkait dengan keberlanjutan melalui transparansi dan akuntabilitas. Namun, kurang relevan dengan keberlanjutan dibandingkan dengan aspek lingkungan dan sosial. Dalam bisnis, ESG terkait dengan keberlanjutan dikarenakan ESG mampu memprediksi kemampuan perusahaan untuk bertahan dalam jangka waktu yang panjang. ESG penting bagi keberlangsungan bisnis karena berfokus membangun hubungan antara perusahaan dengan lingkungan dan para stakeholder. Jika hubungan terbangun kuat antara perusahaan dengan kedua aspek ini, maka secara signifikan akan mampu meningkatkan kemampuan perusahaan di masa depan. Baca lainnya: Apa itu ESG? Pengertian, Sejarah dan Manfaatnya bagi Bisnis Tips untuk Meningkatkan Skor ESG Pada bagian ini akan membahas tentang tips yang dapat diimplementasikan perusahaan Anda untuk meningkatkan kinerja ESG, sebagai berikut: 1. Mengidentifikasi ESG Key Drivers Perusahaan Langkah pertama dalam membangun strategi ESG yang tangguh adalah dengan mengidentifikasi aspek apa saja dari bisnis Anda yang mampu mendorong kinerja ESG. Dalam hal aspek lingkungan, pendorong utama meliputi penggunaan sumber energi dan air, produksi limbah, dan emisi karbon. Sedangkan untuk sisi sosial, pendorong utama dapat berupa keterlibatan masyarakat, donasi sosial, atau inisiatif lain yang melibatkan masyarakat. Terakhir, pendorong utama dalam aspek tata kelola dapat berupa budaya perusahaan yang positif, proses perekrutan karyawan yang inklusif, pemeriksaan kondisi di seluruh rantai pasok perusahaan. Penilaian materialitas juga dapat digunakan sebagai langkah awal untuk membantu mengetahui dan memahami seberapa penting isu ESG bagi para stakeholder utama perusahaan. Penilaian ini biasanya dilakukan melalui survei. Informas yang diperoleh dari penilaian materialitas mampu menentukan inisiatif ESG mana yang harus dijalankan. 2. Mengumpulkan Lebih Banyak Data Pendukung Setelah faktor pendorong utama ESG perusahaan telah diidentifikasi dan diprioritaskan, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan lebih banyak data pendukung. Langkah ini digunakan sebagai pelengkap untk melacak efektivitas program ESG yang kemudian bisa dilaporkan kepada para stakeholder. Data kuantitatif pada bagian ini merupakan data yang paling mudah diverifikasi dan paling mudah dilacak. Namun, beberapa faktor pendorong seperti “budaya perusahaan yang positif” jauh lebih sulit diukur daripada “jumlah penggunaan energi”, sehingga tetap diperlukan data kualitatif. Meskipun demikian, survei merupakan cara terbaik untuk mendapatkan data kuantitatif terkait aspek subjektif dari kinerja ESG perusahaan. Setiap aspek ESG perlu dilakukan pengumpulan data kuantitatif maupun kualitatif, meskipun salah satu aspeknya bukan sebagai prioritas utama untuk meningkatkan kinerja ESG. 3. Mengintegrasikan ESG ke dalam Strategi Bisnis Perusahaan Seiring dengan parahnya perubahan iklim dan masalah sosial lainnya yang menjadi isu global, pentingnya ESG bagi para stakeholder juga akan terus meningkat. Perusahaan harus mempunyai komitmen kuat dalam mengintegrasikan ESG dalam core business perusahaan. Untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja ESG dan memperkuat skor ESG perusahaan, cara yang terbaik adalah menambahkan metrik ESG ke dalam setiap KPI para manajer di setiap departemen perusahaan. 4. Menetapkan Tujuan Dilaksanakannya ESG Ketika menentukan tujuan ESG, sebaiknya didasarkan pada faktor pendorong utama ESG dan hasil penilaian materialitas. Selain itu, Anda juga bisa menghubungkan tujuan pada aspek lingkungan dengan target iklim yang telah dibuat oleh PBB. Menetapkan tujuan ESG yang ambisius merupakan cara yang tepat untuk menumbuhkan rasa urgensi untuk melaksanakan ESG. Meskipun strategi ESG yang ambisius lebih baik daripada tidak punya tujuan sama sekali, komitmen yang berlebihan juga mampu menguras waktu dan fokus karyawan. Cara yang terbaik untuk memastikan tujuan ESG tercapai adalah dengan menentukan target sementara. Hal ini memungkinkan untuk memprediksi apakah perusahaan berada dijalur yang tepat untuk melaksanakan ESG. 5. Melaksanakan Pelatihan yang Berkaitan dengan ESG Penguatan dari segi kapasitas pengetahuan karyawan tentang ESG juga perlu dilakukan dalam upaya meningkatkan kinerja ESG perusahaan Anda. Hal ini juga mampu menghemat biaya yang dikeluarkan perusahaan. Penguatan kapasitas karyawan ini dapat dilakukan salah satunya dengan cara memberikan pelatihan yang berkaitan dengan ESG. Dalam hal ini, Olahkarsa sebagai penyedia layanan pelatihan terkait dengan CSR juga menyediakan paket pelatihan tentang Environment, Social, & Governance (ESG). Sebagai contoh, Olahkarsa telah melaksanakan pelatihan CSR Partnership Training yang berkolaborasi dengan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk terkait ESG bersama tim Community Development Center. Pada pelatihan ini tentunya ditemani oleh tenaga ahli Olahkarsa yang sudah expert di bidangnya. Jika perusahaan Anda tertarik untuk melakukan Partnership Training secara private, Anda bisa langsung menghubungi tim Olahkarsa melalui email contact@olahkarsa.com. 6. Membuat Action Plan dan Implementasikan Praktik ESG Setelah seluruh landasan dasar terkait ESG tersebut, selanjutnya perusahaan Anda perlu membuat rencana tindak lanjut dan praktik implementasinya. Mengidentifikasi beberapa inisiatif yang lebih spesifik untuk memenuhi tercapainya tujuan ESG dan tidak lupa untuk menerapkan tanggung jawab disetiap praktiknya. Pembuatan timeline juga harus dilakukan agar tetap fokus terhadap capaian ESG. Kesimpulan Dalam satu dekade terakhir, tren ESG terus menunjukkan peningkatan. Pentingnya peran perusahaan dalam mengatasi krisis iklim juga menjadi perhatian dalam tren ini. Sangat memungkinkan bahwa pelaporan ESG akan diperlakukan sama seperti annual report, financial report. ataupun laporan audit perusahaan yang mengikuti standar global yang berlaku. Meskipun standar dan kerangka kerja baru untuk menilai ESG akan terus bermunculan, komponen-komponen esensinya akan tetap sama. Tanpa harus menunggu lebih lama lagi, sekarang waktunya perusahaan perlu memandag ESG sebagai strategi bisnis yang berkelanjutan. Baca lainnya: CSR, ESG, dan SDGs: Mana yang Terbaik?
Olahkarsa on
transformasi digital
Insight, Sustainability, Technology

Apakah Transformasi Digital & Transisi Sistem Energi Menipiskan Intensitas Karbon Perusahaan & Industri?

Transformasi digital dan transisi sistem energi pada era sekarang erat kaitannya dengan emisi karbon terutama yang dihasilkan oleh sektor industri. Secara global, intensitas karbon telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, yang berarti bahwa lebih banyak output ekonomi yang dihasilkan per unit emisi karbon. Namun, laju penurunannya lebih lambat daripada yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh Paris Agreement, yang bertujuan untuk membatasi pemanasan global di bawah 2 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri (Purnama, 2019). Di Indonesia, intensitas karbon dari perekonomian telah menurun tetapi masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain. Menurut Badan Energi Internasional, intensitas karbon Indonesia pada tahun 2019 adalah 0,47-kilogram CO2 per dolar PDB, yang lebih tinggi dari rata-rata global sebesar 0,37 kilogram CO2 per dolar PDB (Selviana & Ratmono, 2019). Sektor energi, khususnya penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik, merupakan penyumbang emisi karbon terbesar di Indonesia (Maghfirani et al., 2022). Urgensi transisi sistem energi muncul sebab laju perubahan iklim yang semakin cepat. Panel antar pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) telah menyoroti perlunya melakukan dekarbonisasi sektor energi dengan cepat untuk mencapai tujuan ini, dan telah memperingatkan dampak perubahan iklim yang parah dan tidak dapat dipulihkan jika tidak ada tindakan yang segera dilakukan (DILA, 2021). Pentingnya transisi sistem energi juga didorong oleh manfaat ekonomi dan sosial dari peralihan ke sumber energi rendah karbon dan terbarukan. Turunnya biaya teknologi energi terbarukan (Abdulloh, 2015), seperti tenaga surya dan angin, membuat mereka semakin kompetitif dengan bahan bakar fosil, dan telah menciptakan peluang untuk penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi di sektor energi bersih (Ahsan, 2021). Selain itu, penggunaan sumber energi rendah karbon dan terbarukan dapat membantu meningkatkan akses dan keamanan energi, terutama di negara-negara berkembang. Ketika intensitas karbon meningkat secara eksponensial, hal ini dapat menimbulkan sejumlah dampak berbahaya bagi lingkungan dan ekonomi. Memperburuk perubahan iklim dapat meningkatkan intensitas karbon Peningkatan intensitas karbon dapat memperburuk perubahan iklim dengan melepaskan lebih banyak karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya ke atmosfer. Hal ini dapat menyebabkan sejumlah dampak negatif terhadap lingkungan, seperti naiknya permukaan air laut, gelombang panas yang lebih sering dan lebih parah, kekeringan, banjir, dan badai, serta kepunahan spesies tanaman dan hewan (Marlina, 2022; Sumampouw, 2019). Peningkatan biaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim Dari perspektif ekonomi, semakin banyak karbon yang dilepaskan ke atmosfer, biaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim dapat meningkat secara signifikan (Barus & Wijaya, 2021; Sari, 2017). Peningkatan biaya perawatan kesehatan karena emisi karbon Selain itu, peningkatan emisi karbon dapat menyebabkan masalah kesehatan dan peningkatan biaya perawatan kesehatan yang terkait dengan polusi udara, terutama di daerah perkotaan di mana emisi cenderung terkonsentrasi. Meskipun teknologi digital dapat membantu meningkatkan efisiensi, mengurangi limbah, dan mengoptimalkan penggunaan sumber daya, teknologi digital juga dapat berkontribusi dalam meningkatkan intensitas karbon melalui beberapa mekanisme. Teknologi digital seperti komputasi awan, pusat data, dan jaringan telekomunikasi membutuhkan energi dalam jumlah besar untuk beroperasi. Seiring dengan meningkatnya penggunaan teknologi ini, begitu pula dengan permintaan energi, yang dapat menyebabkan peningkatan emisi karbon, terutama jika energi tersebut dihasilkan dari bahan bakar fosil. Perputaran perangkat dan peralatan elektronik yang cepat, yang didorong oleh pesatnya laju inovasi teknologi, juga dapat menghasilkan limbah elektronik (e-waste) dalam jumlah yang signifikan (Agusni, 2023). Limbah elektronik sulit untuk dibuang dan dapat memperbesar skala polusi lingkungan dan pelepasan gas rumah kaca. Teknologi digital juga dapat menyebabkan permintaan picuan (Panuju, 2019), yang mengacu pada peningkatan permintaan barang dan jasa yang tercipta sebagai hasil dari peningkatan efisiensi dan kenyamanan yang dimungkinkan oleh teknologi ini. Sebagai contoh, pertumbuhan e-commerce dan layanan pengiriman online telah menyebabkan peningkatan penggunaan transportasi dan pengemasan, yang dapat berkontribusi pada emisi karbon. Teknologi digital juga dapat menciptakan efek rebound (Soniansih & Kusmiati, 2021), misalnya, penggunaan telekonferensi dan teknologi kerja jarak jauh dapat mengurangi kebutuhan perjalanan bisnis, tetapi juga dapat menyebabkan lebih banyak pertemuan diadakan dan lebih banyak pekerjaan dilakukan secara keseluruhan, yang dapat mengimbangi potensi pengurangan emisi karbon. Transformasi digital dapat menciptakan rantai pasokan global yang sulit untuk dikontrol dan dikelola (Nurjaya, 2022). Selain itu, transformasi digital juga dapat menggusur pekerjaan dan komunitas yang bergantung pada industri padat karbon (Prathama & Yustika, 2021; Savitri, 2019). Komunitas-komunitas ini mungkin akan menghadapi tantangan ekonomi dan sosial saat mereka bertransisi ke ekonomi rendah karbon, dan mungkin membutuhkan dukungan dan sumber daya untuk melakukan transisi ini. Memahami dampak negatif dari tidak terkontrolnya peningkatan intensitas karbon dan potensi implementasi teknologi digital yang dapat semakin memperburuk. Tulisan ini akan mengupas lebih dalam, mengapa intervensi pemerintah masih belum efektif dalam mengatasi isu kenaikan intensitas karbon, sejauh mana pertumbuhan industri terdampak oleh isu tersebut, gap transformasi digital yang membuat negara berkembang semakin jauh tertinggal dan apa faktor paling penting yang perlu diperbaiki oleh Indonesia atau negara berkembang lainnya dalam transformasi digital, setelah menyadari korelasi antara transisi energi, transformasi digital dan intensitas karbon. Faktor Kegagalan Pemerintah dalam Menurunkan Intensitas Karbon Beberapa alasan mengapa pemerintah gagal untuk melakukan intervensi terhadap kenaikan intensitas karbon adalah Pemerintah tidak memprioritaskan upaya untuk mengurangi intensitas karbon dimungkinkan karena tekanan politik, kepentingan, atau ideologi (Cahyadi, 2022). Memprioritaskan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di atas masalah lingkungan, terutama di negara-negara berkembang yang bergantung pada bahanbakar fosil dan sumber daya alam untuk pembangunan ekonomi mereka (Legionosuko et al.,2019). Pemerintah juga menghadapi tantangan dalam mengimplementasikan kebijakan iklim karena kurangnya dukungan atau pemahaman publik terhadap masalah ini (Nusantara, 2022). Perubahan iklim merupakan topik yang kompleks dan teknis, dan mungkin sulit bagi masyarakat umum untuk memahami risiko dan konsekuensi yang berkaitan dengan peningkatan intensitas karbon. Upaya global untuk mengatasi perubahan iklim juga dapa terhambat oleh kurangnya kerja sama dan koordinasi internasional. Beberapa negara enggan untuk mengadopsi kebijakan iklim atau menyetujui perjanjian iklim internasional karena kekhawatiran tentang kedaulatan, keadilan, atau kepatuhan. Dampak Peningkatan Intensitas Karbon terhadap Performa Industri Hubungan antara intensitas karbon dan pertumbuhan/ kinerja perusahaan atau industri sangat kompleks dan dapat bergantung pada berbagai faktor. Namun, secara umum, intensitas karbon yang tinggi dapat berdampak negatif terhadap kinerja dan pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang. Ada beberapa alasan mengapa intensitas karbon yang tinggi dapat merugikan perusahaan dan industri. Dampak negatif perubahan iklim dan transisi global Seiring dengan semakin jelasnya dampak negatif dari perubahan iklim dan semakin cepatnya transisi global menuju ekonomi rendah karbon (Lovisolo, 2021), perusahaan dengan intensitas karbon yang tinggi dapat menghadapi peningkatan risiko regulasi dan reputasi, yang dapat mempengaruhi laba mereka. Rentan terhadap rantai pasok Perusahaan dengan intensitas karbon tinggi mungkin lebih rentan terhadap gangguan dalam rantai pasokan (Khan et al., 2022), seperti fluktuasi harga bahan bakar fosil atau ketersediaan sumber daya penting. Hal ini dapat berdampak pada kemampuan mereka untuk menghasilkan produk atau layanan, yang dalam jangka panjang dapat mempengaruhi pendapatan dan pangsa pasar mereka. Tekanan investor dan konsumen Perusahaan dengan intensitas karbon yang tinggi mungkin juga menghadapi tekanan dari investor dan konsumen untuk mengadopsi praktik-praktik yang lebih berkelanjutan dan mengurangi jejak karbon mereka (Ren et al., 2022). Kegagalan untuk melakukan hal tersebut dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan investor dan pangsa pasar, serta kerusakan reputasi. Kesenjangan Transformasi Digital antara Negara Maju dan Berkembang Skala transformasi digital dapat bervariasi antara negara berkembang dan negara maju, dengan negara maju umumnya memiliki infrastruktur digital yang lebih maju dan tingkat adopsi digital yang lebih tinggi (Raj et al., 2020). Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perbedaan akses ke teknologi, tingkat investasi dalam infrastruktur digital, dan lingkungan regulasi, sebagaimana dijelaskan secara komparatif di tabel berikut Bentuk KesenjanganNegara BerkembangNegara MajuInvestasi InfrastrukturDigitalKekurangan infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung transformasi digital, dan memerlukan investasi yang signifikan dalam jaringan broadband dan infrastruktur digital lainnyaMemiliki infrastruktur digital yang lebih maju, termasuk jaringan broadband berkecepatan tinggi, pusat data, dan layanan komputasi awanKerangka Kerja RegulasiMasih mengembangkan kerangka kerja regulasi yang lebih efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi digital sekaligus melindungi kepentingan warga negaraMemiliki kerangka kerja regulasi yang lebih kuat untuk ekonomi digital, yang dapat membantu mendorong inovasi dan melindungi hak-hak konsumenPengembangan Keterampilan DigitalKurang memiliki keterampilan dan pelatihan yang diperlukan untuk berpartisipasi secara efektif dalam ekonomi digitalMemiliki keterampilan dan pelatihan yang diperlukan untuk berpartisipasi secara efektif dalam ekonomi digitalE-Government Dan Layanan Publik DigitalMasih mengembangkan layanan publik digital yang lebih efektif untuk mendorong akses yang lebih besar ke layanan publik dan meningkatkan efisiensi pemerintahMemiliki e-government dan layanan publik digital yang berkembang dengan baik, seperti pengajuan pajak online, layanan kesehatan elektronik, dan sistem identitas digitalHak Kekayaan Intelektual Dan Privasi DataPerlu memperkuat kerangka hukum mereka di bidang-bidang ini untuk memastikan bahwa transformasi digitaldisertai dengan perlindungan yang tepat bagi individu dan bisnisMemiliki sistem yang lebih canggih untuk melindungi hak kekayaan intelektual dan privasi dataSumber: Ebert & Duarte, 2018; Vial, 2021 Korelasi antara Transisi Energi, Transformasi Digital dan Intensitas Karbon Transisi sistem energi, transformasi digital, dan intensitas karbon semuanya saling terkait. Transisi dari bahan bakar fosil ke sumber energi terbarukan merupakan strategi penting untuk mengurangi emisi karbon dan memitigasi perubahan iklim. Transformasi digital dapat membantu transisi sistem energi dengan memungkinkan pengembangan teknologi dan sistem energi baru serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem energi (Cantarero, 2020). Jaringan pintar (smart grids) adalah salah satu contoh bagaimana transisi sistem energi, transformasi digital, dan intensitas karbon saling terkait. Jaringan pintar, yang menggunakan sensor canggih dan analitik data untuk mengoptimalkan distribusi dan konsumsi energi, dapat semakin akseleratif dalam berkembang dengan transformasi digital (Ahmad et al., 2022). Dimana pada jangka panjang, proses ini dapat meningkatkan efisiensi sistem energi dan mengurangi emisi karbon Teknologi digital, seperti panel surya dan turbin angin, dapat membantu pengembangan dan penyebaran teknologi energi terbarukan (Kroposki et al., 2017). Alat-alat digital dapat digunakan untuk memantau dan mengoptimalkan kinerja teknologi ini, serta mengintegrasikannya ke dalam sistem energi. Teknologi digital dapat mendukung penciptaan sistem penyimpanan energi, yang dapat membantu keseimbangan pasokan dan permintaan energi terbarukan (Zame et al., 2018) sehingga mengarah pada penggunaan sumber energi terbarukan yang lebih besar dan pengurangan emisi karbon. Melalui penggunaan sensor, analisis data, dan sistem otomasi gedung, transformasi digital dapat membantu pengembangan gedung hemat energi (Daissaoui et al., 2020) yang berpotensi mengurangi konsumsi energi berlebihan dan emisi karbon dari bangunan. Kesimpulan Intensitas karbon memiliki potensi penurunan dengan syarat yaitu kemampuan pemerintah mengatasi dan memitigasi tantangan-tantangan dalam transformasi digital dan transisi sistem energi. Dari segi transisi energi, pemerintah dirasa penting untuk memformulasi kebijakan strategis untuk mengatasi sumber daya keuangan yang terbatas, kapasitas kelembagaan yang lemah, dan kurangnya akses terhadap teknologi energi terbarukan yang terbaru. Hal tersebut perlu diprioritaskan untuk memutus ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dalam jangka panjang yang akan membuat negara tersebut terekspos emisi karbon yang lebih tinggi dan dampak perubahan cuaca yang lebih ekstrim. Sedangkan dari aspek transformasi digital, pemerintah harus menanggulangi masalah infrastruktur, kerangka pembuatan peraturan atau kebijakan, digital divide, peningkatan dan pemerataan kemampuan dan edukasi, serta pembiayaan dan investasi terhadap digitalisasi. Satu faktor penentu penting dalam transformasi digital di Indonesia yang dapat mempengaruhi pertumbuhannya secara keseluruhan adalah ketersediaan dan keterjangkauan biaya konektivitas internet berkecepatan tinggi (Skare & Soriano, 2021). Kurangnya konektivitas internet yang andal dan terjangkau dapat membatasi kemampuan bisnis dan individu untuk berpartisipasi dalam ekonomi digital, serta dapat menghambat perkembangan industri dan layanan digital baru. Di sisi lain, peningkatan konektivitas internet dapat memungkinkan pertumbuhan bisnis dan layanan digital, mendorong inovasi, dan meningkatkan akses ke pendidikan, perawatan kesehatan, dan layanan penting lainnya.
Olahkarsa on
dampak food waste
Insight, Sustainability

Memahami Pentingnya Dampak dari Food Waste

Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), secara global, satu per tiga makanan yang jumlahnya diperkirakan mencapai 1,3 miliar terbuang sia-sia setiap tahunnya menjadi sampah makanan. Hal inilah yang menjadikan sampah makanan (food waste) menjadi isu global di berbagai belahan negara dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan masalah sampah ini termasuk dalam target Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 12 tentang konsumsi dan produksi yang bertanggungjawab. Lebih spesifiknya lagi, SDGs nomor 12 ini mempunyai target pengurangan separuh dari jumlah sampah makanan global per kapita pada tingkat retail dan konsumer pada tahun 2030. Selain itu juga upaya mengurangi kerugian makanan sepanjang rantai produksi dan suplai. Parahnya lagi, menurut FAO Indonesia menjadi negara urutan kedua yang menyumbang sampah makanan terbanyak didunia. Oleh karena itu, kita perlu memahami pentingnya dampak dari food waste dalam artikel berikut ini. Mengenal Food Waste Food and Agriculture Organization (FAO) mengungkapkan bahwa food waste adalah bahan atau makanan yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsi oleh manusia, namun pada akhirnya dibuang dengan sengaja. Jika terdapat sisa makanan, buah busuk, sayur layu, maupun makanan kadaluwarsa, itu juga termasuk bentuk dari sampah makanan (food waste). Sebagian besar sampah makanan berasal dari hotel, restoran, katering, supermarket, gerai, ritel, dan rumah tangga. Zat-zat tidak baik yang muncul pada makanan yang sudah tidak layak makan, menjadi penyebab makanan terbuang percuma. Food waste bisa terjadi pada setiap rantai makanan mulai dari produksi sampai pada konsumsi. Terdapat dua kategori sampah makanan yaitu sampah makanan “left over” dan “food waste”. Sampah makanan “left over” adalah sampah makanan yang berasal dari akibat penyajian yang berlebihan dari masyarakat urban. Sedangkan sampah makanan yang biasa disebut “food waste” merupakan sampah makanan akibat dari kesalahan perencanaan dan manajemen yang kurang baik pada setiap proses rantai makanan. Tidak ada yang lebih baik dari kedua kategori tersebut, karena sampah makanan tetap mengandung zat kimia yang tidak dapat didaur ulang dan membahayakan lingkungan. Dampak Food Waste Food Agriculture Organization (FAO) menilai bahwa secara global nilai ekonomi dari makanan yang terbuang adalah sekitar 1000 milliar dolar pertahun. Namun, angka ini meningkat menjadi 2600 milliar dolar yang disebabkan adanya biaya tak terduga akibat kerusakan lingkungan. Sedangkan, menurut Bappenas pada tahun 2021 kerugian ekonomi akibat food waste mencapai 107-346 trilliun rupiah/tahun menimpa Indonesia. Pada sektor holtikultura khusunya sayur-sayuran memiliki nilai kehilangan ekonomi yang tidak terlalu besar. Namun, dikarenakan proses efisiensi yang kurang baik, proporsi sayur-sayuran terbuang sangat tinggi dibandingkan dengan sayur-sayuran yang terkonsumsi. Lain halnya dengan sektor tanaman pangan yang mempunyai nilai kehilangan ekonomi paling besar. Tetapi jika dilihat dari proses efisiensi yang baik, proporsi padi-padian terbuang lebih kecil daripada padi-padian yang terkonsumsi. Dampak buruk lain yang ditimbulkan sampah makanan adalah mampu meningkatkan produksi emisi gas rumah kaca. Sampah makanan yang terurai akan menghasilkan gas metana berbahaya yang dilepaskan ke atmosfer. Gas metana ini merupakan salah satu emisi gas rumah kaca yang 21 kali lipat lebih berbahaya dari karbondioksida (CO2). Metana yang dihasilkan dari sampah makanan ini jika dihitung secara global, menyumbang 7% dari total emisi gas rumah kaca. Jika dilihat dari sudut pandang lain, pembuangan food waste yang menempuh perjalanan yang cukup jauh, akan membutuhkan lebih banyak bahan bakar. Hasil pembakaran dari bahan bakar fosil inilah lagi-lagi juga menjadi salah satu penyumbang emisi gas ke lingkungan. Pada akhirnya, pemanasan global akan terus meningkat dan menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang akan memengaruhi kehidupan makhluk hidup. Ilmuwan percaya bahwa jika sampah makanan ini dapat dicegah, maka akan mengurangi 11% emisi gas rumah kaca. Cara Mencegah Sampah Makanan Sejak 1950, hasil riset dari PBB menyatakan bahwa angka pertumbuhan populasi manusia setiap tahunnya meningkat. Diprediksi pada tahun 2030, populasi manusia akan mencapai 8,5 miliar, dan menjadi 9,7 miliar pada 2050. Artinya, sumber daya alam yang dibutuhkan manusia mencapai tiga planet bumi untuk mempertahankan gaya hidup saat ini. Melihat fenomena tersebut, penting untuk mengetahui bagaimana cara mencegah food waste agar tidak terjadi kelaparan didunia. Beberapa hal berikut dapat Anda lakukan untuk mencegah food waste: Menyusun penyimpanan makanan dengan baik Penyimpanan makanan dapat Anda lakukan dengan cepat dan dapat disesuaikan dengan jenis makanan yang telah Anda beli. Penting untuk mengetahui dan mempelajari usia serta bagaimana cara menyimpan makanan dengan baik. Misalnya, makanan seperti daging, sayur, umbi-umbian mempunyai cara penyimpanan yang berbeda dengan makanan lain, sehingga harus dipisah. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan untuk mencegah sampah makanan (food waste) yang dihasilkan oleh rumah tangga. Sehingga, makanan dapat dikonsumsi dalam waktu yang lama. Melakukan perencanaan pada menu makanan Rutin membuat menu makanan saat Anda akan memasak juga menjadi salah satu pencegahan adanya sampah makanan. Anda juga dapat memerhatikan jumlah kandungan gizi yang terdapat pada menu makanan Anda. Cara lain yang dapat Anda gunakan adalah Anda dapat belanja bahan makanan hanya untuk mengisi kebutuhan yang habis. Dengan cara ini, Anda dapat mencegah kelebihan makanan. Mengolah sisa makanan menjadi pupuk kompos Selain cara yang sudah disebutkan diatas, sisa makanan juga dapat Anda olah menjadi pupuk kompos. Sisa makanan yang dapat dijadikan sebagai pupuk kompos berupa sisa sayuran, ampas kopi atau teh, dan buah. Dengan begini, tidak ada lagi sisa makanan tersebut yang akan terbuang percuma. Memanfaatkan kembali makanan Kebiasaan buruk membuang langsung makanan yang tidak terkonsumsi merupakan salah satu penyebab adanya sampah makanan. Padahal, banyak makanan yang masih layak diolah dan dikonsumsi keesokan hari jika tersimpan dengan baik. Misalnya, Anda dapat membuat kaldu sayuran dari rebusan kulit atau batang sayuran dengan menyaring air rebusan dan disimpan dengan baik untuk menu makanan lain. Baca lainnya : Apa itu Jejak Karbon dan Cara Menghitungnya Kesimpulan Jangan menyepelekan sampah makanan (food waste) karena ancaman yang datang akan sangat nyata bagi keberlangsungan hidup lingkungan maupun bagi populasi manusia. Bahkan, dampak dari food waste mampu menyebabkan emisi karbon dan global warming. Oleh karena itu, mari kita memaksimalkan berbagai cara untuk mencegah adanya food waste demi masa depan lingkungan yang lebih baik.
Olahkarsa on
Apa itu ESG? Pengertian, Sejarah dan Manfaatnya bagi Bisnis
ESG

Apa itu ESG? Pengertian, Sejarah dan Manfaatnya bagi Bisnis

Apa itu ESG? Artikel ini akan membahas tentang pengertian, sejarah, dan manfaat ESG bagi keberlanjutan bisnis perusahaan. Menciptakan sebuah bisnis yang berkelanjutan merupakan tanggung jawab bagi setiap perusahaan. Namun, bisnis yang berkelanjutan juga bertanggung jawab terhadap terhadap aspek Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola. ESG menjadi concern bagi perusahaan dan diperhitungkan dalam investasi global. Pengertian ESG (Environment, Social, and Governance) ESG merupakan framework dimana perusahaan memperhatikan aspek lingkungan, sosial dan tata kelola perusahaan dalam menjalankan bisnis secara bertanggung jawab sehingga dapat menciptakan bisnis yang berkelanjutan. ESG juga digunakan oleh investor untuk mengukur risk management yang ada di dalam perusahaan menggunakan ESG report.  Ada beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya konsep ESG, antara lain: LingkunganMunculnya isu global dalam sektor lingkungan seperti perubahan iklim dan degradasi lingkungan membuat adanya perhatian lebih dari masyarakat dan dunia bisnis yang mengarah ke pengelolaan lingkungan secara bertanggung jawab. SosialMasyarakat mulai mengharapkan perusahaan untuk bertanggung jawab terhadap berbagai kegiatan operasi bisnisnya terutama di bidang sosial, seperti memperhatikan hak-hak pekerja dan memastikan bahwa produk yang dihasilkan tidak merugikan masyarakat.  Tata Kelola Perhatian terhadap tata kelola berkaitan dengan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan bisnis. Munculnya skandal bisnis dan praktik bisnis tidak etis membuat masyarakat dan investor semakin memperhatikan tata kelola dalam pengelolaan bisnis. Konsep ESG menekankan bahwa perusahaan tidak hanya harus fokus pada keuntungan finansial, tetapi juga harus memperhatikan dampak yang ditimbulkan pada lingkungan, masyarakat, dan praktik bisnis yang baik. Ini membantu memastikan bahwa bisnis dapat berlangsung secara berkelanjutan dan bertanggung jawab. Sejarah Singkat ESG Pada tahun 1800-an pelaku bisnis menggunakan pendekatan etis & normatif melalui filantropi untuk mendukung keberlanjutan perusahaan. Indikator dari keberlanjutan perusahaan dilihat dari kinerja bisnis perusahan. Pada prinsipnya, pendekatan yang digunakan harus sejalan dengan kepentingan stakeholder dengan mempertimbangkan praktik bisnis perusahaan, ekuitas, keterlibatan karyawan, perlindungan konsumen, keterlibatan masyarakat sekitar hingga dengan inklusi keuangan serta memperhatikan aspek lingkungan.  Tahun 1900-an mulailah muncul pemberdayaan masyarakat (community development) di tengah adanya kemiskinan dan ketidaksetaraan yang dialami oleh masyarakat Afrika. Pemberdayaan masyarakat hadir sebagai tanggapan dalam mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat. Corporate Social Responsibility (CSR) yang pertama kali terjalin antara perusahaan dan masyarakat pada tahun 1970-an. Program-program CSR yang dilakukan perusahaan tersebut, banyak menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam setiap kegiatannya. Kerangka pertama untuk penilaian CSR disusun oleh Donna J. Wood. Pada tahun 2007, Michael Porter seorang guru manajemen Amerika memperkenalkan konsep Creating Shared Value (CSV). Dalam CSV ini, dimaksudkan untuk memasukkan peran sosial dalam strategi bisnis perusahaan sebagai satu kesatuan tahapan supply chain mulai dari produksi, pengemasan hingga pemasaran. Pada tahun 2008 adanya krisis keuangan global menyebabkan Triple Bottom Line diharuskan untuk menyertakan tata kelola untuk membantu perusahaan sebagai salah satu pembaharuan dan kesadaran bagi perusahaan. Sehingga munculnya tren perusahaan dalam meningkatkan praktik pengelolaan dengan standar etika dan standar transparansi (good governance). Perjanjian Paris turut menjadi sejarah perkembangan ESG di dunia, dimana adanya kesepakatan global yang mengikat berbagai negara untuk turut berkontribusi dalam menghadapi perubahan iklim.  Baca lainnya: CSR, ESG, dan SDGs: Apa Bedanya? Mana yang Terbaik? Manfaat Penerapan ESG bagi Perusahaan ESG merupakan sebuah peluang bagi perusahaan dalam menciptakan sustainable business. Selain itu, banyak manfaat yang tentunya akan didapatkan perusahaan dalam mengimplementasikan ESG, diataranya  Investor relations  Investor, terutama institusi mengharapkan untuk melihat kebijakan dari ESG dan juga praktik di perusahaan. Termasuk didalamnya berkaitan dengan tata kelola yang baik (misalnya, perencanaan suksesi, independensi auditor), pelacakan kepatuhan, dan kepemimpinan industri. Effective risk management Manajemen risiko menjadi lebih efektif dengan praktik ESG yang baik, misalnya, paparan yang lebih sedikit terhadap gangguan dan kontroversi rantai pasokan; pengurangan beban regulasi; peningkatan nilai merek; dan goodwill tercermin di neraca. Cost reductions Program-program ESG mengurangi biaya SDM, misalnya dengan menarik talenta dari kumpulan karyawan potensial yang lebih luas dan membatasi biaya terkait pergantian karyawan. Enhanced value Penelitian telah menunjukkan bahwa portofolio perusahaan dengan insiden ESG paling sedikit mengungguli pasar ekuitas global sebesar 11%. Semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa praktik ESG dapat menghasilkan kinerja keuangan yang lebih baik dan peningkatan nilai pemegang saham. Access to new markets Perusahaan dengan rekam jejak ESG yang kuat mendapatkan akses ke pasar baru, misalnya Milenial atau konsumen yang sadar lingkungan atau sosial Kesimpulan Aspek lingkungan, sosial dan tata kelola atau ESG menjadi sebuah elemen penting bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnis yang bertanggung jawab. Pasalnya, ESG (Environmental, Social, and Governance) merupakan tiga faktor kunci yang dapat mempengaruhi nilai dan reputasi sebuah perusahaan. ESG juga mencerminkan bagaimana perusahaan mengelola masalah lingkungan, sosial, dan tata kelola yang penting bagi stakeholders, seperti investor, karyawan, konsumen, dan masyarakat. Perusahaan yang memiliki nilai ESG yang baik akan lebih dapat mempertahankan nilai dan reputasinya jangka panjang, serta lebih dapat memenuhi kebutuhan dan harapan dari stakeholder.
Olahkarsa Official on
Pentingnya evaluasi program csr
Uncategorized

Evaluasi Program CSR: Penting atau tidak?

Pelaksanaan atau implementasi program CSR sebagai inisiatif bentuk tanggung jawab dan keikutsertaan atau partisipasi perusahaan terhadap kehidupan atau masyarakat  telah menjadi bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas bisnis perusahaan. Bentuk kegiatan pengembangan masyarakat atau community development menjadi bentuk kegiatan yang banyak diminati saat ini. Serangkaian aktivitas disusun dan dikemas menjadi sebuah program yang diharapkan dapat menjawab kebutuhan masyarakat dan dapat menjadi stimulus untuk mendukung kemandirian serta peningkatan kesejahteraan di masa depan.  Menjadi sebuah komitmen dan tanggung jawab bagi perusahaan untuk mengalokasikan sumber dayanya dalam mendukung terlaksananya program-program CSR serta mengupayakannya agar  mampu menciptakan kebermanfaatan yang berkelanjutan. Dari alokasi sumber daya tersebut, sepatutnya juga dibarengi dengan adanya aktivitas evaluasi, hal ini penting untuk mendapatkan feedback dari beneficiaries dan stakeholder tentang implementasi program. Evaluasi program CSR  mengacu pada proses menilai dampak sosial dan lingkungan perusahaan, serta upayanya untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan, perilaku etis, dan hubungan positif dengan pemangku kepentingan. Sederhananya, tujuan evaluasi program CSR adalah untuk mengukur kinerja perusahaan dalam memenuhi tanggung jawab sosial dan lingkungannya, dan untuk mengidentifikasi bidang-bidang yang dapat ditingkatkan praktiknya. Evaluasi program CSR biasanya melibatkan langkah-langkah berikut: Menentukan ruang lingkup evaluasi, termasuk isu-isu sosial dan lingkungan yang akan dievaluasi, pemangku kepentingan yang harus dipertimbangkan, dan jangka waktu evaluasi. Mengumpulkan data dari berbagai sumber, termasuk laporan dan pengungkapan perusahaan sendiri, laporan dan penilaian pihak ketiga, dan feedback pemangku kepentingan. Menganalisis data untuk menilai kinerja perusahaan di berbagai bidang CSR, seperti praktik ketenagakerjaan, hak asasi manusia, dampak lingkungan, keterlibatan masyarakat, dan perilaku etis. Tolok Ukur: Kinerja perusahaan dibandingkan dengan standar industri dan praktik terbaik, serta dengan kinerjanya sendiri di tahun-tahun sebelumnya. Pelaporan. Temuan evaluasi CSR kemudian dilaporkan kepada pemangku kepentingan internal dan eksternal, termasuk manajemen perusahaan, karyawan, investor, pelanggan, dan publik. Evaluasi CSR menjadi hal penting sebab beberapa alasan. Pertama, membantu perusahaan mengidentifikasi area di mana mereka dapat meningkatkan kinerja sosial dan lingkungan mereka, yang dapat mengarah pada penghematan biaya, peningkatan reputasi, dan hubungan yang lebih baik dengan pemangku kepentingan. Kedua, memberikan transparansi dan akuntabilitas kepada pemangku kepentingan, yang dapat membantu membangun kepercayaan dan loyalitas. Terakhir, evaluasi CSR dapat mendorong perubahan positif dengan mendorong perusahaan untuk mengadopsi praktik yang lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab. Di Indonesia, evaluasi CSR merupakan aspek penting dari tanggung jawab sosial perusahaan. Pemerintah Indonesia telah menerapkan kebijakan untuk mendorong perusahaan menerapkan praktik yang bertanggung jawab dan berkelanjutan, termasuk kewajiban bagi perusahaan untuk melaporkan kinerja sosial dan lingkungannya. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengembangkan alat penilaian CSR  dikenal sebagai Program Peringkat Kinerja Lingkungan (PROPER) yang menilai kinerja lingkungan perusahaan di berbagai sektor. Program menilai perusahaan berdasarkan berbagai kriteria, termasuk kepatuhan terhadap peraturan lingkungan, efisiensi sumber daya, pengelolaan limbah, dan keterlibatan masyarakat. Perusahaan diberi peringkat biru, hijau, kuning, atau merah, tergantung pada tingkat kinerja lingkungannya. Kriteria dan ketentuan ini diatur dalam PERMELHK No.1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain PROPER, terdapat beberapa inisiatif lain di Indonesia yang mempromosikan evaluasi dan pelaporan CSR. Jaringan Global Compact Indonesia misalnya, mendorong perusahaan untuk mengadopsi sepuluh prinsip UN Global Compact tentang hak asasi manusia, tenaga kerja, lingkungan, dan anti-korupsi, serta memberikan panduan tentang pelaporan dan evaluasi. Khususnya bagi perusahaan-perusahaan BUMN secara khusus juga diarahkan oleh Kementreian BUMN untuk melakukan pegukuran dampak atau evaluasi. Produk-produk yang turut menerjemahkan arahan tersebut diantaranya tertuang dalam PERMENBUMN No PER-05/MBU/042021 tentang Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan tentang evaluasi program-program TJSL khususnya dalam pasal 22. Dikuatan lagi dengan 5 Prioritas Utama Transformasi TJSL BUMN terutama di poin A yaitu Fokus pada Dampak, yang artinya Perusahaan BUMN harus meningkatkan dampak program TJSL melalui refocusing program TJSL pada bidang-bidang tertentu dan melakukan pengukuran dampak.     Secara keseluruhan, evaluasi CSR/TJSL merupakan aspek penting dari tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia yang membantu mempromosikan pembangunan berkelanjutan, akuntabilitas, dan transparansi. Dengan mendorong perusahaan untuk menerapkan praktik yang bertanggung jawab, evaluasi CSR dapat membantu mengatasi tantangan sosial dan lingkungan di Indonesia, sekaligus meningkatkan reputasi dan daya saing perusahaan. Beberapa tools yang daat membantu perusahaan untuk melakukan evaluasi CSR/TJSL adalah Social Return on Investment (SRoI), Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM), Stakeholder Engagement, Social License Index (SLI), dan Social Impact Assessment (SIA).
Olahkarsa on
Apa itu Jejak Karbon dan Cara Menghitungnya
Uncategorized

Apa itu Jejak Karbon dan Cara Menghitungnya

Carbon footprint atau jejak karbon merupakan istilah sederhana untuk dampak negatif dari emisi yang kita hasilkan. “Ukuran” jejak karbon yang kita hasilkan bergantung pada banyak faktor. Faktor utamanya adalah jumlah emisi gas rumah kaca (GRK) yang dilepaskan ke atmosfer oleh aktivitas tertentu. Manusia, barang, hingga seluruh industri yang sedang berjalan saat ini memiliki jejak karbon. Jejak karbon kita sebagai manusia mencakup emisi dari berbagai macam sumber, mulai dari transportasi harian, makanan yang kita makan, pakaian yang kita beli, semua yang kita buang,dan banyak lagi. Untuk menghentikan kerusakan iklim dan menghindari dampak terburuknya, kita setidaknya perlu melakukan dua hal: beralih ke ekonomi rendah karbon dan berkomitmen dalam menjaga alam dan lingkungan. Apa itu Jejak Karbon? Menurut Mike Berners-Lee, seorang profesor di Lancaster University di Inggris dan penulis The Carbon Footprint of Everything, Carbon footprint adalah “jumlah total dari semua emisi gas rumah kaca yang harus terjadi agar suatu produk dapat diproduksi atau untuk melakukan suatu kegiatan”. Mike Berners-Lee Bagi sebagian besar masyarakat di negara maju, produk dan aktivitas ini cenderung masuk ke dalam empat kategori utama: penggunaan energi rumah tangga, transportasi, makanan, dan lainnya, yang sebagian besar merupakan produk yang kita beli, mulai dari pakaian, mobil, hingga elektronik. Jejak karbon perorangan adalah total gabungan dari produk yang mereka beli dan gunakan, aktivitas yang mereka lakukan, dan sebagainya. Seseorang yang secara teratur mengonsumsi daging sapi akan memiliki jejak makanan yang lebih besar daripada temannya yang vegan, tetapi jejak karbon keseluruhan teman orang tersebut mungkin lebih besar jika dia berkendara satu jam untuk bekerja dan kembali dengan mobil setiap hari sementara pemakan daging bersepeda ke kantornya. Bagaimana Carbon Footprint dapat Menyebabkan Perubahan Iklim? Karbon dioksida (CO2) menangkap panas yang dipancarkan oleh matahari dan permukaan bumi dan melepaskan panas itu ke atmosfer kita. Saat kita membakar bahan bakar fosil dan menebangi hutan, konsentrasi gas rumah kaca yang tinggi, khususnya karbon dioksida, mengancam peningkatan suhu permukaan bumi rata-rata ini ke tingkat yang tidak dapat ditolerir dan menyebabkan banyak dampak yang mengancam jiwa. Tingkat karbon dioksida di atmosfer telah meningkat lebih dari 40 persen sejak pertengahan abad ke-18, dan ahli klimatologi memperkirakan bahwa tingkat saat ini sama tingginya dengan yang pernah terjadi dalam 14 juta tahun. Saat tingkat karbon dioksida terus meningkat, memicu kenaikan suhu lebih lanjut, efeknya termasuk peningkatan pengasaman laut, kenaikan permukaan laut, badai yang lebih sering terjadi, kepunahan spesies massal, kelangkaan pangan, dan ketimpangan ekonomi yang lebih besar. Cara Hitung Jejak Karbon Berners-Lee menyebutkan bahwa pengukuran atau perhitungan jejaki karbon itu “penting, tapi tidak mungkin”. Hal ini disebabkan karena sulitnya menghitung jejak karbon yang akurat. Melansir laman National Geographic, yaitu cara menghitung jejak karbon pribadi untuk penerbangan komersial. Dalam hal ini, perhitungannya mudah. Ambil berapa banyak bahan bakar yang dibakar pesawat dan berapa banyak gas rumah kaca yang dipancarkan selama penerbangan dan bagi dengan jumlah penumpang. Tetapi jejaknya lebih besar untuk penumpang first class dan business, karena mereka mengambil lebih banyak ruang dan karena biayanya yang lebih tinggi. Pertimbangan lain termasuk berapa banyak kargo yang dibawa pesawat, dan ketinggian terbang pesawat. Contoh lain adalah penghitungan jejak karbon dalam industri otomotif pembuatan mobil. Emisi yang terjadi di pabrik perakitan dapat dihitung melalui pembangkitan listrik untuk menyalakan pabrik itu, pengangkutan bahan bakar, semua item komponen, pabrik tempat pembuatan komponen, pembuatan mesin yang digunakan di pabrik tersebut dan di pabrik perakitan, dan seterusnya, hingga ekstraksi mineral yang menjadi bahan penyusun mobil. Karena kompleksitas yang terlibat dalam perhitungan tersebut, Berners-Lee mengakui bahwa dalam kasus seperti itu “tidak pernah mungkin untuk benar-benar akurat.” Untuk itu, dalam beberapa tahun terakhir, banyak kalkulator jejak karbon yang memudahkan kita dalam menghitung pengeluaran emisi. Dengan memasukkan informasi tentang penggunaan energi rumah tangga kita, konsumsi makanan, dan kebiasaan bepergian, misalnya, kalkulator ini bertujuan memberi kita perkiraan jumlah gas rumah kaca yang dipancarkan untuk mendukung gaya hidup. Jejak Karbon dalam Kehidupan Sehari-hari Aktivitas manusia yang dapat menimbulkan jejak karbon seperti penggunaan kendaraan, penggunaan energi listrik yang berlebihan hingga konsumsi makanan. Transportasi: Mobil dan pesawat adalah salah satu penyumbang emisi terbesar. Mengendarai mobil menambah rata-rata 2,4 ton CO2 dalam setahun, tapi satu kali penerbangan pesawat bisa menambah 1,6 ton CO2. Air Conditioner: AC di rumah kita secara teratur menambah sekitar 1,5 ton CO2 dalam setahun. Itu karena sebagian besar bangunan di sekitar kita masih ditenagai oleh sumber energi “kotor” seperti batu bara dan gas, bukan sumber terbarukan seperti matahari dan angin. Makanan: Makan daging menambah sekitar 0,8 ton jejak karbon per tahun. Hal ini berbanding lurus dengan energi yang dibutuhkan untuk menanam dan memanen tanaman yang memberi makan ternak. Cucian: Mencuci dan mengeringkan pakaian bisa menambah sekitar 0,46 ton CO2 selama setahun Baca Lainnya : Hukum dan Standar ISO LCA (Life Cycle Assessment) Cara Mengurangi Carbon Footprint Jejak karbon akan sulit untuk dihilangkan sepenuhnya. Saat ini, yang dapat kita lakukan untuk membantu menyelamatkan bumi adalah dengan melakukan hal-hal kecil yang dapat dimulai dari diri sendiri, sehingga jejak karbon pribadi bisa dikurangi. Ini beberapa caranya. Perbanyak makan buah dan sayuran serta kurangi konsumsi daging. Hewan ternak adalah salah satu penyumbang gas rumah kaca tertinggi. Pilih makanan yang diproduksi dan dibudidayakan secara lokal. Makanan yang dikirim dari area yang jauh, bisa sampai ke tempat kita karena menggunakan kendaraan yang menyumbang jejak karbon tinggi. Jangan terlalu sering membeli baju baru. Baju yang lama sebaiknya diolah atau disumbangkan kepada orang yang membutuhkan. Limbah baju bekas saat dibiarkan menumpuk akan menghasilkan gas metana yang merupakan gas rumah kaca. Saat berbelanja, bawa tas belanja sendiri untuk mengurangi sampah plastik Belanja seperlunya saja agar tidak banyak yang dibuang saat tidak terpakai dan malah menjadi limbah. Matikan lampu saat tidak digunakan Batasi penggunaan pendingin ruangan. Ganti bola lampu dengan yang hemat energi. Lebih memanfaatkan transportasi umum daripada kendaraan pribadi Jika memungkinkan, saat pergi naik pesawat, pilih penerbangan tanpa transit untuk menghemat bahan bakar yang digunakan.
Olahkarsa on
Apa itu Theory of Change (ToC)?
Community Development, CSR

Apa itu Theory of Change (ToC)? Pengertian, Manfaat, dan Cara Kerja

Table of Contents
Teori Perubahan (Theory of Change) sekarang menjadi salah satu hal wajib bagi para ideator dan project manager dalam mendesain sebuah program/proyek yang efektif. Mengapa demikian? Ini karena Teori Perubahan akan memberikan panduan tentang bagaimana beragam intervensi tersusun dan dapat terlaksana secara runtut sehingga sasaran (objective) dapat tercapai dan memberikan hasil (outcome) dan dampak (impact) yang diinginkan. Di tengah semakin sulitnya memperoleh dana untuk melakukan intervensi pembangunan, dan sengitnya persaingan antar-lembaga di segala bidang untuk mempertunjukkan keefektifan pendekatan yang masing-masing usulkan, Teori Perubahan dalam desain proyek akan memberikan keunggulan kompetitif dan peluang lebih besar bagi suatu proyek dalam mencapai tujuannya, yaitu membangkitkan dan memberikan manfaat bagi para penerima-manfaatnya. Seperti halnya metode perencanaan dan evaluasi yang baik untuk perubahan sosial, Teori Perubahan menuntut para peserta untuk memperjelas tujuan jangka panjang, mengidentifikasi indikator keberhasilan yang terukur, dan merumuskan tindakan untuk mencapai tujuan. Pengertian Theory of Change (ToC) Teori Perubahan pada dasarnya adalah deskripsi dan ilustrasi yang komprehensif tentang bagaimana dan mengapa perubahan yang diinginkan diharapkan terjadi dalam konteks tertentu. Hal ini berfokus pada pemetaan atau “pengisian” apa yang telah digambarkan sebagai “perantara yang hilang” antara apa yang dilakukan program atau inisiatif perubahan dan bagaimana hal ini mengarah pada pencapaian tujuan yang diinginkan. Hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat sebuah Kerangka Hasil, lalu mengidentifikasi tujuan jangka panjang yang diinginkan. Kemudian menyusun dan mengidentifikasi secara detail semua kondisi atau hasil yang harus ada (dan bagaimana ini terkait satu sama lain) agar tujuan itu terjadi. Kerangka Hasil memberikan dasar untuk mengidentifikasi jenis kegiatan atau intervensi apa yang akan mengarah pada hasil yang diidentifikasi sebagai prasyarat untuk mencapai tujuan jangka panjang. Dengan Kerangka Hasil ini, hubungan yang tepat antara aktivitas dan pencapaian tujuan jangka panjang dapat dipahami dengan lebih baik. Ini mengarah pada perencanaan yang lebih baik, di mana aktivitas terkait dengan pemahaman terperinci tentang bagaimana perubahan sebenarnya terjadi. Ini juga mengarah pada evaluasi yang lebih baik, karena dimungkinkan untuk mengukur kemajuan menuju pencapaian tujuan jangka panjang yang melampaui identifikasi keluaran program. Baca juga: Monitoring Program CSR lebih Efektif dengan SR APP modul CSR Monev (MNE-1001) Manfaat Theory of Change (ToC) Merujuk pada theoryofchange.org, kelebihan dalam penggunaan ToC adalah penggunaan proses berpikir logis dan kritis dalam hal perencanaan, perancangan, implementasi dan evaluasi program untuk perubahan konteks, serta refleksi yang bijak melalui partisipasi aktif antara fasilitator dan stakeholder. Berikut 7 manfaat penggunaan Theory of Change (ToC) Memberikan gambaran besar tentang masalah yang berkaitan dengan lingkungan atau situasi di luar kontrol​ Menunjukkan banyak jalan dan upaya berbeda dalam menuju perubahan​ Mendeskripsikan bagaimana dan mengapa perubahan akan terjadi​ Melengkapi kalimat “Jika kita melakukan X maka Y akan berubah karena…”​ Menyajikan informasi dalam bentuk diagram dengan teks naratif​ Menyajikan informasi dalam bentuk diagram yang fleksibel sesuai kebutuhan termasuk proses berulang (cyclical processes), lingkaran timbal balik (feedback loops), satu kotak dapat mengarah ke sejumlah kotak lain, dan sebagainya​ Memudahkan penyusunan desain dan evaluasi program. Cara Menyusun Theory of Change (ToC) Proses penyusunan ToC bergantung pada penentuan goals atau tujuan jangka panjang dan mengidentifikasi kebutuhan atau cara dalam mencapai tujuan tersebut. ToC menggunakan pemetaan mundur yang mengharuskan perencana untuk berpikir mundur dari tujuan jangka panjang ke perubahan jangka menengah dan kemudian perubahan jangka awal yang diperlukan untuk menyebabkan perubahan yang diinginkan. Konsep ini dapat menciptakan serangkaian hasil yang terhubung yang dikenal sebagai “jalur perubahan”. Sebuah “jalur perubahan” secara grafis mewakili proses perubahan seperti yang dipahami oleh para perencana inisiatif dan merupakan kerangka di mana elemen-elemen lain dari teori dikembangkan. Berikut 6 tahapan menyusun Theory of Change (ToC): Mengidentifikasi goals atau tujuan jangka panjang Melakukan pemetaan mundur dan menghubungkan strategi yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut serta menjelaskan mengapa strategi tersebut diperlukan dan logis. Mengidentifikasi asumsi dasar tentang konteks. Mengidentifikasi intervensi yang akan dilakukan untuk menciptakan perubahan yang dinginkan. Mengembangkan indikator untuk mengukur hasil dan kinerja inisiatif perubahan. Menulis narasi untuk menjelaskan inisiatif perubahan. Baca juga: CSR, ESG, dan SDGs: Apa Bedanya? Mana yang Terbaik? Berikut merupakan komponen utama dalam (bentuk tabel) yang disarankan dalam membuat ToC yang komprehensif. Mengidentifikasi ‘mengapa, apa, siapa, kapan, dan bagaimana’ yang menghubungkan setiap elemen dengan intervensi yang lebih besar dapat menjadi cara yang berguna untuk lebih memahami proses perubahan.​ Summary StatementSatu kalimat yang mendeskripsikan keterkattan antara intervensi, proses perubahan dan ultimate goal, yang seringkali menggunakan pernyataan berikut: “Jika dilakukan X maka terjadi Y karena..”​Problem Statement​ldentifikasi masalah dan memeriksa akar masalah ​​Overall Goal​Setelah masalah teridentifikasi beserta akarnya, lalu lakukan identifikasi tujuan yang ingin dicapai dan bagaimana kKesuksesan akan diidentifikasi.​Change Process​ldentifikasi mekanisme perubahan yang menghubungkan input dengan output/hasil jangka pendek dan tujuan jangka panjang ​Change Makers​ldentifikasi milestone, indikator atau alat lain untuk menilai / mengukur tingkat perubahan ​Meta-Theory​Definisikan teori dasar yang membenarkan proses perubahan vang dipilih ​Inputs​Tindakan yang dimaksudkan untuk mengkatalisasi proses perubahan dan kerangka waktu yang sesuai untuk perubahan tersebut.​Actors​ldentifikasi aktor dalam proses perubahan, tentukan peran dan hubungan mereka: ​1. Pengguna akhir (End-user) / Penerima manfaat yang dituju (Intended beneficiaries)​2. Aktor Pelaksana (Implementing actor)​3. Spoiler​4. Pemangku kepentingan eksternal​Domains of Change​Jika dapat diterapkan, identifikasi berbagai alur atau bidang tematik yang harus diatasi untuk mencapai perubahan, yang berpotensi diartikulasikan sebaaai sub-teori ​Internal Risks​ldentifikasi dampak potensial dari program yang dapat merusak keberhasilannya ​Assumptions​ldentifikasi keyakinan, nilai, dan elemen yang tidak dipertanyakan untuk setiap langkah proses perubahan ​External Risks​ldentifikasi risiko eksternal pada program dengan potensi untuk merusak keberhasilannya dan garis besar rencananya untuk mengatasinya ​Obstacles to Success​ldentifikasi hambatan yang mungkin mengancam proses perutbahan dan garis besar rencana untuk mengatasinya​Knock-on Effects​ldentifikasi konsekuensi potensial yang tidak diinginkan dari program, baik positif maupun negatif ​Komponen Utama Theory of Change (ToC) Kalian dapat menggunakan template gambar dibawah ini untuk menyusun Theory of Change (ToC)
Olahkarsa on
Pentingnya Skill Komunikasi Interpersonal dalam Program Pengembangan Masyarakat
Community Development, CSR, Insight, Sustainability

Pentingnya Skill Komunikasi Interpersonal dalam Program Pengembangan Masyarakat

Artikel ini akan menjelaskan pentingnya skill komunikasi interpersonal dalam program pengembangan masyarakat. Masih banyak stakeholder program pengembangan masyarakat yang masih awam dengan pentingnya keterampilan komunikasi interpersonal. Buktinya coba jawab pertanyaan singkat berikut ini: Apakah Anda pernah mengikuti pelatihan, namun tidak memahami informasi dan ilmu dari narasumber dengan jelas? Jika iya, lalu siapa yang bertanggungjawab dari adanya kegagalan menangkap informasi tersebut?  Ada kemungkinan bahasa yang digunakan oleh narasumber terlalu sulit untuk dipahami masyarakat yang masih awam. Maka dari itu narasumber perlu menambah keterampilan dalam komunikasi interpersonal. Hal tersebut akan membantu untuk proses transfer ilmu dan informasi dapat ditangkap dengan mudah oleh peserta. Sebenarnya hal serupa juga dapat terjadi dalam proses pendampingan program pengembangan masyarakat. Bisa jadi masyarakat yang diam saja ketika pelatihan program CSR dari perusahaan meski belum paham. Hal tersebut kemungkinan takut untuk mengajukan pertanyaan meskipun belum paham. Efeknya sangat berisiko, karena informasi selama pendampingan sangat penting bagi masyarakat. Maka dari itu, perusahaan disarankan memberikan pelatihan keterampilan komunikasi interpersonal kepada tim CSR yang terjun ke lapangan. Singkatnya yang dimaksud dengan komunikasi interpersonal adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain (Hidayati, 2021). Komunikasi interpersonal dibagi menjadi dua yaitu verbal dan non-verbal. Komunikasi verbal sangat penting untuk menyampaikan informasi secara langsung dan mudah diterima oleh masyarakat.  Sedangkan komunikasi non verbal berfungsi untuk menyakinkan sesuatu yang kita ucapkan, menunjukkan empati / emosi / perasaan kepada lawan bicara.  Kedua jenis komunikasi tersebut wajib dimiliki dan tidak dapat dipilih hanya salah satu yang dominan (BINUS University, 2022). Bagaimana caranya perusahaan dapat melatih tim CSR dalam memiliki kemampuan komunikasi interpersonal? Mudah saja dengan mengundang pelatih yang ahli dalam komunikasi dari berbagai lembaga yang tersedia di Indonesia. Namun, akan lebih baik jika pelatihannya dilakukan secara luring sehingga memungkinkan untuk langsung praktik.  Praktik komunikasi interpersonal dalam pelatihan pengembangan masyarakat dapat dikombinasikan dengan permainan. Mengapa permainan di tengah pelatihan sangat penting? Karena pada dasarnya ada batas waktu manusia dalam penerimaan informasi, maka dari itu penting jeda permainan di tengah pelatihan. Melalui keterampilan komunikasi interpersonal, maka permainan di tengah pelatihan akan terasa hidup dan seru. Berikut rekomendasi contoh permainan yang dapat diterapkan: Baca juga: Wajib Tahu! 3 Strategi Community DevelopmentPenting! 8 Indikator Community DevelopmentKetahui 7 Tahapan Community Development! Permainan Membentuk Kelompok: Banjir, Kebakaran, dan Angin Ribut Permainan ini akan meminta partisipan untuk membentuk sebuah kelompok dengan jumlah sesuai kata kunci. Tiga kata kuncinya dapat dibuat seperti ini: banjir (3 orang), kebakaran (5 orang), dan angin ribut (7 orang). Instruksi tersebut dapat diulangi beberapa kali supaya partisipan hafal. Selanjutnya ajak partisipan membentuk lingkaran besar kemudian bergerak ke kanan. Sambil bergerak di lingkaran dapat bertepuk tangan dan menepuk paha dengan bernyanyi: prok-prok bom, prok-prok bom. Setelah beberapa kali, maka teriakan kata kunci. Misalnya banjiirrr!!! Maka partisipan harus berkelompok tiga orang. Regu Tembak Ajak partisipan membentuk kelompok yang masing-masing berisi tiga orang. Ketiga anggota dalam kelompok memiliki fungsi masing-masing. Baris belakang adalah ISI, bagian tengah disebut KOKANG, dan depan merupakan DOR. Kemudian dicoba masing-masing partisipan berteriak dari yang belakang: ISI! KOKANG! DOR! Khusus untuk bagian DOR usai berteriak menujuk kelompok lawan yang diberi instruksi bergantian. Ketentuan kelompok yang mati atau kalah adalah  1) tidak di-DOR, tapi bereaksi, 2) di-DOR tapi tidak bereaksi, 3) berteriaknya tidak berurutan, semisal yang seharusnya ISI diam atau yang depan berteriak ISI dan lain sebagainya. Selamat mencoba dalam pelaksanaan komunikasi interpersonal dan kombinasi permainan! Baca juga:3 Cara Mengembangkan Strategi Sustainability Perusahaan: Ambisi dan Transisi14 Tren Sustainability 2022 untuk Transformasi Bisnis Berkelanjutan9 Bagian Penting dalam Social Mapping untuk PROPER
Olahkarsa Official on
Implementasi Creating Shared Value
Community Development, CSR, CSV, Insight

Implementasi CSV: Perusahaan Jangan Abaikan Kebutuhan Sosial dan Nilai Ekonomi

Berikut alasan dan contoh implementasi Creating Shared Value (CSV) yang mampu memenuhi kebutuhan sosial dan nilai ekonomi masyarakat. Perusahaan perlu melihat suatu kebutuhan sosial di lingkungan sekitarnya, jadi tidak hanya profit yang menjadi tujuan utamanya. Sebenarnya ada manfaat yang didapatkan perusahaan dalam mempertimbangkan kebutuhan sosial di lingkungan sekitarnya. Selain mendapatkan legitimasi dari masyarakat, perusahaan dapat menjadikannya sebagai peluang dalam inovasi perkembangan usaha.  Contoh praktis dari Perum Jasa Tirta II melihat kebutuhan masyarakat sekitar terkait solusi dalam mitigasi banjir di sekitar Sungai Citarum. Perum Jasa Tirta II memberikan solusi dengan penanaman kopi. Kemudian masalah muncul terkait distribusi dan pemasaran kopi dari para kelompok petani di sekitar Sungai Citarum. Maka dari itu Perum Jasa Tirta II kemudian membuat inisiatif coffee shop sebagai unit bisnis baru di properti miliknya Jatiluhur Valley & Resort. Kelompok petani dapat menjadi mitra pemasok untuk coffee shop kopi tarum.  Baca Juga : Mengenal Indikator “Nilai Bersama” dalam Konsep CSV Terkait kebutuhan sosial dan nilai ekonomi di CSV akan mendorong produktivitas perusahaan dengan melibatkan sembilan pilar (Harvard Business School, 2022). Sembilan pilar yang dimaksud di antaranya:  environmental improvement, education, workforce skills, health, worker safety, affordable housing, community economic development, water use, and energy eficiency. Contoh manfaat penerapan pilar tersebut dengan dampak produktivitas yang dihasilkan, kita dapat ambil salah satunya yaitu worker safety. Melalui pilar tersebut, karyawan akan diberi jaminan perlindungan selama kegiatan berlangsung, keluarga dari karyawan akan tenang, sehingga perusahaan tidak akan kehilangan produktivitasnya.  Apakah Anda ingin belajar langsung dari cerita berbagai perusahaan menciptakan produktivitasnya dengan memperhatikan kebutuhan sosial dan nilai ekonomi? Jangan khawatir Olahkarsa menginisiasi sebuah kegiatan yaitu CSR Outlook 2022. Dengan mengusung tema Creating Shared Value: A New Way of Doing Business, akan dibahas mengenai praktik CSV dari melihat kebutuhan sosial dan nilai ekonomi. Kegiatan CSR Outlook 2022 akan dilaksanakan pada tanggal 25 November 2022 di Jatiluhur Valley & Resort, Purwakarta, Jawa Barat dengan mendatangkan 15 narasumber dari berbagai latar belakang. Anda bisa juga langsung melihat contoh inisiatif Coffee Shop Kopi Tarum milik Jatiluhur Valley & Resort dengan memanfaatkan peluang dari adanya kebutuhan sosial masyarakat sekitar. 
Olahkarsa Official on
Hasil Kesepakatan COP27 Mesir 2022
CSR, Insight

HASIL KESEPAKATAN COP27 MESIR 2022: Bahan Inspirasi CSR Perusahaan Dalam Perubahan Iklim

Berikut adalah salah satu dari hasil kesepakatan COP27 yang diselenggarakan di Mesir 2022. Apakah Anda sudah mengetahui COP27? Untuk Anda yang masih asing dengan COP27, maka saatnya untuk mengenal salah satu konferensi internasional tersebut. COP27 merupakan konferensi di bawah naungan organisasi PBB yaitu United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Konferensi tersebut membahas kondisi iklim yang terjadi di dunia dengan mengundang pemimpin negara, lembaga yang bersangkutan, dan beberapa sektor usaha juga turut dilibatkan (COP27 Presidency, 2022). Bahkan Indonesia juga turut berpartisipasi dalam konferensi COP27 di Mesir pada  6 – 18 November 2022.  Perwakilan Indonesia yang turut hadir pun cukup lintas sektor, di antaranya kementerian, akademisi, bisnis, dan NGO (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, 2022a). Perubahan iklim diakui sebagai isu yang sangat kompleks dengan menyangkut bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan. Maka dari itu sudah selayaknya perusahaan juga ikut berkontribusi dalam mitigasi risiko buruk perubahan iklim. Meskipun bidang operasional tidak menghasilkan limbah yang berdampak pada kasus perubahan iklim, tapi sebagai tanggungjawab sosial ke masyarakat, perusahaan memiliki peran yang cukup signifikan untuk isu ini.  Baca Juga : Mengenal Indikator “Nilai Bersama” dalam Konsep CSV Salah satu yang dihasilkan dari COP27 Mesir adalah negara maju siap mendukung FOLU Net Sink 2030 Indonesia (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, 2022b). FOLU Net Sink 2030 Indonesia merupakan sebuah misi para sektor yang mengakui pentingnya peran ekosistem, air tawar, tanah, dan sistem pangan yang kuat dan berkelanjutan. Jika dihubungkan dengan program CSR, maka perusahaan dapat membuat sebuah program yang memiliki relevansi dalam menjaga ekosistem dan ketahanan pangan. Contohnya dengan melakukan pengembangan masyarakat yang berada di sektor pertanian atau kelautan. Bahkan sangat diharapkan juga dalam COP27 tahun 2022 ini beragam sektor dapat bekerjasama dengan masyarakat adat di misi perubahan iklim (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, 2022a). Masyarakat adat memiliki kearifan lokalnya yang perlu dipelajari dalam menjaga kelestarian alam di sekitarnya. 
Olahkarsa Official on
Mengenal Indikator “Nilai Bersama” dalam Konsep CSV
Uncategorized

Mengenal Indikator “Nilai Bersama” dalam Konsep CSV

Mari mengenal indikator “nilai bersama” dalam konsep Creating Shared Value. Akhir-akhir ini konsep Creating Shared Value (CSV) sering dibicarakan oleh beberapa perusahaan, terutama buat perusahaan yang tergabung dalam BUMN karena muncul Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/04/2021. Tapi tidak hanya perusahaan BUMN saja yang diharapkan dapat mengimplementasikan CSV, melainkan perusahaan di luar BUMN juga diberikan ruang untuk menjalankannya. Namun, sebenarnya bagaimana konsep CSV yang ditawarkan kepada perusahaan? Merujuk pada Harvard Business Review tulisan Michael E. Porter dan Mark R. Kramer, CSV adalah sebuah konsep dalam strategi bisnis yang menekankan pentingnya memasukkan masalah dan kebutuhan sosial dalam perancangan strategi perusahaan dengan menekankan pada nilai bersama. Dalam hal ini ditekankan pada “nilai bersama” sebagai indikator penting sehingga sebuah program layak disebut sudah menjalankan konsep CSV. Lantas apa yang dimaksud dengan nilai bersama? Konsep CSV Menekankan Indikator “Nilai Bersama” Sebenarnya premis yang ditawarkan pada indikator nilai bersama di dalam konsep CSV adalah kemajuan ekonomi dan sosial harus ditangani dengan menggunakan prinsip-prinsip nilai. Sederhananya nilai yang dimaksud jika dalam bidang bisnis adalah laba, sehingga masih banyak yang menggunakan definisi nilai hanya dalam lingkup ekonomi saja. Maka dari itu CSV hadir dengan menawarkan konsep nilai sebenarnya dapat diterapkan dalam lingkup sosial maupun ekonomi.  Lingkup sosial selama ini hanya dipandang sebatas masalah saja, sehingga ketika perusahaan hadir menyelesaikan masalah tersebut hanya memiliki sudut pandang “mencairkan uang secara cuma-cuma untuk kebermanfaatan membantu masalah”. Sudut pandang tersebut yang ingin diubah oleh konsep CSV, bahwa dengan menekankan nilai bersama adalah manfaat terhadap relatif efisiensi biaya, bukan hanya sebatas manfaat saja. Maka dari itu konsep nilai bersama ini dapat diarahkan sebagai kebijakan dan praktik operasi yang meningkatkan daya saing sebuah perusahaan sekaligus memajukan kondisi ekonomi dan sosial di masyarakat tempatnya beroperasi.  Baca juga : 20 Perusahaan Indonesia yang Menerapkan CSV Versi Olahkarsa Untuk mengetahui definisi secara praktis dalam implementasi nilai bersama di konsep CSV tersebut, Olahkarsa menginisiasi sebuah kegiatan yaitu CSR Outlook 2022. Dengan mengusung tema Creating Shared Value: A New Way of Doing Business, akan dibahas mengenai inisiatif CSV dari berbagai perusahaan dimana adanya sebuah nilai bersama yang dapat menciptakan impact positif baik untuk perusahaan maupun masyarakat. Kegiatan CSR Outlook 2022 Roundtable Discussion akan dilaksanakan pada tanggal 25 November 2022 di Jatiluhur Valley & Resort, Purwakarta, Jawa Barat dengan mendatangkan 15 narasumber dari berbagai latar belakang.  Register CSR Outlook 2022 Roundtable Discussion disini : csroutlook.olahkarsa.com
Olahkarsa on
Indikator Employee Engagement
Conflict Resolution, CSR, Insight

Indikator Employee Engagement

Mungkin beberapa dari kita sudah memahami apa saja indikator employee engagement di perusahaan. Tujuannya adalah tentu saja untuk mengetahui mutu dan kinerja karyawan, tetapi hasilnya belum juga terlihat. Dalam menyusun dan mengimplementasikan employee engagement, penting bagi perusahaan untuk tidak sekedar mengetahui apa itu employee engagement. Perusahaan juga harus memetakan posisi karyawan di beragam tingkatan employee engagement. Berikut adalah berbagai macam tipe karyawan yang dapat menjadi indikator employee engagement dalam perusahaan. 1. Tidak engaged sama sekali Sama sekali tidak terhubung atau engaged dengan organisasi. Tipe karyawan ini biasanya hanya bekerja untuk mendapatkan upah tanpa memiliki motivasi untuk berkembang. Mereka bahkan tidak memperluas hubungan sosial di lingkungan kerja hingga tidak merasa bahagia. Tipe karyawan yang berada di kategori ini hanya bekerja demi mendapatkan upah dan memenuhi kebutuhan hidup. Dampaknya, mereka tidak memiliki motivasi untuk meningkatkan pengembangan dirinya. Bahkan, beberapa di antaranya terlihat tidak menjalin hubungan sosial dengan lingkungan kerjanya.  Tindakan yang dapat diambil perusahaan bagi karyawan yang berada di tipe ini adalah memenuhi kewajiban kompensasi. Hal ini bertujuan agar karyawan dapat merasa bahwa kebutuhan dasarnya terpenuhi dan dapat mengembangkan area lain dalam pekerjaannya. Yang harus dilakukan perusahaan: Memenuhi kompensasi mendasar agar karyawan merasa kebutuhan mendasarnya terpenuhi. 2. Tidak engage Masih termasuk tidak memiliki motivasi. Tipe karyawan ini dinilai belum engaged dengan perusahaan. Namun, mereka tetep aktif dalam bersosialisasi dan melakukan pekerjaan yang disuruh (tanpa inisiatif lebih). Mereka masih belum mengerti apa arti dari menjadi bagian dari perusahaan. Karyawan yang berada di kategori ini sedikit lebih baik dari kategori pertama. Mereka masih tergolong tidak memiliki motivasi untuk mengembangkan diri. Meski demikian, mereka sudah terlihat berbaur dengan lingkungan kerja dan melakukan pekerjaan dengan inisiatif, meski hanya menyelesaikan dalam batas wajar. Tindakan yang dapat diambil perusahana bagi karyawan yang berada di tipe ini adalah memberikan rasa aman kepada karyawan. Caranya, misalnya dengan menjanjikan pekerjaan dalam rentang waktu yang lebih panjang atau mengubah status karyawan menjadi pekerja tetap. Jika mereka sudah menjadi pekerja tetap, pastikan benefit lain terpenuhi, seperti asuransi kesehatan dan sekuritas lainnya. Yang harus dilakukan perusahaan: Memberikan rasa aman kepada karyawan dengan menjanjikan long term job (posisi permanen) dan kompensasi atau tunjangan yang memancing kebutuhan sekuritas karyawan. 3. Hampir engaged Tipe ini hampir engaged dengan perusahaan, dimana ia sudah mampu melakukan tugasnya dengan benar dan baik. Hanya saja, masih kurang dorongan-alasan-mengapa ia harus melakukan lebih dari sekarang. Karyawan tipe ini juga sudah nyaman bekerja di lingkungan perusahaan. Ciri-ciri karyawan di kategori ini adalah mereka yang melakukan tugasnya dengan baik, tidak hanya ala kadarnya. Mereka juga terlihat sudah nyaman bekerja di lingkungan perusahaan, namun mereka belum terlalu terdorong untuk melakukan lebih dan terus mengusahahakn perkembangan diri. Tindakan yang dapat diambil perusahaan bagi karyawan yang berada di tipe ini adalah mencoba menumbuhkan rasa sense of belonging dengan melibatkan karyawan dalam kegiatan-kegiatan perusahaan. Berikan kesempatan untuk berbicara dengan para manajemen sehingga karyawan ini dapat melihat visi, misi, dan nilai perusahaan secara lebih jelas dan dalam kasus nyata.  Yang harus dilakukan perusahaan: Agar karyawan memiliki sense of belonging, libatkan karyawan dalam kegiatan perusahaan, kalau perlu tarik ke lingkungan manajemen dimana ia bisa melihat visi, misi dan nilai perusahaan lebih jelas lagi. Bisa juga dengan memberikan benefit lebih untuk yang memiliki kinerja atau potensi tinggi. 4. Engaged Kelompok ini dianggap sudah engaged dengan perusahaan karena selain sudah tahu apa saja tanggung jawabnya, ia pun tahu bagaimana cara memaksimalkan kemampuannya untuk perusahaan. Setelah mengerti dan sejalan dengan tujuan perusahaan, ia memiliki dorongan untuk melakukan yang terbaik untuk diri sendiri dan kelompok karena ia tahu kehadirannya penting di dalam perusahaan (terlepas dari apa jabatannya). Karyawan tipe ini sudah tahu apa saja yang menjadi tanggung jawabnya dan berani untuk terus memaksimalkan kemampuannya. Mereka menyadari bahwa kehadirannya penting di dalam perusahaan, sehingga mereka selalu termotivasi untuk melakukan yang terbaik, terlepas apa pun jawabannya.  Tindakan yang dapat diambil perusahaan bagi karyawan yang berada di tipe ini adalah memfasilitasi mereka dengan beragam bentuk pelatihan serta pengembangan. Yang harus dilakukan perusahaan: Terus mendorong dan memfasilitasi kelompok ini dengan pelatihan dan pengembangan yang tepat. 5. Sangat engaged Karyawan ini berada di tingkat teratas dalam teori “Hierarchy of Needs” menurut Maslow. Telah memenuhi segala kebutuhan mendasar serta menyadari peran pentingnya dalam organisasi, karyawan ini benar-benar mencintai pekerjaannya dan siap untuk menginspirasi orang-orang lain di sekitarnya. Tidak hanya menyelesaikan pekerjaan mereka secara tepat waktu dan baik, karyawan tipe ini mencintai pekerjaan dan apa yang ia lakukan di dalam perusahaan. Kita dapat menjadikan karyawan yang berada di tipe ini sebagai contoh dan inspirasi bagi karyawan yang belum terlalu engaged agar dapat mencapai tingkat ini. Tindakan yang dapat diambil perusahaan bagi karyawan yang berada di tipe ini adalah menjanjikan promosi sehingga engagement-nya terhadap perusahaan semakin terdukung dan terus terjalin. Yang harus dilakukan perusahaan: Janjikan posisi yang bisa semakin mendukung engagement-nya terhadap perusahaan. Baca juga: Ada 4 Tantangan Social Enterprise, Apa Saja? Kesimpulan Indikator employee engagement adalah sebuah bentuk loyalitas karyawan kepada profesinya, bukan kepada atasan maupun perusahaannya. Secara tidak langsung ya, kepada perusahaan. Tetapi, karyawan yang mampu merasa loyal, bangga dan tinggi sense of belonging nya akan secara tidak langsung memberikan dampak besar bagi sekitarnya. Hasilnya? Seperti yang kita idamkan selama ini. Tantangannya adalah bagaimana menyusun strategi employee engagement tanpa membuatnya meleset jadi sekadar upaya menyenangkan karyawan. Kenali karyawan-karyawan kita dengan baik, dan berikanlah apa yang mereka butukan untuk dapat menjaga motivasi dan memaksimalkan potensi kerjanya. Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
Olahkarsa Official on
Apa itu Employee Engagement? Kamu Harus Tahu Pentingnya Hal Ini Bagi Perusahaan
Conflict Resolution, CSR, Insight

Apa itu Employee Engagement? Kamu Harus Tahu Pentingnya Hal Ini Bagi Perusahaan

Apa itu Employee Engagement? Employee engagement menjadi salah satu indikator terpenting untuk mengukur kepuasan kerja. Saat ini, karyawan mencari lebih dari sekedar pekerjaan 9-5. Mereka ingin terlibat dalam pekerjaan mereka, bersemangat untuk berkontribusi di tempat mereka bekerja, dan terlibat dengan rekan-rekan mereka. Para peneliti menemukan bahwa 71% manajer berpandangan employee engagement sebagai salah satu faktor terpenting dalam kesuksesan perusahaan secara keseluruhan. Meskipun keterlibatan karyawan dipandang positif di seluruh perusahaan, sebagian besar karyawan tidak benar-benar engage atau melibatkan diri dalam pekerjaan. Hanya 13% karyawan yang mengatakan bahwa mereka terlibat dalam pekerjaan. Keterlibatan atau engagement yang rendah dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk kurangnya pengakuan manajerial, komunikasi perusahaan yang buruk, dan kurangnya keselarasan dengan misi perusahaan. Karyawan yang berkomitmen pada pekerjaan mereka cenderung lebih produktif secara konsisten, menghasilkan lebih banyak penjualan. Perusahaan dengan tingkat keterlibatan yang tinggi melaporkan adanya peningkatan produktivitas sebesar 22%. Jelas, para pemilik bisnis harus mulai melihat employee engagement sebagai tujuan bisnis strategis. Di sini kita akan menemukan apa itu employee engagement dan bagaimana menerapkannya di perusahaan kita. Lalu, apa itu Employee Engagement  Employee engagement adalah sebuah metode yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk menjaga tingkat keterikatan karyawan dengan perusahaan. Umumnya, perusahaan yang sudah fokus pada bisnisnya akan melakukan berbagai cara agar karyawan miliknya bisa lebih engaged dengan perusahaan. Perusahaan akan memperlakukan seluruh karyawannya secara merata untuk mencapai keterikatan melalui metode employee engagement, tanpa mengenal jabatan ataupun hal lainnya. Beberapa program yang termasuk dalam kegiatan employee engagement adalah outing, pelatihan, serta program lain yang mampu meningkatkan keterikatan karyawan dengan perusahaan. Mengapa Employee Engagement penting untuk perusahaan? Keterlibatan karyawan sangat penting untuk semua organisasi karena membantu menciptakan budaya kerja yang lebih baik, mengurangi pergantian staf, meningkatkan produktivitas, meningkatkan hubungan kerja dan pelanggan, dan berdampak pada keuntungan perusahaan. Lebih dari itu, employee engagement membuat karyawan lebih bahagia dan mengubah mereka menjadi pendukung kita yang paling bersemangat. Sebuah survei Employee Benefit News 2017 tentang benefit karyawan menemukan bahwa mayoritas dari 34.000 responden yang memilih untuk berganti pekerjaan adalah karena kondisi yang tidak memuaskan dalam hal keseimbangan kehidupan kerja, kompensasi, hubungan manajemen, dan pekerjaan. Dengan pendekatan dan komunikasi yang tepat dengan karyawan, salah satu dari kondisi ini dapat secara signifikan meningkatkan keterlibatan karyawan kita. Employee engagement umumnya lebih penting di tingkat perusahaan karena dampaknya terhadap operasi bisnis dan profitabilitas. Namun, ini juga membantu para pemimpin dalam memahami kebutuhan karyawan. Selain itu, employee engagement membantu para pemimpin dalam memahami lebih baik bagaimana mengelola tim dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik. Employee engagement pun dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sudut pandang perusahaan serta karyawan Dari sudut pandang perusahaan, employee engagement melihat bagaimana seorang karyawan dapat loyal dalam bekerja. Tidak hanya sekedar menyelesaikan tugas yang diberikan, namun juga dapat menyelesaikan tepat waktu dengan kualitas yang baik, serta mereka pun dapat merasa bangga akan pekerjaan mereka.  Tujuan akhir yang diharapkan perusahaan, jika karyawan dapat engaged dengan baik, adalah untuk meningkatkan produktivitas mereka, serta mempertahankan mereka di perusahaan atau menurunkan tingkat turnover rate. Sedangkan dari sudut pandang karyawan, employee engagement membuat karyawan menyadari perannya dalam perusahaan, sehingga mereka dapat terus merasa bersemangat dalam pekerjaannya. Karyawan jadi memiliki rasa bahwa mereka memberikan kontribusi bagi tujuan kolektif perusahaan. Manfaat Employee Engagement Meningkatkan keterlibatan karyawan juga bermanfaat bagi anggota organisasi kita. Berikut ini adalah beberapa manfaat dari employee engagement. 1. Loyalitas meningkat Dengan berfokus pada keterlibatan karyawan, kita membantu management team bertahan lebih lama di perusahaan. Hal ini membuat loyalitas karyawan tetap tinggi dan biaya churn karyawan menjadi minimal. Komitmen dan ketidaktertarikan yang rendah dapat menyebabkan karyawan mengundurkan diri dengan cepat dan sering. Hanya karena karyawan kita tidak mencari pekerjaan baru bukan berarti mereka tidak berhak menerima tawaran yang lebih baik.  2. Peningkatan produktivitas Karyawan yang terlibat akan bekerja lebih keras dan menyelesaikan lebih banyak karena mereka menikmati apa yang mereka lakukan dan percaya bahwa mereka bernilai bagi perusahaan. Bukankah itu masuk akal? Jika kita tertarik pada sesuatu dan memiliki hubungan dengan apa yang kita lakukan, kemungkinan besar kita akan melakukannya dengan baik dan berinvestasi di dalamnya. Ketika karyawan terlibat, produktivitas keseluruhan meningkat 20-25 persen di tempat kerja modern. Namun, ini dapat dengan cepat hilang jika karyawan terlalu banyak bekerja dan stres. 3. Tingkatkan profitabilitas Tujuan utama bisnis tentunya adalah untuk mendorong dan meningkatkan keuntungan. Bisnis yang memiliki karyawan sangat terlibat menghasilkan penjualan 20% lebih banyak daripada bisnis dengan karyawan yang tidak terlibat. Jika kita dapat mempertahankan karyawan, meningkatkan produktivitas, dan meningkatkan layanan pelanggan, tentunya masuk akal juga penjualan dan keuntungan turut meningkat. Penting juga untuk menginvestasikan kembali waktu dan uang untuk meningkatkan keterlibatan karyawan, karena keuntungan jangka panjang sangat berharga. 4. Peningkatan kepuasan dan kebahagiaan karyawan Karyawan harus puas dengan pekerjaan mereka atau minat dan antusiasme mereka akan berkurang. Karyawan puas dengan kontribusi dan dampak yang mereka berikan ketika keterlibatan mereka tinggi. Ada hubungan antara kinerja mereka dan perusahaan tempat mereka bekerja. Ini juga mengarah pada kebahagiaan keseluruhan, yang bermanfaat bagi keberlangsungan perusahaan, produktivitas, dan lainnya. 5. Karyawan yang terlibat menjadi brand advocates Karyawan yang berpengetahuan luas dan terlibat lebih cenderung menjadi pendukung brand. Ini termasuk pemasaran dari mulut ke mulut, berbagi di media sosial, dan membantu jangkauan pemasaran dan merek perusahaan kita. Karyawan adalah sumber informasi paling terpercaya. Hal ini dikenal sebagai advokasi karyawan, dan secara alami akan terjadi pada karyawan yang terlibat secara masif. Perusahaan kita juga dapat berinvestasi dalam platform yang memberi informasi kepada karyawan, meningkatkan keterlibatan, dan memberi karyawan akses ke konten terbaik untuk dibagikan atas nama perusahaan kita. 6. Kinerja tim yang lebih baik Karyawan yang engaged dengan apa yang dilakukannya tidak hanya akan memberikan dampak positif kepada dirinya sendiri, tetapi juga ke seluruh tim. Ini disebabkan karyawan yang engaged mampu memberikan performa di level tertinggi. Bayangkan jika kita memiliki lebih dari satu karyawan yang engaged di dalam tim? 7. Meningkatkan kesehatan dan keselamatan karyawan Karyawan yang engaged biasanya lebih peka terhadap lingkungan sekitar pekerjaannya. Mereka memiliki tingkat konsentrasi yang tinggi. Ini membuat mereka jarang bertindak ceroboh dan menghindarkan mereka dari berbagai risiko dan masalah. 8. Relasi yang lebih baik Karyawan yang mampu engaged dengan pekerjaan dan perusahaannya biasanya lebih pandai dalam mengatur emosi. Ini berdampak baik pada bagaimana cara mereka menjaga hubungan mereka dengan orang lain, baik itu rekan kerja, teman di luar kerja, bahkan keluarga. 9. Tingkat absensi rendah Kita tahu tingginya tingkat absensi menandakan ada yang salah dengan organisasi kita. Namun, karyawan yang engaged memiliki semangat tinggi untuk selalu mengeluarkan performa terbaiknya setiap hari. Tidak ada alasan bagi mereka untuk menghindari tanggung jawab di kantor dan membolos. Jadi, memiliki karyawan yang engaged akan membantu perusahaan menilai kondisi produktivitasnya. 10. Pelayanan pelanggan lebih baik Karyawan yang mampu berkomitmen terhadap pekerjaan tentu bisa melihat dan menentukan apa yang terbaik bagi pelanggan mereka. Bahkan, mereka bisa memunculkan ide-ide segar lebih cepat dari orang lain karena mereka aktif update kondisi market–semua karena mereka memikirkan pelanggan mereka. Baca juga: Pentingnya Stakeholder Engagement dalam CSR (Corporate Social Responsibility) Kesimpulan Karena karyawan saat ini tidak hanya mencari pekerjaan 9-5 tetapi juga ingin terlibat dalam pekerjaan mereka, para leader bisnis harus mulai melihat keterlibatan karyawan sebagai tujuan bisnis yang strategis. Mulailah peduli tentang keterlibatan karyawan, ciptakan lingkungan yang mengutamakan karyawan, dan berikan karyawan peluang dan berbagai penghargaan. Dengan mengetahui apa itu employee engagement, meningkatkan loyalitas, produktivitas, keuntungan, dan hubungan perusahaan-karyawan bukan lagi sekadar mimpi. Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
Olahkarsa Official on
Hukum dan Standar ISO LCA (Life Cycle Assessment)
CSR, Sustainability

Hukum dan Standar ISO LCA (Life Cycle Assessment)

Hukum dan Standar ISO LCA (Life Cycle Assessment) lainnya wajib diperlukan. Namun, untuk mengembangkannya menjadi teknis sedikit memakan waktu. Untuk melengkapi panduan ini, kami akan menjelaskan apa yang didefinisikan oleh Hukum dan Standar ISO LCA (Life Cycle Assessment). ISO 14000: Standar Manajemen Lingkungan Standar Manajemen Lingkungan ISO 14000 adalah keluarga standar. Mereka mendefinisikan bagaimana perusahaan dan organisasi mengelola tanggung jawab lingkungan mereka. Standar berikut termasuk, seperti yang ditunjukkan oleh angka, untuk keluarga ini. Perangkat lunak LCA dan Perangkat Lunak Manajemen Lingkungan apa pun harus mematuhi standar ini, seperti halnya Platform Intelijen Lingkungan kita sendiri. 1. ISO 14001: Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001 mendefinisikan kriteria yang harus dipatuhi oleh Sistem Manajemen Lingkungan. Ini memastikan bahwa dampak lingkungan diukur dan ditingkatkan. 2. ISO 14021: Klaim dan Label Lingkungan ISO 14021 mendefinisikan bagaimana klaim lingkungan yang spesifik harus dan bagaimana mereka harus dirumuskan dan didokumentasikan. 3. ISO 14040:2006: Kerangka Penilaian Siklus Hidup ISO 14040:2006 mendefinisikan prinsip dan kerangka kerja Penilaian Siklus Hidup. Banyak bagian dari artikel ini didasarkan pada ISO 14040:2006. 4. ISO 14044: Pembaruan ISO 14044 menggantikan versi ISO 14041 sebelumnya menjadi ISO 14043. 5. ISO 14067: Mengukur jejak karbon ISO 14067 mendefinisikan bagaimana jejak karbon produk diukur selama Penilaian Siklus Hidup. 6. ISO 50001:  Manajemen Energi yang Efisien ISO 50001 mendefinisikan Sistem Manajemen Energi. 7. EN 15804: Standar Eropa untuk Deklarasi Produk Lingkungan (EPD) dalam industri konstruksi EN 15804 menentukan penyiapan Deklarasi Produk Lingkungan di industri konstruksi. 8. PAS 2050 & Protokol GRK – Jejak Karbon PAS 2050 dan Protokol GRK adalah standar untuk menentukan dan mengukur emisi. 9. Life Cycle Accounting and Reporting Standard Standar ini mendefinisikan bagaimana Siklus Hidup dapat dipertanggungjawabkan dan dilaporkan. 10. Lingkungan kerangka data GRI Inisiatif Pelaporan Global menyediakan kerangka kerja untuk menilai dampak lingkungan dari perusahaan dan rantai pasokan mereka. 11. European Energy Efficiency Directive (EED) European Energy Efficiency Directive adalah “serangkaian tindakan yang mengikat untuk membantu UE mencapai target efisiensi energi 20% pada tahun 2020. Berdasarkan Directive, semua negara UE diharuskan menggunakan energi secara lebih efisien di semua tahap rantai energi, mulai dari produksi sampai konsumsi akhir.” Sekarang kami telah menetapkan bagaimana pengelolaan lingkungan secara umum dan Life Cycle Assessments, khususnya, mendapatkan standar. Namun, ada beberapa poin kritik terhadap konsep LCA yang layak disebut. 12. PEF (Jejak Lingkungan Produk) dan OEF (Jejak Lingkungan Organisasi) PEF dan OEF saat ini sedang dalam pengembangan. Dengan PEF dan OEF, Komisi Eropa bertujuan untuk menyelaraskan metodologi untuk penghitungan jejak lingkungan produk dan organisasi. Sistem ini telah dikembangkan selama beberapa tahun sekarang, dan pada akhirnya akan memberikan metode penilaian dampak standar, database dengan latar belakang data LCA dan aturan perhitungan untuk berbagai sektor industri (PEFCR). PEF dan OEF akan membangun banyak standar dan norma yang disebutkan di atas. LCA: Criticism Kekhawatiran berikut terkadang muncul ketika berbicara tentang Penilaian Siklus Hidup. Pemikiran Sistem dan batasan LCA mencari perbaikan dalam produk yang ada. Pada skala yang lebih besar, peningkatan ini seringkali hanya kecil. Satu perusahaan mungkin misalnya memilih bahan baku yang lebih berkelanjutan untuk satu produk – padahal pada kenyataannya rantai pasokan produk yang sama sekali berbeda membuat dampak terbesar. Inilah alasan kami membuat Ecochain. Pendekatan jejak berbasis aktivitas kami menciptakan jejak untuk seluruh perusahaan, tetapi juga dapat membuat Penilaian Siklus Hidup pada tingkat produk. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk menemukan titik panas dalam dampak lingkungan mereka – dan untuk menguranginya secara lebih efisien. Selain itu, ini jauh lebih dinamis daripada LCA tradisional – ketika satu aspek dalam rantai berubah, semua data diperbarui secara dinamis. Rata-rata dan sampel, bukan data aktual Seringkali, LCA mengandalkan rata-rata industri karena kurangnya data aktual. Ini dikritik karena tidak akurat. Implikasi sosial hilang LCA tidak memasukkan implikasi sosial. Akan tetapi, aspek sosial seringkali saling berhubungan dengan aspek kelestarian lingkungan. Ini tidak diperhitungkan dalam LCA. Namun, LCA sosial saat ini sedang dalam pengembangan. Intelijen Lingkungan vs. LCA: Activity-based footprinting Perangkat Lunak LCA: Apa yang harus diwaspadaiPerangkat Lunak LCA Tradisional dibuat untuk mengukur satu jejak pada satu waktu. Meskipun ini adalah model bisnis yang bagus untuk konsultan eksternal, penggunaannya untuk bisnis terbatas. Inilah alasannya:LCA tradisional dilakukan dengan tim konsultan LCA eksternal. Mereka menghasilkan beberapa wawasan yang berguna dan menyajikan laporan di akhir analisis. Tetapi jika bisnis kemudian mulai menerapkan rekomendasi, analisis pada dasarnya menjadi tidak berguna. Untuk setiap perubahan, tambahan, dll. Kita perlu menghubungi konsultan lagi. Proses yang tidak efisien, mahal dan memakan waktu. Untuk memberdayakan perusahaan untuk mengambil kendali atas upaya keberlanjutan mereka sendiri, alih-alih mengandalkan konsultan – kami menciptakan dua alat jejak kami Mobius (jejak produk) dan Helix (jejak portofolio penuh). Ecochain Helix – Jejak kaki berbasis aktivitas: 100-an LCA sekaligusJejak kaki berbasis aktivitas adalah pendekatan baru untuk Penilaian Siklus Hidup. Alih-alih menghitung satu LCA pada satu waktu, pendekatan ini memungkinkan perusahaan untuk menghitung LCA dari portofolio produk lengkap mereka – dalam sekali jalan. Berdasarkan arus input dan output perusahaan Anda. Ecochain Mobius: Jejak produk mendalam untuk desain berkelanjutanEcochain Mobius adalah alat jejak produk kami yang mudah. Ini memungkinkan kita mengukur jejak produk kita – hanya dalam 15 menit. Ini mengubah jejak lingkungan dan peningkatan berkelanjutan berbasis data menjadi proses yang cepat dan efisien, dapat diakses oleh semua orang. Tapi Mobius mengambil jejak ke langkah berikutnya: Mobius memberi kita akses ke database dampak lingkungan terbesar di dunia untuk informasi tentang bahan, bahan, atau komponen apa pun. Uji bahan & desain alternatif dan tolok ukur produk kita dengan standar industri. Cobalah sendiri – Mulai uji coba Mobius gratis selama 14 hari sekarang. Baca juga: 7 Subjek Inti ISO 26000 sebagai Rujukan Praktik CSR Penutup Terima kasih telah membaca Hukum dan Standar ISO LCA. Kami harap panduan ini membantu kita semua untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang cara kerja LCA dan bagaimana LCA dapat membantu kita semua. Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
Olahkarsa Official on
Life Cycle Assessment: Panduan untuk Pemula
CSR, PROPER, Sustainability

Life Cycle Assessment: Pengertian dan Tujuan Kajian LCA

Life Cycle Assessment (LCA) mengukur dampak lingkungan dari suatu produk atau layanan. Pelajari semua tentang LCA dalam panduan ekstensif kami. Apa itu LCA? Siapa yang diuntungkan? Bagaimana cara kerjanya? Dalam panduan ini, kita akan mendapatkan ikhtisar non-teknis yang mendalam tentang apa sebenarnya Life Cycle Assessment itu, berbagai pendekatannya, cara kerjanya dalam praktik, dan siapa yang dapat mengambil manfaat darinya. Pendahuluan Organisasi pelapor harus menyatakan hal-hal berikut: a. Profil singkat perusahaan b. Latar belakang kajian, yang berisi alasan pelaksanaan kajian. Organisasi pelapor harus mengungkapkan alasan pelaksanaan kajian dengan jelas, ringkas dan lugas Profil singkat dapat disajikan dalam 1-2 paragraf dan dapat menyertakan sumber informasi resmi profil perusahaan, misalnya di situs web atau media sosial lainnya. Alasan pelaksanaan kajian dijabarkan untuk menjelaskan latar belakang kajian LCA. Alasan tersebut dapat dikaitkan dengan tujuan untuk pengembangan perusahaan, memenuhi kebutuhan pasar, mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan, atau pemenuhan persyaratan dari pemerintah. Contoh alasan pelaksanaan kajian antara lain: a. Untuk peningkatan kinerja lingkungan secara keseluruhan (energi, emisi, air, beban pencemaran, dan lain-lain) b. Untuk perbaikan berkelanjutan pada perusahaan c. Sebagai persyaratan untuk ekspor produk ke luar negeri d. Dorongan permintaan pasar e. Jika untuk pemenuhan persyaratan dokumen hijau PROPER Nasional sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 1 tahun 2021 (Permen LHK No. 1/2021), dapat ditulis: “Untuk melakukan penilaian dampak lingkungan (jejak lingkungan) dari proses produksi perusahaan guna memenuhi persyaratan dokumen hijau PROPER Nasional sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.” Pengertian Life Cycle Assessment (Penilaian Daur Hidup) Penilaian Daur Hidup atau Life Cycle Assessment (LCA) berdasarkan SNI ISO 14040:2016 dan SNI ISO 14044:2017 merupakan kompilasi dan evaluasi masukan, keluaran dan dampak lingkungan potensial dari sistem produk di seluruh daur hidupnya. LCA merupakan pendekatan dari hulu ke hilir atau cradle to grave untuk menilai suatu sistem produk secara kuantitatif. Dengan melakukan penilaian daur hidup, pengambil keputusan dapat mempunyai dasar yang berbasis data dan fakta dalam mengambil keputusan. LCA dapat digunakan mulai dari perancangan produk, pengembangan proses produksi yang lebih baik, inovasi produk dan proses, meningkatkan sistem manajemen lingkungan, pemilihan produk atau proses serta pemilihan pemasok, mengomunikasikan informasi lingkungan untuk produk yang dihasilkan oleh perusahaan, penetapan strategi perusahaan,sampai pengambilan keputusan untuk kebijakan dalam pemerintahan. LCA merupakan suatu alat ukur kuantitatif untuk pembangunan berkelanjutan. Terdapat 7 prinsip LCA yang mendasar, yaitu persektif daur hidup, fokus lingkungan, pendekatan relatif dan unit fungsional, pendekatan iteratif, transparansi, bersifat komprehensif, dan prioritas pendekatan ilmiah. LCA dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan dari pemrakarsa. Dalam hal ini pedoman penyusunan pelaporan ini diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan penyusunan laporan untuk pelaporan PROPER sesuai dengan tujuan yang ditetapkan oleh organisasi atau pemrakarsa kajian LCA. Kerangka kerja Pengertian Life Cycle Assessment (Penilaian Daur Hidup) Kerangka kerja Penilaian Daur Hidup terdiri dari 4 tahap, yaitu Penentuan Tujuan dan Lingkup, Inventori Daur Hidup, Penilaian Dampak Daur Hidup, dan Interpretasi. Penentuan tujuan dan lingkup penting dilakukan agar penilaian dampak lingkungan dari produk/jasa dapat konsisten. Setelah menentukan tujuan dan lingkup kajian, tahap kedua adalah inventori daur hidup. Pada tahap ini dilakukan kompilasi dan kuantifikasi masukan dan keluaran dari produk sepanjang daur hidupnya. Masukan atau input terdiri dari bahan baku, bahan pendukung, air, energi, dan transportasi yang masuk ke dalam proses. Keluaran atau output terdiri dari produk, by-product, coproduct, emisi udara, emisi ke air, dan tanah. Emisi yang dimaksud disini adalah senyawa yang dilepaskan ke lingkungan, baik ke udara,ke badan air, maupun ke tanah. Model, jenis data, proses perhitungan yang dilakukan dijelaskan di dalam tahap inventori daur hidup secara transparan. Pada tahap penilaian dampak daur hidup, semua masukan dan keluaran pada tahapan inventori daur hidup dihubungkan dengan potensi dampak lingkungan untuk mengevaluasi besaran (magnitude) dansignifikansi potensi dampak lingkungan sistem produk sepanjang daur hidup produk yang dikaji. LCA menilai dampak lingkungan dari berbagai kategori dampak lingkungan, baik yang midpoint maupun yang endpoint. Setiap kategori dampak lingkungan mempunyai indikator kategorinya masing-masing. Contoh: indikator kategori untuk dampak potensi pemanasan global adalah CO2-ekuivalen. Hasil perhitungan dari penilaian dampak daur hidup adalah nilai karakterisasi. Tahap terakhir dari LCA adalah tahap interpretasi. Pada tahap ini, pembahasan mengenai analisa hasil, analisa penyebab dampak, identifikasi isu penting, pengambilan kesimpulan, penjelasan keterbatasan kajian, rekomendasi dan evaluasi dilakukan secara transparan. Rincian dari metode penilaian daur hidupdapat dilihat di SNI ISO 14040:2016 dan SNI ISO 14044:2017. Pedoman Penyusunan Laporan Eksekutif Laporan Eksekutif berisi rangkuman singkat yang mencakup poin-poin penting dalam kajian LCA sebagai berikut: a. Judul kajian b. Identitas pemrakarsa (identitas perusahaan dan kontak yang dapat dihubungi, misalnya alamat, situs web, email, telepon, dan lain-lain) c. Nama praktisi (ketua dan tim penyusun) d. Tanggal publikasi laporan e. Tujuan dilakukannya LCA f. Lingkup LCA: i. Deskripsi produk yang dikaji ii. Unit fungsi atau unit deklarasi iii.Batasan sistem (bisa dalam bentuk grafik) iv. Jumlah produk dalam kajian LCA v. Jika produk ada lebih dari satu, pilih beberapa produk (maksimal 5) yang hendak dijadikan fokus atau prioritas dalam laporan eksekutif ini g. Inventori daur hidup: i. Neraca massa proses secara keseluruhan yang mencakup proses-proses utama. Disajikan dalam bentuk diagram proses, selaras dengan DRKPL, mencakup masukan keluaran utama proses, tidak perlu mencakup masukan keluaran rinci ii. Ringkasan inventori data proses produksi (sistem proses). Disajikan dalam bentuk tabel iii. Indikator kualitas data. Disajikan dalam bentuk persentase data primer dan sekunder untuk proses gate to gate iv. Rangkuman sumber data sekunder yang digunakan, misalnya X% database A, Y% database B, Z% jurnal, literatur atau referensi lainnya h. Penilaian dampak daur hidup: i. Kategori dampak ii. Indikator kategori iii.Metode penilaian dampak iv. Hasil karakterisasi dampak lingkungan sesuai dengan kategori dampak i. Interpretasi hasil: i. Analisis isu penting atau hotspot lingkungan ii. Kesimpulan iii.Rekomendasi utama j. Jika dilakukan tinjauan kritis, sebutkan pelaksana tinjauan kritis. Jumlah halaman: 8 halaman, maksimum 10% dari jumlah halaman total (tidak termasuk lampiran). Jika ada lebih dari 1 produk yang dicakup dalam laporan, diizinkan maksimum 3 halaman tambahan per tambahan produk. Pedoman Penyusunan Laporan Teknis Pedoman penyusunan laporan teknis penilaian daur hidup (LCA) mencakup tiga hal berikut: a. Persyaratan Persyaratan adalah instruksi wajib. Dalam pedoman ini, persyaratan disajikan dalam huruf tebal dan ditandai dengan kata ‘harus’. Persyaratan harus dibaca dalam konteks rekomendasi dan panduan; namun, organisasi tidak diwajibkan untuk mematuhi rekomendasi atau panduan untuk menyatakan bahwa laporan telah disusun sesuai dengan panduan. b. Rekomendasi Rekomendasi adalah kasus ketika tindakan tertentu dianjurkan, tetapi tidak diwajibkan. Dalam teks ini, kata ‘sebaiknya’ menunjukkan rekomendasi. c. Panduan Panduan mencakup informasi latar belakang, penjelasan, dan contoh-contoh untuk membantu penyusun laporan agar lebih memahami persyaratan. Umum 1. Persyaratan Pelaporan a. Versi Laporan dan riwayat dokumen b. Identitas pemrakarsa LCA (identitas perusahaan dan kontak yang dapat dihubungi, misalnya alamat, situs web, email, telepon, dll) c. Nama praktisi LCA (ketua dan tim penyusun) d. Tanggal publikasi laporan e. Pernyataan telah dilakukan sesuai standar yang ingin dirujuk f. Pernyataan bahwa dokumen dan data di dalamnya adalah untuk PROPER dan tidak bersifat publik. Penggunaan data adalah seizin perusahaan atau Sekretariat Proper 2. Rekomendasi Pelaporan Pernyataan bahwa dokumen dan data didalamnya digunakan sebagai bukti pendukung klaim produk jasa ramah lingkungan (label lingkungan tipe 1, 2 atau 3), jika terdapat klaim produk jasa ramah lingkungan. 3. Panduan Standar yang dirujuk harus konsisten dengan metode pelaksanaan LCA. Tabel 1 Contoh Riwayat Dokumen Persyaratan Pelaporan Organisasi pelapor harus menyatakan hal-hal berikut: a. Profil singkat perusahaan b. Latar belakang kajian, yang berisi alasan pelaksanaan kajian. Organisasi pelapor harus mengungkapkan alasan pelaksanaan kajian dengan jelas, ringkas dan lugas Profil singkat dapat disajikan dalam 1-2 paragraf dan dapat menyertakan sumber informasi resmi profil perusahaan, misalnya di situs web atau media sosial lainnya. Alasan pelaksanaan kajian dijabarkan untuk menjelaskan latar belakang kajian LCA. Alasan tersebut dapat dikaitkan dengan tujuan untuk pengembangan perusahaan, memenuhi kebutuhan pasar, mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan, atau pemenuhan persyaratan dari pemerintah. Contoh alasan pelaksanaan kajian antara lain: a. Untuk peningkatan kinerja lingkungan secara keseluruhan (energi, emisi, air, beban pencemaran, dan lain-lain) b. Untuk perbaikan berkelanjutan pada perusahaan c. Sebagai persyaratan untuk ekspor produk ke luar negeri d. Dorongan permintaan pasar e. Jika untuk pemenuhan persyaratan dokumen hijau PROPER Nasional sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 1 tahun 2021 (Permen LHK No. 1/2021), dapat ditulis: “Untuk melakukan penilaian dampak lingkungan (jejak lingkungan) dari proses produksi perusahaan guna memenuhi persyaratan dokumen hijau PROPER Nasional sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.” Tujuan dan Lingkup Life Cycle Assessment (Penilaian Daur Hidup) A. Tujuan Kajian 1. Persyaratan Pelaporan Organisasi pelapor harus menyatakan hal berikut ini di dalam laporan: a. Tujuan penerapan b. Pihak yang dituju c. Pernyataan komparatif yang ditujukan untuk disampaikan ke masyarakat 2. Panduan Penyusunan dokumen LCA produk merupakan salah satu aspek penilaian dalam Dokumen Hijau PROPER 2021 (Permen LHK No. 1/2021) yang memuat dampak lingkungan dari sebuah aktivitas industri. Selain itu, dalam PROPER 2021, LCA juga diintegrasikan dengan upaya penurunan dampak lingkungan dalam pemanfaatan sumber daya yang memuat peningkatan kinerja lingkungan melalui efisiensi energi, penurunan emisi, pengurangan dan pemanfaatan limbah B3, pengolahan limbah non-B3 (termasuk pengolahan reduce, reuse, recycle), efisiensi air dan penurunan beban pencemar. Penyelarasan diperlukan untuk sinkronisasi data dan dokumen lainnya sebagai bagian yang saling melengkapi dalam PROPER 2021. Ketiga persyaratan dalam tujuan kajian harus diungkapkan dalam laporan. B. Tujuan Penerapan 1. Persyaratan Pelaporan Organisasi pelapor harus mengungkapkan tujuan penerapan dengan jelas, ringkas dan lugas, serta konsisten dengan alasan pelaksanaan kajian. 2. Panduan Tujuan atau maksud penerapan harus konsisten dengan alasan pelaksanaan kajian. Pelaksanaan LCA dapat ditujukan untuk diterapkan dalam berbagai aplikasi, baik untuk pengembangan internal perusahaan, pengembangan kebijakan (baik dalam skala perusahaan, skala grup, atau skala nasional), untuk kebutuhan pasar dan lain-lain. Tujuan dapat berupa: a. Melakukan identifikasi area perbaikan kinerja lingkungan hidup atau hotspot terkait dengan produk yang dihasilkan oleh perusahaan b. Melakukan identifikasi tahap daur hidup yang menyebabkan dampak paling penting c. Melakukan penilaian dampak lingkungan sebagai basis (baseline). d. Melakukan penilaian dampak lingkungan atau jejak lingkungan e. Mengomunikasikan hasil LCA kepada publik dalam bentuk label lingkungan f. Memberikan informasi berbasis data untuk pengambilan keputusan C. Pihak yang Dituju 1. Persyaratan Pelaporan Organisasi pelapor harus menyebutkan pihak yang dituju, antara lain: a. Internal perusahaan; dan/atau b. Para pemangku kepentingan; dan/atau c. Pemerintah, atau secara spesifik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan 2. Rekomendasi Pelaporan Pihak yang dituju dapat ditambahkan di luar dari kategori yang disebutkan di dalam persyaratan, jika relevan. 3. Panduan Pihak yang dituju merupakan pemangku kepentingan atau pengguna laporan. Penulisan dapat disajikan dalam daftar (bullet points). Laporan yang ditujukan kepada pemerintah dapat disertai dengan tinjauan kritis. Tinjauan kritis adalah opsional. Perusahaan mempunyai pilihan untuk melakukan atau tidak melakukan tinjauan kritis. D. Pernyataan Komparatif yang Ditujukan Untuk Disampaikan ke Masyarakat 1. Persyaratan Pelaporan Jika organisasi hendak menggunakan kajian sebagai laporan internal atau dengan kata lain tidak dipublikasikan ke pihak eksternal, organisasi pelapor harus menyatakan informasi berikut: “Kajian ini tidak ditujukan sebagai pernyataan komparatif untuk disampaikan kepada masyarakat” 2. Panduan Pernyataan komparatif dilakukan pada saat suatu produk hasil organisasi pelapor dibandingkan secara langsung dengan produk lain pada laporan yang sama untuk menyatakan keunggulan. Tujuan utama pelaksanaan LCA dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk mengidentifikasi isu penting dan perbaikan berkelanjutan maka kajian ini tidak ditujukan sebagai pernyataan komparatif yang akan disampaikan kepada masyarakat, sesuai dengan Permen LHK No. 1/2021 Lampiran III. Dengan alasan tersebut, organisasi pelapor menyatakan dalam laporan bahwa kajian tidak ditujukan sebagai pernyataan komparatif untuk disampaikan ke masyarakat. Baca juga: Hukum dan Standar ISO LCA (Life Cycle Assessment) Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
Olahkarsa Official on
3 Cara Mengembangkan Strategi Sustainability Perusahaan: Ambisi dan Transisi
Sustainability

3 Cara Mengembangkan Strategi Sustainability Perusahaan: Ambisi dan Transisi

Untuk mengembangkan strategi sustainability perusahaan tentu tidak mudah saat merencanakan target dan transisi di awal. Bettina Büchel mengeksplorasi bagaimana menetapkan ambisi dan mengelola transisi sustainability sebagai kunci masa depan yang cerah dan berkelanjutan. Saat German consumer goods group Henkel menerbitkan laporan sustainability tahun 2021. Tujuannya untuk: 1. Mempercepat iklim dalam produksi yang positif. 2. Berkontribusi pada ekonomi sirkular dalam plastik. 3. Mencapai kesetaraan gender dalam manajemen. 4. Memperluas pekerjaan pendidikan masyarakat. 5. Membentuk masa depan pekerjaan. 6. Menghubungkan pendanaan dengan strategi keberlanjutannya. Mereka menetapkan ambisi keberlanjutannya sampai tahun 2030 dan seterusnya. Apakah itu semua sudah sesuai target bagi perusahaan, atau malah belum cukup? Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan semakin terdorong untuk menangani agenda sustainability dan berkomitmen untuk mencapai target yang kuat dalam masalah lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG). Survei Desember 2018 yang dilakukan oleh information technology company Accenture mengatakan bahwa konsumen hanya akan membeli produk jika tujuan keberlanjutannya sesuai dengan keinginan mereka. Ketika tidak cocok, 42% akan pergi dan 21% tidak akan kembali lagi. Karyawan juga tertarik pada sustainability. Sebuah survei yang dilakukan oleh tech provider Unily menunjukkan bahwa 80% dari tenaga kerja mengatakan value lingkungan perusahaan mereka tidak, atau hanya sebagian, selaras dengan value lingkungan mereka sendiri. Investor juga semakin sadar dan masyarakat juga menganggap keberlanjutan sebagai pemenuhan kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan generasi yang akan datang. Jadi, bagaimana perusahaan dapat meningkatkan ambisi dalam konteks pemangku kepentingan tanpa sekedar memberi janji? Ada 3 langkah untuk mengembangkan strategi sustainability perusahaan yang diterapkan saat ini dengan tingkat ambisi yang berbeda-beda. 1. Value Protection (Perlindungan Nilai atau Lisensi untuk Beroperasi) Target pertama fokus mempertahankan lisensi untuk beroperasi, yaitu diizinkan untuk melakukan bisnis di bawah regulasi atau pengawasan oleh otoritas lisensi, seperti European Green Deal dan serangkaian kebijakan untuk carbon neutral tahun 2050. Untuk mempercepat agenda standar akuntansi keberlanjutan keuangan, perusahaan menyaksikan pembentukan the International Sustainability Standards Board sebagai hasil dari konferensi COP26 pada November 2021. Value protection berfungsi untuk mengembangkan startegy sustainability dalam satu set standar pelaporan keuangan yang berkualitas tinggi, dapat dipahami, dapat dilaksanakan, dan diterima secara global. Tujuannya untuk meningkatkan komparabilitas internasional dan kualitas informasi keuangan, dan memungkinkan investor untuk mengurangi kesenjangan antara penyedia modal. Serupa dengan standar akuntansi, standar sustainability akan dimasukkan dalam lisensi untuk beroperasi. Sebagai contoh, US aluminum company Alcoa harus merencanakan pengurangan emisi gas rumah kaca (greenhouse gas/GHG) untuk mematuhi program pelaporan US GHG yang diluncurkan pada 2010/2011. Alcoa juga menyelaraskan tujuan pengurangan GHG emission dengan jalur dekarbonisasi di bawah 2ºC yang ditentukan dalam Paris Climate Accord. Janji tersebut mencakup pengurangan intensitas karbon sebesar 30% pada tahun 2025 dan 50% pada tahun 2030. Banyak perusahaan yang terlambat mengambil tindakan tegas untuk mengatasi perubahan iklim. Pada awalnya, perusahaan masih terlibat dalam inisiatif CSR di mana perusahaan melampaui kepentingan dan kepatuhan hukum untuk terlibat dalam kegiatan sosial. Dengan demikian, perusahaan mempertahankan fokus inti mereka pada profitabilitas dan pengembalian pemegang saham sambil mencoba untuk mengurangi risiko yang terlibat. Agenda yang didorong oleh kepatuhan ini adalah pendekatan meminimalkan risiko, dan memastikan perusahaan tetap berada di jalur bisnis. Baca juga: 14 Tren Sustainability 2022 untuk Transformasi Bisnis Berkelanjutan 2. Value enhancing, Risk Low (Meningkatkan Nilai, Risiko Rendah) Strategi kedua berfokus pada peningkatan value, yang sering ditandai dengan kombinasi profitabilitas dan sustainability. Inisiatif keberlanjutan harus meningkatkan profitabilitas, baik dalam operasi atau dalam inisiatif yang dihadapi pelanggan. Dalam hal ini, mitigasi risiko harus diberikan. Schneider Electric, French electrical equipment group yang mendapatkan keuntungan dari lonjakan permintaan listrik secara global. Antara tahun 1990 dan 2020, permintaan di seluruh dunia mencapai 2,5 kali lipat. Dengan meningkatnya kebutuhan listrik dan permintaan yang terus meningkat untuk energi berbasis non-karbon, pasokan konvensional menjadi tidak sustainable. Perusahaan pertama mengubah sumber energi menjadi energi terbarukan rendah karbon, terutama angin, fotovoltaik, dan biomassa. Untuk meningkatkan nilai penawarannya, perusahaan ini juga memperluas layanan dan jasa dengan menciptakan platform yang memungkinkan konsumen untuk mengelola energi mereka lebih efisien. Sebagai hasil dari strategi peningkatan value ini, penjualan, keuntungan, dan harga saham melonjak. Tapi Schneider tidak berhenti sampai di situ. Pada tahun 2015, perusahaan ini mengubah misinya menjadi: “Kami memberdayakan semua orang untuk memanfaatkan energi dan sumber daya sebaik-baiknya, memastikan ‘Life Is On’ dimanapun, siapapun, dan kapanpun.” Seiring berjalannya waktu, tingkat ambisi meningkat dan Schneider sustainability impact (SSI) program menciptakan inisiatif peningkatan sustainability tambahan sambil menetapkan target ambisius untuk penciptaan value yang sulit dilakukan di awal. Baca juga: Mengapa Semua Perusahaan Perlu Menerapkan Sustainability? 3. Value Creation Mission Tingkat ketiga berfokus pada pendefinisian ulang tujuan perusahaan, dan berpusat pada penciptaan nilai ke masa depan. Salah satu bisnis tersebut adalah Ørsted, the Danish state-owned energy company yang didirikan untuk menyediakan fasilitas pemanas listrik dan rumah tangga. Perusahaan awalnya berinvestasi besar-besaran di pembangkit listrik tenaga batu bara, tetapi pada tahun 2017 beralih ke sumber energi terbarukan. Tujuannya untuk mengembangkan dan menerapkan solusi energi hijau yang menguntungkan planet dan konsumen dengan low-cost. Akhirnya perusahaan ini mulai merevolusi industri listrik dan mengurangi dampak perubahan iklim. Mengelola transisi menuju penciptaan value, agenda yang dikerjakan mungkin menjadi tantangan tersulit bagi CEO mana pun. Sementara strategi keberlanjutan tingkat pertama “lisensi untuk beroperasi” sangat penting. Dengan demikian, menetapkan target untuk tujuan yang ambisius adalah strategi ofensif dengan tingkat risiko dan ketidakpastian yang tinggi. Masukan seperti teknologi atau kapabilitas tidak diketahui, demikian juga tanggapan potensial dari pemangku kepentingan. Secara internal, mungkin juga ada pemikiran yang berlawanan tentang apakah akan fokus pada penciptaan value pemegang saham atau pemangku kepentingan. Beberapa investor mungkin tidak tertarik untuk memaksimalkan keuntungan jangka pendek demi keuntungan jangka panjang bagi masyarakat luas. Jadi, apakah ini semua tentang penjualan jangka panjang vs. jangka pendek? Banyak pemangku kepentingan perlu mempertimbangkan pengoptimalan penciptaan nilai, trade-off mungkin benar-benar siap untuk hidup berdampingan. Terlalu menekan keberlanjutan jangka pendek dapat membahayakan jangka panjang, karena ada sumber daya yang terbatas untuk diinvestasikan dalam kegiatan yang menghasilkan profit. Pada saat yang sama, terlalu banyak investasi keberlanjutan jangka panjang dapat membahayakan profitabilitas dalam jangka pendek. Namun, keduanya bisa hidup selaras jika diterapkan dengan benar dan keduanya dapat memiliki manfaat yang besar. Baca juga: Mengapa Perusahaan Membutuhkan Pola Pikir Value-Focused untuk Mencapai Sustainability Goals? Bagaimana mengembangkan strategi sustainability yang seimbang antara jangka pendek dan jangka panjang pada berbagai tahap pengembangan ESG di lingkungan bisnis yang berbeda? Penetapan ambisi hanyalah permulaan. Dalam agenda CEO mana pun, kebutuhan untuk melakukan transisi bertahap dengan membuat penyesuaian berkelanjutan antara jangka pendek dan jangka panjang saat keputusan strategis tentang prioritas intensif sumber daya dibuat. Lalu, bagaimana strategi mempercepat transisi sustainability? Tantangan utama dalam mengembangkan strategi sustainability dan transisi dengan lebih cepat adalah: 1. Inkubasi dan penskalaan inovasi Inkubasi dan penskalaan inovasi pada awalnya tampak paling mudah, karena teknologi baru selalu muncul untuk penggunaan sumber daya alam yang lebih efisien seperti fotovoltaik surya atau kendaraan listrik. Kuncinya adalah mempercepat difusi inovasi tersebut melalui upscaling teknologi, yang seringkali didukung oleh regulasi dalam bentuk pajak atau subsidi. Peningkatan ini mungkin tidak dapat dicapai tanpa memanfaatkan gelombang kebijakan regulasi. 2. Mengatasi perubahan sistem di luar batas perusahaan Namun, inovasi membutuhkan perubahan sistem yang melampaui lingkup perusahaan. Ambil contoh energi terbarukan seperti produksi energi matahari, angin atau desentralisasi di tingkat rumah tangga yang membutuhkan teknologi penyimpanan. Tanpa kapasitas jaringan transmisi untuk mengangkut inovasi energi, mereka tidak akan menguntungkan konsumen secara luas sampai perubahan sistem yang diperlukan telah dilakukan. Meskipun hal ini memberikan peluang bagi perusahaan untuk melakukan investasi, perubahan kebijakan perlu mendorong peralihan dari inovasi tunggal ke pengelolaan transformasi sistem yang lebih luas. Seperti Community of Glass Associations, mengingat adanya dinamika persaingan, keengganan untuk menjadi penggerak pertama, karena sering kali memerlukan biaya lebih tinggi. 3. Menyelesaikan ketegangan antara subsistem yang berbeda Ketegangan di dalam sistem juga dapat muncul. Ambil contoh pertanian dan energi. Menciptakan biomassa untuk bahan bakar dengan sendirinya dapat dilihat sebagai pengganti bahan bakar fosil dengan sumber daya yang lebih berkelanjutan. Hal itu dapat menyebabkan tekanan pada ketahanan pangan jika lahan tidak lagi digunakan untuk produksi pangan. Ini juga dapat terjadi dalam industri di mana persaingan untuk standar dapat dimainkan. Dalam industri kaca, mungkin perlu memiliki proses produksi terbaru yang paling ramah lingkungan sebagai standar industri untuk mencapai net-zero. Tetapi pengembangan bersama mungkin tidak untuk kepentingan semua pemain, karena mereka yang berteknologi maju akan kehilangan keunggulan kompetitif mereka. 4. Mengatasi resistensi terhadap penghentian secara bertahap dari teknologi atau praktik yang tidak berkelanjutan Mengatasi resistensi terhadap penghentian teknologi yang tidak berkelanjutan secara bertahap adalah transisi lain untuk dikelola. Dalam industri pertambangan, penghentian tambang bauksit secara bertahap mungkin merupakan kepentingan beberapa pemangku seperti kelompok lingkungan. Tetapi perlawanan dapat datang dari pekerja atau kelompok masyarakat setempat yang mata pencahariannya dikorbankan. 5. Mengubah perilaku pelanggan dan konsumen Tantangan konsumen berkaitan dengan praktik sosial yang diperlukan untuk mengarusutamakan inovasi berkelanjutan. Sementara pencetus awal kendaraan listrik yang siap merencanakan praktik pengisian bahan bakar, mayoritas mungkin kurang bersedia, karena mengurangi kecepatan transisi. Praktik keberlanjutan yang paling berdampak sering kali ditentang olek konsumen, sehingga peran perusahaan tidak hanya mengembangkan inovasi yang berkelanjutan tetapi juga mengubah perilaku konsumen melalui upaya pemasaran dan branding untuk mendorong perubahan. Baca juga: Global Reporting Initiative (GRI), Standar Untuk Sustainability Report Kesimpulan Untuk mengembangkan strategi sustainability perusahaan yang ambisius dan berorientasi pada tujuan, kita membutuhkan teknologi inovatif yang membantu transisi menuju mode produksi dan konsumsi. Bagi sebagian besar perusahaan, fase kemunculan seringkali tidak hanya membutuhkan inovasi tetapi juga membangun koalisi sistem. Fase akselerasi membutuhkan pengelolaan penerimaan sosial, kompensasi mereka yang menolak perubahan, dan kerangka peraturan yang mendukung dari pembuat kebijakan. Mempertimbangkan waktu yang tepat sangat penting. Ini bukan hanya tentang menetapkan agenda ambisius yang digerakkan oleh tujuan, tetapi juga mengelola transisi dalam pendekatan bertahap. Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
0 Rekomendasi Pekerjaan di Bidang Lingkungan 2022
Insight, Sustainability

10 Rekomendasi Pekerjaan di Bidang Lingkungan [2022]

10 rekomendasi pekerjaan di bidang lingkungan saat ini, apa saja? Simak yuk. Menurut NASA, 2020 merupakan tahun dengan iklim terpanas yang tercatat sejak para ilmuwan mulai mencatat suhu pada 1880. Faktanya, lima tahun terakhir semuanya merupakan tahun ikan terpanas dalam sejarah. Kenaikan suhu global, serta penyebaran kebakaran hutan dan bencana alam lainnya, telah menyebabkan permintaan karir yang tinggi untuk melawan perubahan iklim. Bureau of Labor Statistics memproyeksikan bahwa jumlah pekerjaan untuk ilmuwan dan spesialis lingkungan akan meningkat 8% antara 2020 dan 2030. Tetapi kita tidak harus menjadi ilmuwan lingkungan untuk memerangi perubahan iklim. Kenyataannya adalah bahwa perubahan iklim mempengaruhi hampir setiap bidang kehidupan kita. Ini berarti kita dapat masuk ke karir di bidang iklim dengan mengikuti sejumlah jalan, yang paling populer akan kami perkenalkan di bawah ini. 10 rekomendasi pekerjaan di bidang lingkungan dan keberlanjutan yang populer Masih tidak yakin gelar apa yang harus didapatkan sehingga kita dapat mengejar karir untuk melawan perubahan iklim? Artikel ini akan membantu untuk memikirkan pekerjaan yang kita inginkan sebelum merencanakan bagaimana mendapatkannya. Di bawah ini adalah 10 rekomendasi pekerjaan di bidang lingkungan. 1. Environmental Lawyer Pengacara lingkungan bekerja untuk firma hukum yang berfokus pada keberlanjutan, energi terbarukan, dan perubahan iklim.Mmereka juga dapat bekerja untuk instansi pemerintah. Pengacara ini mungkin menantang bisnis yang melanggar pedoman keberlanjutan tertentu, misalnya. Gaji Tahunan Rata-Rata: Untuk menjadi pengacara lingkungan, kita harus memperoleh gelar doktor juris dari sekolah hukum terakreditasi dan lulus ujian pengacara negara kita. Banyak perguruan tinggi menawarkan hukum lingkungan sebagai konsentrasi. 2. Climatologist Ahli iklim mempelajari pola cuaca jangka panjang dan melakukan penelitian yang mengeksplorasi konsekuensi menyeluruh dari emisi karbon pada iklim. Ilmuwan ini dapat bekerja untuk lembaga pemerintah atau lembaga penelitian dan harus memiliki setidaknya gelar sarjana. Mereka yang berharap untuk fokus terutama pada penelitian umumnya membutuhkan gelar doktor. 3. Renewable Energy Scientist Seperti judulnya, para ilmuwan energi terbarukan memfokuskan penelitian mereka pada sumber energi bersih, seperti angin, air, dan panas tenaga surya. Para ahli iklim ini belajar bagaimana membuat energi terbarukan lebih efisien dan tersebar luas sehingga kita tidak perlu bergantung pada batu bara dan minyak. Untuk mendapatkan pekerjaan energi terbarukan dalam posisi penelitian, kita biasanya memerlukan gelar sarjana dan tingkat pengalaman kerja yang signifikan. 4. Geoscientist Sebagai spesialis Bumi, geoscientist memainkan peran besar dalam menghentikan perubahan iklim. Para profesional ini mempelajari semua elemen berbeda dari bumi, serta sumber daya alam. kita memerlukan gelar sarjana, biasanya dalam ilmu geosains atau ilmu lingkungan, meskipun banyak ahli geosains juga memiliki gelar master. Kita dapat menemukan pekerjaan di universitas dan lembaga penelitian. 5. Environmental Engineer Jika kita ingin menemukan solusi dunia nyata untuk masalah yang disebabkan oleh perubahan iklim, kita mungkin tertarik untuk menjadi insinyur lingkungan. Dalam karir ini, kita terutama akan fokus pada pengembangan dan pembangunan arsitektur berkelanjutan, seperti bangunan hijau dan hemat air. Insinyur lingkungan harus memiliki gelar sarjana di bidang teknik lingkungan, sipil, atau kimia. Banyak yang melanjutkan untuk mendapatkan gelar master juga. Baca juga: Bagaimana Peluang Perusahaan Energi untuk Low-Carbon Future 6. Clean Car Engineer Ingat ketika mobil hybrid tampak futuristik? Sekarang, kita melihat stasiun pengisian untuk mobil hibrida dan listrik di sudut-sudut kota. Insinyur mobil bersih menciptakan kendaraan ini, dan mereka terus meningkatkan mobil ini dan merekayasa model mobil hemat energi lainnya. Menjadi insinyur mobil yang bersih biasanya berarti memiliki setidaknya gelar sarjana di bidang teknik mesin. 7. Environmental Scientist Jika kita ingin berkontribusi pada bidang ilmiah perubahan iklim, pertimbangkan untuk menjadi ilmuwan iklim atau lingkungan. Para profesional ini melakukan penelitian tentang perubahan iklim dan bagaimana hal itu mempengaruhi Bumi. Biasanya, mereka bekerja dalam spesialisasi, seperti memantau efek peningkatan suhu di laut atau pasokan makanan manusia. Kita dapat bekerja di lingkungan seperti universitas, lembaga penelitian, dan lembaga pemerintah. 8. Conservation Scientist Ilmuwan konservasi melindungi sumber daya alam bumi dengan melakukan tugas-tugas seperti mengevaluasi kualitas air atau tanah dan memastikan kegiatan kehutanan mengikuti hukum konservasi. Salah satu peran utama para ilmuwan ini melibatkan pemadaman kebakaran dan evaluasi kerusakan akibat kebakaran, yang meningkat seiring dengan semakin intensifnya perubahan iklim. Kita memerlukan gelar sarjana di bidang kehutanan atau bidang ilmu yang terkait erat, seperti ilmu pertanian, untuk menjadi ilmuwan konservasi. 9. Renewable Energy Technician Teknisi energi terbarukan memastikan bahwa sumber energi terbarukan berjalan dengan baik dengan memasang dan memelihara panel surya, turbin angin, dan sistem lainnya. Mereka mungkin bekerja sebagai pemasang fotovoltaik surya atau teknisi turbin angin, misalnya. Ini adalah pekerjaan yang sangat praktis, dan tidak seperti banyak karir dalam daftar ini, teknisi ini biasanya tidak memerlukan gelar sarjana; sebaliknya, mereka dapat menyelesaikan program pelatihan di sekolah teknik, community college, atau bahkan di tempat kerja. 10. Environmental Science dan Protection Technician Kita mungkin pernah mendengar tentang konsultan manajemen. Posisi ini bekerja sebagai analis dan dipekerjakan oleh perusahaan untuk meneliti operasi dan keuangan mereka, dan menyarankan cara agar bisnis dapat menjadi lebih menguntungkan dan lebih efisien. Teknisi keberlanjutan melakukan banyak tugas yang sama, namun, mereka secara khusus memeriksa organisasi dan memberi saran kepada bisnis tentang cara memasukkan prosedur yang berkelanjutan dan sadar lingkungan ke dalam operasi mereka. Baca juga: 14 Tren Sustainability 2022 untuk Transformasi Bisnis Berkelanjutan Itulah ulasan dari tim Olahkarsa mengenai “10 Rekomendasi Pekerjaan di Bidang Lingkungan [2022]” Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
Olahkarsa Official on
5 Faktor Keberhasilan Strategi Sustainability
Sustainability

5 Faktor Keberhasilan Sustainability

Laporan penilaian terbaru IPCC memperingatkan ‘code red’ yang keras dan jelas bahwa pemanasan global sudah mencapai puncaknya dan 5 faktor keberhasilan sustainability perlu diperkenalkan. Kita membutuhkan pengurangan emisi gas rumah kaca dengan cepat dan berskala besar hanya untuk membatasi pemanasan hingga 2°C. Menurut World Economic Forum, gelombang ekonomi pandemi akan terus mengalami ketidakmerataan. Banyak pemimpin bisnis telah menyadari bahwa perusahaan mereka telah memprioritaskan keuntungan daripada manusia, tanggung jawab sosial, dan lingkungan. Sekarang saatnya kita berpikir lebih dari sekedar “kita harus melakukan sesuatu” dan mengerahkan semua energi kita untuk “bagaimana kita akan mewujudkannya.” Mengubah perusahaan kita menjadi model yang sustainability tentu saja sulit. Ini membutuhkan strategi sustainability yang menyatukan tidak hanya perusahaan di semua tingkatan, tetapi juga mitra rantai pasokan, dan semua ekosistem. Hal ini menuntut pendekatan yang lebih berfokus pada orang untuk menetapkan, menyampaikan, mengukur, meningkatkan target ESG (Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola) kita, dan membutuhkan upaya kolektif banyak orang. 3 hambatan umum untuk melaksanakan strategi sustainability Menurut Korn Ferry terdapat 3 hambatan umum dalam hal pelaksanaan strategi ESG dan sustainability, yaitu: 1. Legacy Sulit untuk melepaskan aspek fundamental sebagai inti kesuksesan pada bisnis kita. Bahkan jika aspek ini membuat bisnis kita jadi tidak berkelanjutan. Ini berarti setiap pemimpin harus mengikuti strategi, termasuk Dewan Direksi. 2. Siloed approach Sustainability tidak bisa hanya dialokasikan ke departemen ESG saja. Sustainability perlu tertanam dalam budaya dan filosofi kita, seperti halnya keselamatan bagi perusahaan minyak dan gas. Ini berarti setiap orang di perusahaan kita perlu diberikan edukasi tentang ESG dan Sustainability. 3. Short-term hit Saat kita beroperasi di lingkungan yang serba cepat dan sesuai permintaan, mengutamakan dampak sosial atau lingkungan dapat memengaruhi pendapatan, laba, dan pengembalian total pemegang saham. Namun, bukti menunjukkan bahwa dalam jangka waktu yang lebih lama, inisiatif ESG secara nyata meningkatkan kinerja keuangan. Baca juga: 4 Langkah Mewujudkan Strategi ESG dan Sustainability Mulai dengan mengidentifikasi peluang Sustainability dan ESG kita Melakukan penilaian materialitas akan membantu kita mengidentifikasi di mana harus memfokuskan upaya kita. Proses ini mengidentifikasi peluang dan risiko ESG yang paling material dan prioritas tertinggi serta sustainability untuk perusahaan dan industri kita. Hal ini dicapai dengan meminta masukan dari berbagai orang yang secara langsung dan tidak langsung yang dipengaruhi oleh tindakan kita dan pemangku kepentingan. Baca juga: Bersiap untuk Mewujudkan Tujuan ESG dan Sustainability 5 Faktor Keberhasilan Sustainability Ada banyak cara untuk mengembangkan strategi keberlanjutan kita. Namun, ada 5 faktor keberhasilan sustainability yang memungkinkan kita untuk mendefinisikan dan mengimplementasikannya dengan sukses secara efisien. 1. Selaraskan pemimpin pada tujuan, masalah materi, dan suarakan niat secara publik Keberlanjutan perlu dijalin ke dalam tujuan dan struktur strategi bisnis kita, bukan diperlakukan sebagai usaha sampingan. Untuk melakukan ini secara efektif, kita memerlukan komitmen publik dari seluruh tim eksekutif dan Dewan perusahaan, organisasi, maupun industri. Ini sebagian merupakan perjalanan pendidikan. Ini melibatkan membantu semua pemimpin memahami dan merangkul bahasa keberlanjutan dan kerangka kerja seperti ESG, Triple Bottom Line, dan Sustainable Development Goals. Sampai tim kepemimpinan memahami dan memahami masalah material mendasar, peluang dan ancaman mereka, permasalahan tersebut tidak dapat diselesaikan. Ini termasuk risiko dan peluang ekonomi, lingkungan, dan sosial. 2. Pahami dan ukur risiko penurunan & peluang naik Setelah masalah material dalam industri dan bisnis kita dipahami, kita perlu mengukur dampaknya dan menetapkan target untuk perubahan. Kita dapat melakukan ini dengan menilai operasi kita secara menyeluruh secara internal dan di seluruh ekosistem, dengan secara aktif melibatkan pemangku kepentingan, serta mendengarkan pendapat mereka. Misalnya, apa kebijakan dan pendekatan kita terhadap keragaman, kesetaraan dan inklusi, eksploitasi tenaga kerja dan hewan yang digunakan dalam pengujian, polusi dan pengendalian limbah? Seberapa yakin dengan praktik mitra bisnis kita? Dimensi untuk menentukan di mana kita berada dalam perjalanan keberlanjutan kita Kita juga dapat mengetahui di mana kita duduk relatif terhadap kematangan sustainability pemain lain di industri kita (Basic, Progressing, Advanced, Leading Edge) di 5 dimensi strategis: 1. Awareness: komitmen dewan, pemimpin senior, tingkat menengah, dan karyawan untuk memahami dan membangun kesadaran akan nilai ESG. 2. Manajemen risiko: infrastruktur, kemampuan, dan perilaku yang efektif untuk mengidentifikasi, mengukur, mengurangi, dan mencegah risiko terkait ESG. 3. Talent Integration: mengintegrasikan ESG ke dalam sistem bakat dan penghargaan, dan penilaian perilaku pemimpin dan karyawan. 4. Operations Integration: memanfaatkan upaya ESG sebagai katalis untuk kinerja, inovasi, dan hasil bisnis. 5. Market Integration: mengintegrasikan upaya ESG dengan strategi pasar, pelanggan, dan komunitas untuk meningkatkan pengalaman pelanggan dan keunggulan kompetitif. 3. Membayangkan kembali masa depan yang lebih baik dan berkelanjutan Setelah para pemimpin kita selaras dengan tujuan keberlanjutan yang kuat, inilah saatnya untuk membawa semua orang dalam pertarungan. Ini berarti dengan membentuk dan menceritakan kisah yang lebih baik tentang masa depan. Dimulai dengan pernyataan tujuan atau alasan baru untuk berada dalam bisnis dan kemudian memobilisasi orang di belakangnya. Untuk membantu pemangku kepentingan membuat makna pribadi dari tujuan, dan agar memiliki dampak bisnis, ini semua harus diterjemahkan dalam 6 cara: 1. Pernyataan ambisi yang menguraikan tujuan yang terukur dan terbentang. 2. Strategi multi-tahun yang tidak rumit, dengan hasil dan pencapaian yang jelas, tentang di mana kita akan bermain, bagaimana kita akan berkontribusi, dan bagaimana kita akan menang di dunia yang berkelanjutan. 3. Serangkaian nilai perusahaan yang menarik dalam melengkapi dan mewujudkan tujuan melalui perilaku, hubungan, serta cara bekerja di dalam dan di seluruh ekosistem organisasi. 4. Kerangka kepemimpinan terpadu untuk menginspirasi perubahan dan memicu tindakan. 5. Merek yang mewujudkan apa yang diperjuangkan perusahaan. 6. Cara untuk menceritakan kisah perusahaan kita dan merayakannya bersama orang-orang kita. Semua ini membantu perusahaan kita membuat keputusan yang sesuai, memandu tindakan kita, dan mengembangkan budaya kita. Baca juga: Triple Bottom Line: Sejarah, Definisi, dan Substansinya 4. Cari tahu apa yang perlu diubah dalam kepemimpinan, cara kerja, organisasi, bakat, dan budaya kita Tahap ini adalah tentang mengembangkan kemampuan strategis dan mengidentifikasi apa yang perlu diubah dalam model kepemimpinan kita, model operasi dan struktur organisasi kita, dan orang-orang kita untuk membantu bisnis berkembang di dunia yang berkelanjutan. Ini melibatkan pemikiran desain kreatif dan inovasi. Ini dimulai dengan mengakui bahwa ada banyak cara untuk bergerak maju. Dengan mengadopsi pendekatan penemuan, kita akan segera mempelajari solusi mana yang paling cocok untuk keadaan kita. Langkah pertama dalam eksperimen adalah mendefinisikan serangkaian hipotesis atau pertanyaan terobosan. Ini bisa berupa, “Tim percaya bahwa melakukan X akan menghasilkan Y”. Langkah selanjutnya adalah merancang eksperimen, memungkinkan untuk grup kontrol jika memungkinkan, dan grup eksperimen. Tindakan umum dan tindakan khusus harus dilacak selama periode yang ditentukan. Selama langkah terakhir, pelajaran dan ilmu dari eksperimen diperoleh. Sangat penting bahwa pola pikir yang berkuasa didasarkan pada pengembangan wawasan dan kesadaran. Ini memfokuskan tim untuk bekerja dalam konteks tertentu untuk mendorong hasil yang nyata. Hasil ini kemudian dapat digunakan untuk melakukan eksperimen skala yang lebih besar yang membentuk dasar untuk transformasi dari waktu ke waktu. 5. Evaluasi apa yang berhasil dan skalakan di seluruh organisasi Proses eksperimen mungkin terjadi dalam tim proyek. Namun, keberlanjutan pada titik tertentu harus diintegrasikan ke dalam model operasi inti kita untuk membuat perbedaan. Inisiatif ini harus terlihat. Karena mereka akan menciptakan momentum mereka sendiri dan mengkatalisasi perubahan budaya dan pola pikir organisasi. Ketika praktik baru menjadi bagian dari ritme cara kita bekerja, kita akan menemukan model dan budaya organisasi yang berkembang. Struktur organisasi akan bekerja lebih baik di perusahaan jika dapat beradaptasi dan berkelanjutan. Dengan menghapus silo dan hierarki, kita dapat membangun organisasi yang lebih inklusif dan memberdayakan orang-orang untuk berkontribusi dengan cara yang berbeda. Ini adalah dasar dari inovasi dan akuntabilitas yang berkelanjutan. Beberapa orang mungkin mengambil peran multi-portofolio, atau kita mungkin menemukan tim terbentuk di sekitar ide daripada fungsi bisnis. Perubahan ini juga dapat berarti memikirkan kembali proses akuisisi dan manajemen talenta. Kita tahu tim yang beragam dan inklusif memungkinkan inovasi dan kreativitas. Menciptakan proses talenta yang adil dan transparan tidak hanya akan membantu kita memenuhi target ESG, tetapi juga membantu mendorong transformasi di seluruh perusahaan. Struktur yang fleksibel juga dapat berarti melibatkan tenaga kerja tidak tetap, atau memulai usaha patungan, dan menerapkan praktik kerja yang lebih fleksibel. Bagaimana kita menghargai tenaga kerja yang fleksibel? Bagaimana kita memastikan mereka memiliki lingkungan tempat kerja yang tepat? Pada titik perjalanan ini, perusahaan kita harus mempertimbangkan untuk mengambil peran yang lebih besar dalam industri kita untuk mewujudkan agenda keberlanjutan kolektif. Saat kita terus menguji dan belajar, pastikan kita dapat mengukur hasilnya, pelajari dengan cepat, dan belajar dari kegagalan. Baca juga: Mengenal Sustainable Development Goals (SDGs) Menyatukan semuanya untuk memanfaatkan kekuatan di dalam orang-orang kita 5 faktor keberhasilan sustainability pada akhirnya adalah serangkaian keputusan, apa yang akan kita lakukan, dan apa yang akan kita pilih untuk tidak dilakukan. Ini menjadi jauh lebih jelas ketika sebuah organisasi disatukan oleh komitmen bersama terhadap keberlanjutan dan telah menetapkan tujuan ESG. Pada akhirnya, hanya dengan memanfaatkan kecerdikan, energi, dan komitmen dari orang-orang kita, Kita akan dapat menjalankan 5 faktor keberhasilan sustainability ini. Dengan memupuk pola pikir dan budaya yang benar di dalam perusahaan kita, berarti menyediakan struktur dan platform yang tepat untuk belajar, berbagi, berkolaborasi, dan mengeksekusi. Selain itu, memastikan para pemimpin selaras dan berkomitmen untuk menjadikan ESG dan keberlanjutan sebagai bagian dari strategi bisnis. Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
Olahkarsa Official on
Ingin Sukses Menjadi Chief Sustainability Officers? Yuk Kenali Peran CSO!
Sustainability

Ingin Sukses Menjadi Chief Sustainability Officer? Yuk Kenali Peran CSO!

Seberapa besar seharusnya peran kita menjadi Chief Sustainability Officer? Dalam istilah yang lebih luas, apa yang membedakan CSO yang berhasil daripada mereka yang gagal menjalankan agenda ESG dan Sustainability? Sampai saat ini, pertanyaan tersebut sangat menantang untuk dijawab. Butuh waktu untuk menilai peran menjadi Chief Sustainability Officer secara kredibel. Namun, pada tahun 2021, Korn Ferry melakukan studi penelitian baru tentang posisi Chief Sustainability Officer. Butuh mewawancarai CSO yang sukses dan CEO mereka untuk mendapatkan perspektif secara menyeluruh tentang peran tersebut. Lebih dari 50 pemimpin berkontribusi pada penelitian ini dan menghasilkan makalah The Rise of the Chief Sustainability Officer berikutnya. Dalam artikel ini, kami membagikan beberapa pendapat dan pengalaman utama yang dibagikan para eksekutif tersebut, bersama dengan analisis Korn Ferry tentang blueprint untuk CSO yang lebih baik. Ingin merekrut CSO? Bercita-cita Chief Sustainability Officer? Atau sudah menjadi CSO? Baca terus untuk mendapatkan wawasan dan saran lebih lanjut agar sukses dalam peran ini. Munculnya Chief Sustainability Officer Pelanggan, investor, dan karyawan ingin perusahaan membuktikan bahwa mereka mampu melampaui keberhasilan dan keuntungan dalam bisnis mereka. Seperti yang dijelaskan oleh Steve Howard, Chief Sustainability Officer Temasek, “…untuk pertama kalinya dalam sejarah, agenda keberlanjutan telah menjadi penentu keberhasilan, dan bahkan kelangsungan hidup bagi perusahaan.” Peran CSO tidak pernah lebih penting dalam mempengaruhi operasi, strategi, budaya dan kepemimpinan. Sangat penting bagi bisnis untuk menemukan pemimpin keberlanjutan yang berkinerja tinggi untuk memilih CSO saat ini maupun kandidat di masa depan yang berpotensi. Apa tolok ukur kesuksesan menjadi seorang Chief Sustainability Officer? Sebelum mempertimbangkan apa yang membuat CSO sukses, penting untuk menentukan seperti apa kesuksesan itu. Eric Soubeiran, Vice-President Nature and Cycles (CSO) di Danone, mengatakan, “Sukses adalah ketika kita menjadikan keberlanjutan sebagai pekerjaan semua orang. Itu harus se-tingkat dengan perusahaan tertinggi dan terintegrasi dalam kepemimpinan eksekutif.” Setelah bisnis meluas dari atas ke bawah, keberlanjutan dapat dimasukkan ke dalam setiap aspek strategi dan operasi. Dari sana, target yang semakin ambisius dapat ditetapkan. Mencapai target berarti mereka dapat dikaitkan secara nyata dengan pertumbuhan, transformasi merek, pendapatan utama, harga saham, dan ukuran keuangan lainnya. Baca juga: Bersiap untuk Mewujudkan Tujuan ESG dan Sustainability 4 agar menjadi Chief Sustainability Officer yang berprestasi tinggi dan mendapatkan hasil Penelitian mengidentifikasi 4 kunci keberhasilan yang membedakan Chief Sustainability Officer teratas dari rekan-rekan mereka yang berkinerja kurang tinggi. Mereka yang menggabungkan 4 kemampuan ini akan menjadi CSO yang sukses. 1. Mereka menghapus dan menghindari silo bisnis Ketika bisnis berkembang, silo dalam organisasi pun meningkat. Jika segala sesuatu berjalan sesuai rencana, setiap anggota tim Anda akan mengikuti perkembangan proyek penting. Dalam kondisi yang ideal, tidak ada kesenjangan komunikasi antar-departemen. Namun, bahkan perusahaan yang paling canggih dan inovatif pun tidak kebal terhadap silo. Meskipun demikian, tidak berarti silo tidak dapat diruntuhkan atau dicegah. Silo dalam organisasi adalah masalah bagi bisnis besar maupun kecil. Tetapi, apa itu silo? Silo adalah sebuah sistem yang memisahkan jenis-jenis karyawan yang berbeda, biasanya berdasarkan departemen tempat mereka bekerja. Hal ini menimbulkan hambatan yang menghalangi kolaborasi tim dan komunikasi, serta mengurangi efisiensi dan menghambat arus informasi. Perlu diperhatikan bahwa “silo” tidak sama dengan “tim”. Tidak ada masalah mendasar pada organisasi yang memiliki berbagai tim spesialis berskala kecil. Kenyataannya, tim spesialis adalah cara yang baik untuk memperkuat fokus dan meningkatkan akuntabilitas dalam perusahaan. Sebaliknya, silo dalam organisasi berarti bagaimana tim bekerja dan khususnya bukan secara positif. Ketika tim dikatakan “bekerja dalam silo”, berarti mereka tidak terhubung dengan organisasi secara keseluruhan. Akibatnya, timbul kemacetan, kesalahpahaman, dan berbagai masalah lainnya. Oleh karena itu, CSO harus menjadi silo-buster. Keberhasilan mereka sangat bergantung pada membangun hubungan di berbagai bidang bisnis seperti strategi, risiko, keuangan, urusan perusahaan, R&D, dan fungsi komersial. Dibutuhkan perpaduan antara kredibilitas, keyakinan, dan keberanian untuk menghancurkan struktur yang sudah lama ada. CSO yang berhasil tidak takut untuk menggoyahkan dan membengkokkan beberapa aturan di sepanjang jalan. 2. Mereka dapat mengubah pola pikir para manajer “Keberlanjutan harus menjadi bagian dari proposisi nilai, menunjukkan setidaknya satu dari pertumbuhan, membangun kepercayaan, mengurangi risiko atau menurunkan biaya”, Rebecca Marmot – Chief Sustainability Officer, Unilever. CSO perlu memberikan pengaruh dalam skala besar untuk mengubah pola pikir di seluruh organisasi maupun perusahaan. Seringkali ada penolakan terhadap perubahan, terutama di tingkat manajemen menengah di mana keberlanjutan dapat dilihat sebagai ancaman terhadap kinerja bisnis. Kuncinya adalah bertemu karyawan di mana mereka berada, terutama manajer menengah. Berkolaborasi bersama dalam visi untuk memperluas pasar mereka dan memberikan nilai baru. Ubah persepsi sehingga keberlanjutan menjadi enabler atau bahkan pencipta bisnis, daripada fungsi biaya atau pelaporan. 3. Mereka menetapkan tujuan yang ambisius dan berani mengambil risiko “Hindari kelumpuhan dengan meningkatkan analisis. Tetapkan target dan jangan takut dengan kegagalan. Rangkullah kesalahan, jadilah percaya diri dalam tujuan yang otentik”, Dorothee D’Herde – Kepala Bisnis Berkelanjutan, Grup Vodafone. Untuk menjadi sukses, CSO harus berpikir luas. Tetapi seperti yang dijelaskan oleh Dorothee D’Herde dari Vodafone, kita juga harus berani menerima kegagalan dan “menunjukkan kerentanan kolektif.” Mendengarkan semua pemangku kepentingan dengan pikiran terbuka sangat penting karena, “kita tidak dapat memiliki semua jawaban, dan empati dapat membangun jembatan.” Apa yang ditunjukkan oleh semua CSO yang sukses adalah memiliki keberanian dalam menghadapi perlawanan, kemunduran, dan kekuatan eksternal yang tidak terkendali. 4. Mereka menyelesaikan pekerjaan secara kompak CSO berkinerja tinggi membuat dampak melalui orang lain. Itu dimulai dengan memahami semua sudut pandang, kemudian menggunakan pemahaman itu untuk menginspirasi sebuah gerakan dan mengembangkan momentum untuk perubahan. Kuncinya adalah mengidentifikasi peluang, lalu mengaktifkan. Pimpin melalui konsensus dan belajarlah untuk percaya. Baca juga: 4 Langkah Mewujudkan Strategi ESG dan Sustainability Blueprint untuk menjadi Chief Sustainability Officer yang sukses Menurut penelitian CSO dari Korn Ferry, mereka mengembangkan blueprint bakat dan kepemimpinan untuk peran tersebut. Untuk gambaran singkat, blueprint tersebut menyoroti empat fitur pemimpin yang sukses, yaitu: kompetensi, pengalaman, sifat, dan pendorong. 1. Kompetensi CSO membutuhkan kesabaran dan ketekunan untuk memanfaatkan peluang dan mendorong perubahan yang sangat berarti. 2. Pengalaman Memiliki tingkat ketajaman bisnis yang kuat, CSO adalah pemikir yang berfokus pada masa depan dengan kemampuan untuk berkomunikasi dengan dampak nyata. 3. Sifat Dengan rasa kontribusi yang kuat, CSO yang sukses percaya pada kemampuan mereka untuk mendorong perubahan dan mengamankan masa depan yang lebih berkelanjutan. 4. Pengemudi CSO hampir secara universal didorong oleh misi mereka dan akan semakin bertindak sebagai ‘penyedia tujuan’. Hal mencolok yang perlu diperhatikan adalah profil CSO menekankan kualitas kepemimpinan perusahaan, daripada keahlian fungsional atau pengalaman keberlanjutan yang sempit. Baca juga: 14 Tren Sustainability 2022 untuk Transformasi Bisnis Berkelanjutan Hal yang perlu dihindari untuk menjadi Chief Sustainability Officer Disamping kami menyoroti faktor keberhasilan CSO. Kami juga mengidentifikasi sifat yang terkait dengan kegagalan dalam peran ini. Altruisme atas ketajaman bisnisEgo atau terlalu percaya diri Kaku atas toleransi untuk ambiguitasBerpikir terlalu sempit tentang pandangan dunia bisnis di masyarakatKetidakotentikan atas kemampuan untuk mempengaruhi di setiap level Baca juga: Mengapa Semua Perusahaan Perlu Menerapkan Sustainability? Dapatkan akuntabilitas Chief Sustainability Officer dengan benar Kita telah berfokus pada sifat dan tindakan CSO yang sukses dalam artikel ini. Tetapi ada masalah penting lainnya yang perlu dipertimbangkan: CSO yang berbakat akan tetap gagal jika diberikan pertanggungjawaban yang salah. Dalam mendefinisikan Profil Sukses untuk peran tersebut, kami mengidentifikasi tiga akuntabilitas fungsional utama. 1. Keanggotaan komite eksekutif Biasanya, CSO melapor langsung ke CEO, mengikuti mandat dan persepsi yang mengikutinya. Rumah alternatif termasuk Strategi atau Urusan Perusahaan, dengan tim pusat kecil yang erat dalam model ‘hub and spoke’. 2. Mengatasi dampak keberlanjutan material CSO harus memahami secara mendalam dampak material dari risiko keberlanjutan untuk menciptakan dampak positif dan membuka nilai. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) memberikan poin referensi tambahan untuk mengukur dampak bisnis, tetapi materialitas harus mengarahkan fokus. 3. Pendekatan kemitraan Bisnis memberikan CSO sebagai panduannya. Kemampuan untuk mencapai SDGs harus datang dari seluruh organisasi. Untuk membuat studi kasus bisnis, CSO perlu mengantisipasi tren bisnis dan memahami bagaimana keberlanjutan berhubungan kembali dengan bisnis dengan akuntabilitas bersama. Baca juga: Mengapa Perusahaan Perlu Beralih dari CSR Menjadi ESG? Ingin belajar lebih banyak? Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
Olahkarsa Official on
Bersiap untuk Mewujudkan Tujuan ESG dan Sustainability
CSR, Sustainability

Bersiap untuk Mewujudkan Tujuan ESG dan Sustainability

Mengubah tujuan ESG tingkat tinggi menjadi komitmen yang dapat disampaikan di lapangan. Banyak perusahaan memiliki rencana keberlanjutan yang ambisius untuk tahun 2030 dan telah membuat kemajuan signifikan seputar produk berkelanjutan dan ketahanan iklim. Untuk mewujudkan tujuan ESG dan sustainability, jelas bahwa lebih banyak pekerjaan diperlukan untuk memastikan tenaga kerja mereka yang besar dilibatkan, diberdayakan, dan diberi energi jika bisnis ingin mencapai tujuan ESG-nya. Tantangan Memahami di mana kita berada dan di mana kita ingin berada Dalam beberapa hal, aspek fisik dan keuangan dalam mencapai tujuan ESG bisa jadi relatif sederhana. Tetapi membuat kemajuan jangka panjang pun tidak mungkin tanpa memastikan bahwa orang-orang kita sepenuhnya setuju dengan tujuan dan strategi kita. Perusahaan telah membuat beberapa kemajuan dalam menciptakan sirkularitas dalam operasi mereka dan dalam membangun ketahanan terhadap perubahan iklim. Namun, mereka ingin menciptakan strategi yang jelas yang akan memungkinkan tenaga kerja mereka untuk beradaptasi dan menghadapi tantangan dari rencana ambisius 2030 mereka. Bisnis perusahaan memilih 4 ‘komitmen orang’ yang berfokus pada: 1. Kemampuan kerja Perencanaan tenaga kerja strategis untuk mempersiapkan dan meningkatkan keterampilan karyawan untuk tempat kerja yang berubah. 2. Keragaman dan inklusi Mendukung perubahan struktural dan perilaku untuk menciptakan tenaga kerja yang lebih beragam dan inklusif. 3. Pekerjaan yang bertujuan Menghubungkan orang dengan tujuan perusahaan dan membawa mereka dalam perjalanan. 4. Pengalaman kehidupan kerja dan kesejahteraan kesehatan mental Menciptakan lingkungan yang aman, terbuka, dan mendukung di mana karyawan dapat berkembang. Tim olahkarsa bekerjasama dalam membantu perusahaan dan organisasi untuk membuat peta jalan yang jelas dan nyata yang akan menggerakkan bisnis ke tempat yang diperlukan untuk memenuhi rencana 2030 secara penuh. Baca juga: Mengapa Perusahaan Perlu Beralih dari CSR Menjadi ESG? Solusi Memecah tujuan ESG yang besar, membangun KPI dan Target Perusahaan bekerja erat dengan bisnis untuk memperjelas peran dan tujuan, memastikan bahwa semua orang, terutama dewan dan pemimpin senior, ikut berinisiatif. Langkah pertama adalah mengevaluasi bagaimana kinerja bisnis saat ini di masing-masing dari empat area yang diidentifikasi. Dan perusahaan perlu menetapkan ambisi di mana mereka ingin berada pada tahun 2030 dan seterusnya. Dengan memanfaatkan Korn Ferry DE&I maturity framework (dengan beberapa modifikasi tambahan), perusahaan dapat mengidentifikasi kesenjangan antara keadaan saat ini dan di mana bisnis perlu berada. Ini memungkinkan perusahaan untuk menetapkan tindakan yang jelas dan membantu organisasi untuk memprioritaskan apa yang perlu mereka lakukan untuk mencapai tujuan ESG mereka. Menjadi organisasi yang sangat berbasis data, penting bagi mereka untuk dapat melacak dan mengukur kemajuan dan dampaknya dalam menggerakkan jarum. Perusahaan pasti akan menetapkan indikator kinerja utama (KPI) yang terdefinisi dengan jelas terkait dengan komitmen 2030. Perusahaan juga menetapkan proses tata kelola untuk meninjau efektivitas KPI tersebut dalam mencapai ambisi. Sekarang bisnis dapat berpindah dari ambisi konseptual ke kerangka tujuan yang terukur dan dapat dicapai. Perusahaan mampu memberi klien pandangan tentang lanskap dan target KPI, cara transparan untuk mengukur dan mengevaluasi kemajuan. Sebuah rencana strategis hanya berhasil jika dilaksanakan dengan baik. Perusahaan bekerja erat dengan bisnis untuk membuat piagam proyek terperinci, memberikan rekomendasi tentang siapa yang harus memiliki tindakan serta model penerapan praktik terbaik. Ini sangat penting karena membantu menetapkan apa yang harus dilakukan di tingkat grup dan bisnis lokal. Ini berarti bahwa perusahaan maupun organisasi akan dapat mengalirkan pekerjaan dan mendorong akuntabilitas saat mereka bersiap untuk mengoperasionalkan rencana tersebut. Baca juga: CSR dan ESG Penting Bagi Bisnis, Mengapa? Inilah 3 Alasannya! Hasil Menetapkan tujuan ESG yang ambisius, peta jalan tentang cara menuju ke sana dan metrik untuk melacak kemajuan pengukuran di sepanjang jalan Bersama-sama kita: Mengevaluasi kesenjangan dan peluang menggunakan kerangka kedewasaan perusahaan.Mengembangkan peta jalan yang jelas, memprioritaskan tindakan dan rencana implementasi.Menetapkan kerangka kerja untuk tempat kerja yang lebih beragam dan inklusif di mana orang-orang mengalami pekerjaan yang bertujuan dan dukungan untuk kesejahteraan mereka.Tetapkan KPI untuk mengukur dan melacak kemajuan, dengan relevansi di tingkat global dan regional.Manajemen perubahan dan tata kelola yang direkomendasikan untuk mendorong perubahan dan memastikan akuntabilitas. Akibatnya, perusahaan memiliki keyakinan bahwa mereka berkonsentrasi pada tindakan yang benar dan bahwa setiap orang bekerjasama menuju tujuan yang sama, yaitu keberlanjutan. Baca juga: CSR, ESG, dan SDGs: Apa Bedanya? Mana yang Terbaik? Itulah ulasan dari tim Olahkarsa mengenai “Bersiap untuk Mewujudkan Tujuan ESG dan Sustainability” Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
Olahkarsa Official on
4 Langkah untuk Mewujudkan strategi ESG dan Sustainability
Sustainability

4 Langkah Mewujudkan Strategi ESG dan Sustainability

Perusahaan menjadikan strategi ESG dan Sustainability sebagai pilar strategi bisnis yang telah diangkat dari catatan kaki untuk laporan tahunan. Namun, ada kekhawatiran bahwa strategi ESG dan Sustainability saat ini akan berjuang untuk meraih harapan yang sangat besar. Ada banyak risiko yang melekat pada tantangan dan perubahan di depan, dan pertanyaan tentang kemampuan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan tersebut. Di Korn Ferry, strategi ESG dan Sustainability mulai membentuk rencana aksi dari tahun ke tahun, tetapi hanya secara bertahap. Untuk beberapa pemangku kepentingan, termasuk investor, pelanggan, karyawan, mitra, dan regulator, laju perubahan hampir melambat. Memberi jalan untuk perubahan Sebagian besar strategi EST dan Sustainability cenderung berfokus pada hal yang lebih jelas dan paling terlihat. Ini biasanya mencakup aset, teknologi penelitian & pengembangan (R&D), investasi, kebijakan, kepatuhan terhadap peraturan, serta hubungan masyarakat. Akibatnya, banyak strategi EST dan Sustainability masih memiliki kesenjangan terkait manusia, dan menjadikannya alat perubahan yang kurang efektif. Kepemimpinan dan budaya adalah kunci untuk memberikan hasil yang sukses untuk semua jenis perubahan. Selain itu, penelitian menyoroti banyak faktor yang terkait dengan orang, tujuan bersama, tata kelola dewan, bakat dan keterampilan, dan kelincahan model operasi, yang diketahui berdampak pada penyampaian startegi ESG dan sustainability. Baca juga: Mengapa Perusahaan Perlu Beralih dari CSR Menjadi ESG? Faktor-faktor yang memengaruhi strategi ESG dan Sustainability Agar ESG dan strategi keberlanjutan dapat terwujud, berikut adalah beberapa faktor manusia yang paling penting dan perlu ditangani dalam rencana aksi: 1. Perusahaan dengan tujuan yang jelas akan lebih sukses dalam jangka panjang. 2. Akuntabilitas dewan untuk ESG dan keberlanjutan sangat penting untuk tata kelola yang baik, dan dewan harus beradaptasi untuk mendukung ESG. 3. Para pemimpin perlu mengembangkan pengaruh mereka di seluruh dan di luar perusahaan mereka, seperti rantai nilai industri. 4. Bersaing untuk bakat dan keterampilan yang tepat sangat penting untuk menghadapi hari ini dan mengubah hari esok. 5. Mencapai tujuan akan membutuhkan model operasi yang lebih konsisten dan lebih terhubung. 6. Budaya membantu mendorong kegiatan ESG dan sebaliknya. Mengidentifikasi permasalahan ESG dan Sustainability lebih dini akan menghasilkan strategi yang lebih kuat, strategi yang lebih memberikan hasil yang diinginkan. Itulah gunanya menempatkan orang-orang di depan dan di tengah dalam pendekatan langkah demi langkah. Baca juga: CSR dan ESG Penting Bagi Bisnis, Mengapa? Inilah 3 Alasannya! 4 langkah untuk membuat action-map ESG dan Sustainability Menurut Korn Ferry, ada 4 cara membuat action map ESG dan Sustainability. Apa saja? Langkah 1: Review Review dimulai dengan penilaian materialitas. Ini membantu kita memahami dan memberi peringkat prioritas kita. Mengenal apa yang penting bagi kita, pemangku kepentingan kita, industri kita, dan jangkauan yang lebih luas juga akan membantu kita menentukan tindakan strategi ESG dan Sustainability kita yang paling mendesak. Tanpa proses peninjauan ini, dapat meningkatkan risiko pada hal-hal yang salah, kehilangan celah dalam strategi, atau kepemimpinan yang tidak selaras. Hal ini menjadi tidak maksimal pada tujuan atau hasil ESG dan Sustainability secara keseluruhan. Kita berisiko menunda strategi dan gagal memberikan perubahan yang diharapkan. Step 2: Assess Penilaian mengidentifikasi peluang, risiko, dan tingkat kematangan ESG. Langkah penilaian juga mengalihkan fokus ke area di mana strategi biasanya gagal atau kurang maksimal. Temuan ini berfokus pada setiap faktor terkait yang telah kita tetapkan sebelumnya, seperti tujuan, tata kelola, kepemimpinan, bakat, model operasi, dan budaya. Kemudian, semua faktor tersebut dimasukkan ke dalam langkah-langkah menyusun strategi dan tindakan. Temuan utama menyoroti beberapa alasan paling umum mengapa rencana aksi tidak memberikan hasil yang diharapkan, termasuk: 1. Tidak selarasnya anggota dewan yang membatasi efektivitas pengawasan dan tata kelola. 2. Para pemimpin senior tidak menunjukkan pola pikir dan keahlian yang diperlukan, dengan kata lain, mencontohkan perilaku yang diperlukan untuk mewujudkan ESG dan Sustainability. 3. Insentif eksekutif tidak terkait dengan tujuan ESG. 4. Kurangnya pemahaman di antara para pemangku kepentingan tentang prioritas ESG, bagaimana mereka ditentukan, dan bagaimana mereka memengaruhi strategi dan tindakan. Temuan ini menimbulkan pertanyaan mendasar tentang perannya dalam rantai nilai industri mereka. Tahap penilaian juga memberikan temuan dan wawasan rinci tentang keterampilan kepemimpinan dan pola pikir. Selain itu, temuan ini menandai masalah seputar membangun budaya yang lebih inovatif dan yang perlu ditangani. Baca juga: CSR, ESG, dan SDGs: Apa Bedanya? Mana yang Terbaik? Langkah 3: Strategize Ada banyak cara untuk mengembangkan strategi ESG dan Sustainability. Pada langkah peninjauan, kita melihat pentingnya keterlibatan pemangku kepentingan. Khususnya, ketika kita menetapkan keadaan masa depan perusahaan kita, dan bagaimana kita melibatkan pemangku kepentingan internal di semua tingkatan, mulai dari kepemimpinan senior hingga manajemen dan karyawan. Langkah 4: Act Semua langkah tinjauan, penilaian, dan penyusunan strategi sebelumnya sekarang dapat ditangkap dalam peta yang dapat ditindaklanjuti dan berfokus pada orang. Dalam makalah Peta Perencanaan Tindakan, Anda akan menemukan contoh peta dengan campuran tindakan jangka pendek, menengah, dan panjang. Bersama-sama, temuan ini menyatukan berbagai utas dan aktivitas, sehingga kita dapat mengatasi: 1. Prioritas materialitas ESG dari langkah 1 2. Temuan kunci dari langkah 2 3. Akselerator dan pengalih strategi dari langkah 3 ESG dan Sustainability belum membuat lompatan yang signifikan. Inilah saatnya bagi perusahaan untuk mengubah kata -kata dan komitmen yang jelas dalam pengambilan keputusan, tindakan konkret, dan hasil yang benar -benar bermanfaat bagi manusia dan bumi ini. Baca juga: 5 Cara ESG Menciptakan Value Jangka Panjang: (Environmental, Social, and Governance) Petakan strategi ESG dan Sustainability kita sebelum bertindak Memiliki action-map yang jelas akan membantu kita menghindari terperosok dalam strategi atau kehilangan momentum saat kita mencari cara untuk menjalankannya. Action-map tidak akan memberikan semua jawaban langsung, tetapi peta ini akan membantu kita memfokuskan upaya ESG pada area yang dan waktu yang tepat. Ini adalah cara paling efektif untuk mengubah aspirasi menjadi tindakan, dan tujuan menjadi hasil. Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
Olahkarsa Official on
Bagaimana Peluang Perusahaan Energi untuk Low-Carbon Future
Innovation, Sustainability, Technology

Bagaimana Peluang Perusahaan Energi untuk Low-Carbon Future

Bagaimana peluang perusahaan energi untuk low-carbon future? Dengan adanya tekanan dari climate change untuk menurunkan jejak karbon di planet ini, perusahaan energi harus mengoptimalkan portofolio mereka untuk meningkatkan value jangka panjang. Mengapa demikian? 1. Para pemangku kepentingan semakin mengharapkan perusahaan energi untuk menurunkan jejak karbon mereka seiring dengan semakin intensifnya perubahan iklim. 2. Bagaimana tanggapan perusahaan energi dalam transisi menuju dunia rendah karbon akan sangat menentukan nilai jangka panjang mereka. 3. Berinvestasi dalam sumber energi alternatif dan merangkul digitalisasi untuk optimalisasi portofolio yang efektif untuk nilai jangka panjang yang lebih besar. Karena perubahan iklim terus meningkat, upaya global untuk dekarbonisasi telah menjadi urgensi baru. Dengan latar belakang ini, perusahaan energi tidak hanya harus menghadapi tekanan tanpa henti dari konsumen dan investor untuk mengekang emisi, tetapi juga menavigasi peraturan pemerintah dan pajak baru yang bertujuan untuk mengurangi jejak karbon. Nilai jangka panjang dari bisnis ini akan sangat ditentukan oleh bagaimana mereka menanggapi lanskap yang berubah Setiap keputusan yang perusahaan buat, mulai dari alokasi modal dan perubahan organisasi hingga investasi teknologi, akan dipengaruhi oleh apa yang mereka lihat. Portofolio akan sangat penting dalam mendorong pengembalian perusahaan energi. The EY Fueling the Future scenarios menggambarkan bagaimana perubahan kekuatan yang mendorong transisi energi, seperti peningkatan teknologi, kebijakan pemerintah, dan preferensi konsumen, ditransformasikan menjadi laba atas investasi. Pengaruh dari pandemi Pemulihan ekonomi dari pandemi COVID-19 masih belum pasti. Sementara program vaksinasi masih terus berjalan lancar di sebagian besar negara berkembang, siklus yang muncul dari pandemi ini adalah mutasi virus dan penyebaran varian yang dapat mengurangi efektivitas vaksin. Lebih banyak infeksi dan gangguan yang berpotensi jangan panjang tidak dapat dibiarkan saja. Tingkat pemulihan yang tidak merata antara Asia, India, dan seluruh dunia akan berdampak pada pasar energi. Pandemi telah menghambat tren yang berkaitan dengan intensitas energi, beberapa di antaranya mungkin permanen. Misalnya, lock-down untuk beberapa waktu maupun pembelajaran dan pekerjaan jarak jauh masih akan diterapkan. Akibat dari perubahan ini, akan ada potensi permintaan energi primer untuk penggunaan akhir seperti penerbangan akan terhambat dari pertumbuhan ekonomi untuk sementara atau selamanya. Intensitas energi kemudian akan dialihkan ke area lain yang terkait dengan peningkatan konsumsi sehari-hari di dalam ruangan. Greening the energy mix  Di luar pandemi, ada faktor lain yang mengubah dinamika area energi. Karena panel surya, kincir angin, baterai, dan kendaraan listrik (Electric Vehicles) menjadi lebih murah dan lebih baik, kemungkinan akan ada peningkatan penyerapan solusi energi bersih ini. Akibatnya, sumber energi tradisional seperti batu bara, minyak, dan gas kemungkinan akan dihentikan karena pembangkit energi dan penyedia listrik meningkatkan celah energi terbarukan dan energi bebas karbon dalam portofolio perusahaan. Selain itu, hidrogen hijau telah muncul sebagai bahan bakar bebas karbon yang dapat digunakan dalam transportasi dan sebagai sumber panas di rumah, bisnis, dan proses industri. Ini juga dapat digunakan sebagai daya untuk mencadangkan energi terbarukan yang terputus-putus. Jika biofuel canggih dan bahan bakar sintetis menjadi hemat biaya, mereka dapat memberikan alternatif bebas karbon untuk bensin, solar, dan bahan bakar penerbangan menggunakan infrastruktur yang ada. Agar solusi energi bersih ini efektif, pemerintah perlu memainkan peran dalam proses dekarbonisasi. Sayangnya, komitmen untuk mengurangi emisi karbon tidak merata dan dapat sangat berbeda dari satu negara ke negara lain. Kami berharap penetapan harga karbon menjadi patokan umum untuk mengukur seberapa kuat pemerintah mendorong dekarbonisasi. Baca juga: 14 Tren Sustainability 2022 untuk Transformasi Bisnis Berkelanjutan Memanfaatkan peluang perusahaan energi untuk low-carbon future Pemerintah dan organisasi di seluruh dunia telah menyetujui target ambisius untuk mengurangi dan mengakhiri ketergantungan pada energi karbon. Biaya pergeseran energi terbarukan terus turun. Kapasitas energi terbarukan operasional global diproyeksikan meningkat dari 2,4 terawatt saat ini menjadi 6,4 terawatt pada tahun 2030. Bisnis juga perlu membuat inovasi sejalan dengan pemberdayaan digital yang berfokus pada pelanggan. Namun, energi baru akan datang ke pasar dengan cara baru dari arah yang berbeda. Menavigasi lanskap yang berkembang, mencerna kegagalan yang tak terhindarkan, dan belajar dari kesalahan adalah praktik yang harus dikembangkan. Ketika margin turun, jaringan listrik akan berada di bawah tingkat stres baru, sementara perusahaan energi akan dipaksa untuk berinvestasi lebih banyak untuk mengikuti perubahan. Industri perlu merangkul inovasi untuk memberikan solusi yang hemat biaya dan berkelanjutan. Yang mendasari perkembangan ini adalah digitalisasi industri dan prosesnya. Ini mengharuskan perusahaan energi untuk menemukan, mengatur, menganalisis, dan bertindak berdasarkan data lebih cepat dan efektif daripada pesaing mereka. Perusahaan yang dapat memanfaatkan data mereka sendiri dan menggabungkannya dengan sumber data eksternal akan dihargai pada setiap tahap perjalanan investasi. Manfaatnya berlipat ganda, seperti terlihat dalam program transformasi digital yang dilakukan oleh Tenaga Nasional Berhad, penyedia energi Malaysia. Slow Peak: oil stronger for longer Pengurangan biaya yang berkelanjutan mengurangi persaingan antara hidrokarbon dan energi terbarukan. Permintaan transportasi di negara berkembang melonjak, sementara persepsi konsumen tentang kinerja Electric Vehicles memperlambat adopsi EV itu sendiri. Pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang mendorong permintaan akan petrokimia, penggunaan industri yang intensif energi, dan penerbangan. Di sisi daya dan utilitas, a butterfly effect diharapkan terjadi di ekonomi yang berkembang dengan peningkatan permintaan yang diharapkan untuk energi dan infrastruktur terkait saat pasar melewati puncak yang “lebih lambat”. Permintaan minyak yang melonjak pada akhirnya akan terjadi, tetapi tidak dalam waktu dekat. Baca juga: Mengenal Conference of the Parties atau COP26 The Long Goodbye: evolusi terbarukan EV memperoleh celah pasar sebagai akibat dari penurunan biaya. Perusahaan energi tradisional kemungkinan besar akan secara bertahap memigrasikan modal mereka dari bisnis inti ke teknologi energi alternatif dan baru dengan pemberdayaan digital dan solusi energi berkelanjutan. Critical Gas: it’s gas and oil now Permintaan daya melonjak saat pengisian EV lepas landas dan ekonomi berkembang menjadi listrik. Teknologi pembangkit terdistribusi dan terbarukan berkembang seperti yang diharapkan, tetapi pasar modal dan masalah operasional condong ke arah peran gas yang berkelanjutan. Modal minyak dan gas bergerak menuju aset hulu (upstream) dan LNG yang berfokus pada gas. Baca juga: Mengenal Sustainable Development Goals (SDGs) Kesimpulan Energi alternatif menjadi murah dan cepat untuk menggantikan infrastruktur yang ada. Perubahan iklim menjadi prioritas utama bagi pemerintah di seluruh dunia. Konsumen mengawali dengan kesadaran lingkungan yang mendorong perubahan gaya hidup yang naik turun. Perusahaan energi akan terus menghadapi tekanan dari konsumen, investor, dan pemerintah untuk melakukan dekarbonisasi saat keadaan darurat iklim berlanjut. Di luar solusi energi bersih, keberhasilan transisi rendah karbon global akan bergantung pada tindakan pemerintah dan tanggapan konsumen. Untuk meningkatkan nilai jangka panjang, peluang perusahaan energi untuk low-carbon future perlu mengoptimalkan portofolio mereka dengan berinvestasi pada sumber energi alternatif dan merangkul digitalisasi. Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Mekanisme Penilaian PROPER 5: Tahap Penilaian Hijau dan Emas Hingga Pengumuman
PROPER

Mekanisme Penilaian PROPER 5: Tahap Penilaian Hijau dan Emas Hingga Pengumuman

Mekanisme Penilaian PROPER 5: Tahap Penilaian Hijau dan Emas Hingga Pengumuman PROPER KLHK ditetapkan oleh Kementrian Lingkungan Hidup untuk memberikan penilaian pada perusahaan atau kegiatan dalam pengelolaan lingkungan. Di Indonesia, kepedulian masyarakat dan pelaku bisnis masih rendah terhadap pentingnya menjaga lingkungan. Tak heran kemudian jika masih banyak perusahaan yang mendapatkan penilaian PROPER buruk dengan label merah dan hitam. Ketentuan PROPER KLHK telah tertuang dalam Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup. Peraturan tersebut berisi tentang PROPER yang berupa program untuk menilai kinerja perusahaan dalam upaya mengelola lingkungan. Pemerintah melalui PROPER akan memberikan insentif pada perusahaan yang mendapatkan penilaian baik. Perusahaan yang mendapatkan nilai buruk akan mendapat disinsentif. Lalu, seperti apa mekanisme penilaian PROPER 5 yaitu tahap penilaian hijau dan emas? 1. Penetapan Kandidat Hijau dan Emas Mendapatkan penilaian PROPER yang baik tentunya menjadi harapan bagi banyak perusahaan. Label hijau dan emas diberikan kepada perusahaan yang dianggap berhasil dan mampu melakukan pengelolaan lingkungan di atas standar. Berikut ini adalah tahapan penetapan kandidat hijau dan emas: a. Tim teknis mengusulkan kandidat hijau dan emas berdasarkan hasil pemeringkatan sementara kepada dewan pertimbangan PROPER. b. Dewan pertimbangan Proper membahas dan memberikan masukan atas usulan ketua tim teknis PROPER. c. Ketua tim teknis akan menetapkan kandidat hijau dan emas dengan memperhatikan masukan dari dewan pertimbangan PROPER. 2. Penetapan Tim Penilai Hijau dan Emas Ketua tim teknis PROPER menugaskan tim penilai hijau dan emas dari unit terkait di Kementerian Lingkungan Hidup dan dapat dibantu oleh tenaga ahli apabila diperlukan untuk melakukan penilaian. a. Tim penilai hijau dan emas berkewajiban sebagai berikut: 1) menilai setiap usaha atau kegiatan yang dinilai kandidat dengan jujur, cermat, teliti, adil, dan independen; dan 2) menuangkan setiap angka penilaian per item ke dalam lembar penilaian yang telah disediakan. b. Ketua tim teknis PROPER menetapkan pembagian sektor penilaian dengan menggolongkan usaha atau kegiatan berdasarkan persamaan karakteristik dampak dan jenis usaha atau kegiatannya. c. Sekretariat PROPER bertugas untuk memfasilitasi seluruh proses penilaian dalam mengkoordinasikan hasil penilaian. 3. Pengiriman Isian Penilaian Hijau dan Emas Unit teknis dibantu oleh sekretariat PROPER mengirimkan isian penilaian hijau dan emas kepada kandidat dan memastikan setiap kandidat menerima formulir isian tersebut. a. Usaha atau kegiatan yang dinilai mengisi isian tersebut dan melampirkan bukti yang relevan dalam bentuk satu dokumen hardcopy dan satu cakram softcopy pada batas waktu yang ditetapkan dalam surat pengantar. Batas waktu yang ditetapkan dalam surat pengantar adalah batas waktu diterimanya dokumen oleh sekretariat PROPER. b. Isian penilaian hijau dan emas terdiri atas: 1) surat pernyataan dari pimpinan usaha atau kegiatan yang dinilai yang menyatakan bahwa data dan informasi yang disampaikan adalah benar dan pimpinan bertanggung jawab secara etika dan hukum terhadap kebenaran data yang disampaikan; 2) formulirisian penilaian hijau dan emas: a) formulir isian ini terdiri dari formulir isian untuk penilai sistem manajemen lingkungan, penilai pemanfaatan sumber daya, penilai program pemberdayaan masyarakat; dan b) bukti yang relevan dapat berupa salinan sertifikat, penghargaan, referensi yang mendukung data-data yang digunakan dalam formulir isian, foto, hasil kajian, peritungan yang mendukung angka ataupun grafik yang digunakan formulir isian; 3) dokumen ringkasan kinerja pengelolaan lingkungan usaha dan atau kegiatan yang dinilai yang berupa makalah yang paling banyak 20 lembar yang berisi deskripsi secara ringkas dan jelas tentang keunggulan-keunggulan lingkungan yang ingin ditonjolkan oleh usaha atau kegiatan yang dinilai berdasarkan formulir isian dan bukti relevan tentang sistem manajemen lingkungan, pemanfaatan sumber daya, program pemberdayaan masyarakat; 4) jika tidak dilengkapi dengan surat pernyataan maka tidak akan dilakukan penilaian terhadap data yang disampaikan; dan 5) jika tidak dilengkapi dokumen ringkasan kinerja pengelolaan lingkungan akan dilakukan pengurangan sebanyak 150 poin dari total nilai. c. Jika dokumen ringkasan kinerja pengelolaan usaha atau kegiatan yang dinilai lebih dari 20 halaman, maka dikurangi sebanyak 50 poin dari total nilai. 4. Evaluasi Dokumen Kandidat hijau dan emas menyampaikan isian penilaian hijau dan emas kepada sekretariat PROPER sebelum batas waktu yang ditetapkan. a. Sekretariat PROPER akan memberikan tanda terima, jika tanggal tanda terima melebihi tanggal yang ditetapkan maka data yang disampaikan tidak digunakan sebagai bahan penilaian selanjutnya, kecuali ada penetapan khusus dari ketua tim teknis PROPER. b. Sekretariat PROPER memfasilitasi proses evaluasi dokumen dalam rangka penilaian peringkat hijau dan emas. c. Tim penilai hijau dan emas melakukan penilaian peringkat hijau dan emas dengan menggunakan formulir penilaian. d. Penilaian hijau dan emas didasarkan atas penilaian terhadap 3 komponen utama yaitu: e. Tim penilai hijau dan emas yang jumlahnya lebih dari satu orang masing-masing melakukan penilaian. Hasil penilaian dari masing-masing anggota tim dirata-ratakan. f. Jika terjadi perbedaan nilai antara yang ekstrim yaitu terendah atau tertinggi dengan nilai rata-rata lebih dari 30% (tiga puluh per seratus), akan dilakukan koreksi dengan metode sabagai berikut: 1) dilakukan diskusi internal tim penilai sehingga dicapai suatu koreksi dari nilai-nilai ekstrim; 2) dilakukan penghapusan hasil akhir bagi tim penilai yang mempunyai nilai ekstrim yaitu tertinggi atau terendah, jika ekstrim tinggi yang ada maka data tersebut praktis dihilangkan, begitu juga jika terjadi ekstrim rendah; 3) setelah diketahui nilai ekstrim dan telah dilakukan eliminasi nilai tersebu tmaka dihitung nilai rata-rata baru tanpa nilai ekstrim; atau 4) jika tidak ada nilai ekstrim, nilai rata-rata lama masih berlaku. g. Masing-masing ketua tim penilai melakukan rekapitulasi hasil penilaian dari kelompoknya dan mengumpulkan formulir penilaian lengkap dengan data yang digunakan untuk penilaian. Rekapitulasi dituangkan dalam berita acara hasil penilaian. h. Sekretariat Proper melakukan rekapitulasi hasil penilaian dari tim penilai dan melaporkan hasil penilaian kepada ketua tim teknis PROPER. 5. Penentuan Peringkat Tim teknis melakukan review hasil kerja tim penilai peringkat hijau dan emas. Jika terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip penilaian PROPER yang valid dan kredible maka ketua tim teknis dapat memerintahkan untuk dilakukan penilaian ulang. a. Tim teknis melakukan pemeringkatan berdasarkan hasil penilaian yang direkap terakhir oleh sekretariat PROPER. b. Pemeringkatan dilakukan dengan kriteria: 1) jika nilai total suatu usaha atau kegiatan berada sama atau di bawah 25% (dua puluh lima per seratus) percentile dari distribusi nilai total per sektor, maka peringkat usaha atau kegiatan tersebut kembali kepada peringkat biru; 2) jika nilai total suatu usaha atau kegiatan berada dalam interval >25% (lebih besar dari dua puluh lima per seratus) percentile sampai dengan <75% (kurang dari atau sama dengan tujuh puluh lima per seratus) percentile dari distribusi nilai total per sektor, maka peringkat usaha atau kegiatan tersebut memperoleh peringkat hijau; dan 3) jika nilai total suatu usaha dan kegiatan >75% (lebih besar tujuh puluh lima per seratus) percentile dari distribusi nilai total per sektor, maka peringkat usaha atau kegiatan tersebut memperoleh menjadi kandidat emas. d. Ketua tim teknis mengusulkan kandidat hijau dan emas untuk mendapat persetujuan dari dewan pertimbangan PROPER. 6. Kunjungan Lapangan a. Ketua Tim Teknis dapat menugaskan tim penilai hijau dan emas untuk melakukan verifikasi lapangan terhadap usaha atau kegiatan kandidat hijau dan emas. b. Tim Penilai melakukan verifikasi terhadap kebenaran data yang disampaikan oleh usaha atau kegiatan yang dinilai dan informasi-informasi lain yang relevan. c. Jika terdapat ketidaksesuaian antara dokumen dengan kenyataan di lapangan, maka dilakukan pengurangan nilai terhadap aspek penilaian yang relevan atau di lakukan pembatalan proses penilaian jika ditemukan unsur penipuan data. d. Tim penilaian melaporkan hasil verifikasi lapangan kepada ketua tim teknis dengan tembusan kepada sekretariat PROPER. e. Tim teknis PROPER membahas hasil kunjungan lapangan dengan dewan pertimbangan PROPER. f. Ketua tim teknis menetapkan peringkat sementara berdasarkan hasil pembahasan dengan dewan pertimbangan PROPER. 7. Penentuan Peringkat Emas Tim teknis PROPER dan dewan pertimbangan PROPER melakukan penilaian kandidat emas dengan menggunakan kriteria penilaian program pengembangan masyarakat emas. a. Kriteria kandidat emas adalah usaha atau kegiatan yang selama 2 tahun berturut-turut memperoleh peringkat hijau dan pada tahun ketiga telah melewati proses penilaian hijau dan emas, serta ditetapkan sebagai kandidat emas. b. Tim teknis PROPER melakukan rekapitulasi hasil penilaian dan mengusulkan kandidat peringkat emas kepada dewan pertimbangan PROPER. c. Dewan pertimbangan PROPER dapat menggunakan informasi lain yang berasal dari konsultasi publik atau sumber yang dapat dipercaya untuk memberikan pertimbangan terhadap usulan tim teknis PROPER. d. Dewan pertimbangan PROPER memutuskan kandidat emas dan ketua tim teknis menetapkan kandidat emas untuk diusulkan kepada Menteri. 8 Penentuan Peringkat Hijau dan Emas PROPER Berdasarkan hasil proses penilaian biru, merah, dan hitam, proses penilaian hijau dan emas dewan pertimbangan melakukan rapat teknis lengkap untuk usulan penentuan hasil peringkat akhir PROPER. a. Penentuan hasil usulan peringkat akhir PROPER dilakukan melalui keputusan musyawarah anggotadewan pertimbangan PROPER. b. Setelah ditandatangani oleh ketua dewan pertimbangan, usulan peringkat akhir PROPER disampaikan kepada Menteri. c. Menteri memiliki hak untuk melakukan koreksi dan perbaikan atas usulan peringkat akhir yang disampaikan dewan pertimbangan PROPER. d. Menteri menetapkan Peringkat PROPER. 9. Pengumuman Setelah mendapatkan persetujuan dari Menteri, sekretariat PROPER menyusun rancangan Keputusan Menteri tentang peringkat kinerja perusahaan. Rancangan tersebut diajukan oleh ketua atau wakil ketua tim teknis kepada Menteri untuk ditetapkan. a. Penyampaian Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Kepada Perusahaan Hasil peringkat masing-masing perusahaan ditanda-tangani oleh Menteri dalam bentuk Keputusan Menteri dan akan disampaikan kepada masing-masing perusahaan dengan tembusan pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten atau kota. b. Penyusunan Bahan Pengumuman PROPER 1) Untuk memudahkan masyarakat mengetahui peringkat kinerja dan hasil pelaksanaan Proper secara keseluruhan, tim teknis melalui sekretariat menyusunan bahan publikasi. Bentuk dan jenis bahan publikasi disusun berdasarkan target. 2) Bahan publikasi ini akan dikomunikasikan kepada publik misalnya melalui media massa,website dengan alamat www.menlh.go.id., sektor pemerintah pusat terkait, pemerintah daerah ,perbankan, atau lembaga terkait di tingkat nasional dan internasional. c. Pengumuman PROPER 1) Pengumuman PROPER kepada publik dilakukan oleh Menteri dan dewan pertimbangan PROPER melalui konferensi pers dengan mengundang media massa cetak, dan elektronik skala nasional serta internasional. 2) Tim teknis PROPER dibantu oleh sekretariat PROPER berkoordinasi dengan pihak terkait untuk menyelenggarakan pengumuman PROPER. Baca juga: Mekanisme Penilaian PROPER 2: Penilaian Peringkat 10 Karakteristik Social Enterprise, Bagaimana Penjelasannya? Mekanisme Penilaian PROPER 3: Penilaian Mandiri Mekanisme Penilaian PROPER 4: Pemilihan Kandidat Hijau Closing: Tahap Tindak Lanjut Tindak lanjut terhadap industri berperingkat merah adalah memberikan sanksi administrasi kepada perusahaan untuk memperbaiki pengelolaan lingkungan. Menteri dapat melakukan evaluasi kinerja pengelolaan lingungan perusahan peringkat merah. Jika perusahaan dapat memperbaiki kinerja pengelolaan dalam jangkat waktu yang ditetapkan, makaperingkat kinerja perusahaan dapat dilakukan perbaikan. Usaha atau kegiatan yang memperoleh peringkat PROPER hitam diserahkan kepada proses penegakan hukum lingkungan. Itulah ulasan dari tim Olahkarsa mengenai “Mekanisme Penilaian PROPER 5: Penilaian Hijau dan Emas” Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
Olahkarsa Official on
Apa Peranan Social Enterprise dalam Pembangunan Ekonomi?
CSR, PROPER, Social Enterprise, Sustainability, Sustainable Development Goals

Apa Peranan Social Enterprise dalam Pembangunan Ekonomi?

Tahukah Anda apa peranan social enterprise dalam pembangunan ekonomi? Yap, social enterprise atau kewirausahaan sosial menjadi titik sentral bagi suatu model bisnis dalam menyelesaikan permasalahan sosial di masyarakat.  Kewirausahaan sosial adalah model bisnis yang mengedepankan inovasi sosial untuk secara visi sosial memberikan ide-ide dalam memutus permasalahan sosial. Secara praktis, program dan produk yang dijual oleh kewirausahaan sosial akan melibatkan masyarakat sebagai objek sosial sekaligus bisnis.  Model Bisnis Social Enterprise Osterwalder & Pigneur (2010) mendefinisikan model bisnis sebagai gambaran dasar pemikiran tentang bagaimana organisasi menciptakan dan memberikan nilai. Model bisnis memperlihatkan cara berpikir tentang bagaimana sebuah perusahaan menghasilkan uang.  Model bisnis dan bentuk organisasi sangat berpengaruh terhadap kemampuan perusahaan untuk tumbuh dan berkembang secara berkelanjutan. Seperti halnya bisnis pada umumnya, kesempatan yang dimiliki oleh sosial entrepreneurship harus didukung oleh model bisnis yang masuk akal dan realistis. Atas dasar ini, model bisnis dielaborasikan dalam social enterprise atau kewirausahaan sosial yang menjadi bisnis inovatif di tengah kendala-kendala sosial. Kewirausahaan sosial dibangun dengan jaringan dan koneksi sosial yang kuat. Ditambah juga digiring dalam pengetahuan bisnis yang dapat menemukan nilai secara individual dan kelompok.  Menurut Winarto (2008), dalam konteks metode bisnis, kewirausahaan sosial menciptakan organisasi campuran (hybrid) yang menerapkan metode-metode bisnis. Di mana keseluruhannya akan menciptakan suatu output yaitu penciptaan nilai sosial.  Peranan Social Enterprise dalam Pembangunan Ekonomi Pembangunan ekonomi adalah proses eskalasi pada kenaikan pendapatan secara akumulatif dan pendapatan perkapita. Di mana proses ini juga mengkalkulasi adanya pertambahan penduduk dan disertai dengan perubahan yang sifatnya fundamental dalam struktur ekonomi.  Menariknya, social enterprise atau kewirausahaan sosial ini memiliki peranan dalam pembangunan ekonomi. Bagaimana penjelasannya? 1. Menciptakan Kesempatan Kerja Pertama, peran kewirausahaan sosial dalam spektrum ekonomi dapat dilihat dari terbukanya lapangan kerja baru setiap tahunnya. Berdirinya kewirausahaan sosial sebagai roda bisnis selalu berkorelasi terhadap penyerapan tenaga kerja dalam jumlah yang tidak sedikit.  Untuk itu, untuk mencapai pembangunan ekonomi yang optimal maka peranan dari bisnis seperti kewirausahaan sosial tidak boleh dianggap remeh. Selaras dengan visi yang dibawa oleh kewirausahaan sosial, yaitu selalu melibatkan masyarakat dalam proses implementasi atau produksinya.  2. Melakukan Inovasi Terhadap Barang dan Jasa yang Dibutuhkan Masyarakat Kedua, kewirausahaan sosial selalu membawa perubahan yang lahir dari suatu inovasi. Inovasi dan kreasi terhadap barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat tentu menjadi terobosan untuk membantu pemerintah dalam mencapai pembangunan ekonomi.  Anda dapat melihat berbagai kewirausahaan sosial yang memiliki inovasi terhadap barang dan jasa untuk masyarakat dengan dedikasi yang tinggi. Contohnya, penanggulangan HIV/AIDS, penanggulangan narkoba, pemberantasan buta huruf, kurang gizi, dan lain sebagainya.  3. Menjadi Modal Sosial (Social Capital) Ketiga, modal sosial adalah konsep yang terdiri atas saling percaya dan budaya kerjasama yang linier. Tentu saja ini menjadi peran bagi kewirausahaan untuk menjadi modal sosial di dalam perjalanan panjang menuju pembangunan ekonomi yang masif.  Siklus modal sosial diawali dengan penyertaan awal dari modal sosial oleh kewirausahaan sosial. Selanjutnya, dibangun jaringan kepercayaan dan kerjasama yang makin meningkat sehingga dapat akses kepada pembangunan fisik, aspek keuangan, dan sumber daya manusia. 4. Peningkatan Kesetaraan Keempat, peran dari kewirausahaan sosial adalah menjadi variabel yang dapat meningkatkan kesetaraan. Salah satu tujuan dari pembangunan ekonom adalah manifestasi dari egaliter dan kesetaraan di masyarakat dari segi ekonomi, hak, serta status sosial. Kewirausahaan sosial memiliki kepekaan sosial untuk mewujudkan visi sosial ini dalam setiap program-programnya.  Kesimpulannya, ada empat peranan social enterprise atau kewirausahaan sosial dalam pembangunan ekonomi. Mulai dari menciptakan kesempatan kerja, melakukan inovasi, menjadi modal sosial, hingga peningkatan kesetaraan. Pada akhirnya, kewirausahaan sosial menjadi model bisnis yang terbukti efektif untuk menciptakan perubahan sosial menuju ke arah yang positif.  Baca artikel dari Olahkarsa mengenai CSR, SDGs, PROPER, Community Development, Conflict Resolution, dan lain-lain di sini.
Olahkarsa Official on
Ada 5 Aspek dalam Social Enterprise, Apa Saja?
Community Development, CSR, PROPER, Social Enterprise, Sustainability, Sustainable Development Goals

Ada 5 Aspek dalam Social Enterprise, Apa Saja?

Tahukah Anda jika ada lima aspek dalam social enterprise? Yap, social enterprise atau kewirausahaan sosial ini adalah institusi sosial yang mengkombinasikan pendekatan bisnis dengan pendekatan sosial. Kewirausahaan sosial didirikan untuk menciptakan suatu perubahan sosial yang dapat menyelesaikan berbagai permasalahan sosial di masyarakat.  Inovasi sebagai Kunci dalam Social Enterprise Menurut Bill Drayton selaku pendiri Ashoka Foundation, ada dua kunci utama dalam social enterprise atau kewirausahaan sosial. Pertama, ada inovasi sosial yang mampu untuk mengubah sistem yang ada di masyarakat. Kedua, hadirnya individu yang memiliki visi, kreatif, dan berjiwa wirausaha.  Hulgard (2010) menjelaskan bahwa kewirausahaan sosial adalah proses penciptaan nilai sosial yang dibentuk dengan bekerja sama dengan orang lain atau organisasi masyarakat. Kerja sama ini ditalikan dalam satu inovasi sosial yang menyiratkan suatu kegiatan ekonomi.  Inovasi terjadi karena tidak puas terhadap kondisi dan situasi yang ada serta adanya peluang untuk memperbaiki keadaan yang ada. Inovasi sosial harus dijadikan sebagai suatu alat dan bukan suatu tujuan, tujuan dari inovasi adalah perubahan dan perbaikan dari kondisi yang ada menjadi lebih baik.  Moulaert (2013) juga berpendapat bahwa inovasi sosial dapat dimulai di mana-mana dalam bidang perekonomian, tidak hanya di sektor non-profit, tetapi juga di sektor publik dan swasta. Di sisi lain, inovasi sosial tidak terbatas pada masalah kesejahteraan tetapi juga mungkin terkait dengan isu-isu perlindungan lingkungan dan pembangunan berkelanjutan. Aspek dalam Social Enterprise Setelah Anda memahami penjelasan di atas, apakah Anda tahu apa saja aspek dalam social enterprise? Nah, cari tahu aspeknya di sini: 1. Proses Mendefinisikan Tujuan atau Misi Pertama, ada aspek yang merujuk pada proses mendefinisikan tujuan atau misi. Misi adalah sesuatu yang harus dilaksanakan oleh organisasi agar tujuan organisasi dapat terlaksana dan berhasil dengan baik. Misi sangat diperlukan bagi anggota dan pihak yang terlibat didalam organisasi tersebut.  Untuk mengenal organisasi dan mengetahui peran dan program-programnya serta hasil yang akan diperoleh dimasa mendatang. Hal ini menjadi aspek yang sangat penting dalam kewirausahaan sosial untuk dapat berjalan secara produktif.  2. Proses Mengenali dan Menilai Peluang Kedua, yaitu mengenali dan menilai peluang merupakan salah satu aspek yang paling penting dalam menjalankan social entrepreneurship. Dalam kewirausahaan sosial, peluang dianggap sebagai sesuatu yang baru dengan cara yang berbeda dalam membuat dan mempertahankan nilai sosial.  Ide yang muncul dan menarik mungkin dapat beragam, akan tetapi tidak semua ide yang menarik tersebut dapat dikembangkan menjadi sebuah peluang untuk menciptakan dan mempertahankan nilai sosial. Kewirausahaan sosial haruslah berupaya untuk mengenali berbagai peluang dalam menciptakan atau mempertahankan nilai sosial.  3. Proses Manajemen Risiko (Risk Management) Ketiga, yaitu dalam merealisasikan misi atau ide-idenya, seorang social entrepreneur dihadapkan pada sebuah resiko dan tantangan. Risiko adalah kemungkinan yang tidak diharapkan dan tidak sama sekali diekspektasikan.  Risiko dapat didefinisikan sebagai potensi besar yang tidak diharapkan terjadi karena tidak memperhitungkan sisi buruk. Kemudian, risiko adalah kemungkinan bahwa hasil-hasil yang tidak diinginkan tersebut akan benar-benar terjadi. 4. Mengidentifikasi dan Menarik Pelanggan Keempat, konsumen atau pelanggan dalam kewirausahaan sosial sedikit berbeda dengan konsumen dalam sebuah bisnis umumnya. Dalam definisinya, konsumen adalah mereka yang ikut berpartisipasi dengan sukses dalam mendukung misi sosial.  Partisipasi ini bisa dalam bentuk penggunaan layanan, berpartisipasi dalam suatu kegiatan, relawan, memberikan dana atau barang untuk sebuah organisasi nirlaba. Atau bahkan membeli layanan atau produk yang dihasilkan organisasi tersebut. 5. Proyeksi Arus Kas Kelima, untuk dapat terus menjalankan kegiatannya, kewirausahaan sosial harus dapat memproyeksikan kebutuhan uang tunai untuk usaha mereka. Mereka harus memutuskan bagaimana mereka dapat memperoleh kas untuk kelangsungan usahanya. Tentu saja, tugas ini lebih rumit bagi kewirausahaan sosial daripada bisnis konvensional lainnya.  Kesimpulannya, ada lima aspek dalam social enterprise atau kewirausahaan sosial yang secara substansial menjadi ciri khas utama dalam organisasi sosial ini. Ada dua kunci kewirausahaan sosial, yaitu ada inovasi sosial yang mampu untuk mengubah sistem yang ada di masyarakat. Kemudian, hadirnya individu yang memiliki visi, kreatif, dan berjiwa wirausaha. Baca artikel dari Olahkarsa mengenai CSR, PROPER, SDGs, Community Development, Conflict Resolution, dan lain-lain di sini. 
Olahkarsa Official on
14 Tren Sustainability 2022 untuk Transformasi Bisnis Berkelanjutan
CSR, Sustainability

14 Tren Sustainability 2022 untuk Transformasi Bisnis Berkelanjutan

Para pemimpin global di COP26 United Nations Climate Change Conference membuat keputusan besar untuk mengurangi emisi metana dan mengatasi deforestasi dengan menerapkan 14 tren sustainability. Sayangnya seruan pemerintah saja tidak cukup untuk membentuk masa depan yang berkelanjutan. Transformasi bisnis diperlukan untuk memastikan pemanasan global dan mengamankan transisi ekonomi agar kita dapat hidup dengan aman di bumi ini. Perusahaan terkemuka juga sedang memperbaiki rantai pasokan mereka, memperbarui pembiayaan, dan menciptakan kembali produk dan layanan bahwa mereka siap dan bertanggung jawab atas kinerja ESG di masa depan. Peraturan pemerintah dan perbankan baru serta pengawasan investor dan transparansi rantai pasokan mempercepat transisi ini. IMD experts mengidentifikasi 14 tren sustainability yang akan merubah strategi bisnis, peran perusahaan, operasi, pembiayaan, pelibatan pemangku kepentingan, dan pengukuran dampak pada tahun 2022 dan seterusnya. 14 Tren Sustainability 2022 untuk transformasi bisnis perusahaan yang berkelanjutan Menurut I by IMD, berikut ini adalah 14 tren sustainability yang perlu diperhatikan oleh para pemimpin bisnis: 1. Wealth transfer with purpose Kita berada di era kekayaan dunia dengan sebagian besar generasi milenial yang mengambil alih bisnis dan politik. Generasi ini hadir dengan pola pikir dan ide yang masih segar dan rasa tanggung jawab besar untuk menjadi agen perubahan. Mereka sangat antusias pada masalah ESG, keberlanjutan, filantropi, dan investasi berdampak. Sebagai inovator dan pengusaha, mereka berani mengambil langkah yang diperlukan untuk menyebarkan investasi mereka sendiri untuk tujuan yang lebih besar. Mereka mengambil pendekatan melalui kewirausahaan yang berkelanjutan untuk kelangsungan hidup jangka panjang. 2. Investor aktivis mendorong perubahan sistem dengan Proxy Voting Investor aktivis menggunakan Proxy Voting untuk mendorong perubahan sistem dan mendorong dalam meningkatkan komitmen mereka terhadap manusia, laba, dan bumi. Dengan 467 resolusi pemegang saham tentang isu-isu ESG yang telah diusulkan pada tahun 2021 di AS saja, aktivisme pemegang saham siap untuk berkembang di masa depan. BlackRock, manajer aset terbesar di dunia, setuju untuk memberikan kemampuan kepada investornya untuk memberikan suara pada pemegang saham. 3. Pengurangan bahan bakar batu bara China telah membuat langkah besar dalam beberapa tahun terakhir dengan mengurangi ketergantungannya pada bahan bakar fosil menjadi energi yang lebih aman seperti angin, matahari, dan tenaga air. Mereka telah menambahkan kapasitas tenaga angin lima kali lebih banyak pada tahun 2020 daripada AS. Pada saat yang sama, China juga telah membiayai pembangkit listrik tenaga batu bara di luar negeri. Baca juga: Mengapa Perusahaan Perlu Beralih dari CSR Menjadi ESG? 4. Risiko HAM muncul dari AI yang belum matang Teknologi berbasis AI sangat mengubah tatanan dunia. Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk memastikan bahwa sistem ini dikembangkan bebas dari bias, bisa mengukur apa yang ingin mereka ukur, dan tidak mendiskriminasi kelompok tertentu demi efisiensi. Penerapan AI harus menjadi transparan karena ini merupakan tren yang disambut baik di tahun 2022. Harapannya, teknologi AI bisa membantu efisiensi manusia, bukan menggantikan kinerja manusia dan dipergunakan dengan tidak bijak untuk keperluan yang buruk. 5. Brand mewah masuk ke dalam ekonomi sirkular yang terarah Semua bisnis perusahaan mengintegrasikan keberlanjutan ke dalam strategi dan model bisnis mereka dengan cara baru. Pakar IMD melihat berbagai pendekatan yang digunakan. Perusahaan semakin mengintegrasikan keberlanjutan ke dalam brand mereka sebagai keputusan strategis, dan sektor barang mewah menciptakan kembali model bisnisnya untuk terlibat dengan ekonomi sirkular. Perusahaan juga mengambil tindakan untuk meregenerasi alam. 6. Regenerasi alam menjadi prioritas Unilever berpartisipasi untuk mengatasi deforestasi pada tahun 2023, dengan memanfaatkan program pertanian regeneratif untuk pemasoknya. IKEA berusaha untuk mendukung climate change pada tahun 2030 menggunakan reboisasi. Regenerasi alam akan membutuhkan kerja sama yang erat dengan masyarakat lokal dan ilmuwan untuk memahami fungsi ekosistem yang kompleks. Pendekatan ini sangat perlu untuk mengembalikan alam ke kondisi regeneratif dengan meminimalisir konsekuensi yang tidak diinginkan. Kesehatan ekosistem sangat penting bagi masyarakat; hal ini terkait erat dengan perubahan iklim, ketahanan pangan, dan masalah ketimpangan pendapatan. Baca juga: CSR dan ESG Penting Bagi Bisnis, Mengapa? Inilah 3 Alasannya! 7. Memperkuat sustainability secara menyeluruh dari atas ke bawah dan sebaliknya Neste dan Grameen Bank memiliki dampak keberlanjutan yang besar. Neste telah menjadi juara daur ulang global, menggunakan teknologi dan model bisnis melingkar untuk menciptakan produk dari limbah biologis. Grameen Bank fokus pada inovasi sosial dalam penciptaan dan penskalaan keuangan mikro. Dampak sosialnya luar biasa, memungkinkan pinjaman kepada orang miskin tanpa memerlukan jaminan. Jika Neste adalah keberlanjutan dari atas ke bawah, Grameen Bank adalah keberlanjutan dari bawah ke atas. Keduanya adalah juara sustainability terbaik. Kita bisa mencontoh kedua perusahaan ini untuk menciptakan transformasi bisnis yang benar-benar berkelanjutan dalam skala besar. 8. Keberlanjutan dalam brand strategy yang terintegrasi Perusahaan mengandalkan pendekatan sedikit demi sedikit untuk mengintegrasikan keberlanjutan ke dalam brand strategy mereka. Perusahaan terkemuka menjadi lebih canggih, mengintegrasikan keberlanjutan dalam brand strategy sebagai bagian dari keputusan strategis. Kedua, mereka menilai apakah manfaat keberlanjutan harus diberikan kepada pelanggan “saat pembelian” atau apakah mereka harus meminta partisipasi konsumen. Misalnya, deterjen Finish bermitra dengan perusahaan pencuci piring dan perusahaan media untuk mendorong konsumen melewati tahap pembilasan. 9. Era baru aktivisme CEO Banyak keterlibatan dari CEO dalam masalah sosial dan lingkungan, dari menegakkan keadilan sosial hingga mengarahkan upaya untuk mengurangi perubahan iklim. Sejak dulu, para pemimpin bisnis berusaha untuk mempengaruhi pasar dan peraturan untuk meningkatkan laba, tetapi jarang menyuarakan hal-hal yang sensitif secara politik yang dapat membahayakan reputasi. Jadi mengapa baru menyuarakan sekarang? Kita menyaksikan generasi baru pemimpin perusahaan dengan keyakinan tanpa henti bahwa bisnis harus menjadi kekuatan untuk merangkul tujuan yang baik. Perusahaan juga mendorong tren ini dengan meningkatnya ekspektasi bisnis untuk menciptakan nilai sosial. Penelitian di AS telah menunjukkan konsumen dan karyawan lebih memilih perusahaan yang CEO-nya mengadvokasi masalah sosial hingga Milenial dan Gen Z menjadi aktivis untuk mendorong perubahan. Baca juga: CSR, ESG, dan SDGs: Apa Bedanya? Mana yang Terbaik? 10. Strategi keberlanjutan mengubah peran C-suite Para pemimpin perusahaan menggabungkan keberlanjutan dengan strategi untuk mendapatkan keunggulan kompetitif. Mereka menanamkan keberlanjutan ke dalam setiap aspek operasi perusahaan. Ini akan mengarah pada model bisnis baru di mana setiap fungsi memiliki andil dalam dampak sosial dan lingkungan. Peran C-Suite mengatur ini semua. Misalnya, di Schneider Electric, Chief Sustainability Officer juga menjabat sebagai Chief Strategy Officer. Di Lafarge-Holcim, fungsi Chief Sustainability Officer diangkat menjadi Executive Committee, juga memegang gelar Chief Innovation Officer. Chief Financial Officer melaporkan ESG dan menanggapi tekanan investor. Lalu, Chief Operating Officer mengurangi pemborosan, membangun rantai pasokan yang transparan, dan menciptakan solusi sirkular. Chief Marketing Officer membahas jenis preferensi pelanggan baru. Chief Human Resources Officer memastikan kesetaraan, keragaman, dan inklusi serta membangun jaringan yang kuat dari kapabilitas ESG baru. Ini adalah langkah kunci untuk memastikan KPI dan insentif di masa mendatang selaras dengan ambisi ESG. 11. Dewan perusahaan mengadopsi ESG Pemilik aset dan investor di seluruh dunia telah menyatakan minat mereka terhadap ESG. Sebaliknya, lebih dari sepertiga anggota dewan berpikir pada tahun 2020 bahwa investor institusional memberi terlalu banyak tekanan pada masalah lingkungan. Hanya separuh dari semua direktur yang berpendapat bahwa dewan mereka memahami isu-isu ESG yang berdampak pada perusahaan. Kenyataannya adalah bahwa memanfaatkan ESG menuju kinerja keuangan yang positif memerlukan transformasi kerja dewan. 12. Pertumbuhan obligasi hijau dipercepat Obligasi Hijau akan memainkan peran penting pada tahun 2022 dan seterusnya. Kumpulan literatur akademis dan praktik perbankan baru memberi kita dua wawasan penting: 1. Kinerja lingkungan dari perusahaan yang menerbitkan obligasi hijau meningkat sebesar 7% dan emisi karbon mereka berkurang 13 ton untuk setiap $1 juta aset. 2. Perusahaan yang menerbitkan obligasi standar dan Obligasi Hijau pada saat yang sama (disebut Obligasi Kembar) lebih mudah untuk memasarkan (lebih banyak permintaan) untuk Obligasi Hijau mereka daripada obligasi standar (pada hasil yang sama). Setelah COP26, perusahaan perlu menemukan instrumen pembiayaan yang mendukung transisi berkelanjutan mereka. Obligasi hijau menjadi jawaban atas kebutuhan perusahaan yang berwawasan lingkungan dan finansial. 13. Teknologi digital memperkuat keberlanjutan dan bisnis inklusif Peran teknologi digital dalam mendukung transformasi menuju keberlanjutan tidak bisa dipandang sebelah mata. Pada dasarnya, teknologi digital sangat cocok untuk proses penskalaan – dan, implikasinya, untuk mencapai dampak berkelanjutan yang lebih besar dan lebih cepat. Kita bisa mempertimbangkan perpindahan dari bahan bakar fosil ke energi terbarukan di sektor energi, atau elektrifikasi yang sedang berlangsung di industri transportasi dan mobilitas. 14. Target berbasis sains menjadi daya tarik Semakin banyak perusahaan membuat official GHG emission reduction commitments. Perusahaan ini menerapkan Science-Based Target initiative (SBTi). SBTi adalah kerjasama antara the Carbon Disclosure Project (CDP), the United Nations Global Compact, the World Resources Institute (WRI), dan the World Wide Fund for Nature (WWF). Organisasi tersebut memeriksa tujuan perusahaan terhadap kriteria berbasis sains, memberikan umpan balik, dan memvalidasi proyek. Kesimpulan Saat kita melangkah lebih jauh dalam dekade ini, sangat penting dalam membuat penurunan signifikan emisi karbon global, itulah 14 tren Sustainability yang kemungkinan akan mendominasi tahun 2022 dan mendatang dalam hal transisi energi, keberlanjutan pangan, dan strategi ESG. Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Startup Indonesia di Bidang Pengelolaan Plastik
Community Development, CSV, Sustainability

Startup Indonesia di Bidang Pengelolaan Plastik

Tingkat partisipasi organisasi masyarakat sipil, komunitas, maupun startup Indonesia di bidang pengelolaan plastik sangat tinggi. Partisipasi tersebut ditunjukkan lewat keikutsertaan lebih dari 100 organisasi dan komunitas di penyelenggaran Pawai Bebas Plastik di tahun 2020 lalu. Ini adalah salah satu pertanda bahwa masyarakat semakin teredukasi dan menyadari bahwa krisis sampah plastik perlu segera diselesaikan dengan kebijakan riil dan terintegrasi. Pawai Bebas Plastik menyampaikan tiga tuntutan, yaitu: (1) Mendorong pemerintah untuk melarang penggunaan plastik sekali pakai; (2) Mendorong pemerintah untuk memperbaiki sistem tata kelola sampah; dan (3) Mendorong produsen dan pelaku usaha untuk bertanggung jawab atas sampah pasca konsumsi.  Memilah sampah plastik merupakan pekerjaan rumah yang masih banyak diabaikan oleh banyak orang Padahal setiap harinya 175 ribu ton sampah dihasilkan. Hanya 3 persen total sampah di Indonesia yang di daur ulang sedangkan sisanya menumpuk di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Begitu pula di perkotaan, setiap harinya 6,7 ribu ton sampah masuk ke TPST Bantar Gebang. Rasa enggan memilah sampah disebabkan oleh beberapa hal ini misalnya ketika tumpukan sampah yang sudah dipisahkan tercampur kembali di dalam truk dan gerobak sampah. Tentu saja hal ini menimbulkan skeptis di masyarakat. Kemudian pengelolaan sampah yang tidak berjalan maksimal karena tidak ditangani profesional dan ahli persampahan. Serta program pemerintah yang masih memiliki keterbatasan fasilitas. Tidak sedikit akhirnya pihak swasta yang berperan dalam pengelolaan sampah seperti perusahaan dan komunitas berikut. Startup Indonesia di bidang pengelolaan plastik di Indonesia ini menawarkan layanan pengelolaan sampah yang praktis. Semuanya cukup kita antar sendiri atau menggunakan jasa kurir, simak baik-baik ya. 1. Waste4Change PT Wasteforchange Alam Indonesia atau yang lebih dikenal dengan nama Waste4Change merupakan perusahaan yang menyediakan solusi pengolahan sampah sejak tahun 2014 dan telah mengelola lebih dari 5,4 juta kg sampah perusahaan maupun individu. Melalui program Send Your Waste (SYW) sampah anorganik yang telah kita kumpulkan dapat langsung didrop off atau dikirim melalui kurir ke alamat Waste4Change di Bekasi. Di Rumah Pemulihan Material (RPM) nantinya sampah-sampah tersebut akan dipilah kembali, diolah, dan didistribusikan ke mitra agen daur ulang Waste4Change agar tidak menumpuk di TPA. Selain itu, ada jasa berbayar Personal Waste Management (PMW) di mana tim Waste4Change akan menjemput sampah ke rumah setiap minggunya. Kita dapat mengirimkan berbagai jenis sampah mulai dari kertas, plastik, sachet multilayer, kaca, hingga metal. Sampah-sampah organik juga tetap bisa kita olah sendiri dengan mengompos di rumah. Waste4Change menyediakan berbagai perlengkapan dan peralatan pengomposan serta kompos siap pakai untuk dipesan. 2. Rekosistem PT Khazanah Hijau Indonesia atau yang dikenal sebagai Rekosistem menyediakan fasilitas setor sampah anorganik gratis ke kantor pengolahan mereka di Jakarta Selatan. Nantinya sampah-sampah tersebut akan didaur ulang oleh mitra Rekosistem. Berbagai jenis sampah yang dapat dikirim mulai dari plastik, kertas, kaca, karet, metal, hingga sampah elektronik. Sejak bulan lalu, Oktober 2020, Rekosistem juga mulai memfasilitasi penjemputan sampah di seluruh area Jakarta Selatan dan Jakarta Pusat dengan sistem berbayar tiap bulannya. Baik sampah organik maupun anorganik dapat kamu kirim.  3. Rebricks Rebricks merupakan perusahaan yang berfokus membuat batako atau paving block ramah lingkungan dari bahan plastik multilayer atau sachet. Tidak seperti bahan plastik lainnya, sachet merupakan plastik yang belum terolah dan diterima oleh bank sampah maupun pengepul sehingga menimbulkan bermacam permasalahan lingkungan. Nantinya hasil daur ulang berupa batako dapat digunakan sebagai lahan parkir, trotoar, dan taman.  Kamu bisa mengirimkan sampah yang telah dipilah ke drop point Rebricks di Pondok Pinang dan Karet Kuningan, Jakarta Selatan. Jenis-jenis sampah plastik yang diterima yaitu kresek, bubble wrap, dan berbagai kemasan multilayer. Baca juga: Mengenal Conference of the Parties atau COP26 4. EwasteRJ Komunitas EwasteRJ sudah aktif sejak tahun 2015 dalam mengedukasi tentang bahaya sampah elektronik dan mengajak masyarakat membuang sampah elektronik dengan benar. Komunitas yang diinisiasi oleh pemuda bernama Rafa Jafar telah mengelola lebih dari 2.735 kg sampah elektronik dan terus memperluas jangkauan komunitasnya.  Saat ini EwasteRJ menyediakan drop zone di 12 kota di Pulau Jawa seperti Jakarta, Bandung, Depok, Tangerang, Yogyakarta, dan Surabaya. Sampah-sampah tersebut akan diolah oleh perusahaan pengolahan limbah B3. 5. Armada Kemasan PT Armada Kemasan Nusantara adalah perusahaan pengelolaan sampah khusus daur ulang yang melayani pabrik dan kantor maupun individu.  Kamu dapat mengirimkan sampah yang telah dipilah ke gudang Armada Kemasan di Depok. Kita juga bisa memilih fasilitas penjemputan jika sampah kita minimal 2 kantong besar. Selain itu, fasilitas drop point tersebar berbagai daerah di Jabodetabek di antaranya Jatinegara, Cibubur, Kranggan, BSD Tangerang, Pejaten, dan masih banyak lainnya. 6. MallSampah Ingin menjual sampah sambil rebahan? MallSampah solusinya. Startup asal Makassar ini punya jasa pickup limbah, langsung dari aplikasi. Kita tinggal minta dijemput, mereka yang akan datang mengambil sampah kita. MallSampah juga menawarkan kerja sama dengan banyak perusahaan. Nantinya, sampah dari kantor mereka akan diangkut dan didaur ulang secara berkelanjutan. Seperti diberitakan Detik, startup ini juga digandeng oleh Coca Cola dalam program Plastic Reborn 2.0 mereka. Baca juga: Plogging: Olahraga Sambil Menjaga Lingkungan 7. Gringgo Selanjutnya, ada Gringgo. Startup pengelola sampah asal Bali ini punya model business-to-business. Mereka menawarkan jasa pengumpulan sampah untuk berbagai perusahaan. Nantinya, sampah ini ditukar dengan uang. Menarik, bukan? Gringgo sendiri merupakan startup binaan akselerator GK-Plug and Play. 8. Angkuts Perusahaan ini ada di Pontianak dan siap mengangkut sampah kita. Perusahaan rintisan yang satu ini punya konsep “ojek sampah”. Sebelum memakai jasanya, kita harus memilah sampah kita dulu dengan membagi sampah menjadi yang organik dan yang anorganik. Setelah itu, buka aplikasi Angkuts. Nantinya, “ojek” akan datang ke tempa kita dan membawa sampah itu. Setelah itu, kita akan diberi uang sebagai imbalan. Tidak sempat memilah-milah sampah? Tenang saja. Kita tetap bisa menyetorkan sampah yang masih tercampur kepada startup ini. Namun, nantinya, uang imbala kita akan terpotong. 9. Mulung.co Ingin menukar sampah dengan barang lain selain uang? Mulung.co solusinya. Ryan Fiesta menciptakan Mulung.co sebagai solusi dari kesulitan bank sampah. Seperti dituliskan Warta Ekonomi, menurutnya, cara kerja lembaga ini punya kekurangan. Nasabahnya harus menyetor sampah sendiri ke tempat yang tersedia. Sampah tersebut akhirnya diubah menjadi uang yang jumlahnya tidak besar. Di sinilah Mulung.co datang dari pintu ke pintu untuk menjemput sampah dari masyarakat. Sampah itu juga tak selalu ditukar dengan uang cash. Ada pilihan untuk “menjual” sampah menjadi pulsa, token listrik, hingga saldo dompet digital. 10. SMASH Bicara soal bank sampah, startup pengelola sampah selanjutnya masih berkaitan dengan lembaga yang satu ini. Nama mereka adalah SMASH. Lebih detailnya, layanan-layanan yang mereka punyai adalah: a. e-Smash Layabab e-Smash merupakan produk B2G alias business-to-government dari SMASH. Ia berupa aplikasi manajemen sampah untuk daerah-daerah di Indonesia. b. mySmash Kalau e-Smash meruapakan layanan B2G, lain halnya dengan mySmash. Ia merupakan produk B2C alias business-to-consumer. Dengan aplikasi ini, kita bisa mengetahui bank sampah terdekat. Data soal jenis sampah yang mereka terima juga tertulis lengkap. Lebih jauh lagi, mengutip Pikiran Rakyat, kita juga bisa menggunakannnya layaknya mobile banking. Uang hasil penjualan sampah akan masuk ke “rekening” kita di aplikasi, lalu bisa digunakan untuk jual-beli. c. Banksampah.id Banksampah.id merupakan produk B2B alias business-to-business. Target pasarnya sendiri merupakan sederet bank sampah yang ada di tanah air. Nantinya, Banksampah.id bisa digunakan untuk manajemen lembaga ini. Pengelolaan data bank tentu jadi lebih praktis. Baca juga: Air di Masa Mendatang: Bagaimana Inovasi Akan Memajukan Water Sustainability di Seluruh Dunia 11. Limbahagia Limbahagia merupakan tempat pengelola sampah yang dimiliki oleh Indra Noviansyah. Ia membeli sampah-sampah plastik dari para pemulung, lalu mengolahnya menjadi bijih plastik yang kemudian dijual kembali tidak hanya di Indonesia, tapi juga hingga ke Tiongkok dan negara-negara di Asia lainnya. Dari kegiatan ekspor inilah ia dapat meraih keuntungan yang besar.  Indra memulai bisnis pengelolaan sampah plastik dari tahun 2008. Pada saat itu karyawannya hanya berkisar 12 orang. Ia berhasil bertahan hingga sekarang karena bisnis daur ulang memang cukup menjanjikan. Perusahaan yang didirikannya ini sekarang sudah semakin besar karena menerapkan sistem franchise. Ia juga melakukan kampanye pada masyarakat luas untuk lebih memperhatikan lingkungan. 12. Pojokplastik.com Perusahaan ini bergerak di bidang penggilingan plastik yang nanti akan bisa diolah kembali menjadi berbagai macam produk. Mereka menggunakan sistem franchise dalam mengembangkan bisnisnya sehingga sangat terbuka menyambut kita yang ingin bergabung menjadi pebisnis pengolahan sampah plastik. Nanti kita bisa bergabung dengan mereka hingga dapat membangun bisnis pengolahan sampah plastik sendiri. Ada tahapan yang perlu kita ikuti, jatuhnya seperti pelatihan. Jika kita tertarik membuka usaha pengolahan sampah plastik, tapi bingung harus memulai dari mana, kita bisa belajar dari mereka. Mitra usaha yang mereka tawarkan ini cukup menarik.  13. dietkantongplastik Gerakan Indonesia Diet Kantong Plastik (GIDKP) merupakan lembaga non profit berbadan hukum perkumpulan yang telah memperoleh berbagai penghargaan atas upayanya mewujudkan Indonesia Bebas Plastik Sekali Pakai. Dengan melakukan pendekatan advokasi, kolaborasi, dan edukasi, GIDKP berhasil mendorong lebih dari 70 kota/kabupaten untuk melarang penggunaan plastik sekali pakai. 14. CV Majestic Group Perusahaan yang berlokasi di Bekasi ini mengkhususkan diri sebagai perusahaan yang memproduksi mesin pengolah sampah plastik. Mesin yang diproduksinya didesain sendiri. Hal ini tentu saja sangat inovatif, mengingat mesin pengolah sampah plastik yang dipasok dari luar negeri harganya sangat mahal. Pemiliknya bernama Muhammad Baedowy. Ia pertama kali memulai bisnis dengan berbisnis botol plastik bekas. Modal yang ia gunakan kala itu mencapai Rp50 juta. Baca juga: Bagaimana Cara Menjaga Lautan untuk Bumi Kita? 7 Tips Menjaga Ekosistem Terbesar di Dunia Kesimpulan Mendirikan startup Indonesia di bidang pengelolaan plastik harus punya beberapa hal yang harus dipenuhi. Pertama, kita perlu niat yang kuat karena yang namanya bisnis memang tidak main-main. Kedua, kita perlu modal yang cukup. Modal yang cukup ini akan memudahkanmu untuk melakukan kegiatan bisnis dengan lancar. Perlu diketahui, modal untuk mendirikan bisnis ini cukup besar karena kamu memerlukan mesin pengolah yang sesuai.  Ketiga, kita harus mencari pengepul sampah terpercaya yang bisa menyediakan sampah pada kita. Jangan lupa berikan pada mereka pembayaran yang layak karena sudah bekerja keras. Kita perlu memilih sampah plastik yang bisa digunakan, lalu dibersihkan dengan benar terlebih dahulu agar bakteri yang menempel bisa hilang. Keempat, sediakan mesin pengolah sampah yang berkualitas. Yang berkualitas biasanya akan bertahan lama, dan akan memudahkanmu dalam mengelola sampah. Kamu akan sangat mengandalkan mesin ini. Jika kita ingin membuka startup indonesia di bidang pengelolaan plastik, kita perlu belajar dari ahlinya. Para pengusaha sampah daur ulang biasanya tidak pelit ilmu. Mereka beranggapan bahwa akan sangat bagus jika generasi muda yang kreatif dan peduli bertambah banyak, karena bisa membantu perubahan besar bagi pengolahan sampah plastik di Indonesia. Jadi, jangan ragu belajar dari para senior. Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Peran Generasi Muda untuk Mengurangi Plastik
Sustainability

Peran Generasi Muda untuk Mengurangi Plastik

Di abad ke-21 ini siapa yang tidak mengenal plastik. Hampir seluruh aspek kehidupan manusia di bumi tidak lepas dari yang namanya plastik. Mulai dari kesehatan, pekerjaan, rumah tangga, keamanan, transportasi dan lain sebagainya. Semua menggunakan plastik sebagai materi dasar dari peralatan yang mereka gunakan. Nyaris semua benda yang ada disekeliling kita sekarang terbuat dari plastik. Laporan dari Kementerian Lingkungan United Nation (UN) pada tahun 2020 menemukan bahwa dari 8,3 juta ton plastik yang diproduksi di dunia, sebanyak 6,3 juta ton sudah menjadi limbah, serta hanya sebesar 9,3% dari limbah tersebut yang melalui proses daur ulang. Sebagian besar limbah plastik masih banyak ditemukan di tempat pembuangan sampah, berserakan di jalanan, dan mengotori wilayah perairan yang ada di dunia.  Lucrèce Foufopoulos, Wakil Presiden Eksekutif – Polyolefins, Circular Economy dan CTO, dalam wawancara singkatnya oleh Sustainable Plastics. Dia memberi tahu seluruh orang di dunia bahwa revolusi industri plastik bergantung pada model bisnis sirkular dan peran generasi muda untuk mengurangi plastik. Kita tetap bisa menikmati manfaat plastik jika industri sendiri bisa menangani masalah besar seperti sampah plastik. Lucrèce Foufopoulos menambahkan jika upaya pemanfaatan ulang sampah plastik ini bertujuan untuk mencapai carbon neutral pada tahun 2050. Ia sangat antusias mengajak generasi muda seperti kita untuk bergabung dengan industri plastik dalam mengurangi pencemaran lingkungan. “Untuk mempertahankan masa depan industri plastik, kita harus menangani masalah limbah dan merevolusikan sistem ini menuju sustainability. Sehingga kita akan terus bisa menikmati manfaat plastik dengan bijak.”— Lucrèce Foufopoulos, Executive Vice President Polyolefins and Innovation & Technology Sekitar 24,5 juta ton sampah plastik dihasilkan di Eropa pada tahun 2020 Sebagian besar dari sampah plastik di dunia telah dibakar, dikirim ke pembuangan sampah, sampai dibiarkan bermuara ke lautan. Akibatnya, produksi dan pembuangan plastik tersebut menyumbang emisi gas rumah kaca yang signifikan. Menurut Industry body Plastics Europe, perusahaan di mana Foufopoulos menjadi anggota dewan, disimpulkan bahwa solusi utama untuk menangani sampah plastik adalah peningkatan daur ulang secara besar-besaran dengan lebih cepat. Di Eropa sendiri, hanya 14% sampah plastik yang didaur ulang saat ini dan angka ini perlu ditingkatkan, katanya. Kita juga harus didukung oleh teknologi yang super cepat karena tidak gampang untuk merealisasikan gerakan ini . Revolusi industri plastik ini merupakan sebuah investasi dunia yang membutuhkan gerakan satu suara dari banyak industri maupun organisasi. Baca juga: Mengenal Conference of the Parties atau COP26 Mendesain ulang produk untuk didaur ulang dan pengembangan produk yang dapat digunakan kembali juga memiliki peran penting dalam model bisnis sirkular yang perlu diadopsi oleh industri Borealis memperdalam komitmennya untuk net zero future dengan bertujuan untuk memperluas volume plastik ke arah sustainability di pasar. Perluasan yang dilakukan ini mencapai hingga 18 kali lipat dari level saat ini di tahun 2030, sehingga pada saat itu 40% dari produksinya di Eropa akan menjadi plastik yang berkelanjutan. Untuk mencapai tujuan ini, industri plastik maupun organisasi lingkungan di dunia perlu mengajak kaum muda yang cerdas dan kreatif untuk bergabung dan membantu mengatasi masalah limbah plastik. Daripada kita hanya bisa duduk dan mengkritik, kenapa kita tidak ikut bergabung saja dengan organisasi yang fokus terhadap environmental awareness untuk menciptakan masa depan yang bersih. Borealis telah mengambil langkah besar menuju masa depan plastik yang lebih berkelanjutan. Mereka mulai bertahap beralih dari bahan bakar fosil ke sumber karbon alternatif seperti biomassa atau aliran limbah campuran. Aliran limbah seperti minyak goreng bekas digunakan untuk mengembangkan plastik yang dipasarkan dengan merek Bornewables™. Perusahaan juga melakukan upaya besar untuk merevitalisasi dan mendaur ulang aliran limbah plastik campuran, termasuk daur ulang limbah kimia yang tidak cocok untuk daur ulang mekanis. Borealis adalah salah satu produsen plastik pertama yang berinvestasi dalam aset daur ulang, mengakuisisi pendaur ulang plastik di Jerman pada tahun 2016 dan pendaur ulang plastik Austria Ecoplast pada tahun 2018. Perusahaan ini juga bekerja sama dengan merek olahraga Swiss On untuk mengubah emisi karbon menjadi bahan baku utama untuk unit alas sepatu, khususnya busa EVA (ethylene vinyl acetate) untuk sepatu larinya. Baca juga: Plogging: Olahraga Sambil Menjaga Lingkungan Plastik itu banyak manfaatnya Menurut Keith Christman, Managing Director, Plastics Markets, di ACC, “Plastik memiliki peran penting dalam memberikan hasil yang berkelanjutan. Dengan menggunakan lebih sedikit bahan, plastik membantu mengurangi emisi gas rumah kaca, timbulan limbah, serta menghemat energi ”. Satu trilliun kantong plastik digunakan di seluruh dunia setiap tahun, dengan rata-rata “masa kerja” hanya 15 menit. Penelitian menunjukkan, produksi plastik telah meningkat dari dua juta ton pada tahun 1950-an menjadi 380 juta ton pada 2015. Tahun 2050 nanti, diperkirakan ada 34 milyar ton plastik yang diproduksi. Kenaikan angka ini menunjukkan kebutuhan manusia terhadap plastik pun meningkat. Suka atau tidak, manusia memang begitu memerlukan plastik. Plastik membantu kita melindungi lingkungan dengan mengurangi limbah, menurunkan emisi gas rumah kaca, dan menghemat energi di rumah, di tempat kerja, dan di jalan. Insulasi plastik, sealant, dan produk bangunan lainnya membuat rumah kita jauh lebih hemat energi, sekaligus mengurangi biaya untuk pemanasan dan pendinginan. Plastik adalah bahan yang tahan lama, ringan, dan murah, yang dapat dengan mudah dicetak  dan dibentuk menjadi berbagai produk. Oleh karena itu, plastik memiliki banyak sekali penggunaan dan produksinya telah meningkat tajam selama beberapa dekade terakhir. Namun, daya tahan plastik dapat memiliki efek merugikan pada lingkungan. Baca juga: Air di Masa Mendatang: Bagaimana Inovasi Akan Memajukan Water Sustainability di Seluruh Dunia Peran generasi muda untuk mengurangi plastik telah lama mendapatkan julukan sebagai agent of change Permasalahan iklim dan polusi bahkan menjadi salah satu tujuan yang ingin dicapai dalam agenda pembangunan secara global, atau lebih dikenal dengan Sustainaible Development Goals (SDGs). Dari 17 tujuan yang terlah disepakati, pemasalahan iklim berada di peringkat 13.  Generasi muda mempunyai tanggung jawab yang besar dalam memberikan aksi dalam fungsinya sebagai agen perubahan. Agent of change diharapkan tidak hanya beakhir sebatas julukan yang dapat dibanggakan, tetapi bisa menjadi motivasi agar melalukan suatu gerakan perubahan. Khususnya bagi penanganan limbah plastik, peran generasi muda untuk mengurangi plastik sangat diperlukan untuk memberian contoh dan mengedukasi masyarakat luas. Sebagai generasi muda langkah nyata apa yang kita lakukan untuk mengurangi limbah plastik? 1. Kurangi penggunaan sedotan plastik Menggunakan sedotan plastik memang sudah menjadi kebutuhan yang lumrah. Sehingga untuk mengubah kebiasaan itu pun sulit, tapi bukannya tidak mungkin. Bayangkan berapa banyak restoran di sekitarmu, berapa banyak sedotan plastik yang menjadi sampah plastik yang sulit didaur ulang. Kalau memang harus menggunakan sedotan, pakailah sedotan stainless yang bisa dicuci dan digunakan kembali atau sedotan kertas. 2. Bawa tas belanja pribadi Di sebagian besar pusat perbelanjaan besar sudah diberlakukan peraturan tentang kantong plastik berbayar, namun tidak sedikit yang rela mengeluarkan uang untuk tetap menggunakan kantong plastik. Alangkah baiknya jika kita bisa bawa tas belanja berbahan kain yang kuat dan bisa dipakai terus-menerus. Carilah tas belanja dengan berbagai ukuran agar bisa disesuaikan dengan belanjaan kita. Dengan begitu kita akan sangat mengurangi penggunaan kantong plastik. 3. Bawa botol minum Setiap tahun ada hampir 20 miliar botol plastik yang berujung di tempat sampah. Dengan membawa botol minum sendiri, kita bisa membantu mengurangi penggunaan botol plastik kemasan. Apalagi, sekarang banyak gerai minuman yang menawarkan potongan harga jika kita menggunakan botol minum sendiri. Botol minum juga sudah pasti aman dipakai berulang-ulang, tidak seperti botol plastik kemasan.  4. Biasakan memasak di rumah Seperti bukan hal yang langsung terlintas di kepala memasak untuk diri sendiri adalah salah satu upaya mengurangi penggunaan plastik. Dengan maraknya aplikasi online untuk memesan dan mengantar makanan, tentunya sangat menggiurkan untuk menggunakan jasa tersebut. Tetapi, biasanya kemasan dan alat makan yang digunakan berbahan plastik, yang kemungkinan besar tidak berguna lagi. Inilah poin minus yang akan tereliminasi jika kita masak untuk diri sendiri. 5. Beli barang dalam jumlah besar sekaligus Lagi-lagi berkutat soal kemasan plastik. Buat kita yang suka membeli barang dalam kemasan kecil, lebih baik beralih lah ke kemasan besar. Setelah mengubah kebiasaan dengan beralih ke barang skala besar, jumlah sampah plastik dari bungkusan akan berkurang. Lagi pula, cobabandingkan harga barang kemasan kecil dan besar, kebanyakan barang dengan kemasan besar lebih murah. 6. Kurangi pemakaian microbeads Microbeads adalah partikel kecil yang terbuat dari plastik. Biasanya terdapat di sabun mandi, pasta gigi dan beberapa produk kecantikan seperti scrub wajah. Ukurannya memang sangat kecil, tapi justru bisa menyebabkan microbeads ini termakan oleh hewan laut. Solusinya, kita bisa perhatikan kandungan di dalam produk-produk tersebut dan menghindari produk yang mengandung plastik di dalamnya. 7. Daur Ulang Slogan reduce, reuse, repair, and recycle (4R) dapat ditingkatkan kembali untuk mengatasi permasalahan limbah plastik di Indonesia. Reduce yang berarti pengurangan pemakaian dapat dilakukan dengan cara menggunakan botol plastik berupa tumbler, sehingga bisa digunakan berulang kali. Selain itu, penggunaan botol jenis tumbler juga sekaligus dapat menerapkan slogan reuse atau pemakaian kembali. Maka dengan melakukan hal satu sederhana saja, kita dapat mengurangi jumlah limbah plastik pada lingkungan. Adapun penggunaan slogan repair dan recycle juga dengan mudah dilakukan. Repair dilakukan apabila barang berbahan plastik masih dapat diperbaiki, sedangkan recycle dilakukan ketika sudah tidak dapat diselamatkan kembali. Contoh sederhananya adalah dalam pengunaan ember plastik, apabila terjadi kebocoran kecil maka masih dapat dilakukan perbaikan dengan menambal. Namun, jika sudah terjadi kebocoran yang cukup besar, ember plastik dapat dialih fungsikan menjadi pot tanaman yang ramah lingkungan. 8. Berpartisipasi dalam perusahaan dan komunitas pengelola sampah  Tak sekedar mengolah limbah, inilah Startup Indonesia di bidang pengelolaan sampah: Waste4ChangeMallSampahGringgoAngkutse-SmashmySmashBanksampah.iddietkantongplastikEwasteRJRebricksRekosistem Itulah sederet startup maupun komunitas pengelola sampah yang ada di Indonesia. Bagaimana, apakah kalian tertarik bergabung di sana? Baca juga: Bagaimana Cara Menjaga Lautan untuk Bumi Kita? 7 Tips Menjaga Ekosistem Terbesar di Dunia Apabila segala upaya baik telah dilakukan dengan melibatkan masyarakat luas, diharapkan secara bertahap dapat menurunkan jumlah limbah plastik yang akan berdampak pada perubahan iklim Generasi muda mempunyai peran dan tanggung jawab yang besar dalam keberlangsungan kehidupan dunia di masa yang akan datang. Apalagi berbagai negara di dunia juga sudah melakukan kerja sama dan berkomitmen dalam gerakan pembangunan global, dimana Indonesia menjadi salah satunya.  Oleh sebab itu, diperlukan kesadaran dan peran generasi muda untuk mengurangi plastik dengan memulai dari hal-hal kecil untuk membuat perubahan baik tersebut. Sebagai harapan bagi banyak orang, generasi muda juga perlu meningkatkan pengetahuan, wawasan, dan keberanian untuk memulai suatu hal baik. Karena kalau bukan kita, siapa lagi? Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Simak 5 Manfaat Social Enterprise bagi Masyarkat!
CSR, PROPER, Social Enterprise, Sustainability, Sustainable Development Goals

Simak 5 Manfaat Social Enterprise bagi Masyarakat!

Manfaat social enterprise bagi masyarakat dapat dilihat dari beberapa aspek penting. Tetapi sebelumnya, social enterprise atau kewirausahaan sosial ini menjadi platform bisnis yang sangat berkembang beberapa tahun ke belakang. Di tengah krisis sosial dan ekonomi ini, lahir para orang-orang atau kelompok yang memiliki empati serta kepekaan terhadap permasalahan sosial.  Tentu saja, prinsip utama didirikannya kewirausahaan sosial bukan hanya berorientasi keuntungan ekonomi saja, namun membawa sebuah aksi nyata untuk memperbaiki keadaan yang terdampak masalah. Nah, kira-kira apa manfaat social enterprise bagi masyarakat? Cari jawabannya di bawah ini.  Mengintip Perkembangan Social Enterprise  Istilah social enterprise atau kewirausahaan sosial ini melejit di ranah akademis ketika dibahas secara ilmiah di beberapa kampus di Inggris, salah satunya adalah Skoll Center for Social Entrepreneurship. Tidak hanya itu, di Amerika Serikat pada awal tahun 2000-an dibangun infrastruktur pendidikan yang khusus mengkaji mengenai kewirausahaan sosial.  Dalam lingkup yang praktis, ada yayasan global yang secara khusus mencari para praktisi kewirausahaan sosial di berbagai belahan dunia untuk membina dan mendistribusikan dana, yaitu Ashoka Foundation. Atas dasar ini, menurut Barensen dan Gartner (2010) dijelaskan jika ciri khas dari kewirausahaan sosial atau organisasi nirlaba adalah menciptakan kemandirian finansial dalam aktivitasnya.  Bahkan saat ini, kewirausahaan sosial telah terbukti berkontribusi terhadap akomodasi tenaga kerja dari kalangan perempuan hingga 69%. Serta, berdampak atas eskalasi 99 % karyawan perempuan pada 2016-2017. Keberhasilan usaha sosial berpotensi berkontribusi sekitar 1,91 persen dari PDB Indonesia sebesar Rp 19,4 Miliar. Hal ini selaras dengan penelitian dari Mort dan Weerawardena (2003), bahwa kewirausahaan sosial harus secara inovatif memastikan usahanya memiliki akses terhadap sumber daya. Sumber daya seperti apa? Yakni sumber daya yang dibutuhkan oleh masyarakat yang tentu mengandung dan menciptakan nilai-nilai sosial.  Manfaat Social Enterprise bagi Masyarakat Setelah mengetahui substansi di atas, yuk cari tahu manfaat social enterprise bagi masyarakat. Karena, tujuan dari implementasinya adalah untuk menyelesaikan permasalahan masyarakat.  1. Melaksanakan Cita-cita Mengubah dan Memperbaiki Nilai-nilai Sosial Pertama, manfaat dari kewirausahaan sosial harus dapat mengejawantahkan cita-cita sosial yaitu memperbaiki nilai-nilai sosial kepada masyarakat. Hal ini tentu lahir dari keresahan masyarakat yang menjadi problematika dan diolah oleh kewirausahaan sosial sebagai sebuah cita-cita sosial.  Di lain sisi, kewirausahaan sosial juga hadir sebagai stakeholder yang berprinsip untuk memperbaiki nilai-nilai sosial. Acap kali nilai-nilai sosial ini ditransmisikan oleh kewirausahaan sosial kepada masyarakat dengan program-program inovatif, kreatif, dan akomodatif.  2. Menemukan Peluang untuk Melakukan Perbaikan Kedua, salah satu kunci dari kewirausahaan sosial adalah inovatif. Apa artinya? Yaitu menemukan ide dan inovasi dalam menemukan peluang untuk melakukan perbaikan sosial di masyarakat. Kewirausahaan sosial hadir sebagai elemen penting untuk mencari jalan keluar dari berbagai tantangan sosial yang ada.  3. Melibatkan Diri dalam Inovasi, Adaptasi, dan Pembelajaran yang Berkelanjutan Ketiga, selaras dengan manfaat yang ada di atas. Di mana kewirausahaan sosial harus berprinsip pada inovasi, adaptasi, dan memberikan pembelajaran yang berkelanjutan. Tentu saja, kewirausahaan sosial melibatkan diri untuk selalu menunjukkan inovasi dan adaptasi dalam bentuk pembelajaran yang berkelanjutan bagi masyarakat.  4. Menghiraukan Hambatan atau Keterbatasan yang Dihadapinya Keempat, hambatan dan keterbatasan dalam melaksanakan program dari kewirausahaan sosial adalah keniscayaan. Untuk itu, kewirausahaan sosial harus mampu untuk menghiraukan hambatan dan keterbatasan sosial yang ada untuk dapat mengimplementasikan program-program sosial secara maksimal. Tidak hanya itu, kewirausahaan sosial harus mampu memberikan sosialisasi kepada masyarakat agar secara kolektif dapat menghiraukan permasalahan dan hambatan yang ada. Sebab, terkadang masyarakat juga sering terhambat atas berbagai hambatan dan keterbatasan yang berimplikasi buruk bagi masyarakat.  5. Akuntabilitas dalam Mempertanggungjawabkan Aktivitas Sosial kepada Masyarakat Kelima, berbagai program-program yang inovatif, akomodatif, dan positif dari kewirausahaan sosial harus dapat mempertanggungjawabkan aktivitas sosial kepada masyarakat. Akuntabilitas ini begitu penting untuk disosialisasikan kepada masyarakat, agar hal-hal yang telah dicapai selama interval waktu tertentu dapat diketahui secara jelas serta komprehensif kepada masyarakat.  Kesimpulannya, manfaat social enterprise ini memberikan dampak yang positif kepada masyarakat. Sebab, manfaat ini merupakan kristalisasi dari visi dan misi sosial yang telah dirancang serta disusun sebelum dieksekusi. Oleh karena itu, hal ini yang menjadi poin diferensiasi dari kewirausahaan sosial dan model kewirausahaan secara konvensional atau umum. Baca artikel lain dari Olahkarsa mengenai CSR, SDGs, SROI, Conflict Resolution, PROPER, dan lain-lain di sini.
Olahkarsa Official on
Mengapa Semua Perusahaan Perlu Menerapkan Sustainability?
Community Development, CSR, CSV, Sustainability, Sustainable Development Goals

Mengapa Semua Perusahaan Perlu Menerapkan Sustainability?

Rasa peduli terhadap permasalahan lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) semakin krusial bagi semua bidang bisnis terutama semua perusahaan yang perlu menerapkan sustainability. Menurut Global McKinsey Survey, 83% C-suite executives dan investment professionals percaya bahwa program ESG akan menghasilkan lebih banyak nilai pemegang saham (shareholder value) dalam waktu lima tahun kedepan. Di dalam Accenture’s research on responsible leadership, perusahaan dengan kinerja ESG yang tinggi memperoleh margin rata-rata 3,7 kali lebih tinggi daripada perusahaan yang kurang mengoptimalkan ESG. Para pemegang saham juga menerima annual total returns yang lebih tinggi kepada para pemegang saham lain. Sederhananya, sustainability adalah pendekatan bisnis untuk menciptakan nilai jangka panjang dengan mempertimbangkan bagaimana perusahaan tersebut dapat beroperasi di bidang ekologi, sosial, dan ekonomi. Sustainability dibangun atas dasar asumsi bahwa pengambangan ESG akan berpotensi untuk memperpanjang umur perusahaan. Seiring meningkatnya ekspektasi dan tanggung jawab semua perusahaan yang perlu menerapkan sustainability, semakin maraknya transparansi yang harus dilakukan. Perusahaan menyadari perlunya untuk menerapkan sustainability lebih tepatnya ESG. Simak ilustrasi di bawah ini bagaimana perusahaan besar berinisiatif untuk mencapai sustainability goals mereka masing-masing: 1. Corporate Knights Global 100 Sebagai salah satu perusahaan paling berkelanjutan di dunia (Corporate Knights Global 100) selama lebih dari dua dekade, Schneider Electric menawarkan solusi teknologi dan energi ramah lingkungan untuk membantu perusahaan mengurangi jejak karbon mereka. Schneider mempercepat komitmennya yang kuat untuk menghasilkan 80% “green revenues” pada tahun 2025 dan membantu clientnya menghindari hingga 800 juta metrik ton emisi. 2. Neste Oyj Neste Oyj adalah perusahaan minyak yang berbasis di Espoo, Finlandia, mempelopori pembuatan bahan bakar konvensional dan alternatif penyulingan plastik serta bahan lainnya. Pada bulan Maret, Neste mengumumkan investasi miliaran dolar dalam usaha patungan dengan perusahaan minyak yang berbasis di AS, Marathon Petroleum. Neste akan bekerjasama membuat bahan bakar terbarukan pertama di dunia dengan kapasitas global. 3. Orsted Perusahaan energi milik negara Denmark, Orsted, telah merevolusi industri listrik untuk mengurangi dampak perubahan iklim. Pelepasan energi dari pembangkit listrik tenaga batu bara telah diinvestasikan kembali ke ladang angin dan sekarang menjadi pengembang ladang angin di pantai lepas terbesar di dunia. Orsted mencapai ini semua dengan mendorong ekosistem rantai pasokannya untuk penyelarasan dan pengurangan emisi karbon demi mencapai tujuan net zero. 4. JetBule Di industri penerbangan, JetBlue berada di garda depan untuk mencapai netralitas karbon dengan mengimbangi emisinya, yang pada gilirannya diinvestasikan ke dalam proyek kehutanan, pengambilan gas TPA, energi surya, dan angin. Maskapai ini telah bergabung dengan UN’s Sustainable Development Goal 13 (Climate Action) dan sedang memantau opsi bahan bakar penerbangan terbarukan untuk armadanya. 5. Nike dan Adidas Kedua perusahaan ini mempunyai tujuan yang sama. Nike telah berfokus pada pengurangan limbah dan penggunaan energi terbarukan, sementara Adidas telah menciptakan rantai pasokan yang lebih ramah lingkungan. Adidas berjanji bahwa pada tahun 2025, 9 dari 10 bahan baku Adidas akan dibuat dari bahan yang lebih sustainable. 6. Unilever dan Nestlé Unilever menargetkan emisi nol bersih dari barang-barangnya pada tahun 2039 dan rantai pasokan bebas deforestasi pada tahun 2023. Nestlé telah berkomitmen untuk mencapai net zero greenhouse gas emissions pada tahun 2050 dan memiliki kemasan yang 100% dapat didaur ulang pada tahun 2025. 7. Walmart, IKEA, dan H&M Ketiga perusahan besar ini telah bergerak menuju ritel yang lebih berkelanjutan. Mereka sebagian besar memimpin kolaborasi di seluruh rantai pasokan mereka untuk mengurangi limbah, meningkatkan produktivitas sumber daya, dan mengoptimalkan penggunaan material. Walmart telah berjanji bahwa, pada tahun 2040, mereka akan mengurangi emisi dari semua kendaraannya dan beralih ke zat pendingin berdampak rendah. IKEA membuat langkah untuk menggunakan energi terbarukan di seluruh rantai pasokannya. H&M telah berkomitmen untuk menggunakan 100% daur ulang atau bahan berkelanjutan pada tahun 2030. 8. Biofarma, Biogen, dan Novo Dalam biofarma, Biogen dan Novo Nordisk sama-sama menerapkan efisiensi energi, pengurangan limbah, dan upaya ekologis lainnya. Biogen bahkan mengikat sebagian dari kompensasi karyawan dan manajemennya untuk mencapai tujuan ESG. Sementara Novo Nordisk telah berkomitmen untuk net zero emissions di seluruh rantai nilainya paling lambat pada tahun 2045. 9. Pepsi dan Coca-Cola Pepsi dan Coca-Cola sama-sama berambisi untuk menciptakan kemasan yang dapat digunakan kembali dan diisi ulang, serta meningkatkan pengelolaan dan pengisian air. Semua contoh perusahaan yang perlu menerapkan sustainability di atas telah membuat komitmen yang kuat terhadap sustainability. Mereka memulai perjalanan yang lebih berkelanjutan, dan semua perusahaan ini akan terus melakukan pengembangan selama beberapa waktu kedepan. Baca juga: Air di Masa Mendatang: Bagaimana Inovasi Akan Memajukan Water Sustainability di Seluruh Dunia Dua celah yang harus diwaspadai oleh perusahaan Untuk mencapai sustainability yang tepat sasaran, perusahaan perlu menjembatani dua kesenjangan di bawah ini: 1. The knowing – doing gap (kesenjangan antara apa yang diketahui dengan apa yang dilakukan) Sebuah studi oleh BCG/MIT menemukan bahwa 90% eksekutif menganggap sustainability itu penting, hanya 60% perusahaan yang memasukkan sustainability dalam strategi mereka, dan hanya 25% yang memasukkan sustainability dalam model bisnis mereka. 2. The compliance – competitive advantage gap Lebih banyak perusahaan menganggap sustainability sebagai keunggulan kompetitif, tetapi masih minoritas yaitu hanya 24%. Namun, semua perusahaan harus taat aturan. Manajemen perusahaan harus membahas setiap topik permasalahan secara terpisah. Taat pada aturan bersifat menyeluruh yaituwajib dilakukan. Untuk keunggulan kompetitif, hanya beberapa masalah yang diperhitungkan. Perusahaan yang sudah stabil di bidang sustainability dapat mengatasi dua kesenjangan tersebut. Mereka telah berevolusi dari mengetahui menjadi melakukan dan dari taat aturan menjadi keunggulan kompetitif. Mereka juga tahu risiko saat melakukan kesalahan seperti menjanjikan dan tidak memberikan, atau menangani masalah tanpa kekompakan. Baca juga: Mengapa Perusahaan Membutuhkan Pola Pikir Value-Focused untuk Mencapai Sustainability Goals? Beberapa rekomendasi yang bisa perusahaan terapkan untuk melakukan sustainability Sama seperti strategi keseluruhan, tidak ada “satu solusi yang tepat” untuk keberlanjutan. Solusi terbaik tergantung pada ambisi dan taruhan di masing-masing perusahaan. Berikut adalah beberapa tindakan yang berguna bagi semua tim manajemen untuk meningkatkan praktik keberlanjutan. 1. Menyelaraskan strategi dan keberlanjutan Manajemen perusahaan perlu memastikan bahwa strategi dan upaya sustainability mereka selaras. Seringkali kita melihat kejanggalan, yang tentu saja membuat upaya sustainability menjadi lemah, kurang komitmen, dan kurang jelas prioritasnya, salah satu contohnya adalah inisiatif Unilever’s Planet Positive, yang dirancang untuk melindungi dan meregenerasi 1,5 juta hektar lahan, hutan, dan lautan pada tahun 2030. Unilever mengatakan bahwa lebih banyak lahan untuk memproduksi bahan-bahan terbarukan yang termasuk dalam rangkaian produk perawatan tubuh. Pada tahun 2025, perusahaan akan membuat plastik yang dapat digunakan kembali atau dapat dibuat kompos. 2. Taat aturan yang utama, keunggulan kompetitif yang kedua Perusahaan perlu mentaati peraturan yang berkaitan dengan pengelolaan limbah, polusi, efisiensi energi, HAM dan tanggung jawab tenaga kerja. Taat pada aturan adalah masalah utama dari investor. Survei menunjukkan bahwa investor semakin menghindari risiko terlalu ketat pada aturan. Menurut 2021 EY Global Institutional Investor Survey, 74% investor lebih memilih menghindari perusahaan dengan kinerja sustainability yang buruk, sementara 90% mengatakan mereka akan lebih memilih kinerja sustainability perusahaan yang baik ketika berinvestasi. 3. Reaktif terhadap proaktif Perusahaan seperti Nike, Coca-Cola, Telenor, IKEA, Siemens, dan Nestlé, telah meningkatkan sustainability mereka akibat dari krisis. Shell telah diprotes oleh banyak aktivis karna pengeboran di Kutub Utara dan pembelian minyak mentah Rusia yang terbilang murah setelah Rusia menginvasi Ukraina pada bulan Februari 2022. Shell dengan cepat mundur dari semua bisnisnya di Rusia. 4. Mengukur semua permasalahan bisnis Semua perusahaan berjuang dengan mengukur laba atas investasi sustainability mereka. Sejalan dengan taat pada aturan, hal ini adalah masalah yang mudah. Sedangkan di bidang keunggulan kompetitif, perusahaan perlu menghubungkan sustainability dengan masalah bisnis yang lain. Tetapi kebanyakan dari mereka masih membentuk kelompok yang relatif kecil. Baca juga: Global Reporting Initiative (GRI), Standar Untuk Sustainability Report 5. Transparansi sebagai syarat Penting bagi kita untuk menilai dan meningkatkan praktik sustainability. Kita tidak bisa menilai tanpa transparansi. Transparansi dibangun atas gagasan bahwa lingkungan yang terbuka di perusahaan maupun dengan masyarakat dapat meningkatkan kinerja. Satu-satunya cara bagi perusahaan untuk mencapai transparansi adalah melalui komunikasi terbuka dengan semua pemangku kepentingan utama yang dibangun dengan komunikasi yang baik, kejelasan, akurasi, dan keterbukaan untuk mengenali kesalahan dan memperbaiki praktik. 6. Libatkan direksi Dalam survei McKinsey Global terbaru, responden ditanya apakah perusahaan mereka juga mempertimbangkan dampak program ESG pada berbagai kelompok pemangku kepentingan. Persentase terbesar di antara kelompok pemangku kepentingan tersebut, 51%, adalah untuk mempertimbangkan dampaknya terhadap dewan direksi “seluruhnya atau sebagian besar”. Hal ini memperkuat betapa pentingnya direksi dalam bekerja sama dengan pemangku kepentingan utama seperti LSM, pemerintah, dan organisasi internasional. 7. Libatkan ekosistem kita Kita tahu bahwa kolaborasi sangat penting untuk praktik sustainability yang efisien, terutama dalam memecahkan krisis. Data MIT/BCG menunjukkan bahwa 67% eksekutif melihat sustainability sebagai area kolaborasi untuk mencapai keberhasilan. 8. Libatkan organisasi secara luas Salah satu contoh perusahaan dengan kerjasama yang baik adalah Salesforce. Perusahaan ini sangat berkomitmen untuk membuat setiap karyawan bertanggung jawab terhadap sustainability. Perusahaan dapat memanfaatkan kekuatan ini untuk memajukan aksi perubahan iklim dan mengoptimalkan sustainability di seluruh bisnisnya. Baca juga: Mengapa Perusahaan Perlu Beralih dari CSR Menjadi ESG? CSR dan ESG Penting Bagi Bisnis, Mengapa? Inilah 3 Alasannya! Mengenal Conference of the Parties atau COP26 Kesimpulan Singkatnya, keberlanjutan adalah tantangan utama bagi semua perusahaan yang perlu menerapkan sustainability. Tetapi sejumlah perusahaan besar yang telah sukses dengan sustainability-nya tetap melakukan pengembangan kebijakan keberlanjutan ke arah yang semakin maju dan lebih baik. Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
5 Karakter Social Enterprise yang Wajib Anda Tahu!
Community Development, CSR, PROPER, Social Enterprise, Sustainable Development Goals

5 Karakter Social Enterprise yang Wajib Anda Tahu!

Apakah Anda tahu apa karakter social enterprise secara fundamental? Yap, jadi model bisnis ini dapat dengan mudah dikenali ketika melihat beberapa karakter kunci. Social enterprise adalah model bisnis yang mengelaborasikan aspek keuntungan dan aspek sosial di waktu yang bersamaan.  Bahkan, saat ini Anda sudah dapat melihat banyak sekali roda bisnis yang merepresentasikan social enterprise dalam kegiatan produksinya. Nah, untuk mengenali lebih dalam mengenal hal tersebut, maka wajib bagi Anda untuk memahami beberapa karakter social enterprise sebagai medium pembeda dari model bisnis lain. Yuk cari tahu selengkapnya di bawah ini! Mengintip Substansi dari Social Enterprise sebagai Model Bisnis Inovatif Negara dalam perjalanannya memiliki beberapa permasalahan yang cukup mengakar utamanya di taraf masyarakat. Walaupun tidak menegasikan bahwa permasalahan lain juga mencakup hal-hal yang sifatnya makro, seperti ekonomi global, pertahanan nasional, pangan, ekspor-impor, dan lain-lain.  Tetapi, ada permasalahan fundamental di masyarakat yang dapat diselesaikan dengan cara yang lebih mikro, salah satunya adalah dengan social enterprise atau kewirausahaan sosial. Menurut Hibbert (2005) bahwa kewirausahaan sosial adalah pemanfaatan perilaku kewirausahaan yang lebih terfokus pada laba atau laba yang diperoleh lalu dimanfaatkan untuk kepentingan sosial.  Peleburan antara aspek kewirausahaan yang sangat ekonomis dan upaya sosial yang sangat sosiologis ini disatukan dalam bentuk kewirausahaan sosial. Oleh karena itu, tujuan utama yang menjadi objektif kewirausahaan sosial merupakan efektivitasnya dalam mereduksi problematika sosial di masyarakat.  Namun, istilah kewirausahaan sosial ini juga mendapatkan banyak kritik dari berbagai ahli dan pengamat. Misalnya, menurut Mair dan Marti (2006) mengungkapkan jika definisi kewirausahaan sosial masih lemah. Pendapatnya, istilah ini dalam konteks bisnis juga memiliki pemahaman yang kabur.  Tetapi, pada akhirnya, konsep kewirausahaan sosial tetap digunakan sebagai landasan utama untuk mengkaji ilmu bisnis yang dikaitkan dengan paradigma sosial untuk mengurangi angka kemiskinan di suatu negara. Ditambah, kewirausahaan sosial juga relevan dengan zaman karena menggabungkan misi bisnis dan sosial menjadi satu kesatuan.  Cari Tahu! 5 Karakter Social Enterprise  Nah, untuk mempelajari lebih dekat dengan konsep ini, maka Anda harus mengenali 5 karakter social enterprise di bawah ini. Berikut penjelasannya: 1. Misi Sosial (Social Mission) Pertama, karakter inti dari kewirausahaan sosial adalah terletak pada aspek misi sosialnya. Alasan utama kewirausahaan sosial lahir adalah adanya keresahan kolektif mengenai suatu permasalahan sosial di masyarakat.  Hal ini yang membuat adanya konsensus antara para praktisi kewirausahaan sosial dalam merumuskan misi sosial nya. Misi sosial ini nanti akan dikontekstualisasikan dengan produk bisnis yang akan digunakan. Contoh, misalnya misi sosial dari suatu kewirausahaan sosial adalah menuntaskan permasalahan sampah plastik atau menyelesaikan permasalahan lingkungan hidup.  2. Pemberdayaan (Empowerment) Kedua, karakter dari kewirausahaan sosial berpedoman pada landasan pemberdayaan. Seperti yang telah dijelaskan di atas bahwa kewirausahaan sosial harus melakukan pemberdayaan kepada masyarakat. Apa tujuannya? Yaitu untuk meningkatkan kapasitas masyarakat serta membuat masyarakat menjadi lebih independen dan berdikari.  Proses pemberdayaan ini juga harus diselaraskan dengan visi dan misi sosial dari suatu kewirausahaan sosial. Namun intinya, pemberdayaan akan menjadi suatu program wajib bagi kewirausahaan sosial yang memiliki visi untuk mengeskalasi sumber daya manusia lebih baik lagi.  3. Prinsip Bisnis yang Beretika Ketiga, karakter selanjutnya adalah prinsip dari kewirausahaan sosial yang beretika. Etika merupakan nilai, norma, aturan, dan kaidah yang diinternalisasi secara objektif oleh masyarakat. Oleh karena itu, dalam proses produksinya, maka kewirausahaan sosial harus berprinsip pada etika sosial dan bisnis yang harapannya berdampak baik bagi operasional, finansial, dan tentu masyarakat.  4. Dampak Sosial (Social Impact) Keempat, ada karakter fundamental dari kewirausahaan sosial adalah memberikan dampak sosial. Jika Anda membaca dengan teliti dan memahami penjelasan mengenai substansi kewirausahaan sosial di atas, pasti poin yang harus digarisbawahi adalah dampak sosial. Jadi, upaya kolektif dan diejawantahkan dalam misi sosial di awal terbentuknya kewirausahaan sosial yaitu dengan memberikan dampak sosial seluas-luasnya. Dampak sosial ini dapat dituangkan dalam bentuk yang variatif, mulai dari fungsionalisme produk, program pemberdayaan masyarakat, program CSR, dan lain sebagainya.  5. Orientasi Berkelanjutan (Sustainability) Kelima, karakter terakhir dari kewirausahaan sosial adalah orientasi yang berkelanjutan. Di era yang dipenuhi industrialisasi yang merusak aspek sosial dan lingkungan, maka diperlukan model bisnis yang berkelanjutan.  Apa maksudnya? Artinya, bisnis ini (kewirausahaan sosial) harus menghasilkan manfaat dalam jangka pendek maupun jangka panjang. Tentu hal ini sesuai dengan visi kewirausahaan sosial, di mana karakter dari misi sosial yang akan terus ditekankan serta tidak melupakan aspek keuntungan atau profit.  Kesimpulannya, karakter social enterprise atau kewirausahaan yang telah dijelaskan ini menjadi bagian penting dan simbol utama dari model bisnis inovatif ini. karakter di atas adalah bentuk dari ciri khas, tipologi, dan karakter utama untuk membedakan kewirausahaan sosial dengan bisnis-bisnis konvensional lain.  Baca artikel dari Olahkarsa mengenai CSR, PROPER, SDGs, Community Development, Conflict Resolution, SROI, dan lain-lain di sini. 
Olahkarsa Official on
Bagaimana Cara Menjaga Lautan untuk Bumi Kita? 7 Tips Menjaga Ekosistem Terbesar di Dunia
Sustainability

Bagaimana Cara Menjaga Lautan untuk Bumi Kita? 7 Tips Menjaga Ekosistem Terbesar di Dunia

Bagaimana cara menjaga lautan di sekitar kita? Menurut laman Spaceplace NASA, bumi punya lebih banyak air daripada daratan. Air itu menyebar di tanah, lautan, hingga atmosfer. Perlu kita ketahui bahwa 71% wilayah permukaan bumi tertutupi oleh air dan hampir 96,5% merupakan laut. Para ilmuwan juga mengatakan bahwa lautan adalah salah satu sumber keanekaragaman hayati terbesar. Lautan juga menyimpan berbagai organisme mikroskopis kecil yang menakjubkan yang disebut fitoplankton yang menghasilkan hampir setengah dari pasokan oksigen dunia. Melalui fotosintesis, organisme ini mengubah karbon dioksida dari kehidupan laut lainnya dan atmosfer menjadi udara yang kita hirup. Selanjutnya, laut lepas membantu mengatur suhu udara global dan memperlambat dampak perubahan iklim di dunia dengan menyerap dan menyimpan kelebihan karbon dioksida dari atmosfer. Permasalahan ekosistem lautan merupakan isu yang paling krusial untuk diatasi Melansir Pewtrusts.org, masih banyak yang harus dipelajari tentang ekosistem perairan termasuk kerusakannya akibat human error yang paling dominan. Pada tahun 2014, Komisi Kelautan Global memperkirakan nilai ekonomi pengurangan karbon dari atmosfer sebesar US$74 miliar hingga US$222 miliar per tahun. Namun, tingkat karbon dioksida yang lebih tinggi di atmosfer telah mengakibatkan peningkatan suhu di laut. Perubahan ini mengancam ekosistem dan habitat spesies laut seperti pemutihan karang dan berkurangnya konsentrasi oksigen yang dikenal sebagai deoksigenasi. Sebaliknya, nilai kotor hasil tangkapan di perikanan laut lepas diperkirakan mencapai US$7 miliar hingga US$16 miliar per tahun. Armada penangkapan ikan industri bekerja di lebih dari setengah wilayah perairan, dan lebih dari sepertiga dari stok ikan ini dieksploitasi secara berlebihan. Laporan Perikanan dan Akuakultur Dunia 2018 oleh Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO) menyoroti status penurunan stok ikan laut lepas dan mengakui perlunya langkah-langkah pengelolaan yang lebih efektif. Menurut laporan itu, persentase memancing pada tingkat biologis yang tidak berkelanjutan meningkat dari 10% pada 1974 menjadi 33,1% di tahun 2015. Studi akademis menunjukkan bahwa persentase stok ikan yang dieksploitasi secara berlebihan mungkin jauh lebih tinggi Selama 50 tahun terakhir, stok tuna dan spesies lainnya telah menurun rata-rata sebesar 60% karena telah dieksploitasi secara berlebihan. Spesies di sana juga hidup dalam kondisi ekstrem dengan akses terbatas untuk mendapatkan cahaya dan makanan. Seperti hiu di laut dalam, yang lambat mencapai kematangan seksual hingga menghasilkan anakan, membuat hiu sangat rentan terhadap penangkapan ikan yang berlebihan. Namun, penangkapan ikan yang berlebihan bukanlah satu-satunya ancaman. Sekitar 90% perdagangan dunia bergerak melalui pelayaran melintasi laut lepas. Sebaliknya, mamalia laut dan spesies lain menghadapi ancaman dari serangan kapal, kebisingan, polusi dari pembuangan limbah pabrik, dan kebocoran bahan bakar. Semua ancaman ini akan mencemari ekosistem laut dan membahayakan spesies yang ada di dalamnya. Menjaga kelestarian sumber daya terbesar ini menjadi tugas kita semua. Mungkin kita berpikir bahwa “Save the Sea” adalah upaya yang cukup berat. Namun, kita bisa mengatasinya sejak dini. Mulailah dari self-awareness dan kepedulian sekaligus mengajak orang di sekitar kita untuk sadar terhadap permasalahan ekosistem laut yang sedang mendunia. Lau, bagaimana cara menjaga lautan untuk bumi ini? Simak 7 tips di bawah ini! Bagaimana cara menjaga lautan di bumi kita? Dilansir oleh National Geographic, inilah 7 cara bagaimana menjaga lautan di bumi antara lain: 1. Memperdalam edukasi tentang kehidupan biota laut Semua kehidupan di bumi terhubung dengan laut dan keanekaragaman hayati di dalamnya. Semakin banyak kita belajar tentang masalah yang dihadapi ekosistem terbesar ini, semakin kita peduli tentang kesehatan ekosistemnya. Selanjutnya kita bisa membagikan pengetahuan ini untuk mendidik dan menginspirasi orang lain. Ekosistem daratan dan lautan sangat terhubung di kehidupan kita. Tindakan yang kita lakukan di daratan memiliki dampak nyata di lautan dan sebaliknya. Kabar baiknya kita masih mempunyai banyak sumber daya untuk dimanfaatkan demi pelestarian ekosistem ini. Di Pinterest kita bisa melihat berbagai macam referensi pelestarian laut dengan kategori yang berbeda termasuk juga 3 contoh referensi di bawah ini: 1. SeaLegacy: Misi dari SeaLegacy adalah menciptakan lautan yang sehat dan berlimpah untuk kita dan bumi ini. 2. Monterey Bay Aquarium: Misi organisasi ini adalah untuk menginspirasi konservasi laut kepada seluruh orang di dunia. 3. Oceana: Organisasi ini didedikasikan untuk mencapai perubahan terukur dengan melakukan kampanye berbasis sains yang berefisien. Kita juga bisa membantu menghentikan pembuangan plastik yang dapat mencemari lautan. Semakin banyak kita belajar tentang hal-hal yang mempengaruhi pencemaran lautan, semakin kita akan menemukan tindakan apa yang dapat kita ambil untuk melindungi dan melestarikan biota lautan. Baca juga: Plogging: Olahraga Sambil Menjaga Lingkungan 2. Pilih produk yang ramah lingkungan Tahukah kita? Lebih dari 8 juta ton plastik dibuang ke lautan setiap tahun (di AS hanya 23% produksi plastik yang didaur ulang) Plastik yang menggenang sebagai sampah laut sangat berkontribusi pada kerusakan habitat dan membunuh puluhan ribu hewan laut setiap tahun. Untuk mengurangi dampak ini, bawalah botol air yang dapat digunakan kembali, simpan makanan dalam kontainer, bawa tas jinjing kain ramah lingkungan, dan gunakan peralatan makan stainless. 💡 Tip:Kita bisa memberi beberapa referensi hampers ramah lingkungan kepada teman, saudara, maupun orang terdekat lainnya sebagai ajakan untuk ikut serta mengurangi sampah di laut. 3. Perhatikan dan kurangi penggunaan karbon atau energi bahan bakar berbahaya lainnya Pemanfaatan lebih sumber daya angin dan matahari dapat memperlambat perubahan iklim dan kenaikan suhu bumi. Begitu juga dengan penggunaan transportasi umum dan sepeda dapat membantu mengendalikan perubahan iklim dan peningkatan suhu lautan dunia yang membuatnya lebih asam. Penggunaan listrik sehari-hari sangat berpengaruh terhadap emisi karbon sehingga disarankan untuk menggunakan peralatan elektronik seperlunya saja. Selain itu, peternakan merupakan salah satu sektor yang juga menyumbang emisi karbon diantaranya gas metana yang berasal dari sendawa sapi. Pastikan kita membersihkan diri dan merawat hewan peliharaan dengan baik jika memilikinya di pantai dan di mana pun. Baca juga: Indonesia Menerapkan Blue Economy, Sudah Saatnya? 4. Pilihlah makanan laut yang aman dan diolah secara sustainable Populasi ikan global dengan cepat terkuras karena permintaan pasar, hilangnya habitat, dan praktik penangkapan ikan secara ilegal. Saat berbelanja atau makan di sebuah restoran, kita bisa bantu mengurangi permintaan spesies yang dieksploitasi secara berlebihan dengan memilih makanan laut yang menyehatkan dan sustainable. 💡 Tip:Kita bisa juga mengunduh aplikasi Seafood Watch untuk memudahkan kita dalam membuat pilihanyang baik saat memesan makanan laut. Saat membeli produk makanan laut, cari label Marine Stewardship Council (MSC) dan Aquaculture Stewardship Council (ASC) di toko bahan makanan. Logo biru dan hijau menunjukkan bahwa makanan laut bersumber dari perikanan dan peternakan yang dikelola secara sustainable. 5. Ikut serta menjaga area pantai Ketika kita menyelam, berselancar, atau sekedar bersantai di pantai, selalu jaga kebersihan area pantai dan lautnya. Hargai ekosistem lautan tanpa mengganggu satwa liar atau merusak bebatuan dan karang. Mari kita ajak orang di sekitar kita untuk menghormati biota laut dengan berpartisipasi dalam pembersihan area pantai setempat. Hindari juga produk tertentu yang berkontribusi pada kerusakan terumbu karang dan populasi laut yang rendah. Jangan membeli barang seperti perhiasan koral, aksesoris apapun yang berasal dari kulit penyu, dan produk berbahan dasar kulit ikan hiu. Gunakan perahu atau aktivitas rekreasi lainnya dengan bijak di atas air. Jangan pernah membuang apa pun ke laut, dan waspadai ekosistem laut yang rentan di perairan sekitar kita. Jika kita ingin naik kapal pesiar untuk berlibur, lakukan riset terlebih dahulu untuk menemukan opsi yang paling ramah lingkungan. 6. Dukung organisasi yang bergerak di bidang perlindungan ekosistem lautan Banyak lembaga atau organisasi yang berjuang untuk melindungi biota laut dan satwa liar di dalamnya. Bergabunglah di beberapa organisasi nasional, berikan juga dukungan berupa donasi, dan menjadi sukarelawan untuk pekerjaan langsung atau advokasi. Jika kita tinggal di daerah pesisir, coba untuk bergabung dengan cabang atau kelompok setempat dan terlibatlah dalam proyek yang berdekatan dengan tempat tinggal kita. Kita juga harus teliti dengan kebijakan kelautan dari pemerintah sebelum kita memberikan voting. Hubungi perwakilan lokal untuk memberi tahu mereka bahwa kita mendukung proyek konservasi laut. Kita juga harus mempetimbangkan untuk menganalisa restoran dan pusat pemasaran hewan laut yang tidak menerapkan sustainability. Sampaikan kekhawatiran kita jika melihat spesies yang terancam punah di daftar menu atau di restorant makanan laut tersebut. 7. Jelajahi dan cintai lautan kita Keluarlah dan jelajahi lautan di sekitarmu! Jika kita tidak tinggal di area pesisir, kita bisa coba kunjungi danau atau sungai setempat untuk mempelajari bagaimana daerah aliran sungai kita terhubung ke laut. Ada banyak online platform yang bisa kita akses untuk menjelajahi lautan juga tanpa harus pergi berlibur jauh-jauh. 💡 Tip:Kunjungi Oceana’s Marine Life Encyclopedia untuk mengetahui fakta menyenangkan dan menarik tentang semua jenis hewan mulai dari hiu, anjing laut, gurita dan ikan badut. Bantu untuk bagikan artikel “Bagaimana Cara Menjaga Lautan Untuk Bumi Kita” ini kepada rekan terdekat, keluarga, atau siapapun yang kita sayangi untuk segera melakukan perubahan demi terciptanya biota laut serta keanekaragaman hayati di bumi ini yang berkelanjutan. Baca juga: Mengenal Conference of the Parties atau COP26 Air di Masa Mendatang: Bagaimana Inovasi Akan Memajukan Water Sustainability di Seluruh Dunia Tuangkan opinimu sendiri tentang pembahasan “Bagaimana Cara Menjaga Lautan Untuk Bumi Kita” Beri tahu orang-orang apa yang terjadi dengan lautan dunia dan apa yang dapat mereka lakukan untuk bergabung dengan kita dalam membuat pergerakan. Sebarkan berita tentang petisi, bagikan fakta menyenangkan, dan bergabunglah bersama Tim Olahkarsa di Instagram, LinkedIn, dan YouTube. Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Ada 4 Tantangan Social Enterprise, Apa Saja?
Community Development, CSR, Insight, PROPER, Social Enterprise, Sustainability, Sustainable Development Goals

Ada 4 Tantangan Social Enterprise, Apa Saja?

Saat ini, model bisnis social enterprise sedang berkembang dengan pesat di tengah kesadaran masyarakat akan sektor sosial dan lingkungan. Tetapi, tahukah Anda jika ada beberapa tantangan social enterprise yang cukup fundamental.  Yap, tantangan ini berkaitan erat dengan aspek-aspek khusus yang berada di tengah masyarakat. Di mana ada implikasinya yang linier terhadap roda produktivitas social enterprise. Yuk cari tahu apa saja tantangan social enterprise di bawah ini! Mengenal Model Bisnis Social Enterprise  Social enterprise atau yang kerap kali disebut sebagai kewirausahaan sosial adalah suatu aktivitas inovatif yang menciptakan nilai sosial di dalam sektor bisnis atau nirlaba. Pada praktiknya, kewirausahaan sosial ini memperlihatkan adanya gagasan inovatif untuk mengoperasikan suatu nilai ke dalam sektor bisnis.  Inovasi yang dibangun juga berkorelasi terhadap hal-hal produktif untuk menyelesaikan permasalahan sosial di masyarakat. Di mana kewirausahaan sosial hadir sebagai lembaga bisnis yang memberikan stimulasi nilai-nilai ke dalam masyarakat.  Perrini dan Vurro (2006) mengungkapkan bahwa kewirausahaan sosial menjadi garda terdepan dalam memantik perubahan sosial di masyarakat. Kewirausahaan sosial hadir sebagai inisiator dalam memberikan inovasi sosial, pemberdayaan, hingga peningkatan kapasitas dalam pengembangan masyarakat.  Kewirausahaan sosial merupakan proses dinamis yang dikerjakan oleh tim yang bertujuan untuk memanfaatkan inovasi sosial kepada masyarakat. Inovasi ini tidak hanya secara normatif berupa produk bisnis, namun juga edukasi dan stimulasi pola pikir untuk menciptakan masyarakat yang lebih berdaya.  Apa Saja Tantangan dari Social Enterprise? Seperti roda yang berputar dan terkena batu terjal, adapun tantangan social enterprise yang selalu menghadang. Hal-hal ini dijelaskan oleh Alex Nicholls dalam bukunya yang berjudul Social Entrepreneurship: New Models of Sustainable. Berikut adalah penjelasannya: 1. Leadership Pertama, tantangan dari kewirausahaan sosial adalah permasalahan terkait dengan leadership atau kepemimpinan. Hal ini berkaitan dengan visi seorang pemimpin yang harus mengedepankan nilai dan visi sosial di dalam kewirausahaan sosial.  Sayangnya, saat ini para pemimpin masih bersifat kapitalis dengan menutup mata dengan permasalahan sosial di masyarakat dan hanya mengedepankan profit saja. Kemudian, pemimpin juga harus memiliki legitimasi untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dan terbuka dalam melakukan pemberdayaan masyarakat.  2. Strategy Kedua, tantangan lainnya adalah mengenai strategi dalam kewirausahaan sosial. Ini berkaitan dengan tiga poin penting, yakni alignment, leveraging core competencies, dan partnering. Di mana harusnya kewirausahaan sosial harus berjalan selaras dengan tujuan perusahaan.  Kemudian, kewirausahaan sosial juga harus fokus pada kegiatan kreatif dan inovatif dalam menyebarkan produk perusahaan. Selain itu, kewirausahaan sosial juga harus melakukan kemitraan dengan kewirausahaan sosial lain dan organisasi masyarakat agar dapat secara kolektif menyelesaikan masalah sosial. 3. Structure Ketiga, kewirausahaan sosial masih berkutat pada permasalahan struktur manajerial. Artinya, sebuah kewirausahaan sosial harus membuat struktur organisasi dan manajerial yang jelas dan selaras dengan visi, misi, dan tujuan objektifnya.  Dengan hal ini, maka kewirausahaan sosial dapat meroket untuk menciptakan inovasi dan kreasi sosial yang efektif untuk menanggulangi permasalahan sosial maupun lingkungan hidup di masyarakat. Jadi, tantangan ini berkaitan dengan roda bergerak di internal kewirausahaan sosia.  4. System Keempat, sistem yang kokoh dan baik akan berkesinambungan dengan produktivitas kewirausahaan sosial. Oleh karena itu, kewirausahaan sosial harus memiliki sistem yang dapat meningkatkan pembelajaran bagi para stakeholder dan dapat mengeksekusi keputusan dengan tepat.  Kesimpulannya, tantangan social enterprise di atas dapat menjadi refleksi bagi berbagai kewirausahaan sosial untuk berbenah dan memikirkan formula untuk keluar dari hal-hal di atas. Sebab, kewirausahaan sosial menjadi salah satu inovasi yang lahir di tengah permasalahan sosial dan lingkungan yang masif.  Baca artikel dari Olahkarsa mengenai CSR, SDGs, Social Enterprise, PROPER, SROI, Conflict Resolution, Community Development, dan lain-lain di sini. 
Olahkarsa Official on
Mekanisme Penilaian PROPER 4: Pemilihan Kandidat Hijau
PROPER, Sustainability

Mekanisme Penilaian PROPER 4: Pemilihan Kandidat Hijau

Mekanisme Penilaian PROPER 4: Pemilihan Kandidat Hijau Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) merupakan sebuah program untuk mendorong penaatan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui instrumen insentif reputasi bagi perusahaan. Program ini diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Sistem peringkat kinerja PROPER terdiri dari lima tingkatan yang disimbolkan oleh warna. Peringkat hitam, merah, dan biru merupakan kriteria ketaatan terhadap peraturan lingkungan, sedangkan peringkat hijau dan emas merupakan kriteria penilaian yang lebih dari yang dipersyaratkan (beyond compliance). Lalu bagaimana mekanisme penilaian PROPER 4 dalam pemilihan kandidat hijau sendiri? A. Pemeringkatan Berdasarkan Permen KHL Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 30, yaitu: (1) Pemeringkatan kinerja peserta Proper sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf c dilaksanakan oleh tim pelaksana Proper. (2) Dalam hal pemeringkatan kinerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan oleh tim pelaksana Proper provinsi, pelaksanaannya harus mendapatkan supervisi dari tim pelaksana Proper pusat. (3) Hasil supervisi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disusun dalam bentuk berita acara dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Berdasarkan Permen KHL Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 31, yaitu: Pemeringkatan kinerja peserta Proper sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dikelompokkan berdasarkan: a. kinerja dalam menaati ketentuan peraturan perundang-undangan; dan b. kinerja yang melebihi ketaatan yang diwajibkan dalam peraturan perundang-undangan. Pemeringkatan Kinerja Peserta Program Penilaian PeringkatKinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidupdalam Menaati Ketentuan Peraturan Perundang-undangan Berdasarkan Permen KHL Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 32, yaitu: Pemeringkatan kinerja peserta Proper dalam menaati ketentuan peraturan perundang-undangan dilakukan dengan tahapan: a. pemeringkatan sementara; b. sanggahan dan klarifikasi; dan c. pemeringkatan akhir. Berdasarkan Permen KHL Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 33, yaitu: (1) Pemeringkatan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf a dilakukan berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20. (2) Pemeringkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari kategori: a. biru, untuk peserta Proper yang telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan; b. merah, untuk peserta Proper yang upaya pengelolaan lingkungan hidupnya dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan; dan c. hitam, untuk peserta Proper yang melakukan perbuatan atau kelalaian yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. (3) Hasil pemeringkatan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada sekretariat Proper untuk dilakukan kompilasi berdasarkan bidang penilaian: a. Pengendalian Pencemaran Air; b. Pemeliharaan Sumber Air; c. Pengendalian Pencemaran Udara; d. Pengelolaan Limbah B3; e. pengelolaan limbah nonB3; f. Pengelolaan B3; g. Pengendalian Kerusakan Lahan; dan h. Pengelolaan Sampah, (4) Hasil pemeringkatan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan kepada peserta Proper dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Berdasarkan Permen KHL Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 34, yaitu: (1) Peserta Proper berhak melakukan sanggahan dan klarifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3huruf b atas hasil pemeringkatan sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2). (2) Sanggahan dan klarifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada tim pelaksana Proper melalui laman SIMPEL dengan disertai data pendukung. Berdasarkan Permen KHL Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 35, yaitu: (1) Tim pelaksana Proper melakukan evaluasi atas sanggahan dan klarifikasi yang disampaikan oleh peserta Proper sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 ayat (2). (2) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun dalam bentuk berita acara sanggahan danklarifikasi, dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran VI yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. Berdasarkan Permen KHL Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 36, yaitu: (1) Tim pelaksana Proper menyusun pemeringkatan akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf c berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (1). (2) Hasil pemeringkatan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada sekretariat Proper untuk dilakukan kompilasi berdasarkan: a. kategori pemeringkatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (2); dan b. bidang penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (3). Berdasarkan Permen KHL Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 37, yaitu: Dalam hal peserta Proper: a. dikenakan sanksi administratif ketika proses pemeringkatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36ayat (1) diberikan peringkat merah; b. telah menyerahkan bukti perbaikan sesuai dengan ketentuan sanksi administratif, tetapi belum mendapat ketetapan pencabutan sanksi administratif, pemeringkatan bagi peserta Proper ditangguhkan; atau c. telah mendapat ketetapan pencabutan sanksi administratif, pemeringkatan Proper dilakukan sesuai dengan hasil pemeringkatan. Berdasarkan Permen KHL Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 38, yaitu: (1) Tim teknis Proper melakukan evaluasi hasil pemeringkatan Proper sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1) dan Pasal 37. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan kesesuaian penggunaan kriteria penilaian Proper. (3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan kepada Menteri. Pemeringkatan Kinerja Peserta Program Penilaian PeringkatKinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidupyang Melebihi Ketaatan yang Diwajibkan dalam PeraturanPerundang-undangan Berdasarkan Permen KHL Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 39, yaitu: (1) Pemeringkatan kinerja peserta Proper yang melebihi ketaatan yang diwajibkan dalam peraturan perundangundangan, dilakukan berdasarkan hasil penilaian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (3) dan Pasal 28. (2) Pemeringkatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari kategori: a. hijau, untuk hasil penilaian tahap II yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalamPasal 27 ayat (3) huruf b; dan b. emas, untuk hasil penilaian tahap III yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28. (3) Dalam hal hasil penilaian tahap II berada dibawah 25 (dua puluh lima) persentil, peserta Proper kembali ke peringkat biru. Berdasarkan Permen KHL Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 40, yaitu: (1) Tim pelaksana Proper menyusun pemeringkatan akhir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 huruf cberdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1). (2) Hasil pemeringkatan akhir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada sekretariat Proper untuk dilakukan kompilasi berdasarkan: a. kategori pemeringkatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (2); dan b. hasil penilaian tahap II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (3). Berdasarkan Permen KHL Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 41, yaitu: Dalam hal peserta Proper: a. dikenakan sanksi administratif ketika proses pemeringkatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ayat (1) diberikan peringkat merah; b. telah menyerahkan bukti perbaikan sesuai dengan ketentuan sanksi administratif, tetapi belum mendapat ketetapan pencabutan sanksi administratif, pemeringkatan bagi peserta Proper ditangguhkan; atau c. telah mendapat ketetapan pencabutan sanksi administratif, pemeringkatan Proper dilakukan sesuai dengan hasil pemeringkatan. Berdasarkan Permen KHL Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 42, yaitu: (1) Dewan pertimbangan Proper melakukan evaluasi hasil pemeringkatan Proper sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 ayat (1) dan Pasal 41. (2) Evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memastikan kesesuaian penggunaan kriteria penilaian Proper. (3) Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan kepada Menteri. Penetapan Peringkat Program Penilaian PROPER dalam PLH Berdasarkan Permen KHL Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 43, yaitu: Menteri menetapkan peringkat Proper berdasarkan hasil evaluasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) dan Pasal 42 ayat (3). Berdasarkan Permen KHL Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 44, yaitu: (1) Menteri menangguhkan penetapan peringkat Proper bagi peserta Proper yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 huruf b dan Pasal 41 huruf b. (2) Penangguhan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku paling lama 3 (tiga) bulan terhitung sejak penetapan peringkat Proper oleh Menteri. (3) Dalam hal peserta Proper: a. memiliki ketetapan pencabutan sanksi administratif sebelum batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri menetapkan peringkat Proper sesuai dengan hasil pemeringkatan; atau b. tidak memiliki ketetapan pencabutan sanksi administratif sebelum batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Menteri tidak menetapkan peringkat Proper. Pemberian Penghargaan, Pembinaan, dan Penegakan Hukum Berdasarkan Permen KHL Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 45, yaitu: Penetapan peringkat Proper sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 dijadikan dasar bagi Menteri untuk melakukan: a. pemberian penghargaan; b. pembinaan; dan c. penegakan hukum. Berdasarkan Permen KHL Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 46, yaitu: Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf a diberikan dalam bentuk: a. trofi emas dan sertifikat, untuk peserta Proper dengan peringkat emas; b. trofi hijau dan sertifikat, untuk peserta Proper dengan peringkat hijau; dan c. sertifikat penghargaan, untuk peserta Proper denganperingkat biru. Berdasarkan Permen KHL Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 47, yaitu: (1) Pembinaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf b diberikan kepada peserta Proper denganketentuan: a. ditetapkan dengan peringkat merah; atau b. dalam penangguhan penetapan peringkat Proper sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1). (2) Pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk memperbaiki kinerja ketaatan peserta Proper dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejak peringkat Proper ditetapkan. (3) Terhadap peserta Proper yang dilakukan pembinaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukanpenilaian ketaatan sesuai dengan ketentuan penilaian ketaatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18,Pasal 19, dan Pasal 20. (4) Dalam hal, hasil penilaian ketaatan menunjukkan: a. peserta Proper taat, Menteri mengubah status pemeringkatan Proper menjadi peringkat biru; atau b. Peserta Proper tidak taat, Menteri tidak mengubah status pemeringkatan Proper merah. Berdasarkan Permen KHL Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 48, yaitu: (1) Penegakan hukum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 huruf c dilakukan terhadap peserta Properdengan peringkat: a. merah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 47 ayat (4) huruf b; dan b. hitam. (2) Penegakan hukum terhadap peserta Proper dengan peringkat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Berdasarkan Permen KHL Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 49, yaitu: Peserta Proper yang telah menyelesaikan pelaksanaan penegakan hukum, dapat diikutsertakan kembali ke dalam pelaksanaan Proper. Pembiayaan Berdasarkan Permen KHL Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 50, yaitu: Segala biaya yang timbul dari pelaksanaan Proper dibebankan pada: a. anggaran pendapatan dan belanja negara; atau b. anggaran pendapatan dan belanja daerah provinsi. Ketentuan Peralihan Berdasarkan Permen KHL Nomor 1 Tahun 2021 Pasal 51, yaitu: Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku Izin Lingkungan yang telah terbit dipersamakan denganPersetujuan Lingkungan. Baca juga: Mekanisme Penilaian PROPER 1: Tahap Perencanaan Mekanisme Penilaian PROPER 2: Penilaian Peringkat Mekanisme Penilaian PROPER 3: Penilaian Mandiri Itulah ulasan dari tim Olahkarsa mengenai “Mekanisme Penilaian PROPER 4: Pemilihan Kandidat Hijau” Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Mekanisme Penilaian PROPER 3: Penilaian Mandiri
PROPER

Mekanisme Penilaian PROPER 3: Penilaian Mandiri

Mekanisme Penilaian PROPER 3: Penilaian Mandiri Penilaian Mandiri adalah mekanisme dimana perusahaan melaporkan secara mandiri kinerja pengelolaan lingkungannya untuk pemeringkatan PROPER. Berdasarkan Permen LHK Nomor 1 Tahun 2021 , kategori penilaian dibagi menjadi 2, yaitu penilaian langsung (verifikasi ke lapangan dan penilaian tidak langsung (melalui kajian dokumen) Mekanisme penilaian PROPER 3 yaitu penilaian mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan kepada penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang telah memperoleh: peringkat biru 3 (tiga) kali berturut-turut, peringkat hijau pada tahun sebelumnya; atau peringkat emas pada tahun sebelumnya. A. Penapisan peserta penilaian mandiri Menurut Permen LHK Nomor 1 Tahun 2021 Bagian Ketiga Pasal 11 sampai 12, dijelaskan bahwa: 1. Pasal 11 (1) Penapisan Usaha dan/atau Kegiatan peserta Proper sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b dilaksanakan oleh tim teknis Proper, melalui koordinasi dengan kepala instansi lingkungan hidup tingkat provinsi.  (2) Penapisan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan terhadap Usaha dan/atau Kegiatan wajib memiliki Persetujuan Lingkungan yang terdaftar di SIMPEL, dan memenuhi kriteria: a. hasil produknya untuk tujuan ekspor; b. terdapat dalam pasar bursa; c. menjadi perhatian masyarakat, baik dalam lingkup regional maupun nasional; dan/atau d. skala kegiatan signifikan untuk menimbulkan dampak terhadap lingkungan hidup.  (3) Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak dalam pengenaan sanksi administratif. 2. Pasal 12 (1) Ketua tim teknis Proper menetapkan daftar Usaha dan/atau Kegiatan peserta Proper berdasarkan hasil penapisan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.  (2) Penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mempertimbangkan: a. rencana strategis Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; dan/atau b. usulan dari unit kerja terkait, yang didasarkan pada kepentingan pelaksanaan kebijakan pengendalian pencemaran dan kerusakan lingkungan, dan Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3. 3) Usaha dan/atau Kegiatan peserta Proper sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan kategori: a. Industri; dan b. Prasarana Jasa Transportasi.  (4) Peserta Proper sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disusun dalam daftar: a. peserta Proper yang dinilai oleh tim pelaksana Proper pusat; dan b. peserta Proper yang dinilai oleh tim pelaksana Proper provinsi. B. Sosialisasi penilaian mandiri Tim teknis PROPER melakukan sosialisasi Penilaian Mandiri kepada perusahaan sekaligus memberitahukan kepada perusahaan sebagai peserta PROPER yang masuk Penilaian Mandiri. C. Pengisian lembar isian penilaian mandiri oleh perusahaan 1. Perusahaan wajib mengisi lembar isian pelaporan pengelolaan lingkungan yang terdiri dari daftar isian: profil perusahaan; dokumen lingkungan atau izin lingkungan; pengendalian pencemaran air; pengendalian pencemaran udara; pengelolaan limbah B3; neraca limbah B3; dan pengendalian potensi kerusakan lahan. 2. Selain mengisi lembar isian pelaporan pengelolaan lingkungan, perusahaan wajib melampirkan bukti yang relevan dengan informasi yang diminta dalam lembar isian pelaporan pengelolaan lingkungan, sebagai contoh: A. Dokumen lingkungan atau izin lingkungan wajib dilengkapi dengan salinan: a) surat keputusan kelayakan; b) izin lingkungan; c) matrik rencana pengelolaan lingkungan dan rencana pemantauan lingkungan (RKL-RPL); dan d) bukti pelaporan pelaksanaan RKL-RPL atau UKL-UPL. B. Pengendalian pencemaran air wajib dilengkapi dengan salinan: Berdasarkan Permen LHK Nomor 1 Tahun 2021, pengendalian pencemaran air wajib dilengkapi dengan salinan: a) izin pembuangan air limbah; b) izin pemanfaatan air limbah atau aplikasi lahan; c) sertifikat hasil uji air limbah; d) bukti pelaporan ke instansi terkait; e) layout dan foto saluran air limbah dan drainase; f) foto flowmeter pada seluruh saluran outlet; g) logbook pemantauan pH dan debit harian; h) neraca air limbah; i) data kedalaman permukaan air tanah untuk seluruh sumur pantau untuk kegiatan land application; j) foto dan titik koordinat lokasi seluruh sumur pantau titik koordinat lokasi untuk kegiatan land application; k) foto kegiatan penurunan beban pencemaran air dan bukti-bukti perhitungan penurunan beban pencemaran air; l) logbook pemantauan pH dan COD harian untuk industri petrokimia; m) salinan data produksi bulanan; dan n) bukti lain yang relevan. C. Pengendalian pencemaran udara wajib dilengkapi dengan salinan: Berdasarkan Permen LHK Nomor 1 Tahun 2021, pengendalian pencemaran udara wajib dilengkapi dengan salinan: a) layout dan foto sumber emisi; b) sertifikat hasil uji emisi; c) logbook waktu pengoperasian seluruh sumber emisi periode bulan Juli 2012 sampai dengan Juni 2013; d) bukti pelaporan ke instansi terkait; e) bagi industri wajib Continuous Emission Monitoring System (CEMS) f) foto kegiatan penurunan beban pencemaran udara dan bukti perhitungan penurunan beban pencemaran udara; g) foto dan spesifikasi teknis; h) daftar kendaraan operasional; i) sertifikat hasil uji emisi kendaraan operasional; j) bukti lain yang relevan. D. Pengendalian pengelolaan limbah B3 wajib dilengkapi dengan salinan: a) bukti kompetensi personil Pengelolaan Limbah B3; b) neraca Limbah B3 selama periode penilaian Proper; c) surat penyampaian laporan triwulan seperti bukti tanda terima atau pengiriman dalam bentuk tanda terima elektronik; d) perizinan Pengelolaan Limbah B3:  1) izin Pengelolaan Limbah B3 yaitu penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan/atau penimbunan; 2) surat pengajuan izin apabila baru mengajukan izin; atau 3) status permohonan izin yaitu berita acara verifikasi, rapat, atau surat balasan dari Badan Lingkungan Hidup atau Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan; e) foto yang berhubungan dengan persyaratan teknis yang tertuang dalam izin penyimpanan, pengumpulan, pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan dan/atau penimbunan; f) hasil uji laboratorium yang diwajibkan dalam Pengelolaan Limbah B3 antara lain:  1) Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP); 2) uji kuat tekan untuk pemanfaatan sebagai batako (paving block); 3) uji Emisi insinerator; 4) uji air lindi penimbunan atau bioremediasi; dan/atau 5) sumur pantau penimbunan; g) dumping terbuka (open dumping) dan pemulihan lahan terkontaminasi Limbah B3 bila ada: 1) foto limbah yang di dumping terbuka (open dumping); 2) menyampaikan rencana pembersihan lahan dan pemulihan lahan terkontaminasi yaitu termasuk volume dan jumlah Limbah B3 yang sudah dikelola atau belum dikelola; 3) menyampaikan perkembangan pembersihan lahan dan pemulihan lahan terkontaminasi yaitu termasuk volume dan jumlah limbah bahan yang sudah dikelola atau belum dikelola; 4) menyampaikan hasil analisa sumur pantau, kualitas tanah di area bekas dumping terbuka (open dumping); 5) bukti pengolahan lanjut Limbah B3 yang diangkat; 6) jika Limbah B3 hasil pengangkatan dikirim ke pihak ketiga agar menyampaikan dokumen manifes lembar 2 (dua), dan menunjukkan dokumen manifes lembar 3 (tiga) dan menunjukkan dokumen manifest lembar 7 (tujuh); dan/atau 7) menyampaikan dokumen Surat Status Pemulihan Lahan Terkontaminasi (SSPLT); E. Pengendalian potensi kerusakan lahan wajib dilengkapi dengan salinan: Penilaian Pengendalian Kerusakan Lahan harus dilengkapi dengan salinan dokumen: a) peta rencana dan realisasi kegiatan penambangan; b) data spasial realisasi kegiatan penambangan; c) matrik rencana dan realisasi kegiatan pertambangan; d) data penginderaan jauh wilayah konsensi tambang; e) peta penampang melintang (cross section) yang telah mendapat persetujuan pihak manajemen; f) rekomendasi dokumen studi kelayakan; g) kajian geoteknik; h) Standar Operasional Prosedur (SOP) pengukuran kestabilan lereng; i) monitoring pergerakan tanah secara terus-menerus; j) Standar Operasional Prosedur (SOP) pembentukan jenjang; k) foto genangan; l) hasil dan foto pengukuran power of Hydrogen (pH) genangan; m) kajian batuan potensi pembentuk air asam tambang; n) Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan batuan potensi pembentuk air asam tambang; o) gambar teknik dan foto sarana sistem drainase; p) gambar teknik dan foto terasering; q) gambar teknik dan foto guludan; r) gambar teknik dan foto tanaman penutup (cover cropping); s) gambar teknik dan foto kolam penangkap sedimen (sediment trap); t) tata letak (layout) peta tata air dari lokasi aktifitas ke kolam pengendapan (settling pond) atau Instalasi Pengelolaan Air Limbah (IPAL); u) foto lereng; v) peta lokasi ke sarana umum vital (SUTT atau SUTET, sekolah, rumah sakit, pasar, permukiman, dan lokasi aktivitas masyarakat lainnya); w) lembar rekomendasi pada studi kelayakan atau Amdal yang menyatakan jarak lokasi ke sarana umum vital aman; x) sistem tanggap darurat (sarana tanggap darurat dan Standar Operasional Prosedur (SOP) penanganan tanggap darurat); dan y) kajian hidrogeologi.. D. Evaluasi data penilaian mandiri Dewan pertimbangan Proper sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertugas:  a. melakukan evaluasi pemeringkatan terhadap peserta Proper dengan peringkat hijau dan peringkat emas; b. memberikan pertimbangan kepada Menteri dalam tahapan pemeringkatan akhir Proper; dan c. melaksanakan tugas lainnya yang diberikan Menteri. D. Penyampaian rapor sementara Data yang diserahkan ke Sekretariat Proper KLHK:  1. Berita Acara Verifikasi Lapangan Proper; 2. Rekap Peringkat Sementara (Hardcopy dan Softcopy); 3. Raport Sementara (Softcopy); dan 4. Form Usulan Calon Kandidat Hijau.  E. Penyusunan berita acara dan sanggahan Berdasarkan Kemen LHK Nomor 1 Tahun 2021, hasil penilaian Proper sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, Pasal 19, dan Pasal 20 disusun dalam bentuk berita acara penilaian dengan menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri. Baca juga: Mekanisme Penilaian PROPER 1: Tahap Perencanaan Mekanisme Penilaian PROPER 2: Penilaian Peringkat Mekanisme Penilaian PROPER 4: Pemilihan Kandidat Hijau Itulah ulasan dari tim Olahkarsa mengenai “Mekanisme Penilaian PROPER 3: Penilaian Mandiri” Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Mekanisme Penilaian PROPER 2: Penilaian Peringkat
PROPER

Mekanisme Penilaian PROPER 2: Penilaian Peringkat

Mekanisme Penilaian PROPER 2: Penilaian Peringkat Dalam rangka penilaian peringkat biru, merah, dan hitam terdapat dua jenis data yang menjadi acuan tim teknis dalam menentukan peringkat Proper, yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder merupakan data yang dihasilkan oleh pihak selain tim teknis. Data primer adalah data yang didapatkan secara langsung oleh tim teknis dalam kegiatan inspeksi. A. Pengumpulan Data Pengumpulan data sekunder dilakukan secara langsung maupun tidak langsung oleh tim teknis. Data ini berdasarkan pelaporan dan pemantauan yang berasal dari kegiatan yang dinilai, pemerintah daerah, dan pihak ketiga yang dapat dipertanggung jawabkan. 1. Data sekunder tersebut dikumpulkan dalam bentuk hard copy maupun soft copy. 2. Pengumpulan data sekunder dari kuesioner dengan dikoordinasi oleh sekretariat Proper. 3. Tim pelaksana PROPER provinsi dapat mengumpulkan data dengan kuisioner dan melaporkan kuisioner kepada sekretariat PROPER. B. Pelaksanaan Inspeksi Mekanisme Penilaian PROPER 2 dalam penilaian peringkat selanjutnya yaitu pelaksanaan inspeksi. Apa saja poin penting yang harus kita perhatikan? a. Inspeksi dalam rangka pengambilan data sekunder dan primer dilakukan oleh tim inspeksi lapangan. Ditetapkan oleh ketua atau wakil ketua tim teknis. b. Ketua tim teknis mendelegasikan penetapan dan penugasan tim pelaksana PROPER provinsi kepada kepala instansi LH provinsi untuk melaksanakan Proper. c. Pelaksanaan inspeksi harus mengacu pada panduan inspeksi. d. Susunan tim inspeksi adalah sebagai berikut: 1) Industri yang diawasi KLH (Petugas Proper KLH) a) 1 orang pengawasan aspek air dan udara; b) 1 orang pengawasan aspek pengelolaan limbah B3; c) 1 orang Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup kabupaten/kota. 2) Industri yang diawasi oleh provinsi (Petugas Proper provinsi) a) 1 orang pengawasan aspek air dan udara; b) 1 orang pengawasan aspek pengelolaan limbah B3; c) 1 orang pejabat pengawas lingkungan hidup kabupaten/kota. e. Seluruh biaya pelaksanaan inspeksi ditanggung oleh APBN Kementerian Lingkungan Hidup. f. Pada akhir pengawasan harus disusun berita acara pengawasan PROPER, yang memuat: 1) Informasi umum usaha dan/atau kegiatan yang dinilai; 2) Kinerja penaatan dalam pengendalian pencemaran air; 3) Kinerja penaatan dalam pengendalian pencemaran udara; 4) Kinerja penaatan pengelolaan limbah B3; 5) Pelaksanaan dokumen lingkungan/izin lingkungan; 6) Pelaksanaan housekeeping; 7) Temuan major; dan 8) Pelaksanaan potensi kerusakan lahan yaitu khusus untuk kegiatan pertambangan. C. Penyusunan Berita Acara Penyusunan berita acara inspeksi lapangan dilakukan oleh tim inspeksi atau pejabat pengawas lingkungan hidup setelah melaksanakan kunjungan lapangan. Berita acara ini digunakan sebagai dasar untuk melakukan penilaian terhadap penaatan kinerja usaha dan/atau kegiatan yang dinilai dalam pengelolaan lingkungan. Berita acara terdiri atas: 1) Halaman berita acara pengawasan; 2) Informasi umum usaha dan/atau kegiatan yang dinilai; 3) Lampiran 1 yang memuat: Kinerja penaatan dalam pengendalian pencemaran air dan data perhitungan beban pencemaran air;Penaatan dalam pengendalian pencemaran udara dan data perhitungan beban pencemaran udara; Pengelolaan limbah B3;Pelaksanaan analisis mengenai dampak lingkungan hidup (Amdal), UKL-UPL;Perizinan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan;Kinerja penaatan dalam pengendalian kerusakan lingkungan yaitu khusus untuk kegiatan pertambangan; 4) Lampiran 2 yang memuat: Foto-foto hasil pengawasan lapangan;Lampiran data swapantau yang dilaporkan usaha dan/atau kegiatan yang dinilai;Hasil pengisian daftar isian penilaian pengelolaan limbah B3 (lampiran);Hasil pengisian daftar isian penilaian kriteria potensi kerusakan lahan yaitu khusus untuk kegiatan pertambangan (lampiran). D. Penyusunan Rapor Sementara Rapor sementara adalah penilaian sementara kinerja pengelolaan lingkungan aspek Amdal atau UKL-UPL, pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara, dan pengelolaan limbah B3 sesuai dengan kriteria PROPER yang telah ditetapkan. b. Format rapor sementara mengacu kepada format yang ditetapkan oleh tim teknis dan kinerja pegendalian pencemaran air, udara, dan limbah B3 dihitung dengan menggunakan spreadsheet analisa kinerja yang telah ditetapkan. c. Unit teknis yaitu asisten deputi yang menangani masing-masing sektor melakukan peer review dalam penyusunan rapot sementara untuk memastikan kesesuaian rapor sementara dengan kriteria Proper, validitas data, dan menjamin kredibilitas pelaksanaan Proper. e. Unit teknis kemudian menyusun status penaatan atau peringkat awal usaha dan/atau kegiatan yang dinilai, yang merupakan hasil rekapitulasi dari rapor sementara. f. Unit teknis selanjutnya melaporkan secara tertulis hasil status penaatan atau peringkat awal usaha dan/atau kegiatan yang dinilai kepada ketua tim teknis melalui sekretariat Proper. Setelah melakukan konsultasi dengan ketua tim teknis, sekretariat PROPER menentukan jadual untuk review peringkat awal. g. Tim pelaksana PROPERprovinsi melakukan peer review dalam penyusunan rapor sementara. h. Tim teknis PROPER Kementerian Lingkungan Hidup melakukan supervisi kepada tim pelaksana PROPER provinsi untuk memastikan kesesuaian rapor sementara dengan kriteria Proper, validitas data, dan menjamin kredibilitas pelaksanaan PROPER serta kesesuaian dengan jadual pelaksanaan PROPER yang ditelah ditetapkan. i. Tim pelaksana PROPER provinsi menyusun status penaatan atau peringkat awal usaha dan/atau kegiatan yang dinilai, yang merupakan hasil rekapitulasi dari rapor sementara. j. Ketua tim pelaksana PROPER provinsi selanjutnya melaporkan secara tertulis hasil status penaatan usaha dan/atau kegiatan yang dinilai dan peringkat awal usaha dan/atau kegiatan yang dinilai kepada ketua tim teknis melalui sekretariat Proper. k. Sekretariat PROPER mengkoordinasikan kegiatan supervisi. E. Review Peringkat Tahap I Review peringkat tahap I dilakukan oleh tim teknis terhadap usulan peringkat awal yang disampaikan oleh tim inspeksi masing-masing usaha dan/atau kegiatan yang dinilai. a. Tim inspeksi mempresentasikan hasil kinerja penaatan masing-masing usaha dan/atau kegiatan yang dinilai kepada tim teknisProper. b. Tim teknis PROPER yang melakukan supervisi terhadap tim pelaksana PROPER provinsi mempresentasikan hasil kinerja penaatan masing-masing usaha dan/atau kegiatan yang dinilai kepada tim teknisProper. c. Tim teknis PROPER memberikan klarifikasi dan tanggapan atas usulan peringkat yang disampaikan oleh tim inspeksi dan tim teknis PROPER yang melakukan supervisi terhadap tim pelaksana PROPER provinsi. d. Tim teknis PROPER dapat meminta klarifikasi dan tanggapan usulan status penaatan atau peringkat awal PROPER dari tim pelaksana PROPER provinsi. e. Tim teknis PROPER dapat menugaskan tim inspeksi untuk melakukan inspeksi lapangan ulang jika terdapat hal-hal yang dipandang perlu untuk menjaga validitas data dan kredibilitas Proper. f. Tim teknis PROPER memutuskan status penaatan atau peringkat PROPER sementara. g. Setiap anggota tim yang terlibat dalam penetapan peringkat awal wajib menjaga kerahasiaan peringkat sementara. h. Hasil review peringkat tahap I ini selanjutnya disampaikan oleh ketua tim teknis kepadadewan pertimbangan Proper. F. Penentuan Peringkat Sementara a. Berdasarkan hasil review peringkat sementara, dewan pertimbangan menentukan status penaatan atau peringkat sementara Proper. b. Dewan pertimbangan PROPER dapat menugaskan tim teknis untuk melakukan inspeksi lapangan ulang jika terdapat hal-hal yang dipandang perlu untuk menjaga validitas data dan kredibilitas Proper. c. Tim teknis menindaklanjuti keputusan dewan pertimbangan PROPER dengan melakukan: 1) penetapan penetapan peringkat sementara; 2) penyusunan rapor masing-masing usaha dan/atau kegiatan yang dinilai; dan 3) penyampaian hasil peringkat kepada masing-masing usaha dan/atau kegiatan yang dinilai, tembusan kepada pusat pengelolaanekoregion, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota. G. Pemberitahuan Hasil Peringkat Sementara Tahap ini dinilai dilakukan agar usaha dan/atau kegiatan yang dinilai mengetahui tingkat kinerja PROPER sebelum diumumkan kepada masyarakat. Pemberitahuan ini dilakukan melalui surat ketua tim teknis tentang penetapan peringkat sementara untuk masing-masing usaha dan/atau kegiatan yang dinilai Proper. a. Informasi yang harus dicantumkan di dalam surat penetapan peringkat sementara ini, antara lain peringkat kinerja sementara dan raport kinerja usaha dan/atau kegiatan yang dinilai. b. Tim teknis PROPER dan tim pelaksana PROPER provinsi bertanggung jawab untuk menyampaikan peringkat kinerja sementara dan rapor kinerja sementara kepada usaha dan/atau kegiatan yang dinilai. c. Tim teknis PROPER dan tim pelaksana PROPER provinsi wajib memiliki sistem untuk memastikan peringkat kinerja sementara dan rapot kinerja sementara dapat diterima oleh usaha dan/atau kegiatan yang dinilai. H. Sanggahan atau Klarifikasi Untuk menciptakan keadilan dalam pelaksanaan Proper, usaha dan/atau kegiatan yang dinilai diberi kesempatan untuk menyampaikan sanggahan terhadap hasil penilaian peringkat kinerja sementara. b. Tim teknis PROPER menyelenggarakan sanggahan atau klarifikasi untuk usaha dan/atau kegiatan yang pengawasannya menjadi tugas Kementerian Lingkungan Hidup. c. Tim pelaksana PROPER provinsi menyelenggarakan sanggahan atau klarifikasi untuk usaha dan/atau kegiatan yang pengawasannya menjadi tugas provinsi. d. Tim teknis PROPER melakukan supervisi terhadap sanggahan atau klarifikasi yang dilakukan oleh tim pelaksana PROPER provinsi. e. Sanggahan ini harus dalam bentuk tertulis yang diantar sendiri ataupun melalui faximile dan pos. Batas waktu sanggahan ditetapkan oleh ketua tim teknis PROPER atau ketua tim pelaksana PROPER provinsi. f. Tim teknis PROPER dan tim pelaksana PROPER provinsi sesuai dengan sanggahan tertulis yang disampaikan kepada usaha dan/atau kegiatan yang dinilai akan melakukan proses klarifikasi dengan pihak usaha dan/atau kegiatan yang dinilai. g. Tim teknis PROPER dan tim pelaksana PROPER provinsi menuangkan hasil klarifikasi dari sanggahan tersebut ke dalam berita acara yang ditanda tangani oleh pihak usaha dan/atau kegiatan yang dinilai dan unit teknis terkait. h. Tim teknis PROPER menyelenggarakan sanggahan atau klarifikasi banding bagi usaha dan/atau kegiatan yang tidak menerima hasil sangggahan atau klarifikasi yang dilakukan oleh tim pelaksana PROPER provinsi. i. Perwakilan usaha wajib menulis secara jelas akan melakukan klarifikasi banding di dalam berita acara sanggahan yang ditandatangani dengan tim pelaksana PROPER provinsi. j. Tim teknis PROPER menuangkan hasil klarifikasi banding tersebut ke dalam suatu berita acara yang ditanda tangani oleh pihak usaha yang dinilai dan unit teknis terkait. k. Tim teknis akan melaporkan hasil klarifikasi sanggahan kepada dewan pertimbangan PROPER. I. Review Hasil Sanggahan oleh Dewan Pertimbangan PROPER Berdasarkan hasil verifikasi sanggahan yang dilakukan oleh tim teknis bersama dengan tim inspeksi lapangan, dewan pertimbangan akan melakukan review terhadap verifikasi hasil sanggahan usaha dan/atau kegiatan yang dinilai. Review dari dewan pertimbangan ini akan menentukan apakah sanggahan tersebut dapat diterima atau perlu diverifikasi ulang. a. Dalam melakukan review hasil terhadap sanggahan usaha dan/atau kegiatan yang dinilai, dewan pertimbangan dapat melakukan verifikasi langsung kepada usaha dan/atau kegiatan yang dinilai atau melakukan verifikasi lapangan apabila diperlukan. Verifikasi ini diperlukan untuk menjamin bahwainformasi yang disampaikan oleh usaha dan/atau kegiatan yang dinilai tersebut dapat dipertimbangan. b. Ketua tim teknis menetapkan daftar peringkat sementara PROPER dan daftar kandidat hijau dan emas PROPER dari hasil reviewdewan pertimbangan Proper. J. Review Peringkat Tahap II Review peringkat tahap II adalah tindak lanjut dari kegiatan pembahasan atau evaluasi peringkat kinerja usaha dan/atau kegiatan oleh pejabat eselon I Kementerian Lingkungan Hidup untuk mendapatkan hasil penilaian yang lebih komprehensif dari berbagai sudut pandang dan keahlian. a. Review peringkat tahap II dipimpin oleh ketua tim teknis dan/atau wakil ketua tim teknis. Dalam tahap ini dapat dilakukan verifikasi ulang apabila diperlukan. b. Bahan bahasan penentuan peringkat tahap II disusun oleh sekretariat PROPER dan unit teknis terkait berdasarkan penentuan peringkat tahap I. c. Dalam Review tahap II ini eselon I dapat meminta verifikasi lapangan apabila masih diperlukan kelengkapan data apabila usulan peringkat masih diragukan. K. Konsultasi Publik Mekanisme Penilaian PROPER 2 dalam aspek penilaian peringkat yang terakhir adalah konsultasi publik. Dewan pertimbangan PROPER dapat meminta tim teknis PROPER menyelenggarakan konsultasi kepada pemangku kepentingan seperti lembaga swadaya masyarakat, instansi teknis sektoral, asosiasi industri,dan pihak lain yang dipandang perlu untuk menampung masukan berkaitan dengan pemeringkatan Proper. Ketua tim teknis PROPER melakukan tindak lanjut dari hasil konsultasi yang telah ditetapkan oleh dewan pertimbangan Proper. Baca juga: Mekanisme Penilaian PROPER 1: Tahap Perencanaan Mekanisme Penilaian PROPER 3: Penilaian Mandiri Mekanisme Penilaian PROPER 4: Pemilihan Kandidat Hijau Itulah ulasan dari tim Olahkarsa mengenai “Mekanisme Penilaian PROPER 2: Penilaian Peringkat” Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
10 Karakteristik Social Enterprise
Conflict Resolution, PROPER, Social Enterprise, Sustainability, Sustainable Development Goals

10 Karakteristik Social Enterprise, Bagaimana Penjelasannya?

Apakah Anda tahu apa saja karakteristik social enterprise? Yap, di era industri 4.0 seperti saat ini, muncul berbagai model bisnis yang berorientasi pada nilai sosial dan nilai keuntungan. Mengapa nilai sosial penting? Karena tidak dapat dipungkiri bahwa sektor bisnis menjadi variabel yang banyak memberikan dampak negatif kepada masyarakat maupun lingkungan.  Untuk itu, yuk cari tahu 10 karakteristik social enterprise di dalam artikel ini. Selamat membaca! Mengenal Social Enterprise dan Implementasinya di Sektor Bisnis Social enterprise atau kerap kali disebut sebagai kewirausahaan sosial adalah salah satu model dari entrepreneurship yang memiliki orientasi lebih besar daripada hanya mencari keuntungan semata. Kewirausahaan sosial hadri sebagai institusi bisnis yang mengelaborasikan konsep keuntungan secara profit dan konsep menyelesaikan permasalahan sosial.  Menurut artikel ilmiah berjudul Konstruksi Model Kewirausahaan Sosial sebagai Gagasan Inovasi Sosial bagi Pembangunan Perekonomian, dijelaskan bahwa kewirausahaan sosial merupakan sebuah inovasi. Mengapa inovasi? Karena kewirausahaan sosial hadir sebagai agen penggerak dan perubahan yang bekerja serta berani bertindak bahkan mempertanggungjawabkan kegiatannya kepada masyarakat.  Artinya, kewirausahaan sosial tidak hanya merujuk pada model bisnis konvensional yang hanya fokus pada persoalan revenue, income, atau profit, tetapi lebih dari itu. Yaitu bagaimana dapat menciptakan ekosistem bisnis yang mampu mengakomodasi kepentingan masyarakat dalam menyelesaikan berbagai persoalan sosial maupun lingkungan.  Oleh karena itu, dapat ditemukan di Indonesia berbagai model kewirausahaan sosial yang saat ini sedang berkembang dengan pesat dengan fokus itu yang cukup variatif. Mulai dari isu mengenai pertanian, mode dan ritel, energi, lingkungan, hingga layanan keuangan. Intinya, berbagai isu yang diinternalisasi sebagai nilai bisnis dari kewirausahaan sosial akan berdampak nyata untuk menyelesaikan permasalahan sosial.  Cari Tahu 10 Karakteristik Social Enterprise Mengutip dari artikel ilmiah yang berjudul Socio Entrepreneurship: Tinjauan Teori dan Perannya Bagi Masyarakat yang ditulis oleh Widiastuti dan Margaretha, diketahui bahwa ada 10 karakteristik social enterprise. Kira-kira bagaimana penjelasannya? 1. Visi dan Misi yang Jelas Pertama, yaitu orang-orang yang menjalankan social kewirausahaan sosial memiliki visi dan misi yang jelas. Apa visi dan misinya? Yaitu menciptakan suatu usaha untuk dapat menyelesaikan permasalahan sosial dengan gagasan yang tepat untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat.  2. Berasal dari Kalangan Masyarakat Kecil Kedua, yaitu umumnya para pendiri dari model bisnis ini berasal dari kalangan masyarakat kecil. Di mana mereka benar-benar merasakan berbagai permasalahan sosial dan problematikanya secara nyata. Sehingga hal ini memantik mereka untuk membuat suatu model bisnis yang akomodatif bernama kewirausahaan sosial dengan mengangkat isu tertentu.  3. Memiliki Daya Transformatif Ketiga, orang-orang sebagai stakeholder internal kewirausahaan sosial memiliki daya transformatif. Di mana ditandai dengan ide untuk melakukan transformasi yang nyata dengan berbagai produk bisnis yang secara aktif ikut menyelesaikan permasalahan sosial di tengah masyarakat.  4. Mampu Memotivasi Masyarakat Keempat, karakteristik yang terlihat dari kewirausahaan sosial adalah orang-orang yang bekerja mampu untuk menyatakan api semangat dan motivasi masyarakat untuk lebih maju dan berdikari. Bahkan, orang-orang ini dapat melakukan restorasi dan meningkatkan pola pikir masyarakat untuk lebih terbuka mengenai perkembangan zaman.  5. Mampu Merubah Masyarakat Kelima, ciri khas dari kewirausahaan sosial adalah mampu untuk menciptakan perubahan secara sistemik dengan merubah perilaku, pemahaman, hingga paradigma masyarakat yang tertinggal. Hal ini tentu sangat berkesinambungan dengan visi dan misi dari kewirausahaan sosial untuk menuntaskan segala permasalahan yang ada di masyarakat. 6. Problem Solving Keenam, yaitu problem solving atau penyelesaian masalah. Tentu yang menjadi ciri khas dari kewirausahaan sosial adalah “penyelesaian masalah” sebagai orientasi fundamental dan di lain sisi juga menjadi pembeda dari bisnis-bisnis lain.  7. Efisien Ketujuh, ada efisien yang ditandai dengan kewirausahaan sosial yang mampu untuk mengembangan usaha dan menjangkau lebih luas sumber daya. Artinya, dengan jumlah SDM yang tidak banyak seperti korporasi bisnis lain, tetapi kewirausahaan sosial mampu untuk tetap optimal dan maksimal dalam mengambil risiko bisnis tertentu. Yang mana kaitannya dengan hal-hal teknis bisnis, seperti produksi, penjualan, marketing, dan lain-lain.  8. Kreatif Kedelapan, ciri khas dari kewirausahaan sosial adalah orang-orang di dalamnya selalu kreatif, tidak bisa diam, dan selalu mengembangan usahanya ke arah yang lebih baik. Mengapa hal ini terjadi? Karena ada kesamaan visi dari setiap orang untuk dapat memformulasikan model bisnis yang akomodatif terhadap masyarakat.  9. Inovatif Kesembilan, yaitu ada inovatif yang ditandai dengan intensitas organisasi dalam menemukan hal-hal baru dan menciptakan inovasi terbaru untuk menyelesaikan permasalahan sosial. Inovasi-inovasi ini sering terlihat dari berbagai produk maupun program yang dicanangkan oleh perusahaan sosial.  10. Independen Kesepuluh, karakter dari kewirausahaan sosial adalah independen dan berdikari. Artinya, mereka tidak terikat dengan instansi pemerintah maupun institusi korporasi lain yang tidak satu visi dengannya. Dengan ini, maka kewirausahaan sosial dapat lebih efektif dan produk dalam menjalankan usahanya.  Nah, itu adalah karakteristik social enterprise yang sangat penting untuk Anda tahu. Karena secara konseptual maupun teknis, Anda dapat mengenali dengan mudah adanya social enterprise di sekitar Anda dengan melihat 10 karakteristik di atas tadi. Memang ada berbagai diferensiasi yang cukup gamblang antara model bisnis konvensional dan kewirausahaan sosial. Di mana dapat dilihat dari aspek karakter atau ciri khas fundamental yang telah Olahkarsa jelaskan dalam artikel ini.  Yuk baca artikel dari Olahkarsa mengenai CSR, SDGs, PROPER, Conflict Resolution, Community Development, dan lain-lain di sini. 
Olahkarsa Official on
3 model social enterprise
CSR, PROPER, Social Enterprise, Sustainability, Sustainable Development Goals

Mengintip 3 Model Social Enterprise di Indonesia

Penting bagi Anda untuk mengetahui beberapa model social enterprise di Indonesia. Mengapa? Karena secara konseptual dan praktik terjadi berbagai variasi dari social enterprise yang ditelisik dari beberapa aspek fundamentalnya.  Nah, kira-kira apa saja model social enterprise di Indonesia? Cari tahu di bawah ini. Menangkap Esensi dari Social Enterprise  Social enterprise atau yang sering juga disebut sebagai kewirausahaan sosial memiliki beberapa perspektif mengenai definisi dan penjelasannya. Namun esensinya, kewirausahaan sosial adalah kegiatan ekonomi yang bekerja sama dengan orang atau organisasi lain dengan menciptakan nilai sosial yang bermanfaat bagi lingkungan sosial dan lingkungan.  Inovasi sosial menjadi salah satu kunci dalam mengejawantahkan kewirausahaan sosial yang baik dan bermanfaat secara masif bagi sosial dan lingkungan. Mengapa? Sebab kemampuan dalam melihat peluang dari muara permasalahan yang ada merupakan kunci dalam menjalankan kegiatan usaha.  Untuk merumuskan kewirausahaan sosial yang akomodatif, maka perlu untuk melakukan riset yang mendalam mengenai beberapa berbagai problematika sosial di tengah masyarakat. Sehingga nantinya kewirausahaan sosial dapat memformulasikan suatu peluang bisnis yang dapat menyelesaikan beberapa persoalan yang fundamental.  Sebuah kewirausahaan sosial berdiri untuk menuju pada visi keberlanjutan dalam memenuhi esensi fundamental dari dibentuknya social enterprise. Oleh karena itu, kewirausahaan sosial harus diimplementasikan secara konstan dan sustainable untuk dapat menyelaraskan antara sosial, finansial, dan kelembagaan.  Model Social Enterprise di Indonesia, Apa Saja? Dalam artikel ilmiah berjudul Supporting Organization Mission Through Social Entrepreneurship: General Trend on Indonesian Social Entrepreneurship, diketahui ada tiga model kewirausahaan sosial. Bagaimana penjelasannya? 1. Kewirausahaan Sosial untuk Kelompok Sasaran Pertama, ada model kewirausahaan sosial yang sering ditemukan pada berbagai institusi. Karena, model dari kewirausahaan sosial ini didirikan dengan visi utama membantu masyarakat. Yap, jadi kewirausahaan sosial harus melakukan riset terlebih dahulu mengenai problematika sosial di tengah masyarakat sasaran. Sehingga nanti dielaborasikan dalam konteks produk usaha yang relevan dengan masyarakat.  2. Kewirausahaan Sosial yang Bersinergi dengan Kelompok Sasaran Kedua, ada model kewirausahaan sosial yang bekerja sama dengan kelompok sasaran. Jika model pertama masyarakat sasaran hanya sebagai objek, maka dalam model ini masyarakat sasaran menjadi subjek sekaligus objek dari kewirausahaan sosial. Model kewirausahaan sosial ini sifatnya bersinergi bersama kelompok sasaran dalam konteks merumuskan produk bisnis yang relevan dengan masyarakat. Oleh karena itu, ada simbiosis mutualisme antara kewirausahaan sosial dan masyarakat sasaran yang saling menguntungkan.  3. Kewirausahaan Sosial yang Tumbuh dari Kelompok Sasaran Ketiga, ada model kewirausahaan sosial yang tumbuh dari kelompok sasaran. Biasanya, hal ini muncul dari keresahan masyarakat akan munculnya berbagai permasalahan sosial di lingkungannya. Sehingga hal ini memantik dirinya untuk menggagas suatu model social enterprise yang dapat menyelesaikan permasalahan sosial di lingkungannya.  Apa Saja Contoh Social Enterprise di Indonesia? Pada akhirnya, tiga model social enterprise ini banyak Anda temukan di beberapa wilayah di Indonesia. Seperti, Nazava Water Filters (energi dan lingkungan), Sirtanio Organik Indonesia (pertanian), Sukha Citta (mode dan ritel), Waste4Change (energi dan lingkungan), Kendal Agro Atsiri (pertanian), Mendekor (mode dan ritel), dan GandengTangan (layanan keuangan).  Baca artikel dari Olahkarsa mengenai CSR, PROPER, GRI, SDGs, Community Development, Conflict Resolution, dan lain-lain di sini. 
Olahkarsa Official on
Kupas Tuntas 4 Elemen Social Enterprice di Indonesia, Apa Saja?
Community Development, CSR, PROPER, Social Enterprise, Sustainable Development Goals

Kupas Tuntas 4 Elemen Social Enterprise, Apa Saja?

Apakah kamu tahu apa saja elemen social enterprise? Sebelumnya, kamu harus memahami terlebih dahulu pengertian social enterprise. Social enterprise merupakan perusahaan yang menyelaraskan visi dan misi sosial dari program nirlaba dengan perspektif bisnis yang diakselerasi oleh pasar.  Selebihnya, simak artikel dari Olahkarsa mengenai elemen social enterprise di bawah ini. Selamat membaca! Memahami Substansi Social Enterprise Menurut Bull dan Crompton dalam bukunya yang berjudul Business Practices in Social yang terbit tahun 2006, dijelaskan bahwa social enterprise merupakan salah satu model bisnis. Di mana social enterprise adalah bisnis yang secara spesifik ditujukan kepada sosial, komunitas, dan lingkungan melalui struktur bisnis yang sustainable.  Nah, jadi tujuan dari social enterprise tentu untuk menghasilkan dampak secara sosial dan lingkungan hidup. Tetapi di lain sisi, model bisnis ini juga tidak menafikan keuntungan atau profit yang menjadi orientasi fundamental pada perusahaan.  Biasanya, perusahaan sosial memiliki visi dan misi yang jelas untuk memberikan dampak sosial. Komitmen ini tercermin dari berbagai program-program yang dicanangkan oleh perusahaan untuk memformulasikan berbagai hal-hal yang bermanfaat secara sosial dan lingkungan.  Selain itu, model bisnis ini juga terlihat dari bagaimana sistem di dalamnya yang konsisten untuk menginvestasikan keuntungan dalam bentuk model sosial. Artinya, ketika menghasilkan profit maka akan didistribusikan beberapa persennya untuk program-program sosial bagi masyarakat.  Penting! 4 Elemen Social Enterprise Setelah memahami esensi dan substansi dari social enterprise, maka penting bagi kamu untuk mengetahui elemen social enterprise seperti yang dijelaskan oleh Palesangi (2012). Berikut adalah penjelasannya: 1. Social Value Pertama, ada social value yang menjadi elemen diferensiasi antara perusahaan sosial dengan perusahaan konvensional lainnya. Elemen ini menjadi faktor pendorong eksponensial kepada social enterprise untuk tetap kokoh dengan substansi kebermanfaatan secara sosial. 2. Civil Society Kedua, ada civil society atau masyarakat sipil yang menjadi objek fundamental dalam keberlangsungan program-program sosial di social enterprise. Karena, tidak dapat dipungkiri bahwa partisipasi masyarakat sipil menjadi sumber daya manusia yang mengoptimalkan sumber daya alam secara berkelanjutan.  3. Innovation Ketiga, ada innovation sebagai fondasi dasar dalam social enterprise. Dalam menyelesaikan berbagai persoalan dan permasalahan sosial, maka perusahaan sosial harus secara inovatif menciptakan program yang dapat menyelesaikan hal tersebut. Selain itu, inovasi ini bertujuan untuk menciptakan keberlanjutan dalam konteks program sosial dan lingkungan.  4. Economic Activity Keempat, ada economic activity yang menjadi elemen fundamental dalam social enterprise. Demi keberhasilan secara sosial, maka kegiatan ekonomi dan kegiatan haruslah seimbang karena kegiatan ekonomi menjadi kunci dari keberlanjutan kegiatan sosial. Kemudian, kegiatan sosial ini menjadi kunci dari tujuan dari pendirian social enterprise yang memiliki visi jelas.  Pada akhirnya, social enterprise memiliki empat elemen yang secara substansial tertanam di dalam perusahaan sosial melalui program-program sosial dan lingkungan. Sebab, hal ini menjadi agen perubahan untuk mengejawantahkan cita-cita untuk menyelesaikan berbagai permasalahan sosial yang terjadi.  Cari tahu artikel dari Olahkarsa mengenai CSR, PROPER, SDGs, Triple Bottom Line, Community Development, dan lain-lain di sini. 
Olahkarsa Official on
Ini 4 Tips Mendirikan Social Enterprise
Community Development, CSR, Social Enterprise, Sustainability, Sustainable Development Goals

Wajib Tahu! Ini 4 Tips Mendirikan Social Enterprise

Siapa sih yang tidak ingin menjadi entrepreneur? Yap, di era seperti sekarang ini sepertinya menjadi seorang pengusaha dengan mendirikan social enterprise adalah salah satu hal yang dimimpikan oleh banyak orang. Oleh karena itu, ikuti tips mendirikan social enterprise ala Olahkarsa.  Pengertian Social Enterprise Sebelum mengetahui tips mendirikan social enterprise, Anda harus tahu secara definitif dan komprehensif mengenai hal tersebut. Menurut British Council (2020), social enterprise adalah konsep bisnis yang tetap mengedepankan keuntungan atau profit tetapi juga ikut mengatasi masalah sosial dan lingkungan.  Era yang terlihat cukup kapitalisme ini, memberikan kesadaran bagi seorang pengusaha untuk tidak hanya fokus pada keuntungan secara ekonomi saja namun juga memperhatikan aspek lain. Aspek tersebut tidak lain adalah aspek sosial yang berkaitan dengan masyarakat dan aspek lingkungan hidup.  Tidak dapat dipungkiri, jika dampak yang dihasilkan dari industrialisasi cukup fundamental terhadap sektor sosial dan lingkungan hidup. Mulai dari disparitas sosial, polusi udara, air, dan tanah yang meningkat hingga eskalasi emisi gas rumah kaca serta pemanasan global. Hal ini yang memantik lahirnya social enterprise sebagai konsep bisnis yang relevan dengan era saat ini.  Terutama, konsep social enterprise sangat beririsan sekali Sustainable Development Goals (SDGs). SDGs menjadi konsensus internasional yang disepakati oleh negara di PBB dengan 17 tujuan dengan 169 capaian yang sistematis dan substansial. Mencakup dari isu sosial, kesehatan, ekonomi, hingga lingkungan hidup.  Wajib Tahu! 4 Tips Mendirikan Social Enterprise  Nah, setelah Anda mengetahui mengenai pengertian social enterprise, yuk simak tips mendirikan social enterprise di bawah ini.  1. Riset Permasalahan Sosial dan Lingkungan Pertama, Anda harus riset permasalahan sosial dan lingkungan apa yang ada di sekitar Anda. Terkadang, bisnis yang sustainable dimulai dari beberapa permasalahan yang ada di sekitar. Pertanyaan paling mendasar, seperti “apa permasalahan di masyarakat?”, “bagaimana cara menyelesaikan permasalahan ini?”. Oleh karena itu, riset ini harus dilakukan secara terukur dan komprehensif agar menghasilkan produk dari bisnis yang dapat akomodatif. Dan tentu saja, produk ini dapat menyelesaikan permasalahan sosial maupun lingkungan yang ada di masyarakat.  2. Tentukan Target Konsumen Kedua, Anda harus menentukan siapa-siapa saja yang menjadi target konsumen dalam lingkup bisnis. Konsumen ini harus relevan dengan produk dan beberapa program sosial yang nanti akan dicanangkan.  Sebab, konsumen ini menjadi faktor kunci dalam ekosistem bisnis. Ekosistem dapat terjaga karena ada proses transaksi ideal dan simetris antara produsen dan konsumen. Walaupun orientasi dari social enterprise tetap berada di taraf kebermanfaatan sosial, tetapi mendapatkan profit tetap menjadi prioritas.  3. Bekerja Sama dan Berkolaborasi Ketiga, jangan lupa bahwa saat ini adalah eranya bekerja sama dan berkolaborasi. Nah, bisnis dalam konteks social enterprise ini harus ikut menggandeng elemen masyarakat seperti, Lembaga Swadaya Masyarakat dan Organisasi Sosial lainnya. Kolaborasi ini dapat menjangkau kebermanfaatan yang lebih luas lagi.  4. Keseimbangan Bisnis dan Sosial Keempat, tentu saja dalam menyusun social enterprise sebagai bisnis yang sustainable maka harus menyeimbangkan bisnis dan sosial. Karena social enterprise bukan sebuah lembaga sosial atau yayasan sosial. Oleh karena itu, tetap harus menyeimbangkan antara keuntungan bisnis dan tetap berdampak secara sosial kepada masyarakat.  Itu adalah tips mendirikan social enterprise ala Olahkarsa yang dapat Anda ikuti. Di era seperti sekarang ini, model bisnis social enterprise dapat menjadi solusi yang menarik untuk dapat menyelesaikan permasalahan sosial seraya ikut dalam upaya mendapatkan keuntungan. Yang mana hal ini berimplikasi terhadap pertumbuhan ekonomi di Indonesia.  Ikuti berbagai artikel dari Olahkarsa mengenai CSR, PROPER, SDGs, Community Development, Conflict Resolution, dan lain-lain di sini. 
Olahkarsa Official on
Apa Itu Social Enterprise? Ini Pengertian dan Bidang Fundamentalnya
Community Development, CSR, PROPER, Social Enterprise, Sustainability, Sustainable Development Goals

Apa Itu Social Enterprise? Ini Pengertian dan Bidang Fundamentalnya

Setiap orang yang sedang menyusun rencana bisnis, pasti memiliki orientasi pada sektor ekonominya saja. Artinya, bagaimana suatu bisnis yang dirancang dapat mengais pundi-pundi keuntungan yang besar. Akan tetapi, ada salah satu istilah yang menarik dalam sektor bisnis yang bernama social enterprise.  Untuk mengetahui secara lebih komprehensif mengenai apa itu social enterprise, maka Olahkarsa telah merangkum beberapa pengertian dan bidang fundamentalnya. Selamat membaca! Pengertian Social Enterprise Di era yang serba modern ini, sektor bisnis mengalami berbagai inovasi yang disandarkan atas realita sosial. Yang mana banyak sekali perusahaan yang hanya berkutat pada penghasilan atau income dan secara tidak sadar merusak sektor sosial dan lingkungan.  Yap, merusak ini secara eksplisit dapat dilihat dari banyaknya masyarakat yang terdampak akibat kegiatan produksi perusahaan secara masif. Selain itu, banyak terjadi deforestasi dan pembakaran hutan yang secara gradual mengikis ekosistem lingkungan hidup di suatu daerah.  Atas dasar ini, banyak perusahaan yang akhirnya merancang model bisnis social enterprise. Apa itu social enterprise? Secara definitif, merupakan model bisnis yang meleburkan antara profit-oriented dengan social-oriented dalam kegiatan produksinya.  Menurut Social Enterprise Alliance, model bisnis social enterprise ini mengkolaborasikan antara misi sosial dan program nirlaba atau pemerintah dengan pendekatan bisnis yang didorong oleh pasar. Sehingga secara teknis, social enterprise ini juga ikut untuk mengatasi berbagai masalah sosial maupun lingkungan hidup di suatu daerah.  “Kegiatan swasta yang menggunakan strategi kewirausahaan dengan tujuan utamanya adalah pencapaian tujuan ekonomi dan sosial bagi kepentingan publik serta memiliki kapasitas untuk membawa solusi inovatif pada permasalahan sosial dan pengangguran”Organization for Economic Co-operation and Development (OECD), 2013 Kemudian, perusahaan yang mengelaborasikan konsep social enterprise ini juga membagikan beberapa income maupun profit nya untuk kegiatan amal, sosial, dan hal-hal lain untuk kemaslahatan masyarakat. Biasanya, hal ini ditampung dalam program CSR dari perusahaan yang telah bekerja sama dengan beberapa stakeholder. Bidang Fundamental dalam Social Enterprise Setelah mengetahui apa itu social enterprise, ada empat bidang fundamental dalam Social Enterprise yang merupakan kristalisasi dari konsep SDGs. Apa saja bidangnya? 1. Efisiensi Energi Pertama, bidang efisiensi energi saat ini sedang diprioritaskan oleh model bisnis social enterprise. Mengapa? Energi yang dihasilkan dari fosil seperti minyak bumi maupun batu bara sedang dilanda kelangkaan serta harga yang relatif tinggi.  Oleh karena itu, social enterprise mendukung adanya energi yang efisien dan terjangkau. Hal ini dapat dilihat dari berbagai inovasi untuk menciptakan energi terbarukan dengan bekerja sama dengan para stakeholder yang memiliki visi serupa.  2. Proporsi Kelayakan Kerja Kedua, ada proporsi kelayakan kerja yang berimplikasi terhadap pembukaan lapangan kerja seluas-luasnya. Bidang proporsi kelayakan kerja cukup menjadi prioritas untuk dapat mengakomodasi tenaga kerja dari berbagai lapisan masyarakat untuk secara kolektif mampu memberikan kontribusi kepada perusahaan.  Tidak hanya itu, hal ini juga berhubungan dengan bagaimana meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi mikro maupun makro. Mengapa hal ini terjadi? Karena serapan terhadap tenaga kerja akan meningkatkan produksi dan konsumsi sehingga menaikkan level ekonomi negara. 3. Respon dan Tindakan dalam Climate Change Ketiga, yaitu bidang yang berkaitan dengan respon dan tindakan terhadap climate change. Tidak dapat dipungkiri bahwa perubahan iklim atau cuaca menjadi tantangan yang besar bagi perusahaan – utamanya model social enterprise.  Untuk itu, perusahaan harus ikut serta dalam mencegah, memitigasi, maupun mereduksi adanya dampak-dampak yang dilahirkan dari climate change. Tentu saja hal ini juga beririsan dengan model efisiensi energi yang telah dijelaskan di atas.  4. Produksi dan Konsumsi yang Bertanggung Jawab Keempat, ada tanggung jawab pada sektor konsumsi dan produksi. Tahukah Anda, jika ingin mencapai suatu pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, maka harus ada perubahan mekanisme produksi.  Dapat diketahui bahwa tindakan konsumtif masyarakat dan kegiatan produksi yang berlebihan membuat produk pertanian tidak terpakai lagi. Sisa-sisa makanan, sisa-sisa industrial, dan lain sebagainya harus dibuang sia-sia. Untuk itu, concern dari perusahaan adalah menciptakan iklim produksi dan konsumsi yang dapat lebih bertanggung jawab.  Model Bisnis Social Enterprise sebagai Sebuah Solusi Setelah Anda paham apa itu social enterprise beserta empat bidang fundamental nya, maka satu kesimpulannya. Apa itu? Social enterprise dapat menjelma menjadi sebuah solusi konkret untuk menyelesaikan beberapa permasalahan sosial dan lingkungan.  Hal ini tercermin dari substansi dan esensi dari social enterprise yang memang mengkombinasikan antara profit-oriented dan social-oriented. Secara konotatif, berarti tetap menggenjot keuntungan perusahaan namun juga peduli akan ekosistem sosial serta lingkungan di suatu daerah.  Baca artikel dari Olahkarsa mengenai CSR, PROPER, GRI, SDGs, Conflict Resolution, Community Development, dan lain-lain di sini. 
Olahkarsa Official on
6 Kemampuan Resolusi Konflik yang Harus Anda Miliki!
Community Development, Conflict Resolution, CSR, Insight, Sustainability, Sustainable Development Goals

6 Kemampuan Resolusi Konflik yang Harus Anda Miliki!

Kemampuan resolusi konflik harus dimiliki oleh setiap individu. Mengapa? Karena konflik menjadi bagian yang selalu menyelimuti kehidupan sosial dari setiap individu bahkan kelompok. Konsep mengenai conflict resolution atau resolusi konflik menjadi akar untuk dapat memitigasi, meminimalisir, hingga menyelesaikan suatu konflik.  Untuk itu, Olahkarsa telah merangkum ada enam kemampuan yang harus Anda miliki dalam konteks resolusi konflik.  Resolusi Konflik sebagai Mekanisme Pemutus Rantai Konflik Konflik adalah instrumen sosial yang ada di sekitar setiap manusia. Akan tetapi, konflik juga dapat mengikis harmonisasi sosial yang tertanam dengan kokoh dalam fondasi kehidupan sosial. Oleh karena itu, resolusi konflik adalah solusi di balik itu untuk dapat menyelesaikan berbagai permasalahan konflik.  Menurut Levine (1998) dalam Webster Dictionary, resolusi konflik merupakan tindakan rasional oleh seseorang atau kelompok untuk mengurai, memecahkan, hingga menghapuskan permasalahan yang ada/eksis. Kata kunci dalam resolusi konflik adalah “memecahkan” suatu masalah yang sudah sampai tahap merugikan.  Di lain sisi, Mindes (2006) mencetuskan jika resolusi konflik merupakan kemampuan untuk memutus rantai diferensiasi antara satu pihak dengan pihak lainnya. Di mana hal ini menjelma menjadi aspek substansial untuk pembangunan sosial dan moral yang membutuhkan beberapa kompetensi. Seperti, negosiasi, kompromi, dan juga mengembangkan keadilan.  Kemampuan Resolusi Konflik yang Harus Anda Miliki! Tahukah Anda jika kemampuan resolusi konflik sangat penting untuk dikuasai. Sebab, konflik terkadang selalu datang dengan tidak dapat diprediksi. Oleh karenanya, Bodine dan Crawford (2001) menggagas enam kemampuan untuk memutus rantai konflik, yaitu: 1. Kemampuan Orientasi Pertama, Anda harus memiliki kemampuan berorientasi dalam resolusi konflik yang beririsan kaitannya topik konflik. Artinya, Anda harus memiliki pemahaman yang komprehensif terkait konflik dan gestur yang mengindikasikan sikap anti kekerasan, jujur, toleransi, dan adil. 2. Kemampuan Persepsi Kedua, Anda wajib sekali memiliki kemampuan dalam memahami jika setiap individu atau kelompok adalah berbeda. Kemudian, Anda juga harus memiliki persepsi berpikir seperti individu atau kelompok lain – lawan dalam konflik. Selain itu, Anda juga tidak boleh mudah menyimpulkan atau memberikan penilaian yang sifatnya sepihak.  3. Kemampuan Emosi Ketiga, kemampuan emosi ini merujuk pada kompetensi seseorang untuk mengelola berbagai macam emosi yang timbul karena disulut oleh konflik. Hal ini juga berkaitan dengan kemampuan mengontrol rasa takut, rasa marah, dan hal-hal negatif lainnya.  4. Kemampuan Komunikasi Keempat, ketika Anda terlibat dalam konflik, maka cara untuk mampu memutus rantai konflik adalah dengan kemampuan komunikasi. Kemampuan komunikasi ini juga merujuk pada memahami lawan bicara, berbicara dengan jelas dengan artikulasi yang tepat, dan kemampuan bernegosiasi juga berdebat.  5. Kemampuan Berpikir Kreatif Kelima, Anda harus memiliki paradigma berpikir yang kreatif dalam melihat suatu konflik. Karena kemampuan berpikir kreatif dalam resolusi konflik juga berkaitan dengan startegi yang diambil untuk keluar dari lajur permasalahan dalam konflik.  6. Kemampuan Berpikir Kritis Keenam, kemampuan berpikir kritis harus Anda miliki untuk dapat memutus rantai konflik. Hal ini berimplikasi dengan tindakan menganalisis dan mengelaborasi konstelasi konflik yang sedang dialami oleh seseorang.  Pada akhirnya, keenam kemampuan di atas dapat Anda kuasai dengan cara berlatih dan sering berdiskusi dengan para ahli resolusi konflik. Konflik sebagai bagian dari kehidupan sosial harus dapat dimaknai sebagai keniscayaan karena akan selalu ada dan tidak dapat hilang dari permukaan bumi ini.  Cari tahu artikel dari Olahkarsa mengenai CSR, SDGs, GRI, PROPER, Community Development, dan lain-lain di sini. 
Olahkarsa Official on
Mengenal Conference of the Parties atau COP26
Community Development, Innovation, Sustainability

Mengenal Conference of the Parties atau COP26

Mengenal Conference of the Parties atau COP26, Konferensi Iklim Terbesar Dunia Masalah terkait iklim adalah masalah penting bagi suatu negara. Perubahan iklim adalah salah satu topik yang menjadi program bersama selama perubahan iklim Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) PBB, yaitu COP26. Konferensi ini secara resmi dibuka pada akhir Oktober lalu oleh Presiden COP26 Alok Sharma. Dalam acara ke-26, COP berlangsung pada tanggal 31 Oktober- 12 November 2021 di Glasgow, Skotlandia. COP26 mengangkat tema Leading Action Together Climate. Selama konferensi, Presiden Jokowi juga menyampaikan pidatonya dalam World Leaders Summit on Forest and Land Use. Lalu, apa itu COP26 dan mengapa penting untuk dibahas oleh semua pemerintah negara bagian? Sebaiknya kita perlu mengenal Conference of the Parties atau COP26 sebelum menjelajahi lebih dalam. Mengenal Conference of the Parties atau COP26 COP merupakan singkatan dari Conference of the Parties yang artinya Pertemuan Para Pihak. Dilansir dari BBC dan laman resmi United Nations Climate Change, COP26 adalah badan pembuat keputusan tertinggi dari United Nations Framework Convention on Climate Change. COP26 ditandatangani pada tahun 1992. COP pertama kali diadakan pada bulan Maret 1995 di Berlin, Jerman. Forum tingkat tinggi ini rutin diadakan setiap tahun oleh 197 negara untuk membicarakan perubahan iklim. Selain itu, forum ini juga membahas bagaimana negara-negara di dunia berencana untuk mengatasi perubahan iklim. Setiap negara yang termasuk ke dalam COP berkumpul untuk melakukan peninjauan terkait dengan Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, atau UNFCCC, yang merupakan perjanjian besar PBB. Perjanjian besar PBB tersebut menyatakan bahwa negara-negara perlu bersatu guna mencari tahu cara menghentikan pemanasan global. COP memiliki tugas utama yaitu melakukan peninjauan target-target setiap negara terkait emisi yang diajukan. Pelaksanaan COP akan digilir di antara lima wilayah PBB, yaitu Afrika, Asia, Amerika Latin dan Karibia, Eropa Tengah dan Timur dan Eropa Barat dan lainnya. Pada gelarannya yang ke-26, COP memiliki empat fokus isu pembahasan diantaranya yaitu pentingnya peralihan ke kendaraan listrik, mengakhiri deforestasi dengan bantuan keuangan, penyusunan aturan untuk pasar karbon global, dan mobilisasi dana untuk negara-negara berkembang. Siapa saja yang menghadiri COP26? COP26 dihadiri oleh 197 negara yang telah menandatangani Perjanjian Paris, yaitu dengan mengirimkan sekelompok delegasi untuk mewakili mereka dalam negosiasi. Sekitar 20.000 delegasi telah terdaftar untuk hadir dan 120 kepala negara juga diharapkan datang. Selain itu, tidak hanya dihadiri oleh pemimpin dan perwakilan dari semua pemerintah dunia, tetapi COP26 juga turut melibatkan partisipasi inklusif dari beragam golongan seperti aktivis lingkungan, anggota LSM, pelaku bisnis, kelompok agama, ilmuwan, hingga masyarakat adat. Apa tujuan dari COP26? COP26 menjadi krusial sejak Perjanjian Paris yang terbentuk dalam agenda COP21 pada 2015 lalu, karena untuk pertama kalinya ratusan negara menyampaikan hasil kerja pemangkasan emisi mereka dalam lima tahun terakhir, sesuai dengan kesepakatan laporan rutin di Perjanjian Paris. Selain itu, COP26 menjadi pertemuan pertama untuk melakukan evaluasi setelah Perjanjian Paris, karena tahun lalu pelaksanaan COP sempat ditunda dikarenakan adanya pandemi COVID-19. Dalam Perjanjian Paris 2015 lalu, telah disepakati jika pemanasan global naik hingga 1,5 derajat celcius di atas suhu yang pernah dialami di era pra-industri, maka akan terjadi banyak perubahan yang tidak dapat dihindarkan. Oleh karena itu, rencana yang telah dibuat sebelumnya harus dilaksanakan. Kesepakatan yang muncul dari COP26 dimaksudkan untuk mencapai empat tujuan utama: 1. Memastikan net zero emissions pada tahun 2050 Bahwa emisi yang dilepaskan diimbangi oleh emisi yang ditangkap dari atmosfer) dan mempertahankan tujuan membatasi kenaikan suhu sebesar 1,5º. Untuk tujuan ini, negara harus mempercepat dekarbonisasi, mengurangi deforestasi, meningkatkan elektrifikasi kendaraan, dan mendorong investasi dalam energi terbarukan. 2. Melindungi komunitas dan habitat alami Hal ini dimungkinkan melalui langkah-langkah yang mendukung pemulihan ekosistem dan pembangunan sistem siaga, pertanian, dan infrastruktur yang tahan. COP26 menghadirkan kesempatan untuk mempromosikan komitmen terhadap solusi berbasis alam. Solusi berbasis alam sangat penting untuk beradaptasi dengan konsekuensi perubahan iklim 3. Memobilisasi keuangan Uang menjanjikan menjadi salah satu topik hangat COP26. Di bawah Perjanjian Paris, negara-negara maju harus menyediakan $100 miliar setiap tahun hingga tahun 2025 untuk membiayai perang melawan perubahan iklim di seluruh dunia. Namun, hingga saat ini, kontribusi tersebut belum tercapai. 4. Mendorong komitmen Untuk mempercepat aksi iklim. Tantangan ini membutuhkan kolaborasi tidak hanya antara para pihak, tetapi juga antara sektor publik dan swasta dan masyarakat. Kemudian, setelah target tersebut disusun akan dilakukan evaluasi setiap 5 tahun sekali. Dengan kata lain, COP26 adalah pertemuan pertama untuk melakukan evaluasi Perjanjian Paris, setelah pada 2020 ditunda karena pandemi COVID-19. Hasil yang diharapkan dari COP26 Pada pertemuan tingkat tinggi sebelumnya, ada beberapa isu yang masih belum terpecahkan. Sehingga pada COP26, diharapkan permasalahan tersebut dapat terselesaikan. Tidak hanya melakukan negosiasi, tetapi adanya aksi nyata mengatasi perubahan iklim. Adapun hasil yang diharapkan dari COP26 adalah sebagai berikut. 1. Pendanaan dari negara-negara maju untuk memerangi maupun menanggulangi perubahan iklim. 2. Kompensasi dari negara-negara maju atas dampak yang akan menimpa mereka. 3. Uang dari kelompok negara maju untuk membantu negara berkembang dalam menerapkan ekonomi yang lebih ramah lingkungan. 4. Memastikan komitmen setiap negara untuk mencapai target pada 2050, yaitu nol emisi dan pengurangan karbon secara progresif pada 2030. Selain itu, topik terkait keuangan iklim juga menjadi salah satu agenda yang dibahas pada COP26. Ambisi Indonesia pada COP26 Sejak jauh hari, Indonesia telah mempersiapkan diri untuk berkontribusi secara optimal melalui ambisi-ambisi penanganan iklim yang sudah dicatatkan dalam Nationally Determined Contribution (NDC), Updated NDC Indonesia, maupun Dokumen Long-term Strategy on Low Carbon and Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050) yang disampaikan kepada UNFCCC pada Juli 2021 lalu, sebagai mandat dari Perjanjian Paris. Komitmen ini juga telah diratifikasi menjadi UU Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Nations Framework Convention On Climate Change. Pada KTT Pemimpin Dunia tentang Perubahan Iklim atau COP26, Presiden Joko Widodo dalam pidatonya menjelaskan bahwa dengan potensi alam yang begitu besar, Indonesia terus berkontribusi dalam penanganan perubahan iklim. Ia menyampaikan bahwa Indonesia akan terus berkontribusi dalam penanganan perubahan iklim yang saat ini menjadi ancaman besar bagi kemakmuran dan pembangunan global. Selain itu, Indonesia juga telah memulai rehabilitasi hutan mangrove seluas 600.000 hektar sampai 2024, terluas di dunia. Indonesia juga telah merehabilitasi 3 juta lahan kritis antara tahun 2010 sampai pada tahun 2019. Sektor yang semula menyumbang 60 persen emisi di Indonesia akan mencapai carbon net sink selambatnya tahun 2030 Di sektor energi, Indonesia juga terus melangkah maju dengan pengembangan ekosistem mobil listrik dan pembangunan pembangkit tenaga surya terbesar di Asia Tenggara. Selain itu, Indonesia juga memanfaatkan energi baru terbarukan, termasuk biofuel, serta pengembangan industri berbasis energi bersih, termasuk pembangunan kawasan industri hijau terbesar di dunia di Kalimantan Utara. Pemanfaatan energi baru terbarukan termasuk biofuel. Serta pengembangan industri berbasis clean energy termasuk pembangunan Kawasan industri hijau terbesar di dunia di Kalimantan Utara. Selain itu, carbon market dan carbon price harus menjadi bagian dari penanganan isu perubahan iklim. Di sektor energi, Indonesia juga terus melangkah maju dengan pengembangan ekosistem mobil listrik. Tetapi, hal itu tidak cukup, karena Indonesia merupakan negara yang mempunyai lahan dan potensi yang dihijaukan cukup luas serta negara yang memiliki laut luas yang potensial dalam menyumbang karbon sehingga membutuhkan dukungan dan kontribusi dari negara-negara maju. Menurut Presiden Jokowi, penyediaan pendanaan iklim dengan mitra negara maju, merupakan game changer dalam aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim di negara-negara berkembang. Indonesia akan dapat berkontribusi lebih cepat bagi net-zero emission dunia. Pertanyaannya, seberapa besar kontribusi negara maju untuk kami? Transfer teknologi apa yang bisa diberikan? Program apa yang didukung untuk pencapaian target SDGs yang terhambat akibat pandemi? Sebagai penutup dalam pidatonya, ia menyebutkan melalui KTT ini atas nama Forum Negara Kepulauan dan Pulau Kecil (AIS), ia menyebut bahwa Indonesia merasa terhormat dapat menyirkulasikan pernyataan bersama para Pemimpin AIS Forum. Sudah menjadi komitmen AIS Forum untuk terus memajukan kerjasama kelautan dan aksi iklim di UNFCCC. Istilah-istilah yang perlu diketahui terkait COP26 Ada beberapa istilah yang berkaitan erat ketika membicarakan perubahan iklim. Apa saja istilah-istilah tersebut? 1. Nationally Determined Contributions (NDC) Nationally Determined Contributions atau NDC merupakan rencana komitmen dan kontribusi setiap negara dalam memangkas emisi guna meredam laju krisis iklim. Istilah ini digunakan oleh PBB untuk rencana nasional masing-masing negara guna memangkas emisi gas rumah kaca. Ketentuan ini lahir dari Perjanjian Paris pada 2015 yang ditandatangani yang telah disepakati oleh 197 negara untuk mencapai target pembatasan kenaikan suhu bumi di bawah 2 derajat celcius, bahkan mengupayakan pada batas 1,5 derajat celcius pada 2030 mendatang. 2. Net Zero Emission Net Zero Emission atau emisi nol bersih merupakan pencapaian keseimbangan antara emisi gas rumah kaca (GRK) yang dihasilkan dengan emisi GRK yang dihilangkan. Misalkan sebuah negara menghasilkan 1 ton emisi GRK, maka negara tersebut harus mencari cara untuk menghapuskan 1 ton emisi GRK. Dalam mencapai hal ini, negara dan perusahaan terkait perlu menggunakan metode alami, yaitu dengan menanam pohon atau memulihkan padang rumput. 3. Carbon Trade atau Perdagangan Karbon Perdagangan emisi karbon yang dilakukan antar-negara untuk mengurangi emisi karbon dunia, khususnya CO2 dalam satuan ton. Dalam program ini, negara yang menghasilkan emisi lebih banyak dapat mengeluarkan emisi tersebut dari negaranya. Sementara, negara dengan emisi lebih rendah bisa menjual hak menghasilkan emisi sesuai batasnya ke negara lain. 4. Carbon Offset Berkaitan erat dengan skema perdagangan karbon yang memungkinkan penghasil emisi GRK menukar atau ‘mengimbangi’ polusi mereka dengan ‘kredit’ karbon dari pihak lain yang mencegah atau menghapuskan emisi GRK. 5. Carbon Tax atau Pajak Karbon Kebijakan pemerintah yang menetapkan harga yang harus dibayar oleh penghasil emisi untuk setiap ton GRK yang melebihi batas ketentuan emisi yang disepakati. Baca juga: Conflict Resolution (Definisi, Teori, dan Contohnya) Mengenal Prinsip 3L dalam Triple Bottom Line Mengapa Perusahaan Membutuhkan Pola Pikir Value-Focused untuk Mencapai Sustainability Goals? Sudah cukup mengenal Conference of the Parties atau COP26 belum? COP26 juga diadakan dengan latar belakang pandemi Covid-19. Banyak negara bagian harus melakukan upaya yang signifikan untuk meringankan krisis kesehatan, yang menyebabkan tujuan lingkungan mengundurkan diri. Kemunduran ini telah menawarkan pembacaan yang optimis: rekonstruksi ekonomi sebagai peluang untuk memasukkan dekarbonisasi di tahun-tahun mendatang. Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Air di Masa Mendatang: Tantangan, Tujuan, dan Inovasi di Instalasi Pengolahan Air (IPA)
Community Development, Innovation, Sustainability, Sustainable Development Goals, Technology

Air di Masa Mendatang: Bagaimana Inovasi Akan Memajukan Water Sustainability di Seluruh Dunia

Bagaimana air di masa mendatang? Salah satu tantangan terbesar abad ke-21 tidak hanya menyediakan air minum dan sanitasi untuk semua orang di planet ini, tetapi juga memanfaatkan sumber daya air sebaik-baiknya. Untuk mencapai hal tersebut, kita harus mengubah instalasi pengolahan air menjadi sumber daya yang bersih, sustainable, dan efisien. Desain instalasi pengolahan air menghadirkan berbagai tantangan untuk pengelolaan air di masa mendatang. Indonesia akan berfokus pada tiga tindakan khusus yaitu transformasi digital, transisi ke ekonomi sirkular yang memungkinkan pemanfaatan sepenuhnya potensi air limbah, serta mendeteksi dan menghilangkan polutan yang muncul. Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) adalah sistem atau sarana yang berfungsi untuk mengolah air dari kualitas air baku (influent) yang terkontaminasi untuk mendapatkan perawatan kualitas air yang diinginkan sesuai standar mutu atau siap untuk di konsumsi. WTP atau Instalasi Pengolahan Air (IPA) merupakan sarana yang penting di seluruh dunia yang akan menghasilkan air bersih dan sehat untuk di konsumsi. Biasanya bangunan atau konstruksi ini terdiri dari 5 proses utama, yaitu: koagulasi, flokulasi, sedimentasi, filtrasi, dan desinfeksi. Langkah pertama adalah transformasi digital Tujuan utama dari mengubah instalasi pengolahan air seperti yang kita kenal sekarang menjadi sistem yang lebih efisien dan berkelanjutan adalah untuk mengubahnya sumber masalah (dengan menggunakan sumber daya dan menghasilkan limbah) menjadi solusi. Salah satu faktor besar dalam membantu mencapai tujuan ini adalah adanya teknologi yang memadai. Sektor pengolahan air bergantung pada digitalisasi dan alat otomatisasi untuk meningkatkan kerja cerdas dan efisiensi. AI, Big Data, metodologi BIM, Internet of Things (IoT), dan pemodelan hidraulik hanyalah beberapa opsi yang dapat dihubungkan ke dalam pabrik pengolahan, pabrik pemurnian, dan pabrik desalinasi. Penggunaan teknologi tersebut menawarkan keuntungan dua kali lipat. Di satu sisi, biaya operasional juga akan berkurang. Selain itu, dampak lingkungan juga dapat terkurangi dengan meminimalisir penggunaan sumber daya dan mengurangi jejak karbon dari aktivitasnya. Circular, smart, dan efficient Pabrik pengolahan limbah konvensional saat ini beroperasi secara linier. Pengolahan ini termasuk sumber daya seperti listrik dan air limbah itu sendiri yang sarat dengan potensi dalam bentuk bahan organik dan nutrisi. Dengan kata lain, ketika barang berharga masuk pasti ada beberapa hal yang perlu dibuang. Mencapai ekonomi sirkular berarti menggunakan kembali barang sebanyak mungkin dengan meminimalisir timbunan sampah. Salah satu cara untuk mencapainya yaitu dengan mengoperasikan pabrik sebagai biofactories yang dapat memanfaatkan potensi limbah mereka sendiri dan industri di sekitarnya untuk menghasilkan energi yang cukup untuk beroperasi secara mandiri. Mereka dapat menggunakan co-substrat industri dan lumpur mereka sendiri untuk memaksimalkan pembangkitan biogas. Biogas ini dapat dimurnikan untuk injeksi selanjutnya ke jaringan gas alam. Hubungan air-energi menemukan salah satu potensi terkuatnya dalam menghasilkan hidrogen hijau di pabrik pengolahan itu sendiri, berdasarkan energi terbarukan seperti biogas atau fotovoltaik. Dalam beberapa kasus, mengelola sumber daya yang ada pada limbah bisa menjadi solusi Kita dapat mengambil fosfor sebagai contoh. Fosfor dapat diolah kembali dalam bentuk struvite. Elemen ini terbatas di planet kita dan sangat penting untuk pertanian. Oleh karena itu, dalam waktu yang singkat, pemulihan fosfor akan menjadi praktik umum di pabrik pengolahan limbah. Aset lain yang dapat digunakan adalah air regenerasi itu sendiri. Di beberapa tempat seperti Singapura, limbah sudah dimurnikan sehingga bisa langsung kembali ke siklus air saat ini. Secara teknis, ini mungkin: hanya psikologis dan, dalam beberapa konteks, hambatan hukum menahan kita dari kemungkinan ini. Di masa depan, dengan inovasi dan R&D di pabrik pengolahan air limbah, kita dapat mengekstrak berbagai macam produk seperti belerang untuk industri kimia, bioplastik yang dapat terdegradasi, biochar untuk pembangkit energi, dan bahkan bahan konstruksi seperti bitumen dan pasir. Dengan menggunakan ini dan sumber daya lainnya, tanaman menjadi generator energi dan produk sampingan yang berharga. Beberapa cara untuk mencapainya masih sebatas rencana ke depan. Yang lain sudah menjadi kenyataan. Cadagua, misalnya, mengoperasikan salah satu pabrik pemulihan struvite terbesar di Eropa, dan memiliki pabrik percontohan co-digestion di mana limbah dari industri sekitarnya diuji untuk memaksimalkan potensi energinya. Studi tentang polutan yang muncul Garis tindakan yang ketiga didasarkan pada penelitian tentang polutan yang muncul dalam air limbah. Beberapa perusahaan di bidang ini bekerja dengan administrasi publik untuk mendeteksi adanya polutan ini, menganalisis dampaknya terhadap lingkungan dan kesehatan manusia, dan kemudian, jika perlu, menghilangkannya. Kontaminan dari polutan ini termasuk obat-obatan, pestisida, herbisida, produk kebersihan, dan bahkan obat-obatan yang disalahgunakan. Pada tahun 2020, peraturan baru tentang kualitas air yang ditujukan untuk konsumsi manusia di Uni Eropa diadopsi. Di antara kontaminan lain itu termasuk perfluorooctane (PFOS), senyawa yang hampir tidak bisa dihancurkan dengan metode pemurnian saat ini, dan bisphenol A (BPA). Tujuan dalam penelitian tersebut mencari tahu sejauh mana polutan menjadi masalah bagi lingkungan dan kesehatan manusia serta dampaknya. Selama beberapa tahun terakhir, metode analisis Water Treatment Plan telah meningkat pesat. “Dignitary” lebih besar, dan dapat dideteksi keberadaan kontaminan ini bahkan dalam konsentrasi nanogram. Namun, masih ada banyak ruang untuk inovasi dalam mengembangkan sensor deteksi cepat, serta proses perawatan lanjutan. Baca juga: Kendala dan Solusi Mayarakat Terhadap PLH (Pengelolaan Lingkungan Hidup) Dampak Baik PROPER terhadap Pandemi Covid-19 oleh Perusahaan Apa itu SDGs Desa? Kenali Program dan Sasarannya! Itulah ulasan mengenai air di masa mendatang dengan adanya Water Treatment Plant Berkat inovasi dan proses ini, sektor air dapat berkontribusi pada pengembangan sistem yang lebih efisien. Inovasi ini juga membantu mencapai beberapa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs). Salah satunya adalah SDG 2 yaitu mengakhiri kelaparan dan memastikan ketahanan pangan dengan memastikan kualitas air yang bebas dari patogen. Sektor ini juga dapat berkontribusi untuk mencapai SDG 6, memastikan ketersediaan air, pengelolaan air yang berkelanjutan, dan sanitasi untuk semua. Lalu ada SDG 9, mempromosikan industrialisasi berkelanjutan dan mendorong inovasi, karena ini membantu mengurangi jejak karbon dari siklus air integral. Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
'Plogging', Jogging Sambil Menjaga Lingkungan
Community Development, Innovation, Insight

Plogging: Olahraga Sambil Menjaga Lingkungan

Plogging, olahraga sambil menjaga lingkungan. Kenapa tidak? Dalam beberapa tahun terakhir, kita telah menyaksikan pertumbuhan sisa sampah yang menumpuk di alam, dari pasang surut plastik di laut hingga tempat pembuangan di hutan. Mengatasi permasalahan ini tidak mudah, namun itu perlu dan sangat mungkin diatasi. Implementasi aksi pelestarian bumi semakin terintegrasi di berbagai bidang, salah satunya olahraga. Dorongan kegiatan ini bertujuan untuk melihat sisi inisiatif dan inovatif, seperti Plogging. Plogging memungkinkan kita untuk olahraga sambil menjaga lingkungan. Kegiatan ini sangat menginspirasi banyak orang untuk menunjukkan betapa pentingnya menjaga planet kita. Apa itu Plogging? Plogging yaitu olahraga sambil menjaga lingkungan yang berasal dari kata “lari” dengan mengumpulkan sampah yang berserakan ke dalam plastik. Oleh karena itu, Plogging merupakan kegiatan mengumpulkan sampah saat kita sedang berlari kecil. Kita hanya membutuhkan pakaian olahraga yang sesuai untuk berlari dan kantong sampah untuk meletakkan semua sampah yang ditemukan di sekitar. Para ahli dari mengatakan bahwa modalitas “lari” ini adalah pilihan yang bagus untuk kebugaran dan penurunan berat badan sambil menjaga lingkungan. Menurut ahli, Plogging bisa membakar 300 kalori untuk setiap 30 menit latihan, berkat kombinasi dari latihan lari terus-menerus dengan mengumpulkan sampah. Asal mula dari ‘Plogging’ Kata Plogging adalah gabungan dari kata dalam bahasa Swedia “plocka upp,” yang berarti mengambil, dengan kata “jogging,” yang berasal dari kata dalam bahasa Inggris yaitu berlari kecil. Plogging juga dapat dilakukan saat mendaki, bersepeda gunung, dan scuba diving, serta jenis olahraga lainnya yang berkaitan dengan menjaga lingkungan. Pelopor kegiatan ini adalah Erik Ahlström. Pada saat itu, ia meninggalkan kampung halamannya pada tahun 2016 untuk menetap di Stockholm dan mulai membersihkan sampah-sampah di tempat latihannya. Seiring berkembangnya waktu, aktivitas yang diciptakan oleh Ahlström ini menjadi begitu poupler di seluruh dunia yang melibatkan lebih dari 20.000 orang setiap hari di 100 negara. Bagaimana cara melakukannya? Untuk memulai Plogging, kita disarankan untuk membawa sepasang sarung tangan untuk perlindungan dan kebersihan serta kantong sampah. Sarung tangan akan melindungi tangan kita dari benda tajam, seperti pecahan kaca. Setiap kelompok dapat dikategorikan untuk pembagian jenis sampah tertentu yang akan dipungut seperti gelas, plastik, kertas, baterai, dan sampah yang tidak dapat didaur ulang. Sedangkan jenis olahraga air seperti berenang, kayak-kano, dan selancar, kita bisa membawa jaring yang berguna untuk mengambil sampah yang terapung maupun yang ada di dalam air. jJaring juga berguna untuk memastikan bahwa tidak ada hewan yang terjebak secara tidak sengaja jika kita membawa kantong sampah biasa. Manfaat dari ‘Plogging’ Dengan setiap langkah, tidak peduli seberapa kecilnya, kita telah berkontribusi untuk melestarikan alam dalam mengurangi pencemaran lingkungan, terutama pelestarian ekosistem darat. Jika seluruh dunia memanfaatkan waktu dan energi mereka untuk memungut sampah di sepanjang jalan, perubahan besar telah kita mulai dalam waktu yang sangat singkat untuk menyelamatkan bumi ini. Plogging juga bermanfaat untuk fisik kita. Tindakan seperti membungkuk untuk mengambil objek dan meluruskan lagi adalah cara yang bagus untuk memperkuat pinggang dan kaki kita. Dengan melakukan Plogging, olahraga jadi lebih menyenangkan dan tidak membosankan. Setiap orang dapat menyesuaikan durasi latihan dan panjang rute sesuai dengan kemampuan fisik masing-masing. Oleh karena itu, Plogging cocok dilakukan oleh segala usia. The ‘Plogging’ boom Gerakan Plogging telah menyatukan ribuan orang di dunia. Melakukan aktivitas fisik di luar ruangan ini menjadi bagian dari komunitas yang didedikasikan untuk lingkungan, menjaga kesehatan fisik dan mental, serta membuat perubahan baru yang berkelanjutan. Plogging menjadi salah satu olahraga yang bergairah dengan berkontribusi kepada alam. Penerapan energi terbarukan atau perubahan kebiasaan konsumen menuju keberlanjutan adalah topik yang masih booming di masyarakat sampai saat ini. Mereka yang semakin sadar dan bertanggung jawab pada kegatan ini melahirkan inovasi pelestarian alam dan kebugaran untuk diwariskan oleh generasi selanjutnya. Komunitas ‘Plogging’ di Indonesia Melalui Plogging, kita bisa menuju Indonesia Bebas dan Bersih Sampah 2025. Sebenarnya, di Indonesia sendiri kegiatan Plogging ini sempat digandrungi pecinta olahraga sekitar tahun 2018 hingga 2019. Namun, tren ini dilupakan seiring waktu dan hanya segelintir masyarakat yang masih melakukannya. Oleh karena itu, Collaborate for Change Indonesia (CFCI) membuat sebuah kegiatan Indonesia Plogging Day. Kegiatan ini dilaksanakan pada tanggal 27 November 2021 lalu. CFCI adalah sebuah komunitas pecinta lingkungan yang digagas oleh beberapa mahasiswa Universitas Padjadjaran. Sadar akan kondisi lingkungan sekitar, CFCI memiliki visi Indonesia bebas dampak buruk sampah plastik. Indonesia Plogging Day adalah sebuah kegiatan yang dilaksanakan secara serentak di beberapa daerah di Indonesia. Kegiatan ini tentunya berupa plogging yang diikuti oleh sekitar 25 relawan. Untuk lokasi utama, kegiatan ini dilakukan di daerah Bekasi. Uniknya, relawan pada lokasi utama akan dibekali dengan sebuah Plogging Kit. Kit ini berisi penjepit kecil, plastik biodegradable, sepasang sarung tangan kain, dan sebuah pouch kecil. Kemudian, didapatkanlah lebih dari 15 kantong plastik yang dipenuhi dengan sampah. Beberapa sampah tsb dipilah oleh anggota CFCI dan akan dikirimkan ke bank sampah untuk didaur ulang. Baca juga: Tujuan dan Manfaat Pendataan SDGs Desa Cari Tahu! Indikator Global Reporting Initiative (GRI) G4 Apa Itu Global Reporting Initiative (GRI) G4? Plogging lebih dari sekedar gerakan, itu juga merupakan nilai tanggung jawab terhadap pelestarian alam Kamu bisa mulai dengan melakukannya di sekitar rumah dan hanya membutuhkan sarung tangan serta kantong plastik. Kapan lagi kita bisa hidup sehat sekaligus menjaga lingkungan? Apa yang kamu tunggu? Sekarang adalah waktu terbaik untuk mencoba Plogging! Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Mengapa ESG Menggantikan CSR? Apa Artinya Bagi Perusahaan Kita?
CSR, Innovation, Sustainability

Mengapa Perusahaan Perlu Beralih dari CSR Menjadi ESG?

Mengapa ESG menggantikan CSR? Apa artinya bagi bisnis perusahaan kita? Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) mungkin menjadi istilah yang akrab bagi perusahaan yang menerapkan Sustainability. Lalu, bagaimana dengan istilah ESG? ESG sendiri adalah singkatan dari Environment (Lingkungan), Social (Sosial), dan Government (Tata Kelola). ESG dipandang sebagai inti dari cara bisnis yang bertanggung jawab saat sedang beroperasi. Itulah sebabnya banyak perusahaan besar mulai merangkul ESG dalam mendukung CSR. Apa alasannya? CSR sebagai cikal bakal ESG Baru-baru ini, kami memetakan perkembangan keberlanjutan sebagai masalah bisnis ke dalam konsep kriteria lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) yang lebih luas. Pertumbuhan ESG berawal dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR), yang menandai titik awal bagi bisnis yang mengambil kepemilikan atas dampaknya terhadap masyarakat. Peran bisnis dalam masyarakat telah dibahas dan diperluas selama lebih dari 50 tahun sejak esai Milton Friedman tahun 1970, ‘Tanggung jawab sosial bisnis untuk meningkatkan keuntungan’. Sejak itu, dalam dua tahun terakhir, telah terjadi pergeseran menuju pemahaman yang lebih luas tentang bagaimana keputusan perusahaan memengaruhi semua kelompok pemangku kepentingan – bukan hanya pemegang saham. Pergeseran filosofis ini memuncak dalam pernyataan Business Roundtable pada tahun 2019, di mana 181 CEO berkomitmen untuk memimpin perusahaan mereka demi kepentingan karyawan, pemasok, pelanggan, komunitas, dan pemegang saham. Dalam setengah abad, CSR lahir dan tumbuh. CSR adalah sebuah solusi untuk praktik bisnis yang berkelanjutan dan sadar sosial. Sebagai bentuk kewarganegaraan yang baik, perusahaan beroperasi dengan cara positif dan berdampak baik bagi masyarakat luas, karyawan, konsumen, atau lingkungan. Perbedaan antara CSR dan ESG Tanpa CSR, tidak akan ada ESG. CSR bertujuan untuk membuat bisnis akuntabel, sedangkan ESG membuat upaya CSR terukur. Dengan kegiatan CSR yang sangat bervariasi, metrik tidak sepenuhnya terukur. Adanya ESG ini, di sisi lain, dapat mengukur kekurangan metrik dari upaya CSR supaya lebih akurat. Munculnya investasi menyebabkan permintaan untuk memberikan peringkat kepada perusahaan berdasarkan kinerja ESG mereka. Skor maupun peringkat ESG telah dikembangkan, serta target ditetapkan dan dilaporkan. Perusahaan lebih baik menyematkan ESG ke dalam strategis bisnis utama untuk mengoptimalkan upaya CSR. Kekuatan ESG terletak pada integrasinya ke dalam bisnis dan berorientasi pada tujuan yang selaras dengan prioritas perusahaan. Mengapa ESG menggantikan CSR? Pada tahun 2019, Global Reporting Initiative mengungkapkan bahwa 93% perusahaan terbesar di dunia melaporkan kenaikan pendapatan mereka setelah menerapkan strategi ESG. Perusahaan tersebut percaya bahwa betapa pentingnya ESG dalam bisnis mereka. Semakin fokus para pemegang saham pada isu-isu ESG sebagai sarana untuk menstabilkan kinerja keuangan jangka panjang, perusahaan harus paham tentang struktur ESG untuk meraih investasi yang bagus. Sebuah laporan tahun 2018 oleh Allianz menunjukkan bahwa 79% orang Amerika mendukung gagasan berinvestasi di perusahaan yang peduli dengan masalah lingkungan, sosial, dan tata kelola; 74% mengatakan bahwa investasi ESG berdampak baik pada perusahaan secara finansial; dan 69% berdampak positif pada masalah tata kelola seperti gaji eksekutif. Seperti yang dikatakan oleh Business Roundtable dalam pernyataan penting, kapitalisme pemangku kepentingan, di mana kebutuhan semua kelompok pemangku kepentingan dipertimbangkan dan dipromosikan. Semakin dalam ide dan filosofi kapitalisme pemangku kepentingan, semakin besar kebutuhan kriteria ESG untuk menjadi inti dari semua strategi bisnis. Mantan pemimpin Unilever, Paul Polman – yang dipuji karena telah merubah kapitalisme. Paul Polman juga berpendapat bahwa CSR saja tidak lagi cukup di era baru bisnis saat ini yang memprioritaskan tujuan. Berikut ini adalah 4 alasan mengapa ESG menggantikan CSR: 1. Perbedaannya adalah metrik CSR merupakan upaya perusahaan untuk memberikan dampak positif bagi karyawan, konsumen, lingkungan dan masyarakat luas. Sedangkan ESG mengukur upaya CSR untuk sampai pada penilaian metrik yang lebih akurat atas kegiatan yang dilakukan perusahaan. Secara spesifik, ESG menilai bagaimana bisnis: 1. Menanggapi perubahan iklim 2. Attitude dan treatment karyawan 3. Membangun kepercayaan dan dorong inovasi 4. Mengelola rantai pasokan mereka Alih-alih menghasilkan retorika yang terdengar mengesankan, ESG menuntut metrik dan kuantitatif. ESG memprioritaskan metrik seperti program lingkungan yang menunjukkan kilowatt energi yang dihemat atau berapa ton emisi karbon yang dihindari – dengan target untuk kemajuan lingkungan yang lebih baik dari tahun ke tahun. 2. Investasi Kegiatan ESG sekarang dipandang penting untuk memahami tujuan perusahaan, strategi dan kualitas manajemen perusahaan. Secara khusus, ESG digunakan sebagai penilaian utama bagi investor. Seperempat dari dana investasi dunia yang dikelola secara profesional sekarang hanya berinvestasi di perusahaan yang menunjukkan kredensial ESG yang solid. Alih-alih menjadikan ESG sebagai ‘tambahan’ untuk kegiatan bisnis, banyak yang percaya bahwa penting untuk benar-benar menanamkan ESG di jantung perusahaan. 3. Mempersiapkan masa depan Menurut Nigel Topping, kepala koalisi We Mean Business, dari 889 perusahaan dengan kapitalisasi pasar $17,6 triliun: “Jika tantangan ini diterapkan semata-mata untuk alasan kepatuhan, perusahaan tidak diintegrasikan. Jika bisnis tidak memasukkannya ke dalam keputusan keuangan dan perencanaan jangka panjang, maka perusahaan tidak dianggap serius. Hal tersebut dapat membuat bisnis kurang siap untuk menjangkau masa depan yang lebih baik.” 4. Standar untuk perbaikan sustainability Untuk menetapkan target dan mendorong efisiensi, serta penghematan lebih lanjut, mengadopsi sistem seperti ISO 50001 bisa sangat bermanfaat. ISO 50001 dianggap sebagai standar emas untuk manajemen energi. Selain itu, ISO 50001 menyediakan kerangka kerja untuk menerapkan efisiensi yang lebih besar melalui proses peningkatan berkelanjutan. Tidak hanya dapat membebaskan kita dari kepatuhan, tetapi juga menyediakan data yang sangat baik untuk tujuan pelaporan ESG. Jika perusahaan kita saat ini mematuhi ESG di semua bidang, perusahaan kita bisa mencapai sustainability yang terkelola dengan baik dan sukses. Baca juga: Triple Bottom Line: Sejarah, Definisi, dan Susbtansinya Monitoring Program CSR lebih Efektif dengan SR APP modul CSR Monev (MNE-1001) Tipe-tipe Desa Sesuai SDGs Desa, Ternyata Begini Pengelompokannya Itulah 4 alasan mengapa ESG menggantikan CSR sebagai metrik Sustainability bisnis perusahaan yang lebih jelas dan terukur Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
CSR dan ESG Penting Bagi Bisnis! Mengapa? Inilah 3 Alasannya
CSR, Sustainability

CSR dan ESG Penting Bagi Bisnis, Mengapa? Inilah 3 Alasannya!

Secara singkat, ESG terkait erat dengan semua aktivitas operasional perusahaan. ESG ingin menegaskan pentingnya aspek keberlanjutan pada segala aktivitas bisnis perusahaan. Kepercayaan investor meningkat jika perusahaan mampu menerapkan ESG. ESG atau environment (lingkungan), sosial (social), dan tata kelola (governance) lahir dari kesadaran investor akan pentingnya bisnis yang berkelanjutan. Kesadaran itu mendorong perusahaan untuk menempatkan ESG sebagai bagian penting dari keputusan finansial jangka panjang. Dan hal inilah yang juga mendorong perusahaan berbondong-bondong mencapai ESG mendorong pembangunan berkelanjutan melalui inisiatif Corporate Social Responsibility (CSR) mereka. Berikut adalah tiga alasan mengapa CSR dan ESG penting bagi bisnis perusahaan: 1. Lebih dari sekadar citra perusahaan Beberapa orang memandang CSR sebagai selubung tipis yang digunakan perusahaan untuk tujuan branding guna menarik pelanggan. Sementara menciptakan citra sosial dapat membantu membedakan bisnis perusahaan dari pesaing dan meningkatkan loyalitas pelanggan. Nilai sebenarnya dari CSR terletak di dalam perusahaan, itulah yang harus kita yakini. CSR adalah tentang mengembangkan budaya perusahaan yang kuat yang memberdayakan karyawan untuk melakukan kebaikan sosial dan merangkul keragaman dengan bersikap baik dan berpikiran terbuka. CSR penting bagi bisnis karena karyawan dapat memperoleh manfaat dari bekerja di lingkungan yang menyeluruh dan menuju tujuan sosial yang bernilai. Fokus budaya dan sosial seperti itu tidak hanya dapat mengurangi masalah kesehatan yang terkait dengan pekerjaan di lingkugan kerja, tetapi juga dapat meningkatkan ketahanan, moral, dan produktivitas karyawan. Salah satu cara untuk membangun budaya perusahaan yang menganut CSR adalah dengan mengadopsi kebiasaan yang berorientasi pada tujuan tersebut. Seperti dibahas oleh James Clear dalam buku Atomic Habits, modifikasi perilaku dapat dilakukan dengan memperbaiki target tertentu dari yang sederhana. Pendekatan semacam itu juga dapat diterapkan pada perusahaan. Bagi perusahaan kami, kami menetapkan diri untuk menjadi perusahaan yang memiliki tujuan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat sekitar dari segi lingkungan, kepercayaan, kesehatan, kesetaraan gender, dan sosial. Semua kebijakan dan praktik harus kita adopsi dan kembangkan untuk mencapai tujuan CSR dan ESG. Misalnya, penetapan misi kami — untuk memproduksi produk yang penting dan bermakna bagi kehidupan manusia — telah menghasilkan pertumbuhan moral dan produktivitas perusahaan yang nyata. Selain itu, budaya perusahaan kami yang peduli diperkuat melalui komitmen CSR kami, yang berfungsi sebagai pengingat formal dari misi sosial kami. Komitmen kami untuk bertanggung jawab secara sosial kepada karyawan kami juga telah membantu menarik dan mempertahankan bakat, serta memperkuat semangat tim kami. Dengan demikian, nilai CSR yang sebenarnya tidak terletak pada citra perusahaan atau manfaat bagi masyarakat (walaupun mungkin relevan) tetapi dalam membangun budaya perusahaan yang kuat yang berdampak positif bagi karyawan, pekerjaan kita, dan masyarakat sekitar. 2. Ini meyakinkan bagi para mitra dan investor yang tertarik dengan jangka panjang Bisnis yang sadar sosial dan bertanggung jawab adalah kabar baik bagi mitra dan investor. Sentimen ini terlihat dari maraknya pelaporan ESG, terutama sebagai persyaratan dari bursa saham publik. Sementara CSR berdampak pada proses internal dan budaya perusahaan, ESG adalah seperangkat proposisi terukur yang dilihat oleh mitra eksternal dan investor dalam evaluasi mereka terhadap sebuah perusahaan. ESG menggambarkan identifikasi dan kuantifikasi perusahaan atas risiko dan peluangnya, serta menyoroti etika perusahaan. Pertimbangan terukur tersebut bermanfaat baik bagi mitra eksternal maupun investor dan eksekutif perusahaan dalam mengambil keputusan strategis. Misalnya, ESG dapat membantu mengidentifikasi area di mana bisnis membuang-buang sumber daya untuk memungkinkan pengoptimalan dan area di mana indikator kinerja utama dapat diatur untuk mengukur prosedur atau kebijakan di perusahaan yang dapat berkontribusi pada tujuan EST. Bagi beberapa perusahaan, tujuan ESG perusahaan berarti mendapatkan sertifikasi ISO 14001 untuk pengelolaan lingkungan dan perencanaan untuk penyederhanaan dan digitalisasi proses internal perusahaan untuk “tata kelola” operasi perusahaan yang lebih baik. Bisnis perusahaan dengan kriteria ESG yang tepat dan dapat ditindaklanjuti untuk memiliki praktik yang lebih berkelanjutan (dalam hal ketahanan bisnis dan pertimbangan sosial-lingkungan), membuat perusahaan cenderung tidak mengejar keuntungan jangka pendek dan lebih mungkin berhasil dalam jangka panjang. Pertimbangan komprehensif seperti itu menjadi sinyal kekuatan perusahaan dan visi jangka panjang yang dapat menarik mitra dan investor yang waspada terhadap risiko. 3. Sangat berguna bagi finansial perusahaan Seperti yang dikatakan oleh poin sebelumnya, bisnis perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial akan sangat berguna juga secara finansial. Dorongan internal CSR terhadap moral dan produktivitas perusahaan menciptakan tempat kerja yang kondusif untuk pekerjaan yang berkualitas. Hubungan lingkungan internal ini dengan misi bisnis atau citra perusahaan yang menarik bagi pelanggan dan perusahaan memiliki bisnis yang diposisikan dengan baik untuk pertumbuhan dan perkembangan yang berkelanjutan. Kedua, kriteria ESG membantu memastikan bahwa proses internal berkelanjutan secara sosial dan lingkungan. Secara khusus, program ESG yang tepat dapat menghasilkan penghematan biaya dengan mengurangi pemborosan dan mengoptimalkan alokasi sumber daya. Program ESG juga dapat membantu menarik dan mempertahankan talenta terbaik melalui kebijakan ketenagakerjaan yang adil, meningkatkan produktivitas perusahaan dan mengurangi biaya yang terkait dengan tingkat turnover yang tinggi dan pelatihan induksi berikutnya. Manfaat kualitatif (budaya) dan kuantitatif (biaya) ini menggambarkan pentingnya pertimbangan sosial untuk semua aspek bisnis perusahaan. Baca juga: Bagaimana Kriteria Memilih Konsultan CSR yang Tepat? 5 Manfaat Triple Bottom Line yang Harus Anda Tahu! 6 Masalah dalam Triple Bottom Line, Apa Saja? Tanggung jawab sosial adalah komitmen yang bermanfaat Berkomitmen pada praktik yang adil secara sosial dan lingkungan mungkin tampak berlebihan pada awalnya, terutama ketika pengembalian bisnis perusahaan tidak jelas atau sulit diukur. Namun, bila diterapkan dengan benar, CSR dan ESG penting bagi bisnis perusahaan dan dapat memberikan prinsip dan ukuran panduan yang membuat komitmen sosial dapat ditindaklanjuti dan secara langsung bermanfaat bagi perusahaan, terutama dalam jangka panjang. Mempertimbangkan manfaat bisnis dan perbedaan sosial yang berarti yang dapat kita buat dengan praktik seperti itu, ini jelas merupakan situasi yang saling menguntungkan. Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Mekanisme Penilaian PROPER 1: Tahap Persiapan
PROPER

Mekanisme Penilaian PROPER 1: Tahap Perencanaan

Mekanisme Penilaian PROPER 1: Tahap Perencanaan Prinsip dasar dari pelaksanaan PROPER adalah mendorong perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui instrumen insentif reputasi atau citra bagi perusahaan yang mempunyai kinerja pengelolaan lingkungan yang baik (berperingkat hijau dan emas) dan instrumen disinsentif reputasi atau citra bagi perusahaan yang mempunyai kinerja pengelolaan lingkungan yang buruk (berperingkat merah dan hitam). Peringkat tersebut, menjadi landasan bagi masyarakat untuk dapat menilai dan kemudian mengaktualisasikan hak berperan serta dalam bidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Hal tersebut, misalnya saja dilaksanakan melalui upaya pengawasan serta pemboikoitan produk-produk perusahaan yang memiliki peringkat buruk (hitam atau merah). Hal inilah yang dimaksud sebagai suatu instrumen penaatan melalui sistem informasi kepada masyarakat. Lalu bagaimana mekanisme penilaian PROPER berdasarkan instrumen reputasi di atas? PROPER mengandalkan 2 kategori sebagai kriteria utama Dalam penilaian-nya, 2 kriteria tersebut adalah penilaian ketaatan dan penilaian lanjutan. Untuk meningkatkan peringkat PROPER perusahaan, 2 penilaian ini tentu tidak boleh dianggap sepele. Untuk itu, simak tabel di bawah untuk mengetahui detail masing-masing kriteria yang sudah disebutkan tersebut.  Faktor-faktor yang dinilai pada penilaian lanjutan mungkin saja mengalami tambahan selain dari yang tertera pada tabel di atas. Sebab, penilaian lanjutan didasarkan pada diskusi oleh berbagai pihak terlebih dahulu, di antaranya pemerintah terkait, badan atau asosiasi industrial, perusahaan terkait, Lembaga Swadaya Masyarakat atau LSM, dan dewan pertimbangan.   Mekanisme Penilaian PROPER 1: Tahap Perencanaan Ada 4 tahapan pelaksanaan atau mekanisme penilaian PROPER. Di artikel ini, tim Olahkarsa akan mengupas secara mendalam mulai dari tahapan yang paling awal, yaitu tahap perencanaan. Tahap Perencanaan Tahap perencanaan pelaksanaan pada dasarnya adalah persiapan untuk melaksanakan kegiatan PROPER selanjutnya. Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan ada 4 mekanisme, meliputi: A. Penyusunan kriteria Kriteria PROPER terdiri dari dua bagian yaitu kriteria penilaian ketaatan dan kriteria penilaian lebih dari yang dipersyaratkan dalam peraturan (Beyond Compliance). Untuk penilaian ketaatan, aspek yang dinilai adalah ketaatan terhadap: (1) Persyaratan Dokumen Lingkungan dan Pelaporannya, (2) Pengendalian Pencemaran Air, (3) Pengendalian Pencemaran Udara, (4) Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), (5) Pengelolaan Limbah Non B3, Potensi Kerusakan Lahan. Kriteria penilaian ketaatan dilakukan pembaharuan setiap tahunnya dengan memasukkan peraturan-peraturan terbaru ke dalam kriteria. Penilaian aspek ini lebih dari yang dipersyaratkan (Beyond Compliance) lebih bersifat dinamis karena selalu disesuaikan dengan perkembangan teknologi, penerapan praktek pengelolaan lingkungan terbaik, dan isu-isu lingkungan yang bersifat global. Kriteria penilaian aspek lebih dari yang dipersyaratkan (Beyond Compliance) terdiri dari: (1) Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan, (2) Perlindungan Keanekaragaman Hayati, Program Pengembangan Masyarakat, dan (3) Inovasi sosial. Penyusunan kriteria PROPER dilakukan oleh tim teknis dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak antara lain pemerintah provinsi, kabupaten atau kota, asosiasi industri, usaha atau kegiatan yang dinilai, lembaga swadaya masyarakat, perguruan tinggi, instansi terkait, dan dewan pertimbangan Proper. Menteri menetapkan kriteria Proper. Pemerintah provinsi dan kabupaten atau kota dapat mengusulkan kriteria penentuan PROPER yang spesifik untuk daerahnya masing-masing dengan ketentuan: 1). Usulan kriteria didasarkan atas peraturan daerah yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup dan tidak boleh longgar dari pada peraturan nasional; dan 2). Penerapan kriteria tersebut harus mendapatkan persetujuan Menteri. B. Pemilihan usaha dan/atau kegiatan yang dinilai kinerjanya Usaha atau kegiatan yang dinilai kinerjanya melalui PROPER selanjutnya disebut sebagai peserta. Kriteria peserta Proper: 1). Termasuk kegiatan wajib amdal atau upaya pengelolaan lingkungan dan upaya pemantauan lingkungan (UKL-UPL); 2). Produk yang dihasilkan untuk tujuan ekspor; 3). Terdaftar dalam pasar bursa; 4). Menjadi perhatian masyarakat, baik dalam lingkup regional maupun nasional. Usaha atau kegiatan yang memperoleh peliputan berita-berita di media massa skala regional maupun nasional merupakan peserta potensial Selain itu, perhatian dari pemangku kepentingan strategis seperti lembaga legislatif, lembaga swadaya masyarakat juga menjadi bahan pertimbangan penting untuk penapisan peserta Proper; 5). Skala kegiatan cukup signifikan untuk menimbulkan dampak terhadap lingkungan; atau 6). Mengajukan secara sukarela untuk menjadi peserta. Jumlah peserta PROPER ditetapkan dengan mengacu kepada: 1) kriteria peserta proper; 2) rencana strategis Kementerian Lingkungan Hidup atau rencana strategis pelaksanaan Proper; 3) usulan dari unit-unit terkait yang didasarkan pada kepentingan pelaksanaan kebijakan pengendalian pencemaran; dan 4) usulan dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dapat mengusulkan usaha atau kegiatan dengan mengacu kepada kriteria peserta. Pemerintah provinsi mengkoordinasikan usulan peserta PROPER yang disampaikan oleh pemerintah kabupaten/kota. Sekretariat PROPER mengkoordinasikan usulan peserta PROPER dari masing-masing unit Kementerian Lingkungan Hidup, usulan dari pemerintah provinsi dan kabupaten/kota serta usulan dari industri secara sukarela. Ketua tim teknis PROPER menetapkan daftar peserta usaha atau kegiatan yang dinilai. Pengawasan yang dilakukan oleh PROPER adalah pengawasan yang bersifat wajib, sehingga usaha atau kegiatan yang telah ditetapkan sebagai peserta PROPER tidak dapat menolak kecuali usaha atau kegiatan tersebut sudah atau sedang tidak beroperasi atau sedang dalam proses penegakan hukum lingkungan. Pemberitahuan kepada peserta PROPER dilakukan dengan jalan mengundang perusahaan yang bersangkutan dalam kegiatan sosialisasi PROPER sebelum pelaksanaan inspeksi atau pemberitahuan secara tertulis. C. Penguatan kapasitas Tim teknis melakukan penguatan kapasitas sumberdaya manusia baik kepada tim teknis PROPER Kementerian Lingkungan Hidup maupun kepada tim pelaksana PROPER provinsi dan kabupaten/kota. Penguatan kapasitas dilakukan oleh tim teknis sendiri atau mengundang pakar dari luar yang mempunyai kompetansi tertentu sesuai dengan kebutuhan. Kementerian Lingkungan Hidup melakukan penguatan kapasitas kepada tim pelaksana PROPER provinsi.  Tim pelaksana PROPER provinsi melakukan penguatan kapasitas kepada tim pelaksana PROPER kabupaten/kota dengan menggunakan muatan materi dan narasumber yang ditetapkan oleh tim teknis. Sekretariat PROPER mengkoordinasikan pelaksanaan penguatan kapasitas. D. Sosialisasi Tim teknis PROPER melakukan sosialisasi kegiatan PROPER kepada stakeholder terkait untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas pelaksanaan Kegiatan sosialisasi PROPER dilakukan melalui berbagai metode seperti pencetakan dan penyebaran leaflet dan booklet, seminar dan workshop, dan kegiatan dengan media massa. Dalam rangka sosialisasi kriteria PROPER: 1). Tim teknis PROPER melakukan sosialisasi kepada penanggung jawab usaha atau kegiatan yang dinilai, asosiasi industri dan pemerintah provinsi dan kabupaten/kota dalam skala nasional. 2). Tim pelaksana PROPER provinsi melakukan sosialisasi kepada penanggung jawab usaha atau kegiatan yang dinilai/industri di wilayahnya dengan narasumber dari tim teknis PROPER Kementerian Lingkungan Hidup. Baca juga: Mekanisme Penilaian PROPER 2: Penilaian Peringkat Mekanisme Penilaian PROPER 3: Penilaian Mandiri Mekanisme Penilaian PROPER 4: Pemilihan Kandidat Hijau Kesimpulan Setelah mekanisme penilaian PROPER 1: tahap perencanaan peserta ditetapkan, maka akan dilakukan pengawasan. Perlu ditegaskan bahwa pengawasan yang dilakukan dalam PROPER adalah pengawasan yang bersifat wajib, sehingga usaha atau kegiatan yang telah ditetapkan sebagai peserta PROPER tidak dapat menolak kecuali usaha atau kegiatan tersebut sudah atau sedang tidak beroperasi atau sedang dalam proses penegakan hukum lingkungan. Sebelum pelaksanaan pengawasan dilakukan, peserta PROPER akan mendapat pemberitahuan secara tertulis ataupun diundang menghadiri kegiatan sosialisasi PROPER. Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
9 Bagian Penting dalam Social Mapping untuk PROPER
CSR, PROPER, Uncategorized

9 Bagian Penting dalam Social Mapping untuk PROPER

9 bagian penting dalam Social Mapping untuk PROPER diharapkan akan menjadi salah satu referensi utama dalam Rencana Strategis. Oleh sebab itu social mapping harus memberikan gambaran yang menyeluruh dari lokasi yang ingin dipetakan. Pemetaan Sosial meliputi aktor-aktor yang berperan dalam proses relasi sosial, jaringan sosial dari aktor tersebut, kekuatan dan kepentingan masing-masing aktor dalam kehidupan masyarakat terutama dalam upaya peningkatan kondisi kehidupan masyarakat, masalah sosial yang ada termasuk keberadaan kelompok rentan, serta potensi yang tersedia baik potensi alam, manusia, finansial, infrastruktur maupun modal sosial. 1. Pemetaan Jaringan Sosial Pemetaan jaringan sosial harus dapat memberikan ilustrasi berbagai bentuk hubungan antar aktor dengan berbagai latar belakang baik dalam posisi sebagai individu maupun institusi, baik yang bersifat associative maupun dissociative. Sudah tentu tidak mungkin menampilkan keseluruhan aktor yang terlibat dalam kehidupan masyarakat tertentu. Oleh sebab itu, dalam pemetaan tersebut dipilih aktor yang mempunyai peranan menonjol dalam kehidupan masyarakat. Hubungan yang bersifat associative diberi label hubungan positif, sementara yang bersifat dissociative diberi label hubungan negatif. Pemetaan jaringan sosial yang menggambarkan hubungan antar aktor, baik individu maupun institusi beserta sifat hubungannya, baik positif maupun negatif sebaiknya dituangkan dalam bentuk skema. Dimungkinkan hubungan antara dua aktor mempunyai sifat keduanya baik positif maupun negatif. Sebagai ilustrasi dapat diberikan contoh, hubungan perusahaan yang melakukan CSR dengan BKM sebagai lembaga yang terbentuk melalui PNPM Mandiri. Terdapat hubungan yang bersifat positif karena ada kerja sama sehingga terjadi hubungan sinergis dan saling mengisi. Untuk memberikan gambaran yang lebih jelas sebaiknya bagan pemetaan jaringan sosial di dalamnya memuat seluruh aktor baik individu maupun institusi. Hubungan antar aktor digambarkan dalam bentuk garis dan diberi simbol (+) atau (-) sesuai dengan sifat hubungannya. Setelah bagan jaringan tersebut ditampilkan, perlu diberi penjelasan seperlunya tentang mengapa dan dalam hal apa hubungannya bersifat positif atau negatif. 2. Aktor, Kepentingan, Jaringan dan Posisi Sosialnya Pada dasarnya terdapat hubungan antara posisi sosial dengan kepentingan. Beberapa contoh posisi sosial untuk aktor individu misalnya tokoh agama, kader kesehatan, penyuluh pertanian. Sementara untuk aktor institusi dapat diklasifikasikan sebagai institusi pemerintah(misalnya pemerintah desa, dinas sosial), Lembaga Swadaya Masyarakat, institusi lokal bentukan baru (misalnya Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa atau LPMD, Badan Keswadayaan Masyarakat), institusi lokal tradisional (misalnya institusi adat, institusi Subak), institusi swasta atau bisnis (perusahaan). Posisi sosial yang dimiliki setiap aktor membawa konsekuensi adanya peran sesuai posisinya tersebut. Aktor yang mempunyai jaringan yang luas dapat berdampak pada semakin luasnya peran dan kepentingannya dan semakin luasnya pengaruh aktor dalam kehidupan masyarakat. Sebagai contoh seorang aktor yang merupakan tokoh agama, maka peran dan kepentingan utamanya adalah memberikan pencerahan kepada masyarakat dalam kehidupan beragama dan menjadi tokoh panutan dalam kehidupan beragama. Apabila tokoh agama tersebut mempunyai jaringan hubungan dengan misalnya sebuah LSM yang bergerak di bidang pemberdayaan masyarakat, maka hal itu dapat menyebabkan tokoh tersebut dalam kehidupan masyarakat juga berperan dan berkepentingan untuk ikut serta dalam upaya pembangunan terutama peningkatan taraf hidup masyarakat. Format yang dapat digunakan untuk mendeskripsikan kesemuanya ini dapat diwujudkan dalam bentuk tabel. Tabel tersebut mencantumkan setiap aktor baik individu maupun institusi, serta mendeskripsikan kepentingan, jaringan dan posisi sosialnya masing masing. Sementara itu isi informasi tentang kepentingan, jaringan serta posisi sosialnya dideskripsikan dalam bentuk uraian yang singkat tetapi cukup komprehensif dan jelas. 3. Analisis Jaringan Dalam pembangunan mengenal adanya stakeholder dan aktor yang berperan di dalamnya. Apabila berbagai stakeholder dan aktor-aktor tersebut dapat bekerjasama dan bersinergi satu sama lain untuk merencanakan, melaksanakan, maupun mengevaluasi program-program pembangunan, maka dampaknya akan dapat lebih mendorong laju perubahan yang diharapkan. Masing-masing stakeholder dan aktor tersebut juga memiliki kepentingan, kekuatan, dan posisinya masing-masing dalam kehidupan masyarakat. Kesemuanya itu menjadi gambaran bagaimana peran dan kontribusi masing-masing dalam pembangunan. Peran dan kontribusi yang berbeda tersebut disebabkan karena masing masing aktor mempunyai kepentingan yang berbeda, serta kekuatan yang berbeda pula dalam mempengaruhi warga masyarakat lain. Oleh sebab itu setiap aktor mempunyai kontribusi yang berbeda dalam mempengaruhi proses pembangunan. Dengan demiki bahwa besar kecilnya kekuatan yang dimiliki akan menentukan apakah aktor tersebut berada pada posisi dominasi atau subordinasi. Posisi aktor juga dapat menunjukkan seberapa besar dan bagaimana sifat kepentingan yang dimiliki aktor tersebut. Dilihat dari proses pembangunan, sifat kepentingan memberikan gambaran apakah kepentingan aktor tersebut berpotensi mendukung pembangunan, atau sebaliknya. Pemetaan variasi kekuatan dan kepentingan aktor tersebut dapat dituangkan dalam skema. Apabila untuk kekuatan dan kepentingan masing masing dibedakan menjadi tinggi dan rendah, maka skema tersebut akan mengandung empat variasi. Variasi pertama ditempati oleh aktor-aktor dengan kekuatan tinggi dan kepentingan rendah, variasi kedua ditempati oleh aktor-aktor dengan kekuatan tinggi dan kepentingan tinggi, variasi ketiga ditempati oleh aktor-aktor dengan kekuatan rendah dan kepentingan rendah, variasi keempat ditempati oleh aktor-aktor dengan kekuatan rendah dan kepentingan tinggi. 4. Identifikasi Forum-Forum yang Digunakan Masyarakat untuk Membahas Kepentingan Publik Salah satu dari 9 bagian penting dalam Social Mapping yaitu identifikasi forum yang digunakan masyarakat untuk membahas kepentingan publik. Informasi mengenai forum-forum yang digunakan masyarakat untuk membahas kepentingan publik sangat berguna bagi perusahaan untuk mensosialisasikan berbagai program community development. Melalui forum-forum tersebut, perusahaan tidak perlu mengadakan forum sendiri untuk sosialisasi program ke masyarakat. 5. Identifikasi Masalah Sosial Secara umum masalah sosial dapat didefinisikan sebagai kondisi yang tidak diharapkan atau tidak sesuai dengan ekspektasi masyarakat, dengan demikian kondisi tersebut mendorong upaya untuk melakukan perubahan dan perbaikan. Kondisi yang tidak diharapkan tersebut dapat disebabkan karena mengandung unsur merugikan kehidupan bersama baik fisik maupun sosial, atau merupakan pelanggaran terhadap nilai, norma atau standar sosial yang ada. Sudah tentu agar dapat memberikan inspirasi atau dorongan bagi upaya perubahan dan perbaikan, kondisi masalah sosial tersebut harus teridentifikasi. Walaupun masalahnya sudah eksis sejak lama namun apabila tidak atau belum teridentifikasi akan menjadi masalah yang bersifat laten. Dalam melakukan identifikasi masalah sosial dapat dibedakan menjadi dua pendekatan. Pertama melihat masalah sosial pada satuan individu atau person. Kedua melihat masalah sosial yang terjadi pada level sistem dan struktur masyarakatnya. Dalam pendekatan pertama fokus yang diamati adalah kondisi atau perilaku dari orang perorang sebagai warga masyarakat. Masalah sosial yang merupakan hasil identifikasi dengan pendekatan individual ini misalnya dalam masyarakat tertentu dapat diidentifikasi siapa saja warganya yang termasuk warga miskin, pelaku kriminal, pemabuk. Sementara itu, dalam identifikasi dengan pendekatan kedua, fokus perhatian tidak ditujukan kepada warga masyarakat sebagai individu, akan tetapi kepada sistem atau struktur sosialnya. Dengan pendekatan ini dapat didentifikasi adanya masalah konflik sosial baik laten maupu manifes, adanya disfungsi kelembagaan dalam sistem sosial, adanya dominasi dalam kehidupan masyarakat dalam berbagai aspek, misalnya dalam proses pengambilan keputusan. 6. Identifikasi Potensi Setiap masyarakat menyimpan potensi yang dapat digali dan dimanfaatkan untuk peningkatan kondisi kehidupan. Oleh sebab itu setiap upaya untuk pemecahan masalah dalam rangka meningkatkan kondisi kehidupan perlu mempertimbangkan potensi yang tersedia.Untuk maksud tersebut identifikasi potensi menjadi langkah yang cukup penting dalam social mapping. Identifikasi potensi perlu dilakukan secara komprehensif meliputi berbagai aspeknya terutama potensi alam, potensi sumberdaya manusia, potensi finansial, potensi fisik atau infrastruktur, potensi modal sosial. Potensi alam misalnya, lahan pertanian, sumber air, keindahan alam. Sedangkan yang berasal dari sumberdaya manusia, menyangkut baik aspek kuantitatif terutama tersedianya penduduk dalam usia produktif, maupun kualitatif yang meliputi tingkat pendidikan, penguasaan keterampilan, motivasi dan etos kerja serta orientasi pekerjaannya. Faktor finansial meliputi baik potensi keuangan yang ada pada tingkat keluarga misalnya tabungan, maupun tersedianya lembaga keuangan dalam masyarakat baik tingkat lokal misalnya kelompok simpan pinjam, koperasi maupun akses terhadap lembaga perbankan. Potensi fisik terutama berupa tersedianya infrastruktur yang mendukung kegiatan sosial ekonomi misalnya saluran irigasi, pasar, prasarana dan sarana transportasi, fasilitas pendidikan, fasilitas kesehatan. Potensi modal sosial berupa nilai dan institusi dalam masyarakat yang dapat mendorong kerjasama dan tindakan bersama untuk meningkatkan kondisi kehidupan bersama. Sebagai contoh, potensi modal sosial terdapat dalam nilai solidaritas sosial dan kesadaran kolektif yang dapat termanifestasikan dalam semangat gotong-royong. 7. Analisis Pengembangan Potensi Kerangka penghidupan berkelanjutan memberikan panduan untuk mengidentifikasi potensi sumberdaya manusia, sumberdaya alam, sumberdaya sosial (modal sosial), sarana penunjang keuangan (financial capital) dan kondisi infrastruktur publik. Setelah menemukan berbagai sumber penghidupan berkelanjutan tersebut, perusahaan merumuskan peluang pengembangan untuk penghidupan yang lebih baik. Misalnya identifikasi modal keuangan menemukan adanya kelompok simpan-pinjam PKK. Kelompok ini dapat menjadi sasaran program CD dalam rangka peningkatan status dari kelompok menjadi koperasi simpan-pinjam. Harapannya dapat meningkatkan kualitas sistem tata kelola keuangan dan memperluas jangkauan pelayanan. 8. Identifikasi Kelompok Rentan Untuk maksud tersebut kegiatan social mapping juga perlu melakukan identifikasi keberadaan kelompok rentan ini. Kelompok masyarakat ini berpotensi akan menghadapi masalah karena ketidakmampuan dalam merespon kondisi, perubahan dan perlakuan tertentu. Oleh sebab itu agar mudah diidentifikasi, kerentanan perlu dikaitkan dengan kondisi yang dihadapi. Misalnya rentan dalam menghadapi bencana alam, pelanggaran HAM, perubahan kondisi sosial ekonomi. Pada umumnya dikatakan bahwa lansia, anak-anak, wanita hamil termasuk kelompok rentan dalam menghadapi bencana alam. Buruh migran terutama yang perempuan rentan terhadap pelanggaran HAM, warga miskin rentan terhadap perubahan kondisi sosial ekonomi terutama yang bersifat mendadak. Supaya tidak terlalu luas cakupannya dan dapat lebih fokus, disarankan identifikasi lebih diprioritaskan. Warga masyarakat miskin termasuk kelompok rentan dalam kriteria ini. Mereka akan mendapat masalah apabila menghadapi kondisi dan perubahan yang bersifat mendadak. Salah satu anggota keluarganya menderita sakit dan harus dirawat di rumah sakit, misalnya. Hal itu disebabkan karena mereka tidak punya aset yang dapat digunakan untuk membiayai perawatan di rumah sakit. Kondisinya dapat terbantu apabila mereka mempunyai akses terhadap salah satu bentuk pelayanan sosial, misalnya asuransi kesehatan untuk orang miskin. Dengan demikian warga masyarakat dikatakan semakin rentan secara sosial ekonomi apabila tidak memiliki keduanya baik aset maupun akses. Oleh karena kelompok rentan ini termasuk yang akan memperoleh prioritas program, maka perlu identifikasi yang jelas, terutama nama dan alamatnya. Walaupun demikian, dalam penentuan kelompok sasaran program tidak harus berarti semuanya berasal dari kelompok rentan. Yang penting apabila program harus dilaksanakan secara berkelompok, maka dalam kelompok yang terbentuk harus mengandung unsur kelompok rentan. 9. Kebutuhan Program Poin terakhir dari 9 bagian penting dalam Social Mapping adalah kebutuhan program. Masalah sosial adalah suatu kondisi yang tidak diharapkan sehingga menyebabkan masyarakat membutuhkan upaya untuk merubah atau memperbaikinya. Dengan demikian, program yang dirumuskan dan kemudian dilaksanakan pada dasarnya merupakan upaya menjawab kebutuhan pemecahan masalah ini. Oleh sebab itu program yang direkomendasikan sebagai hasil dari social mapping pada dasarnya merupakan hasil analisis. Urgensi dan prioritas program yang direkomendasikan ditentukan oleh apakah program tersebut berdampak pada pemecahan masalah yang ada. Muncul berbagai pertanyaan, apakah program tersebut melibatkan kelompok masyarakat yang paling membutuhkan peningkatan kondisi kehidupan, apakah program tersebut didukung oleh potensi yang ada, dan apakah program tersebut mempunyai efek berantai yang cukup luas baik bidang kegiatannya maupun kelompok sasarannya. Baca juga: 3 Jenis Conflict Resolution di Sektor Lingkungan Hidup Mengintip 5 Strategi dalam Conflict Resolution Conflict Resolution (Definisi, Teori, dan Contohnya) Itu tadi ulasan mengenai 9 bagian penting dalam Social Mapping Tidak ada aturan dan bahkan metode tunggal yang dianggap paling unggul dalam pemetaan sosial. Prinsip utama bagi para pekerja sosial (social worker) dalam melakukan pemetaan sosial adalah bahwa ia dapat mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dalam suatu wilayah tertentu secara spesifik yang dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat keputusan dalam rencana pelaksanaan program pengembangan masyarakat. Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Kriteria Penilaian PROPER Ada 2 Kategori, Apa Saja?
PROPER

Kriteria Penilaian PROPER Ada 2 Kategori, Apa Saja?

Kriteria penilaian PROPER ada 2 kategori, Kriteria Penilaian Ketaatan dan kriteria penilaian lebih dari yang dipersyaratkan dalam peraturan (Beyond Compliance). Penilaian ini menjawab pertanyaan sederhana saja, seperti: Apakah perusahaan sudah taat terhadap peraturan pengelolaan lingkungan hidup? Kriteria Penilaian Ketaatan Peraturan lingkungan hidup yang digunakan sebagai dasar penilaian saat ini adalah peraturan yang berkaitan dengan : 1. Persyaratan Dokumen Lingkungan dan Pelaporannya Perusahaan dianggap memenuhi kriteria ini jika seluruh aktivitasnya sudah dinaungi dalam dokumen pengelolaan lingkungan baik berupa dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), Dokumen Pengelolaan dan Pemantauan Kualitas Lingkungan (UKL/UPL), atau dokumen pengelolaan lain yang relevan. Selanjutnya dilakukan penilaian terhadap ketaatan perusahaan dalam melakukan pelaporan terhadap pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan dalam AMDAL dan UKL/UPL. 2. Pengendalian Pencemaran Air Pada prinsipnya ketaatan terhadap pengendalian pencemaran air dinilai berdasarkan ketentuan bahwa semua pembuangan air limbah kelingkungan harus memiliki izin. Air limbah yang dibuang ke lingkungan harus melalui titik penaatan yang telah ditetapkan. Pada titik penaatan tersebut berlaku baku mutu kualitas air limbah yang diizinkan untuk dibuang ke lingkungan. Pengendalian pencemaran air dapat dibagi menjadi 3 poin penting berdasarkan fungsinya, yaitu: (1) Pemeliharaan sumber air untuk industri penyedia air minum dalam kemasan, (2) Pengelolaan sampah untuk industri prasarana jasa transportasi yang melakukan kegiatan kepelabuhan, dan (3) Pengelolaan B3 untuk industri prasarana jasa transportasi yang melakukan kegiatan kepelabuhan. Untuk memastikan air limbah yang dibuang setiap saat tidak melampaui baku mutu, maka perusahaan berkewajiban melakukan pemantauan dengan frekuensi dan parameter yang sesuai dengan izin atau baku mutu yang berlaku. Untuk menjamin validitas data, maka pemantauan harus dilakukan oleh laboratorium terakreditasi. Perusahaan juga harus taat terhadap persyaratan-persyaratan teknis seperti pemasangan alat pengukur debit yang diatur dalam izin atau ketentuan peraturan baku mutu yang berlaku. 3. Pengendalian Pencemaran Udara Ketaatan terhadap pengendalian pencemaran udara didasarkan atas prinsip bahwa semua sumber emisi harus diidentifikasi dan dilakukan pemantauan untuk memastikan emisi yang dibuang ke lingkungan tidak melebihi bakumutu yang ditetapkan. Frekuensi dan parameter yang dipantau juga harus memenuhi kentuan dalam peraturan. Untuk memastikan bahwa proses pemantauan dilakukan secara aman dan valid secara ilmiah maka prasarana sampling harus memenuhi ketentuan peraturan. 4. Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Ketaatan pengelolaan limbah B3 dinilai sejak tahapan pendataan jenis dan volumenya. Setelah dilakukan pendataan, maka dilakukan pengelolaan lanjutan. Pengelolaan lanjutan harus dilengkapi dengan izin pengelolaan limbah B3. Ketaatan terhadap ketentuan izin pengelolaan limbah B3, merupakan komponen utama untuk menilai ketaatan perusahaan. 5. Pengelolaan Limbah Non B3 Untuk aspek ini, ketaatan utama dilihat dari kelengkapan izin pembuangan air limbah dan ketaatan pelaksanaan pembuangan air limbah sesuai dengan ketentuan dalam izin. 6. Potensi Kerusakan Lahan Kriteria potensi kerusakan lahan hanya digunakan untuk kegiatan pertambangan. Salah satu kriteria penilaian PROPER ini (khususnya di Kriteria Penilaian Ketaatan) pada dasarnya adalah implementasi best mining practices, seperti kesesuaian pelaksanaan kegiatan dengan rencana tambang, sehingga dapat dihindari bukaan lahan yang tidak dikelola. Mengatur ketinggian dan kemiringan lereng/jenjang agar stabil. Acuan adalah kestabilan lereng. Mengidentifikasi potensi pembentukan Air Asam Tambang setiap jenis batuan dan penyusunan strategi pengelolaan batuan penutup. Membuat dan memelihara sarana pengendali erosi. Membuat sistem pengaliran (drainage) yang baik supaya kualitas air limbah memenuhi baku mutu. Memilih daerah timbunan dengan risiko kebencanaan paling kecil. Kriteria penilaian lebih dari yang dipersyaratkan dalam peraturan (Beyond Compliance) Kriteria Beyond Compliance lebih bersifat dinamis karena disesuaikan dengan perkembangan teknologi, penerapan praktik-praktik pengelolaan lingkungan terbaik dan isu-isu lingkungan yang bersifat global. Penyusunan kriteria yang terkait dengan pelaksanaan PROPER dilakukan oleh tim teknis dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, antara lain: pemerintah kabupaten/kotamadya, asosiasi industri, perusahaan, LSM, universitas, instansi terkait, dan Dewan Pertimbangan PROPER. Aspek-aspek yang dinilai dalam kriteria Beyond Compliance adalah : 1. Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan Termasuk di dalamnya bagaimana perusahaan memiliki sistem yang dapat mempengaruhi supplier dan konsumennya untuk melaksanakan pengelolaan lingkungan dengan baik. Ada 7 upaya yang dilakukan dalam menerapkan sistem manajemen lingkungan, yaitu: • Pelaksanaan penilaian daur hidup (Life Cycle Assessment) Metode LCA dilakukan berdasarkan Principles and Framework LCA yang ada pada 14040:2006a yang terdiri dari 4 tahap, yaitu definisi tujuan dan ruang lingkup, analisis inventori, analisis dampak lingkungan, dan interpretasi hasil.  • Upaya efisiensi energi dengan mencakup 4 ruang lingkup efisiensi energi Peningkatan efisiensi energi dari proses produksi dan utilitas pendukung, penggantian mesin atau proses yang lebih ramah lingkungan, efisiensi dari bangunan, dan sistem transportasi. • Upaya penurunan emisi Baik berupa emisi kriteria polutan maupun emisi dari gas rumah kaca dan bahan perusak ozon. Termasuk dalam lingkup penilaian ini adalah persentase pemakaian energi terbarukan dalam proses produksi dan jasa, pemakaian bahan bakar yang ramah lingkungan. • Upaya pengurangan dan pemanfaatan Limbah B3 Penekanan kriteria ini adalah semakin banyak upaya untuk mengurangi terjadinya sampah, maka semakin tinggi nilainya. Selain itu, semakin besar jumlah limbah yang dimanfaatkan kembali, maka semakin besa rpula nilai yang diperoleh perusahaan. • Pengurangan dan pemanfaatan limbah non B3 Limbah padat non B3 kriteria sama dengan 3R untuk limbah B3. • Konservasi air dan penurunan beban pencemaran air limbah Semakin kecil intensitas pemakaian air per produk, maka akan semakin besar nilai yang diperoleh. Demikian juga semakin besar upaya untuk menurunkan beban pencemaran di dalam air limbah yang dibuang ke lingkungan maka akan semakin besar nilai yang diperoleh. 2. Perlindungan Keanekaragaman Hayati Pada dasarnya, bukan jumlah pohon yang dinilai, tetapi lebih diutamakan pada upaya pemeliharaan dan perawatan keanekaragaman hayati. Salah satu bukti bahwa perusahaan peduli dengan keanekaragaman hayati adalah perusahaan memiliki sistem informasi yang dapat mengumpulkan dan mengevaluasi status dan kecenderungan sumberdaya keanekaragaman hayati dan sumberdaya biologis yang dikelola dan memiliki datatentang status dan kecenderungan sumberdaya keanekaragaman hayati dan sumber daya biologis yang dikelola. 3. Program Pengembangan Masyarakat  Untuk memperoleh nilai yang baik dalam aspek ini perusahaan harus memiliki program stratetegis untuk pengembangan masyarakat yang didesain untuk menjawab kebutuhan masyarakat. Program ini didasarkan atas pemetaan sosial untuk menggambarkan jaringan sosial yang memberikan penjelasan tentang garis-garis hubungan antar kelompok/individu.  Pemetaan Sosial memberikan informasi mengenai siapa, kepentingannya, jaringannya dengan siapa, dan posisi sosial dan analisis jaringan sosial dan derajat kepentingan masing-masing pemangku kepentingan. Identifikasi masalah sosial, identifikasi potensi (modal sosial) perumusan kebutuhan masyarakat yang akan ditangani dalam program community development dan identifikasi kelompok rentan yang akan menjadi sasaran program pengembangan masyarakat.  4. Inovasi Sosial Inovasi sosial adalah kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dapat menyelesaikan permasalahan/kebutuhan sosial (lebih efektif dibandingkan solusi saat ini) dan mendorong perbaikan kapabilitas dan hubungan sosial, serta pemanfaatan aset dan sumberdaya yang lebih baik. Aspek ini memiliki kriteria memenuhi unsur kebaruan, transfer pengetahuan atau keterampilan core competency, dikembangkan berdasarkan penilaian dampak daur hidup atau dalam rangka tanggap terhadap kebencanaan. Di samping itu kegiatan tersebut harus dapat meningkatkan kapabilitas dan kohesivitas masyarakat marginal/rentan. Rencana strategis pengembangan masyarakat harus bersifat jangka panjang dan dirinci dengan program tahunan Menjawab kebutuhan kelompok rentan dan terdapat indikator untuk mengukur kinerja capaian program yang terukur dan tentu saja proses perencanaan melibatkan anggota masyarakat. Kriteria penilaian untuk aspek lebih dari ketaatan yaitu: Sistem Manajemen Lingkungan; efisiensi energi; penurunan emisi dan gas rumah kaca; efisiensi air; penurunan dan pemanfaatan limbah B3; 3R sampah;  keanekaragaman hayati; pengembangan masyarakat; dan inovasi sosial. Tahap ini disebut juga tahap beyond compliance dengan peringkat yang dapat diperoleh:  HIJAU atau EMAS. Sementara, evaluasi kinerja penaatan lingkungan dibagi menjadi dua cara yaitu:  Pertama, penilaian  langsung: dilakukan melalui pengumpulan data, inspeksi lapangan, dan penyusunan berita acara. Kedua, penilaian tidak langsung (Penilaian Mandiri). Penilaian tidak langsung dilakukan melalui pemeriksaan isian laporan ketaatan pengelolaan lingkungan hidup. Baca juga: 3 Jenis Conflict Resolution di Sektor Lingkungan Hidup Mengintip 5 Strategi dalam Conflict Resolution Conflict Resolution (Definisi, Teori, dan Contohnya) Penyusunan Kriteria Penilaian PROPER yang Terkait dengan Pelaksanaan PROPER Penyusunan kriteria penilaian PROPER dilakukan oleh tim teknis dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak, antara lain: pemerintah kabupaten/kotamadya, asosiasi industri, perusahaan, LSM, universitas, instansi terkait, dan Dewan Pertimbangan PROPER. Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
CSR, ESG, dan SDGs: Apa Bedanya? Mana yang Terbaik?
CSR, Sustainability, Sustainable Development Goals

CSR, ESG, dan SDGs: Apa Bedanya? Mana yang Terbaik?

Ada CSR, ESG, dan SDGs dan segala macam jargon lain yang digunakan. Perusahaan semakin berusaha untuk memposisikan diri mereka sebagai etis, hijau, dan berkelanjutan. Tetapi standar apa yang digunakan dan apa artinya sebenarnya dalam CSR, ESG, dan SDGs terhadap perubahan iklim dan polusi? Tim Olahkarsa akan mengulas sejarah dan rekomendasi dari tiga poin yang disebutkan untuk tahu mana yang tepat untuk perusahaanmu. Sejarah etika bisnis berasal dari gagasan awal “fair exchange” melalui filantropis di abad ke -19 dan tekanan publik pada tahun 1970 -an untuk deklarasi misi perusahaan modern dan laporan tahunan. Memang, etika dan kepercayaan mendukung salah satu langkah utama yang menentukan keberhasilan atau kegagalan bisnis apa pun. Keduanya diukur secara aktif dengan Net Promotor Score (NPS), dengan kuisioner terhadap partisipasi karyawan atau perasaan investor, kepercayaan sekarang sama pentingnya dengan cadangan arus kas dalam “modal” perusahaan. Sementara perusahaan telah menyatakan posisi etisnya dalam 50 tahun terakhir, selama 10 tahun terakhir. Keberlanjutan telah menambah deklarasi, dengan peningkatan cepat dalam dekade ini. Peningkatan “green agenda” pertama kalinya pada tahun 1985 untuk menggambarkan perusahaan yang berupaya memanipulasi perilaku atau sentimen melalui deklarasi ekologis yang tidak diinginkan. Jelas ada tumpang tindih di antara CSR, ESG, dan SDGs, seperti yang diilustrasikan di bawah ini. Karena itu mari kita periksa ringkasan singkat CSR, ESG dan SDGs, akronim yang membantu mendefinisikan era perusahaan saat ini: CSR (Corporate Social Responsibility) CSR muncul selama Revolusi Industri, tetapi telah memantapkan dirinya lebih sebagai konsep melalui filantropi perusahaan setelah Perang Dunia Kedua. Adopsi dipercepat pada 1960-an dan 70-an sebagai reaksi terhadap gerakan anti-apartheid dan hak-hak sipil yang menunjukkan bagaimana “people power” dapat sangat mempengaruhi perusahaan. Untuk memanfaatkan atau membela, kekuatan pasar CSR baru berupaya mendefinisikan dan membangun kontrak sosial antara bisnis dan masyarakat. Ketika ekonomi global dan digital muncul dari tahun 1990-an dan sebagainya, kesadaran akan rantai pasokan dan praktik kerja internasional telah menjadi tujuan dan CSR telah berfokus pada kombinasi keuntungan, kebaikan sosial dan HAM/anti-perbudakan. Sejak 2010, keberlanjutan telah mulai muncul sebagai CSR bersama adalah dan, dari 2012, sering dikaitkan dengan satu atau lebih tujuan pembangunan berkelanjutan (UN’s Sustainable Development Goals). Pada akhirnya, masalah CSR adalah bahwa tidak ada cara sederhana atau standar untuk menilai kinerja dan komitmen. Jelas, ada tanggung jawab atas janji dan angka yang secara teratur disajikan dalam laporan tahunan, tetapi tanpa kerangka kerja yang disepakati atau standar metrik, ini dapat diartikan dan disajikan untuk kemajuan nyata yang lebih datar. SDG (Sustainable Development Goals) Kesimpulan dari dokumen “The Future We Want” diadopsi pada Konferensi PBB tentang Pengembangan Berkelanjutan (United Nations Conference on Sustainable Development) di Rio de Janeiro pada 2012. Dokumen tersebut mengusulkan untuk mengatasi kemiskinan dan kelaparan. Hasil “2030 Agenda” dengan 17 SDG diadopsi pada tahun 2015 dengan Paris Agreement on Climate Change. SDG adalah tujuan yang saling berhubungan untuk menangani ancaman perubahan iklim, mengelola sumber daya alam yang lebih baik, mencapai kesetaraan gender, menemukan hasil kesehatan yang lebih baik, memberantas kemiskinan, mendorong perdamaian, menciptakan masyarakat yang lebih inklusif, mengurangi kesenjangan, dan membantu ekonomi yang makmur. Pada tahun 2017, UN juga menyetujui “global indicator framework” untuk kinerja terhadap tujuan. Secara teratur “disempurnakan” dan diperbarui sejak (yang terbaru pada bulan Maret 2021) kerangka kerja ini mencakup 247 indikator, 231 di antaranya sangat berbeda (12 diulang dalam dua kategori atau lebih). Untuk organisasi, sekarang ada banyak inisiatif dan perangkat untuk menyelaraskan laporan tentang kinerja organisasi dengan indikator kinerja ganjil, umumnya dengan konsultasi, arsitektur, “blueprint”, bingkai data, dan audit partisipasi. ESG (Environmental Social and Corporate Governance) ESG telah secara efektif berkembang dari akar yang sama dengan CSR, sebagai reaksi terhadap meningkatnya minat di antara investor. Selain itu juga kepada pelanggan dan pemangku kepentingan untuk mengukur dampak organisasi di planet dan masyarakat. Pencapaian yang telah dipromosikan oleh Direktur Tanggung Jawab Bisnis sejak awal abad ke -21: 1. Perusahaan yang bertanggung jawab tidak hanya harus mencapai laporan laba rugi yang sehat tetapi juga harus mengukur, mengelola, dan mengoptimalkan dampak lingkungannya (E). 2. Aktivitas mereka harus masuk akal karena dilakukan dengan dan untuk orang (karyawan, pemasok, klien, penduduk kota besar dan kecil), dan bagaimana kita meningkatkan semua kehidupan mereka – yaitu, dampak sosial – harus diukur (S). 3. Semua ini harus dikelola dengan standar etika dan standar transparansi yang kita sebut good governance (G). Mengenai meningkatnya minat dalam investasi etis, ini memberikan kerangka kerja untuk menilai dan membandingkan kinerja di tiga bidang utama: lingkungan (keberlanjutan), dampak sosial (Karyawan, Pelanggan, Politik dan Masyarakat/Nilai Sosial) dan tata kelola perusahaan (Dewan, Audit, dan Kompensasi). Pada tahun 2005, United Nations Secretary General, Kofi Annan, mengundang beberapa investor institusi terbesar di dunia untuk mengembangkan prinsip -prinsip investasi yang bertanggung jawab. Akibatnya, pada tahun 2006, UN meluncurkan serangkaian enam prinsip investasi yang mendorong penggabungan masalah ESG dan deklarasi praktik investasi, yang menarik dukungan dari banyak lembaga keuangan utama. ESG terkait dengan kewajiban kepercayaan, sehingga mereka memiliki potensi nyata untuk mendorong board-level decisions and actions. CSR vs ESG vs SDGs: Mana yang paling baik? Ada penekanan yang jauh lebih disorot untuk menghasilkan langkah -langkah yang relevan, tepat waktu, dan dapat diverifikasi. Dalam kasus lain, mereka lebih terkait dengan risiko, termasuk risiko yang disebabkan oleh masalah lingkungan. Jelas bahwa sektor yang berbeda memiliki prioritas yang berbeda. ESG tidak memiliki definisi khusus tentang apa yang harus dimasukkan, yang membuat perbandingan langsung menjadi sulit. Tetapi hubungan ESG dengan kesesuaian laporan (termasuk kemajuan dalam mengurangi emisi karbon dan transisi tanpa Net Zero) memberikan beberapa kemungkinan tindakan ilmiah. Ada tahapan untuk membuat standar seputar pengungkapan dan ESG. Khususnya organisasi seperti Customer Data Platform (CDP) dan International Financial Reporting Standards (IFRS), tetapi untuk saat ini, masih ada tiga tantangan penting untuk tanggung jawab nyata. 1. Standar Kurangnya standar dan metodologi internasional berarti bahwa “comparability” antara laporan dan pengungkapan dikompromikan. Tanggungjawab adalah faktor kunci dalam mendorong perilaku. 2. Prioritas Masih ada ketidakseimbangan prioritas antara pertimbangan keuangan dan lingkungan. Selama Gross Domestic Product (GDP) dan profitabilitas tetap menjadi metrik utama (dan produk dievaluasi dengan perbandingan harga dan karakteristik tanpa analisis siklus hidup yang sesuai dan “pembobotan”), keberlanjutan (sustainability) akan selalu menjadi pertimbangan sekunder 3. Data Tidak ada data objektif, dapat diverifikasi, berdasarkan sains yang merupakan dasar dari deklarasi. PX3 didasarkan pada penelitian doktor (PhD research) yang dipantau oleh Warwick University and Warwick Business School. Data ini bertujuan untuk memfasilitasi pengukuran dan pengurangan emisi Gas Rumah Kaca dari Information Technology (IT). CSR terlalu subyektif untuk memiliki nilai nyata, SDGs terlalu luas dan ESG terlalu fokus untuk untuk menarik investasi. Faktanya adalah kita membutuhkan kombinasi dari semua ini untuk mendorong perubahan yang efektif. CSR dapat memberikan sentimen dan tujuan. Sementara ESG menyediakan metrik perusahaan yang lebih luas. Keselarasan dengan dan kemajuan terhadap SDGs yang menawarkan perspektif global dan Greenhouse Gas Reporting Program (GHG reports) yang melacak kemajuan nyata. Yang kita butuhkan sekarang adalah data yang tepat dan pedoman sederhana untuk menampilkannya. Baca juga: Mengenal Prinsip 3L dalam Triple Bottom Line Mengapa Perusahaan Membutuhkan Pola Pikir Value-Focused untuk Mencapai Sustainability Goals? 5 Cara ESG Menciptakan Value Jangka Panjang: (Environmental, Social, and Governance) Kesimpulan Untuk perusahaan dengan filosofi CSR yang kuat, tampaknya ada garis lurus antara ketiga aspek keberlanjutan ini. Pencapaian perusahaan melalui CSR dikuantifikasi oleh ESG, di mana perusahaan belajar untuk dapat memiliki dampak nyata pada tingkat CSR. Selain itu juga dapat menunjukkan referensi dari mana perusahaan merumuskan strategi untuk peningkatan. Dengan menyelaraskan ESG dengan bidang yang disorot oleh UN, perusahaan juga membantu bisnis untuk berkontribusi pada SDG. Pada akhirnya, perusahaan terjebak dalam lingkaran. Lagi pula, kita membicarakan hal yang sama: ESG, CSR, dan SDG – masing-masing dengan nuansanya. Yang perlu diingat adalah perusahaan terdiri dari orang-orang yang membuat keputusan sesuai dengan tingkat tanggung jawab mereka. Oleh karena itu, sebuah perusahaan akan berhasil jika manajer dan karyawannya bertanggung jawab dalam keputusan strategis dan pilihan mereka sehari-hari. Itulah mengapa CSR, ESG, dan SDGs begitu kompleks. Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Apa Peran Mediator dalam Conflict Resolution?
Community Development, Conflict Resolution, CSR, Sustainability, Sustainable Development Goals

Apa Peran Mediator dalam Conflict Resolution?

Peran mediator dalam proses mediasi dari suatu konflik cukup sentral dan vital. Yap, tidak dapat dipungkiri jika proses mediasi menjadi opsi metode conflict resolution yang efektif untuk menyelesaikan berbagai problematika.  Di berbagai persoalan, acap kali mediasi diambil sebagai langkah conflict resolution setelah proses negosiasi antara dua pihak yang berkonflik gagal mencapai konsensus. Sehingga konsep negosiasi dan mediasi sangat beririsan walaupun dari dimensi penyelesaian ada perbedaan.  Kira-kira apa peran mediator untuk memutus rantai konflik yang berkepanjangan? Cari tahu dalam artikel ini. Selamat membaca! Mediasi sebagai Metode Conflict Resolution Dalam perspektif struktural, konflik merupakan bagian yang melekat di tubuh masyarakat dalam kehidupan sosial. Di tengah harmoni yang menjadi cita-cita masyarakat, konflik hadir sebagai dinamika sosial yang mewarnai di beberapa aspek.  Walaupun konflik ada beberapa manfaatnya, tetapi menurut beberapa ahli bahwa konflik cenderung menghambat adanya kohesi sosial. Sehingga diperlukan sebuah conflict resolution atau resolusi konflik yang menelurkan beberapa metode, salah satunya adalah mediasi.  Menurut Kovach (2003) bahwa konflik merupakan fasilitas negosiasi yang dalam implementasinya menetapkan hasil sehingga adanya negosiasi atas mediator beserta pendamping dalam menerima resolusi.  Istilah mediasi sebenarnya bermuara pada bahasa latin “mediare” yang maknanya adalah di tengah-tengah. Mediasi menjadi opsi metodis yang ditempuh ketika terjadi kesulitan dalam melakukan resolusi konflik dengan cara negosiasi antara dua pihak.  Yang membedakan dengan negosiasi yakni terletak pada adanya pihak ketiga yang menjadi penengah dan sifatnya netral. Pihak ketiga disebut sebagai mediator tidak memiliki hak dan wewenang untuk memutuskan suatu konklusi tertentu.  Apa Peran Mediator dalam Conflict Resolution? Pada proses mediasi, seorang moderator memiliki beberapa perang yang penting. Seperti yang dituangkan dalam Moore (2003) sebagai berikut: 1. Fasilitator Komunikasi Pertama, seorang mediator membuka saluran komunikasi yang memprakarsai dan memfasilitasi komunikasi yang baik serta proporsional bagi beberapa pihak yang berkonflik.  2. Membantu Pihak yang Berkonflik Kedua, mediator membantu pihak yang terlibat konflik untuk mendalami haknya sebagai perunding dalam proses mediasi. 3. Memimpin Mediasi Ketiga, sebagai penengah, mediator harus memimpin proses mediasi yang melibatkan beberapa pihak terkait.  4. Mendidik Perunding dalam Mediasi Keempat, mediator menjadi pendidik bagi perunding dari kedua pihak yang berkonflik. Proses mendidik ini terutama difokuskan pada pihak-pihak yang tidak memiliki kapasitas dan tidak paham mengenai ilmu negosiasi.  5. Menghubungkan Pihak dengan Ahli Kelima, mediator mengkoneksikan pihak-pihak yang terlibat konflik dengan para ahli-ahli yang kompeten terhadap permasalahan yang dibawa. Di sini, mediator menawarkan terlebih dahulu kepada pihak-pihak yang berkonflik agar nanti dihubungkan kepada para ahli. 6. Memahami Perspektif dari Pihak yang Berkonflik Keenam, seorang mediator harus memiliki pemahaman mengenai perspektif dari sudut pandang pihak yang terlibat konflik. Sehingga mediator dapat menemukan konklusi dan kedalaman isu yang lebih komprehensif.  7. Memberikan Edukasi terhadap Pihak yang Berkonflik Ketujuh, mediator harus memberikan edukasi kepada pihak yang terlibat konflik utamanya terkait dengan cara-cara menyelesaikan konflik dan tujuan objektifnya.  8. Menjadi “Kambing Hitam” Kedelapan, mediator harus menyiapkan mental menjadi “kambing hitam” yang nanti ada kemungkinan akan disalahkan ketika terjadi deadlock dan lain sebagainya.  Kesimpulannya, mediator adalah peran yang fungsional sebagai pihak ketiga dalam menyelesaikan konflik yang berkepanjangan. Di samping itu, mediator harus menjadi orang yang memimpin pertemuan, memimpin perundingan, mencatat, dan mengajukan usulan dalam penyelesaian konflik.  Cari tahu artikel dari Olahkarsa mengenai CSR, GRI, SDGs, PROPER, Triple Bottom Line, Community Development, dan lain-lain di sini. 
Olahkarsa Official on
Kenali Tahapan Negosiasi dalam Conflict Resolution
Conflict Resolution, CSR, Sustainability, Sustainable Development Goals

Kenali Tahapan Negosiasi dalam Conflict Resolution

Tahapan negosiasi dalam konflik memiliki beberapa versi yang seluruhnya masih berkesinambungan. Akan tetapi, secara garis besar diketahui jika ada enam tahapan negosiasi dalam konteks conflict resolution atau resolusi konflik.  Bagaimana tahapan konflik dalam conflict resolution yang dapat efektif memutus rantai konflik? Selengkapnya baca di dalam artikel ini. Negosiasi dalam Kacamata Konflik Umumnya, konflik terjadi karena adanya satu pihak yang merasa tidak puas atau tidak suka terhadap pihak lain atas beberapa hal. Seiring berkembanganya kajian mengenai konflik, banyak ahli memperkirakan jika konflik beririsan dengan proses interaksi antara beberapa pihak yang memiliki perbedaan kepentingan.  Oleh sebab itu, muncul suatu konsep bernama conflict resolution sebagai metode untuk menyelesaikan konflik kepentingan dan perbedaan persepsi ini. Salah satu substansi yang terkandung dalam konsep ini adalah negosiasi.  “Sebuah proses menghasilkan keputusan bersama, di mana orang-orang dengan tujuan atau keinginan yang berbeda berinteraksi dengan tujuan untuk menyelesaikan perbedaan-perbedaan tersebut”John Hayes (2002) Negosiasi menjadi salah satu poin yang penting dalam conflict resolution selain mediasi dan arbitrase. Negosiasi merupakan proses interaksi dan komunikasi yang melibatkan dua pihak yang berkonflik tanpa adanya pihak ketiga sebagai mediator.  Kemudian, negosiasi yang baik dan efektif adalah negosiasi yang didasarkan pada data fakta yang akurat dan faktual. Karena hal ini, setiap argumen dan kehendaknya tidak terlepas dari fakta yang ada serta dapat digunakan sebagai basis data dalam bernegosiasi. Di samping itu juga harus ditopang dengan negosiator yang handal dan professional, yang memahami tujuan negosiasi dilakukan dan mempunyai daya kemampuan optimal dalam menemukan solusi terhadap masalah yang dihadapi dan terhindar dari kemungkinan dead lock.  Apa Penyebab Konflik dalam Negosiasi Terjadi? Mekanisme negosiasi yang sudah dirumuskan secara matang ternyata masih menyisakan beberapa persoalan yang melahirkan konflik baru. Menurut Jackman (2005) bahwa ada delapan penyebab konflik dalam negosiasi, yaitu: Ketika satu pihak atau lebih menolak untuk bergerak dari posisi awal negosiasiLebih fokus kepada orang dan posisi daripada masalah yang adaAdanya agenda tersembunyi atau rasa saling tidak percaya terhadap motivasi pihak lawanManipulasi dan perilaku agresif terhadap salah satu pihak lebihKeinginan untuk menang, tanpa mempedulikan apapun risikonyaMengejar sasaran yang terlalu tinggi dan tidak realistisTidak bersedia meluangkan waktu untuk menjajaki posisi lawan dan/atau, adanya penolakan untuk menghargai sudut pandang lawanKurang jelasnya peran atau tingkat otoritas Cari Tahu Tahapan Negosiasi dalam Conflict Resolution! Untuk dapat menyelesaikan suatu konflik dengan baik, maka menurut John Hayes dalam bukunya yang berjudul “The Theory and Practice of Change Management” ada tiga proses. Apa saja? 1. Tahap Perencanaan (Planning) Pertama, ada tahap perencanaan dalam melakukan negosiasi dalam upaya resolusi suatu konflik. Perencanaan menjadi tahapan yang vital karena sebagai langkah formulasi dan penyusunan strategi untuk menuju ke langkah selanjutnya.  Seorang negosiator – pihak yang memimpin proses negosiasi – harus mengkalkulasi terkait dengan keuntungan dan kerugian dari proses negosiasi. Kemudian, negosiator juga harus melakukan riset yang mendalam terkait substansi negosiasi maupun menyiapkan berbagai kemungkinan jika terjadi deadlock dalam negosiasi.  2. Tahap Persiapan (Preparation) Kedua, dari tahapan negosiasi ada proses persiapan yang cukup penting dalam proses ini. Di mana negosiator harus mengetahui limitasi dari pihak lawan dalam melakukan negosiasi. Selain itu, negosiator juga harus mempersiapkan hal-hal teknis seperti kelengkapan dokumen, hasil riset mengenai pihak lawan, dan lain-lain.  Negosiator harus benar-benar mempersiapkan secara lengkap agar meminimalisir adanya kemungkinan yang buruk ketika melakukan negosiasi. Maka biasanya, seorang negosiator harus memiliki beberapa skill yang penting, seperti komunikatif, wawasan yang tinggi, dan kompeten. 3. Tahap Implementasi (Negotiation Table) Ketiga, ada tahap implementasi yang merupakan langkah terakhir dan final dari proses negosiasi. DI mana tahap ini berlangsung proses negosiasi antara negosiator dari kedua belah pihak. Output utama dari implementasi ini adalah agar tercapainya konsensus yang menguntungkan dua pihak.  Kemampuan negosiator dalam bernegosiasi yang ditambah akan strategi dan taktik menjadi faktor yang mempengaruhi keberhasilan negosiasi. Sebab, prioritas utama dari negosiasi merupakan tercapainya kesepakatan kolektif.  Itu adalah tahapan negosiasi dalam conflict resolution yang sangat penting untuk Anda ketahui. Ketiga tahapan ini dapat Anda gunakan saat terjebak dalam situasi konflik yang sifatnya personal maupun kelembagaan.  Baca artikel dari Olahkarsa mengenai SDGs, CSR, PROPER, GRI, Community Development, dan lain-lain di sini. 
Olahkarsa Official on
3 Jenis Conflict Resolution di Sektor Lingkungan Hidup
Community Development, Conflict Resolution, CSR, PROPER, Sustainability

3 Jenis Conflict Resolution di Sektor Lingkungan Hidup

Jenis conflict resolution pada sektor lingkungan hidup cukup variatif dan dinamis. Conflict resolution atau resolusi konflik diterapkan sebagai metode menyelesaikan suatu konflik vertikal maupun horizontal secara efektif. Oleh karena itu, penting untuk mengetahui jenis conflict resolution utamanya terkait dengan sektor lingkungan hidup. Cari tahu selengkapnya dalam artikel dari Olahkarsa di bawah ini. Selamat membaca! Konflik Lingkungan Hidup Itu Apa? Sebelum jauh membahas mengenai jenis conflict resolution, maka seyogyanya Anda harus mengetahui apa itu konflik lingkungan hidup. Menurut Setiawan (2005), konflik lingkungan hidup adalah sengketa atau ketidakcocokan yang timbul karena adanya masalah lingkungan. Masalah lingkungan ini merupakan imbas dari pembangunan yang melahirkan pencemaran, keamanan, tata guna tanah, dan lain sebagainya.  Westman (1985) menyebutkan jika sumber konflik lingkungan hidup selalu berpusat pada kompetisi dan pertentangan kepemilikan sumber daya. Tidak hanya itu, konflik lingkungan hidup juga ditengarai oleh diferensiasi nilai relatif dari sumber daya dan pengetahuan yang tidak diselaraskan dengan kemampuan finansial.  Secara konstitusional, konflik lingkungan hidup dicantumkan dalam bingkai Peraturan Pemerintah No. 54 Tahun 2000 mengenai sengketa lingkungan hidup. Tidak dapat dinafikan bahwa konflik lingkungan hidup membawa suatu ombak permasalahan yang berdampak buruk terhadap pihak-pihak yang berkonflik.  Atas dasar ini, conflict resolution atau resolusi konflik adalah solusi ilmiah, akademis, dan proporsional dalam melerai permasalahan konflik lingkungan hidup. Jika tidak cepat dilakukan resolusi konflik dalam permasalahan lingkungan hidup, maka konflik ini akan semakin membesar dan cenderung membawa dampak negatif.  Jenis Conflict Resolution di Sektor Lingkungan Hidup Dalam taraf objektif, ada tiga jenis conflict resolution di sektor lingkungan hidup yang acap kali digunakan dalam hal-hal teknisnya, yaitu: 1. Penyelesaian Konflik di Luar Pengadilan (Non-Litigasi) Pertama, ada penyelesaian konflik di luar pengadilan (non-litigasi) yang merupakan jenis conflict resolution yang sifatnya sukarela. Hal ini bersandar pada Pasal 31 UU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup yang memberikan dasar untuk menyelesaikan konflik dengan mekanisme non-litigasi.  Mekanisme ini diselenggarakan untuk mencapai konsensus pada bentuk dan besarnya ganti rugi atau tindakan tertentu yang dilakukan oleh pihak terlibat konflik. Di sisi lain, jenis ini juga akan menjamin dan memitigasi terjadinya dampak negatif dari lingkungan hidup akibat dari konflik.  Teknisnya, pihak yang terlibat konflik bebas untuk menentukan lembaga penyedia jasa yang dapat membantu untuk menyelesaikan konflik lingkungan hidup. Lembaga tersebut nanti akan memberikan layanan jasa dengan bantuan mediator atau pihak ketiga yang menengahi konflik.  2. Penyelesaian Konflik Melalui Pengadilan (Litigasi) Kedua, jika jenis conflict resolution dengan mekanisme non-litigasi tidak dirasa relevan untuk menyelesaikan sengketa konflik, maka jenis kedua ini dapat diterapkan. Jenis litigasi ini dapat diterapkan dengan melakukan gugatan lingkungan yang dikaitkan dengan pasal 1365 KUHP mengenai penggantian kerugian terhadap suatu hal yang ditimbulkan dari pihak tertentu.  Sarana hukum ini cukup efektif dijalankan jika permasalahan sengketa konflik lingkungan hidup memiliki skala yang besar. Karena fakta di lapangan memperlihatkan jika korban sulit berhasil atau menang pada gugatan ini. Korban harus dapat membuktikan beberapa konteks dan bukti konkret kepada pengadilan.  Seperti, harus dapat membuktikan unsur kesalahan yang tertanam di dalam pasal 1365 KUHP. Sulit bagi korban untuk dapat menerangkan dan membuktikan pencemaran lingkungan secara ilmiah kepada pengadilan.  Selanjutnya, ada masalah pada beban pembuktian yang biasanya disebabkan oleh posisi korban penggugat yang berasal dari ekonomi lemah. Sehingga untuk menggugat dan membuktikan kepada hukum memerlukan kucuran biaya yang tidak sedikit. Jika tidak, dapat dipastikan jika korban akan kalah dengan proses hukum yang cenderung menguntungkan pihak yang memiliki uang.  3. Penyelesaian Konflik Melalui Metode Alternatif Ketiga, ada Alternative Dispute Resolution (ADR) atau sederhananya menggunakan mekanisme alternatif. Mekanisme alternatif ini memiliki berbagai bentuk, seperti negosiasi, konsiliasi, mediasi, arbitrase. Negosiasi adalah saran bagi pihak yang terlibat konflik untuk menyelesaikan sengketa tanpa melibatkan pihak ketiga. Sehingga dalam prosesnya, negosiasi hanya melibatkan dua pihak yang saling berkonflik. Konsiliasi atau damai adalah proses penyelesaian konflik dengan tensi dan suasana yang damai serta sejuk. Untuk dapat melakukan konsiliasi, maka pihak yang berkonflik harus menyadari hak dan kewajibannya. Mediasi merupakan proses penyelesaian konflik dan sengketa yang melibatkan pihak ketiga sebagai mediator. Mediator harus bersifat netral dan dipilih oleh kesepakatan antara dua pihak yang berkonflik.  Arbitrase merupakan mekanisme penyelesaian konflik dengan bantuan pihak ketiga yang sifatnya netral. Pihak ketiga ini bertindak sebagai “hakim” yang diberikan wewenang penuh untuk mengambil keputusan dan menetapkan suatu aturan.  Pentingnya Conflict Resolution pada Konflik Lingkungan Hidup! Dari artikel di atas dapat diambil kesimpulan jika conflict resolution memiliki peranan yang penting dalam meredam dan menyelesaikan konflik di sektor lingkungan hidup. Konflik lingkungan hidup secara gamblang membawa dampak negatif yang menyangkut ekosistem, pencemaran, dan lain-lain.  Dengan tiga jenis conflict resolution (non-litigasi, litigasi, alternatif) harusnya dapat menjadi metode yang efektif guna memutus rantai konflik dan permasalahan antara pihak-pihak yang terlibat.  Baca artikel lain dari Olahkarsa mengenai CSR, SDGs, PROPER, SROI, Community Development, dan lain-lain di sini. 
Olahkarsa Official on
Mengintip 5 Strategi dalam Conflict Resolution
Community Development, Conflict Resolution, CSR, Sustainability, Sustainable Development Goals

Mengintip 5 Strategi dalam Conflict Resolution

Strategi dalam conflict resolution perlu untuk diformulasikan dengan proporsional dan efektif. Sebab, permasalahan konflik yang tidak berujung menimbulkan problematika yang mengganggu kelangsungan harmonisasi di masyarakat.  Perlu diketahui jika conflict resolution atau resolusi konflik merupakan mekanisme yang diambil untuk menyudahi adanya pertikaian/konflik di suatu subjek dan objek tertentu. Karena tidak dapat dinafikan bahwa konflik memiliki tendensi dan dampak yang negatif kepada berbagai pihak – walaupun memang ada sisi positifnya. Kira-kira bagaimana strategi dalam conflict resolution di masyarakat yang efektif untuk diimplementasikan? Selengkapnya baca dalam artikel Olahkarsa di sini.  Community Based dalam Conflict Resolution Sebelum menjurus pada konteks strategi dalam conflict resolution, maka penting untuk mengetahui penentuan langkah-langkahnya. Menurut Dougherty dan Pfaltzagraff (1981), seseorang harus memahami konflik sosial terlebih dahulu baru dapat menentukan langkah strategisnya.  Secara teoritis, ada dua substansi yang berada di dalam konflik sosial. Pertama, konflik sosial adalah suatu hal yang rasional, konstruktif, dan fungsional. Kedua, konflik sosial merupakan bentuk dari irasionalitas, patologis, dan non-fungsional.  Dua teori yang bertabrakan ini pada akhirnya saling melengkapi sebagai suatu perspektif mengenai konflik sosial. Setelah memahami konteks ini, maka penentuan langkah conflict resolution dapat menggunakan pendekatan community based. Apa itu community based? Sederhananya, yaitu pendekatan yang melibatkan komunitas warga yang sedang terlibat konflik untuk dijadikan subjek pemberdayaan dan aktor dalam mengelola konflik. Langkah ini terbukti cukup efektif karena yang mengetahui permasalahannya adalah warga itu sendiri.  Di lain sisi, peran pihak lain seperti LSM, pemerintah, dan stakeholder lain bertindak sebagai fasilitator dan mediator yang tujuannya untuk mendamaikan pihak-pihak terkait. Pendekatan community based secara teknis mampu untuk meredam lahirnya konflik susulan. Penting! 5 Strategi dalam Conflict Resolution Pruitt dan Rubin (2009) menjelaskan bahwa ada 5 strategi dalam conflict resolution yang dikristalisasi menjadi model kepedulian dua rangkap (dual concern model). Ini merupakan salah satu teori dasar dari proses penyelesain konflik yang efektif dan ilmiah. Lalu bagaimana penjelasannya? 1. Contending Pertama, ada contending atau bertanding yang berarti sebagai usaha resolusi konflik dengan bersandar pada kapabilitas dari suatu pihak tanpa menghiraukan kepentingan dari pihak-pihak lain. Biasanya, pihak ini cenderung resisten terhadap aspirasi dan gagasan yang dipegangnya. 2. Problem Solving Kedua, ada problem solving atau pemecahan masalah yang berkonotasi pada kegiatan melakukan riset dan identifikasi terhadap suatu masalah serta mengembangkan sebuah solusi yang baik. Artinya, solusi yang digagas harus memuaskan pihak-pihak yang sedang berkonflik dan mengelaborasikan teknik rekonsiliasi.  3. Yielding Ketiga, ada yielding atau mengalah yang berarti sebuah strategi dengan menurunkan egoisme dalam konteks gagasan dan kepentingan kepada pihak lawan. Pihak ini harus berlapang dada dalam menerima gagasan maupun kepentingan dari pihak lawan. Strategi ini mendapatkan kritik karena dirasa kurang memberikan solusi yang konkret.  4. Inaction Keempat, yaitu ada inaction atau diam yang berarti strategi cerdik untuk diam serta mencermati perkembangan dari suatu konflik. Hal ini sifatnya sementara, karena tetap membuka pintu untuk menyelesaikan konflik yang terjadi.  5. Withdrawing Kelima, ada withdrawing atau menarik diri yang bermakna sebagai kegiatan meninggalkan konflik – secara fisik, psikologis, maupun sosiologis. Di beberapa literatur, withdrawing sering diinterpretasikan pemaksaan yang jauh lebih serius yang melahirkan situasi yang mengharuskan untuk mundur.  Lalu Harus Menerapkan Strategi dalam Conflict Resolution yang Mana? Menurut Pruitt dan Robin (2009), tidak pernah ada satu strategi yang benar-benar efektif untuk meredam, memitigasi, dan memutus rantai konflik di masyarakat. Oleh karena itu, Anda dapat menerapkan kombinasi dari lima strategi di atas untuk menyelesaikan konflik yang terjadi. Di sisi lain, Anda juga harus menerapkan kemampuan yang konstruktif dalam melakukan resolusi konflik. Baca artikel lain dari Olahkarsa mengenai CSR, SDGs, PROPER, Community Development, SROI, dan lain-lain di sini.
Olahkarsa Official on
Conflict Resolution (Definisi, Teori, dan Contohnya)
Community Development, Conflict Resolution, CSR, Sustainability

Conflict Resolution (Definisi, Teori, dan Contohnya)

Conflict resolution adalah suatu kegiatan yang erat kaitannya dengan fenomena konflik di tengah masyarakat. Perlu dipahami jika konflik merupakan keniscayaan dan menjadi ciri khas serta konsekuensi dari society.  Lalu sebenarnya apa itu conflict resolution, bagaimana teori-teorinya, serta contoh dalam implementasinya? Cari tahu dalam artikel Olahkarsa di bawah ini.  Apa Definisi dari Conflict Resolution? Secara definitif, conflict resolution atau resolusi konflik adalah proses pemecahan masalah dari suatu konflik sosial, struktural, dan kultural. Konflik dapat diartikan sebagai perjuangan oleh berbagai pihak dalam mendapatkan suatu konteks tertentu, mulai dari nilai, status, otoritas, dan lain-lain.  Sederhananya, konflik terjadi karena ada ketidaksamaan antara dua pihak atau lebih mengenai satu persepsi atau tindakan yang sifatnya subjektif. Tidak liniernya hal ini melahirkan gesekan yang berujung pada pertentangan konflik argumentatif hingga dapat berakibat pada konflik fisik.  “Konflik adalah benturan yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang disebabkan diferensiasi kondisi sosial-budaya, nilai, status, dan masing-masing pihak memiliki kepentingan terhadap sumber daya tersebut”.Fuad dan Maskanah (2000) Karena konflik berujung pada tindakan yang berimplikasi negatif, maka perlu ada suatu tindakan yang meredam dan merekonsiliasi pihak-pihak yang berkonflik. Untuk itu, hadir conflict resolution sebagai kerangka kerja intelektual untuk memahami dinamika dan fenomena konflik serta berbagai variabel lainnya.  Di sisi lain, kooperatif menjadi satu substansi yang penting untuk digali inti sari dan afiliasinya dengan resolusi konflik. Menempelkan proses resolusi konflik pada setiap konflik vertikal maupun horizontal berarti menawarkan adanya sinergi dan kooperatif dari pihak-pihak terkait.  Makna dari hal ini yaitu bagaimana menciptakan adanya kerja sama yang harmonis dari pihak-pihak yang terlibat konflik. Namun acap kali upaya resolusi konflik terganjal akibat orientasi kompetitif yang cenderung menjauhkan dari tali kooperatif dan mendekatkan pada konflik yang lebih tajam.  Mengenal Dua Teori Inti dalam Conflict Resolution Pada taraf akademis dan teoritis, ada beberapa para ilmuwan sosial yang memiliki terminologi dan pendalaman mengenai konteks conflict resolution atau resolusi konflik, yaitu: Ralf Dahrendorf Tokoh pertama ini bernama Ralf Dahrendorf yang merupakan Sosiolog dengan ciri khas pembahasan mengenai konflik sosial dan resolusi konflik. Menurutnya, ada tiga bentuk dari resolusi konflik, yaitu konsiliasi, mediasi, dan arbitrasi.  Konsiliasi artinya manajerial konflik dengan melibatkan berbagai pihak dengan tujuan mencapai konsensus tanpa dibantu dengan mediator (pihak ketiga). Lalu ada mediasi, yaitu proses resolusi konflik dengan bantuan seorang mediator (pihak ketiga) yang akan menjadi penengah dari pihak-pihak yang terlibat konflik.  Proses terakhir, ada arbitrasi yang menjadi tahapan manajerial konflik dengan dua pihak yang secara konsensus mendapatkan keputusan secara legal (law). Ini merupakan tiga bentuk resolusi konflik yang sering menjadi rujukan untuk memproses suatu pertikaian sosial, kultural, hingga struktural.  Johan Galtung Teori conflict resolution yang cukup populer di taraf akademis dan praktik adalah yang digagas oleh Johan Galtung. Sama halnya dengan Dahrendorf, Galtung memiliki tiga bentuk resolusi konflik, yakni peacemaking, peacekeeping, dan peacebuilding. Peacemaking merupakan bentuk resolusi konflik di mana menciptakan suatu harmonisasi perdamaian di awal konflik sebelum konflik semakin masif. Lalu ada peacekeeping yang menekankan pada adanya perjanjian kolektif untuk menangkal meletusnya konflik susulan.  Selanjutnya, ada peacebuilding yang merupakan bentuk merajut kembali tali perdamaian yang sempat terputus karena dibakar oleh konflik. Pada konteks ini, perlu adanya instrumen dan variabel yang ikut membuat landasan perdamaian yang jelas agar terhindar dari konflik.  Cari Tahu! Conflict Resolution di Indonesia Ada beberapa conflict resolution atau resolusi konflik yang diterapkan oleh pihak-pihak terkait di Indonesia, yaitu: 1. Bersinergi dengan Masyarakat Konflik yang cukup fundamental sering terjadi di Indonesia, seperti konflik lahan, konflik kepentingan antara kelembagaan, dan konflik adat. Sering kali, pemerintah bersinergi dengan masyarakat di daerah tersebut untuk secara kolektif menyelesaikan konflik yang terjadi.  Misalnya, Badan Informasi Geospasial (BIG) yang menyediakan aplikasi PetaKita untuk menjaring aspirasi dan pelibatan masyarakat dalam pemetaan partisipatif. Konflik mengenai batas desa sering menjadi hulu konflik di daerah-daerah yang kurang terjamah oleh pemerintah.  2. Kolaborasi dengan Berbagai Stakeholder Dalam menyelesaikan suatu konflik – utamanya di daerah terpencil, pemerintah berkolaborasi dengan berbagai stakeholder seperti Universitas. Misalnya, Badan Informasi Geospasial (BIG) yang berkolaborasi dengan Universitas Riau untuk mendistribusikan mahasiswanya dalam membantu memetakan desa secara administratif.  3. Resolusi Konflik dengan Pendekatan Struktural Terakhir, ada resolusi konflik yang melibatkan berbagai lembaga dengan pendekatan struktural. Adanya kolaborasi antara dua lembaga dalam menyelesaikan konflik tertentu merupakan contoh konkret dari konteks ini. Misalnya, pemerintah dan LSM yang saling bersinergi dalam menyelesaikan konflik adat di suatu daerah. Conflict Resolution sebagai Solusi dari Konflik  Konflik menjadi hal yang selalu menghiasi dinamika sosial di masyarakat. Untuk itu, penting bagi kita memahami bagaimana caranya mitigasi dan menciptakan resolusi konflik yang efektif di masyarakat. Resolusi konflik yang baik akan berkorelasi terhadap harmonisasi di masyarakat dengan menghindari berbagai potensi-potensi konflik.  Baca artikel lain dari Olahkarsa mengenai CSR, SDGs, Community Development, PROPER, dan lain-lain di sini. 
Olahkarsa Official on
Mengenal Prinsip 3L dalam Triple Bottom Line
Community Development, CSR, Insight, PROPER, Sustainability

Mengenal Prinsip 3L dalam Triple Bottom Line

Prinsip 3L dalam Triple Bottom Line (TBL) sama pentingnya dengan prinsip 3P yang menjadi fondasi dari segi implementasi. Perlu diketahui jika prinsip 3P yaitu akronim dari profit, people, dan planet yang merujuk pada aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.  Untuk itu, Olahkarsa akan mengulas prinsip 3L dalam TBL di bawah ini. Selamat membaca! Definisi Prinsip 3L dalam Triple Bottom Line (TBL) Praktik dari konsep Triple Bottom Line (TBL) memiliki beberapa kekurangan dan kendala. Beberapa problematikanya berkaitan dengan hal-hal yang sifatnya substantif dan teknis, seperti pengukuran yang tidak memiliki standar yang jelas, terlalu naratif-deskriptif, dan dominan dari segi ekonomi. Konsep utama dari TBL adalah bagaimana menciptakan sustainability yang menjalar kepada aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan hidup dari perusahaan. Karena hal ini, perlu ada integrasi dan linearitas dari berbagai variabel dan komponen dalam TBL.  Demi menjaga keutuhan proses integrasi yang berimplikasi terhadap praktik TBL, maka mengimplementasikan prinsip 3L adalah salah satu alternatif. Menurut Venkatraman dan Nayak (2010), prinsip 3L dimanifestasikan sebagai instrumen yang dapat mengikat tali simpul integrasi dari komponen dalam TBL.  Apa Saja Prinsip 3L dalam Triple Bottom Line (TBL) Upaya menggapai sustainability dengan mengimplementasikan praktik Triple Bottom Line (TBL) dapat ditambal lubang-lubang permasalahannya dengan prinsip 3L, yaitu: 1. Innovation Pertama, ada innovation atau inovasi yang merupakan substansi fundamental dalam prinsip 3L. Innovation merujuk pada proses pemikiran dan perencanaan ulang dari program TBL. Hal ini penting, karena menjadi tindakan evaluasi konstruktif dari program TBL yang kurang berdampak.  Nantinya, melakukan tindakan innovation akan merestorasi beberapa hal teknis maupun konsep dari program TBL secara menyeluruh. Ada analisis yang komprehensif pada konsep TBL, sehingga program tersebut dapat lebih berdampak positif terhadap sektor sosial dan lingkungan. 2. Integration Kedua, yaitu proses integration atau integrasi yang merujuk pada tindakan menyelaraskan hal-hal teknis di dalam program TBL. Program TBL pasti mengandung berbagai aspek substansial, seperti aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan.  Oleh karena itu, perlu ada integrasi yang dilakukan oleh perusahaan antara berbagai aspek-aspek tersebut. Di lain sisi, poin integration ini juga mengacu pada mensinergikan hal-hal taktis di dalam operasional perusahaan. Tujuannya adalah agar di internal perusahaan dapat memiliki satu visi dalam melahirkan program TBL yang akomodatif dan positif.  3. Interdependence Ketiga, yaitu ada proses interdependence atau interdependensi di dalam perusahaan. Interdependensi adalah saling bergantungnya organisasi-organisasi atau perusahaan untuk antara satu dengan lainnya.  Setelah mengikat berbagai perusahaan atau organisasi tersebut, maka proses tersebut akan diteruskan pada siklus siklus do check out (PDCA). Tujuannya adalah agar praktik TBL dapat berjalan efektif dan optimal dari segi dampak kepada sosial dan lingkungan.  Triple Bottom Line (TBL) sebagai Kegiatan Substantif Konsep Triple Bottom Line (TBL) sebagai manifestasi dalam kegiatan Corporate Social Responsibility (CSR) oleh perusahaan. Adanya prinsip 3L (innovative, integration, interdependence) menjadi salah satu alternatif untuk menutup berbagai permasalahan yang sering terjadi dalam implementasi TBL dalam CSR.  Baca artikel lain mengenai CSR, CSV, Sustainability, PROPER, Community Development, dan topik lain di sini. 
Olahkarsa Official on
Mengapa Manufaktur Membutuhkan Pola Pikir Value-Focused untuk Mencapai Sustainability Goals?
Sustainable Development Goals

Mengapa Perusahaan Membutuhkan Pola Pikir Value-Focused untuk Mencapai Sustainability Goals?

Mengapa perusahaan membutuhkan pola pikir value-focused untuk mencapai sustainability goals? Ini bukan topik baru. Faktanya, ini telah menjadi agenda selama bertahun-tahun, seringkali menjadi konten yang menarik dan merangsang untuk tujuan pemasaran, tetapi tanpa fokus skala besar yang kita lihat saat ini. Dengan dimulainya Covid-19 pada tahun 2020, perusahaan membutuhkan pola pikir value-focused untuk mencapai sustainability goals. Pertama, pandemi menunjukkan bahwa masyarakat memiliki potensi besar untuk tindakan kolektif dan perubahan ketika menghadapi keadaan darurat. Ketika Covid melanda, perusahaan di semua industri harus menemukan kembali cara mereka beroperasi hampir dalam semalam Ini sangat bermasalah bagi perusahaan. Terutama ketika dihadapkan dengan penawaran dan permintaan saat menghadapi tantangan menata ulang lantai toko mereka, untuk memastikan lingkungan yang aman di antara para pekerja. Situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya menunjukkan bahwa perubahan mendadak itu mungkin dapat berdampak positif pada lingkungan pada saat yang sama. Misalnya, tentang penghentian perjalanan jauh yang tiba-tiba, yang dapat menyebabkan penurunan tajam dalam emisi CO2 di tempat-tempat paling padat di dunia. Di sisi lain, pandemi juga mempercepat peralihan ke produksi berkelanjutan berbasis teknologi sebagai bagian dari pemulihan ekonomi, yang perlu mengatasi hilangnya keanekaragaman hayati, perubahan iklim, dan mempromosikan prinsip-prinsip ekonomi sirkular. Jadi dalam hal ini, 2020 adalah titik balik dan mendorong sustainability ke prioritas utama bisnis bagi banyak perusahaan. Selain itu, ada berbagai pendorong eksternal yang menekan perusahaan untuk bertindak cepat. Pelanggan dan konsumen sama-sama menjadi semakin haus informasi. Mereka mencari jaminan bahwa produk diproduksi secara berkelanjutan dan, dalam beberapa kasus, bahkan bersedia membayar mahal untuk itu. Kredensial sustainability menjadi lebih penting Penelitian Deloitte mengungkapkan bahwa 79% eksekutif perusahaan mengamati peningkatan reputasi merek setelah perusahaan mereka berkomitmen untuk menetapkan target dekarbonisasi. Laporan tersebut juga menyoroti bahwa 80% konsumen mencari produk yang bertanggung jawab secara sosial atau lingkungan. Bila memungkinkan akan beralih merek untuk mendukung tujuan yang baik. Selain itu, dua pertiga konsumen menunjukkan bahwa mereka merasa lebih positif tentang upaya perusahaan untuk mengurangi jejak karbondioksida. Banyak penelitian memberikan bukti bahwa upaya sustainability terkait langsung dengan kepercayaan konsumen. Di masa depan, kredensial ‘sustainability’ akan menjadi kriteria seleksi yang semakin penting bagi pelanggan dan konsumen. Dalam beberapa kasus (seperti pada rangkaian produk makanan dan minuman tertentu), konsumen bahkan bersedia membayar mahal untuk jaminan ini. Kekuatan regulasi sustainability semakin cepat Namun, agenda sustainability didorong oleh tekanan regulasi dan tujuan global. Ini termasuk Paris Agreement’s goal untuk membatasi kenaikan suhu global hingga 1,5% dibandingkan dengan tingkat pra-industri, European Commission’s mandate untuk menjadi benua nol bersih pada tahun 2050, dan United Nations Sustainable Development Goals (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Perserikatan Bangsa-Bangsa). Selanjutnya, COP26 telah membentuk International Sustainability Standards Board (ISSB) baru untuk mengembangkan dasar global untuk standar iklim, masalah lingkungan, sosial dan tata kelola (ESG) lainnya. Tujuan global ini tidak cukup, perusahaan harus tetap mengikuti peraturan regional, domestik, dan industri khusus. Perkembangan dan sifat tekanan regulasi yang selalu berubah bisa sangat menakutkan. Salah satu perkembangan terbaru di Inggris adalah pajak kemasan plastik baru. Mulai berlaku pada 1 April, tujuan pajak adalah untuk mendorong penggunaan bahan daur ulang dalam produksi kemasan plastik. Ethical investment (investasi etis) meningkat Pendorong utama lainnya untuk sustainability adalah meningkatnya perhatian dari komunitas investor. Sementara di masa lalu, faktor ESG (lingkungan, sosial, dan tata kelola) secara historis tertinggal dari faktor finansial dan politik. Selama pandemi, Covid mendorong pergeseran investasi ke bisnis yang ramah lingkungan ketika membuat keputusan bisnis dan keuangan. Investor telah memperhatikan manfaat finansial dari apa yang dilakukannya. Misalnya berinvestasi di perusahaan dan aset dengan skor ESG yang tinggi sering kali menghasilkan pengembalian yang lebih baik dan membawa risiko yang lebih rendah. Pulse survey Pada akhir tahun 2021, IFS memulai studi penelitian dengan firma analis teknologi Omdia, mewawancarai 117 perusahaan di Amerika Utara dan Eropa untuk memahami pandangan, ambisi, dan inisiatif mereka seputar sustainability dan ekonomi sirkular (CE). Salah satu temuan yang paling mengejutkan adalah di mana perusahaan sangat kurang optimal dalam mendekati sustainability. Pendorong utama adalah risiko bisnis (18%), kepatuhan terhadap peraturan (15%), dan insentif keuangan (15%), mengungkapkan pola pikir reaktif dan ketidaksiapan. Sementara perusahaan menyadari bahwa sustainability dapat memberikan lebih banyak manfaat nilai tambah di luar kepatuhan. Contohnya seperti dampak positif pada kepercayaan pelanggan dan reputasi perusahaan. Hal itu tidak dilihat sebagai alasan terpenting untuk bertindak, setidaknya tidak untuk saat ini. Jadi mengapa beberapa perusahaan hanya diam saja? Menurut penelitian kami, legacy infrastructure, kurangnya tanggung jawab terpusat, dan biaya di muka adalah hambatan terbesar untuk berinvestasi dalam inisiatif sustainability. Mengambil pendekatan berbasis data Meningkatnya ekspektasi dan tujuan yang mengikat secara hukum, perusahaan perlu mengatasi beban mereka saat menghadapi digitalisasi. Ini akan membutuhkan pendekatan berbasis data. Mengapa demikian? Untuk menunjukkan komitmen net-zero mereka kuat dan sah, perusahaan memerlukan akses data yang lebih akurat, terperinci, dan efisien. Perusahaan tidak hanya akan melihat emisi tingkat organisasi tetapi juga emisi granular yang terkait dengan proses perusahaan, pengangkutan bahan mentah dan produk, serta penggunaan dan pembuangan produk saat produk tersebut mencapai akhir masa pakainya. Seiring berjalannya waktu, pelaporan jenis data granular ini akan menjadi bagian dari menjalankan bisnis. Oleh karena itu pentingnya teknologi sebagai enabler adalah untuk menangkap, membuat katalog, dan berbagi data di seluruh organisasi dan di seluruh rantai nilai organisasi yang lebih luas. Berfokus pada nilai jangka panjang dari inisiatif sustainability adalah kunci utama Dengan sustainability initiatives yang masih relatif baru dalam banyak kasus, manfaat yang dapat diwujudkan oleh perusahaan akan terus berkembang. Mereka akan mencapai pengembalian langsung dan berwujud menjadi tidak berwujud, seperti reputasi merek, loyalitas pelanggan, kepuasan kerja, kepatuhan terhadap undang-undang masa depan, biaya asuransi, dll. Sejauh ini, perusahaan perlu mendekati kasus bisnis mereka dengan berfokus pada pengembalian nilai (value-focused) daripada pengembalian investasi, yang biasanya ditujukan untuk menghasilkan hasil yang cepat. Baca juga: Cari Tahu! Indikator Global Reporting Initiative (GRI) G4 Apa Itu Global Reporting Initiative (GRI) G4? Apa itu SDGs Desa? Kenali Program dan Sasarannya! Itulah mengapa perusahaan membutuhkan pola pikir value-focused untuk mencapai sustainability goals Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Lima Cara ESG Menciptakan Value: (Environmental, Social, and Governance)
Community Development, CSR, CSV, Innovation, Sustainability

5 Cara ESG Menciptakan Value Jangka Panjang: (Environmental, Social, and Governance)

5 cara ESG menciptakan value jangka panjang, apa itu ESG? Setiap bisnis sangat terkait dengan masalah lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG). Oleh karena itu, masuk akal bahwa usulan ESG yang kuat dapat menciptakan nilai-nilai yang lebih baik. Dalam artikel ini, kami menyediakan kerangka kerja (framework) untuk memahami 5 cara ESG menciptkan value. Apa itu ESG? ESG (Environmental, Social, and Governance) adalah kerangka kerja yang digunakan oleh investor. ESG menilai investasi yang bertanggung jawab, dan kemampuan organisasi untuk memastikan nilai jangka panjang. Mari kita breakdown secara singkat masing-masing elemen ESG: 1. E dalam ESG, kriteria lingkungan mencakup energi yang diambil perusahaan dan limbah yang dibuang, sumber daya yang dibutuhkan, dan berakibat fatal bagi mahkluk hidup. Paling tidak, E mencakup emisi karbon dan perubahan iklim. Environmental mengacu pada dampak lingkungan organisasi. Termasuk sumber daya alam, polusi, limbah, dan perubahan iklim. 2. S, kriteria sosial membahas hubungan yang dimiliki perusahaan dan reputasi yang dibina perusahaan dengan orang-orang dan institusi di komunitas tempat mereka berbisnis. S mencakup hubungan perburuhan dan keragaman. Setiap perusahaan beroperasi dalam masyarakat yang lebih luas dan beragam. 3. G, tata kelola adalah sistem internal dari praktik, kontrol, dan prosedur yang diterapkan perusahaan untuk mengatur dirinya sendiri, membuat keputusan yang efektif, mematuhi hukum, dan memenuhi kebutuhan stakeholder eksternal. Setiap perusahaan, yang merupakan ciptaan hukum, membutuhkan tata kelola. Penciptaan Nilai ESG Posisi ESG yang kuat menciptakan nilai jangka panjang. Di bawah ini adalah pilihan dari beberapa artikel menarik tentang penciptaan nilai ESG – ikuti tautan untuk membaca lebih lanjut: 1. Kinerja keuangan Sebuah makalah berjudul Berinvestasi untuk penciptaan nilai jangka panjang, dalam Journal of Sustainable Finance & Investment mengutip bukti untuk kasus bisnis ESG. Dengan pernyataan bahwa “perusahaan yang berkinerja baik pada isu-isu ESH material, juga menunjukkan kinerja keuangan yang unggul”. 2. Menambah investasi Sebuah artikel Gartner berjudul “The ESG Imperative: 7 Factors for Finance Leaders to Consider” menunjukkan minat yang tumbuh dalam investasi ESG. Artikel tersebut menerbitkan temuan bahwa “85% investor mempertimbangkan faktor ESG dalam investasi mereka pada tahun 2020”. 3. Daya saing jangka panjang Artikel wawasan oleh S&P Global menyoroti keunggulan kompetitif dari mengintegrasikan prinsip-prinsip ESG. Artikel tersebut dibuka dengan pernyataan bahwa “Penelitian semakin menunjukkan bahwa perusahaan yang tidak mengintegrasikan faktor lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) ke dalam strategi bisnis mereka akan membahayakan daya saing jangka panjang mereka.” 4. Menarik dan mempertahankan karyawan Sebuah artikel Harvard Business Review menjelaskan dampak ESG dalam menarik karyawan baru dan mempertahankan bakat yang ada. Artikel tersebut menyatakan bahwa “untuk karyawan, skor [ESG] yang kuat dapat mewakili kebanggaan dan keterlibatan. Untuk rekrutmen, mereka dapat mewakili makna dan tujuan, faktor penting sekarang untuk memenangkan persaingan untuk bakat yang dibutuhkan untuk menjaga perusahaan tetap lestari”. Contoh penciptaan nilai ESG berlanjut. Strategi ESG yang kuat juga membantu dengan: manajemen risiko dan peluang, pengurangan biaya melalui efisiensi dan inovasi, dan persiapan untuk legislasi terkait ESG saat ini, yang akan segera terjadi, dan di masa mendatang. 5. Proposisi ESG yang kuat untuk meningkatkan hubungan masyarakat Bukan hanya pemerintah dan investor yang menganalisis ESG suatu organisasi. Ini adalah klien B2B, konsumen, mitra, broker, pengembang, pemasok, pencari kerja – daftarnya terus berlanjut. Proposisi ESG yang kuat dapat membantu perusahaan menarik dan mempertahankan karyawan yang berkualitas, meningkatkan motivasi karyawan dengan menanamkan tujuan, dan meningkatkan produktivitas secara keseluruhan.” Menghubungkan ESG dengan kepuasan kerja yang lebih tinggi, “Eksperimen lapangan menunjukkan bahwa ketika perusahaan memberi kembali, karyawan bereaksi dengan antusias… Sama seperti tujuan yang lebih tinggi dapat menginspirasi karyawan perusahaan untuk berkinerja lebih baik, proposisi ESG yang lebih lemah dapat menurunkan produktivitas.” Darimana kita bisa memulai? Dengan mempertimbangkan penciptaan nilai ESG, pemikiran berikutnya sering kali adalah, “jadi, dari mana saya harus memulai”. Karena ESG menggabungkan banyak faktor, tempat yang baik untuk memulai adalah memahami materialitas. Topik-topik ESG yang material berdampak pada keberhasilan bisnis jangka panjang dan dianggap penting bagi para pemangku kepentingan. Alat pemetaan materialitas yang tersedia untuk umum membantu dalam menentukan masalah material untuk industri dan perusahaan yang berbeda, alat ini mencakup MSCI ESG Industry Materiality Map dan SASB Materiality Map. Pendekatan tiga langkah singkat untuk memulai: Langkah 1: adalah bagi organisasi untuk memahami masalah material mereka. Langkah 2: adalah mengumpulkan dan mengumpulkan data tentang isu-isu material. Pengumpulan data non-keuangan yang andal memungkinkan transisi yang mulus ke langkah 3. Langkah 3: adalah menggunakan kerangka dan standar pelaporan ESG untuk melaporkan kemajuan terhadap isu-isu material. Pelaporan yang konsisten meningkatkan transparansi kepada investor dan pemangku kepentingan. Baca juga: Apa itu SDGs Desa? Kenali Program dan Sasarannya! Dampak Baik PROPER terhadap Pandemi Covid-19 oleh Korporasi Kendala dan Solusi Mayarakat Terhadap PLH (Pengelolaan Lingkungan Hidup) 5 cara ESG menciptakan value jangka panjang telah diulas secara singkat di dalam artikel ini. Tunggu topik ESG selanjutnya yang lebih lengkap dari Tim Olahkarsa! Ada banyak sekali cara untuk mendekati ESG dan kriteria khusus yang digunakan organisasi untuk dievaluasi. Jika kamu ingin mengembangkan atau memperkuat rencana ESG atau kamu dapat menggunakan wawasan dan panduan tambahan tentang CSR, Tim Olahkarsa dapat membantu. Hubungi kami untuk mendiskusikan CSR, LST, dan bisnis Anda. Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Kriteria Memilih Konsultan CSR
Community Development, CSR, Insight

Bagaimana Kriteria Memilih Konsultan CSR yang Tepat?

Bagaimana kriteria memilih konsultan CSR yang tepat? Karena banyak perusahaan menanamkan tanggung jawab sosial perusahaan dalam bisnis mereka, nilai kerjasama dengan konsultan CSR tidak selalu kentara. Dalam banyak kasus, perusahaan tidak perlu menyewa konsultan dari luar. Misalnya, jika kamu memahami tujuan sosial bisnismu, tim komunikasi harus dapat mengirimkan pesan tersebut. Atau jika kamu sudah melakukan CSR sebagai prioritas untuk sumber daya manusia, kamu tidak perlu bantuan dari luar untuk meningkatkan partisipasi karyawan atau membuat program sukarela. Jika kamu memiliki mitra LSM yang tepat, orang -orang di dalam perusahaan sendirilah yang harus meningkatkan hubungan dengan organisasi -organisasi ini. Tapi ada pengecualian. Ini termasuk bidang -bidang seperti audit sosial dari rantai pasokan, evaluasi dampak lingkungan, dan pengukuran hasil sosial di mana verifikasi atau jaminan pihak ketiga sesuai dan diperlukan. Secara keseluruhan, tujuannya adalah untuk memperkuat kapasitas CSR internal sebanyak mungkin. Karena permintaan untuk konsultan CSR berkurang, sementara pasokan meningkat. Misalnya, dari hasil pencarian Google untuk konsultan CSR mengungkapkan lebih dari 5.000 hasil di New York, 4.100 di London, 1.600 di Mumbai, 1.000 di Johannesburg dan 327 di Beijing. Sekarang ada begitu banyak pilihan sehingga perusahaan yang baru dalam CSR atau yang harus meningkatkan program, mereka kesulitan memilih penasihat CSR yang tepat. Ada banyak perusahaan dan individu yang menawarkan layanan CSR. Untuk memilih yang tepat sangatlah tricky Tim Olahkarsa telah memberi daftar petunjuk yang harus diperhatikan. Berikut adalah 6 kriteria memilih konsultan CSR yang tepat: 1. Pengalaman yang luas (Experience Breadth) Salah satu aspek penting yang perlu diingat saat memilih konsultan CSR adalah track record dan pengalaman kerja perusahaan. Apakah mereka bekerja untuk perusahaan atau non-profit? Bisnis seperti apa yang pernah mereka tangani? Pemahaman tentang salah satu kriteria memilih konsultan CSR ini sangat penting untuk diperhatikan. 2. Seberapa dalam pemahaman perusahaan terhadap pengalaman CSR (Experience Depth) Ada banyak orang yang tertarik dengan CSR dan sudah mulai berkonsultasi di bidang ini. Apakah mereka bekerja untuk bisnis kecil dan besar? Ada cross-learning yang berharga yang berasal dari penerapan CSR dalam berbagai situasi. Saat memilih konsultan CSR, kamu perlu menyeimbangkan antusiasme dengan pengalaman. 3. Keberagaman (Diversity) Sebaiknya bekerjasama dengan konsultan CSR yang mencerminkan audiens internal dan eksternal yang perlu kamu jangkau dan pengaruhi. Ini berarti konsultan harus memiliki akses ke berbagai pendapat yang berbeda dan orang-orang dari berbagai usia, jenis kelamin dan etnis. 4. Kapasitas yang terbangun (Building Capacity) Konsultan CSR terbaik menempatkan prioritas tinggi pada pekerjaan mereka sendiri. Seperti dijelaskan di atas, sebagian besar aspek CSR harus ditangani secara internal. Hindari konsultan yang terlalu mempromosikan diri sendiri. 5. Pengalaman dengan Perubahan Sosial (Experience with Social Change) Tidak cukup hanya memiliki kredensial akademis dan pengalaman praktis dalam bisnis. CSR adalah tentang menjembatani kesenjangan antara keuntungan dan tujuan. Ini berarti bahwa penasihat Anda perlu memahami cara kerja perubahan sosial. 6. Menginspirasi (Passion and Inspiration) Kamu sebaiknya mencari konsultan CSR yang menginspirasi mu juga untuk menjadi provokatif dengan cara yang positif dan tepat. Poin-poin di atas tidak dimaksudkan untuk mencakup aspek spesifik dari layanan konsultasi CSR seperti kelestarian lingkungan atau nasihat hukum tentang perubahan iklim dan emisi, area di mana keputusan dibuat hampir semata-mata berdasarkan keahlian profesional dan teknis. Kami sering ditanya tentang siapa yang menurut kami melakukan pekerjaan luar biasa di bidang ini. Ada ribuan individu dan organisasi yang bekerja di CSR dan tidak mungkin untuk mengikuti siapa yang melakukan apa. Namun, berikut adalah tiga organisasi CSR yang berbasis di AS yang melakukan pekerjaan hebat: 1. BSR BSR memiliki jaringan global yang bekerja dengan bisnis untuk menciptakan dunia yang adil dan berkelanjutan. Organisasi ini menawarkan layanan konsultasi di tujuh bidang: strategi dan integrasi, hak asasi manusia, manfaat lokal yang berkelanjutan, keterlibatan pemangku kepentingan, keberlanjutan rantai pasokan, pelaporan dan komunikasi, dan perubahan iklim. 2. FSG Mark Kramer dan rekan-rekannya di FSG “percaya bahwa memecahkan masalah sosial yang paling menantang di dunia membutuhkan cara berpikir, bertindak, dan bermitra yang baru,” menurut situs web perusahaan. Kramer dan salah satu pendiri FSG, Profesor Michael Porter, juga merupakan arsitek shared-value, “suatu pendekatan untuk memenuhi tujuan bisnis yang menciptakan keunggulan kompetitif bagi perusahaan melalui inovasi yang menjawab kebutuhan dan tantangan masyarakat.” 3. Mission Measurement Jason Saul dan timnya membantu klien mereka dengan mengukur dampak sosial dan menciptakan nilai melalui inovasi sosial. Mereka membantu perusahaan, lembaga sektor publik, organisasi non-profit, dan yayasan menciptakan nilai melalui perubahan sosial dan memberdayakan mereka dengan data untuk memecahkan masalah sosial secara lebih efisien. 4. GreenSole Kegiatan utama perusahaan adalah mengumpulkan sumbangan sepatu tua, memperbaruinya, dan memasarkannya sebagai alas kaki modis. GreenSole mendorong perusahaan untuk berasosiasi dengan mereka untuk CSR. Karyawan perusahaan dapat mengumpulkan sumber daya untuk mendukung usaha atau mengatur perjalanan untuk pengumpulan sepatu bekas. Mereka juga dapat menjadi pelanggan alas kaki yang diperbaharui serta menyediakan alas kaki untuk orang yang membutuhkan. Usaha ini juga menciptakan lapangan kerja bagi perempuan di daerah pedesaan. 5. Olahkarsa Olahkarsa didirikan pada tahun 2019 dengan visi untuk menciptakan inovasi CSR dalam mendorong ekosistem bisnis yang berkelanjutan. Untuk mencapai visi tersebut, Olahkarsa memberikan solusi end-to-end untuk pengelolaan CSR dengan mengoptimalkan penggunaan teknologi. Perusahaan Olahkarsa percaya bahwa masa depan bisnis adalah praktik bisnis yang berkelanjutan, dengan fokus pada aspek sosial dan lingkungan sebagai keseluruhan kegiatan bisnis. Baca juga: Wajib Tahu! 3 Strategi Community Development 8 Peran Pendamping Sosial yang Harus Anda Tahu! Pentingnya Stakeholder Engagement dalam CSR (Corporate Social Responsibility) Kesimpulan Terlepas dari konsultasi CSR mana yang dipilih perusahaan dari artikel “Bagaimana Kriteria Memilih Konsultan CSR yang Tepat?”, pastikan pendekatannya harus diperdalam dan harus mempertimbangkan momentum. Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
5 Manfaat Triple Bottom Line yang Harus Anda Tahu!
Community Development, CSR, Sustainability, Sustainable Development Goals

5 Manfaat Triple Bottom Line yang Harus Anda Tahu!

Manfaat Triple Bottom Line (TBL) sangat berdampak baik terhadap perusahaan dan beberapa elemen lain. Konsep TBL terdiri dari tiga poin, yaitu profit, people, dan planet atau disingkat sebagai 3P yang hadir sebagai terobosan baru untuk menyongsong pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Seperti yang sudah diketahui, jika TBL adalah konseptualisasi dari pengukuran kinerja perusahaan yang ditilik dari dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Namun, apa saja manfaat Triple Bottom Line yang harus Anda tahu? Selengkapnya baca di bawah ini. Cari Tahu! Manfaat Triple Bottom Line (TBL) Perusahaan memiliki tanggung jawab sosial dan lingkungan atau dikenal dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR). CSR menjadi program yang penting bagi perusahaan untuk memberikan manfaat secara sosial dan lingkungan di tengah kegiatan produksinya.  Salah satu substansi yang berada di balik program CSR adalah TBL yang berasas pada konteks ekonomi, sosial, dan lingkungan. Ada lima manfaat dari mengimplementasikan konsep TBL bagi perusahaan, yaitu: 1. Menaikkan Citra dan Reputasi Perusahaan Pertama, manfaat dari implementasi konsep TBL adalah untuk menaikkan citra dan reputasi perusahaan. Perlu diingat jika saat ini perusahaan sedang berlomba-lomba untuk menghadirkan program CSR yang berlandaskan konsep TBL secara masif dan kreatif.  Semakin kreatif dan inovatif dari program yang dirancang akan beririsan dengan meningkatnya citra serta reputasi perusahaan. Citra dan reputasi tersebut akan hadir seiring dengan pelaksanaan program CSR yang berdampak baik bagi sektor sosial maupun lingkungan. Jika ditilik dari segi ekonomi, citra yang baik dari masyarakat berarti berdampak baik bagi nilai perusahaan di mata stakeholder dan shareholder. Sehingga perusahaan mendapatkan penjualan produk yang baik serta saham perusahaan akan stabil atau malah meningkat. 2. Meningkatkan Kesejahteraan Masyarakat Kedua, yaitu mengimplementasikan konsep TBL dalam program CSR akan ikut meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tidak dapat dipungkiri jika tujuan utama dari CSR adalah bertanggung jawab secara sosial kepada masyarakat – terutama masyarakat yang tinggal di dekat lokasi inti.  Substansi dari konsep TBL memiliki pilar yaitu people yang berarti masyarakat. Program yang diformulasikan harus berimplikasi positif terhadap masyarakat sesuai dengan asas society needs. Problematika di masyarakat harus dituntaskan dengan program CSR yang akomodatif dari perusahaan. 3. Berpartisipasi Terhadap Kelestarian Lingkungan Hidup Ketiga, linier dengan poin kedua, di mana perusahaan dapat berpartisipasi terhadap kelestarian lingkungan hidup. Menurut Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), eksploitasi dan ekstraksi sumber daya alam masih mendominasi di tahun 2022. Dan hal ini adalah akibat dari kegiatan industrialisasi oleh perusahaan-perusahaan. Oleh sebab itu, secara konstitusional, perusahaan wajib untuk mengejawantahkan program CSR dengan asas TBL sebagai solusi dari kerusakan lingkungan hidup. Dengan program substansial, seperti Bantuan Pelestarian Alam, Bantuan Pengelolaan Lingkungan, dan Green Office dapat menjadi solusi menyelesaikan permasalahan ini. 4. Loyalitas Stakeholder kepada Perusahaan Keempat, yaitu terkait dengan loyalitas dari stakeholder kepada perusahaan. Tahukah Anda jika ada beberapa stakeholder yang enggan untuk membeli suatu produk dari perusahaan karena permasalahan sosial dan lingkungannya.  Tentu hal tersebut menjadi faktor penting untuk dipahami oleh perusahaan. Dengan mengelaborasikan konsep TBL dalam setiap program CSR nya, maka akan berkesinambungan dengan meningkatkan loyalitas stakeholder kepada perusahaan.  Di lain sisi, para pegawai yang juga akan loyal bekerja di dalam perusahaan. Karena dari aspek sosiologis, pegawai merasa jika tindakan yang dilakukan oleh perusahaan dalam mengimplementasikan program CSR berdampak baik terhadap sosial dan lingkungan.  5. Ikut Serta dalam Mendukung Sustainable Development Kelima, yaitu perusahaan akan ikut serta dalam mendukung pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Menurut ekonom Emil Salim, pembangunan berkelanjutan adalah proses pembangunan yang mengoptimalkan manfaat dari sumber daya alam dan manusia.  Kemudian, pembangunan berkelanjutan ini juga dikonseptualisasikan menjadi Sustainable Development Goals (SDGs) yang telah disepakati oleh 193 negara. Di mana empat pilar dari SDGS beberapa di antaranya adalah sosial, ekonomi, dan lingkungan. Atas dasar ini, perusahaan akan berpartisipasi dalam mengambil peran dalam terwujudkan pembangunan berkelanjutan.  Konsep Triple Bottom Line (TBL) di Indonesia Dari penjelasan manfaat Triple Bottom Line (TBL) di atas, maka dapat dipahami jika substansi dari TBL sudah diimplementasikan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia. Terutama hal ini juga telah diatur dalam UU No. 40 Tahun 2007 mengenai Corporate Social Responsibility (CSR) yang juga hasil dari elaborasi konsep TBL.  Jangan lupa untuk membaca artikel lain mengenai CSR, SDGs, PROPER, dan Community Development dari Olahkarsa di sini. 
Olahkarsa Official on
6 Masalah dalam Triple Bottom Line, Apa Saja?
Community Development, CSR, Sustainability, Sustainable Development Goals

6 Masalah dalam Triple Bottom Line, Apa Saja?

Triple Bottom Line (TBL) sebagai sebuah konsep pengukuran kinerja perusahaan yang menggambarkan sustainability nyatanya memiliki beberapa permasalahan. Kira-kira apa saja masalah Triple Bottom Line (TBL) yang cukup fundamental?  Artikel dari Olahkarsa ini akan mengulas enam masalah dari TBL yang mencakup beberapa substansi penting. Cari tahu di bawah ini! Masalah dalam Triple Bottom Line (TBL) yang Wajib Anda Tahu! Tahukah Anda jika dalam perkembangannya, konsep Triple Bottom Line (TBL) mendapatkan hujanan kritik substansial secara akademis oleh beberapa peneliti dan pengamat. Konsep TBL yang berlandaskan prinsip 3P, yaitu profit, people, dan planet memiliki enam permasalahan multidimensi, yaitu: 1. Konteks Pengukuran Pertama, permasalahan yang cukup sering ditemukan dalam konsep TBL yaitu dari segi pengukurannya. Karena TBL adalah pengukuran kinerja perusahaan yang berlandaskan sustainability, maka letak kendalanya yaitu pada konteks pengukurannya yang dapat dibedah menjadi dua poin. Yang pertama, adanya ketiadaan satuan ukuran yang linier pada setiap variabel dalam TBL. Hal ini berimplikasi terhadap alternatif pada interval pengukuran variabel satuan, seperti moneter, indeks, dan satuan lainnya.  Lalu poin kedua adalah pada kompleksitas usaha pengukuran yang membutuhkan interval waktu yang relatif panjang pada dimensi sosial dan lingkungan. Tentu hal ini cukup kontradiktif dengan dimensi ekonomi yang cenderung lebih mudah karena berlandaskan angka statistik. 2. Sifat dari Triple Bottom Line (TBL) Kedua, permasalahan dari konsep TBL terletak pada sifat laporannya yang terlalu naratif dan deskriptif. Menurut Bouten (2011), laporan TBL yang disusun hanya fokus pada penggambaran secara deskriptif dari setiap program yang terealisasi dan implikasinya terhadap dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan.  Karena hal ini, maka laporan TBL selalu mengandung narasi-narasi positif yang memperbaiki citra perusahaan tanpa menggambarkan permasalahan yang terjadi. Sehingga muncul rasa skeptis dari laporan TBL yang kurang komprehensif dan representatif.  3. Belum Terstandarisasi dengan Jelas Ketiga, permasalahan dari TBL terletak pada belum ada standarisasi yang jelas terkait pada laporan inti dan penegakannya. Sederhananya, hal ini berkaitan dengan sistem audit laporan TBL yang menjadi prosedur wajib.  Menurut Christofi (2012) belum adanya standarisasi yang jelas disebabkan oleh proses yang masih menggantung dan stagnan di fase perkembangan. Dampaknya cukup jelas, yakni munculnya diferensiasi format dan isi dari laporan TBL pada beberapa perusahaan. Di sisi lain, Global Reporting Initiative (GRI) belum mampu menjadi landasan yang konkret dan jelas bagi penyusuan laporan TBL. Alasannya, GRI tidak bisa menyelesaikan masalah-masalah teknis yang berada dalam penyusuan laporan TBL. 4. Laporan yang Tidak Representatif Keempat, laporan TBL dirasa kurang merepresentasikan suatu isu tertentu yang ada di internal perusahaan. Menurut Othman dan Ameer (2009), laporan TBL diinterpretasi sebatas instrumen normatif untuk mempercantik citra atau branding perusahaan di kalangan stakeholder. Laporan TBL juga dianggap kurang merangkul pihak stakeholder yang sebenarnya memiliki peranan sentral di perusahaan. Dampak yang terjadi adalah bias substansi dari laporan dan berkorelasi terhadap kurang berkualitasnya laporan TBL yang telah disusun. 5. Bias Antara Laporan Triple Bottom Line (TBL) dengan Laporan Keuangan Kelima, laporan TBL yang merangkum kinerja perusahaan dalam segi ekonomi, sosial, dan lingkungan tidak memiliki diferensiasi yang gamblang dengan laporan keuangan. Isi dari laporan TBL banyak menuturkan terkait poin ekonomi atau finansial sehingga diduga mirip dengan laporan ekonomi konvensional. Mengutip dari Smith dan Sharicz (2011) bahwa hal ini ditengarai oleh konstruksi sosial yang masih memisahkan antara ketiga poin dari TBL, yaitu ekonomi, sosial, dan lingkungan. Padahal ketiga poin tersebut sifatnya satu kesatuan dan tidak terpisahkan dari segi substansi serta laporan. 6. Kelemahan dari Global Reporting Initiative (GRI) Keenam, yaitu terletak pada kelemahan Global Reporting Initiative (GRI) yang cukup terlihat. Sebagai pedoman dalam menyusun laporan TBL, GRI dianggap kurang memiliki definisi konseptual terkait sustainability maupun sustainability development.  Atas dasar hal ini, terjadi simplifikasi makna dan berkorelasi terhadap kurang terintegrasinya konteks sustainability dengan praktiknya. Oleh sebab itu, kelemahan GRI memiliki efek domino yang berakibat pada regresi kualitas dan impact dari laporan TBL. Lalu Apa Kesimpulannya? Dari penjelasan mengenai masalah Triple Bottom Line (TBL) di atas, maka dapat dipahami jika konsep ini masih terus berkembang dan tidak luput dari beberapa kritik substansial dari beberapa akademisi. Namun yang terpenting, konsep TBL masih menjadi terobosan yang luar biasa terhadap laporan perusahaan dengan poin 3P nya. Ayo baca artikel dari Olahkarsa mengenai CSR, SDGs, Community Development, PROPER, dan lain-lain di sini.
Olahkarsa Official on
Triple Bottom Line: Sejarah, Definisi, dan Susbtansinya
Community Development, CSR, Insight, PROPER, Sustainability, Sustainable Development Goals

Triple Bottom Line: Sejarah, Definisi, dan Substansinya

Triple Bottom Line atau yang sering disingkat sebagai TBL merupakan salah satu konsep yang begitu erat kaitannya dengan pembangunan. Tetapi dalam konteks aplikasinya, konsep TBL ini menjadi pendekatan yang menjelma sebagai parameter perusahaan dalam melakukan kegiatan produksinya.  Kira-kira bagaimana sejarah, definisi, dan juga substansi dari Triple Bottom Line (TBL)? Baca di bawah ini! Bagaimana Sejarah Triple Bottom Line (TBL)? Orientasi yang menjadi prinsip dari operasional perusahaan adalah keuntungan. Karena hal ini, perusahaan cenderung mendiskreditkan faktor dan dampak negatif dari proses implementasi yang dilakukan secara masif.  Dampak negatif yang lahir dari kegiatan industri terhadap lingkungan cukup variatif. Mulai dari pencemaran lingkungan hidup, pemanasan global, deforestasi, rusaknya sumber daya alam, hingga area resapan air yang berkurang.  Atas dasar hal ini, muncul suatu konsepsi yang bernama Triple Bottom Line atau TBL yang menjadi acuan bagi perusahaan untuk melangsungkan kegiatan industrialisasinya. Konsep TBL ini secara cepat merangsang berbagai stakeholder untuk akhirnya mengejawantahkan di dalam perusahaan.  Tahukah Anda jika konsep TBL ini pertama kali digagas oleh John Elkington dalam bukunya yang berjudul Cannibal with Forks tahun 1994. Buku ini menjadi buah bibir di kalangan akademisi maupun pengusaha karena kritik tajamnya mengenai pembangunan dan industrialisasi yang mengeliminasi lingkungan hidup secara eksplisit.  Beberapa tahun setelahnya, konsep TBL dianggap sebagai terobosan baru yang menggugah ruang akademis maupun praktis (bisnis). Sehingga pada ilmu mengenai development studies dan economic development, konsep TBL dikaji secara mendalam dengan analisis yang semakin berkembang.  Baca Juga: Apa Manfaat Melakukan Penghitungan SROI? Apa Definisi dari Triple Bottom Line (TBL)? Elkington dalam banyak tulisannya mengisyaratkan bahwa Triple Bottom Line (TBL) erat kaitannya dengan tiga proposisi penting, yaitu economic prosperity, environmental quality, dan social justice.  Tiga proposisi penting ini diinterpretasikan sebagai landasan fundamental yang menginspirasi adanya pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Yang secara praktis dibumikan oleh perusahaan pada implementasi tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR). Secara definitif, TBL adalah konseptualisasi dari pengukuran kinerja perusahaan yang ditilik dari dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dari adanya konsep TBL, maka perusahaan harus menyelaraskan dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungannya pada kegiatan produksinya. “Captures the essence of sustainability by measuring the impact of an organization’s activities on the world…. including both its profitability and shareholder values and its social, human and environmental capital.” (Andrew Savits, 2011) Dimensi ekonomi, sosial, dan lingkungan sifatnya saling melengkapi dan interdependensi. Di mana ada liniearitas dari tiga proposisi tersebut dengan visi mewujudkan keberlanjutan atau keberlangsungan (sustainability). Bahkan tiga proposisi ini sifatnya mutually reinforcing bukan mutually exclusive, artinya dapat dimaknai sebagai triple bottom line sustainability. Baca Juga: Apa Saja Keuntungan PROPER bagi Perusahaan? Cari Tahu! Substansi Utama dari Triple Bottom Line (TBL) Konsep Triple Bottom Line (TBL) merupakan fondasi dari kegiatan corporate social responsibility (CSR) bagi perusahaan. Artinya, jika melakukan tanggung jawab sosial perusahaan harus memperhatikan substansi utama dari TBL.  Substansi utama dari TBL sering disingkap menjadi 3P, yaitu profit, people, dan planet. Bagaimana penjelasannya? Profit Pertama, yaitu profit atau keuntungan yang tetap menjadi orientasi objektif perusahaan. Setiap skema bisnis yang dirancang oleh perusahaan memiliki tujuan utama untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya.  Merujuk pada hal ini, konsep TBL tidak mereduksi profit sebagai bagian yang penting dalam konteks pengukuran kinerjanya. Tetapi TBL menekankan pada keuntungan yang maksimal harus memperhatikan aspek efisiensi biaya, reformasi birokrasi, hingga pembenahan dari segi manajemen internal.  People Kedua, yaitu people atau masyarakat sebagai salah satu stakeholder dalam perusahaan. Dewasa ini, perusahaan harus memperhatikan kesejahteraan masyarakat utamanya yang berada di sekitar lokasi produksi.  Perusahaan sebagai sebuah lembaga harus ikut berpartisipasi dalam memberikan dampak yang positif terhadap masyarakat. Terlebih, perusahaan kerap kali memiliki stigma buruk kepada masyarakat yang tercermin di beberapa kasus.  Untuk itu, perusahaan harus peduli kepada masyarakat dengan memberikan berbagai program akomodatif dengan tujuan meningkatkan kompetensi dan kesejahteraan bagi masyarakat sekitar. Di lain sisi, perusahaan akan mendapatkan citra positif dari masyarakat dan media karena kepeduliannya dengan masyarakat.  Planet Ketiga, yaitu planet yang merujuk pada aspek lingkungan hidup. Tidak dapat dipungkiri jika lingkungan menjadi harga mahal yang harus digadaikan dari proses industrialisasi perusahaan.  Untuk mencapai pembangunan berkelanjutan (sustainable development), maka saat ini perusahaan harus memperhatikan aspek lingkungan hidup di tengah kegiatan produksinya. Perusahaan harus ikut menjaga, mitigasi, dan menanggulangi dampak-dampak negatif terhadap lingkungan.  Polusi, pencemaran udara, deforestasi, dan perubahan iklim adalah beberapa dampak nyata dari kegiatan perusahaan. Untuk itu, sudah saatnya perusahaan peduli dan ikut serta sebagai aktor terdepan dalam mengimplementasikan SDGs.  Lalu Kesimpulannya? Sejarah, definisi, dan substansi dari Triple Bottom Line (TBL) merupakan wawasan yang perlu Anda ketahui untuk memperdalam cakrawala pengetahuan mengenai isu sustainability. Substansi 3P dari TBL harus menjadi referensi utama bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan produksinya.  Baca artikel dari Olahkarsa lain di sini.  Baca Juga: Mengintip Kriteria Pemilihan Peserta dalam PROPER
Olahkarsa Official on
CSR, Technology, Updates

Monitoring Program CSR lebih Efektif dengan SR APP modul CSR Monev (MNE-1001)

SR APP: Aplikasi CSR Pertama di Indonesia SR APP merupakan software yang dapat membantu perusahaan dalam menjalankan manajemen program CSR secara lebih efektif, efisien dan terintegrasi. Banyak dari perusahaan yang tidak memiliki ketersediaan data yang cukup berkaitan dengan kinerja sosial, perkembangan dinamika masyarakat serta progres implementasi program CSR yang dilakukan. Berikut merupakan keuntungan dalam penggunaan SR APP: Membuat tata kelola Program CSR menjadi lebih terstrukturManajemen data CSR secara realtime untuk proses monitoring secara lebih efektifMenampilkan hasil report secara lebih interaktif dan cepatMenampilkan insight data CSR yang lebih bermakna untuk pengambilan keputusan yang strategis Modul CSR MONEV (MNE-1001)  Monitoring dan evaluasi program CSR merupakan komponen penting dan rutin yang harus dilakukan oleh perusahaan, dengan tujuan memastikan proses dalam program csr suatu perusahaan berjalan dengan baik dan efisien. Namun pada praktiknya pelaksanaan monitoring dan evaluasi program CSR terkadang terdapat banyak proses yang kurang efektif sehingga dapat memperlambat proses yang diawasi.  Modul CSR MONEV (MNE-1001) merupakan modul SR APP yang dikembangkan untuk melakukan monitoring dan evaluasi program CSR yang dijalankan oleh perusahaan. Modul CSR MONEV (MNE-1001) membantu dalam meningkatkan efektivitas pelaksanaan monitoring dan evaluasi program CSR yang ada dalam suatu perusahaan. Bagaimana melalui SR APP Modul CSR MONEV (MNE-1001) dapat membantu meningkatkan efektivitas proses monitoring dan evaluasi program CSR dalam perusahaan? Berikut merupakan beberapa fitur dan keunggulan proses monitoring dan evaluasi menggunakan SR APP: CSR MONEV Real-time Monitoring  Pada umumnya proses monitoring pelaksanaan program CSR dilakukan tiap minggu ataupun tiap bulan. Hal ini jelas dapat mengurangi efektivitas karena diperlukan pembuatan laporan mingguan ataupun bulanan yang perlu dibuat untuk melaporkan progress. Dengan menggunakan SR APP: CSR MONEV pihak terkait dapat melakukan monitoring secara langsung (realtime) dari aplikasi sehingga dapat mengetahui sejauh mana progress program saat itu. Data Program Data program dapat digunakan untuk menampilkan seluruh daftar program pada perusahaan. Dalam data program ini seluruh program dapat diketahui kapan mulai dan selesai ataupun kapan dilaksanakannya tiap program tersebut. Detail Program Dalam fitur ini seluruh informasi dari program secara detail tergambarkan mulai dari proses perencanaan, implementasi dan evaluasi dari suatu program CSR. Hal ini dapat membantu CSR Officer dalam menjalankan implementasi di lapangan. Selain itu data yang telah diinput dapat membantu pengambilan keputusan dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi program CSR. CSR Officer dapat mengetahui perkembangan progress yang telah dilakukan. Data Master Data master merupakan data yang perlu diisi sebelum digunakan aplikasi, namun data master dapat di update kapanpun sesuai dengan perkembangan program di lapangan. Data master merupakan data rujukan yang akan digunakan dalam kepentingan operasional dari aplikasi. Dasbor Dasbor dapat menampilkan rangkuman dari seluruh kegiatan CSR dalam perusahaan terutama dalam monitoring dan evaluasi program CSR. Dalam dasbor terdapat stakeholder yang terlibat, penerima manfaat, keuangan, cakupan publikasi, aktivitas, dan WebGIS yang dapat menunjukkan titik lokasi program. Baca juga: Ketahui 7 Tahapan Community Development! Creating Shared Value, Masa Depan Bisnis Berkelanjutan 3 Bentuk Implementasi Creating Shared Value
Olahkarsa on
Tipe-tipe Desa Sesuai SDGs Desa, Ternyata Begini Pengelompokannya
Community Development, CSR, Innovation, Sustainable Development Goals

Tipe-tipe Desa Sesuai SDGs Desa, Ternyata Begini Pengelompokannya

Tipe-tipe desa sesuai SDGs Desa dimaksudkan untuk mengoperasionalkan tujuan pembangunan Desa yang dimandatkan oleh UU Desa. Maka penggunaan Dana Desa diprioritaskan untuk mewujudkan 8 (delapan) tipologi Desa dan 18 (delapan belas) tujuan SDGs Desa. Undang-Undang Desa memandatkan bahwa tujuan pembangunan Desa adalah meningkatkan kesejahteraan masyarakat Desa dan kualitas hidup manusia, selanjutnya penanggulangan kemiskinan. SDGs Desa diharapkan menjadi arah kebijakan pembangunan serta visi misi kepala desa. “Kami harap, seluruh arah kebijakan pembangunan, serta visi misi Kepala Desa harus bertumpu atau merujuk pada SDGs Desa” jelas Gus Menteri. Apa tipe desamu? Yuk simak infografis tipe-tipe desa sesuai SDGs Desa.  Dasar Hukum terkait dengan SDGs Desa: Dalam menjalankan SDGs Desa, kita berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk mewujudkan SDGs Desa, Kemendes PDTT telah menerbitkan Peraturan Menteri Desa PDTT No 13/2020, yang menyatakan Rp 72 triliun dana desa tahun 2021 diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan SDGs Desa. Berikut ini adalah dasar hukum terkait dengan SDGs Desa: 1. Permendes PDTT No. 2 Tahun 2016 tentang Indeks Desa Membangun; 2. Permendes PDTT No. 13 Tahun 2020 tentang Prioritas Penggunaan Dana Desa Tahun 2021; 3. Permendes PDTT No. 21 Tahun 2020 tentang Pedoman Umum Pembangunan Desa dan Pemberdayaan Masyarakat Desa; 4. Surat Plt. Ditjen PDP Kementerian Desa PDTT No. 5/PR.03.01/III/2021 Tanggal 1 Maret 2021 tentang Pemutakhiran Data IDM Berbasis SDGs Desa. Dalam Permendes arahan SDGs Desa sudah sangat jelas, bahwa dana desa harus dirasakan kehadirannya untuk warga desa khususnya yang golongan terbawah. Selain itu dana desa juga harus berdampak pada peningkatan ekonomi dan Sumber Daya Manusia Desa, hal ini sesuai arah Presiden. Akan tetapi, secara garis besar Kemendes PDTT tetap memberikan keleluasaan kepada pemerintah desa dalam menentukan arah pembangunan desa yang sesuai dengan kondisi faktual di desa. Hal ini menjadi ruang bagi pemerintah desa untuk bisa menjalankan program yang memang paling sesuai dengan kondisi desa mereka. Kemendes PDTT telah membagi sembilan tipe-tipe desa sesuai dengan SDGs Desa, yaitu: SGDs Desa adalah pembangunan total atas desa yang mengarah pada 18 tujuan pembangunan berkelanjutan di desa. SDGs Desa ini diyakini berkontribusi 74 persen atas pencapaian SDGs nasional. Kemendes PDTT telah membagi sembilan tipe desa yang sesuai dengan SDGs Desa, yaitu: Desa Tanpa Kemiskinan dan Kelaparan 1. Desa Tanpa Kemiskinan a. Tingkat Kemiskinan Desa mencapai 0% b. Persentase Warga Desa peserta SJSN Bidang Kesehatan c. Keluarga miskin penerima bantuan sosial mencapai 100% d. Keluarga miskin mendapatkan pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih dan hunian layak mencapai 100% e. Keluarga miskin korban bencana yang ditangani mencapai 100% 2. Desa Tanpa Kelaparan a. Prevalensi kurang gizi, kurus, stunting, anemia turun menjadi 0% b. Prevalensi bayi mendapat ASI eksklusif mencapai 100% c. Ada kawasan pertanian pangan berkelanjutan Desa Ekonomi Tumbuh Merata 1. Pertumbuhan Ekonomi Desa merata a. PDB Desa rata-rata di atas Rp. 30 juta b. Pekerja sektor formal minimal 51% c. Terdapat akses permodalan formal, dan UMKM mendapat aksesnya d. Tingkat pengangguran terbuka 0% e. PKTD menyerap > 50% pengangguran di Desa f. Angkatan kerja baru yang dilatih mencapai 100% g. Tempat kerja memiliki fasilitas kesehatan dan keamanan mencapai 100% h. Wisatawan meningkat, dan kontribusi wisata mencapai 8% PDB Desa 2. Infrastruktur dan Inovasi Desa sesuai dengan Kebutuhan a. Jalan kondisi baik mencapai 100% b. Dermaga/tambatan perahu kondisi baik mencapai 100% c. Laju pertumbuhan industri rumah tangga, kecil dan menengah di atas pertumbuhan PDB Desa d. Kontribusi industri pengolahan 8% PDB Desa e. Industri yang mencemari udara mencapai 0% 3. Desa Tanpa Kesenjangan a. Koefisien Gizi Desa di bawah 0,200 b. Tingkat Kemiskinan 0% c. Status Perkembangan Desa A (setara mandiri) d. Indeks kebebasan sipil mencapai skor 100 e. Jumlah pekerja peserta BPJS Ketenagakerjaan mencapai 100% f. Tersedia Perdes / SK Kades tentang advokasi pekerja migran 4. Konsumsi dan Produksi Desa Sadar Lingkungan a. Tersedia Perdes / SK Kades tentang kegiatan usaha yang tidak menimbulkan pencemaran dan pengelolaan limbah serta sampah rumah tangga b. Tersedia unit pengolah sampah Desa Peduli Kesehatan 1. Desa Sehat dan Sejahtera a. BPJS Kesehatan mencapai 100% penduduk b. Unmeet need pelayanan kesehatan mencapai 0% c. Persentase persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan dan menggunakan tenaga kesehatan terampil mencapai 100% d. Angka kematian ibu per 100 ribu kelahiran hidup 0 e. Angka kematian bayi per 1000 ribu kelahiran hidup 0 f. Imunisasi dasar lengkap pada bayi mencapai 100% g. Jumlah RT yang menjalankan eliminasi malaria, kusta, filariasis (kaki gajah) mencapai 100% h. Persentase perokok < 18> i. Posyandu yang menangani kesehatan jiwa pada 100% RT j. Korban penyalahgunaan NAPZA (narkoba) 100% ditangani panti rehabilitasi sosial k. Korban mati dan luka berat akibat kecelakaan lalu lintas mencapai 0% l. Prevalensi pemakaian kontrasepsi jangka pendek dan jangka panjang pada orang menikah usia produktif (usia 18-49 tahun) mencapai 100% m. Angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun (age specific fertility rate/ASFR) mencapai 0% n. Total Fertility Rate (TFR) di bawah 1,5 2. Desa Layak Air Bersih dan Sanitasi a. Akses terhadap layanan air minum dan sanitasi layak mencapai 100% keluarga b. Keluarga dan industri yang dilayani air baku mencapai 100% c. Keluarga dan industri pengguna fasilitas air limbah dan lumpur tinja mencapai 100% d. Kualitas sumber air tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa di seluruh RT e. Terdapat perdes/SK Kades tentang penggunaan air tanah, tata kelola sumber daya air f. Pengurangan ongkos air irigasi pada industri bagi yang menerapkan air limbah yang aman untuk pertanian g. Tersedianya perdes/SK Kades pelestarian lingkungan di sekitar aliran sungai h. Tersedianya informasi dari stasiun hidrologi dan klimatologi terdekat i. Tersedianya informasi sumber daya air j. Jumlah mata air tetap (tidak berkurang) k. Terdapat kegiatan penanaman pohon disekitar aliran dan pengerukan sungai serta danau l. Air danau dan sungai tidak berwarna, tidak berbau, tidak berasa m. Tidak ada lahan tandus dan erosi 3. Kawasan Pemukiman Desa Aman dan Nyaman a. Rumah kumuh mencapai 0% b. Pengamanan dilaksanakan di 100% RT c. Keluarga, orang tua, perempuan dan difabel pengguna moda transportasi umum >50% c. Penduduk yang pindah ke kota <15> d. Swasta dan organisasi kemasyarakatan cangkrukan untuk pembangunan desa e. Budaya yang dilestarikan mencapai 100% f. Indeks resiko bencana (IRB) seluruh RT mencapai 0% g, Tersedia peringatan dini bencana h. Terdapat pengolahan sampah dan Penanganan sampah keluarga mencapai 100% i. Terdapat taman/lapangan di desa Desa Peduli Lingkungan Hidup 1. Desa Peduli Lingkungan Laut a. Tersedia perdes/SK Kades tentang tata ruang desa dan perlindungan sumberdaya laut b. Penangkapan ikan meningkat secara wajar (tidak eksploitatif) sesuai jenis ikan c. Luas kawasan konservasi perairan minimal 33% dari luas desa d. Tidak ada illegal fishing 2. Desa Peduli Lingkungan Darat a. Tersedia perdes/SK Kades tentang pelestarian keanekaragaman hayati b. Luas kawasan lahan terbuka minimal 33% dari luas desa c. Luas lahan hutan rusak dan lahan kritis di hutan mencapai 0%, pemanfaatan kayu dari hutan yang direstorasi d. Peningkatan satwa yang terancam punah >50% e. Perusak lingkungan yang dipidana mencapai 100% Desa Peduli Pendidikan 1. Pendidikan Desa Berkualitas a. Akses anak ke SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA terakreditasi minimal B mencapai 100% b. Akses anak ke pesantren mencapai 100% c. APK PAUD/TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA mencapai 100% d. APM PAUD/TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA laki-laki dan perempuan mencapai 100% e. Angka melek aksara latin dan non latin pada penduduk usia di atas 15 tahun mencapai 100% f. Rata-rata lama sekolah penduduk >20 tahun mencapai 12 tahun g. Tersedia Taman Bacaan Masyarakat atau perpustakaan Desa Ramah Perempuan 1. Keterlibatan Perempuan Desa a. Perdes/SK Kades yang responsif gender mendukung pemberdayaan perempuan minimal 30% b. Terdapat perdes/SK Kades yang menjamin perempuan untuk mendapatkan pelayanan, informasi, dan pendidikan terkait keluarga berencana dan kesehatan reproduksi. c. Prevalensi kasus kekerasan terhadap anak perempuan mencapai 0% d. Kasus kekerasan terhadap perempuan yang mendapat layanan komprehensif mencapai 100% e. Median usia kawin pertama perempuan (pendewasaan usia kawin pertama) di atas 18 tahun f. Angka kelahiran pada remaja usia 15-19 tahun (age specific fertility rate/ASFR) mencapai 0% g. APK SMA/SMK/MA/sederajat mencapai 100% h. Persentase jumlah perempuan di Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan perangkat desa minimal 30% i. Persentase jumlah perempuan yang menghadiri musdes dan berpartisipasi dalam pembangunan desa minimal 30% j. Unmeet need kebutuhan ber-KB mencapai 0%, dan Pasangan Usia Subur (PUS) memahami metode kontrasepsi modern minimal 4 jenis Desa Berjejaring 1. Kemitraan Untuk Pembangunan Desa a. Rasio penerimaan perpajakan terhadap PDB Desa di atas 12% per tahun b. Terdapat kerja sama desa dengan desa lain, pihak ketiga, dan lembaga internasional c. Tersedia jaringan internet tetap (wifi) dan mobile (handphone) berkecepatan tinggi d. Komoditas desa yang diekspor meningkat e. Informasi kondisi sosial dan ekonomi desa dapat diakses publik f. Tersedia data statistik desa setiap tahun, aplikasi statistik dan petugas bidang statistik di desa g. Tersedia data SDGs setiap tahun Desa Tanggap Budaya 1. Desa Damai Berkeadilan a. Kriminalitas, perkelahian, KDRT, kekerasan terhadap anak mencapai 0% b. Terselenggara gotong royong antar penduduk berbeda agama, ras, golongan c. Pekerja anak mencapai 0% d. Perdagangan manusia mencapai 0% e. Tersedia layanan hukum untuk orang miskin, orang miskin yang memperoleh bantuan hukum mencapai 0% f. Proses pengadaan barang dan jasa terbuka untuk publik g. Laporan pertanggungjawaban Kades dan laporan keuangan diterima dalam Musdes h. SOTK pemerintahan desa sesuai peraturan yang berlaku i. Tingkat kepuasan pelayanan pemerintah desa tinggi j. Perempuan dalam BPD dan perangkat desa mencapai minimal 30% k. Indeks lembaga demokrasi, kebebasan sipil, dan hak politik mencapai 100 l. Cakupan kepemilikan akta kelahiran 100% m. Penanganan terhadap aduan pelanggaran karena suku, agama, ras, dan golongan mencapai 100% n. Dokumen perencanaan dan keuangan desa dapat diakses publik, disediakan dalam waktu sehari, dan seluruh pengaduan informasi ditangani 2. Kelembagaan Desa Dinamis dan Budaya Desa Adaptif a. Kegiatan tolong menolong yang didasarkan pada ajaran agama b. Tokoh agama berpartisipasi dalam musdes dan implementasi pembangunan desa c. Terdapat kegiatan santunan/pemeliharaan anak yatim dan orang miskin d. SOTK pemerintah desa sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku e. Pelaksanaan musdes minimal 4 kali setahun f. Tersedia dokumen RPJMDes, RKPDes, APBDes g. Tersedia peta batas desa yang telah ditetapkan oleh bupati/walikota h. Bumdes/ma terakreditasi minimal B i. Budaya yang dilestarikan mencapai 100%, lembaga adat aktif j. Penyelesaian masalah sosial melalui pendekatan budaya >50% k. Aset desa meningkat l. Lembaga kemasyarakatan desa yang ikut musdes >30% Baca juga: Pentingnya Stakeholder Engagement dalam CSR (Corporate Social Responsibility) 5 Jenis Warna Penilaian PROPER dalam Pengelolaan Lingkungan 5 Indikator Keberhasilan PROPER bagi Perusahaan Pelatihan strategis pelaksanaan SDGs Desa Program pembangunan terfokus pada SDGs Desa, menjadi harapan besar bagi desa pembangunan desa berbasis kondisi faktual,  dengan fokus pada tiga prioritas dana desa. Dengan mengetahui tipe-tipe desa Sesuai SDGs Desa, SDGs Desa dengan 18 tujuan utama perlu menjadi perhatian bagi desa dalam upaya mewujudkan pembangunan yang berkelanjutan. Unduh Buku SDGs Desa 2021 Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Tujuan dan Manfaat Pendataan SDGs Desa
Community Development, CSR, CSV, Sustainable Development Goals

Tujuan dan Manfaat Pendataan SDGs Desa

SDGs Desa telah berkontribusi sebesar 74 persen terhadap pencapaian tujuan dan manfaat pendataan SDGS desa dan pembangunan nasional berkelanjutan. Angka 74 persen tersebut diperoleh berdasarkan aspek kewilayahan dan aspek kewarganegaraan. Dari aspek kewilayahan, sebesar 91 persen wilayah Indonesia adalah wilayah desa. Sebanyak 12 dari 18 tujuan SDGs Desa berkaitan erat dengan kewilayahan desa, khususnya pada tujuan 7 sampai 18 yang berkaitan erat dengan kewilayahan desa. Selain itu dari aspek kewargaan, 43 persen penduduk Indonesia ada di desa dan 6 tujuan SDGs berkaitan erat dengan warga desa. Dari kondisi tersebut, terlihat aksi SDGs desa memiliki kontribusi yang cukup signifikan. Tujuan dan Manfaat SDGs menjadi SDGs Desa  Mengutip dari Permendesa Nomor 13 Tahun 2020 setidaknya ada 18 tujuan dan manfaat pendataan SDGs Desa sebagai sasaran pembangunan berkelanjutan, yaitu: Goal 1: End poverty in all its form everywhere Untuk mencapai tujuan pengentasan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi harus inklusif, guna menciptakan lapangan kerja yang berkelanjutan dan mendorong kesetaraan. TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan): Mengakhiri segala bentuk kemiskinan di mana pun. Tujuan SDGs Desa: Desa tanpa kemiskinan Goal 2: End hunger, achieve food security and improved nutrition, and promote sustainable agriculture SDGs 2 adalah untuk memastikan bahwa setiap orang dimanapun memiliki cukup makanan berkualitas baik untuk menjalani hidup yang sehat. Untuk mencapai tujuan ini akan membutuhkan akses yang lebih di bidang pangan dan promosi bidang pertanian secara berkelanjutan. Hal ini memerlukan peningkatan produktivitas dan pendapatan petani skala kecil dengan mempromosikan akses ke lahan, teknologi dan pasar, sistem produksi pangan yang berkelanjutan dan praktik pertanian yang tangguh. Hal ini juga membutuhkan peningkatan investasi melalui kerjasama internasional untuk meningkatkan kapasitas produktif pertanian di negara-negara berkembang. TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan): Menghilangkan kelaparan, mencapai ketahanan pangan dan gizi yang baik, serta meningkatkan pertanian berkelanjutan. Tujuan SDGs Desa: Desa tanpa kelaparan Goal 3: Ensure healthy lives and promote well-being for all at all ages SDGs 3 berusaha untuk memastikan kesehatan dan kesejahteraan bagi semua. Tujuannya adalah untuk meningkatkan kesehatan reproduksi dan kesehatan ibu dan anak; mengakhiri epidemi HIV/AIDS, malaria, TBC, dan penyakit tropis yang terabaikan; mengurangi penyakit tidak menular dan penyakit lingkungan; mencapai cakupan kesehatan universal; dan memastikan akses universal terhadap obat-obatan dan vaksin yang aman, terjangkau dan efektif. Untuk itu, para pemimpin dunia berkomitmen untuk mendukung penelitian dan pengembangan, meningkatkan pembiayaan kesehatan, memperkuat kapasitas semua negara untuk mengurangi, dan mengelola risiko kesehatan. TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan): Menjamin kehidupan yang sehat dan meningkatkan kesejahteraan seluruh penduduk semua usia. Tujuan SDGs Desa: Desa sehat dan sejahtera Goal 4: Ensure inclusive and equitable quality education and promote lifelong learning opportunities for all SDGs 4 bertujuan untuk memastikan bahwa semua orang memiliki akses ke pendidikan berkualitas dan kesempatan belajar sepanjang hayat. Tujuan berfokus pada perolehan keterampilan dasar dan tingkat tinggi di semua tahap pendidikan dan pengembangan; akses yang lebih besar dan lebih merata ke pendidikan berkualitas di semua tingkatan serta pendidikan dan pelatihan teknis dan kejuruan (Technical and Vocational Education and Training/TVET); dan pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai yang dibutuhkan untuk berfungsi dengan baik dan memberikan kontribusi kepada masyarakat. TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan): Menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua. Tujuan SDGs Desa: Pendidikan desa berkualitas Goal 5: Achieve gender equality and empower all women and girls Dalam pemberdayaan perempuan dan anak untuk mencapai potensi penuh mereka diharuskan memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki. Ini berarti menghapuskan segala bentuk diskriminasi dan kekerasan terhadap mereka, termasuk kekerasan oleh pasangan intim, kekerasan seksual dan praktik-praktik berbahaya, seperti pernikahan anak dan mutilasi alat kelamin perempuan (Child Marriage and Female Genital Mutilation/FGM). Memastikan bahwa perempuan memiliki akses yang lebih baik untuk mendapatkan pekerjaan yang dibayar, kesehatan seksual dan reproduksi dan hak-hak reproduksi, dan kekuatan pengambilan keputusan nyata di ruang publik dan swasta akan lebih jauh memastikan bahwa pembangunan adil dan berkelanjutan. TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan): Mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan kaum perempuan. Tujuan SDGs Desa:  Keterlibatan perempuan desa Goal 6: Ensure availability and sustainable management of water and sanitation for all SDGs 6 lebih dari sekadar air minum, sanitasi, dan kebersihan, tetapi juga menangani kualitas dan keberlanjutan sumber daya air, yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia dan planet ini. Agenda 2030 mengakui pentingnya sumber daya air untuk pembangunan berkelanjutan, dan peran penting yang dimainkan oleh peningkatan air minum, sanitasi dan kebersihan di bidang lain, termasuk kesehatan, pendidikan dan pengurangan kemiskinan. TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan): Menjamin ketersediaan serta pengelolaan air bersih dan sanitasi yang berkelanjutan untuk semua. Tujuan SDGs Desa: Desa layak air bersih dan sanitasi Goal 7: Ensure access to affordable, reliable, sustainable, and modern energy for all Akses energi yang terjangkau, andal, dan berkelanjutan sangat penting untuk mencapai banyak Tujuan Pembangunan Berkelanjutan – mulai dari pengentasan kemiskinan melalui kemajuan di bidang kesehatan, pendidikan, pasokan air, dan industrialisasi hingga mitigasi perubahan iklim. Akses energi, bagaimanapun, sangat bervariasi di seluruh negara dan tingkat kemajuan saat ini masih kurang dari apa yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan. Upaya berlipat ganda akan diperlukan, terutama untuk negara-negara dengan defisit akses energi yang besar dan konsumsi energi yang tinggi. TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan): Menjamin akses energi yang terjangkau, andal, berkelanjutan, dan modern untuk semua. Tujuan SDGs Desa: Desa berenergi bersih dan terbarukan Goal 8: Promote sustained, inclusive, and sustainable economic growth, full and productive employment, and decent work for all Pertumbuhan ekonomi dapat menghasilkan kesempatan kerja baru dan lebih baik serta memberikan keamanan ekonomi yang lebih besar bagi semua. Selain itu, pertumbuhan yang cepat, terutama di antara negara-negara kurang berkembang dan negara-negara berkembang lainnya, dapat membantu mereka mengurangi kesenjangan upah relatif terhadap negara-negara maju, sehingga mengurangi ketidaksetaraan yang mencolok antara si kaya dan si miskin. TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan): Meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja yang produktif dan menyeluruh, serta pekerjaan yang layak untuk semua. Tujuan SDGs Desa: Pertumbuhan ekonomi desa merata Goal 9:  Build resilient infrastructure, promote inclusive and sustainable industrialization, and foster innovation SDGs 10 membahas tiga aspek penting dari pembangunan berkelanjutan: infrastruktur, industrialisasi dan inovasi. Infrastruktur menyediakan fasilitas fisik dasar yang penting bagi bisnis dan masyarakat; industrialisasi mendorong pertumbuhan ekonomi dan penciptaan lapangan kerja, sehingga mengurangi ketimpangan pendapatan; dan inovasi memperluas kemampuan teknologi sektor industri dan mengarah pada pengembangan keterampilan baru. TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan): Membangun infrastruktur yang tangguh, meningkatkan industri inklusif dan berkelanjutan serta mendorong inovasi. Tujuan SDGs Desa: Infrastruktur dan inovasi desa sesuai kebutuhan Goal 10: Reduce inequality within and among countries SDGs 10 menyerukan pengurangan ketidaksetaraan dalam pendapatan serta ketidaksetaraan berdasarkan jenis kelamin, usia, kecacatan, ras, kelas, etnis, agama, dan peluang – baik di dalam maupun di antara negara-negara. Para pemimpin dunia mengakui kontribusi positif migrasi internasional terhadap pertumbuhan inklusif dan pembangunan berkelanjutan, sambil mengakui bahwa hal itu menuntut tanggapan yang koheren dan komprehensif. Oleh karena itu, mereka berkomitmen untuk bekerja sama secara internasional untuk memastikan migrasi yang aman, tertib, dan teratur. Tujuan tersebut juga membahas isu-isu yang terkait dengan representasi dan bantuan pembangunan. TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan): Mengurangi kesenjangan intra dan antarnegara.  Tujuan SDGs Desa: Desa tanpa kesenjangan Goal 11: Make cities and human settlements inclusive, safe, resilient, and sustainable Saat ini, lebih dari setengah populasi dunia tinggal di kota. Pada tahun 2030, diproyeksikan bahwa 6 dari 10 orang akan menjadi penduduk perkotaan. Meskipun banyak tantangan perencanaan, kota menawarkan skala ekonomi yang lebih efisien di banyak tingkatan, termasuk penyediaan barang, jasa, dan transportasi. Dengan perencanaan dan manajemen risiko yang baik, kota dapat menjadi inkubator inovasi dan pertumbuhan serta pendorong pembangunan berkelanjutan. TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan): Menjadikan kota dan permukiman inklusif, aman, tangguh, dan berkelanjutan. Tujuan SDGs Desa: Kawasan pemukiman desa aman dan nyaman Goal 12: Ensure sustainable consumption and production patterns Untuk mencapai ini memerlukan sumber daya alam dan bahan beracun yang digunakan, serta limbah dan polutan yang dihasilkan di seluruh proses produksi dan konsumsi. SDGs 12 mendorong pola konsumsi dan produksi yang lebih berkelanjutan melalui berbagai tindakan, termasuk kebijakan khusus dan perjanjian internasional tentang pengelolaan bahan yang beracun bagi lingkungan. TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan): Menjamin pola produksi dan konsumsi yang berkelanjutan. Tujuan SDGs Desa: Konsumsi dan produksi desa sadar lingkungan Goal 13: Take urgent action to combat climate change and its impacts Perubahan iklim menghadirkan satu-satunya ancaman terbesar bagi pembangunan. Refeknya yang meluas dan belum pernah terjadi sebelumnya secara tidak proporsional membebani mereka yang paling miskin dan paling rentan. SDGs 13 tidak hanya menyerukan untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya, tetapi juga untuk membangun ketahanan dalam menanggapi bahaya terkait iklim dan bencana alam. TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan): Mengambil tindakan cepat untuk mengatasi perubahan iklim dan dampaknya. Tujuan SDGs Desa: desa tanggap perubahan iklim Goal 14: Conserve and sustainably use the oceans, seas, and marine resources for sustainable development Lautan, laut dan sumber daya kelautan lainnya sangat penting untuk kesejahteraan manusia dan pembangunan sosial dan ekonomi di seluruh dunia. Konservasi dan pemanfaatannya yang berkelanjutan sangat penting untuk untuk negara berkembang atau pulau kecil. Sumber daya laut sangat penting bagi masyarakat yang tinggal di komunitas pesisir, yang mewakili 37 persen populasi dunia pada tahun 2010. Lautan menyediakan mata pencaharian, penghidupan, dan manfaat dari perikanan, pariwisata, dan sektor lainnya. Mereka juga membantu mengatur ekosistem global dengan menyerap panas dan karbon dioksida (CO2) dari atmosfer. Namun, lautan dan wilayah pesisir sangat rentan terhadap degradasi lingkungan, penangkapan ikan yang berlebihan, perubahan iklim, dan polusi. TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan): Melestarikan dan memanfaatkan secara berkelanjutan sumber daya kelautan dan samudra untuk pembangunan berkelanjutan. Tujuan SDGs Desa: Desa peduli lingkungan laut Goal 15:  Protect, restore, and promote sustainable use of terrestrial ecosystems, sustainably manage forests, combat desertification, and halt and reverse land degradation and halt biodiversity loss SDGs 15 secara khusus berfokus pada pengelolaan hutan secara berkelanjutan, menghentikan dan membalikkan degradasi lahan dan habitat alami, berhasil memerangi penggurunan dan menghentikan hilangnya keanekaragaman hayati. Semua upaya gabungan ini bertujuan untuk memastikan bahwa manfaat ekosistem berbasis lahan, termasuk mata pencaharian yang berkelanjutan, akan dinikmati untuk generasi yang akan datang. TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan): Melindungi, merestorasi, dan meningkatkan pemanfaatan berkelanjutan ekosistem daratan, mengelola hutan secara lestari, menghentikan penggurunan, memulihkan degradasi lahan, serta menghentikan kehilangan keanekaragaman hayati. Tujuan SDGs Desa: Desa peduli lingkungan darat Goal 16: Promote peaceful and inclusive societies for sustainable development, provide access to justice for all, and build effective, accountable, and inclusive institutions at all levels Sejumlah daerah telah menikmati tingkat perdamaian dan keamanan yang meningkat dan berkelanjutan dalam beberapa dekade terakhir. Tetapi banyak negara masih menghadapi kekerasan yang berkepanjangan dan konflik bersenjata. Berbagai upaya sedang dilakukan untuk membuat lembaga-lembaga nasional dan internasional lebih efektif, inklusif dan transparan. Saat ini, lebih dari separuh dunia memiliki lembaga HAM yang diakui secara internasional. Namun, tantangan yang signifikan tetap ada. Contohnya seperti kurangnya data tentang berbagai bentuk kekerasan terhadap anak dan kelompok rentan lainnya, akses terhadap keadilan, dan akses publik terhadap informasi. TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan): Menguatkan masyarakat yang inklusif dan damai untuk pembangunan berkelanjutan, menyediakan akses keadilan untuk semua, dan membangun kelembagaan yang efektif, akuntabel, dan inklusif di semua tingkatan. Tujuan SDGs Desa: Desa damai berkeadilan Goal 17: Strengthen the means of implementation and revitalize the Global Partnership for Sustainable Development Target ini membutuhkan kemitraan global yang diperbarui dan ditingkatkan yang menyatukan pemerintah, masyarakat sipil, sektor swasta, sistem PBB, dan aktor lainnya. Memenuhi target implementasi, termasuk penggalangan dana yang diperlukan, adalah kunci untuk mewujudkan goal ini, seperti implementasi penuh Agenda Aksi Addis Ababa (Addis Ababa Action Agenda). Meningkatkan dukungan kepada negara-negara berkembang, khususnya negara-negara kurang berkembang merupakan dasar untuk menciptakan kemajuan yang adil bagi semua. TPB (Tujuan Pembangunan Berkelanjutan): Menguatkan sarana pelaksanaan dan merevitalisasi kemitraan global untuk pembangunan berkelanjutan.   Tujuan SDGs Desa: Kemitraan untuk pembangunan desa Goal 18: Dynamic village institutions and adaptive village culture Kelembagaan desa merupakan komponen yang sangat vital untuk mendorong keberlanjutan pembangunan. Karena itulah, keberadaan kelembagaan Desa harus diperkuat sehingga dapat menopang pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. SDGs Desa berusaha untuk mempertahankan kearifan lokal, serta melakukan revitalisasi dan menggerakan seluruh elemen lembaga-lembaga di tingkat desa. Karena, keterlibatan semua elemen desa, kuat dan berfungsinya lembaga di desa dalam kehidupan masyarakat, akan menjadi penopang kehidupan kebhinekaan di desa yang dinamis, serta pendorong tercapainya SDGs Desa. Tujuan SDGs Desa: Kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif Baca juga: Pentingnya Stakeholder Engagement dalam CSR (Corporate Social Responsibility) 5 Jenis Warna Penilaian PROPER dalam Pengelolaan Lingkungan 5 Indikator Keberhasilan PROPER bagi Perusahaan Tujuan dan manfaat pendataan SDGS desa jadi prioritas dana desa Berdasarkan amanat dari Presiden Joko Widodo, Menteri  Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi,  Abdul Halim, menyebut dana desa tahun depan agar dapat dirasakan oleh seluruh warga desa, hingga golongan terbawah. Hal itu disebutnya bahwa dana desa sebelumnya disinyalir masih belum sepenuhnya dirasakan oleh warga utamanya golongan terbawah.  Oleh karena itulah SDGs Desa ini diharapkan sebagai acuan untuk pembangunan desa tahun 2020-2024 dan akan masuk dalam prioritas penggunaan dana desa pada tahun 2021. Itulah artikel Tujuan dan Manfaat Pendataan SDGs Desa, semoga bermanfaat untuk kita semua! Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Cari Tahu! Indikator Global Reporting Initiative (GRI) G4
Community Development, CSR, CSV, Insight, PROPER, Sustainability, Sustainable Development Goals

Cari Tahu! Indikator Global Reporting Initiative (GRI) G4

Indikator Global Reporting Initiative (GRI) G4 harus diketahui sebagai salah satu landasan bagi perusahaan untuk menuliskan sustainability report. Kira-kira apa saja kategori dan aspek yang mendasari indikator GRI G4? Artikel dari Olahkarsa ini akan mengulas secara komprehensif terkait kategori dan aspek yang merupakan substansi utama dari indikator GRI G4. Simak di bawah ini! Indikator Global Reporting Initiative (GRI) G4 Perusahaan memiliki tanggung jawab untuk memberikan laporan komprehensif yang mencakup beberapa hal substansial kepada para stakeholder dan shareholder. Laporan tersebut dikenal dengan nama sustainability report atau laporan berkelanjutan.  Atas dasar hal ini, perusahaan harus melukiskan gambaran yang runtut, sistematis, dan komprehensif mengenai regulasi dan kebijakannya selama periode tertentu. Di sini peran Global Reporting Initiative (GRI) G4 begitu sentral sebagai rujukan utama dalam menulis laporan berkelanjutan.  Secara substansial, GRI G4 memiliki indikator-indikator yang harus dipenuhi oleh perusahaan yang melingkupi berbagai kategori dan aspek yang multidimensi. Penjelasan mengenai indikator yang berisi kategori dan aspek akan dijelaskan di bawah ini: 1. Kategori Ekonomi Ekonomi menjadi indikator yang penting bagi perusahaan untuk dapat melengkapi di dalam GRI G4. Kategori ini memiliki empat aspek pokok, yaitu: Kinerja Ekonomi: Nilai ekonomi langsung yang dihasilkan dan didistribusikan dan terkait dengan implikasi finansial dan risiko pada kegiatan organisasi. Selain itu, ada cakupan kewajiban organisasi atas program dan bantuan finansial dari pemerintah Keberadaan di Pasar: Terkait dengan rasio upah pegawai menurut gender yang dikomparasikan dengan upah minimum regional. Serta, perbandingan manajemen senior yang dipekerjakan dari masyarakat lokal Dampak Ekonomi Tidak Langsung: Pembangunan dan dampak investasi infrastruktur dan jasa yang diberikan. Serta terkait pada dampak ekonomi yang tidak langsung dirasakan oleh masyarakat. Praktik Pengadaan: Komparasi antara pembelian dari pemasok lokal di lokasi strategis. Baca Juga: Apa Manfaat Melakukan Penghitungan SROI? 2. Kategori Lingkungan Faktor lingkungan menjadi indikator GRI G4 yang cukup penting, hal ini berkaitan dengan sebelas aspek. Seperti: Bahan: Bahan yang digunakan berdasarkan volume serta terkait pada persentase bahan yang diimplementasikan secara fungsional. Energi: Berkaitan dengan konsumsi energi di dalam dan luar organisasi serta intensitas energi secara optimal maupun pengurangannya. Air: Total pengambilan air berdasarkan sumber air yang signifikan serta kalkulasi dari total volume air yang didaur ulang. Keanekaragaman Hayati: Lokasi-lokasi operasional yang dimiliki, disewa, dikelola di dalam, atau yang berdekatan dengan kawasan lindung dan kawasan dengan nilai keanekaragaman Hayati tinggi. Emisi: Terkait dengan emisi gas rumah kaca secara langsung maupun tidak langsung. Serta terkait pada intensitas peningkatan emisi dan pengurangan emisi gas rumah kaca. Efluen dan Limbah: Total air yang dibuang berdasarkan kualitas dan tujuan serta jumlah dari volume total air yang signifikan. Produk dan Jasa: Tingkat mitigasi dampak terhadap dampak lingkungan produk dan jasa. Serta pada presentase produk yang terjual dan kemasannya direklamasi menurut kategori. Kepatuhan: Nilai moneter denda signifikan dan jumlah total sanksi non-moneter karena ketidakpatuhan terhadap undang-undang dan peraturan lingkungan. Transportasi: Dampak lingkungan signifikan dari pengangkutan produk dan barang lain serta bahan untuk operasional organisasi, dan pengangkutan tenaga kerja. Lain-lain: Total pengeluaran dan investasi perlindungan lingkungan berdasarkan jenis. Terkait Asesmen Pemasok atas Lingkungan: Presentase pada pemasok baru menggunakan kriteria lingkungan serta adanya dampak lingkungan negatif yang signifikan. 3. Kategori Sosial Tentu saja dalam kategorisasi sosial terdapat delapan aspek yang menyelimuti, seperti: Kepegawaian: Jumlah total dan tingkat perekrutan karyawan baru dan turnover karyawan menurut kelompok umur, gender, dan wilayah. Serta tunjangan untuk karyawan dan tingkat retensi setelah cuti kerja.  Hubungan Industrial: Jangka waktu minimum pemberitahuan mengenai perubahan operasional, termasuk apakah hal tersebut tercantum dalam perjanjian bersama. Kesehatan dan Keselamatan Kerja: Presentase total tenaga kerja, jenis dan tingkat cedera, serta pekerja yang berisiko terkena penyakit. Pelatihan dan Pendidikan: Jam pelatihan rata-rata per tahun per karyawan menurut gender, dan menurut kategori karyawan. Serta Program untuk manajemen keterampilan dan pembelajaran seumur hidup yang mendukung keberlanjutan kerja karyawan dan membantu mereka mengelola purna bakti. Keberagaman dan Kesetaraan Peluang: Memberikan ukuran kuantitatif mengenai keanekaragaman dalam sebuah organisasi dan dapat digunakan sehubungan dengan tolok ukur sektoral atau regional. Kesetaraan Remunerasi Perempuan dan Laki-laki: Memuat penjelasan tentang Gaji Pokok Dan Remunerasi Bagi Perempuan Terhadap Laki-Laki Menurut Kategori Karyawan, Berdasarkan Lokasi Operasional. Aspek Asesmen Pemasok atas Praktik Ketenagakerjaan: Menginformasikan kepada pemangku kepentingan tentang persentase pemasok yang dipilih atau dikontrak yang harus menjalani proses uji tuntas untuk praktik perburuhan. Pengaduan Masalah Ketenagakerjaan: Memuat penjelasan tentang jumlah pengaduan tentang praktik ketenagakerjaan. Baca Juga: PROPER Adalah: Definisi, Kriteria, dan Mekanismenya 4. Kategori Hak Asasi Manusia Selanjutnya, ada kategori hak asasi manusia di dalam indikator GRI G4 yang memiliki sembilan aspek. Yaitu: Investasi: Menyajikan wawasan tentang kapasitas organisasi untuk menerapkan kebijakan dan prosedur hak asasi manusianya. Non-Diskriminasi: Memuat penjelasan tentang insiden diskriminasi dan tindakan perbaikan yang diambil.  Kebebasan Berserikat dan Perjanjian Kerja Bersama: Mengungkapkan tindakan yang dilakukan organisasi untuk mengevaluasi terkait peluang karyawan untuk melaksanakan hak mereka dalam hal kebebasan berserikat dan perjanjian kerja bersama. Pekerja Anak: Memuat penjelasan tentang operasi dan pemasok yang diidentifikasi berisiko tinggi melakukan eksploitasi pekerja anak dan tindakan yang diambil untuk berkontribusi dalam penghapusan Pekerja anak.  Poin Pekerja Paksa atau Wajib Kerja: Memuat penjelasan tentang operasi dan pemasok yang dianggap berisiko tinggi atas terjadinya eksploitasi pekerja paksa atau wajib kerja. Praktik Pengamanan: Menjelaskan presentase petugas pengamanan yang dilatih dalam kebijakan atau prosedur hak asasi manusia di organisasi yang relevan dengan operasi. Hak Adat: Terkait dengan jumlah total insiden pelanggaran yang melibatkan hak-hak masyarakat adat dan Tindakan yang diambil. Asesmen: Menginformasikan kepada pemangku kepentingan tentang persentase pemasok yang dipilih atau dikontrak yang harus menjalani proses uji tuntas untuk hak asasi manusia dari organisasi. Pengaduan Masalah Hak Asasi Manusia: Memuat penjelasan tentang jumlah total pengaduan tentang dampak hak asasi manusia. 5. Kategori Masyarakat Masyarakat sebagai salah satu stakeholder juga masuk ke dalam indikator GRI G4, berikut adalah tujuh aspeknya: Masyarakat Lokal: Memuat penjelasan tentang persentase operasi dengan pelibatan masyarakat lokal, asesmen dampak, dan program pengembangan yang diterapkan. Warga Anti-Korupsi: Memuat penjelasan tentang jumlah total dan persentase operasi yang dinilai untuk risiko terkait dengan korupsi. Kebijakan Publik: Mengidentifikasi dukungan organisasi untuk prakarsa-prakarsa politis (political causes), dan untuk memastikan integritas dan transparansi dalam urusan dan hubungan politis. Anti Persaingan: Tindakan hukum yang dilakukan berdasarkan hukum nasional atau internasional yang dirancang terutama untuk mengatur anti persaingan, antitrust, atau praktik monopoli. Aspek Kepatuhan: Memuat penjelasan tentang kemampuan pengelolaan dalam organisasi untuk memastikan bahwa operasionalnya sesuai dengan parameter kinerja tertentu. Asesmen Pemasok atas Dampak pada Masyarakat: Memuat penjelasan tentang persentase pemasok yang dipilih atau dikontrak yang harus menjalani proses uji tuntas terkait dampak terhadap masyarakat. Mekanisme Pengaduan Dampak terhadap Masyarakat: Memuat penjelasan tentang jumlah total pengaduan tentang dampak pada masyarakat. 6. Kategori Tanggung Jawab Atas Produk Terakhir, ada kategori tanggung jawab atas produk yang merupakan salah satu kategori dalam indikator GRI G4. Ada lima aspek, seperti: Kesehatan dan Keselamatan Pelanggan: Memuat penjelasan tentang Jenis Informasi Produk Dan Jasa. Pelabelan Produk dan Jasa: Memuat penjelasan tentang jumlah total insiden ketidakpatuhan terhadap peraturan dan koda sukarela tentang informasi dan pelabelan produk dan jasa. Komunikasi Pemasaran: Penjelasan tentang penjualan produk yang dilarang atau disengketakan. Privasi Pelanggan: Memuat penjelasan tentang jumlah total insiden ketidakpatuhan terhadap peraturan dan koda sukarela tentang komunikasi pemasaran, termasuk iklan, promosi, dan sponsor. Kepatuhan: Penjelasan tentang total nilai moneter dari denda yang signifikan untuk ketidakpatuhan terhadap undang-undang dan peraturan. Apa Kesimpulannya? Dari indikator Global Reporting Initiative (GRI) G4 ini terdapat enam kategori dan berisi kurang lebih 91 aspek yang sangat luas serta multidimensi. Perusahaan harus mengikuti prosedur yang terkandung di dalam GRI G4 dalam menuliskan laporan berkelanjutan kepada para stakeholder dan shareholder.  Jika Anda ingin mengetahui lebih lengkap mengenai GRI, CSR, SDGs, Community Development, PROPER, dan lain sebagainya dapat klik di sini.  Baca Juga: 20 Perusahaan Indonesia yang Menerapkan CSV Versi Olahkarsa
Olahkarsa Official on
Apa Itu Global Reporting Initiative (GRI) G4?
CSR, CSV, Insight, Sustainability, Sustainable Development Goals

Apa Itu Global Reporting Initiative (GRI) G4?

Global Reporting Initiative (GRI) G4 merupakan rujukan sistematis yang menjadi pedoman bagi perusahaan dalam menuliskan laporan keberlanjutannya. Tetapi apakah Anda tahu apa definisi, substansi, dan aspek yang menjadi indikator dari GRI G4 ini?  Artikel dari Olahkarsa ini akan mencoba menguraikan secara komprehensif terkait poin-poin tersebut. Selamat membaca! Latar Belakang Global Reporting Initiative (GRI) G4? Perusahaan sebagai sebuah institusi yang terdiri dari berbagai sistem sosial memiliki kewajiban dalam melaporkan progres kinerjanya kepada para stakeholder maupun shareholder. Stakeholder berarti pihak-pihak yang memiliki legitimasi terhadap perusahaan (pemangku kebijakan) dan shareholder yaitu para investor yang menanamkan sahamnya di perusahaan tersebut.  Secara fungsional, perusahaan harus memberikan tanggung jawab sosial yang terpisah dari laporan keuangan kepada stakeholder. Siapa saja stakeholder tersebut? Ada karyawan/pegawai, masyarakat, distributor, pemerintah, dan lain sebagainya.  Tanggung jawab sosial tersebut direkapitulasi dalam bentuk laporan keberlanjutan (sustainability report). Laporan keberlanjutan merupakan konseptualisasi dari laporan yang berisi hal-hal substansial dan vital mengenai perusahaan, seperti visi, misi, kebijakan, regulasi, serta pencapaiannya.  Menurut Ika dkk (2021), laporan keberlanjutan adalah laporan yang diimplementasikan sebagai medium komunikasi simetris dengan seluruh stakeholder perihal informasi produktivitas perusahaan, tata kelola perusahaan, hingga tujuan perusahaan. Hal ini juga beririsan dengan pelaporan dari segi sosial dan lingkungan sebagai dampak dari operasional perusahaan.  Apa Itu Global Reporting Initiative (GRI) G4? Untuk menuliskan laporan berkelanjutan dengan runtut, jelas, dan sistematis maka perusahaan harus berpegang pada prinsip yang terkandung di dalam Global Reporting Initiative (GRI) G4. Perlu dipahami bahwa GRI G4 adalah panduan yang digagas untuk melaporkan laporan berkelanjutan dari perusahaan terkait dampaknya atas lingkungan.  Tujuannya secara objektif yaitu untuk perusahaan dapat melihat dan memahami prediksi dari hal-hal yang akan terjadi di masa depan terkait operasional perusahaannya. Hal tersebut juga berkesinambungan perihal manfaat serta progres perusahaan dari aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan.  “GRI dibentuk oleh organisasi Amerika Serikat yang berbasis nirlaba yaitu Coalition for Environmentally Responsible Economies (CERES) dan Tellus Institute, dengan dukungan dari United Nations Environment Programme (UNEP) pada tahun 1997. GRI adalah multi-stakeholder, organisasi berbasis jaringan. Sekretariat pusat berkantor di Amsterdam, Belanda. Sekretariat bertindak sebagai penghubung untuk mengkoordinasikan kegiatan banyak mitra jaringan GRI”.(GRI-G4. 2016) Dalam proses menyusun laporan berkelanjutan, perusahaan wajib untuk menginternalisasi prinsip dan substansi yang terkandung di dalam GRI G4. Di mana ada pengungkapan standar dalam pedoman GRI G4 yang terdiri atas pengungkapan standar umum dan standar khusus.  Baca Juga: Apa Manfaat Melakukan Penghitungan SROI? Apa Bedanya Global Reporting Initiative (GRI) G4 dan Global Reporting Initiative (GRI)? Anda pasti sedikit bingung terkait perbedaan antara GRI G4 dan GRI. Secara substansi keduanya ini sama saja atau linier, tetapi ada beberapa letak perbedaannya yang terletak pada isi.  GRI G4 terdiri dari 58 General Standard Disclosure, G4 DMA, dan 90 Specific Disclosure. Sedangkan GRI berisi 69 General Disclosure, 9 Management Approach, dan 82 Specific Disclosure. Sehingga dapat diambil kesimpulan jika GRI memiliki indikator yang lebih banyak daripada GRI G4.  Ada beberapa indikator dari GRI G4 yang dihapus maupun direvisi. Hal tersebut dilakukan dalam rangka penyempurnaan yang dilakukan oleh Global Standard Board yaitu dewas khusus yang dibentuk oleh GRI.  Baca Juga: PROPER Adalah: Definisi, Kriteria, dan Mekanismenya Penting! Indikator Pengungkapan Standar Khusus dari Global Reporting Initiative (GRI) G4  Tahukah Anda menurut Global Reporting Initiative (GRI) G4 ada dua pengungkapan standar, yaitu umum dan khusus. Pertama, Standar umum adalah pengungkapan yang wajib dilaporkan kepada stakeholder, berkaitan dengan elemen dan pedoman objektif dari GRI G4.  Sedangkan pengungkapan standar khusus dapat ditelisik melalui tiga indikator penting, yaitu: 1. Pengungkapan Aspek Ekonomi Aspek ini menjelaskan terkait pada dampak yang dihasilkan dari kegiatan produksi perusahaan dalam konteks ekonomi. Dampak yang terjadi ini harus ditransparansikan secara langsung kepada stakeholder perusahaan.  2. Pengungkapan Aspek Lingkungan  Selanjutnya, aspek ini berimplikasi terhadap dampak yang terjadi pada lingkungan di sekitar perusahaan. Mulai dari kategorisasi dampak yang beririsan dengan produk dan jasa yang diimplementasikan oleh perusahaan.  3. Pengungkapan Aspek Sosial Terakhir, yaitu aspek sosial yang tentu merujuk pada dampak di kalangan masyarakat sekitar. Mulai dari kesehatan, kesejahteraan, hingga keselamatan masyarakat dari dampak yang lahirkan dari kegiatan produksi perusahaan.  Pentingnya Global Reporting Initiative (GRI) G4! Pada akhirnya, merujuk secara sistematis pada Global Reporting Initiative (GRI) G4 adalah suatu kewajiban untuk melaporkan laporan berkelanjutan (sustainability report) kepada stakeholder. Di mana GRI G4 menjadi suatu panduan untuk melakukan pelaporan atas laporan keberlanjutan perusahaan mengenai dampak atas lingkungan.  Baca Juga: Mengapa Social Mapping PROPER perlu dilakukan?
Olahkarsa Official on
Apa itu SDGs Desa? Kenali Program dan Sasarannya!
Community Development, CSR, Innovation, Sustainability, Sustainable Development Goals, Technology

Apa itu SDGs Desa? Kenali Program dan Sasarannya!

Apa itu SDGs Desa? Kami akan mengajakmu untuk kilas balik dulu apa itu SDGs sendiri. Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan suatu rencana aksi global yang disepakati oleh para pemimpin dunia, termasuk dunia, guna mengakhiri kemiskinan, mengurangi kesenjangan, dan melindungi lingkungan. Sebagai bagian dari upaya untuk mencapai target tujuan pembangunan berkelanjutan nasional (SDGs Nasional) hingga ke tingkat desa, Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) menerbitkan Permendesa PDTT No. 13 Tahun 2020 memulai untuk berfokus pada SDGs desa. Dalam regulasi ini diatur tentang prioritas penggunaan dana desa pada tahun 2021 yang juga fokus terhadap upaya pencapaian SDGs. Permendesa PDTT Nomor 13 tahun 2020 ini dilatarbelakangi pemikiran terkait dengan model pembangunan nasional yang didasarkan pada Peraturan Presiden Nomor 59 tahun 2017 terkait dengan pelaksanaan pencapaian tujuan pembangunan nasional berkelanjutan. Lalu, apa itu SDGs Desa? Apa itu SDGs Desa? Sebagian dari kita mungkin baru pertama kali mendengar SDGs Desa. Mengingat bahwa SDGs yang kita ketahui sebelumnya adalah SDGs secara global yaitu ada 17 poin utama dan 4 pilar. Sustainable Development Goals Desa merupakan role pembangunan berkelanjutan  yang masuk dalam program prioritas penggunaan Dana Desa Tahun 2021. SDGs Desa adalah upaya untuk mewujudkan Desa tanpa kemiskinan dan kelaparan, Desa ekonomi tumbuh merata, Desa peduli kesehatan, Desa peduli lingkungan, Desa peduli pendidikan, Desa ramah perempuan, Desa berjejaring, dan Desa tanggap budaya untuk percepatan pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Sustainable Development Goals Desa akan diproyeksikan sebagai role pembangunan berkelanjutan sampai tahun 2030 mendatang. Asal mula SDGs Desa Indonesia termasuk dari sekian negara yang hadir pada penandatanganan SDGs pada sidang PBB tahun 2015. Pada kesempatan itu Wakil Presiden RI, Bapak Jusuf Kalla mewakili Indonesia sebagai wujud komitmen dalam pelaksanaan SDGs. Di saat yang bersamaan juga sedang diadakan rapat kabinet Indonesia yang menghasilkan beberapa ketetapan yaitu mempersiapkan draft dokumen kerangka hukum bagi pelaksanaan SDGs dalam bentuk Peraturan Presiden (Perpres). Tahun selanjutnya pemerintah termasuk Presiden Indonesia mulai melakukan penyusunan kerangka hukum bagi pelaksanaan SDGs yang dimana kerangkan tersebut berlandaskan pada prinsip keterbukaan dan partisipatif dengan melibatkan masyarakat.  Tahun 2017 kerangka hukum yang pada tahun sebelumnya telah rampung dan ditandatangani oleh Presiden Indonesia. Hasil kerangka hukum tersebut adalah Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan Pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Dalam peraturan tersebut SDGs disebut dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) yang mana dokumen tersebut memuat tujuan dan sasaran global dari tahun 2016 sampai tahun 2030. Selain hal diatas juga Perpres 59 Tahun 2017 juga pada pokoknya mengatur 3 hal penting yaitu: 1. Penyusunan Peta Jalan Nasional TPB, sebagai dokumen rencana yang memuat kebijakan strategis tahapan – tahapan pencapaian TPB Tahun 2017 hingga tahun 2030 yang sesuai dengan sasaran pembangunan nasional.  2. Penyusunan Rencana Aksi Nasional TPB (RAN TPB) sebagai dokumen yang memuat program dan kegiatan rencana kerja lima tahunan untuk pelaksanaan berbagai kegiatan yang secara langsung dan tidak langsung mendukung pencapaian TPB yang sesuai dengan sasaran nasional. 3. Penyusunan Aksi Daerah TPB (RAD TPB), sebagai dokumen rencana kerja lima tahunan di tingkat provinsi untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang secara langsung dan tidak langsung mendukung pencapaian TPB yang sesuai dengan sasaran pembangunan daerah.   18 program dan sasaran SDGs Desa Apabila dalam SDGs Nasional terdapat 17 tujuan pembangunan yang akan dicapai maka dalam SDGs Desa terdapat 18 tujuan. Ada satu tujuan yang ditambahkan guna menjamin agar pembangunan desa tetap mengangkat aspek kultural dan keagamaan. Tujuan ini tidak tercantum dalam SDGs global maupun nasional. Sehingga dalam SDGs desa ditambahkan tujuan ke-18 tentang kelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif. Tambahan satu poin ini indikatornya kegiatan tolong menolong yang didasarkan pada ajaran agama, tokoh agama berpartisipasi dalam musdes dan implementasi pembangunan desa, budaya dilestarikan mencapai 100 persen lembaga adat aktif, penyelesaian masalah sosial melalui pendekatan budaya. Jadi kita ingin agar kelembagaan budaya yang bagus itu dipertahankan. Dengan demikian, poin ke-18 ini diarahkan untuk bisa melibatkan tokoh agama dan budaya agar setiap desa tetap dapat mempertahankan identitas budaya dan kearifan lokalnya. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan Desa atau SDGs Desa adalah desa yang: Tanpa kemiskinanDesa tanpa kelaparanDesa sehat dan sejahteraPendidikan desa berkualitasBerkesetaraan genderLayak air bersih dan sanitasiBerenergi bersih dan terbarukanPekerjaan dan pertumbuhan ekonomi desaInovasi dan infrastruktur desaDesa tanpa kesenjanganKawasan pemukiman desa berkelanjutanKonsumsi dan produksi desa yang sadar lingkunganPengendalian dan perubahan iklim oleh desaEkosistem laut desaEkosistem daratan desaDesa damai dan berkeadilanKemitraan untuk pembangunan desaKelembagaan desa dinamis dan budaya desa adaptif Pada pelaksanaan hingga tahun 2030, desa dapat memilih satu atau beberapa dari 18 tujuan yang ingin dicapai dalam SDGs Desa. Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi akan memberikan panduan untuk mencapai tujuan yang dipilih, misalnya desa tanpa kemiskinan dan kelaparan. Dengan demikian pemangku desa dan warga dapat lebih mudah membayangkan arah kegiatan untuk mencapai tujuan pembangunan dan juga bagaimana pemanfaatan efektif dana desa guna mendukung upaya pencapaian tujuan yang dimaksud. Baca juga: Mengenal Sustainable Development Goals (SDGs) Mengenal 4 Pilar Sustainable Development Goals (SDGs) Hari Perempuan Sedunia 2021: Mencapai Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Perempuan melalui SDGs SDGs Desa merupakan upaya konkret dalam membangun bangsa SDGs Desa adalah turunan dari Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2017 tentang pelaksanaan pencapaian tujuan pembangunan nasional berkelanjutan atau SDGs Nasional. Tujuannya adalah agar SDGs nasional dapat tercapai melalui upaya pencapaian SDGs desa secara terpadu. SDGs Desa sejalan dengan RPJMN yang ditetapkan oleh pemerintah, serta juga mengadaptasi pada SDGs global yang merupakan kesepakatan dunia. Ini menunjukkan pada dunia perihal komitmen Indonesia dalam mencapai tujuan SDGs. Dengan adanya pembangunan terfokus berdasarkan SDGs Desa maka diharapkan mampu memberi hasil berupa arah perencanaan pembangunan desa yang berbasis kondisi faktual (evidence) di desa tersebut. Serta kedua, memudahkan intervensi Kementerian/ Lembaga, Pemerintah Daerah (Provinsi, Kabupaten/kota) dan swasta untuk mendukung pembangunan desa. Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Dampak PROPER terhadap Pandemi Covid-19
Community Development, CSR, Innovation, PROPER, Sustainability

Dampak Baik PROPER yang Dijalankan oleh Perusahaan Terhadap Pandemi (Covid-19)

Dampak Baik PROPER terhadap Pandemi Covid-19 oleh Perusahaan – Pandemi Covid-19 merupakan salah satu bentuk fenomena “Black Swan Event”, sebagai kejadian tidak terduga melampaui kondisi normal dan memiliki dampak yang sangat besar. Kejadian ini ditandai oleh kelangkaannya yang ekstrem, dampak yang parah, dan sebaran dampak yang luas. Kejadian ekstrem masa lalu seperti krisis ekonomi tahun 1987, bencana tsunami Desember 2004, merefleksikan bahwa peristiwa tersebut sebenarnya dapat diprediksi. Salah satu dampak baim proper terhadap pandemi adalah penurunan pertumbuhan ekonomi. Pada bulan Juni 2020 pertumbuhan ekonomi dunia akan turun 3%. Negara maju mengalami kontraksi 6,1% dan negara sedang berkembang tumbuh rata rata hanya 1%. Badan Pusat Statistik melaporkan Ekonomi Indonesia mengalami kontraksi sebesar 2,41% pada awal tahun. Meskipun terjadi perbaikan sebesar 5,05% dibanding triwulan ke III, namun secara keseluruhan Ekonomi Indonesia sampai dengan triwulan III-2020 mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,03% (Sumber: Perkembangan Ekonomi Global – Bank Indonesia). Dampak PROPER terhadap pandemi Covid-19 oleh beberapa perusahaan Perbaikan ekonomi nasional dan potensi dunia usaha untuk menghadapi “new normal” yang tinggi tentu saja memberikan harapan besar dalam mengatasi pandemi ini. Oleh sebab itu, tema PROPER tahun ini adalah Masa Pandemi Masa Untuk Peduli dan Berbagi. Kita sedang mencoba mendefinisikan ‘new normal’. Transisi ini kesadaran diri untuk membangun sistem kesehatan yang tangguh, kedisiplinan masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan, dan menciptakan gaya hidup sehat. Kontribusi Perusahaan di Masa Pandemi Krisis Covid-19 saat ini merupakan salah satu bencana. Mengacu pada UU No. 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, pandemi dikategorikan sebagai bencana non alam yang diakibatkan oleh peristiwa berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Menurut Badan Penanggulangan Bencana Nasional (2011), ada 4 tahapan dalam penanggulangan bencana yang meliputi: (1) Pencegahan dan Mitigasi, (2) Kesiapsiagaan, (3) Tanggap Darurat, dan (4) Rekonstruksi dan Pemulihan. Apa bentuk nyata kontribusi korporasi dalam penanganan pandemi? Mencermati pemberitaan di media massa pada awal pandemi di Indonesia periode April – Juli 2020, dari 66 perusahaan yang terdata lebih fokus pada masa tanggap darurat, seperti pemberian masker, hand sanitizer/HZ, alat pelindung diri, peralatan cuci tangan, penyemprotan disinfektan, pemenuhan kebutuhan pangan. Bantuan ini bersifat karitatif yang berorientasi pemenuhan kebutuhan mendesak dalam jangka pendek. Tetapi, melalui PROPER 2020 telah terpetakan data yang lebih komprehensif yang menunjukkan jika perusahaan sudah berorientasi jangka panjang untuk mewujudkan pemulihan dan kemandirian masyarakat. Mengacu pada Theory of Disaster Risk Reduction (Hansford, Dellor, MacPherson, 2007), pendekatan lama (traditional approach to relief) yang menempatkan korban sebagai objek yang pasif, telah ditinggalkan dan beralih ke developmental approach to relief/DAR yang menempatkan masyarakat sebagai subyek yang aktif partisipatif dalam penentuan program, pelaksanaan sampai ke monitoring dan evaluasinya. Perusahaan yang memiliki program desa/daerah wisata juga melakukan penyesuaian dengan menyusun panduan dan menerapkan protokol kesehatan di masa pandemi. Dengan memanfaatkan limbah Non-B3, warga difasilitasi untuk membuat wastafel portable dan alat sterilisasi barang. PT Kaltim Prima Coal: Lingkungan lestari mendukung terwujudnya masyarakat yang mandiri Pada masa pandemic Covid-19, PT KPC memberi testimoni tentang Manfaat PROPER terhadap Pandemi Covid-19 dengan melakukan berbagai inovasi pengelolaan lingkungan. Pemanfaatan air danau pascatambang untuk keperluan operasional tambang telah memberikan nilai konservasi air sebesar 198.651 m3 dengan nilai penghematan sebesar Rp. 2,95 milyar. Begitupun dengan penurunan beban pencemar Fe sebesar 3,73 kg dengan nilai Rp. 5,5 juta dan penurunan CO2 sebesar 122,41 Ton CO2-eq/Tahun dan penghematan Rp. 692.205. Segala upaya inovasi pengelolaan lingkungan tersebut juga sebagai wujud kontribusi terhadap program Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGs (Sustainable Development Goals). PROPER Nasional mendorong perusahaan untuk melakukan continuous improvement dalam berbagai program pengelolaan lingkungan. Sejalan dengan berbagai inovasi pengelolaan lingkungan, maka aspek keterlibatan masyarakat juga menjadi perhatian utama bagi PT KPC. Dengan tekad dan kerja keras dari semua lini, PT KPC mencoba menjalin konektifitas program hulu ke hilir demi masyarakat. “KPC peduli air” telah menjadi solusi pengadaan air yang berkualitas bagi 4.700 KK atau 22.000 jiwa di Sangatta. Program “Peduli pangan” berupa ayam petelur telah teraplikasi ke dalam 18 kelompok yang mandiri, sekaligus dapat memenuhi 46 % kebutuhan telur bagi Kabupaten Kutai Timur. “KPC peduli sampah” telah memberikan nilai manfaat sosial, ekonomi dan lingkungan. Selain itu, pemanfaatan singkong gajah telahmemberikan manfaat di 6 Cluster di dua kecamatan. PLN: Power Beyond Generations Tahun 2020 sendiri merupakan tahun yang sangat berat bagi hampir seluruh pelaku usaha akibat adanya pandemi Covid-19. Hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi PLN. Sebagai perusahaan yang diberi mandat oleh negara, PLN wajib untuk menyediakan listrik bagi rakyat di seluruh Indonesia. PLN tetap berkomitmen untuk melakukan pengelolaan lingkungan yaitu pengelolaan limbah B3, pengendalian pencemaran air, pengendalian pencemaran udara serta pelaporan RKL RPL. SIMPEL yaitu sistem pelaporan elektronik juga sangat bermanfaat dalam situasi pandemi sepertiini. PLN juga berkontribusi menangani kondisi krisis pandemi dengan bekerja sama dengan BNPB dan Kementerian BUMN melalui program Sinergi BUMN. Program tersebut secara nyata menyediakan peralatan medis yang kemudian disalurkan kepada para tenaga medis dan pemerintah daerah maupun masyarakat. Program ini juga meliputi pemberian listrik gratis, sehingga diharapkan dapat membantu masyarakat dalam bertahan pada situasi kehidupan ekonomi saat ini. PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul, Tbk: Proper telah memberi inspirasi dalam menjalankan program Perusahaan sehingga dapat lebih memberikan manfaat dalam menjaga maupun melestarikan lingkungan Demikian pula program pemberdayaan masyarakat yang terus dikembangkan sesuai dengan Visi yaitu menjadi Perusahaan yang bermanfaat bagi masyarakat dan lingkungan. Dalam masa-masa sulit ini, PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul, Tbk telah meluncurkan beberapa program CSR yang sejalan dengan tujuan PROPER, salah satunya bernama “Mbok Jajan”. Program yang menggandeng ibu-ibu di wilayah Ring-1 tersebut menjadi bukti nyata kehadiran Perusahaan yang dapat dirasakan manfaatnya; terutama mendukung mereka yang mengalami PHK di tempat kerjanya masing-masing sebagai dampak pandemi Covid-19. PT Industri dan Farmasi Sido Muncul, Tbk juga mengembangkan program CSV dalam mengelola bahan baku jamu dan obat tradisional. Sebagai contohnya, program yang diberi nama Desa Rempah di Sambirata, Banyumas untuk bahan baku Kapulaga yang memberi nilai manfaat bagi Perusahaan dan terlebih bagi para petani mitra binaannya. Dengan menyadari begitu besar manfaat PROPER dalam menjaga bumi tetap hijau dan langit tetap biru, PT Industri dan Farmasi Sido Muncul, Tbk berkomitmen untuk mendukung program ini agar dapat terus berkelanjutan. PERTAMINA: Ini Energi Peduli Kita! Tahun 2020 lalu seluruh sektor mengalami guncangan akibat pandemi Covid-19. PERTAMINA mengalami tiga guncangan (Triple Shock), diantaranya; penjualan yang menurun, nilai tukar rupiah melemah dan turunnya harga minyak dunia. Dalam kondisi yang penuh tantangan ini PERTAMINA telah melakukan penyesuaian dan transformasi, terutama percepatan dalam perubahan budaya baru (New Normal). Tidak terkecuali terhadap aspek lingkungan dan sosial, sejak awal pandemi Covid-19 terjadi, PERTAMINA beserta Unit Operasi dan Anak Perusahaan merupakan kontributor terbesar APBN dan turut berperan aktif dalam mendukung program Pemerintah melalui Kementerian BUMN dalam menghadapi pandemi dan darurat kebencanaan, diantaranya melalui program program yang sudah terlaksana berikut ini: Pembentukan Satgas Covid-19, Pengembangan kelompok Tanggap Bencana, Penyiapan Rumah Sakit untuk penanganan Covid-19, Penyediaan tenaga medis, peralatan kesehatan, APD dan obat-obatan, Bantuan air bersih, sembako, makanan, minuman dan vitamin, Pemberdayaan Pekerja Sektor Informal dan Panti Sosial Bangkit dari Covid-19, Pemberdayaan UMKM untuk ketersediaan masker kain, wastafel portable, hand sanitizer, Program Kampung Siaga Covid-19 – Ramah Balita, Program Pencegahan, Tanggap, Penanggulangan, dan Pemulihan Bencana. Melalui penilaian PROPER yang diinisiasi oleh Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan ini dapat menjadi panduan dan nilai tambah bagi PERTAMINA. Hal ini untuk mewujudkan kegiatan operasional yang selaras dengan perlindungan lingkungan hidup, sosial masyarakat dan kepatuhan terhadap peraturan perundang-undangan untuk mencapai tujuan perusahaan yang berkelanjutan. AQUA: Tahun 2020, merupakan tahun yang penuh tantangan bagi kita semua dalam menghadapi pandemi Covid-19 dan beberapa bencana alam yang terjadi di Indonesia Danone juga turut serta memberikan testimoni manfaat PROPER terhadap Pandemi Covid-19. Tahun 2020, merupakan tahun yang penuh tantangan bagi kita semua dalam menghadapi pandemi Covid-19. Aqua bersama dengan unit usaha Danone Specialized Nutrition di Indonesia mendonasikan 30 miliar rupiah untuk mendukung pemerintah dan masyarakat Indonesia dalam mengendalikan penyebaran pandemi. Selain itu program-program terobosan dalam pemberdayaan masyarakat juga dilakukan sebagai upaya untuk berkontribusi dalam penanganan dampak ekonomi. Inisiatif keberlanjutan Danone di Indonesia pada tahun 2019-2020 telah menjangkau 133.618 penerima manfaat di seluruh Indonesia. Baca juga: Apa Saja Keuntungan PROPER bagi Perusahaan? Mengapa Social Mapping PROPER perlu dilakukan? Cari Tahu! 5 Tujuan Pelaksanaan PROPER Kesimpulan Kondisi pandemi Covid-19 menginspirasi Kementerian LHK untuk menilai respons perusahaan terhadap bencana. Dengan demikian, dalam Penilaian Proper Tahun 2020 dan seterusnya akan dinilai aspek responsivitas perusahaan terhadap bencana. Oleh karena itu, diharapkan strategi pemerintah daerah dalam pelaksanaan Proper pada masa pandemi Covid-19 dapat mencegah terjadinya kerusakan lingkungan. Itulah artikel mengenai Dampak Baik PROPER terhadap Pandemi Covid-19 oleh Korporasi, semoga bermanfaat untuk pembaca! Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Pentingnya Stakeholder Engagement dalam Corporate Social Responsibility
CSR, Innovation, Sustainability

Pentingnya Stakeholder Engagement dalam CSR (Corporate Social Responsibility)

Selama ini, keterlibatan para pemangku kepentingan dalam praktik CSR yang diimplementasikan oleh kita masih sangat minim. Konsep lama CSR telah bergeser menjadi CSR 2.0 yang bertanggung jawab, tata kelola yang baik, kontribusi masyarakat, dan integritas lingkungan. Dalam konsep CSR 2.0, kita atau perusahaan tidak dapat melaksanakan dan mengembangkan program CSR tanpa melibatkan para pemangku kepentingan secara menyeluruh. Hal ini dikarenakan CSR harus sejalan dengan strategi masyarakat yang berorientasi pada keinginan pemangku kepentingan (stakeholder) sehingga program CSR dapat diterima dengan baik oleh stakeholder dan berdampak positif terhadap kinerja perusahaan. Dari sini, kami akan membahas Pentingnya Stakeholder Engagement dalam CSR. Stakeholder Engagement menjadi sangat penting karena Stakeholder Engagement dapat memfasilitasi identifikasi dan pemahaman tentang masalah-masalah sustainability yang mencakup: isu-isu, kepedulian, kebutuhan, dan harapan dari para stakeholder. Selain itu, sangat penting bagi sebuah perusahaan untuk memahami dan mengelola hubungannya dengan setiap stakeholder dan mengoptimalkan kontribusi masing-masing stakeholder sehingga dapat diwujudkan suatu hubungan yang saling terkait namun harmonis yang dapat menunjang tercapainya tujuan perusahaan. Apa yang dimaksud Stakeholder Engagement? Stakeholder Engagement adalah proses dimana suatu organisasi melibatkan pemangku kepentingan yang mungkin akan bisa terpengaruh oleh keputusan dan juga bisa mempengaruhi keputusan. Mereka dapat mendukung atau menentang keputusan, menjadi berpengaruh dalam organisasi atau dalam masyarakat di mana itu beroperasi, terus pejabat yang relevan posisi atau terpengaruh dalam jangka panjang. Stakeholder Engagement merupakan sebuah rangkaian aktivitas yang terencana dan dilaksanakan berdasarkan perencanaan dalam rangka untuk memperoleh pengakuan, penerimaan dan keberlanjutan hubungan antara perusahaan dengan stakeholder. Terkadang banyak pihak terkait yang melupakan pentingnya Stakeholder Engagement. Stakeholder Engagement yang baik dan dijalankan secara berkelanjutan akan terjalin hubungan yang baik antara perusahaan dengan stakeholder nya. Siapa saja stakeholder utama sasaran dari kegiatan CSR perusahaan? Stakeholder internal meliputi organisasi / industri itu sendiri, pemegang saham, pemilik bisnis, dan para karyawan. Sedangkan stakeholder eksternal meliputi konsumen, supplier, pesaing, investor, pemerintah, sebuah komunitas lokal di suatu daerah, media, masyarakat secara umum, dll. Jenis-jenis Stakeholder Dilihat dari posisi, pengaruh serta kekuatannya, ada beberapa jenis stakeholder yang telah dikelompokkan berdasarkan peran terhadap perusahaan dan fungsinya masing-masing. Di antara beberapa jenis stakeholder adalah sebagai berikut. Stakeholder Internal Stakeholder internal adalah orang-orang yang kepentingannya dalam suatu perusahaan bersifat langsung, seperti pekerjaan, kepemilikan, atau investasi. Pemangku kepentingan kategori ini adalah semua yang berhubungan langsung dengan pengambilan keputusan, kebijakan, program, dan proyek perusahaan. 1. Pemilik Perusahaan (owner) Peran  pemilik perusahaan sebagai stakeholder utama dari sebuah bisnis tidak dapat dibantah lagi. Mereka umumnya penanam modal utama untuk bisnis dan memiliki suara dalam bagaimana perusahaan berjalan. Saran dan keputusan mereka biasanya sangat penting dalam proses bisnis. 2. Pemegang Saham Dalam aktivitas bisnis, pemegang saham, kepala eksekutif dan dewan direksi termasuk ke dalam stakeholder internal dari sebuah perusahaan. Biasanya mereka akan menjadi bagian penting terkait keputusan perusahaan mengenai sebuah proyek besar seperti, pengawasan, masukan, dan pengambilan keputusan. 3. Karyawan Karyawan juga termasuk dalam stakeholder internal. Adapung karena mereka berinteraksi dengan pelanggan, mendapatkan uang untuk menghidupi diri , dan memberikan dukungan untuk operasi bisnis. Karyawan memiliki tanggung jawab untuk menjalankan fungsi manajerial, pengawasan atau fungsi lainnya. Sehingga dari usaha yang telah dilakukan, mereka mengharapkan manfaat seperti insentif, pertumbuhan karir dan kepuasan kerja. Stakeholder Eksternal Pemangku kepentingan kategori eksternal adalah semua pihak yang tidak berkaitan secara langsung dengan hasil keputusan, kebijakan, atau proyek suatu perusahaan. Namun, mereka berandil dalam menyampaikan keprihatinan atau kepedulian. Nah, andil mereka ini dinilai sebagai pendapat atau suara yang dapat mempengaruhi keputusan stakeholder utama atau legalitas pemerintah dalam suatu proyek. 1. Pelanggan Sederhananya pelanggan adalah pihak yang membeli produk bisnis. Produk yang didapatkan, membuat mereka tertarik dengan kinerja dari sebuah bisnis. Pelanggan mengharapkan bisnis untuk menyediakan produk dan layanan yang efisien dan berkualitas tinggi. Sehingga memperhatikan kebutuhan pelanggan merupakan hal penting dari keberhasilan bisnis. 2. Suppliers/Vendor Suppliers atau pemasok adalah pihak yang menjual barang kebutuhan dari sebuah bisnis. Mereka mengandalkan penjualan yang dilakukan untuk memperoleh pendapatan. Tanpa pemasok, bisnis tidak akan bisa berproduksi. Oleh karena itu,  penting bagi perusahaan untuk menjaga hubungan dengan para pemasok maupun vendor. Sehingga mereka juga merupakan stakeholder khususnya pada bagian eksternal. 3. Pemerintah Pemerintah juga dapat dianggap sebagai stakeholder dalam bisnis. Karena mereka menghasilkan undang-undang yang dapat mempengaruhi bisnis dan perusahaan. Misalnya saja, mengenai pajak penghasilan perusahaan serta dari semua orang yang dipekerjakan. Selain itu, pemerintah juga mendapat manfaat dari Produk Domestik Bruto (PDB) keseluruhan yang disumbangkan oleh perusahaan. 4. Masyarakat Umum Masyarakat umum juga merupakan stakeholder dalam bisnis. Contohnya Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) yang bergerak di bidang yang berhubungan dengan dampak, manfaat, atau rencana terkait. Walaupun tidak terlibat langsung, tapi mereka dipengaruhi oleh berbagai hal terkait aktivitas bisnis. Mulai dari penciptaan lapangan kerja, pembangunan ekonomi, kesehatan, hingga keselamatan. Ketika sebuah perusahaan besar masuk atau keluar dari komunitas kecil, ada dampak langsung dan signifikan terhadap pekerjaan, pendapatan, dan pengeluaran di daerah tersebut. Di beberapa industri, ada potensi dampak kesehatan juga, karena perusahaan dapat mengubah lingkungan. Karena hal tersebut, membuat perusahaan memiliki tanggung jawab sosial kepada masyarakat umum.  5. Perguruan Tinggi Yaitu kelompok akademisi yang berpengaruh dalam pengambilan keputusan pemerintah. 6. Pengusaha atau Badan Usaha Yang terkait dengan keputusan, kebijakan, atau proyek yang akan dibuat. Stakeholder Kunci Pemangku kepentingan kunci adalah mereka yang berada di unsur-unsur eksekutif. Contohnya adalah anggota legislatif dan instansi yang memiliki kewenangan secara legal untuk memutuskan suatu kebijakan, aturan, atau proyek.  Yang termasuk dalam kategori ini contohnya adalah pemerintah kabupaten, DPRD, dan dinas yang membawahi langsung suatu proyek yang sedang digarap. Dalam dunia bisnis, stakeholder terbagi dua, yaitu internal dan eksternal. Kategori internal stakeholder adalah pemegang saham, manajemen dan para eksekutif, karyawan serta keluarga karyawan. Sementara kategori eksternal stakeholder adalah konsumen, distributor, pemasok, bank,  pemerintah, kompetitor, komunitas, dan pers. Baca juga: Stakeholder Engagement Sebuah Kunci Keberhasilan Program CSR Fungsi Stakeholder Stakeholder Engagement merupakan sarana untuk memperbaiki komunikasi, mendapatkan dukungan luas masyarakat, mengumpulkan data dan ide yang bermanfaat meningkatkan reputasi korporat atau sektor stakeholder, dan memberikan ruang lebih bagi pengambilan keputusan yang berkelanjutan.Tujuan akhirnya adalah menciptakan pengertian bersama yang membawa manfaat bagi semua pihak. Berikut ini adalah 5 fungsi penting stakeholder: 1. Mengarahkan manajemen Para pemangku kepentingan seperti, dewan direksi dapat membantu perusahaan dalam mengambil tindakan. Mereka dapat memberikan rekomendasi atau keputusan tertentu terhadap operasional sebuah departemen seperti layanan, sumber daya manusia atau penelitian-pengembangan untuk dikelola agar bisa memastikan kesuksesannya.  2. Mendukung keuangan  Stakeholder seperti, investor utama bisa kapan saja membawa atau mengambil uang mereka dari perusahaan. Sehingga keputusan mereka akan tergantung pada kinerja perusahaan khususnya mengenai keuangan. Oleh karena itu, mereka dapat menekan kinerja perusahaan dan bahkan mengubah strategi bisnis jika perlu.  3. Bantuan dalam pengambilan keputusan Stakeholder utama seperti pemilik perusahaan atau dewan direksi memiliki kekuatan untuk mengambil dan mempengaruhi keputusan anggota dewan lainnya mengenai jalannya bisnis. Para pemangku kepentingan ini juga memiliki kekuasaan untuk menunjuk manajemen tingkat senior. Oleh karena itu, mereka ada di semua bidang pengambilan keputusan utama. Misalnya  pengambilan keputusan mengenai likuidasi dan juga akuisisi.  4. Menjalankan operasional perusahaan Seperti yang telah kamu ketahui, stakeholder seperti manajemen dan karyawan memiliki peranan penting untuk menjalankan semua rencana bisnis. Setelah disetujui oleh dewan direksi. Mereka memiliki tanggung jawab terhadap jalannya sebuah proyek bisnis.  5. Tanggung jawab sosial Stakeholder bisa disebut juga berperan sebagai hati nurani dari perusahaan.  Mereka dapat membuat perusahaan mematuhi undang-undang hak asasi manusia dan lingkungan. Mereka juga memantau dan menentang keputusan bisnis, jika itu merugikan tujuan jangka panjang perusahaan. Selain itu, tanggung jawab sosial (Corporate Social Responsibility) ini dapat dilakukan kepada para stakeholder lainnya seperti, karyawan, konsumen, pemasok, pemegang saham, hingga masyarakat dan lingkungan. Apa Pentingnya Stakeholder Engagement dalam CSR Jawabannya adalah untuk melindungi dari kerugian jangka panjang. Perusahaan yang melakukan CSR akan melakukan perencanaan dengan hati-hati, dengan memperhitungkan resiko dan biaya dari kegagalan. Karena perusahaan yang bertanggung jawab dengan sosial sehingga terikat pada masyarakat, apabila perusahaan mendapatkan kerugian akibat dari keputusan yang buruk atau produk yang gagal, maka hal tersebut tidak hanya merugikan perusahaan secara finansial namun juga akan merugikan secara sosial. CSR juga mengubah pemikiran bisnis tradisional yang hanya mengincar keuntungan menjadi bisnis yang lebih peduli pada lingkungan dan masyarakat. Mengapa stakeholder mempunyai peran dalam organisasi perusahaan? Peran atau fungsi utama pemangku kepentingan atau stakeholder adalah membantu membuat suatu kebijakan, aturan, atau proyek agar sesuai dan tercapai dengan arah pengembangan organisasi atau perusahaan. Dalam perusahaan, peran mereka berbeda-beda, tetapi semua bertujuan mengembangkan bisnis perusahaan. Baca juga: Stakeholder Mapping sebagai Langkah Awal Keberhasilan Program CSR Tanggung jawab sosial Stakeholder Engagement Dalam hal menyeimbangkan peran dan hubungan antara stakeholder, perusahaan harus memiliki tanggung jawab sosial atau yang biasa dikenal dengan istilah Corporate Social Responsibility (CSR). Adapun beberapa contoh tanggung jawab para pemangku kepentingan atau stakeholder adalah sebagai berikut.   1. Tanggung jawab sosial kepada karyawan Para pemilik perusahaan dapat memiliki tanggung jawab sosial pada karyawan, seperti memberikan fasilitas yang nyaman dan sesuai bagi karyawan mereka, memberikan gaji sesuai dengan perjanjian kerja yang tertulis, dan tidak melakukan diskriminasi dalam hal apapun pada karyawan. 2. Tanggung jawab sosial kepada konsumen Sekarang ini eranya konsumen adalah mitra sehingga perusahaan harus bisa menjadi rekan baik bagi para konsumen. Lewat pendekatan Customers Relation Management (CRM), perusahaan berusaha memberikan manfaat yang baik dengan menjual produk maupun agar mereka kembali membeli produk perusahaan.  3. Tanggung jawab sosial kepada masyarakat Saat ini seluruh perusahaan harus memiliki program CSR sebagai bentuk tanggung jawab sosial kepada masyarakat. Program CRS ini bisa berupa pemberian bantuan seperti sarana prasarana untuk pendidikan, kesehatan, infrastruktur, wadah usaha, atau hal lain yang dibutuhkan masyarakat. Itulah pentingnya Stakeholder Engagement dalam CSR, bagaimana opini kalian? Penting buat kamu para pengusaha ataupun calon pengusaha untuk mengetahui tentang para stakeholder dan bagaimana tanggung jawab sosial kepada para stakeholder agar terbangun kerja sama yang kuat antara keduanya demi mencapai visi, misi, dan tujuan perusahaan agar maksimal.  Itulah penjelasan dari Tim Olahkarsa mengenai apa itu Pentingnya Stakeholder Engagement dalam CSR, khususnya dalam dunia bisnis. Baca Juga Stakeholder Engagement: Strategi Mencapai Sustainable Business Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
5 Warna Penilaian PROPER
Community Development, PROPER, Sustainability

5 Jenis Warna Penilaian PROPER dalam Pengelolaan Lingkungan

Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof. M. R. Andri Gunawan Wibisana dalam Webinar Hukumonline Compliance Talk #2 PROPER: Upaya Peningkatan Kualitas Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia, 5 jenis warna penilaian PROPER dievaluasi melalui pemeringkatan. Pemerintah akan memberi peringkat program lingkungan perusahaan kemudian menggolongkannya ke dalam warna-warna yang akan mempengaruhi reputasi atau citra perusahaan. Setidaknya, terdapat 5 warna yang menggambarkan kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup, antara lain: 1. Peringkat Emas Perusahaan telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dan melakukan upaya-upaya pengembangan masyarakat secara berkesinambungan. Untuk usaha dan kegiatan yang telah berhasil melaksanakan upaya pengendalian pencemaran atau kerusakan lingkungan hidup. 2. Peringkat Hijau Perusahaan yang telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan, telah mempunyai: Keanekaragaman HayatiSistem Manajemen Lingkungan3R Limbah Padat3R Limbah B3Konservasi Penurunan Beban Pencemaran AirPenurunan EmisiEfisiensi Energi 3. Peringkat Biru Perusahaan telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan sesuai dengan ketentuan atau peraturan yang berlaku (telah memenuhi semua aspek yang dipersyaratan oleh KLH). Ini adalah nilai minimal yang harus dicapai oleh semua perusahaan dalam bidang: Penilaian Tata Kelola AirPenilaian Kerusakan LahanPengendalian Pencemaran LautPengelolaan Limbah B3Pengendalian Pencemaran UdaraPengendalian Pencemaran AirImplementasi AMDAL 4. Peringkat Merah Perusahaan sudah melakukan upaya pengelolaan lingkungan, akan tetapi baru sebagian mencapai hasil yang sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan dalam bidang: Penilaian Tata Kelola AirPenilaian Kerusakan LahanPengendalian Pencemaran LautPengelolaan Limbah B3Pengendalian Pencemaran UdaraPengendalian Pencemaran AirImplementasi AMDAL 5. Peringkat Hitam Peringkat paling bawah dalam mengelola lingkungan, belum melakukan upaya dalam pengelolaan lingkungan sebagaimana yang dipersyaratkan sehingga berpotensi mencemari lingkungan , dan beresiko untuk ditutup ijin usahanya oleh KLH dalam bidang: Penilaian Tata Kelola AirPenilaian Kerusakan LahanPengendalian Pencemaran LautPengelolaan Limbah B3Pengendalian Pencemaran UdaraPengendalian Pencemaran AirImplementasi AMDAL Dari tingkatan warna di atas diketahui bahwa perusahaan yang mendapatkan peringkat emas, hijau, dan biru mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut taat dalam pengelolaan lingkungan hidup. Sedangkan bagi yang mendapatkan peringkat merah dan hitam menandakan bahwa perusahaan tersebut tidak taat mengelola lingkungan hidup. Baca juga: Faktor Kesuksesan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Indikator, Pelaku PPM, dan Asas) Penting! 8 Indikator Community Development Program Pemberdayaan Masyarakat Desa di 6 Bidang Kesimpulan Namun, bagi perusahaan yang mendapat peringkat merah atau hitam dapat saja naik peringkat. Dasrul Chaniago, Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Direktorat Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK menjelaskan setiap perusahaan yang mendapat peringkat merah atau hitam diberikan waktu sanggah pada PROPER. Waktu sanggah berperan sebagai hak jawab dari setiap perusahaan bersangkutan untuk menjelaskan atau bahkan memperbaiki pengelolaan lingkungan hidup di wilayah perusahaannya. Apabila jawaban diterima, perusahaan tersebut bisa naik peringkat untuk mencapai peringkat biru dan dinyatakan taat. Demikian penjelasan dari Tim Olahkarsa tentang 5 Jenis Warna Penilaian PROPER dalam Pengelolaan Lingkungan. Semoga bermanfaat! Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
5 Indikator Keberhasilan PROPER bagi Perusahaan
Community Development, CSR, CSV, Insight, PROPER, Sustainability

5 Indikator Keberhasilan PROPER

Indikator keberhasilan PROPER bagi perusahaan adalah upaya yang ditetapkan sebagai standarisasi dengan unsur transparansi dan akuntabilitas dalam proses implementasinya. Kira-kira apa saja indikator keberhasilan PROPER bagi perusahaan?  Artikel dari Olahkarsa ini akan mengulas terkait dengan efektivitas implementasi PROPER terhadap pengelolaan lingkungan hidup serta beberapa indikator keberhasilan PROPER bagi perusahaan.  Apakah Efektif Perusahaan Mengimplementasikan PROPER? PROPER adalah instrumen untuk menilai dan mengevaluasi ketaatan perusahaan dalam melakukan pengelolaan lingkungan hidup. Tetapi apakah mengimplementasikan kebijakan PROPER ini terbukti efektif bagi lingkungan sebagai objek perbaikan. Menurut artikel dalam Pagaruyuang law Journal yang berjudul “Efektivitas Fungsi Badan Lingkungan Hidup Daerah Terhadap Pemberian PROPER di Bidang Pertambangan” memperlihatkan fakta yang menarik. Di mana pengaruh PROPER terhadap pengelolaan lingkungan hidup pada perusahaan berdampak positif secara teknis dan social impact.  Beberapa perusahaan yang bergerak di sektor pertambangan, seperti PT Indomarmer Kuari Utama dan PT Vale Indonesia Tbk memperlihatkan tendensi yang baik dalam pengelolaan lingkungan hidup di Sulawesi Selatan. Area pertambangan yang menjadi residu dari proses produksi berhasil dikelola dengan baik melalui berbagai program.  Di lain sisi, kedua perusahaan ini juga mengeskalasi dari segi volume pengelolaan limbah B3 yang dihasilkan dari proses produksi. Kemudian, perusahaan tersebut juga menerapkan regulasi dan aturan mendasar terkait lingkungan dari awal proses perancangan, implementasi, hingga evaluasi.  “Upaya perbaikan kinerja pengelolaan lingkungan ini ternyata juga berdampak positif terhadap masyarakat. Pada tahun 2019 ini tercatat Rp. 22,87 triliun bergulir di masyarakat untuk kegiatan pemberdayaan masyarakat. Seperti kita ketahui, program pemberdayaan masyarakat dalam PROPER wajib didasarkan atas social mapping, untuk mengidentifikasi masyarakat yang rentan dan local hero yang dapat dijadikan sebagai agen perubahan.” Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Substansi yang disampaikan dari artikel ilmiah ini menunjukkan jika PROPER terbukti efektif dalam merangsang perusahaan di Indonesia untuk lebih patuh terhadap pengelolaan lingkungan hidup. Perusahaan tersebut semakin mengetahui parameter dan standarisasi dari PROPER yang diwujudkan dalam proses implementasinya.  Terlebih Landasan hukum Proper sudah sangat jelas secara konstitusional. Yaitu pada Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 1 Tahun 2021 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (Permenlh PROPER). Baca Juga: Apa Manfaat Melakukan Penghitungan SROI? Penting! Indikator Keberhasilan PROPER bagi Perusahaan Sebagai bentuk dari pengejawantahan transparansi dan akuntabilitas dari proses implementasi PROPER, maka dewan pertimbangan PROPER memberikan beberapa indikator keberhasilan. Apa saja indikator keberhasilan PROPER bagi perusahaan? 1. Menurunnya Volume Pencemaran Pertama, indikator keberhasilan PROPER bagi perusahaan yaitu dilihat dari menurunnya angka dan volume pencemaran lingkungan. Perusahaan yang bergerak di sektor pertanian dan kehutanan maupun pertambangan sering melakukan pencemaran lingkungan hidup.  Perlu diketahui jika emunuhan baku mutu lingkungan yang berimplikasi terhadap aspek air, udara, limbah, dan lain sebagainya merupakan salah satu kriteria PROPER. Sehingga hal ini sangat berperan secara signifikan untuk menurunkan volume pencemaran. Oleh karena itu, jika suatu perusahaan mampu untuk melakukan pengelolaan lingkungan hidup yang baik, maka angka serta volume pencemaran lingkungan hidup juga akan menurun.  2. Berkurangnya Tingkat Kerusakan Lingkungan Kedua, indikator berikutnya adalah berkurangnya tingkat kerusakan lingkungan. Tidak dapat dipungkiri, jika kegiatan produksi perusahaan sering menyebabkan kerusakan pada lingkungan hidup. Dalam satu substansi di dalam PROPER, jika ada perusahaan yang berpotensi untuk merusak lingkungan hidup maka harus melakukan upaya pengendalian lingkungan. Untuk itu, keberhasilan perusahaan dalam PROPER dapat ditilik dari bagaimana perusahaan dalam kegiatan produksinya dapat memitigasi adanya kerusakan lingkungan hidup. Hal tersebut dapat terealisasi dengan program yang ramah lingkungan dan pengelolaan lingkungan yang berkelanjutan.  3. Eskalasi Kualitas Lingkungan Ketiga, kualitas lingkungan dapat diartikan sebagai keadaan lingkungan yang dapat memberikan dorongan yang maksimal bagi ekosistem. Menurunnya kualitas lingkungan berkorelasi terhadap pencemaran dan perusakan lingkungan yang terjadi secara masif.  Realita sosial yang terjadi di lapangan mempertunjukkan bahwa perusahaan menjadi aktor kunci yang secara masif melakukan pencemaran dan perusakan lingkungan hidup. Hal yang tersirat dalam PROPER yaitu adanya aspek sistem manajemen lingkungan(SML). Apa itu sistem manajemen lingkungan (SML)? Yaitu upaya dan bentuk konkret untuk menurunkan volume pencemaran dan efisiensi energi. Atas dasar hal tersebut, maka indikator keberhasilan perusahaan dalam PROPER yaitu dapat mengeskalasi kualitas lingkungan dengan program-program yang substansial.  4. Meningkatnya Kuantitas Perusahaan yang Peduli Lingkungan Keempat, menurut Badan Pusat Statistik, perusahaan di Indonesia berjumlah 26,7 juta yang terdiri dari berbagai jenis industri. Salah satu indikator keberhasilan dari PROPER yaitu dengan semakin tingginya perusahaan yang peduli akan isu lingkungan hidup, sehingga dapat dielaborasikan dalam setiap kegiatan produksinya. 5. Bertambahnya Kepercayaan dari Stakeholder Kelima, yaitu dengan bertambahnya kepercayaan dari stakeholder kepada perusahaan tersebut. Siapa saja stakeholder tersebut, yaitu mulai dari pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, media, konsumen, dan investor. Semakin tinggi pihak stakeholder percaya dengan suatu perusahaan, maka tingkat kesuksesan PROPER juga akan semakin tinggi. Untuk menilai hal ini, maka dapat ditilik dari stakeholder engagement. Apa itu stakeholder engagement? Yaitu proses di mana suatu organisasi melibatkan pemangku kepentingan yang mungkin akan bisa terpengaruh oleh keputusan dan juga bisa mempengaruhi keputusan. Teknisnya, mereka dapat mendukung atau menentang keputusan, menjadi berpengaruh dalam organisasi atau dalam masyarakat di mana itu beroperasi, terus pejabat yang relevan posisi atau terpengaruh dalam jangka panjang. Jadi Apa Kesimpulannya? Terakhir, PROPER adalah salah satu produk instrumental yang lahir dari berbagai persoalan di sektor lingkungan hidup. PROPER terbukti efektif untuk meningkatkan kesadaran pada perusahaan dalam melakukan pengelolaan lingkungan hidup. Beberapa indikator keberhasilan dalam PROPER telah menjadi standarisasi objektif untuk menilai kesuksesan perusahaan pada konteks pengelolaan lingkungan hidup.  Baca artikel lain dari Olahkarsa mengenai CSR, CSV, Sustainability, Community Development, SDGs, hingga PROPER di sini.  Baca Juga: Cari Tahu! 5 Tujuan Pelaksanaan PROPER
Olahkarsa Official on
Keuntungan PROPER bagi Perusahaan
Community Development, CSR, CSV, PROPER, Sustainability

Apa Saja Keuntungan PROPER bagi Perusahaan?

Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) menjadi regulasi yang tertanam di dalam Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 127/MENLH/2022. Akan tetapi, apakah Anda tahu apa saja keuntungan PROPER bagi perusahaan? Artikel dari Olahkarsa ini akan mengulas kira-kira apa saja keuntungan PROPER bagi perusahaan sebagai salah satu objek dan stakeholder.  PROPER sebagai Manifestasi Good Environmental Governance (GEG) PROPER merupakan program khusus yang melakukan penilaian terhadap perusahaan dalam melakukan pengelolaan lingkungan. Tetapi di lain sisi, PROPER juga menjadi manifestasi dan representasi dari implementasi Good Environmental Governance (GEG) di Indonesia.  Dalam buku berjudul “Good Environmental Governance” yang terbit tahun 2012 menjelaskan, jika konsep tersebut merujuk pada regulasi pemerintah perihal pengelolaan yang dilandaskan pada dimensi lingkungan.  “Good Environmental Governance adalah organisasi pemerintahan yang mengelola dengan baik faktor internal yang digunakan untuk menghitung dan menilai modal, keuntungan, perencanaan, pelaksanaan dan kinerja pembangunan ekonomi dengan baik” Imam Hanafi dkk, 2012 Secara tupoksi, di dalam Good Environmental Governance juga melakukan pengawasan terhadap organisasi yang mengelola lingkungan dan mengejawantahkan prinsip-prinsip sustainable development goals (SDGs). Dua substansi yang penting di dalam konsep ini adalah organisasi dan lingkungan.  Implementasi PROPER juga mengelaborasikan prinsip transparansi dan partisipasi terhadap kelompok masyarakat untuk ikut secara langsung melakukan pengelolaan terhadap lingkungan hidup. Ruang-ruang kolaborasi dibuka untuk masyarakat agar berperan secara aktif dalam memitigasi adanya dampak negatif terhadap lingkungan.  Baca Juga: PROPER Adalah: Definisi, Kriteria, dan Mekanismenya Apa Saja Keuntungan PROPER bagi Perusahaan? Melaksanakan program yang tersusun di dalam PROPER menghasilkan suatu output yang positif. Kira-kira apa saja keuntungan PROPER bagi perusahaan? 1. Variabel Benchmarking Sangat penting bagi perusahaan untuk menelusuri dan mengetahui benchmark atau tolak ukur terhadap implementasi program. Oleh karena itu, implementasi PROPER secara implisit dapat menjadi variabel benchmarking untuk mengukur kinerjanya dalam mengelola lingkungan.  Teknisnya, benchmarking ini dilakukan dengan mengkomparasikan implementasi dan performa kinerja dari perusahaan “A dengan perusahaan “B”. Output dari tindakan ini akan memudahkan penggambaran kelebihan dan kekurangan dari setiap performa perusahaan.  2. Mengetahui Kepatuhan Perusahaan Mengeksekusi program PROPER memberikan keuntungan di mana adanya transparansi terkait kepatuhan perusahaan dalam menaati konstitusi dan regulasi. PROPER memang sudah ditetapkan di dalam UU No. 32 Tahun 2009 mengenai Pengelolaan Lingkungan Hidup.  Adapun beberapa perusahaan yang sudah mengimplementasikan PROPER, seperti PT. Tirta Investama Mambal, PT. Bio Farma (Persero), PT. Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul dan PT. Pertamina (Persero) MOR V DPPU Ngurah Rai. Selain itu, juga ada PT. Pertamina (Persero) MOR VI DPPU Sepinggan, PT. Pertamina (Persero) MOR IV Fuel Terminal Rewulu, dan PT. Pertamina (Persero) MOR IV Fuel Terminal Maos. 3. Clearing House Mungkin Anda kurang familiar dengan istilah clearing house. Mengutip Finansialku, clearing house merupakan lembaga yang secara fungsional melakukan bantuan dalam penyelesaian hal-hal transaksional pada konteks perdagangan di bursa berjangka.  Pada konteks ini, clearing house menjadi pihak yang mengakomodasi para stakeholder dan shareholder untuk saling berdiskusi dalam menyelesaikan beberapa permasalahan yang menyelimuti hal-hal teknis. Untuk itu, perusahaan menjadi mediator untuk menengahi berbagai problematika yang sering terjadi dalam kegiatan produksi perusahaan. Di lain sisi, keuntungan PROPER bagi perusahaan-perusahaan yaitu menjadi medium clearing house bagi shareholder (investor), LSM, hingga masyarakat. Tujuannya yakni agar memahami performa kerja dari pengelolaan lingkungan hidup dari perusahaan terkait.  4. Medium Promosi  Dewasa ini sangat penting bagi perusahaan untuk menonjolkan citranya dengan baik – dalam konteks ini terkait dengan pengelolaan lingkungan. Artinya, mengimplementasikan PROPER juga dapat menjadi medium promosi dengan lebih masif lagi perihal identitas perusahaan yang peduli dengan isu-isu lingkungan hidup.  5. Sumber Informasi Berikutnya, keuntungan PROPER bagi perusahaan yaitu dengan menjadi poros informasi terutama terkait dengan aspek lingkungan hidup. Informasi ini penting untuk stakeholder lain, misalnya partner perusahaan yang menjadi pemasok teknologi lingkungan.  6. Media Pembentuk Branding Hampir mirip dengan poin keempat, di mana keuntungan PROPER bagi perusahaan yaitu sebagai media pembentuk branding di masyarakat, stakeholder, dan shareholder. Semakin merepresentasikan perusahaan yang ramah lingkungan, maka akan berkorelasi terhadap kepercayaan yang meningkat dari beberapa elemen tersebut.  7. Ruang Kolaborasi Saat ini adalah era kolaborasi dan sinergi, sehingga adalah hal yang niscaya jika mengimplementasikan PROPER akan menunjang aspek partisipasi dari stakeholder dengan perusahaan. Kerja sama ini dapat berupa alokasi dana (investasi) atau ikut secara langsung melakukan pengelolaan lingkungan.  Lalu Apa Kesimpulannya? Penjelasan di atas semakin menambah alasan dan rasionalisasi mengapa PROPER penting untuk diimplementasikan oleh perusahaan. Berbagai output positif didapatkan oleh perusahaan setelah mengejawantahkan program-program PROPER. Mulai dari menjadi instrumen benchmarking, medium promosi, hingga ruang kolaborasi.  Masih kepo dengan PROPER, CSR, community development, dan topik-topik lainnya? Olahkarsa punya solusinya! Yaitu dengan membaca artikel-artikel informatif mengenai topik tersebut dalam blog Olahkarsa. Selengkapnya baca di sini.  Baca Juga: 20 Perusahaan Indonesia yang Menerapkan CSV Versi Olahkarsa
Olahkarsa Official on
Social Mapping PROPER
Community Development, CSR, Innovation, PROPER, Sustainability

Mengapa Social Mapping PROPER perlu dilakukan?

“Mengapa Social Mapping untuk PROPER dilakukan? Social Mapping dibutuhkan Perusahaan untuk mengidentifikasi mana program sosial perusahaan yang benar-benar dibutuhkan masyarakat dan mana program sosial yang hanya menjadi keinginan masyarakat” Telah banyak kejadian yang diberitakan mass media tentang ketidakpuasan masyarakat terhadap perusahan yang telah berdiri. Misalnya, perusahan secara tidak langsung mengeksploitasi sumber daya alam besar-besaran tanpa memperhatikan kepentingan masyarakat sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan. Selain itu, kehadiran perusahan sangat membatasi kesempatan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup dan ekonomi mereka. Akibatnya, angka kemiskinan dan pengangguran semakin meningkat. Dampak sosial lainnya adalah kecemburuan sosial, apatis, sampai konflik antara masyarakat dan perusahaan. Apa itu Social Mapping? Pemetaan Sosial (Social Mapping) adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengenali kondisi sosial budaya masyarakat pada wilayah tertentu yang akan dijadikan sebagai wilayah sasaran program. Pemetaan Sosial juga dapat didefinisikan sebagai proses identifikasi karakteristik masyarakat melalui pengumpulan data dan informasi baik sekunder maupun langsung (primer) mengenai kondisi masyarakat dalam satu wilayah tertentu. Hal yang perlu diketahui juga bahwa tidak ada aturan dan bahkan metode tunggal yang secara sistematik dianggap paling unggul dalam melakukan Pemetaan Sosial. Prinsip utama bagi para pekerja sosial (social worker) dalam melakukan Pemetaan Sosial adalah bahwa ia dapat mengumpulkan informasi sebanyak mungkin dalam suatu wilayah tertentu secara spesifik yang dapat digunakan sebagai bahan untuk membuat keputusan dalam rencana pelaksanaan program pengembangan masyarakat. Social Mapping memberikan gambaran menyeluruh dari lokasi yang dipetakan Lokasi yang dipetakan meliputi aktor yang berperan dalam proses relasi sosial, jaringan sosial, kekuatan, dan kepentingan masing-masing aktor dalam kehidupan masyarakat terutama masalah sosial. Yang harus jadi perhatian bersama kita saat ini adalah soal peningkatan kualitas program CSR yang dijalankan, utamanya yang terkait dengan upaya pengembangan dan pemberdayaan masyarakat lokal. Lalu bagaimana caranya agar program CSR yang dilaksanakan bisa lebih berkualitas, tepat guna dan tepat sasaran? Sebelum membuat perencanaan dan  pengimplementasian  program-program CSR, pihak perusahaan harus mengawalinya dengan melakukan kegiatan Pemetaan Sosial (Social Mapping). Pemetaan Sosial bertujuan untuk memahami dan mendapatkan gambaran utuh kondisi sosial masyarakat lokal. Kegiatan ini sangat penting untuk dilakukan, karena setiap masyarakat memiliki kondisi sosial yang berbeda-beda, serta memiliki masalah dan kebutuhan yang berbeda pula. Social Mapping sangat penting dilakukan untuk memberikan gambaran awal tentang kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat dalam suatu wilayah yang akan menjadi sasaran suatu program sosial masyarakat Pemetaan Sosial sendiri memiliki tujuan sebagai langkah awal untuk mengetahui wilayah calon sasaran program tersebut. Tujuan lainnya juga untuk mengetahui kondisi atau karakteristik masyarakat calon sasaran program, serta sebagai dasar dalam penyusunan matrik perencanaan kegiatan program sesuai dengan potensi serta permasalahan yang ada pada wilayah calon sasaran program tersebut. Proses Pemetaan Sosial juga diharapkan dapat menghasilkan output yang berupa data berisi keadaan masyarakat sosial di wilayah tersebut yang mencakup jumlah penduduk, komposisi penduduk berdasarkan jenis kelamin, pekerjaan, agama, pendidikan, kemiskinan, dan data yang berhubungan dengan sosial budaya masyarakat tersebut seperti adat istiadat, kearifan lokal, pola hubungan antar masyarakat, dan sebagainya. Di tahap pemetaan ini, kita akan menggali fakta-fakta yang terdapat di lapangan sehingga kita dapat mengetahui kebutuhan dan memahami kedalaman masalah yang dihadapi oleh suatu kelompok masyarakat untuk kemudian dijadikan sebagai dasar dan landasan penyusunan solusi inovasi sosial agar dapat terciptanya sebuah perubahan yang nyata pada lingkungan sosial tersebut. Selain untuk mengetahui kebutuhan dasar masyarakat, potensi sumber daya dan modal sosial masyarakat, juga untuk mengenal stakeholder Dalam kaitannya adalah dengan keberadaan dan aktivitas pelaku dalam program yang akan dijalankan,  mengidentifikasi akar permasalahan yang dirasakan komunitas masyarakat, serta menganalisis potensi konflik yang terdapat di masyarakat. Untuk melaksanakan Pemetaan Sosial, bisa dikerjakan sendiri oleh perusahaan, bisa juga dilakukan oleh konsultan ahli yang ditunjuk sebagai konsultan pelaksana. Namun tentu saja, untuk hasil yang lebih maksimal, disarankan untuk memakai jasa konsultan. Mengingat kompetensi SDM yang ada di perusahaan biasanya juga masih sangat terbatas. Social mapping dilakukan dengan mengkombinasikan kajian data sekunder maupun data primer melalui penelitian lapang (field study) Hal ini dilakukan untuk mendapatkan hasil studi yang terbaik. Dalam penelitian lapang, tim peneliti menggunakan berbagai teknik penggalian data seperti wawancara mendalam (indh interview), focus group discussion (FGD) dan pengamatan lapang. Wawancara mendalam dilakukan dengan seluruh responden yang berkualifikasi informan kunci yang jumlahnya sangat tergantung dari hasil pengembangan di lapangan dengan metode snowballing system. Sedangkan FGD dilakukan dengan warga masyarakat dan tokoh kunci di masing-masing kelurahan atau desa. FGD dilakukan secara terstruktur, sehingga memungkinkan pengujian informasi penting dan terarah sehingga peserta diskusi dapat fokus pada suatu topik yang dibahas. Sedangkan pengamatan lapang ditujukan untuk memperoleh gambaran tentang kondisi fisik wilayah penelitian dan berbagai aspek penting lainnya. Pengamatan yang lebih mendalam diarahkan untuk aspek-aspek yang berkait dengan isu penting tertentu seperti kondisi pertanian, pemukiman warga, situs bersejarah, lingkungan alam, akses transportasi, kebiasaan atau aktivitas warga dan lain-lain. Metodologi terdiri dari dua hal pokok yaitu metodologi untuk pemetaan isu strategis dan pemangku kepentingan serta metodologi untuk Pemetaan Sosial. Khusus untuk metodologi analisis Pemetaan Sosial ditambah dengan pendekatan penghidupan berkelanjutan (sustainable livelihood approach). Identifikasi isu strategis dan pemetaan pemangku kepentingan (stakeholder) yang relevan, akan lebih baik dilakukan dengan menggunakan acuan dari dua dokumen internasional, yaitu AA1000SES (Stakeholder Engagement Standard) dan ISO 26000: 2010 tentang Petunjuk Tanggungjawab Sosial. Tujuan Social Mapping secara general Kegiatan Pemetaan Sosial lazimnya memiliki beberapa tujuan, yaitu: 1. Sebagai langkah awal untuk mengetahui wilayah calon sasaran program. 2. Untuk mengetahui kondisi atau karakteristik masyarakat calon sasaran program. 3. Sebagai dasar dalam penyusunan matrik perencanaan kegiatan program sesuai dengan potensi serta permasalahan yang ada pada wilayah calon sasaran program. Pemetaan Sosial diharapkan dapat menghasilkan data dan informasi tentang : 1. Data geografi yang terdiri dari letak wilayah, topografi, aksesibilitas lokasi, dan lain-lain 2. Data demografi yang terdiri dari jumlah penduduk, komposisi penduduk menurut usia-jenis kelamin-mata pencaharian-agama-pendidikan, jumlah penduduk miskin (pra sejahtera dan sejahtera 1) dan lainnya. 3. Data lainnya yang berhubungan dengan kondisi sosial-budaya, kearifan lokal (local wisdom), adat istiadat, karakteristik masyarakat, pola hubungan antar masyarakat, kekuatan sosial yang berpengaruh, dan lainnya. Beberapa objek yang dipetakan dalam kegiatan Social Mapping Beberapa objek yang dipetakan dalam kegiatan Pemetaan Sosial antara lain: 1. Posisi geografis  wilayah  sasaran, 2. Sarana dan prasarana, 3. Demografis wilayah, 4. Penyebaran – konsentrasi masyarakat miskin, 5. Kegiatan-kegiatan kelompok masyarakat, 6. Relasi sosial; hubungan antar kelompok, 7. Profesi dan pekerjaan-mata pencaharian, 8. Status kepemilikan harta (kaya, menengah, miskin), 9. Persepsi terhadap program yang dilaksanakan pemerintah- non pemerintah, 10. Keterlibatan sosial dalam program, dan 11. Penyelesaian-penyelesaian persoalan dan pengambilan keputusan sosial, ekonomi, dan budaya. Baca juga: Mengenal Sustainable Development Goals (SDGs) 8 Peran Pendamping Sosial yang Harus Anda Tahu! Wajib Tahu! 3 Strategi Community Development Mengapa Social Mapping untuk PROPER dilakukan? Hasil Pemetaan Sosial (Social Mapping) diharapkan akan menjadi salah satu referensi utama dalam penyusunan Renstra (Rencana Strategis). Minimal perumusan program CSR yang akan dilaksanakan pada lokasi tertentu. Itulah mengapa Social Mapping untuk PROPER dilakukan agar memberikan gambaran yang menyeluruh dari lokasi yang ingin dipetakan. Pada akhirnya masalah sosial dan konflik dengan stakeholders dapat dicegah dan dikurangi bila perusahaan melakukan program CSR yang dilandasi dengan komitmen untuk tumbuh bersama masyarakat. Di samping itu terus mendorong keterlibatan dan inisiatif masyarakat dalam menyusun, menjalankan, dan mengevaluasi program CSR perusahaan, sehingga program CSR perusahaan mampu memandirikan masyarakat. Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Kriteria Pemilihan Peserta dalam PROPER
Community Development, CSR, CSV, PROPER, Sustainability, Sustainable Development Goals

Mengintip Kriteria Pemilihan Peserta dalam PROPER

Kriteria pemilihan peserta dalam PROPER menjadi aspek yang harus diperhatikan dalam konteks implementasinya. Tetapi, apa saja kriteria pemilihan peserta dalam PROPER dan jenis industri apa yang menjadi prioritas? Pertanyaan fundamental tersebut akan dijawab dalam artikel Olahkarsa ini. Selamat membaca! Peserta dalam PROPER itu Siapa Sih? Sebelum jauh untuk membahas siapa peserta yang berhak mengikuti PROPER, maka ada baiknya kita review secara singkat apa itu PROPER. Olahkarsa merangkum jika PROPER merupakan komitmen kolektif negara untuk mengkoordinasi perusahaan dalam upaya pengelolaan lingkungan.  Menimbang tantangan zaman yang semakin masif dan dinamis – terutama yang berkaitan dengan isu lingkungan hidup. Maka negara melalui Kementerian Lingkungan Hidup membawa narasi PROPER sebagai regulasi dan aturan untuk perusahaan memperhatikan sektor lingkungan.  Dari penjelasan di atas, terlihat sangat jelas bahwa perusahaan merupakan peserta dari PROPER. Tetapi perusahaan seperti apa yang dapat dikategorikan dan secara formal berhak mengikuti PROPER? Dalam modul teknis dan prosedural yang dikeluarkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup, dijelaskan jika ada tiga jenis industri sebagai prioritas PROPER. Yaitu: Manufaktur, Prasaran, dan Jasa (MPJ) Jenis industri ini secara normatif diisi oleh perusahaan Pulp-Kertas, Tekstil, Semen, Pupuk, Otomotif, Industri Pengelolaan Limbah, Besi dan Baja, dan Kimia serta Alkohol.  Pertambangan Energi dan Migas Kemudian, jenis industri ini diisi oleh perusahaan seperti pertambangan Mineral, Gas, Minyak, Batubara, Produksi Minyak dan Gas, hingga Pembangkit Energi.  Pertanian dan Kehutanan Sedangkan untuk jenis industri ini, terdiri dari perusahaan Kelapa Sawit, Gula, Karet, dan Kayu Lapis, serta Hutan Tanaman Industri (HTI). Baca Juga: Sejarah dan Timeline Berdirinya PROPER: Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Harus Tahu! Kriteria Pemilihan Peserta dalam PROPER Secara regulasi, pemerintah juga telah mengatur dan menetapkan beberapa kriteria pemilihan peserta dalam PROPER. Berikut kriterianya: 1. Berdampak Signifikan Terhadap Lingkungan Perusahaan merupakan korporasi yang menjadi ruang dalam melangsungkan kegiatan produksi dari barang atau jasa. Sehingga orientasinya adalah bagaimana dapat mencetak keuntungan sebanyak mungkin.  Orientasi pada profit dan keuntungan ini secara organik membuatnya menjadi variabel yang memberikan dampak positif maupun negatif terhadap lingkungan. Sering kali yang menjadi problematika adalah perusahaan yang memberikan dampak negatif terhadap lingkungan.  Atas dasar ini, pemerintah mengatur di dalam kriteria pemilihan peserta bahwa perusahaan yang berdampak terhadap lingkungan dapat mengikuti PROPER. Terutama yang masuk pada kategori jenis-jenis industri yang telah dijelaskan di atas.  2. Memiliki Potensi Merusak Lingkungan Paralel dengan kriteria di atas, jika perusahaan yang memiliki potensi merusak lingkungan tervalidasi dalam kriteria pemilihan peserta dalam PROPER. Perusahaan dari jenis industri apapun yang dinilai dapat menggerus lingkungan hidup di Indonesia dapat ikut serta dalam PROPER.  Seperti pada jenis industri yang masuk dalam katup kategori pertambangan dan energi, biasanya adalah perusahaan yang berpotensi merusak lingkungan. Oleh karenanya, dari segi efisiensi dan efektivitas, perusahaan tersebut dapat berpartisipasi dalam PROPER.  3. Terdaftar pada Pasar Modal Mengutip dari Idx, pasar modal merupakan sarana bertemunya perusahaan yang membutuhkan dana dari masyarakat untuk mengeskalasi kegiatan produksi dalam bisnisnya. Dalam konteks ini, masyarakat dapat mengucurkan dananya dalam bingkai investasi yang sah dan legal karena berada di dalam pasar modal.  Karena hal ini, perusahaan di Indonesia yang telah terdaftar secara formal di dalam pasar modal dapat berpartisipasi dalam kegiatan PROPER. Contohnya, Avia Avian (2021), Archi Indonesia (2021), PAM Mineral (2021), Medco Energi Internasional (2021), dan lain sebagainya.  4. Berorientasi Ekspor Merujuk pada UU No 7 Tahun 2014, ekspor merupakan kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean. Manfaat melakukan ekspor secara fungsional dapat membuka keran-keran positif dari segi perluasan pasar baru secara internasional hingga investasi serta devisa negara.  Atas dasar manfaat yang baik bagi Indonesia, maka perusahaan yang berorientasi pada kegiatan ekspor dapat terkualifikasi dalam PROPER. PROPER dapat menjadi alat evaluasi yang baik bagi kinerja perusahaan tersebut dalam mengelola lingkungan hidup. PROPER adalah Solusi Konkret? Pada akhirnya, formulasi dan substansi yang terkandung di dalam PROPER menjadi regulasi yang secara struktural efektif mengkoordinasi perusahaan untuk berpartisipasi dalam pengelolaan lingkungan hidup.  “Pada Anugerah PROPER tahun 2021, berdasarkan evaluasi Tim Teknis dan pertimbangan Dewan Pertimbangan PROPER, ditetapkan peraih peringkat Emas sebanyak 47 perusahaan, Hijau 186 perusahaan, Biru 1.670 perusahaan, dan Merah 645 perusahaan.”Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI Salah satu tujuan dari PROPER yaitu untuk mereduksi dan bahkan mencegah adanya dampak dengan volume tinggi yang merusak lingkungan hidup. Alam dan manusia adalah inheren (dekat) dan berkesinambungan. Untuk itu, peduli dengan lingkungan berarti peduli juga dengan manusia sebagai sebuah ekosistem.  Terakhir, jika Anda tertarik dengan artikel mengenai PROPER, Community Development, CSR, hingga isu-isu Sustainability, maka kunjungi website Olahkarsa di sini.   Baca Juga: Cari Tahu! 5 Tujuan Pelaksanaan PROPER
Olahkarsa Official on
Manfaat SRoI
Community Development, CSR, CSV, PROPER, Sustainability, Sustainable Development Goals

Apa Manfaat Melakukan Penghitungan SROI?

SROI merupakan konsepsi yang dirancang untuk melakukan pengukuran terhadap nilai sosial, ekonomi, serta lingkungan pada suatu organisasi sosial. Tetapi apakah Anda tahu apa manfaat melakukan penghitungan SROI? Jika belum tahu, maka Olahkarsa akan menjawab secara komprehensif terkait manfaat yang ditimbulkan dari penghitungan SROI.  Apa Itu SROI? Social Return on Investment (SROI) adalah kerangka interval dan pengukuran yang dikaitkan dengan nilai sosial, ekonomi, dan lingkungan yang dikerjakan oleh organisasi/institusi sosial. SROI melakukan pengukuran dengan mengelaborasikan mekanisme yang relevan dengan perubahan sosial. Secara konseptual, SROI digunakan sebagai medium untuk mereduksi permasalahan lingkungan dan mengeskalasi kesejahteraan sosial, lingkungan, serta ekonomi. Substansi utama dari SROI terletak pada nilai bukan pada uang yang hanya menjadi variabel secara general.  “Social return on investment (SROI) is a method for measuring values that are not traditionally reflected in financial statements, including social, economic, and environmental factors. They can identify how effectively a company uses its capital and other resources to create value for the community”Jean Folger Dalam perkembangannya, SROI memiliki dikotomi terkait pada jenisnya yaitu SROI Evaluatif dan SROI Prakiraan. Pertama, SROI Evaluatif mengacu pada perhitungan yang dilakukan dengan hasil empiris yang telah terjadi.  Yang kedua ada SROI Prakiraan sebagai jenis perhitungan yang memprediksi terkait nominal dan interval dari nilai sosial sebagai hasil dari kegiatan yang mencapai target. Kedua jenis SROI ini dapat diimplementasikan dengan menimbang kebutuhan dan relevansi dari organisasi sosial terkait.  Baca Juga: Mengenal Sustainable Development Goals (SDGs) Ada Beberapa Kelebihan dari SROI, Apa Saja? Tahukah Anda jika SROI secara teknis dan fungsional dapat melakukan perhitungan interval dari segi perubahan yang lingkupnya makro. Oleh karena itu, adanya kerusakan lingkungan yang terus menerus terjadi akibat dampak dari kegiatan produksi perusahaan harus diperhatikan. Penghitungan SROI dapat menelusuri adanya dampak dan dapat mereduksi kerusakan lingkungan yang terkadang tidak disadari oleh stakeholder. Bahkan, SROI juga dapat meleburkan manfaat dan dana dari segi sosial, ekonomi, dan lingkungan untuk mensejahterakan masyarakat yang terdampak. Namun perlu diingat, jika SROI dalam implementasinya terganjal oleh beberapa batu sandungan. Misalnya, implementasi SROI yang melibatkan berbagai pihak stakeholder berakibat pada waktu yang relatif lama untuk melakukan penghitungan. Di lain sisi, adanya interpretasi subjektif terkait penghitungan SROI dari berbagai stakeholder dapat menghambat proses, mekanisme, hingga penghitungan dari SROI itu sendiri. Hal ini menjadi salah satu faktor penghambat dari implementasi SROI yang cukup sering terjadi di lapangan. Baca Juga: Manfaat Melakukan Penghitungan SROI Setelah mengetahui pengertian dan elemen utama dari SROI, maka Anda harus tahu manfaat melakukan penghitungan SROI. Kira-kira apa saja manfaatnya? Mengedukasi Nilai Sosial Pertama, yaitu SROI dapat dijadikan sebagai sarana untuk memberikan edukasi kepada organisasi sosial terkait nilai-nilai sosial pada suatu program kerja. Hal ini berdampak pada pemahaman organisasi sosial terhadap suatu nilai sosial yang memudahkannya dalam mengerjakan program kerja. Ruang Komunikasi Kedua, yaitu SROI menjadi ruang komunikasi yang strategis dengan para stakeholder. Di mana hal ini akan menunjang kegiatan-kegiatan produktif yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan stakeholder.  Memberikan Dampak Sosial Ketiga, SROI akan memberikan dampak sosial kepada para stakeholder, mulai dari komisaris, investor, dan lain-lain. Kemudian, SROI juga secara tidak langsung menampilkan interval dari nilai-nilai sosial investasi yang berkorelasi terhadap meningkatkan awareness terhadap SROI. Memberikan Pemahaman kepada Pelanggan Keempat, SROI menjadi instrumen yang memudahkan organisasi sosial memberikan pemahaman terkait dengan hal-hal teknis dan dampak sosial-lingkungan kepada pelanggan potensial.  Manajemen Strategis Kelima, SROI secara fungsional dapat diimplementasikan sebagai manajemen strategis. Kualifikasi dan syarat yang ditetapkan di awal dikonversikan menjadi manajemen dengan melakukan analisis terkait dengan strategi, evaluasi, dan optimalisasi sumber daya.  Kesimpulannya, SROI Penting Nggak Sih? Pada akhirnya, melakukan penghitungan menggunakan SROI cukup memberikan banyak manfaat secara teknis maupun dampak. Artikel lain mengenai tema penghitungan SROI dan sustainability dapat Anda baca di sini.  Baca Juga: Ketahui 7 Tahapan Community Development!
Olahkarsa Official on
Tujuan Pelaksanaan PROPER
Community Development, CSR, PROPER, Sustainability, Sustainable Development Goals

Cari Tahu! 5 Tujuan Pelaksanaan PROPER

PROPER adalah komitmen kolektif negara untuk merangkul perusahaan agar ikut serta dalam upaya mengelola lingkungan. PROPER menjadi parameter penilaian kinerja pengelolaan lingkungan pada perusahaan. Tetapi apakah Anda tahu apa tujuan pelaksanaan PROPER? Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan mendasar di atas, maka Olahkarsa akan menyajikan artikel ini untuk menjelaskan tujuan pelaksanaan PROPER. PROPER Penting Nggak Sih? Era yang semakin modern ditandai dengan kemajuan teknologi dan industrialisasi membawa dampak negatif terhadap sektor lingkungan hidup. Lingkungan hidup ini juga berkaitan dengan ekosistem yang utuh dan saling mempengaruhi dalam konteks stabilitas dan produktivitas lingkungan.  Agar tidak semakin membuka pintu kerusakan pada lingkungan, maka lahirlah Program Penilaian Peringkat Kinerja perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup atau PROPER. Negara menetapkan PROPER dalam dasar konstitusi yang sudah ajeg, yaitu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 127/MENLH/2002.  “Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain”Undang-Undang No.23 Tahun 1997 Substansi utama yang tercermin di dalam PROPER yaitu melakukan restorasi dan penataan perusahaan dalam koridor pengelolaan lingkungan. Kegiatan ini direpresentasikan pada variabel “citra” dan “kinerja” perusahaan dalam mengelola lingkungan dengan baik di tengah-tengah kegiatan produktifnya. Oleh karena itu, PROPER memiliki dua konsep penting dalam penilaian pada perusahaan. Pertama, insentif yang disematkan pada perusahaan dengan kinerja baik dalam pengelolaan lingkungan. Kedua, disinsentif yang akan ditujukan pada perusahaan dengan kinerja buruk dalam menjaga lingkungan.  Dengan adanya PROPER, maka negara dapat melakukan controlling terhadap perusahaan yang sudah baik maupun yang kurang baik dalam mengelola lingkungan. Penilaian ini juga disandarkan pada sasaran dan tujuan objektif yang jelas serta komprehensif.  Baca Juga: Ketahui 7 Tahapan Community Development! Apa Sasaran Pelaksanaan PROPER? Pasti menjadi pertanyaan di kepala Anda terkait sasaran dari PROPER ini apa saja. Mengutip Sekretariat Tim Teknis PROPER dari Kementerian Lingkungan Hidup bahwa ada dua sasaran utama dari implementasi program PROPER.  Pertama, yaitu dengan melakukan himbauan secara regulatif kepada perusahaan-perusahaan di Indonesia untuk patuh terhadap payung konstitusi mengenai PROPER. Hal ini berimplikasi terhadap instrumen teknis dari PROPER yaitu insentif dan disinsentif sebagai konsep penilaian.  Kedua, di mana PROPER menjadi panduan yang terstruktur guna mendorong perusahaan untuk menjalankan kegiatan produksi maupun industrialisasi dengan mengedepankan aspek pengelolaan lingkungan. Karena tidak dapat dipungkiri jika perusahaan menjadi aktor di balik rusaknya lingkungan pada beberapa lokasi di Indonesia. Tujuan Pelaksanaan PROPER yang Harus Anda Tahu! Ada beberapa tujuan pelaksanaan PROPER yang telah dikonseptualisasikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Kira-kira apa saja tujuannya? 1. Pembangunan Berkelanjutan Yang pertama, yaitu PROPER diimplementasikan sebagai medium untuk merangsang sekaligus mendorong lahirnya pembangunan berkelanjutan (sustainable development). Terutama setelah ditetapkannya SDGs sebagai konsensus pembangunan yang di mana Indonesia juga ikut berpartisipasi di dalamnya.  2. Komitmen Perusahaan Lalu kedua, ada PROPER yang digunakan untuk meningkatkan awareness dan komitmen perusahaan untuk memperhatikan sektor lingkungan hidup. Hal ini penting, karena acap kali ditemukan jika perusahaan acuh dengan hal-hal sektoral seperti lingkungan hidup.  3. Kesadaran Perusahaan Ketiga, yaitu PROPER menjadi alat dan regulasi untuk menyadarkan perusahaan dalam memperhatikan sektor lingkungan hidup dengan melakukan pengelolaan yang sistematis. Di lain sisi, PROPER juga harus diikuti secara peraturan dan Undang-Undang karena telah ditetapkan dasar hukumnya.  4. Restorasi dan Penataan Keempat, aturan mengenai lingkungan hidup yang dulu kurang diatur dalam regulasi berakibat pada mulai rontok dan rusaknya ekosistem. Oleh karenanya, PROPER diimplementasikan sebagai aturan yang bertujuan merestorasi dan meningkatkan penataan terkait dampak yang dilahirkan dari pembangunan.  5. Mereduksi Dampak Kelima, PROPER adalah regulasi yang bertujuan untuk mereduksi dampak negatif yang ditimbulkan dari kegiatan produksi dan industrialisasi pada perusahaan. Sehingga secara substantif, PROPER berisi aturan yang jelas dan holistik dalam mengatur pengelolaan hingga dampak dari lingkungan hidup.  Jadi Apa Konklusinya? Mulai dari narasi dan penjelasan di atas, tentu dapat diketahui jika PROPER merupakan suatu hal yang sangat penting untuk dijalankan di Indonesia. Terutama jika menilik dari sasaran dan tujuan dari PROPER yang memang berorientasi pada penataan aturan hingga mitigasi dampak negatif dari pembangunan.  Baca Juga: Wajib Tahu! 3 Strategi Community Development
Olahkarsa Official on
Sejarah dan Timeline Berdirinya PROPER
Community Development, CSR, PROPER, Sustainability, Sustainable Development Goals

Sejarah PROPER (Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan) KLHK

Sejarah dan Timeline Berdirinya PROPER adalah suatu proses sangat panjang dan penuh tantangan yang dirancang oleh pemerintah dan partisipasi warga masyarakat untuk meningkatkan kinerja manajemen lingkungan perusahaan yang sudah diatur di dalam UU (Undang-Undang). Selain itu, PROPER juga perwujudan dan pendemokrasian dalam manajemen lingkungan di Indonesia. Penerapan instrumen ini adalah upaya dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup untuk menerapkan beberapa prinsip tata kelola yang baik (transparansi, keadilan, tanggung jawab, dan keterlibatan masyarakat) dalam mengelola lingkungan. PROPER (Public Disclosure Program for Environmental Compliance) tidak menggantikan instrumen konvensional yang ada, seperti penerapan hukum lingkungan perdata atapun pidana. Program ini saling melengkapi dan bergabung dengan instrumen peraturan lingkungan lainnya. Jadi, upaya untuk meningkatkan kualitas lingkungan dapat dilakukan dengan lebih efisien. Sejarah dan timeline berdirinya proper bermula dari mana dan kapan? 1995 – 1998: Berawal dari PROKASIH (Program Kali Bersih) Sejarah dan timeline berdirinya PROPER berawal dari tahun 1989-1990. Ide mengenai program pengendalian pencemaran dengan melakukan pemeringkatan kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan mulai dikembangkan sejak Desember 1993. Setelah selama kurang lebih dua tahun mempersiapkan program dan menyakinkan pihak-pihak yang terkait, maka PROPER secara resmi dimulai pada tanggal 14 Juni 1995. Emil Salim mencanangkan PROPER melalui Keputusan Menteri No. 35a tahun 1995 tentang Program Penilaian Kinerja Perusahaan/Kegiatan Usaha dalam Pengendalian Pencemaran dalam Lingkup Kegiatan PROKASIH. Pada saat bersamaan, peraturan-peraturan tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun serta baku mutu emisi udara sumber tidak bergerak masih dalam tahap sosialisasi, sementara peraturan mengenai air sudah sejak lama diimplementasikan melalui PROKASIH. Sehingga tidak mengherankan jika PROPER tahap pertama hanya fokus pada aspek pengendalian pencemaran air. Sampai dengan tahun 1997 pendekatan PROPER masih menggunakan pendekatan single media. Aspek pengelolaan limbah bahan beracun dan berbahaya baru dipertimbangkan untuk peringkat hijau dan emas. 1998 – 2002: PROPER sempat terhenti Pada periode waktu 1998-2002, dengan alasan yang sama terhadap penundaan PROKASIH, yakni terjadinya krisis ekonomi dan politik saat itu, maka kegiatan PROPER mengalami kevakuman. Selama mengalami kevakuman justru perangkat peraturan yang menjadi acuan pelaksanaan PROPER semakin berkembang. Selama selang waktu satu tahun, tiga peraturan pemerintah diterbitkan pada tahun 1999, yaitu PP 18 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah B3, PP 41 tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan PP 85 tahun 1999 tentang perubahan atas PP 18 tahun 1999. Sedangkan peraturan tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air, sebagai revisi atas peraturan pemerintah No. 20 tahun 1990, terbit belakangan dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001. Tahun 2001, selain ditandai dengan terbitnya PP 82 tahun 2001, juga ditandai dengan peristiwa penting lainnya, yaitu pembubaran Badan Pengendalian Dampak Lingkungan. Fungsi badan ini digabungkan ke dalam Kementerian Negara Lingkungan Hidup. Di dalam struktur KLH terdapat satu deputi yang menangani pengendalian pencemaran, namun berbeda dengan sebelumnya di mana unit teknis didasarkan atas media lingkungan pada struktur baru unit eselon dua disusun berdasarkan pendekatan sektoral. Seiring dengan membaiknya situasi perekonomian dan semakin stabilnya struktur kepemerintahan, maka PROPER dihidupkan kembali pada tahun 2002. Jika dahulu hanya berfokus pada sektor manufaktur, dengan adanya pendekatan sektor, maka pengawasan terhadap kegiatan pertambangan, energi, migas dan agroindustri semakin ditingkatkan. 2002 – 2009: Integrasi 3 Media (Air, Udara, Limbah B3) Tahun 2004, Kabinet Indonesia Bersatu I dilantik, dan sebagai konsekuensinya struktur Kementerian Negara Lingkungan Hidup kembali mengalami perubahan. Pengelolaan limbah B3 dan bahan B3 dipandang perlu untuk mendapatkan perhatian yang lebih besar, maka dibentuklah Deputi Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun dan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Selain menangani limbah B3 unit ini juga diberi tanggungjawab sebagai Sekretariat PROPER, maka pada periode ini pelaksanaan PROPER berada di tangan dua eselon I, yaitu Deputi Pengendalian Pencemaran untuk pengawasan media udara, air, limbah padat non B3 dan Deputi Bidang Pengelolaan Bahan Berbahaya dan Beracun dan Limbah Bahan Berbahaya untuk pengawasan limbah B3. Tahun 2005, kriteria penilaian diperbaiki dengan lebih merinci aspek penilaian ketaatan terhadap peraturan dan penilaian terhadap upaya sukarela yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan (beyond compliance). Perbaikan ini cukup mendasar sehingga banyak industri yang belum siap dengan kriteria baru. Akhirnya diambil kebijakan untuk tidak mengumumkan peringkat PROPER pada tahun 2006. Meskipun demikian perusahaan tetap menerima rapor kinerja pengelolaan lingkungannya. Pada tahun 2007, dilakukan kembali perbaikan kriteria dengan memberikan tekanan pada penilaian yang spesifik untuk masing-masing sektor industri, dan memberikan fleksibilitas dalam penilaian terhadap ketaatan terhadap peraturan. Perbaikan ini merupakan respon atas kritik dari industri peserta PROPER. Berdasarkan masukan dari peserta PROPER, akhirnya peringkat PROPER mengalami perubahan. Peringkat PROPER yang sejak tahun 1995 menggunakan lima kategori warna—Hitam, Merah, Biru, Hijau dan Emas, diubah menjadi tujuh warna. Pada peringkat baru diperkenalkan peringkat Biru Minus (-) dan Merah Minus (-). Mulai tahun 2007, lingkup peserta PROPER juga diperluas dengan memasukkan kawasan industri dan jasa pengelolaan limbah B3 sebagai target pengawasan. Pada tahun 2009, sektor jasa perhotelan dan rumah sakit sudah dilakukan penilaian peringkat meskipun belum diumumkan ke publik. 2010 – 2014: Menambah cakupan pengawasan PROPER Pada tahun 2011, terjadi perubahan kriteria penilaian PROPER yang cukup radikal. Untuk pertama kalinya, diperkenalkan kriteria penilaian potensi kerusakan lingkungan untuk kegiatan pertambangan. Kriteria penilaian beyond compliance dibuat lebih komprehensif dan detail. Penilaian ditekankan pada aspek sistem dan pencapaian hasil. Semua upaya beyond compliance harus dilakukan secara sistematis dengan menggunakan kerangka Plan-Do-Check Adjust (PDCA). Sedangkan pencapaian hasil dinilai berdasarkan pencapaian selama tiga tahun terakhir dan dibandingkan (benchmarking dengan industri-industri sejenis. Tahun 2011, terdapat 1.002 perusahaan yang dinilai.Kriteria peringkat yang diberikan Kementerian Lingkungan Hidup dibedakan menjadi lima warna, yaitu Emas, Hijau, Biru, Merah dan Hitam. Sejumlah 106 perusahaan memperoleh predikat Hijau, 552 perusahaan mendapatkan predikat Biru, 283 perusahaan meraih predikat Merah dan predikat Hitam diperoleh 49 perusahaan. Sementara lima perusahaan memperoleh predikat Emas. Pada tahun ini, untuk pertama kalinya juga diperkenalkan kriteria penilaian perlindungan keanekaragaman hayati. Masuknya kriteria ini didasarkan atas evaluasi hasil penilaian peringkat hijau dan emas. Pada tahun 2013,perusahaan juga didorong untuk membuat Sustainability Reporting untuk transparansi dalam melaporkan dampak dan risiko lingkungan yang disebabkan oleh perusahaan serta upaya-upaya pengelolaan lingkungan dan sosial yang dilakukan untuk memitigasi dampak dan risiko tersebut. Sampai dengan tahun 2014, dari segi kriteria dan mekanisme penilaian PROPER tidak akan banyak dilakukan perubahan secara drastis seperti yang terjadi pada tahun 2011. Untuk kriteria penaatan relatif tidak berubah. Perbaikan akan dilakukan untuk kriteria penilaian Hijau dan Emas. Perbaikan tersebut antara lain adalah membuat kriteria penyaring yang lebih jelas untuk kandidat hijau. Selain memenuhi tingkat ketaatan secara sempurna, maka aspek housekeeping dan kemudahan akses informasi akan menjadi faktor pertimbangan untuk menjadi kandidat hijau. Selain itu, juga akan diintroduksikan penekanan pada aspek inovasi dan additionality. 2014 – 2015: 2 kriteria penilaian PROPER Kriteria penilaian PROPER terdiri dari dua kategori, yaitu kriteria penilaian ketaatan dan kriteria penilaianlebih dari yang dipersyaratkan dalam peraturan (beyond compliance). Kriteria penilaian ketaatan menjawab pertanyaan sederhana saja: Apakah perusahaan sudah taat terhadap peraturan pengelolaan lingkungan hidup? Peraturan lingkungan hidup yang digunakan sebagai dasar penilaian saat ini adalah peraturan yang berkaitan dengan: Persyaratan dokumen lingkungan dan pelaporannya; Pengendalian Pencemaran Air; Pengendalian Pencemaran Udara; Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3); Pengendalian Pencemaran Air Laut; dan Potensi Kerusakan Lahan. Kriteria beyond compliance lebih bersifat dinamis karena disesuaikan dengan perkembangan teknologi,penerapan praktik-praktik pengelolaan lingkungan terbaik dan isu-isu lingkungan yang bersifat global. Penyusunan kriteria yang terkait dengan pelaksanaan PROPER dilakukan oleh tim teknis dengan mempertimbangkan masukan dari berbagai pihak. Siapa saja? Mereka adalah pemerintah kabupaten/kotamadya, asosiasi industri, perusahaan, LSM, universitas, instansi terkait, dan Dewan Pertimbangan PROPER. 2016: Ketaatan PROPER naik dengan adanya Sistem Informasi Pelaporan Elektronik Lingkungan Hidup (SIMPEL) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan tingkat ketaatan perusahaan dalam PROPER tahun 2016 meningkat. Tingkat ketaatan Proper tahun ini mencapai 85 %, naik 11 % dibandingkan tahun lalu yang mencapai 74 %. Tahun 2016 jumlah peserta PROPER mencapai 1930 (Seribu Sembilan ratus tiga puluh) perusahaanyang terdiri dari 111 jenis industri. Tingkat ketaatan PROPER pada tahun ini mencapai 85% dengan Peraih peringkat EMAS sebanyak 12 perusahaan, HIJAU 172 perusahaan, BIRU 1422 perusahaan, MERAH 284 perusahaan, HITAM 5 perusahaan, dan 35 perusahaan lainnya tidak diumumkan terdiri dari 13 perusahaan dalam proses penegakan hukum dan 22 perusahaan tutup atau tidak beroperasi. Peringkat HITAM diberikan kepada perusahaan yang menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan, tidak memiliki izin lingkungan atau membuang limbah B3 langsung ke lingkungan. 2017: 1819 Industri mulai menghitung biaya penghematan Tingkat ketaatan perusahaan terhadap lingkungan hidup pada 2016-2017 mencapai 92% atau naik 7% dari pencapaian tahun lalu. Penilaian PROPER dilakukan terhadap 1.819 perusahaan dengan mempertimbangkan aspek ketaatan peraturan pengelolaan lingkungan hidup, penerapan sistem manajemen lingkungan, efisiensi energi, konservasi air, pengurangan emisi, perlindungan keanekaragaman hayati, limbah B3, limbah non B3 dan langkah-langkah pemberdayaan masyarakat. Terdapat 19 perusahaan yang mendapatkan peringkat emas, 150 perusahaan peringkat hijau, 1.486 peringkat biru, 130 peringkat merah, dan 1 perusahaan peringkat hitam. Perusahaan yang mendapatkan peringkat emas adalah perusahaan yang konsisten menunjukkan keunggulan lingkungan dalam proses produksi dan jasa, serta melaksanakan bisnis yang beretika dan bertanggung jawab terhadap masyarakat. 2018: Kolaborasi PROPER dan dunia usaha untuk SDGs Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) periode 2017 – 2018 ini diikuti sebanyak 1.906 perusahaan. Berdasarkan evaluasi Tim Teknis dan pertimbangan Dewan Pertimbangan PROPER, selain peringkat EMAS dan HIJAU ditetapkan peraih peringkat BIRU 1.454 perusahaan, MERAH 241 perusahaan, dan HITAM 2 perusahaan, serta 16 perusahan dikenakan penegakan hukum dan 18 tidak beroperasi. Dari 1.906 perusahaan tersebut terdiri dari 905 Agroindustri, 560 Manufaktur Prasarana Jasa, dan 441 Pertambangan Energi Migas. Hasil penilaian PROPER tahun 2018 menunjukkan tingkat ketaatan 87% dan upaya hemat energi sebesar 273,61 juta Gigajoule, upaya awet air 306,94 juta m3, tahan emisi konvensional dengan total penurunan emisi sebesar 18,7 juta ton, tahan emisi GRK sebesar 306,94 juta ton CO2e, reduksi dan pemanfaatan limbah B3 dan limbah padat non B3 sebesar 16,34 juta ton dan 6,83 juta ton, serta penurunan beban pencemaran air limbah yang mencapai 31,72 juta ton. Melalui PROPER juga telah dihitung kontribusi dunia usaha melalui upaya perbaikan lingkungan dan tanggung jawab sosial terhadap pencapaian SDGs. Dalam catatan PROPER tahun ini, lebih dari 400 perusahaan kandidat hijau telah berkontribusi terhadap 17 tujuan pembangunan berkelanjutan. Kontribusi dunia usaha terhadap pencapaian 17 target SDGs tersebut dilaksanakan melalui 8.474 kegiatan dengan total anggaran Rp. 38,68 Triliun. 2019: Implementasi Evaluasi PROPER aspek ketaatan melalui SIMPEL (PROPER 4.0) SIMPEL menjadi basis data terbesar di Indonesia dalam pengelolaan lingkungan perusahaan. Melalui aplikasi SIMPEL, perusahaan mendapatkan manfaat dalam bentuk keamanan data, menajemen data, serta kemudahan waktu dan biaya dalam proses pelaporan. Pada tahun 2019 ini tercatat efisiensienergi mencapai 663,9 juta GJ, penurunan emisi GRK sebesar 93.8 juta ton CO2e, penurunan emisi udara sebesar 1,91 juta ton, reduksi Limbah B3 sebesar 17,75 juta ton, 3R limbah non B3 sebesar 9,92 juta ton, efisiensi air sebesar 459,89 juta m3, penurunan beban pencemaran air sebesar 50,59 juta ton dan berbagai upaya perlindungan keanekaragaman hayati. Penyampaian hasil kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan sudah dilakukan secara online melalui Sistem Pelaporan Elektronik (SIMPEL). Ada 2.045 perusahaan dari 6.735 perusahaan yang memiliki akun SIMPEL. Baca juga: Urgensi PROPER dalam Bisnis yang Berkelanjutan Apa itu PROPER? Yuk Kenalan dengan Program Penilaian Peringkat Perusahaan (PROPER) Rahasia Badak LNG Raih PROPER Emas dalam Satu Dekade Sejarah dan Timeline Berdirinya Proper: Pentingnya pelibatan masyarakat dan pasar Sebagai makhluk sosial, manusia berinteraksi dan memerlukan pengakuan atau reputasi agar eksistensinya diakui. Industri yang beroperasi dengan tidak bertanggung jawab dapat dihukum oleh masyarakat dengan tidak memberikan ‘izin sosial’ bagi industri tersebut. Aktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah masyarakat dan pasar. Mereka dapat ‘menghukum’ perusahaan dengan cepat dan telak hanya bermodalkan satu senjata, yaitu informasi. Apalagi kalau informasi tersebut diperoleh dari sumber yang kredibel. Bagaimana pendapatmu tentang artikel Sejarah dan Timeline Berdirinya PROPER ini? Perjalanan yang sangat panjang, bukan? Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
PROPER Adalah: Definisi, Kriteria, dan Mekanismenya
Community Development, CSR, PROPER, Sustainability

PROPER Adalah: Definisi, Kriteria, dan Mekanismenya

Tahukan Anda jika pembangunan yang masif akan mengakibatkan dampak yang negatif terhadap sektor lingkungan hidup? Untuk memitigasi dan meminimalisir dampak yang dihasilkan dari pembangunan, maka PROPER adalah solusinya.  Lalu sebenarnya PROPER itu apa? Kriteria dari PROPER apa saja? Lalu bagaimana mekanisme dari pelaksanaan PROPER? Jangan bingung, Olahkarsa akan membahas secara komprehensif terkait hal-hal yang berkaitan dengan PROPER.  Apa Itu PROPER? PROPER adalah parameter penilaian dari perusahaan dan suatu lembaga terkait dengan aktivitasnya dalam mengelola sektor lingkungan hidup. Bentuk penilaiannya disandarkan pada beberapa indikator yang telah dirumuskan oleh Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia.  Pencemaran lingkungan dan kerusakan pada alam menjadi konsekuensi logis dari pembangunan dengan skala yang besar. Oleh karenanya, secara struktural pemerintah menetapkan PROPER sebagai landasan bagi perusahaan untuk berperan dalam pengelolaan lingkungan.  Di lain sisi, PROPER juga mendorong agar perusahaan dapat memenuhi aturan serta regulasi yang telah dibuat oleh pemerintah dengan secara simultan memelihara sektor lingkungan hidup. Mulai dari konservasi energi, sumber daya alam hayati, hingga community development.  Anda pasti bertanya-tanya, sebenarnya PROPER itu singkatan dari apa sih? Mengutip dari Kementerian Lingkungan Hidup, jika PROPER merupakan akronim dari Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.  Baca Juga:  8 Peran Pendamping Sosial yang Harus Anda Tahu! Kriteria dari PROPER Apa Saja? Secara teknis, PROPER memiliki kriteria penilaian yang dibagi menjadi dua poin penting. Yaitu, kriteria penilaian ketaatan dan kriteria penilaian yang melebihi aturan (beyond compliance). Dua kriteria ini menjadi fondasi kualifikasi penilaian yang ditetapkan oleh pemerintah.  Kriteria penilaian ketaatan menjadi kualifikasi yang lebih fundamental karena menelisik secara legal terkait dengan patuhnya perusahaan dalam memitigasi dan mengelola lingkungan hidup. Sehingga sebelum masuk ke dalam kriteria penilaian beyond compliance, maka harus menilai dulu kriteria penilaian ketaatan.  Oleh karenanya, ada beberapa variabel yang menjadi dasar penilaian ketaatan. Seperti, pengendalian pencemaran air, syarat dokumen lingkungan dan pelaporannya, pengendalian Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3), dan pengendalian pencemaran udara.  “PROPER telah bertransformasi dari kriteria sederhana, yaitu penilaian pengendalian pencemaran air, kemudian berkembang menjadi kriteria yang mengusung perbaikan berkelanjutan, hingga sekarang mencakup kriteria daya tanggap kebencanaan. Berbagai kriteria tersebut diharapkan menjadi indikator bagi perusahaan untuk berpartisipasi dalam pembangunan lingkungan yang berkelanjutan bukan hanya terfokus pada pencapaian profit” KH. Ma’ruf Amin, Wakil Presiden Republik Indonesia Sedangkan untuk poin kriteria beyond compliance tidak statis seperti kriteria penilaian ketaatan. Artinya, kriteria beyond compliance diselaraskan dengan kondisi disrupsi yang sedang berkembang. Mulai dari instrumen kemajuan teknologi hingga isu lingkungan hidup dengan skala makro.  Ada beberapa variabel yang dinilai dari kriteria beyond compliance. Seperti, implementasi sistem manajemen lingkungan, efisiensi energi, usaha penurunan emisi, dan pelaksanaan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) pada limbah. Selain itu, ada konservasi air, perlindungan ragam hayati, dan program community development.  Baca Juga: Wajib Tahu! 3 Strategi Community Development Bagaimana Mekanisme Pelaksanaan PROPER? Proses implementasi dari PROPER melalui beberapa mekanisme yang telah ditetapkan secara kontekstual. Bagaimana mekanismenya? 1. Pemilihan Perusahaan Pertama, yaitu menentukan perusahaan mana yang menjadi terkualifikasi dalam konteks PROPER. Secara teknis, perusahaan yang masuk dalam radar PROPER harus memberikan impact yang nyata terhadap lingkungan hidup. 2. Pengumpulan Data Kedua, yaitu mengkurasi data yang berbasis laporan pelaksanaan dalam konteks pengelolaan lingkungan hidup dari perusahaan yang telah terdaftar. Data swapantau ini tidak berdiri sendiri, karena akan dilengkapi dengan data empiris dari lapangan.  3. Pengolahan Data Ketiga, yaitu data yang telah dikurasi harus diolah menjadi sebuah bentuk rapor. Di mana rapor tersebut akan memuat beberapa poin penting, yakni laporan evaluasi kinerja dari perusahaan yang meliputi pengelolaan lingkungan hidup. 4. Pembahasan Keempat, yaitu memasuki tahapan pembahasan terkait dengan rapor yang telah diolah pada tahap sebelumnya. Pembahasan ini berkaitan dengan output dan mereview beberapa hal yang sifatnya teknis dari rapor sementara.  5. Pelaporan Kepada Berbagai Pihak Kelima, yaitu melakukan pelaporan kepada beberapa pihak secara struktur seperti Dewan Pertimbangan dan pejabat di Kementerian Lingkungan Hidup. Pelaporan hasil ini akan mendapatkan feedback berupa komentar dan saran terkait dengan rapor sementara PROPER tersebut. 6. Penetapan Hasil Keenam, yaitu rapor hasil dari pembahasan dan yang sudah dilaporkan kepada pihak terkait akan ditetapkan. Setelah itu, rapor ini akan didistribusikan kepada perusahaan terkait dan pemerintah. 7. Pemeriksaan Ketujuh, yaitu melakukan proses pemeriksaan yang diejawantahkan dengan pemberian peringkat serta menetapkan status peringkat PROPER pada perusahaan oleh Kementerian Lingkungan Hidup.  8. Pengumuman Kedelapan, yaitu mengumumkan peringkat kinerja perusahaan dalam konteks PROPER kepada publik dan berbagai stakeholder.  Lalu Apa Kesimpulannya? PROPER menjadi bentuk aturan, regulasi, dan kebijakan dari pemerintah untuk dapat mengoptimalisasi kinerja perusahaan dengan tetap memperhatikan sektor lingkungan hidup. Di lain sisi, melalui Kementerian Lingkungan Hidup, PROPER adalah landasan untuk mengimplementasikan good governance dalam mengelola lingkungan.  Baca Juga: Perbedaan CSR dan CSV, Catat Ya!
Olahkarsa Official on
20 Perusahaan Indonesia yang Menerapkan CSV Versi Olahkarsa
CSR, CSV, Sustainability

20 Perusahaan Indonesia yang Menerapkan CSV Versi Olahkarsa

Konsep tanggung jawab sosial perusahaan atau Corporate Social Responsibility (CSR) kini dikembangkan menjadi Creating Shared Values (CSV). Konsep ini diartikan sebagai CSR berkelanjutan dari perusahaan yang tidak hanya fokus pada dampak sosial, tapi juga berdampak bagi perusahaan. Pada artikel kali ini, tim Olahkarsa akan merangkum 20 Perusahaan Indonesia yang menerapkan CSV. TOP CSV Award untuk perusahaan yang sukses jalankan Creating Shared Value (CSV) INFOBRAND.ID dan TRAS N CO Indonesia bekerja sama dengan Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Airlangga dalam TOP CSV Award 2021. Penjurian dilakukan oleh Tri Raharjo selaku CEO TRAS N CO Indonesia bersama Dr. Gancar C Premananto, yang juga Senior Consultant & Mentor CSV, dan Drs. Mas Achmad Daniri, MEc (pakar good corporate governance (GCG) dan penulis buku “Lead By CSV”. Dewan Juri akan melakukan penilaian berdasarkan Skala Likert Kriteria penilaian yang digunakan adalah perusahaan peraih penghargaan TOP CSV Award 2021 dinilai telah memenuhi tiga kriteria penilaian. Yang pertama adalah CSV Concept Aspect (bobot 30%) dengan cara memasukkan masalah sosial sebagai bahan merancang strategi perusahaan. Kedua, CSV Impact Aspect (bobot 50%), menilai dampak positif yang ditimbulkan dari kegiatan CSV baik untuk masyarakat maupun perusahaan. Ketiga, CSV Branding Aspect (bobot 20%) yang mengukur banyaknya ulasan dan pemberitaan yang dilakukan oleh perusahaan melalui media digital. 20 perusahaan Indonesia yang menerapkan CSV dalam TOP CSV Award 2021 Tidak semua perusahaan menerapkan program CSV. Ada yang tidak sadar telah menerapkan program tersebut, dan ada pula perusahaan yang telah berhasil lolos CSV Award. Inilah Daftar 20 perusahaan Indonesia yang menerapkan CSV: 1. PT Pertamina (Persero) dengan program CSV Pinky Movement Program CSV Pinky Movement telah memberikan Value Creation baik bagi masyarakat khususnya para UMKM, Pertamina sebagai pelaksana program maupun Pemerintah selaku Regulator. Pinky Movement merupakan sebuah program TJSL yang menyasar UMKM untuk dapat naik kelas melalui pembiayaan modal usaha dan pembinaan. Program ini menekankan pada upaya konkret untuk menurunkan beban subsidi dan menjadi tepat sasaran. Sehingga peluang UMKM khususnya usaha outlet LPG untuk mengembangkan bisnisnya makin terbuka lebar dengan menjual LPG nonsubsidi, maupun UMKM pengguna LPG subsidi yang ingin beralih menggunakan LPG nonsubsidi bisa mendapat manfaat yang lebih dengan mengikuti program ini. 2. PT Taspen (Persero) dengan program CSV Wirausaha Pintar Dalam tanggung jawabnya ke masyarakat, TASPEN memiliki Program Wirausaha Pintar, sebagai program andalan. Program tersebut merupakan bentuk komitmen TASPEN dalam membuat program CSV berkelanjutan bagi para peserta ASN di seluruh Indonesia dengan memberikan pelatihan, permodalan, pendampingan serta akses pemasaran. 3. PT Jasa Raharja dengan program CSV Traffic Hero & Youth Traffic Innovation Melalui program Traffic Hero and Youth Innovations ini, Jasa Raharja bekerja sama dengan masyarakat yang memiliki kepedulian kepada keselamatan berkendara.  Program ini menyasar 30 orang sukarelawan yang ditempatkan di 60 titik rawan kecelakaan dan kemacetan. Selain itu, Jasa Raharja yang berkolaborasi dengan berbagai stakeholders, berhasil memberdayakan penghasilan tambahan para traffic hero serta mampu meningkatkan indeks kepuasan masyarakat dan menekan rasio angka kecelakaan. 4. PT Pembangkitan Jawa-Bali dengan program CSV Inovasi PJB Co-Firing Untuk Negeri Penghargaan untuk PT PJB didapatkan dari Program CSV: Co-Firing penerapan green energy pada PLTU dengan memanfaatkan biomassa sebagai substitusi (campuran bahan bakar), dengan melibatkan Usaha Mikro dan Kecil (UMK) sebagai penyedia biomassa. Sebagai gambaran terhadap keberhasilan dari co-firing, PJB sudah berhasil menguji coba co-firing di 13 PLTU, baik di Jawa maupun Luar Jawa dari kapasitas terkecil di PLTU Tembilahan 2x7MW hingga kapasitas terbesar di PLTU Paiton 9 : 1 x 660 MW dengan persentase Co Firing 1-20%. 5. Magister Manajemen Fakultas Ekonomi & Bisnis Universitas Airlangga dengan program CSV This Is Ability Not Disability Sebagai salah satu peraih penghargaan tersebut, Program Studi Magister Manajemen FEB UNAIR bersama dengan seluruh Mahasiswa Program Studi MM-FEB UNAIR Angkatan 55 reguler, mengusung sebuah konsep yang menarik “This is Ability Not Disability, Metode Melukis dengan Warna untuk Tuna Netra”, Metode Melukis dengan Warna untuk Tuna Netra”. Melalui konsep ini Program Studi MM-FEB UNAIR berhasil mewujudkan bahwa semua orang tidak terkecuali untuk teman-teman penyandang tuna netra bisa menggambar dan melukis. 6. PT Semen Gresik dengan program CSV Social Enterprise Salah satu program unggulan korporasi oleh PT Semen Gresik yang telah memberikan nilai sosial dan ekonomi yaitu pertanian terpadu (Edupark) di Desa Wisata Kajar serta program gerakan pemberdayaan masyarakat berkesinambungan melalui pembentukan perusahaan patungan antara PTSG dan enam BUMDes di dekat area perusahaan. Mengusung program ‘Social Enterprise, Gerakan Pemberdayaan Masyarakat yang Berkesinambungan dan Bersifat Inklusif untuk Mendorong Terbangunnya Ekosistem Sosial Sehat, Ekonomi Meningkat & Desa Berdaulat’, Semen Gresik membukukan skor 4,94 dari skala 1-5 atau mendekati nilai sempurna. Penilaian mengacu pada tiga aspek meliputi CSV Concept Aspect, CSV Impact Aspect, dan CSV Branding Aspect. 7. PT Pelindo Marine Service dengan program CSV Donor Darah & Plasma Konvalesen PT Pelindo Marine Service telah menginisiasi pelaksanaan Donor Darah & Plasma Konvalesen dengan melibatkan TNI AL, regulator dan otoritas, swasta, hingga komunitas masyarakat dan sukarelawan, serta PMI Surabaya. Pelindo Marine melihat adanya permasalahan sosial pada masa Pandemi Covid-19, yakni kekurangan pasokan darah dan plasma konvalesen. Kemudian mengintegrasikan aksi CSR perusahaan dengan branding melalui event donor darah dan plasma konvalesen yang menggandeng Kapal RS Terapung Ksatria Airlangga, dan kemudian akhirnya bergabung berbagai institusi maritim, baik TNI AL, regulator, swasta bisnis, hingga komunitas masyarakat dan sukarelawan. 8. PT Pupuk Kujang dengan program CSV Kampung NanasKu Dalam penghargaan tersebut, Pupuk Kujang berhasil meraih total poin 4,56 dari skala 5. Dewan juri menilai, Pupuk Kujang berhasil memajukan komunitas petani nanas di Desa Sarireja, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang hingga punya nilai ekonomi dan sosial yang tinggi. Melalui pembinaan sejak tahun 2012 tersebut, petani nanas berhasil meningkatkan kualitas dan jumlah panen berkali lipat. Bahkan, nanas yang dihasilkan bisa memenuhi kualitas ekspor. Alhasil, terjadi peningkatan taraf hidup petani nanas yang dibina Pupuk Kujang. Selain itu, petani berhasil mengembangkan diri hingga bisa berkomunitas dan membentuk koperasi yang mandiri.   9. PT Campina Ice Cream Industry Tbk dengan program CSV It’s Time To Share & Care Kehadiran es krim terbaru dari Campina yaitu Orange Plus yang mengandung 90 mg Vitamin C menambah antusiasme dan menceriakan para peserta vaksinasi. Kebaikan buah jeruk yang kaya vitamin C dipilih Campina menjadi salah satu varian terbaru es krim stik yang tidak mengandung susu. Produk ini memberikan alternatif kepada masyarakat untuk dapat mengkonsumsi vitamin dengan cara yang menyenangkan. Selain itu, pembagian es krim Orange Plus akan memberikan keceriaan sebagai immune booster kepada masyarakat yang hadir dalam program vaksinasi. Sebagai perusahaan es krim asli Indonesia, Campina Ice Cream dengan semangat ‘It’s time to share and care’ membantu masyarakat Surabaya untuk mau divaksin dengan memberikan reward berupa es krim. 10. PT Astra Tol Nusantara dengan program CSV Strengthening Sustainability Strategy Through Astra Infra’s Toll Road Safety Performance Memiliki pengalaman panjang 25 tahun mengelola Jalan Tol, bagian dari nama besar ASTRA International mengerti benar bagaimana melindungi para pengguna jalan. Untuk meningkatkan keselamatan berkendara, perusahaan menjalankan program Strengthening Sustainability Strategy Through Astra Infra’s Toll Road Safety Performance, bertujuan menurunkan angka kecelakaan lalu lintas, meningkatkan aktivitas pelopor berlalu lintas, serta meningkatkan kesadaran pengguna jalan. 11. PT Bio Farma (Persero) dengan program CSV Sustainability to Improve Quality of Better Life Bio Farma menjalankan program Create Share Value, untuk membantu masyarakat tani menciptakan inovasi untuk penyediaan pakan ternak yang berkualitas. Dengan adanya Inovasi ini, pakan berkualitas berupa Re-Grass, mengalami peningkatan pada kualitas susu antara 37,2%-44,9%. 12. PT Astra Graphia Tbk dengan program CSV Kelas ASIK Pelatihan yang diberikan melalui Kelas ASIK merupakan bantuan pemberdayaan dan promosi bagi UMK di bidang Creative Packaging, IT, dan Digital Marketing, sehingga UMK Indonesia bisa semakin bersaing dan naik kelas. Melalui pelatihan Kelas ASIK, wawasan pelaku UMK mengenai kemasan kreatif menjadi lebih terbuka, sehingga berdampak pada meningkatnya penjualan. 13. PT Bintang Toedjoe dengan program Taman Herbal Bejo Menurut David lagi, program CSV dari PT Bintang Toedjoe berkomitmen bukan hanya sekedar memberi bantuan kepada masyarakat, namun juga meningkatkan nilai ekonomi lingkungan dan nilai sosial masyarakat. Dari program Taman Herbal Bejo dari keseluruhan ada 9 ribu petani, kalau lihat tingkat sustainability-nya, dapastikan penyerapan untuk produksi bisa mencapai 100%. Dari program Taman Herbal Bejo kita juga memberikan edukasi agar mereka sadar akan tanaman herbal dan Toga. 14. PT Paiton Energy dengan program To Grow Sustainable and Brings Positive Impact to the Nation Program To Grow Sustainable and Brings Positive Impact to the Nation adalah salah satu program yang dijalankan adalah program Enrichment, yaitu program untuk mempersiapkan SDM berkualitas bagi keberlangsungan perusahaan sesuai dengan kebutuhan bisnis perusahaan. Program lainnya adalah Program Pusat Pembelajaran Teknis dan Kejuruan (Lembaga Pelatihan Kerja) Paiton Selaras dan Program Pemanfaatan FABA atau program pemanfaatan limbah batubara FABA (Fly ash dan bottom ash) menjadi paving block sebagai bentuk tanggung jawab operasional perusahaan. 15. PT Indah Kiat Pulp & Paper Tbk dengan program Limbah Tali Strapping PT Indah Kiat Perawang Mill, bagian dari Asia Pulp and Paper Group, mengadakan program bisnis pengolahan limbah tali strapping sebagai upaya pemberdayaan wanita. Kegiatan ini berhasil menciptakan kesempatan kerja bagi masyarakat yang memerlukan, terlebih bagi para wanita untuk memanfaatkan waktu luangnya. Atas keberhasilan pengrajin tali strapping ini, PT Indah Kiat Perawang Mill mendapatkan apresiasi Indonesia Green Award pada tahun 2014. 16. PT Lemonilo Indonesia Sehat dengan program Menuju Generasi Hebat Kita saat ini berada di tengah ketidakpastian karena pandemi global COVID-19. Seluruh masyarakat dunia, termasuk Indonesia, terkena dampaknya. Merupakan tugas kita bersama untuk memastikan bahwa Indonesia bisa melewati pandemi ini. Lemonilo bertekad untuk berperan aktif dalam menjaga masyarakat Indonesia tetap sehat dan bersama-sama memenangkan “pertarungan” melawan COVID-19. 17. PT Hasnur Riung Sinergi (HRS) dengan program Sinergi Bersama BUMDes Untuk kegiatan CSV yang kali ini dilakukan oleh PT. Hasnur Riung Sinergi (HRS), perusahaan yang berfokus pada kontraktor pertambangan batubara di Kabupaten Tapin Kalimantan Selatan ini mengemukakan program Creating Shared Value (CSV) dengan nama Sinergi Bersama Bumdes. Tujuan utama dari program ini meliputi penciptaan lapangan kerja baru melalui usaha Sinergi Bersama BUMDES. 18. PT. Bhumi Jati Power dengan program Integrated Communal Cow Farm Program Peternakan Sapi Komunal adalah salah satu program CSR berkelanjutan yang dibentuk oleh BJP, bekerja sama dengan perusahaan konsultan Bina Swadaya Konsultan (selanjutnya disebut “BSK”), untuk mengintegrasikan pengelolaan peternakan dengan bidang lain, seperti pertanian organik , budidaya ikan lele, dan produksi pupuk dan biogas. Secara total, 20 warga Desa Sekuping berpartisipasi dalam Program ini dengan 30 ekor sapi dan memelihara Peternakan Sapi Komunal bersama-sama. Untuk mengoperasikan Peternakan Sapi Komunal, ke-20 warga desa tersebut, di bawah pengawasan BSK, telah membentuk kelompok ternak sendiri yaitu Ternak Makmur Bhumi Jaya (selanjutnya disebut “TMB Jaya”). 19. PT Len Industri dengan program Tenaga Surya untuk Bangsa PT Len Industri yakin akan mampu menghapus kemiskinan ekstrim di tahun 2024, yang menjadi agenda prioritas pemerintah. Secara khusus ia mengajak agar CSR perusahaan diarahkan untuk pemberdayaan ekonomi di wilayah-wilayah miskin ekstrim. Mereka memberikan bantuan berupa tenaga surya agar masyarakat dapat ikut menikmati produk hasil inovasi dari Len. Program ini juga merupakan usaha Len dalam melakukan dekarbonisasi, yaitu usaha mengurangi emisi karbon dengan penggunaan energi ramah lingkungan menggantikan bahan bakar fosil. Bisnis energi merupakan perwujudan dari konsep dual-use technology, yaitu pertahanan dan non pertahanan. 20. PT Wahana Duta Jaya Rucika dengan program I’m The Proud Owner of a Safe Water Garden Sistem SWG yang salah satu komponen utamanya adalah sistem perpipaan, membuat Rucika sebagai produsen sistem perpipaan terlengkap di Indonesia tergerak untuk berkontribusi dalam mensukseskan program pengelolaan air limbah ini dengan menyiapkan 30 sistem sanitasi portable yang dipasang pada 30 rumah di pemukiman Bumi Indah, Pulau Bintan Kepulauan Riau. Program ini juga merupakan salah satu bentuk responsibilitas untuk turut berpartisipasi dalam memberikan solusi dari permasalahan global seperti kurangnya sistem sanitasi yang memadai di beberapa daerah terpencil. Baca juga: Ketahui 7 Tahapan Community Development! Creating Shared Value, Masa Depan Bisnis Berkelanjutan 3 Bentuk Implementasi Creating Shared Value Harapannya 20 perusahaan Indonesia yang menerapkan CSV ini lebih banyak memotivasi perusahaan lain untuk berpartisipasi juga menerapkan program ini. Pemberian penghargaan bertujuan untuk mengapresiasi perusahaan yang telah berhasil menjalankan program CSV untuk membangun keunggulan kompetitif perusahaan. Dan tentunya penghargaan yang diterima tentunya akan semakin meningkatkan citra, reputasi dan kepercayaan terhadap brand atau perusahaan di mata publik. Nah, itulah 20 perusahaan Indonesia yang menerapkan CSV versi tim Olahkarsa. Jika kamu menemukan perusahaan Indonesia yang menerapkan CSV selain yang disebutkan di atas, silakan tulis di kolom komentar ya! Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Faktor Kesuksesan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Community Development, Innovation, Sustainability, Technology

Faktor Kesuksesan Pemberdayaan Masyarakat Desa (Indikator, Pelaku PPM, dan Asas)

Pemberdayaan memang sebuah proses. Namun, dari proses tersebut dapat dilihat dengan indikator-indikator yang menyertai proses pemberdayaan menuju sebuah keberhasilan. Untuk mengetahui pencapaian tujuan pemberdayaan secara operasional, maka perlu diketahui berbagai indikator keberdayaan atau faktor kesuksesan Pemberdayaan Masyarakat yang dapat menunjukkan seseorang atau komunitas berdaya atau tidak. Dengan cara ini kita dapat melihat ketika sebuah program pemberdayaan sosial diberikan, segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada aspek-aspek apa saja dari sasaran perubahan (misalnya keluarga miskin) yang perlu dioptimalkan. Faktor Kesuksesan Pemberdayaan Masyarakat Desa Keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi, kemampuan akses kesejahteraan, dan kemampuan kultur serta politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan, yaitu: ‘kekuasaan di dalam’ (power within), ‘kekuasaan untuk’ (power to), ‘kekuasaan atas’ (power over) dan ‘kekuasaan dengan (power with). Dari beberapa dasar tersebut, berikut ini sejumlah faktor kesuksesan Pemberdayaan Masyarakat Desa yang dapat dikaitkan dengan keberhasilan dari pemberdayaan: 1. Kebebasan mobilitas Kemampuan individu untuk pergi ke luar rumah atau wilayah tempat tinggalnya, seperti ke pasar, fasilitas medis, bioskop, rumah ibadah, ke rumah tangga. Tingkat mobilitas ini dianggap tinggi jika individu mampu pergi sendirian. 2. Kemampuan membeli komoditas kecil Kemampuan individu untuk membeli barang-barang kebutuhan keluarga sehari-hari (beras, minyak goreng, bumbu); kebutuhan dirinya (minyak rambut, shampo, rokok, bedak). Individu dianggap mampu melakukan kegiatan ini terutama jika ia dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta ijin orang lain termasuk pasangannya, terlebih jika ia dapat membeli barang-barang dengan menggunakan uangnya sendiri. 3. Kemampuan membeli komoditas besar Kemampuan individu untuk membeli barang-barang sekunder atau tersier, seperti lemari pakaian, TV, radio, koran, majalah, pakaian keluarga. Seperti halnya indikator diatas, point tinggi diberikan terhadap individu yang dapat membuat keputusan sendiri tanpa meminta izin dari orang lain, terlebih jika ia dapat membeli dengan uangnya sendiri. 4. Terlibat dalam membuat keputusan-keputusan rumah tangga Mampu membuat keputusan secara sendiri maupun bersama (suami/istri) mengenai keputusan keluarga, misalnya mengenai renovasi rumah, pembelian kambing untuk ternak, memperoleh kredit usaha. 5. Kebebasan relatif dari dominasi keluarga Responden ditanya mengenai apakah dalam satu tahun terakhir ada seseorang (suami, istri, anak, mertua) yang mengambil uang, tanah, perhiasan dari dia tanpa izinnya, yang melarang mempunyai anak, atau melarang bekerja di luar rumah. 6. Kesadaran hukum dan politik Mengetahui nama salah seorang pegawai pemerintah desa/kelurahan, seorang anggota DPRD setempat, nama presiden, mengetahui pentingnya memiliki surat nikah dan hukum-hukum waris. 7. Keterlibatan dalam kampanye dan protes-protes seseorang dianggap ‘berdaya’ Jika ia pernah terlibat dalam kampanye atau bersama orang lain melakukan protes, misalnya terhadap suami yang memukul isteri; isteri yang mengabaikan suami dan keluarganya; gaji yang tidak adil; penyalahgunaan bantuan sosial; atau penyalahgunaan kekuasaan polisi dan pegawai pemerintah. 8. Jaminan ekonomi dan kotribusi terhadap keluarga Memiliki rumah, tanah, aset produktif, tabungan. Seseorang dianggap memiliki poin tinggi jika ia memiliki aspek-aspek tersebut secara sendiri atau terpisah dari pasangannya (Edi Suharto, 2005). Pemberdayaan memang sebuah proses. Akan tetapi dari proses tersebut dapat dilihat dengan indikator-indikator yang menyertai proses pemberdayaan menuju sebuah keberhasilan. Dengan cara ini kita dapat melihat ketika sebuah program pemberdayaan sosial diberikan, segenap upaya dapat dikonsentrasikan pada aspek-aspek apa saja dari sasaran perubahan (misalnya keluarga miskin) yang perlu dioptimalkan. Pelaku perubahan PPM Desa Di dalam sebuah faktor kesuksesan Pemberdayaan memerlukan pelaku perubahan (Agent of Change) yang berperan sebagai animator sosial agar proses pemberdayaan berjalan terus. Pelaku perubahan mempunyai peran sebagai Community Worker atau Enabler (Ife dalam Adi, 2013). Seorang Community Worker harus memiliki keterampilan sebagai berikut: 1. Keterampilan fasilitatif Seorang pelaku perubahan harus mempunyai peran sebagai animator sosial, mediasi dan negosiasi, pemberi dukungan, membentuk konsensus, memfasilitasi kelompok, memanfaatkan sumberdaya dan keterampilan, dan mengorganisir. 2. Keterampilan edukasional Seorang pelaku perubahan juga harus mempunyai peran untuk membangkitkan kesadaran masyarakat, menyampaikan informasi, mengkonfrontasikan, dan melatih. 3. Keterampilan perwakilan Pada posisi ini seorang pelaku perubahan diharapkan mempunyai peran dapat mencari sumber daya, advokasi, memanfaatkan media, membuat hubungan masyarakat, mengembangkan jaringan, dan membagi pengetahuan kepada masyarakat. 4. Keterampilan teknis Adapun keterampilan teknis meliputi keterampilan untuk melakukan riset, menggunakan komputer, melakukan presentasi tertulis maupun verbal, serta kemampuan untuk mengontrol dan mengelola keuangan. Sedangkan Menurut Zastrow (2010), seorang Community Worker diharapkan memiliki pengetahuan dan terampil dalam mengisi berbagai peran. Peran tertentu yang dipilih seharusnya ditentukan oleh apa yang akan menjadi paling efektif, peran- peran tersebut antara lain: 1. Enabler (pemungkin) Merupakan peran untuk membantu individu atau kelompok untuk mengartikulasi atau menyatakan kebutuhan-kebutuhan mereka, menjelaskan dan mengidentifikasi masalah mereka, mencari strategi pemecahan masalah, serta memilih dan menerapkan strategi guna mengembangkan kapasitas mereka dalam menangani masalah secara efektif. 2. Broker (penghubung) Merupakan peran yang menghubungkan individu-individu dan kelompok yang perlu bantuan dan yang tidak tahu dimana bantuan tersebut bisa di dapat dari pelayanan masyarakat. 3. Advocate (pembela) Merupakan peran memberikan kepemimpinan dalam mengumpulkan informasi, mengargumentasikan kebenaran, kebutuhan, dan permintaan klien. Hal tersebut dilakukan apabila seorang klien atau kelompok sedang membutuhkan bantuan. Advokasi sebagai aktivitas menolong klien untuk mencapai layanan ketika mereka ditolak suatu lembaga. 4. Empower Bertujuan untuk membantu individu, keluarga, kelompok, organisasi, dan masyarakat meningkatkan pribadi mereka, interpersonal, sosial ekonomi, dan kekuatan politik. 5. Activist (aktivis) Merupakan peran melakukan perubahan institusional, mereka peduli dengan ketidakadilan, ketidakmerataan, dan kemiskinan sosial. Taktik yang mereka gunakan berupa konflik, konfrontasi, dan negosiasi. 6. Mediator (penengah) Merupakan peran melakukan intervensi jika terjadi perselisihan antara kedua belah pihak. Hal ini untuk membantu mereka dalam mencapai kompromi, merekonsiliasi perbedaan, dan mencapai kesepakatan bersama. 7. Negotiator (penegosiasi) Merupakan peran menyatukan mereka yang sedang berkonflik dengan suatu isu, berupaya menawarkan dan mendapatkan kesepakatan yang diterima oleh kedua belah pihak. 8. Educator (pendidik/instruktur) Merupakan peran memberikan informasi kepada klien. Mengajar mereka dengan berbagai keterampilan. 9. Initiator (inisiator atau penginisiatif) Merupakan peran seorang Community Worker mengetahui potensi masalah dan mampu memberikan solusi. 10. Coordinator (koordinator) Merupakan peran menyatukan beberapa komponen secara bersama, dengan cara yang terorganisir. 11. Researcher (peneliti) Merupakan peran melakukan studi literatur terhadap berbagai topik penelitian. 12. Group facilitator (fasilitator kelompok) Community Worker sebagai pemimpin dalam kelompok. 13. Public speaker (juru bicara) Merupakan peran berbicara di depan khalayak untuk menginformasikan berbagai pelayanan yang tersedia dan meminta dukungan bagi pelayanan baru. Dasar hukum Program Pemberdayaan Masyarakat Desa Berdasarkan UU No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, pada pasal 1 disebutkan Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan, kepentingan masyarakat setempat berdasarkan prakarsa masyarakat, hak asal usul, dan/atau hak tradisional yang diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lingkup kegiatan pemberdayaan masyarakat desa, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri No.114 Tahun 2014 pada pasal 6 meliputi: 1. Pelatihan usaha ekonomi, pertanian, perikanan dan perdagangan2. Pelatihan teknologi tepat guna3. Pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan bagi kepala Desa, perangkat Desa, dan Badan Permusyawaratan Desa; dan4. Peningkatan kapasitas masyarakat, antara lain: a. Kader pemberdayaan masyarakat Desa; b. Kelompok usaha ekonomi produktif; c. Kelompok perempuan, d. Kelompok tani, e. Kelompok masyarakat miskin, f. Kelompok nelayan, g. Kelompok pengrajin, h. Kelompok pemerhati dan perlindungan anak, i. Kelompok pemuda; dan j. Kelompok lain sesuai kondisi Desa Kedudukan Desa tercermin dalam Pasal 2 dan Pasal 5 undang-undang tersebut, sebagai berikut bahwa Desa merupakan penyelenggaraan Pemerintahan Desa, pelaksanaan Pembangunan Desa, pembinaan kemasyarakatan Desa, dan pemberdayaan masyarakat Desa berdasarkan Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika”. Ketentuan di atas menegaskan kedudukan Desa sebagai bagian dari Pemerintahan Daerah. Prinsip dan Asas Pemberdayaan Masyarakat Desa Pengaturan desa dalam UU Desa berlandaskan pada asas yang meliputi:1. Rekognisi, yaitu pengakuan terhadap hak asal usul;2. Subsidiaritas, yaitu penetapan kewenangan berskala lokal dan pengambilan keputusan secara lokal untuk kepentingan masyarakat desa;3. Keberagaman, yaitu pengakuan dan penghormatan terhadap sistem nilai yang berlaku di masyarakat desa, tetapi dengan tetap mengindahkan sistem nilai bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara;4. Kebersamaan, yaitu semangat untuk berperan aktif dan bekerja sama dengan prinsip saling menghargai antara kelembagaan di tingkat Desa dan unsur masyarakat Desa dalam membangun desa;5. Kegotong-royongan, yaitu kebiasaan saling tolong-menolong untuk membangun desa;6. Kekeluargaan, yaitu kebiasaan warga masyarakat desa sebagai bagian dari satu kesatuan keluarga besar masyarakat desa;7. Musyawarah, yaitu proses pengambilan keputusan yang menyangkut kepentingan masyarakat desa melalui diskusi dengan berbagai pihak yang berkepentingan;8. Demokrasi, yaitu sistem pengorganisasian masyarakat desa dalam suatu sistem pemerintahan yang dilakukan oleh masyarakat desa atau dengan persetujuan masyarakat serta keluhuran harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa diakui, ditata, dan dijamin;9. Kemandirian, yaitu suatu proses yang dilakukan oleh pemerintah desa dan masyarakat desa untuk melakukan suatu kegiatan dalam rangka memenuhi kebutuhannya dengan kemampuan sendiri;10. Partisipasi, yaitu warga desa turut berperan aktif dalam suatu kegiatan;11. Kesetaraan, yaitu kesamaan warga desa dalam kedudukan dan peran;12. Pemberdayaan, yaitu upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat desa melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa;13. Keberlanjutan, yaitu suatu proses yang dilakukan secara terkoordinasi, terintegrasi, dan berkesinambungan dalam merencanakan dan melaksanakan program pembangunan desa. Baca juga: Community Development (Pengertian, Aspek, Tujuannya) Indonesia Menerapkan Blue Economy, Sudah Saatnya? Kesimpulan Faktor kesuksesan Pemberdayaan masyarakat desa merupakan upaya meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat desa melalui penetapan kebijakan, program, dan kegiatan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat desa. Pemberdayaan ini menekankan pada proses memberikan atau mengalihkan sebagian kekuasaan, kekuatan atau kemampuan kepada masyarakat agar individu menjadi lebih berdaya. Pemberdayaan juga merupakan sebagai proses menstimulasi, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan apa yang menjadi pilihannya. Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Penting! 8 Indikator Keberhasilan Community Development
Community Development, CSR, Sustainability

Penting! 8 Indikator Community Development

Setiap proses implementasi dari community development harus bersifat terukur dan memiliki tujuan yang jelas. Oleh karenanya, penting untuk mengetahui indikator community development dalam konteks keberhasilan dari setiap program yang dieksekusi. Kira-kira apa saja indikator community development? Yuk cari tahu di bawah ini.  Apakah Masih Penting untuk Melakukan Community Development? Tahukan Anda jika proses community development merupakan kegiatan yang sangat penting untuk dilakukan secara kolektif dan kontinu. Alasannya sederhana, yaitu untuk menciptakan masyarakat yang berdaya dan maju secara pikiran maupun tindakan.  Masyarakat merupakan komponen yang fundamental bagi suatu negara dari berbagai sektor yang sentral. Jika masyarakat tidak berdaya dan memiliki kondisi ekonomi yang miskin, maka negara juga akan stagnan dalam konteks pertumbuhan dan kemajuan.  Di lain sisi, jika masyarakat sudah berdaya dan dapat mengakselerasi ekonomi mikro, maka negara akan linier dengan perkembangan serta pertumbuhan ke arah yang lebih baik. Sehingga negara secara akumulatif dapat memajukan berbagai sektor secara lebih cepat karena masyarakatnya sejahtera.  Narasi di atas menggambarkan bahwa melakukan community development masih sangat relevan untuk dilakukan oleh berbagai stakeholder. Anda dapat berkontribusi untuk menciptakan kondisi masyarakat yang lebih baik lagi dengan ikut serta dalam proses implementasi community development.  “Dunham seorang pakar community development merumuskan community development adalah usaha-usaha yang terorganisasi yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi kehidupan masyarakat, dan memberdayakan masyarakat untuk mampu bersatu dan mengarahkan diri sendiri”.Suharto (1997) Untuk itu, di awal, Anda dapat membaca berbagai informasi mengenai community development di blog Olahkarsa. Setelah itu, Anda dapat terjun secara langsung menjadi volunteer bersama berbagai komunitas sosial untuk melakukan community development.  Baca Juga: 3 Bentuk Implementasi Creating Shared Value Penting! Ini Indikator Keberhasilan dari Community Development  Mengimplementasikan community development adalah sebuah proses yang berjalan secara sustainable. Kemudian dalam merumuskan program-program community development juga disertai dengan beberapa indikator keberhasilan. Apa saja? Akses Mobilitas Sosial Pertama, yaitu indikator yang didasarkan pada kemampuan masyarakat dalam melakukan mobilitas sosial. Hal ini berkaitan dengan keleluasaan masyarakat untuk berpergian ke tempat dan fasilitas umum, seperti pasar, rumah ibadah, rumah sakit, dan lain sebagainya. Kemampuan Membeli Komoditas Kecil Kedua, indikator di mana masyarakat memiliki daya untuk membeli komoditas dalam skala kecil. Misalnya, dapat membeli komoditas untuk kebutuhan sehari-hari (beras, minyak goreng, dan lain-lain) dan barang-barang untuk kebutuhan pribadi. Kemampuan Membeli Komoditas Besar Ketiga, indikator di mana masyarakat mampu untuk membeli komoditas dalam skala yang lebih besar dari segi harga dan value. Misalnya, membeli barang-barang sekunder (pakaian, TV, kulkas, dan lain-lain).  Aktif Membuat Keputusan Rumah Tangga Keempat, yaitu program community development yang dapat membuat individu dalam rumah tangga menentukan keputusan-keputusan sentimentil tanpa intervensi dari pihak keluarga. Misalnya, membeli barang, merenovasi rumah, mendapatkan kredit usaha, dan lain-lain. Bebas dan Dinamis Kelima, yaitu masyarakat mampu bersifat bebas dan dinamis dalam mengambil suatu keputusan tertentu. Hampir sama dengan poin di atas, tetapi indikator ini lebih memfokuskan terbebas dari intimidasi dari pihak eksternal di luar keluarga.  Awareness Mengenai Politik dan Hukum Keenam, masyarakat memiliki awareness yang baik untuk memahami mengenai kebijakan politik dan hukum. Oleh karenanya, program-program yang disusun dalam konteks community development harus memberikan unsur kesadaran mengenai hal-hal fundamental, seperti politik dan hukum. Proaktif Terhadap Berbagai Isu Ketujuh, masyarakat memiliki sifat proaktif untuk menyuarakan aspirasi dan terlibat dalam kampanye yang menyangkut isu-isu tertentu. Isu-isu ini cukup multidimensi, mulai isu-isu nasional (politik, hukum, kebijakan publik) hingga isu-isu lokal.  Jaminan Ekonomi dan Kontributif Kedelapan, masyarakat lebih memiliki jaminan ekonomi seperti mempunyai tempat tinggal, tabungan, hingga kebutuhan sehari-hari. Hal ini merupakan salah satu indikator dari implementasi community development. Jadi Apa Kesimpulannya? Penjelasan di atas semakin memperkuat rasionalisasi dan alasan mengapa community development wajib untuk dilaksanakan oleh berbagai stakeholder. Community development adalah mekanisme yang ditujukan untuk memperbaiki kondisi sosial, ekonomi, hingga budaya dari masyarakat.  Jadi jangan ragu lagi! Ayo terjun bersama stakeholder untuk membangun negara dengan mengimplementasikan community development.  Baca Juga: Creating Shared Value, Masa Depan Bisnis Berkelanjutan
Olahkarsa Official on
Program Pemberdayaan Masyarakat Desa di 6 Bidang
Community Development, Innovation, Sustainability, Technology

Program Pemberdayaan Masyarakat Desa di 6 Bidang

Pembangunan Program Pemberdayaan Masyarakat Desa telah dilakukan dengan menempatkan masyarakat sebagai objek pembangunan yang menerima semua program pemerintah. Paradigma lama (pengembangan) yang lebih berorientasi pada negara dan modal menjadi paradigma baru (pemberdayaan) lebih fokus pada masyarakat dan lembaga-lembaga lokal yang dimasukkan secara partisipatif. Modal dalam paradigma lama pembangunan harus dibuahi terlepas dari kenyataan bahwa itu harus didukung oleh manajemen politik otoriter dan terpusat, pemberdayaan berlawanan adalah perkembangan yang secara demokratis, terdesentralisasi dan partisipatif. Komunitas menempati posisi utama yang dimulai, mengelola dan menikmati pengembangan. Negara adalah fasilitator dan ruang terbuka yang kondusif untuk pertumbuhan inisiatif, partisipasi dan lembaga-lembaga lokal. Dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa telah memberi ruang untuk dipraktekkan pada paradigma baru dalam pembangunan desa di Indonesia. Untuk mewujudkannya diperlukan upaya agar desa mempunyai kemampuan sendiri dalam membangun desanya. Paradigma pembangunan yang dilakukan sendiri oleh Desa dikenal dengan istilah “Desa Membangun”. Paradigma Desa Membangun sudah dipraktekkan oleh desa yang mempunyai Agent of Change (AC) terutama pada struktur pemerintah desa. Hal ini karena AC dapat langsung memberikan masukan ataupun arahan bagi pembangunan desanya. Berkaca dari hal tersebut diperlukan stakeholder lain yang dapat juga berfungsi sebagai AC. Oleh karena itu diperlukan upaya pengembangan masyarakat untuk memunculkan keberdayaan desa dalam usaha peningkatan kualitas hidup dan ekonomi masyarakatnya. Upaya pemberdayaan masyarakat yang dilakukan tidak hanya bertumpu pada pemerintah tetapi juga stakeholder lain seperti Non Government Organization (NGO), Pemerintah Daerah, Pemerintah Desa dan masyarakat desa sendiri. Modul pemberdayaan masyarakat desa dimaksudkan untuk menyediakan pengetahuan tentang pemberdayaan pada masyarakat desa dalam kerangka UU No.6 Tahun 2014 tentang Desa. Isi modul pemberdayaan masyarakat desa mencakup pengertian pemberdayaan masyarakat, pemberdayaan masyarakat dalam bingkai undang-undang desa, dan praktik baik pemberdayaan masyarakat yang pernah dilakukan oleh mahasiswa KKN. Pengertian Program Pemberdayaan Masyarakat Desa Pemberdayaan dipahami dengan cara yang sangat berbeda tergantung pada perspektif orang dan konteks kelembagaan, politik dan penggemar sosial. Ada mereka yang memahami pemberdayaan sebagai proses pembangunan, menswadayakan, memandirikan, memperkuat posisi negosiasi masyarakat termuda terhadap kekuatan penekan di semua bidang dan sektor kehidupan. Pihak lain juga menekankan bahwa pemberdayaan adalah proses memfasilitasi warga masyarakat dalam kepentingan bersama atau unit kolektif. Hal ini dapat mengidentifikasi tujuan, mengumpulkan sumber daya, memobilisasi kampanye tindakan, dan membantu mengatur kembali kekuatan di masyarakat. Sebagian memahami pemberdayaan secara makro sebagai upaya mengurangi ketidakmerataan dengan memperluas kemampuan manusia (melalui, misalnya, pendidikan dasar umum dan pemeliharaan kesehatan, bersama dengan perencanaan yang cukup memadai bagi perlindungan masyarakat) dan memperbaiki distribusi modal-modal yang nyata (misal lahan dan akses terhadap modal). Berdasarkan hal itu maka inti dari pemberdayaan adalah: 1. Proses memperbaiki (to improve) kondisi ekonomi, sosial, dan kebudayaan masyarakat untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik. Pemberdayaan dimaknai dalam konteks menempatkan posisi berdiri masyarakat. Posisi masyarakat bukanlah objek penerima manfaat (beneficiaries) yang tergantung pada pemberian dari pihak luar seperti pemerintah, melainkan dalam posisi sebagai subjek (agen atau partisipan yang bertindak) yang berbuat secara mandiri. Berbuat secara mandiri bukan berarti lepas dari tanggung jawab negara. Pemberian layanan publik (kesehatan, pendidikan, perumahan, transportasi dan seterusnya) kepada masyarakat tentu merupakan tugas (kewajiban) negara secara given. Masyarakat yang mandiri sebagai partisipan berarti terbukanya ruang dan kapasitas mengembangkan potensi-kreasi, mengontrol lingkungan dan sumber dayanya sendiri, menyelesaikan masalah secara mandiri, dan ikut menentukan proses politik di ranah negara. Masyarakat ikut berpartisipasi dalam proses pembangunan dan pemerintahan. 2. Menggali dan memanfaatkan potensi-potensi yang dimiliki masyarakat untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, sehingga prinsip to help the community to help themselves dapat menjadi kenyataan. Ilmu sosial tradisional menekankan bahwa kekuatan terkait dengan pengaruh dan kontrol. Pemahaman ini mengasumsikan bahwa kekuatannya tidak berubah atau tidak dapat diubah. Kekuatan aktual tidak terbatas pada pemahaman sebelumnya. Kekuatan tidak kosong dan diisolasi. Kekuasaan selalu hadir dalam konteks hubungan antara manusia. Daya dibuat dalam hubungan sosial. Oleh karena itu, hubungan kekuasaan dan kekuasaan dapat berubah. Dengan pemahaman kekuasaan seperti itu, pemberdayaan sebagai sebuah proses perubahan memiliki konsep yang penting. Dengan kata lain, kemungkinan terjadinya proses pemberdayaan sangat tergantung pada dua hal: (1) bahwa kekuasaan dapat berubah. Jika kekuasaan tidak dapat berubah, pemberdayaan tidak mungkin terjadi dengan cara apapun; dan (2) bahwa kekuasaan dapat diperluas. Konsep ini menekankan pengertian kekuasaan yang tidak statis, melainkan dinamis (EdiSuharto, 2005). 3. Proses pembangunan yang berkesinambungan, yang berarti dimulai dari tahap permulaan hingga tahap kegiatan tindak lanjut dan evaluasi (follow-up activity and evaluation). Ketiga, pemberdayaan terbentang dari proses sampai visi ideal. Dari sisi proses, masyarakatsebagai subjek melakukan tindakan atau gerakan secara kolektif mengembangkan potensi-kreasi,memperkuat posisi tawar, dan meraih kedaulatan. Dari sisi visi ideal, proses tersebut hendakmencapai suatu kondisi dimana masyarakat mempunyai kemampuan dan kemandirian melakukanvoice, akses dan kontrol terhadap lingkungan, komunitas, sumberdaya dan relasi sosial-politikdengan negara. Proses untuk mencapai visi ideal tersebut harus tumbuh dari bawah dan dari dalammasyarakat sendiri. Namun, masalahnya, dalam kondisi struktural yang timpang masyarakat sulitsekali membangun kekuatan dari dalam dan dari bawah, sehingga membutuhkan “intervensi” dariluar. 4. Menggalang partisipasi aktif dalam masyarakat berupa bentuk aksi bersama (group action) di dalam memecahkan masalah dan memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. Pemberdayaan terbentang dari level psikologis-personal (anggota masyarakat) sampai ke level struktural masyarakat secara kolektif. Sasaran pemberdayaan adalah masyarakat, yang di dalamnya mewadahi warga secara individual maupun komunitas secara kolektif. Pemberdayaan adalah upaya membangkitkan kekuatan dan potensi masyarakat yang bertumpu pada komunitas lokal melalui pendekatan partisipatif dan belajar bersama. Dari sisi strategi, pendekatan dan proses, pemberdayaan merupakan gerakan dan pendekatan berbasis masyarakat lokal maupun bertumpu pada kapasitas lokal, yang notabene bisa dimasukkan ke dalam kerangka pembaharuan menuju kemandirian masyarakat. Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 Tentang DesaPasal 1 Ayat (12)Pemberdayaan Masyarakat Desa adalah upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa. Dasar pemikiran pemberdayaan masyarakat adalah memajukan kemampuan masyarakat desa untuk mengelola secara mandiri urusan komunitasnya. Dalam hal pemberdayaan masyarakat desa, UU Desa menempatkan kesepakatan bersama seluruh warga desa sebagai pedoman bagi Pemerintah Desa dalam mengelola kewenangannya untuk mengurus dan mengatur Desa. 6 bidang Program Pemberdayaan Masyarakat Desa Sasaran dalam program pemberdayaan masyarakat ini mencakup semua bidang, mulai dari pemerintahan, kelembagaan, kesehatan, ekonomi masyarakat, teknologi, dan pendidikan. Berikut ini merupakan program – program pemerintah Desa Amin Jaya dalam pemberdayaan masyarakat : 1. Program Pemberdayaan Masyarakat Desa di bidang pemerintahan desa Pemberdayaan masyarakat di bidang pemerintahan desa mencakup semua sumber daya yang ada di pemerintahan desa seperti kepala desa, perangkat desa dan BPD. Bentuk dari pemberdayaan ini dapat berupa pelatihan, musyawarah dalam penyusunan program-program desa, koordinasi dalam pelaksanaan program-program desa, dan peningkatan kualitas kinerja di pemerintahan desa. Dengan adanya program pemberdayaan ini, diharapkan dapat meningkatkan kinerja di pemerintahan desa dalam membangun serta memajukan desa. 2. Program Pemberdayaan Masyarakat Desa di bidang kelembagaan Pemberdayaan ini bertujuan untuk membangun lembaga yang lebih terarah, produktif, dan terorganisir. Bentuk program pemberdayaan ini dapat berupa pelatihan, penyelenggaraan kegiatan, dan peningkatan sarana/prasarana. Dengan adanya program pemberdayaan di bidang kelembagaan ini diharapkan dapat meningkatkan kinerja lembaga agar dapat membantu pemerintah desa dalam menjalankan roda pembangunan. 3. Program Pemberdayaan Masyarakat Desa di Bidang Ekonomi Pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi merupakan program pemerintah untuk meningkatkan perekonomian desa. Program ini mencakup pemberdayaan UKM, industri rumah tangga, BUMDes, kelompok tani, pasar, serta penunjang ekonomi masyarakat lainnya. Bentuk program pemberdayaan ini dapat berupa pelatihan, workshop, permodalan, bantuan alat produksi, peningkatan sarana/prasarana dan lain-lain. Dengan adanya pemberdayaan masyarakat di bidang ekonomi ini diharapkan dapat meningkatkan perekonomian serta kesejahteraan masyarakat. 4. Program Pemberdayaan Masyarakat Desa di bidang teknologi Program pemberdayaan masyarakat di bidang teknologi merupakan program pemerintah desa dalam mengikuti perkembangan zaman. Selain itu, penggunaan teknologi juga dapat meningkatkan kinerja agar lebih cepat dan akurat. Bentuk program pemberdayaan ini dapat berupa pelatihan, pengembangan teknologi, dan penggunaan teknologi dalam proses kerja dan kehidupan masyarakat. dengan adanya pemberdayaan masyarakat di bidang teknologi diharapkan dapat meningkatkan daya saing masyarakat, memudahkan masyarakat dalam bekerja, serta memudahkan masyarakat untuk berbagi dan mendapatkan informasi. 5. Program Pemberdayaan Masyarakat Desa di bidang kesehatan Program pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan merupakan salah satu program pemerintah desa untuk meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat. Bentuk program pemberdayaan ini dapat berupa peningkatan sarana dan prasarana kesehatan, promosi dan penyuluhan program kesehatan, dan membangun desa siaga. Dengan adanya program kesehatan ini diharapkan dapat memudahkan masyarakat untuk mendapatkan hidup sehat serta menyadarkan masyarakat akan pentingnya hidup sehat. 6. Program Pemberdayaan Masyarakat Desa di bidang pendidikan Program pemberdayaan masyarakat di bidang pendidikan merupakan program pemerintah desa dalam meningkatkan pendidikan masyarakat agar lebih berkualitas dan kompeten. Sasaran dari pemberdayaan ini tidak hanya ditujukan kepada para pelajar saja, namun juga kepada para pengajar maupun lembaga pendidikan lainnya. Bentuk dari pemberdayaan ini dapat berupa pelatihan guru, peningkatan sarana dan prasarana, bantuan biaya pendidikan untuk masyarakat kurang mampu, beasiswa untuk siswa yang berprestasi, dan lain-lain. Dengan adanya program pemberdayaan masyarakat di bidang pendidikan ini diharapkan dapat meningkatkan pendidikan masyarakat serta menciptakan masyarakat yang berkualitas dan kompeten. Tahapan Pemberdayaan Masyarakat Ada beberapa tahapan intervensi yang direncanakan agar tercapai keberhasilan pemberdayaan tersebut. Tahapan yang dilakukan lebih dekat sebagai upaya pengembangan masyarakat. Pengembangan masyarakat yang dilakukan diharapkan berujung pada terealisasinya proses pemberdayaan masyarakat (Zubaedi, 2007). Menurut (Adi, 2013) tahapan dalam proses pengembangan masyarakat, yaitu: 1. Tahap persiapan (engagement) Tahap persiapan dalam kegiatan pengembangan masyarakat terdiri dua hal, yaitu persiapan petugas dan persiapan lapangan. Persiapan petugas diperlukan untuk menyamakan persepsi antar anggota tim sebagai pelaku perubahan mengenai pendekatan apa yang akan dipilih dalam melakukan pengembangan masyarakat. Sedangkan persiapan lapangan dilakukan melalui studi kelayakan terhadap daerah yang akan dijadikan sasaran, baik dilakukan secara formal maupun informal. Bila sudah ditemukan daerah yang ingin dikembangkan, petugas harus mencoba menerobos jalur formal untuk mendapat perizinan dari pihak terkait. Di samping itu, petugas juga harus menjalin kontak dengan tokoh-tokoh informal agar hubungan dengan masyarakat dapat terjalin dengan baik. 2. Tahap pengkajian (assessment) Proses pengkajian yang dilakukan dengan mengidentifikasi masalah atau kebutuhan yang diekspresikan dan sumber daya yang dimiliki komunitas sasaran. Masyarakat dilibatkan secara aktif agar permasalahan yang keluar adalah dari pandangan mereka sendiri, dan petugas memfasilitasi warga untuk menyusun prioritas dari permasalahan yang mereka sampaikan. Hasil pengkajian ini akan ditindaklanjuti pada tahap berikutnya, yaitu tahap perencanaan. 3. Tahap perencanaan alternatif kegiatan (planning) Pada tahap ini petugas secara partisipatif mencoba melibatkan warga untuk berpikir tentang masalah yang mereka hadapi, bagaimana cara mengatasinya serta memikirkan beberapa alternatif program dan kegiatan yang dapat dilakukan. 4. Tahap formulasi rencana aksi (formulation action plan) Pada tahap ini petugas membantu masing-masing kelompok untuk merumuskan dan menentukan program dan kegiatan apa yang akan mereka lakukan guna mengadaptasi permasalahan yang ada. Pada tahap ini diharapkan petugas dan masyarakat sudah dapat membayangkan dan menuliskan tujuan jangka pendek tentang apa yang akan dicapai dan bagaimana mencapai tujuan tersebut. 5. Tahap implementasi kegiatan (implementation) Tahap pelaksanaan ini merupakan salah satu tahap yang paling penting dalam proses pengembangan masyarakat, karena sesuatu yang sudah direncanakan dengan baik dapat melenceng dalam pelaksanaan di lapangan bila tidak ada kerjasama antara pelaku perubahan dan warga masyarakat, maupun kerjasama antarwarga. 6. Tahap evaluasi (evaluation) Evaluasi sebagai proses pengawasan dari warga dan petugas terhadap program yang sedang berjalan. Pada tahap ini sebaiknya melibatkan warga untuk melakukan pengawasan secara internal agar dalam jangka panjang diharapkan membentuk suatu sistem dalam masyarakat yang lebih mandiri dengan memanfaatkan sumber daya yang ada. Evaluasi dimaksudkan untuk memberikan umpan balik bagi perbaikan kegiatan. 7. Tahap terminasi (termination) Tahap ini merupakan tahap ‘perpisahan’ hubungan secara formal dengan komunitas sasaran. Terminasi dilakukan seringkali bukan karena masyarakat sudah dianggap mandiri, tetapi karena proyek sudah harus dihentikan karena sudah melebihi jangka waktu yang ditetapkan sebelumnya, atau karena anggaran sudah selesai dan tidak ada penyandang dana yang dapat dan mau meneruskan program tersebut. Baca juga: Community Development (Pengertian, Aspek, Tujuannya) A Success Story Behind Community Development Program Program pemberdayaan masyarakat desa itu kewajiban Secara umum, perkembangan desa dalam konteks pemberdayaan masyarakat adalah proses peningkatan kualitas hidup dan kesejahteraan ekonomi masyarakat desa melalui partisipasi masyarakat dan komitmen sebagai komunitas. Pembangunan desa menekankan pentingnya pemberdayaan masyarakat desa. Pemberdayaan adalah kewajiban pemerintah desa. Di sisi lain, masyarakat dapat menyalurkan aspirasi yang mendorong penciptaan program pemberdayaan dan mengawasi jalannya program. Aspirasi dan partisipasi masyarakat dalam program pemberdayaan ini adalah bentuk partisipasi dan komitmen sebagai kelompok untuk membangun desa. Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Mengenal Sustainable Development Goals (SDGs)
CSR, Insight, Sustainability, Sustainable Development Goals

Apa itu Sustainable Development Goals (SDGs)?

Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan suatu agenda yang telah dirumuskan oleh 193 anggota PBB untuk dicapai pada tahun 2030 mendatang. Agenda SDGs ini hadir sebagai hasil dari sidang umum PBB di New York pada tahun 2015 yang menghasilkan 17 tujuan dan 169 target. Poin yang ada di dalam pembahasan tersebut nantinya akan menjadi fokus utama dari SDGs. Melanjutkan agenda Millenium Development Goals (MDGs) yang telah lebih dulu diangkat sejak tahun 2000, SDGs memiliki cakupan lebih luas. Tidak hanya terkait dengan urgensi pada isu ekonomi, melainkan juga pada isu sosial, lingkungan, ekonomi, dan hukum. Implementasi dari SDGs telah disiapkan secara lebih komprehensif, dengan melibatkan lebih banyak negara dan pemangku kepentingan. Berbagai pemangku kepentingan yang turut dilibatkan mulai dari pemerintah dan parlemen, filantropi dan pelaku usaha, pakar dan akademisi, serta organisasi kemasyarakatan dan media. SDGs juga secara inklusif menargetkan kelompok rentan sebagai upaya merangkul lebih banyak pihak (no one left behind). 17 Tujuan Sustainable Development Goals Konsep dari pembangunan yang berkelanjutan adalah ditandai dengan adanya peningkatan dalam berbagai aspek. Beberapa diantaranya adalah terkait peningkatan kualitas hidup serta kemampuan manusia dalam beradaptasi dan menangani masalah (Menash , 2019). Tujuan tersebut dibagi ke dalam 17 poin SDGs sebagai berikut: Prinsip Sustainable Development Goals Sustainable Development Goals memiliki prinsip fundamental yang menjadi pedoman dalam pelaksanaannya. Prinsip yang pertama yaitu Universal, maksudnya SDGs ini menjadi suatu tujuan yang dilaksanakan oleh seluruh negara di dunia baik itu negara maju maupun negara berkembang. Prinsip yang kedua adalah Integrasi, artinya dalam pelaksanaan SDGs harus berkaitan dan mampu menjawab permasalahan pada seluruh dimensi baik itu sosial, ekonomi, lingkungan, dan hukum. Kemudian prinsip yang ketiga adalah No One Left Behind, yang berarti tidak ada satupun pihak yang tertinggal maupun terpinggirkan atas apa yang berhak untuk didapatkan. 4 Pilar Sustainable Development Goals Bappenas mengelompokkan 17 tujuan ke dalam 4 pilar SDGs untuk memudahkan dalam proses pelaksanaan dan pemantauan sebagai berikut: 1. Sosial Pilar Sosial dalam SDGs bertujuan untuk mencapai pemenuhan hak dasar manusia yang berkualitas secara adil dan setara untuk meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. Pilar sosial ini berisi tujuan SDGs yang meliputi poin ke 1) Tanpa kemiskinan, 2) Tanpa kelaparan, 3) Kehidupan Sehat dan Sejahtera, 4) Pendidikan berkualitas, dan 5) Kesetaraan Gender. 2. Ekonomi Pilar Ekonomi berperan untuk memantau tercapainya pertumbuhan ekonomi yang berkualitas melalui peluang kerja dan usaha berkelanjutan, inovasi, industri, inklusifitas, infrastruktur memadai, energi bersih yang terjangkau, dan dukungan kemitraan. Pilar ekonomi meliputi poin ke 7) Energi bersih dan terjangkau, 8) Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi, 9) Industri, Inovasi, dan Infrastruktur, 10) Berkurangnya kesenjangan, dan 17) Kemitraan untuk mencapai tujuan. 3. Lingkungan Pilar lingkungan merupakan bagian yang khusus menangani isu yang berkaitan dengan lingkungan. Tujuannya adalah agar tercapainya pengelolaan Sumber Daya Alam dan lingkungan yang berkelanjutan sebagai penyangga seluruh kehidupan. Pilar lingkungan ini meliputi poin ke 6) Air bersih dan sanitasi layak, 11) Kota dan permukiman layak, 12) Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab, 13) Penanganan perubahan iklim, 14) Ekosistem laut, 15) Ekosistem darat. 4. Hukum Pilar Hukum pada intinya adalah digunakan untuk memantau terwujudnya kepastian hukum dan tata kelola yang efektif, transparan akuntabel, dan pertisipatif. Sehingga dapat menciptakan stabilitas keamanan dan mencapai negara berdasarkan hukum. Pilar hukum mencakup poin ke 16) Perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang kuat. Baca juga: Mengenal SDGs (Sustainable Development Goals) Lebih Dalam Sustainable Development Goals di Indonesia Di Indonesia, Sustainable Development Goals (SDGs) bisa juga dikatakan sebagai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau TPB. Landasan Hukum terkait pelaksanaan TPB telah diatur pada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2017 berkenaan dengan Pelaksanaan Pencapaian TPB. Dibentuk pula Peta Jalan yang berisikan permasalahan dan proyeksi dari indikator TPB oleh Kementerian PPN/Bappenas. Peta jalan ini yang nantinya dapat menjadi pedoman segala pemangku kepentingan untuk bersinergi mewujudkan target Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia. Indonesia akan berfokus pada tujuan dan target yang paling relevan terhadap tantangan pembangunan di Indonesia. Isu dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan akan difokuskan pada sektor kesehatan, pendidikan, perlindungan sosial, infrastruktur (termasuk infrastruktur dasar seperti air dan sanitasi, telekomunikasi, dan energi hijau), layanan ekosistem dan biodiversitas, serta pembiayaan administrasi pemerintahan. Adanya kesepakatan terkait Sustainable Development Goals ini tentu merupakan suatu langkah baik untuk meningkatkan kualitas hidup seluruh masyarakat. Diharapkan, agenda yang telah ditentukan ini dapat benar-benar tercapai seperti yang diharapkan di tahun 2030 nanti.
Olahkarsa Official on
8 Peran Pendamping Sosial yang Harus Anda Tahu!
Community Development, CSR, Sustainability

8 Peran Pendamping Sosial yang Harus Anda Tahu!

Apakah Anda tahu apa itu pendamping sosial dan kira-kira apa perannya di masyarakat? Padahal peran pendamping sosial sangat penting dan krusial terhadap berlangsungnya proses community development. Program-program yang dirumuskan dalam community development harus dieksekusi dengan optimal dan sustainable. Untuk itu, pendamping sosial harus dimaksimalkan karena memiliki peran-peran fundamental seperti yang akan dijelaskan dalam artikel Olahkarsa ini.  Apa Pengertian dari Pendamping Sosial? Pendamping sosial adalah individu atau kelompok yang memiliki kapasitas untuk bersinergi dengan stakeholder dan menumbuhkan ide serta program. Hal ini nantinya akan digunakan sebagai medium untuk mengembangan potensi masyarakat dan menyelesaikan permasalahan di masyarakat.  Di sisi lain, pendamping sosial mempunyai tugas pokok sebagai fasilitator dari masyarakat yang tidak memiliki sumber daya. Artinya, pendamping sosial melebur bersama masyarakat guna menemukan potensi dan menyelesaikan berbagai permasalahan sosial yang menyelimutinya.  Sedangkan, pendampingan sosial adalah proses yang dijalankan oleh para pendamping sosial dengan bersinergi dengan berbagai stakeholder dan masyarakat. Objektif dari pendampingan sosial yaitu memperkokoh dukungan sosial, menyelesaikan masalah, hingga meningkatkan pelayanan sosial.  “Tujuan umum pendampingan sosial adalah meningkatkan motivasi, kemampuan, dan peran para anggota Kube atau LKM-Kube dalam mencapai kualitas hidup dan kesejahteraan para anggotanya” (Edi Suharto, 2004). Mengutip dari Kementerian Sosial, “Kube” merupakan akronim dari Kelompok Usaha Bersama yang adalah program dari Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sosial dan Penanggulangan Kemiskinan. Tidak lain, tujuan dari program Kube adalah memberdayakan masyarakat miskin dan mengentaskan kemiskinan melalui program Bantuan Langsung Tunai (BLT).  Baca Juga: Stakeholder Engagement: Strategi Mencapai Sustainable Business Apa Peran Pendamping Sosial dalam Community Development? Apakah Anda tahu jika peran pendamping sosial dalam proses community development sangat kompleks. Kira-kira ada 8 peran pendamping sosial dalam mengoptimalkan program community development yaitu: Fasilitator Pertama, yaitu peran pendamping sosial sebagai fasilitator masyarakat yang tidak berdaya atau miskin. Di mana pendamping sosial memberikan fasilitas pelayanan dari segi teknis hingga materi untuk dapat menciptakan masyarakat yang lebih baik.  Fasilitator juga bertugas untuk menambah daya pikir dan pola pikir masyarakat yang masih tertinggal ke arah yang lebih modern. Hal ini tentu dibutuhkan program-program yang akomodatif, transformatif, dan emansipatoris. Penghubung Kedua, yaitu peran pendamping sosial sebagai media penghubung antara lembaga sosial dengan masyarakat miskin yang ingin diberdayakan. Peran ini cukup penting untuk meminimalisir adanya kesalahan dari segi koordinasi maupun distribusi bantuan terhadap masyarakat yang disasar. Motivator Ketiga, yaitu sebagai motivator yang fokus dalam meningkatkan motivasi, dorongan sosial, hingga niat dari masyarakat. Tujuannya adalah merangsang masyarakat miskin dan tidak berdaya untuk berusaha serta bangkit dari keterpurukan sosial. Selain itu, peran motivator juga berkaitan erat dengan usaha memberikan kesadaran secara objektif kepada masyarakat untuk mengetahui segala potensi yang dimilikinya. Sehingga hal ini akan berpengaruh terhadap tindakan dan sikapnya di masa mendatang. Peneliti Keempat, yaitu berperan sebagai peneliti yang melakukan proses analisis secara sederhana. Analisis dalam konteks penelitian ini berkaitan dengan hal-hal sosial dan ekonomi yang tertuang di dalam berbagai permasalahan sosial.  Mobilisator Kelima, yaitu peran pendamping sosial sebagai individu atau kelompok yang melakukan proses pengembangan, mobilisasi sosial, mengalokasikan, dan mendorong masyarakat untuk dapat berdaya. Pada konteks ini, pendamping sosial juga menciptakan akuntabilitas yang nantinya mendorong masyarakat untuk mencapai visi dan harapan yang diinginkan.  Advokator Keenam, yaitu memiliki peranan sebagai advokator. Tugasnya adalah bagaimana pendamping sosial dapat mengadvokasikan hak-hak yang terinternalisasi di dalam masyarakat. Selain itu, peran ini juga berkaitan dengan memperjuangkan kepentingan masyarakat dalam konteks yang positif dan objektif.  Evaluator Ketujuh, yaitu memiliki peran yang sentral sebagai evaluator. Peran ini memperlihatkan pendamping sosial yang berperan dalam melakukan evaluasi dalam bentuk penilaian, saran, dan masukan terkait program community development.  Pembimbing Kedelapan, yaitu berperan sebagai pembimbing dari masyarakat yang menjadi subjek pemberdayaan. Secara fungsional, pendamping sosial akan memberikan edukasi, informasi, dan bimbingan kepada masyarakat untuk dapat melahirkan program community development yang maksimal. Jadi Apa Konklusinya? Pendamping sosial menjadi aktor sosial yang memiliki peran begitu fundamental dalam berjalannya proses community development. Pendampingan yang dilakukan memberikan dampak positif terhadap tumbuh kembang dari masyarakat ke arah yang lebih baik.  Lalu apakah Anda tertarik menjadi pendamping sosial setelah membaca definisi dan perannya? Jika iya, yuk diperdalam informasi, wawasan, dan edukasi seputar community development, CSR, dan topik-topik serupa di sini. Baca Juga: Indonesia Menerapkan Blue Economy, Sudah Saatnya?
Olahkarsa Official on
Strategi Community Development
Community Development, CSR, Sustainability

Wajib Tahu! 3 Strategi Community Development

Dewasa ini community development menjadi konsep yang harus dilihat sebagai suatu hal yang penting dalam proses pembangunan. Oleh karena itu, ada beberapa pendekatan dan strategi community development yang dapat digunakan untuk memaksimalkan proses dan dampaknya pada masyarakat.  Kira-kira apa saja pendekatan dan strategi community development? Yuk cari tahu jawabannya dalam artikel ini.  Pendekatan Community Development Acap kali dalam proses pembangunan, masyarakat dijadikan sebagai objek pembangunan dan tidak dilibatkan sebagai subjek pembangunan. Karena hal ini, pembangunan yang dilakukan tidak komprehensif dan cenderung tidak memberikan dampak yang signifikan terhadap masyarakat di lapisan bawah.  Untuk itu, pendekatan community development harus merekonstruksi ide pembangunan konvensional dengan memberikan ruang bagi masyarakat untuk menjadi subjek pembangunan. Hal tersebut yang direpresentasikan dari kegiatan community development karena melibatkan masyarakat dalam menyusun dan bahkan mengeksekusi program pembangunan.  Ada tiga pendekatan yang menjadi landasan dalam melakukan kegiatan community development, yaitu: Terarah dan Tepat Sasaran Mengimplementasikan kegiatan community development harus terarah dan tepat sasaran kepada kelompok masyarakat yang membutuhkan. Sehingga program yang dikonseptualisasikan dapat diselaraskan dengan kebutuhan dari masyarakat tersebut.  Partisipatif Proses community development harus bersifat partisipatif terhadap masyarakat lokal. Para stakeholder dapat bersinergi dengan kelompok sosial di lokasi sasaran dan dapat secara mendalam mengetahui permasalahan sosial yang terjadi. Di lain sisi, masyarakat lokal juga terbantu secara wawasan dan pengalaman karena terlibat dalam perumusan program hingga implementasi.  Fokus pada Kelompok Stakeholder dapat menggunakan pendekatan yang fokus pada kelompok bukan individu. Rasionalisasinya adalah jika melakukan pendekatan individu maka akan lebih susah dalam menggali dan menyelesaikan permasalahan sosial-ekonomi dari masyarakat. Untuk itu, penting untuk melakukan pendekatan kelompok agar dapat menjaring informasi secara holistik dan lebih fokus pada konteks penyelesaian masalah.  Baca Juga: ISO 26000 Sebuah Panduan dalam Tanggung Jawab Sosial Strategi Community Development Secara substansial, konsep community development memiliki berbagai strategi yang digagas oleh berbagai ahli sosial-ekonomi. Salah satunya adalah strategi community development yang dijelaskan oleh Edi Suharto dalam bukunya “Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat”, yaitu: Aras Mikro Pertama, Aras Mikro fokus dalam melakukan pemberdayaan terhadap subjek pembangunan yang sifatnya individualis. Artinya, stakeholder menyediakan program-program community development yang disesuaikan dengan kebutuhan individu. Seperti, konseling, bimbingan, crisis intervention, dan stress management.  Tujuan dari mengimplementasikan strategi Aras Mikro adalah guna menciptakan kemandirian dari individu untuk dapat menjalankan tugas dan perannya di masyarakat. Biasanya strategi ini dilakukan oleh stakeholder untuk individu dalam masyarakat yang terbelakang dan terasing di lingkungan sosialnya.  Aras Mezzo Kedua, Aras Mezzo dilakukan oleh stakeholder untuk kelompok kecil masyarakat di lokasi tujuan. Di mana kelompok dijadikan medium intervensi untuk memberdayakan kelompok kecil tersebut. Adapun beberapa program dari Aras Mezzo, seperti pelatihan, pendidikan, dan dinamika kelompok Tujuan dari menerapkan strategi Aras Mezzo yaitu untuk meningkatkan kecerdasan, pengetahuan, dan wawasan dari suatu kelompok di masyarakat agar dapat memiliki kapasitas dari segi skill. Selain itu, hal ini juga berupaya untuk melahirkan kemandirian dan masyarakat yang berdaya agar dapat merajut hidup lebih baik lagi.  Aras Makro Ketiga, ada strategi Aras Makro yang memiliki cakupan luas, komprehensif, dan sifatnya luas. Karena strategi ini ingin menelurkan suatu perubahan sosial-ekonomi pada suatu lingkungan yang besar (large system strategy). Program-program yang diusung oleh stakeholder antara lain, aksi sosial, kampanye sosial, membuat kebijakan sosial, hingga perencanaan sosial.  Bagaimana? apakah sudah mulai paham tentang apa saja strategi untuk Community Development? Semoga informasi ini bermanfaat! Baca Juga: Apa Itu CSR (Pengertian, Manfaat, Jenis, dan Contohnya)
Olahkarsa Official on
family

Interracial Dating Atlanta Georgia

MadameNoire is a classy way of life publication that provides African-American women the most recent in trend developments, black leisure information, parenting tips and sweetness secrets that are specifically for black women. Black girls search info on all kinds of subjects together with African-American hair care, health issues, relationship advice and profession developments – and MadameNoire provides all of that. (A producer we spoke with classified he and Briana as an interracial couple. There is another a couple of slides down.) According to his bio, he was able to stroll down the aisle in a earlier relationship, however his partner then again, was not. After getting over the pain of that relationship ending, Vincent is ready as soon as once more to be married and discover his fortunately ever after. Vincent, much like Miles from Season 11 in NOLA, is in contact with his emotions and doesn’t mind sharing them. He later said of this point in his life, “doubts began to spring forth unrelentingly.” The SCLC put into apply the ways of nonviolent protest with some success by strategically selecting the methods and places in which protests were carried out. There have been a quantity of dramatic standoffs with segregationist authorities, who generally turned violent. Federal Bureau of Investigation Director J. Edgar Hoover thought-about King a radical and made him an object of the FBI’s COINTELPRO from 1963, ahead. FBI brokers investigated him for potential communist ties, spied on his personal life, and secretly recorded him. “It’s all relative – the most well-liked stars at present are of combined or interracial heritage or living that means,” says Ming. “Mariah Carey, Drake, the Kardashians. In the top, love does not see color; it solely cares about the coronary heart.” I responded to a poster yesterday who thought his/her daughter was the sufferer of a hate crime due to interracial courting in Marietta. Why would a single predominant race in an area have any bearing on the reception they’d obtain as an interracial couple? The FBI in 1964 mailed King a threatening nameless letter, which he interpreted as an attempt to make him commit suicide. Outrage after Delaware State Univ. lacrosse team bus looked for medication in GeorgiaVideo from a site visitors stop involving Delaware State University’s lacrosse team is sparking outrage. On October 14, 1964, King became the youngest winner of the Nobel Peace Prize, which was awarded to him for leading nonviolent resistance to racial prejudice in the us In 1965, he was awarded the American Liberties Medallion by the American Jewish Committee for his “exceptional development of the rules of human liberty.” In his acceptance remarks, King stated, “Freedom is one thing. You have all of it or you aren’t free.” In 1964, King urged his supporters “and all individuals of goodwill” to vote towards Republican Senator Barry Goldwater for president, saying that his election “could be a tragedy, and certainly interracial atlanta suicidal nearly, for the nation and the world.” In 1959, King published a brief book called The Measure of a Man, which contained his sermons “What is Man?” and “The Dimensions of a Complete Life”.

Olahkarsa on
Perbedaan CSR dan CSV, Catat Ya!
Community Development, CSR, Sustainability

Perbedaan CSR dan CSV, Catat Ya!

Apa perbedaan CSR dan CSV dalam konsep dan praktik? Mengapa konsep CSR tidak dianggap cukup untuk beradaptasi dengan praktik perusahaan tentang masalah sosial? Benarkah CSV memberikan lebih banyak peluang bagi praktik komersial yang lebih terintegrasi dengan pengembangan berbagai masalah di lingkungan eksternal perusahaan? Bagaimana konsekuensinya terhadap roda bisnis perusahaan? Tim Olahkarsa akan merangkum semua dari beberapa sumber. Peran dunia bisnis sangat dibutuhkan untuk menjaga kelestarian lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan sosial. Terutama di sektor ekstraktif, yang memiliki tanggung jawab sumber daya yang diproses dari alam. Pemerintah telah mengatur peran ini melalui Undang-Undang Nomor 40 tahun 2007 Pasal 74, ayat (1). Dinyatakan bahwa Perusahaan yang mengarahkan kegiatan komersialnya dengan sumber daya alam harus melakukan Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). Kemudian, untuk melaksanakan ketentuan sebelumnya, maka ditetapkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 pada 2012. Peraturan ini sehubungan dengan tanggung jawab sosial dan lingkungan Perusahaan yang terbatas. Seiring dengan waktu, model tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan juga harus memiliki implikasi bagi keberlanjutan perusahaan di masa depan Perusahaan harus mengintegrasikan kepentingan ekonomi dan melakukan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Maka, Creating Shared Value (CSV) adalah konsep yang mengharuskan perusahaan memainkan peran berganda. Pertama, kita harus menciptakan nilai ekonomi (economic value). Kedua, kita juga memakai nilai sosial (social value) bersama-sama (shared), tanpa ada yang disukai atau dibuang. Pada tahun 2011 dalam Harvard Business Review,  Michael E. Porter and Mark R. Kramer memperkenalkan sebuah konsep baru yang dikembangkan dari CSR, yaitu konsep Creating Shared Value (CSV). Konsep CSV telah banyak diterapkan oleh perusahaan besar. Jadi, apa itu Creating Shared Value? CSV berbeda dari CSR, di mana jika CSR lebih fokus pada kepatuhan dengan peraturan yang relevan. Tujuan utamanya untuk meningkatkan reputasi perusahaan. Sedangkan peran CSV adalah integritas yang menyeluruh antara perusahaan dan lingkungan sosialnya untuk investasi yang menjanjikan di masa depan. Perusahaan yang menerapkan Corporate Social Responsibility (CSR) termasuk dalam kategori “Good Corporate”. Namun, untuk mencapai hasil yang lebih baik perusahaan harus menjadi “Smart Corporate”. Dengan cara apa? Dengan mengutamakan etika bisnis untuk meningkatkan manfaat sosial, sambil mempertahankan manfaat perusahaannya. Untuk membentuk “Good Corporate” menjadi “Smart Corporation” perlu strategi yang dapat menjalankan kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan. Oleh karena itu, terkait dengan kepentingan secara ekonomi juga, strategi perusahaan harus membuat perencanaan Creating Shared Value (CSV). Perbedaan utama antara keduanya adalah bahwa CSR berbicara tentang tanggung jawab, sementara CSV sudah lebih untuk menciptakan nilai-nilai sosial bersama. Porter dan Kramer (2011) menyebutkan bahwa implementasi CSV berbeda dengan CSR yang umumnya berfokus pada reputasi. Konsep CSV menempatkan masyarakat termasuk pemangku kepentingan (pemasok) sebagai mitra, sesama “subjek”. Sedangkan konsep CSR cenderung menempatkan pemangku kepentingan sebagai “objek”. Menurut Porter dan Kramer, CSV tidak sama dengan CSR. Keduanya mempunyai landasan yang sama yaitu doing well by doing good. Perbedaan utama antara keduanya adalah CSR berbicara tentang responsibility, sedangkan CSV berbicara tentang nilai bersama atau creating value. Jika pelaksanaan CSV didorong oleh faktor internal dan perusahaan harus bersifat proaktif. Beda lagi dengan perspektif CSR, perusahaan yang responsif yaitu perusahaan yang didorong oleh faktor eksternal. Tujuan utama dari konsep CSV adalah membentuk kapitalisme lanjut dan menjadikan tanggung jawab sosial bukan sebagai beban. Perusahaan menjadikannya sebagai investasi jangka panjang yang menguntungkan bagi perusahaan. Beberapa perusahaan yang telah berhasil menjalankan konsep CSV Agar kita mudah memahami perbedaan konsep CSR dan CSV, Tim Olahkarsa memberikan real case dari beberapa perusahaan besar di Indonesia. Mereka adalah: 1. Danone – Aqua di Klaten Danone – Aqua di Klaten membentuk hubungan saling ketergantungan dengan pemerintah daerah dan masyarakat karena sumber daya yang terbatas. Dari tiga aktor, kehadiran Danone-aqua membantu pemerintah meningkatkan pendapatan regional yang pertama. Kedua, masyarakat akan terbantu oleh penyerapan tenaga kerja dan pendapatan melalui retribusi Aqua. Ketiga, Danone sendiri memiliki kepentingan utama yaitu memperoleh sumber daya air demi keberlangsungan perusahaan. Melalui implementasi konsep CSV yang berfokus pada lingkungan, Danone Aqua mendapatkan social license to operate dari masyarakat sekitar pabrik. Masyarakat sudah percaya akan manfaat positif yang dibawa oleh Danone (Elfajri, 2019). 2. PT Semen Gresik di Rembang PT Semen Gresik Pabrik Rembang secara tidak disadari telah mengimplementasikan konsep dari CSV. Misalnya adanya program kemitraan dengan 6 BUMDes yang ada disekitar perusahaan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Melalui PT yang dimiliki BUMDes dapat mendukung proses operasional pabrik baik secara langsung maupun tidak. Misalnya seperti menyediakan tenaga kebersihan, tenaga keamanan, jasa perawatan taman dan sebagainya. Manfaat yang dapat diperoleh perusahaan adalah secara ekonomis dan sosial karena dapat mengurangi pengangguran. Tenaga kerja diutamakan dari masyarakat sekitar pabrik. Selain itu, adanya kerjasama antara perusahaan dan masyarakat setempat, karena terjalin hubungan yang saling menguntungkan. 3. Badak LNG di Bontang Pendekatan CSV oleh Badak LNG tidak saja berhasil mengatasi persoalan sosial berupa sulitnya para welder Bontang mencari pekerjaan. Dalam waktu yang sama juga menyelesaikan masalah perusahaan berupa jaminan ketersediaan tenaga welder yang memenuhi standar migas. Dari sisi welder, ada peningkatan kualitas hasil pengelasan (output) yang diperoleh dari kepemilikan sertifikat pekerja migas yang secara signifikan. CSV telah meningkatkan daya tawar para welder di kota Bontang, sehingga mereka dapat memperoleh peningkatan pendapatan bulanan (outcome). Program peningkatan kapasitas para welder Kota Bontang oleh Badak LNG telah mengembangkan kesadaran para welder tentang potensi mereka sendiri (impact). Hal ini ditandai dengan kebutuhan dan keinginan mereka untuk mendirikan Koperasi Welder. Jadi, kapasitas Ikatan Welder Bontang (IWB) semakin meluas dari sisi kelembagaan. Fitrianti (2017) mengungkapkan bahwa konsep CSV didasari pada ide adanya hubungan interdependen antara bisnis dan kesejahteraan sosial. CSV menekankan adanya peluang untuk membangun keunggulan kompetitif. Konsep ini cenderung memasukan masalah sosial sebagai bahan pertimbangan utama dalam merancang strategi perusahaan. Baca juga: 3 Strategi bagi Perusahaan dalam Menerapkan Creating Shared Value Investasi Sosial, untuk Masyarakat dan Bisnis yang Berkelanjutan Apa Itu CSR (Pengertian, Manfaat, Jenis, dan Contohnya) Latar Belakang Lahirnya Gagasan Corporate Social Responsibility (CSR) Dari Konsep CSR ke CSV Meski demikian, konsep CSV ini pun juga tak sepi dari kritik sebagaimana diungkap oleh Drozdz et al (2015). Menurut Crane et al (2014) CSV tidak orisinil dan tidak sesuai dengan perbedaan antara tujuan sosial dan ekonomi. Sedangkan Mohammed (2013) berpendapat bahwa Create Shared Value (CSV) tidak memiliki kerangka yang pasti untuk bisa menghitung CSV sendiri. Sebetulnya, Porter dan Kramer (2011) sendiri mengemukakan adanya kelemahan dan kerugian sosial memang menimbulkan biaya internal bagi perusahaan. Namun bukan berarti menangani kelemahan dan kerugian akan serta merta menaikkan biaya dari perusahaan. Untuk itu keduanya mengusulkan agar perusahaan dapat berinovasi melalui penggunaan teknologi baru, metode operasi, dan pendekatan manajemen. Dengan begitu, produktivitas perusahaan akan meningkat dan pada gilirannya akan turut memperluas pasar. Alih-alih menjadikan sebagai isu yang berseberangan atau berdiri sendiri, perusahaan justru ditantang untuk mengintegrasikan perspektif sosial ke dalam kerangka kerja yang kompetitif dalam pengembangan strategi bisnis. Oleh karena itu, tantangan globalisasi, lingkungan, dan perubahan sosial merupakan peluang untuk menciptakan inovasi. Jadi, bagaimana? Sudah punya gambaran belum tentang perbedaan CSR dan CSV? Semoga artikel ini bermanfaat. Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Ketahui 7 Tahapan Community Development!
Community Development, CSR, Sustainability

Ketahui 7 Tahapan Community Development!

Untuk menciptakan masyarakat yang berdaya secara sosial dan ekonomi, maka proses community development harus diterapkan secara kontinu. Ada beberapa tahapan community development yang harus diimplementasikan sebagai prosedur teknis oleh para stakeholder.  Kira-kira apa saja tahapan community development dan bagaimana proses implementasinya? Jangan bingung, Olahkarsa akan merangkumnya di dalam artikel ini.  Siapa Saja Stakeholder dalam Community Development? Konsep community development adalah sebuah upaya kolektif untuk menghasilkan masyarakat yang memiliki kemampuan, kemandirian, dan mendorong optimalisasi dari setiap potensi masyarakat. Sehingga masyarakat dapat memiliki otoritas yang penuh dalam mengatur setiap kegiatan yang dilegitimasi oleh masyarakat itu sendiri.  Dalam implementasinya, ada stakeholder sebagai elemen penggerak kegiatan community development di daerah-daerah tertentu. Secara umum, ada tiga elemen yang saling bekerja sama dalam melaksanakan proses community development. Yaitu, pemerintah, perusahaan, dan masyarakat lokal.  Tetapi semakin berkembangnya zaman, kegiatan community development semakin memperlihatkan tanda-tanda positif dengan semakin banyaknya elemen lain yang peduli terhadap hal ini. Seperti, perguruan tinggi, pers (media), partai politik, lembaga donor, aktor-aktor masyarakat sipil, dan lembaga swadaya masyarakat (LSM).  Mengutip Eko (2002), proses community development akan berjalan secara konstan dan komprehensif karena setiap elemen sosial saling merajut kohesi sosial dalam bentuk kerja sama dan kemitraan. Hal ini menunjukkan jika kolaborasi dan sinergi dari setiap elemen akan berkorelasi terhadap optimalisasi community development.  Baca Juga: Apa Itu CSR (Pengertian, Manfaat, Jenis, dan Contohnya) Tahapan dari Proses Community Development Proses community development dilakukan dengan mengikuti panduan dan prosedur yang telah ditetapkan secara akademis. Di mana ada tujuh proses community development yang saling berkesinambungan antara setiap tahapannya. Apa saja? Yuk simak di bawah ini.  Tahap Persiapan (engagement) Pertama, ada tahapan persiapan yang dikategorikan menjadi dua poin yaitu persiapan petugas dan persiapan lapangan. Persiapan petugas di sini adalah stakeholder yang harus menyelaraskan ide, gagasan, serta persepsi mengenai program community development.  Kemudian, persiapan lapangan yang berkaitan dengan riset komprehensif perihal lokasi pengembangan. Hal ini sangat penting untuk dibahas di awal, karena sering terjadi di mana program community development diimplementasikan pada lokasi yang kurang strategis.  Tahap Pengkajian (assessment) Kedua, setelah mempersiapkan terkait dengan persiapan stakeholder dan lapangan, maka proses implementasi community development harus melalui tahapan pengkajian. Tahapan pengkajian adalah proses identifikasi permasalahan dan kebutuhan yang relevan dengan masyarakat di lokasi tertentu.  Pada tahap ini, para stakeholder juga akan bersinergi dengan masyarakat lokal yang direpresentasikan oleh organisasi sosial setempat. Hal ini dilakukan dengan upaya untuk dapat menemukan persoalan, permasalahan, dan kebutuhan dari masyarakat yang nanti akan dirangkum sebagai pedoman dalam melakukan tahap perencanaan.  Tahap Perencanaan Alternatif Kegiatan (planning) Ketiga, pengkajian yang telah dilakukan dengan mengkurasi berbagai akumulasi permasalahan dan kebutuhan masyarakat, maka para stakeholder harus melakukan perencanaan. Perencanaan ini harus melibatkan berbagai elemen sosial, seperti akademisi, praktisi sosial, hingga organisasi sosial dan masyarakat.  Rencana yang disusun harus sistematis, analitis, komprehensif, dan solutif bagi segala persoalan masyarakat. Untuk itu, partisipasi dari berbagai elemen sosial sangat membantu stakeholder dalam memformulasikan rencana alternatif yang proporsional bagi program community development.  Tahap Formulasi Rencana Aksi (action plan formulation) Keempat, rencana yang telah disusun harus ditetapkan secara terstruktur perihal program-program yang relevan untuk masyarakat. Tahap ini, stakeholder yang bersinergi dengan elemen sosial lain harus sudah menuliskan goals dari setiap program community development.  Tahap Implementasi Kegiatan (implementation) Kelima, tahap ini adalah proses implementasi dari rencana setiap program yang telah disusun dengan terstruktur oleh stakeholder. Hal-hal yang telah disusun sebelumnya akan dieksekusi sebagai substansi utama dari konsep community development dengan melibatkan masyarakat di lokasi tersebut.  Tahap Evaluasi (evaluation) Keenam, dalam proses implementasi dari berbagai kegiatan dan program maka juga harus dilakukan evaluasi secara gradual. Sehingga yang melakukan evaluasi adalah dari pihak stakeholder dan elemen sosial yang juga berpartisipasi dalam program community development.  Evaluasi adalah tahap yang penting dari program community development. Karena evaluasi merupakan bentuk monitoring atau pengawasan dalam jangka pendek maupun jangka panjang dari setiap program. Sehingga output dari evaluasi ini dapat memberikan input yang positif terhadap program community development.  Tahap Terminasi (termination) Ketujuh, terakhir ada tahap terminasi yang berarti perpisahan dari stakeholder dengan masyarakat di lokasi tertentu. Program community development memiliki interval waktu tertentu yang berbeda-beda. Sehingga tahap terminasi dilakukan setelah interval waktu dari program community development selesai.  Itu dia 7 tahapan dalam Community Development yang akan membantu dalam proses pelaksanaan kegiatan ataupun program yang akan dibuat. Tahapan ini penting untuk menjaga pelaksanaan Community Development agar tetap teratur dan sesuai dengan prosedur yang runtut. Baca Juga: ISO 26000 Sebuah Panduan dalam Tanggung Jawab Sosial
Olahkarsa Official on
3 Bentuk Implementasi Creating Shared Value
CSV

3 Bentuk Implementasi Creating Shared Value

3 Bentuk Implementasi Creating Shared Value – Creating Shared Value atau CSV merupakan langkah strategis perusahaan dalam membangun suatu peluang dalam rangka menyelesaikan permasalahan. Selain itu, Creating Shared Value juga dapat menjadi upaya perusahaan untuk berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan sosial. Michael E. Porter dan Mark R. Kramer menguraikan bahwa ada 3 kunci agar implementasi Creating Shared Value dapat maksimal. Inilah yang nantinya akan membantu perusahaan dalam mempertimbangkan keputusan sebelum program dibuat. 1. Reconceiving Product and Market Isu dan kebutuhan yang ada di dalam masyarakat sosial sangatlah luas dan kompleks. Misalnya terkait isu tentang kesehatan, tempat tinggal yang layak dan nyaman, kebutuhan untuk mencukupi gizi dan nutrisi, keamanan finansial, isu pada lingkungan, dan lain sebagainya. Perusahaan dalam menerapkan Creating Shared Value, sebaiknya turut mempertimbangkan kebutuhan dan urgensi yang memang diperlukan. Sehingga dampak yang ditimbulkan akan bermanfaat bagi lebih banyak pihak. Misalnya, CSV yang dilakukan oleh Unilever dengan membuat desain produk yang dapat memenuhi berbagai kebutuhan masyarakat. Misalnya untuk isu kesehatan dan perawatan kebersihan tubuh, Unilever memiliki berbagai produk mulai dari sabun mandi, sabun cuci, pasta gigi, dan lain sebagainya. Produk tersebut muncul dari kebutuhan masyarakat akan pentingnya perilaku hidup bersih agar tetap sehat dan terhindar dari kuman penyebab penyakit. Di sisi lain, produk dari Unilever dijual dengan harga yang terjangkau masyarakat sehingga dapat dipasarkan mulai dari toko kelontong kecil hingga supermarket besar. Inilah yang akhirnya membuat Unilever bisa mendapatkan target pasar yang luas. Hingga saat ini, Unilever juga terus mengembangkan inovasi produknya untuk memenuhi kebutuhan dan permasalahan di masyarakat sosial. Baca juga: Creating Shared Value, Masa Depan Bisnis Berkelanjutan 2. Redefining Productivity in Value Chain Proses Creating Shared Value memiliki peranan yang berbeda dengan bisnis tradisional. Sebelumnya, perusahaan cenderung mencari supplier yang dapat memasok harga rendah, sehingga biaya produksi dapat ditekan. Namun, ternyata perilaku tersebut tidak akan berdampak pada sustainability. Melainkan, malah menurunkan produktivitas dan menciptakan ketergantungan dari supplier. Creating Shared Value membuka kesempatan baru untuk menciptakan inovasi dan merangkul lebih banyak pihak dalam rantai bisnis yang dijalankan. Dengan melakukan peningkatan mutu, efisiensi, dan kemandirian, maka akan meningkatkan produktivitas baik dari supplier maupun perusahaan. Peningkatan yang diciptakan dapat berupa model baru pada distribusi, peningkatan kesejahteraan karyawan, penggunaan energi terbarukan, ataupun pengembangan teknologi. Misalnya, CSV Penanaman Jahe Merah sebagai bahan baku produksi dari PT Kalbe Farma Tbk. Perusahaan turut mengajak 9.000 para petani lokal dari Jawa, Sumatera, dan Kalimantan untuk menghasilkan jahe merah yang berkualitas dan kemudian dibeli dengan harga yang layak. Bahkan hasil panen yang dihasilkan bisa mencapai 400 – 500 ton sehingga dapat berkontribusi sebagai pasokan bahan baku produksi hingga beberapa bulan selama wabah COVID-19 masih menyebar. Baca juga: Global Reporting Initiative (GRI), Standar Untuk Sustainability Report 3. Enabling Local Cluster Development Keberhasilan dari perusahaan selalu dipengaruhi oleh infrastruktur dan lingkungan yang mendukung. Produktivitas dan inovasi perusahaan dipengaruhi oleh kondisi geografis, supplier, logistik, penyedia layanan, ataupun stakeholder lain yang terlibat. Maka, penting untuk memperhatikan pihak lain yang berpengaruh terhadap keberlangsungan bisnis perusahaan. Pengembangan Klaster Lokal tidak hanya mempengaruhi produktivitas ataupun inovasi, namun juga berhubungan dengan peningkatan kompetisi perusahaan. Ketika lingkungan tempat perusahaan berjalan merupakan wilayah dengan pendidikan rendah, alur transportasi sulit, ataupun terdapat isu kemiskinan, maka itu akan menghambat proses bisnis. Oleh karena itu, daripada mengabaikan isu yang ada sebaiknya perusahaan merangkul masyarakat rentan tersebut dengan Menciptakan Nilai Bersama (CSV). Misalnya ada pada praktik bisnis tradisional, dimana praktik tersebut cenderung menerapkan kegiatan eksploitasi pekerja dengan upah yang tidak layak. Maka, dengan menerapkan Creating Shared Value, bisa dengan memberikan edukasi, training ataupun pemberian jaminan kesejahteraan kepada klaster lokal. Dengan demikian, performa pekerja akan meningkat yang juga akan berpengaruh pada produktivitas dan efisiensi bisnis perusahaan. References Porter, M. E., & Kramer, M. R. (2011). Creating Shared Value: How to Reinvent Capitalism and Unleash a Wave of Innovation and Growth. Managing Sustainable Business. Harvard Business School, Reconceiving Product & Market
Olahkarsa Official on
Creating Shared Value, Masa Depan Bisnis Berkelanjutan
CSR, CSV, Sustainability

Creating Shared Value, Masa Depan Bisnis Berkelanjutan

Creating Shared Value, Masa Depan Bisnis Berkelanjutan – Ketika ada dua pilihan bagi perusahaan, antara membeli bahan baku dari petani dengan harga yang lebih tinggi atau menciptakan suatu pemberdayaan untuk meningkatkan teknik bertani, mana yang sebaiknya dipilih? Pilihan pertama sekilas memang menguntungkan bagi petani, karena hasil taninya dapat terjual dengan harga yang lebih tinggi dari pada biasanya. Namun, dampak yang terjadi hanya seputar peningkatan pendapatan yang bahkan bisa jadi hanya sementara. Pada pilihan kedua, pemberdayaan yang dilakukan bisa saja seputar pemberian pupuk dengan kualitas baik, sosialisasi teknik penanaman yang lebih efisien, ataupun kontribusi lain yang berfokus pada pemberdayaan. Selanjutnya, hasil panen tersebut akan dibeli dan menjadi bahan baku produksi dari perusahaan. Kondisi ini tentu tidak hanya menguntungkan dari segi pendapatan petani, namun juga kualitas hasil panen, serta peningkatan kemandirian. Ini juga bisa dikatakan sebagai investasi perusahaan dalam upaya mendapatkan hasil bahan baku yang berkualitas sekaligus memberikan manfaat bersama yang dinamakan dengan Creating Shared Value. Konsep dan Latar Belakang Creating Shared Value (CSV) Konsep Creating Shared Value (CSV) diperkenalkan oleh Michael E. Porter dan Mark R. Kramer pada tahun 2006. Konsep ini kemudian ditulis kembali dalam sebuat artikel Harvard Business Review – How to reinvent capitalism and unleash a wave of innovation and growth. Diuraikan bahwa CSV mampu berkontribusi pada nilai ekonomi dan sosial sehingga mampu menjawab kebutuhan dan tantangan yang ada di lapangan. Creating Shared Value (CSV) diartikan sebagai suatu konsep dan perencanaan strategi bisnis perusahaan dengan memperhatikan masalah dan kebutuhan sosial (Porter dan Kramer, 2011). CSV bukan hanya tentang nilai personal ataupun membagikan nilai yang sudah diciptakan oleh perusahaan. Namun, CSV adalah tentang memperluas nilai ekonomi dan sosial antar aspek bisnis bagi perusahaan maupun masyarakat. Semakin luas nilai baik dan manfaat tersebar, maka semakin besar pula keuntungan strategis bagi perusahaan. Perbedaan CSR dengan CSV Program Corporate Social Responsibility (CSR) sebagian besar berfokus pada reputasi perusahaan yang terkadang tidak memberikan dampak secara langsung terhadap bisnis. Hal ini membuat CSR terkadang tidak dapat memberikan efek yang jangka panjang. Sedangkan, Creating Shared Value (CSV) merupakan usaha perusahaan secara proaktif untuk menciptakan nilai bersama pada ekonomi dan sosial. Proses dari CSV ini melibatkan pemanfaatan sumber daya dan keahlian sehingga berdampak pada profitabilitas dan kompetisi yang sehat pada perusahaan. Kelebihan Penerapan Creating Shared Value (CSV) Konsep CSV melibatkan stakeholder tidak hanya sebagai bentuk responsif tanggung jawab sosial, melainkan juga sebagai pihak yang ikut berperan penting dalam proses produksi hingga penyediaan bahan baku. Tentunya hal ini tidak hanya menciptakan peluang ekonomi bagi masyarakat, namun juga peluang bisnis baru bagi perusahaan. Pemberdayaan yang dilakukan akan menuntun masyarakat sosial menuju kemandirian sehingga dampak yang diberikan akan bersifat jangka panjang. Selain itu, CSV juga akan mengarah pada efisiensi, diferensiasi, dan perluasan pasar karena sumber daya yang terlibat telah meningkatkan kualitasnya. Dengan penerapan CSV untuk memenuhi kebutuhan yang terus berkembang, maka perusahaan akan mampu menjawab fokus utama yang selama ini menjadi permasalahan. 3 Cara Implementasi Creating Shared Value (CSV) Creating Shared Value memerlukan cara yang nantinya menjadi kunci dari keberhasilan program sebagai berikut: 1. Reconceiving Product and Market Penerapan CSV sebaiknya turut mempertimbangkan kebutuhan dan urgensi yang yang ada di dalam perusahaan maupun sosial. Ketika kegiatan CSV dijalankan dengan baik, maka akan membuka banyak kemungkinan baru terkait kebutuhan produk atau jasa dan tentunya akan menciptakan peluang untuk memperluas pasar. 2. Redefining Productivity in Value Chain Konsep dari CSV adalah memberikan manfaat bersama terhadap berbagai aspek yang berkaitan, termasuk juga pada value chain. Berbagai inovasi dan pemikiran baru dari CSV akan menuntun produktifitas ke arah yang lebih efisien. 3. Enabling Local Cluster Development Perusahaan tentunya tidak dapat berdiri sendiri tanpa ada pihak lain yang mendukung, termasuk juga lingkungan sekitarnya. Kesejahteraan pihak yang ada di sekitar perusahaan akan berpengaruh terhadap bagaimana perusahaan ini berjalan. Maka, melalui CSV perusahaan diberi kesempatan untuk membangun ekosistem sekitar perusahaan agar lebih mendukung. Contoh Implementasi Creating Shared Value Perusahaan, Nestlé Indonesia Jika membahas tentang perusahaan mana yang berhasil menerapkan Creating Shared Value, maka Nestlé Indonesia bisa menjadi contoh yang tepat. Nestlé Indonesia bertumpu pada 3 tujuan utamanya dalam implementasi CSV yakni, mengembangkan komunitas, mendukung anak-anak, serta melestarikan planet untuk masa depan. 1. Olah Limbah Jadi Berkah, Membantu Memperbaiki Taraf Hidup 30 Juta Keluarga Nestlé Indonesia turut memberikan kontribusi terhadap supplier susu perah yang menjadi pemasok utama dalam produknya seperti DANCOW, LACTOGROW, dan BEARBREAND. Nestlé Indonesia melalui tim Milk Procurement and Dairy Development (MPDD) berkontribusi terhadap pendampingan teknis, pendampingan finansial, hingga memastikan keberlanjutan pasokan bahan baku. Kegiatan tersebut bertujuan untuk mendapatkan kualitas susu segar serta produktivitas demi menciptakan benefit jangka panjang. Produksi dan penerapan CSV oleh Nestlé Indonesia berlokasi di berbagai tempat di Jawa Timur. Kemitraan tersebut akan selalu diperluas demi mendorong praktik peternakan yang berkelanjutan. Karena selain pendampingan, juga ada kerjasama yang dilakukan dengan Yayasan Rumah Energi dalam pembangunan kubah biogas dengan memanfaatkan limbah kotoran sapi yang dinamakan BIRU (Biogas Rumah). Biogas yang dihasilkan nantinya dapat digunakan sebagai keperluan untuk memasak ataupun penerangan. 2. Nestlé Healthy Kids, Membantu 50 Juta Anak Hidup Lebih Sehat Nestlé Indonesia berperan dalam memperkenalkan gaya hidup sehat sejak dini. Komitmen yang dilakukan adalah meningkatkan kesadaran pada anak-anak serta orang tua tentang kebutuhan gizi seimbang, pentingnya melakukan aktivitas fisik, dan kebiasaan untuk selalu menjaga kebersihan diri. Melalui program Nestlé Healthy Kids, ada lebih dari 80.000 siswa di berbagai daerah Indonesia telah mengikuti program yang mendukung gaya hidup sehat sejak usia dini melalui sekolah yang menjadi mitra. 3. Upaya Mencapai Zero Environmental Impact dalam Operasi di Lingkungan Kerja Masalah sampah yang belum terselesaikan membuat Nestlé Indonesia terus berupaya untuk menerapkan berbagai cara dalam mencapai zero environmental impact. Nestlé Indonesia mendorong perilaku ramah lingkungan seperti zero waste dalam kegiatan operasional lingkungan kerja dan sekitarnya. Selain itu juga melakukan inisiatif dalam penanaman pohon dengan melibatkan masyarakat setempat melalui berbagai program kegiatan. Implementasi Creating Shared Value yang dilakukan oleh Nestlé Indonesia berhasil mendapatkan apresiasi dalam penghargaan Indonesia’s Most Powerful Corporate Social Initiative tahun 2018 oleh Majalah MIX Marcomm. Kemudian pada tahun 2019 Nestlé Indonesia juga berhasil mendapatkan CECT Sustainability Awards yang diselenggarakan oleh Center for Entrepreneurship Change and Third Sector. Bagaimana, apakah perusahaan anda sudah melakukan upaya Creating Shared Value? References Porter, M. E., & Kramer, M. R. (2011). Creating Shared Value: How to Reinvent Capitalism and Unleash a Wave of Innovation and Growth. Managing Sustainable Business. Nestle Indonesia, Mengenal Lebih Dekat Creating Shared Value
Olahkarsa Official on
7 Subjek Inti ISO 26000 sebagai Rujukan Implementasi CSR
Community Development, CSR, Innovation, Sustainability

7 Subjek Inti ISO 26000 sebagai Rujukan Praktik CSR

Ada 7 Subjek Inti ISO 26000 sebagai rujukan Implementasi CSR, apa saja? ISO 26000 didefinisikan sebagai peraturan internasional yang dikembangkan untuk membantu organisasi mengevaluasi dan menangani secara efektif tanggung jawab sosial yang relevan dan signifikan. Mereka membantu dengan misi dan visi mereka kepada pihak lain yang berkepentingan dan dampak lingkungan. ISO 26000 memberikan pedoman sukarela tentang tanggung jawab sosial untuk lembaga yang mencakup semua sektor publik atau swasta di negara berkembang maupun negara maju. Standar ini dikembangkan oleh Technical Committee ISO/TMB WG “Social Responsibility” sejak tahun 2004 dan diluncurkan pada tanggal 1 November 2010, setelah disetujui 93% negara anggota ISO yang memilih, termasuk Indonesia. Dengan ISO 26000, ini akan memberikan nilai tambahan pada aktivitas tanggung jawab sosial saat ini melalui: 1) Mengembangkan konsensus tentang pemahaman tanggung jawab sosial dan masalah; 2) Memberikan pedoman tentang terjemahan prinsip-prinsip untuk kegiatan yang efektif; dan 3) Memilih praktik terbaik yang telah dikembangkan dan disebarluaskan untuk kebaikan masyarakat atau masyarakat internasional. Sekilas tentang ISO 26000 Organisasi di seluruh dunia, dan para pemangku kepentingan mereka, semakin terealisasi dari kebutuhan dan manfaat perilaku yang bertanggung jawab secara sosial. Tujuan tanggung jawab sosial adalah untuk berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan. Komitmen organisasi dengan komunitas dan kesejahteraan lingkungan telah menjadi kriteria utama untuk mengukur kinerja keseluruhan dan kemampuannya untuk terus beroperasi secara efektif. Ini, sebagian, adalah cerminan perkembangan pengakuan yang kita butuhkan untuk menjamin ekosistem yang sehat, keadilan sosial dan tata kelola organisasi yang baik. Pada akhirnya, kegiatan organisasi bergantung pada kesehatan ekosistem dunia. Saat ini, organisasi tunduk pada pengawasan yang lebih besar oleh berbagai pemangku kepentingan mereka. 1. Dimaksudkan sebagai pedoman, bukan untuk sertifikasi. 2. Menyajikan dokumentasi tanggung jawab sosial yang komprehensif termasuk subjek inti dan isu-isu yang terkait dengan subjek tersebut. 3. Diterbitkan pada 2010 oleh International Organization for Standardization (ISO), sebuah organisasi internasional khusus untuk standardisasi yang terdiri dari badan standar nasional lebih dari 160 negara. 4. Ditulis oleh kelompok multi-sektoral yang unik yang mewakili pemerintah; lembaga swadaya masyarakat (LSM); industri; kelompok konsumen; tenaga kerja; dan akademik, konsultasi, dan organisasi lain di seluruh dunia. 5. Lebih dari 400 pakar dan 200 pengamat dari 99 negara dan 42 organisasi internasional berkontribusi dalam upaya pembangunan. 6. Ulasan terakhir dari kemungkinan revisi pada tahun 2014. Karena itu, dengan dipublikasikannya ISO 26000, Indonesia sebagaimana negara lainnya perlu segera menyusun langkah-langkah nyata bagaimana mempromosikan dan mendorong implementasi ISO 26000 Unduh ISO 26000 Guidance on Social Responsibility Manfaat apa yang dapat dicapai dengan menerapkan 7 Subjek Inti ISO 26000? Kinerja organisasi dalam tanggung jawab sosial dapat mempengaruhi, antara lain: 1. Keunggulan kompetitif 2. Reputasi 3. Kemampuan untuk menarik dan mempertahankan pekerja atau anggota, pelanggan, klien, dan pengguna 4. Terpeliharanya moral karyawan, komitmen, dan produktifitas 5. Persepsi investor, pemilik, donor, sponsor dan, komunitas keuangan 6. Hubungan dengan perusahaan, pemerintah, media, pemasok, rekan kerja, pelanggan, dan komunitas di mana ia beroperasi ISO 26000 ditujukan untuk membantu organisasi dalam berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan. Ini mendorong mereka untuk mengatasi Undang-Undang Kepatuhan, mengakui bahwa kepatuhan terhadap hukum adalah tugas yang paling dasar dari masing-masing organisasi dan merupakan bagian penting dari program tanggung jawab sosial mereka. Unduh ISO 26000 Guidance on Social Responsibility Siapa yang dapat memanfaatkan ISO 26000 dan bagaimana? Organisasi di sektor swasta, publik dan nirlaba, baik besar maupun kecil, seperti beroperasi di negara-negara maju atau berkembang, menggunakan ISO 26000. Semua subjek dasar adalah tanggung jawab sosial yang relevan dalam beberapa kasus untuk setiap organisasi. Karena subjek dasar termasuk serangkaian masalah, organisasi akan mendapat manfaat ketika mereka akan mengidentifikasi masalah apa yang paling relevan dan signifikan bagi mereka dengan memverifikasi pertimbangan mereka sendiri dengan pihak yang berkepentingan. ISO 26000 memberikan panduan untuk semua jenis organisasi, terlepas dari ukuran atau lokasinya, pada: 1. Konsep, istilah, dan definisi yang terkait dengan tanggung jawab sosial 2. Latar belakang, tren, dan karakteristik tanggung jawab sosial 3. Prinsip dan praktik yang berkaitan dengan sosial tanggung jawab 4. Subjek inti dan isu-isu sosial tanggung jawab 5. Mengintegrasikan, mengimplementasikan, dan mempromosikan perilaku yang bertanggung jawab secara sosial di seluruh organisasi dan, melalui kebijakan dan praktiknya, dalam lingkup pengaruhnya 6. Mengidentifikasi dan melibatkan dengan pemangku kepentingan 7. Mengkomunikasikan komitmen, kinerja dan informasi lainnya terkait dengan tanggung jawab sosial Ketika menerapkan ISO 26000, organisasi harus mempertimbangkan keragaman sosial, lingkungan, hukum, budaya, politik dan organisasi serta perbedaan dalam kondisi ekonomi, sambil tetap konsisten dengan norma perilaku internasional. Unduh ISO 26000 Guidance on Social Responsibility Bukan untuk sertifikasi ISO 26000 merupakan payung besar dari ISO-ISO yang sudah ada. Yang perlu diperhatikan bahwa ISO 26000 berbeda dari ISO lainnya, dimana ISO 26000 tidak melakukan sertifikasi karena bukan merupakan sistem manajemen. Bagi organisasi yang ingin menerapkan ISO 26000 dapat melakukan adopsi terlebih dahulu setelah ini dilakukan verifikasi berdasarkan landasarn ISO 26000. Ada 7 Subjek Inti ISO 26000 sebagai rujukan Implementasi CSR, apa saja? Untuk mengadopsi ISO 26000 sebagai guidance on social responsibility, Organisasi perlu memperhatikan 7 Subjek Inti dari ISO 26000, yaitu: 1. Tata kelola organisasi (Organizational Governance) Perusahaan atau organisasi perlu memiliki tata kelola dengan mempertimbangan kondisi sosial. Akuntabilitas, transparansi, etika, dan stakeholder menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan dalam proses pengambilan keputusan. 2. Hak Asasi Manusia/HAM (Human Right) Perusahaan atau organisasi perlu turut serta dalam upaya mengurangi tindakan deskriminasi, penyiksanaan, serta eksploitasi. Misalnya, terkait dengan tindakan menghindari risiko ataupun tindakan melindungi komunitas rentan. 3. Praktek Ketenagekerjaan (Labour Practice) Perusahaan atau organisasi perlu memperhatikan hak-hak tenaga kerja yang dimiliki. Hal ini bertujuan untuk mencegah adanya kompetisi yang tidak sehat sehingga timbul exploitasi dan tindakan yang dapat menyakiti tenaga kerja. Misalnya, adanya pelindungan bagi pekerja terkait keamanan maupun kesehatan. 4. Lingkungan (The Environment) Perusahaan atau organisasi perlu mengupayakan adanya perpindahan yang pasti pada pola produksi. Dari yang awalnya menggunakan bahan atau proses yang tidak berkelanjutan, maka sebisa mungkin secara bertahap digantikan dengan proses dan sumber daya yang berkelanjutan. 5. Prosedur Operasi yang Wajar (Fair Operating Practice) Diperlukan praktik kegiatan yang sehat pada seluruh institusi. Sehingga akan menghasilkan praktik bisnis yang sehat sehingga secara bersama-sama dapat membangun sistem sosial yang berkelanjutan. 6. Isu Konsumen (Consumer Issues) Pelayanan konsumen dapat dilakukan dengan berbagai cara. Mulai dari penyediaan informasi yang relevan, perlindungan keamanan dan kesehatan konsumen, hingga perlindungan privasi. 7. Keterlibatan dan Pengembangan Masyarakat (Community Involvement and Development) Kegiatan yang dibuat sebaiknya juga melibatkan kondisi sosial yang berkelanjutan. Misalnya, program yang dilakukan ditujukan untuk meningkatkan level edukasi, usaha pemberdayaan, atau kewirausahaan, sehingga nantinya akan membangkitkan kemandirian bagi masyarakat. Dalam panduan ISO 26000 terdapat 7 prinsip yang perlu diperhatikan dalam melaksanakan tanggung jawab sosial, di antaranya: 1. Accountability (Akuntabilitas): Organisasi harus bersikap akutabel terhadap dampak yang dihasilkan oleh aktivitas operasional baik bagi masyarakat, ekonomi dan lingkungan. 2. Transparency (Tranparansi): Organisai harus transparan terhadap keputusan dan aktivitas/kegiatan operasional yang berdampak pada masyarakat dan lingkungan. 3. Ethical Behavior (Perilaku yang beretika): Organisasi harus beretika dalam berbisnis. 4. Respect for Stakeholder Interest (Menghargai Kepentingan Stakeholder): Organisasi mengahargai, mempertimbangan dan memberikan respon terhadap interes/kepentingan 5. Respect for the rule of law (Menghargai Hukum): Organisasi menerima dan menghargai hukum yang berlaku. 6. Respect for the international norms of behavior (Mengahargai Norma International): Organisasi menghargai norma-norma international yang berlaku. 7. Respect for human right (Menghargai Hak Asasi Manusia): Organisasi menghargai hak asasi manuasia, serta mengakui pentingnya dan universality. Unduh ISO 26000 Guidance on Social Responsibility Subjek Inti ini sedikit berbeda dengan konsep CSR di Indonesia. Pada umumnya, baik pemerintah, masyarakat, maupun bisnis menganggap tanggung jawab sosial hanya merupakan salah satu dari 7 Subjeck Inti ISO 26000, yaitu keterlibatan dan pengembangan sosial. Meskipun demikian, saat ini sudah mulai ada pergeseran pemahaman terkait tanggung jawab sosial, terutama ke arah lingkungan. Mau belajar lebih dalam lagi tentang ISO 26000 tapi bingung dimana dapetin referensinya? Kamu bisa belajar di sini! Baca juga: ISO 26000 Sebuah Panduan dalam Tanggung Jawab Sosial Apa Itu CSR (Pengertian, Manfaat, Jenis, dan Contohnya) Latar Belakang Lahirnya Gagasan Corporate Social Responsibility (CSR) Kesimpulan Sebuah organisasi harus memiliki pemahaman bahwa pelaksanaan CSR tidak hanya sekedar sebagai compliance terhadap regulasi yang berlaku ataupun branding, namun yang terpenting adalah menggunakan kegiatan tanggung jawab sosial sebagai kendaraan untuk mencapai keberlanjutan. Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
indonesia menerapkan blue economy
CSR, Innovation, Insight, Sustainability

Indonesia Menerapkan Blue Economy, Sudah Saatnya?

Indonesia menerapkan Blue Economy berdasarkan pada tiga pilar yaitu lingkungan kelautan yang sehat dan tangguh, industri berbasis kelautan yang kompetitif, dan area pesisir yang atraktif. Masih ingat kan pada Konferensi Perubahan Iklim 2021 lalu (COP26)? Indonesia dan Swedia sepakat sebagai negara kepulauan untuk sama-sama menerapkan Blue Economy. Maka, Blue Economy menjadi potensi ekonomi yang bisa digunakan untuk pemulihan dari pandemi Covid-19. Untuk transformasi ekonomi demi pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan, Blue Economy adalah salah satu kunci dengan yang perlu dioptimalkan. Ya, mengingat Indonesia merupakan negara kepulauan dengan 65 persen total luas negara Indonesia berupa laut. Sistem ini sudah berlaku di Indonesia sejak pengesahan Pernyataan Bersama oleh Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) dengan Menteri Infrastruktur Swedia Thomas Eneroth, dan Menteri Lingkungan Hidup dan Iklim/Deputi Perdana Menteri Swedia Per Bolund di Stockholm, Swedia pada bulan Oktober lalu. Swedia dan Indonesia memiliki banyak kesamaan peluang dan tantangan dalam mengembangkan Blue Economy sebagai dasar pembangunan ekonomi di masa depan. Swedia pun baru saja mengembangkan strategi ekonomi biru, melalui: Strategi Blue-Growth dan Marine Spatial Planning. Indonesia bersama dengan Swedia sudah sepakat untuk mengembangkan Peta Jalan untuk Blue Economy. Apa sih Blue Economy itu? Blue Economy adalah konsep pembangunan yang berfokus pada nilai ekonomi sumber daya laut di Indonesia. Konsep ini dapet menciptakan nilai tambah pada rantai pasok (supply chain), secara langsung maupun tidak langsung. Tujuannya untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keberlanjutan lingkungan. Indonesia menerapkan Blue Economy dengan tetap memperhatikan keberlangsungan ekosistem laut itu sendiri. Apalagi program ini adalah salah satu satu impian dari Bapak Jokowi. Pengelolaan Sumber Daya Alam dengan konsep Blue Economy itu seperti apa ya? Berdasarkan laporan Bank Dunia terbaru yang berjudul Laut untuk Kesejahteraan: Reformasi untuk Ekonomi Biru di Indonesia, dijelaskan bahwa rekomendasi diberikan berdasarkan upaya dan target yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Laporan tersebut juga menjelaskan bahwa masa depan sektor kelautan bergantung kepada aset alam yaitu ekosistem laut dan pesisir yang sehat. Di bawah ini adalah usulan empat strategi utama bagi Indonesia untuk menjalankan transisi menuju Blue Economy: 1. Peningkatan pengelolaan aset laut dan pesisir (perikanan, mangrove, terumbu karang) Sebenarnya, Indonesia telah mengembangkan sistem penangkapan ikan dan area manajemen laut untuk waktu yang lama, tetapi implementasinya masih membutuhkan anggaran, sumber daya manusia, dan rencana manajemen maksimum untuk mencegah berkurangnya ikan, termasuk menjamin batas panen yang jelas tergantung pada sains dan data yang memadai. Indonesia juga telah menyusun rencana tata ruang laut dengan mengidentifikasi wilayah laut yang tepat untuk kegiatan ekonomi, dan daerah laut yang masih harus dilindungi. Sekarang, integrasi antara rencana ruang maritim dengan sistem perizinan usaha diperlukan untuk memastikan bahwa kegiatan ini telah memenuhi peraturan zonasi, yaitu sistem Scorecard. Sistem ini digunakan untuk mengukur implementasi rencana pengembangan dan kepatuhan, dengan beberapa indikator yang mengukur keadaan sumber daya pesisir dan laut, seperti area mangrove dan kualitas terumbu karang. Indonesia akan melengkapi tujuan pemulihan mangrove sebanyak 600.000 hektar pada tahun 2025 dengan kegiatan konservasi yang semakin kuat. Kegiatan restorasi harus dilengkapi dengan langkah-langkah untuk mengurangi dan menghindari kehilangan hutan bakau alami. 2. Mobilisasi insentif dan investasi Peningkatan layanan dasar dan infrastruktur dasar dalam pengumpulan sampah, layanan air, dan pembuangan limbah dibutuhkan untuk mengelola dampak lingkungan di wilayah pesisir, meningkatkan layanan dasar dan kualitas hidup masyarakat pesisir dan melindungi kerusakan destinasi wisata. Investasi yang diperlukan akan sangat besar, tetapi pengalaman global menunjukkan bahwa potensi timbal balik diperoleh dari pengembangan infrastruktur, karena ini sangat tinggi (Panel Tingkat Tinggi untuk Ekonomi Laut Berkelanjutan, 2020). Dalam jangka panjang, Blue Economy Indonesia akan membutuhkan ekonomi melingkar dalam mengurangi limbah sejak awal. Upaya ini mencakup kebijakan yang meningkatkan harga plastik, insentif untuk inovasi dan daur ulang, dan perubahan perilaku untuk mengurangi penggunaan plastik. Peraturan Pemerintah tentang perluasan tanggung jawab produsen bisa dilengkapi dengan sistem penggantian deposito, standar untuk bahan daur ulang, persyaratan kandungan daur ulang minimum, dan mengutamakan bahan daur ulang dalam pengadaan publik. 3. Sistem yang lebih baik untuk pengumpulan dan pemantauan data Bentang laut Indonesia yang kompleks membutuhkan adanya sistem informasi terperinci dan tepat waktu bagi pengelolaan perikanan, ekosistem, dan dampak dari kegiatan manusia. Dibutuhkan perluasan cakupan survei untuk mengumpulkan informasi stok dan panen bagi spesies tertentu, seiring dengan percepatan peluncuran sistem pemantauan dan pelaporan elektronik. Kesepakatan tentang metode yang konsisten dalam konteks pemantauan ekosistem dan berbagi data juga diperlukan. Data yang lebih baik akan menguntungkan sektor pariwisata. Pemantauan dampak lingkungan bisa diperluas ke destinasi wisata populer untuk mendeteksi masalah dan menyediakan informasi dalam pengambilan langkah-langkah mitigasi secara tepat waktu. 4. Membangun kembali dengan “lebih biru” setelah pandemi Covid-19 Terdapat peluang untuk menyelaraskan upaya pemulihan ekonomi jangka pendek pasca Covid-19 dengan kebutuhan jangka panjang di sektor kelautan. Sistem pengelolaan kunci seperti rencana tata ruang wilayah dan rencana pengelolaan perikanan bisa diuji dan diterapkan saat ini. Tentunya ketika tekanan sedang berkurang. Konteks tersebut juga memberikan pemerintah waktu untuk mengatasi berbagai tantangan. Paket pemulihan ekonomi bisa dikembangkan untuk membuka lapangan pekerjaan seraya memperkuat ketahanan pesisir. Apa saja? Yaitu melalui aktivitas restorasi pesisir dan laut yang bersifat padat karya. Contohnya seperti restorasi mangrove dan pembersihan pantai di daerah yang sangat bergantung kepada sektor pariwisata. Bank Dunia mendukung upaya pemerintah untuk mewujudkan strategi ekonomi biru melalui berbagai jenis investasi. Seperti apa? Rencana Lautan Sejahtera contohnya, investasi untuk meningkatkan mata pencaharian masyarakat pesisir dan memulihkan ekosistem kritis. Program Rehabilitasi dan Pengelolaan Terumbu Karang telah menjadi investasi selama 20 tahun bagi pengelolaan dan penelitian terumbu karang. Program Pembangunan Pariwisata Terintegrasi dan Berkelanjutan (P3TB ), adalah sebuah platform juga untuk perencanaan dan infrastruktur pariwisata yang terintegrasi dan berkelanjutan. Bank Dunia juga memberikan dukungan teknis melalui Indonesia Sustainable Oceans Program[DJ1] , melengkapi upaya peningkatan kapasitas dan basis pengetahuan terkait ekonomi biru. Manfaat Indonesia menerapkan Blue Economy Indonesia merupakan negara terkaya dalam hal keanekaragaman hayati di laut. Maka dari itu, Indonesia harus bisa memanfaatkan berbagai anugerah Tuhan ini secara bijak. Dengan tetap menjaga kelestarian alam, kita bisa melakukan keberlanjutan produksi dan mensejahterakan rakyat Indonesia. 1. Aspek Ekonomi Kita bisa mempelajari bahwa kita akan hidup berdampingan dengan Covid-19 dalam waktu yang cukup lama. Maka, mau tidak mau kita harus menghadapi kenyataan ini. Tentu saja, cara menghadapi kenyataan ini dengan kita harus menghadapi secara bertahap dan terbuka dengan hal ini. Pemakalah dari CSIRO, Andy Steven menjelaskan bahwa Australia mengalami hal yang sama. Hingga saat ini, mereka juga tengah berjuang mencoba untuk memperbaiki sistem logistik dan kembali memperkuat pasar. Nah sekarang dengan aktivitas ekonomi saat ini, pasar otomatis terbuka, kegiatan transportasi jalan. Kemudian kalau nanti mall atau restoran mulai buka, maka bahan-bahan baku seperti seafood akan bertambah. Ini akan memajukan pertumbuhan ekonomi tentunya. 2. Aspek Teknologi Pemerintah juga menyoroti penggunaan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK) mutakhir yang tidak bisa dihindarkan seperti pandemi Covid-19. Berbagai pelayanan seperti pelayanan pemerintahan, pendidikan, dan berbagai bisnis beralih dari luring menjadi daring. Dunia, kata Jokowi, berubah begitu cepat dan Indonesia harus bisa menghadapi kompetisi yang semakin ketat seiring dengan perkembangan teknologi tersebut. Apalagi akan dimulainya konektivitas digital 5G. Hati-hati kita jangan hanya menjadi pengguna. Kita jangan hanya menjadi smart digital users, tetapi kita harus mampu mencetak smart digital specialist. Tidak hanya itu, mereka harus bisa mengembangkan smart digital preneur untuk meningkatkan kewirausahaan dan membuka lapangan kerja di dalam negeri. 3. Aspek Kesehatan Lalu di bidang kesehatan, pengembangan juga semakin pesat sehingga memungkinkan untuk melakukan pemeriksaan atau konsultasi medis dengan jarak jauh. Oleh karena itu, pemanfaatan artificial intelligence atau kecerdasan buatan sangat penting ditingkatkan untuk diagnosis. Mitra dagang Indonesia seperti Amerika Serikat, Afrika, dan Eropa sudah mulai fokus terhadap pembangunan yang berkelanjutan. Sektor yang bisa dikembangkan dengan prinsip Blue Economy Sektor yang tercakup dalam ekonomi Biru antara lain: sektor perikanan, sektor industri olahan hasil laut, sektor logistik laut, sektor perdagangan, industri galangan kapal, wisata bahari, bioteknologi, energi terbarukan, manajemen sumber daya air, sumber daya manusia termasuk pendidikan dan riset, serta sektor-sektor lainnya yang terkait secara langsung dan tidak langsung. Indonesia juga mengusung leadership on Blue Economy dalam acara G20 pada 2022. Tujuannya, menjadikan Blue Economy sebagai salah satu prioritas pembahasan di G20 Development Working Group (DWG). Pertemuan ketiga menteri juga membahas rencana Indonesia untuk membangun Ibu Kota Negara (IKN) baru. Swedia bersedia untuk memberikan dukungan yang dibutuhkan dalam mewujudkan IKN sebagai kota yang hijau, cerdas, dan berkelanjutan. Baca juga: Mengenal Lebih Dekat Ekonomi Sirkular di Indonesia Apa Itu CSR (Pengertian, Manfaat, Jenis, dan Contohnya) Latar Belakang Lahirnya Gagasan Corporate Social Responsibility (CSR) Jadi, perlu bagi Indonesia menerapkan Blue Economy Kerangka Pembangunan Ekonomi Biru diarahkan untuk mengoptimalkan modalitas yang dimiliki Indonesia sebagai negara kepulauan dengan keanekaragaman sumber daya kelautan. Pengelolaan sumber daya dan ekosistem kelautan juga diarahkan untuk bisa mengatasi tantangan degradasi pesisir dan sumber daya alam. Selain itu, perubahan iklim dan kerentanan sosial ekonomi masyarakat pesisir bisa diatasi juga. Indonesia memiliki potensi besar untuk menjalankan pemulihan biru pasca pandemi Covid-19 (Blue Recovery). Ekonomi biru juga merupakan ruang untuk menciptakan inovasi dan kreativitas baru. Transisi Indonesia ke ekonomi biru juga diharapkan menjadi model pengembangan industri berbasis kelautan yang berkelanjutan. Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
Olahkarsa Official on
Community Development (Pengertian, Aspek, Tujuannya)
Community Development, Sustainability

Community Development (Pengertian, Aspek, Tujuannya)

Masyarakat merupakan salah satu aktor penting dalam pembangunan nasional. Sehingga community development adalah cara yang efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Terutama adanya transisi dari pembangunan sentralistik (sentralisasi) ke arah desentralistik (desentralisasi) semakin menambah value dari masyarakat dalam konteks pembangunan.  Dalam konteks ini, pemerintah, perusahaan, hingga masyarakat memiliki tanggung jawab yang sama untuk secara konstan mengimplementasikan community development. Pada artikel ini, Olahkarsa akan menjelaskan mengenai pengertian, aspek, hingga tujuan dari implementasi community development.  Pengertian Community Development Negara pasti ingin mencapai pembangunan nasional yang akomodatif dari segala sektor dan lapisan masyarakat. Maka hal yang menjadi kunci utama yaitu dengan menciptakan masyarakat yang berdaya, sejahtera, dan memiliki pola pikir growth mindset.  Metode untuk mewujudkan hal tersebut adalah dengan mengimplementasikan community development. Community development atau pengembangan/pemberdayaan masyarakat sudah digagas secara historis sejak akhir tahun 1970 dengan mengadaptasi konsep empowerment.  Secara definitif, community development adalah upaya memberikan otonomi, wewenang, kepercayaan, dan daya kepada masyarakat agar dapat kreatif serta inovatif dalam menyelesaikan tugas sosial-ekonomi dengan baik. Sehingga metode ini merupakan mekanisme yang fokus dalam memberdayakan masyarakat agar dapat mandiri secara sosial dan ekonomi.  Community development merupakan konsep pembangunan ekonomi yang mengakumulasi nilai-nilai sosial di masyarakat. Sehingga hal ini merepresentasikan beberapa nilai fundamental, seperti people centred, participatory, empowering, dan sustainable.  Baca Juga: Apa Itu CSR (Pengertian, Manfaat, Jenis, dan Contohnya) Aspek dalam Community Development Sebagai upaya yang fokus untuk menciptakan masyarakat yang berdaya, sejahtera, dan mandiri, maka ada aspek-aspek yang mendasari konsep community development. Apa saja? Simak di bawah ini.  Enabling Pertama, ada aspek enabling yaitu bagaimana stakeholder dapat menciptakan situasi yang produktif dan konstruktif agar masyarakat dapat berkembang. Acap kali ditemukan masyarakat di daerah pedesaan dengan pola pikir tradisional dan konservatif sehingga menghambat untuk berkembang.  Oleh karena itu, para stakeholder yang diinisiasi oleh pemerintah, perusahaan, atau masyarakat harus merekonstruksi pola pikir masyarakat yang tradisional menjadi lebih inklusif. Artinya, memberikan motivasi dan pemahaman bahwa setiap individu di pedesaan dapat bertumbuh dengan potensi yang dimilikinya.  Empowering Kedua, ada aspek empowering yang fokus dalam perkuatan nilai potensial dalam diri masyarakat dengan berbagai program-program yang telah dikonseptualisasikan oleh stakeholder. Program-program yang disusun adalah hasil dari riset komprehensif terhadap berbagai problematika sosial di masyarakat.  Misalnya, program mengenai pendidikan untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) di wilayah pedesaan. Lalu program ekonomi yang fokus pada pembenahan edukasi dan aksesibilitas masyarakat terhadap sektor ekonomi dan keuangan.  Substansi dari aspek empowering adalah memformulasikan program-program community development yang akomodatif dan dapat menyentuh berbagai lapisan masyarakat di suatu daerah. Jika program tersebut tidak akomodatif, maka dalam implementasinya tidak akan efektif untuk masyarakat.  Protecting Ketiga, ada aspek protecting yang fokus dalam melakukan perlindungan dan menjadi garda terdepan terhadap masyarakat yang termarjinalisasi. Sering ditemukan di lapangan jika masyarakat yang ingin mengambil suatu kebijakan sentral diintervensi oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.  Atas dasar ini, para stakeholder harus memberikan pendampingan yang kontinu agar dapat meminimalisir terjadi tekanan sosial dari pihak-pihak eksternal. Kemudian, aspek ini juga memberikan pelajaran kepada masyarakat untuk dapat mandiri dan berani dalam mengambil sebuah keputusan karena mereka dilindungi haknya oleh Undang-Undang. Baca Juga: ISO 26000 Sebuah Panduan dalam Tanggung Jawab Sosial Tujuan dari Community Development Setelah mengetahui pengertian dan aspek dari community development, maka Anda harus mengetahui tujuan dari konsep ini. Olahkarsa membagi menjadi tiga tujuan utama dari community development, yaitu:  Bersinergi bersama pemerintah untuk mengeskalasi kondisi sosial, ekonomi, dan budaya di daerah tertinggal. Hal ini sangat penting, sebab metode community development menjadi mekanisme yang efektif untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara cepat, menyeluruh, dan partisipatif. Membuka ruang bagi masyarakat untuk berkontribusi dalam memberdayakan dan mengembangakan kondisi sosial-ekonomi dari masyarakat itu sendiri. Konsep community development yakin jika yang dapat menciptakan pertumbuhan dan perkembangan bagi masyarakat adalah masyarakat itu sendiri.  Community development sebagai cara yang kontributif dan ilmiah dalam mereduksi permasalahan sosial, budaya, dan ekonomi yang terjadi di suatu daerah. Karena fundamental dari community development adalah dengan melakukan berbagai tahapan, mulai dari riset, implementasi, hingga evaluasi.  Baca Juga: 3 Strategi bagi Perusahaan dalam Menerapkan Creating Shared Value
Olahkarsa Official on
CSR

ISO 26000 Sebuah Panduan dalam Tanggung Jawab Sosial

ISO (International Organization for Standardization) merupakan suatu organisasi internasional yang khusus menangani standardisasi. Salah satu ISO yang perlu diketahui oleh perusahaan maupun organisasi adalah ISO 26000. Apa itu ISO 26000 dan yang membedakannya dengan dengan ISO yang lainnya? Definisi Panduan ISO 26000 ISO 26000 adalah suatu panduan internasional yang dikembangkan untuk membantu perusahaan dalam melakukan Corporate Social Responsibility (CSR) secara relevan dan efektif. Perusahaan akan mendapatkan panduan mulai dari tahap perencanaan, pelaksanaan, monitoring, hingga evaluasi program yang dijalankan. Panduan ini dapat dikorelasikan dengan visi-misi perusahaan untuk menjalankan operasional dan proses di dalamnya secara signifikan. Selain itu, juga sebagai sarana menciptakan hubungan baik dengan para pemangku kepentingan (stakeholder), karyawan, pelanggan, bahkan lingkungan. Latar Belakang Penyusunan ISO 26000 ISO 26000 pertama kali dirilis pada 1 November 2010 oleh ISO (International Organization for Standardization) dalam suatu konsensus internasional. Proses penyusunan ISO 26000 melibatkan banyak pihak yang meliputi perwakilan pemerintah, lembaga swadaya masyarakat, industri, asosiasi konsumen, dan asosiasi pekerja. Pada tahun 2001, badan ISO meminta kepada COPOLCO (ISO in Consumer Policy) untuk melakukan perundingan terkait penyusunan standar Corporate Social Responsibility. Kemudian pada tahun 2002, laporan yang dihasilkan oleh COPOLCO terkait pembentukan Strategic Advisory Group on Social Responsibility diadopsi oleh badan ISO. Juni dan Oktober 2004, dilakukan pre-conference dan conference bagi negara berkembang. Kemudian dilanjutkan dengan pengedaran NYIP (New York Item Proposal) kepada seluruh anggota. Januari, 2005, dilakukan voting terkait dokumen ISO yang dibuat. Hasilnya 29 negara menyatakan setuju dan 4 negara menyatakan tidak setuju. Dokumen ISO 26000 kemudian disusun ulang dari yang awalnya CSR (Corporate Social Responsibility) menjadi SR (Social Responsibility) saja. Hal yang menjadi pertimbangan adalah ISO 26000 tidak hanya menjadi pedoman bagi korporasi, namun juga organisasi yang lain. 7 Subjek Inti (Core Subjects) ISO 26000 Terdapat 7 core subject yang menjadi inti dari penerapan tanggung jawab sosial (social responsibility) dalam ISO 26000. Namun, sejumlah subjek inti ini dapat disesuaikan sesuai dengan analisis kebutuhan perusahaan. Berikut ini merupakan penjelasan dari masing-masing subjek inti dari tersebut: 1. Tata Kelola Organisasi (Organizational Governance) Perusahaan atau organisasi perlu memiliki tata kelola dengan mempertimbangan kondisi sosial. Akuntabilitas, transparansi, etika, dan stakeholder menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan dalam proses pengambilan keputusan. 2. Hak Asasi Manusia (Human Rights) Perusahaan atau organisasi perlu turut serta dalam upaya mengurangi tindakan deskriminasi, penyiksanaan, serta eksploitasi. Misalnya, terkait dengan tindakan menghindari risiko ataupun tindakan melindungi komunitas rentan. 3. Ketenagakerjaan (Labor Practices) Perusahaan atau organisasi perlu memperhatikan hak-hak tenaga kerja yang dimiliki. Hal ini bertujuan untuk mencegah adanya kompetisi yang tidak sehat sehingga timbul exploitasi dan tindakan yang dapat menyakiti tenaga kerja. Misalnya, adanya pelindungan bagi pekerja terkait keamanan maupun kesehatan. 4. Lingkungan (Environment) Perusahaan atau organisasi perlu mengupayakan adanya perpindahan yang pasti pada pola produksi. Dari yang awalnya menggunakan bahan atau proses yang tidak berkelanjutan, maka sebisa mungkin secara bertahap digantikan dengan proses dan sumber daya yang berkelanjutan. 5. Praktik Kegiatan Institusi yang Sehat (Fair Operating Practices) Diperlukan praktik kegiatan yang sehat pada seluruh institusi. Sehingga akan menghasilkan praktik bisnis yang sehat sehingga secara bersama-sama dapat membangun sistem sosial yang berkelanjutan. 6. Konsumen (Consumer Issues) Pelayanan konsumen dapat dilakukan dengan berbagai cara. Mulai dari penyediaan informasi yang relevan, perlindungan keamanan dan kesehatan konsumen, hingga perlindungan privasi. 7. Pengembangan Masyarakat (Community Involvement and Development) Kegiatan yang dibuat sebaiknya juga melibatkan kondisi sosial yang berkelanjutan. Misalnya, program yang dilakukan ditujukan untuk meningkatkan level edukasi, usaha pemberdayaan, atau kewirausahaan, sehingga nantinya akan membangkitkan kemandirian bagi masyarakat. 7 Prinsip Dasar (Key Priciples) dalam Penerapan ISO 26000 Kegiatan tanggung jawab sosial yang nantinya dilakukan oleh perusahaan memiliki kompleksitas cukup tinggi. Ada banyak pertimbangan yang perlu diperhatikan dalam implementasi. Berikut ini adalah 7 dasar yang perlu diperhatikan dalam implementasi ISO 26000: 1. Accountability Suatu perusahaan harus bertanggung jawab pada mereka yang terkena dampak dari kegiatan usahanya. Maka, perusahaan perlu mempertimbangan setiap keputusan yang diambil. 2. Transparency Suatu organisasi atau perusahaan perlu menunjukkan keputusan, kegiatan, dan dampak secara jelas dan transparan. 3. Ethical Behavior Perilaku yang dimiliki oleh organisasi atau perusahaan harus menyesuaikan etika, kejujuran, kesetaraan, dan integritas. 4. Respect for Stakeholder Interest Perusahaan tidak hanya mementingkan kepentingan korporasi, namun juga mempertimbangkan stakeholder lain yang berkepentingan. 5. Respect for the Rule of Law Dalam menerapkan langkah-langkahnya, suatu organisasi atau perusahaan perlu mempertimbangkan dan mematuhi peraturan hukum yang berlaku. 6. Respect for International Norm of Behavior Sejalan dengan kepatuhan terhadap hukum, suatu perusahaan atau organisasi perlu menghormati norma perilaku internasional. 7. Respect of Human Right Sebuah perusahaan atau organisasi, wajib menghormati dan mendukung hak asasi manusia yang diatur dalam Undang-Undang Internasional Hak Asasi Manusia. Tujuan ISO 26000 Memahami sejauh mana pengaruh dan kontribusi yang seharusnya dilakukan untuk pembangunan yang berkelanjutan.Melakukan identifikasi, melibatkan, dan menghormati stakeholder yang relevan.Menentukan isu yang relevan dan signifikan bagi usaha, serta menentukan prioritas pada tindakan yang harus dilakukan.Mematuhi hukum dan norma internasional yang berlaku.Menciptkan integrasi perilaku yang bertanggung jawab. Siapa Saja yang Membutuhkan ISO 26000 ISO 26000 tidak hanya digunakan untuk perusahaan saja. Pedoman juga dapat diimplementasikan pada program pemerintahan, lembaga pelayanan masyarakat, atau organisasi lain, karena juga memuat pedoman pada aspek sosial, budaya, legal, politik, ekonomi, dan lingkungan. Pelaporan ISO 26000 Dokumen yang ada di dalam kegiatan perusahaan dalam menerapkan ISO 26000 perlu mencakup beberapa hal yakni: Informai terkait isu permasalahan, tujuan kegiatan perusahaan, serta aksi yang dilakukan.Bagaimana bentuk keterlibatan stakeholder yang saling berkaitan.Gambaran terkait kenerja yang meliputi pencapaian, kekurangan, dan solusi untuk mengatasi masalah. Panduan ISO 26000 memang merupakan sebuah standar yang dapat diterapkan oleh perusahaan ataupun organisasi yang lain. Namun, ini bukanlah merupakan kewajiban yang harus dilakukan oleh mereka. Oleh karena itu, karena tidak terdapat persyaratan yang harus dipenuhi, maka ISO 26000 ini bukan digunakan untuk memperoleh sertifikasi. References GUIDANCE ON SOCIAL RESPONSIBILITY? Standar CSR Definition of Social Responsibility
Olahkarsa Official on
CSR, Insight

Apa Itu CSR (Pengertian, Manfaat, Jenis, dan Contohnya)

Apa Itu CSR (Pengertian, Manfaat, Jenis, dan Contohnya) – Bisnis yang dapat beradaptasi dengan gelombang masa depan adalah bisnis yang dijalankan dengan bertanggung jawab secara sosial. Selain itu juga terhadap kelestarian lingkungan hidup demi kepentingan generasi di masa mendatang. Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi salah satu cara bagi perusahaan untuk menciptakan keseimbangan terhadap keseluruhan aspek, baik internal maupun eksternal agar saling terintegrasi, mulai dari bisnis yang berkelanjutan, proses atau praktik bisnis yang bertanggungjawab, hingga mendukung agenda pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Dalam artikel kali ini,  kami akan membahas secara menyuluruh terkait dengan Coroporate Social Responsibility (CSR). Mulai dari pengertian, manfaat, jenis, dan contohnya. Pengertian Apa Itu CSR Corporate Social Responsibility atau CSR adalah praktik yang dilakukan oleh  perusahaan dalam rangka melaksanakan model bisnis secara bertanggung jawab. Suatu perusahaan diharapkan tidak hanya berorientasi terhadap profit atau keuntungan. Akan tetapi, juga tentang bagaimana caranya agar perusahaan menyadari bahwa kegiatan yang dilakukan juga berdampak pada semua aspek di sekitarnya. Aspek yang dimaksud bisa sangat luas, mulai dari sosial, lingkungan, ekonomi, konsumen, pegawai perusahaan, dan stakeholder lain yang memiliki kepentingan. Apa Itu CSR (Pengertian, Manfaat, Jenis, dan Contohnya) – YouTube Olahkarsa Official Kenapa CSR Penting Bagi Perusahaan Kegiatan operasional perusahaan bisa saja menimbulkan risiko pada tempat perusanaan melakukan kegiatan operasionalnya. Misalnya terkait buangan hasil limbah atau mungkin isu ketenagakerjaan. Dengan demikian, CSR akan menjadi media pertanggungjawaban perusahaan untuk memberikan manfaat pada pihak yang berada di sekitar perusahaan. Upaya yang dapat dilakukan adalah dengan membuat berbagai program yang bermanfaat.  Manfaat CSR Bagi Keberlanjutan Perusahaan Selain sebagai bentuk tanggung jawab perusahaan, CSR memiliki banyak manfaat yang tentunya tidak hanya memberikan keuntungan bagi eksternal, namun juga bagi perusahaan itu sendiri.  1. Menjadi sarana pemasaran yang kuat bagi perusahaan Kegiatan CSR yang dikelola dengan baik nantinya bisa membantu perusahaan mencapai brand awareness yang baik di mata konsumen, investor, maupun regulator. Karena, kegiatan CSR ini bisa menciptakan atau bahkan mempengaruhi persepsi masyarakat terkait produk atau jasa yang ditawarkan oleh perusahaan.  2. CSR mampu menjalin ikatan dan kepuasan karyawan di perusahaan Ketika perusahaan melibatkan karyawan dalam kegiatan yang berorientasi pada social responsibility, maka mereka akan merasa terlibat dan terhubung dengan kondisi di sekitar. Hal ini akan memberikan efek pada kepuasan karyawan sehingga cenderung memiliki retensi lebih besar terhadap perusahaan. 3. Program CSR yang dibuat dengan baik dapat meningkatkan citra atau reputasi perusahaan Reputasi menjadi cerminan perusahaan utamanya terkait nilai, tindakan, dan serangkaian ciri yang mendorong perilaku karyawan dan kesuksesan yang berkelanjutan. Kesuksesan dari program CSR yang dilaksanakan oleh perusahaan akan berbenading lurus dengan citra atau reputasi perusahaan. Manfaat CSR Bagi Masyarakat Implementasi kegiatan CSR yang melibatkan masyarakat berpengaruh terhadap peningkatan kepercayaan. Kondisi ini yang nantinya juga akan berpengaruh pada keterbukaan masyarakat sekitar terhadap keberlangsungan bisnis. 1. Menciptakan suasana lingkungan yang nyaman Ketika perusahaan tidak hanya sekedar mementingkan produksi tanpa peduli dengan kemana limbah tersebut dibuang, maka lingkungan sekitar akan merasakan dampak yang cukup kuat. Namun, berbeda jika perusahaan mampu menerapkan sistem yang baik demi menjaga keseimbangan lingkungan. Maka, kondisi di sekitar juga akan menjadi nyaman bagi keberlangsungan perusahaan maupun masyarakat di sekitar.  2. Masyarakat terinspirasi melakukan hal yang sama Ketika masyarakat melihat perusahaan sebagai bisnis yang peduli terhadap keadaan sekitar akan merasakan emotional benefit sehingga timbul perasaan empati. Bahkan tidak jarang jika mereka juga akan termotivasi untuk melakukan kebiasaan yang sama. 3. Meningkatkan taraf hidup Hadirnya suatau perusahaan mampu membuat berbagai peluang termasuk peningkatan kondisi ekonomi. Pembukaan lapangan pekerjaan, training, dan edukasi yang dilakukan oleh perusahaan tentu memberikan manfaat yang cukup signifikan bagi taraf hidup masyarakat. Jenis CSR Berdasarkan Efektivitasnya Corporate Social Responsibility (CSR) juga menjadi upaya tersendiri bagi perusahaan dalam meningkatkan kesejahteraan stakeholder terkait. Caranya dengan melakukan kontribusi dari sumber daya yang dimiliki oleh perusahaan (Kotler dan Nancy, 2005). Oleh karena itu, kegiatan CSR perlu diperhatikan tingkat keefektifitasnya agar dampak yang ditimbulkan menjadi jelas. Berikut ini adalah beberapa Jenis CSR berdasarkan efektivitasnya: 1. Cause Promotion CSR bisa menjadi media promosi yang baik untuk perusahaan. Pada CSR jenis ini, perusahaan nantinya akan memberikan bantuan dana atau sumber daya yang dimiliki untuk suatu kegiatan. Misalnya, perusahaan memberikan donasi atau sumbangan dana kepada aktivitas komunitas berbasis sosial. 2. Cause-Related Marketing CSR pada jenis caused-related marketing dilakukan berupa memberikan sejumlah presentase keuntungan yang dimiliki oleh perusahaan. Presentase tersebut biasanya didapatkan dari hasil penjualan suatu produk oleh perusahaan. 3. Corporate Social Marketing Corporate Social Marketing merupakan bentuk CSR yang berupa kampanye. Tujuan dari CSR jenis ini adalah untuk mendorong suatu perubahan yang positif. Misalnya, kampanye terkait isu lingkungan, kesehatan, hingga pendidikan. 4. Corporate Philantrophy CSR ini dilakukan ketika perusahaan memberikan inisiatif berupa kontribusi secara langsung pada kegiatan amal atau kepedulian sosial. Bentuk dari kontribusinya bisa berupa sejumlah uang tunau, hibah, ataupun sumbangan jasa. 5. Community Volunteering Pada program CSR community volunteering, perusahaan beserta karyawan akan melakukan suatu kegiatan berbasis layanan sukarela. Misalnya, karyawan suatu perusahaan terjun langsung dalam kegiatan mengajar anak-anak pada suatu sekolah. 6. Social Responsible Business Practice CSR dalam bentuk ini biasanya perusahaan akan memberikan suatu investasi atau melakukan pemberdayaan masyarakat disekitar perusahaan dan menciptakan economic opportunity. Meskipun sebenarnya tidak ada kewajiban bagi perusahaan untuk melakukan hal tersebut, namun apabila perusahaan menerapkan CSR sebagai salah satu strategi bisnis berkelanjutan, hal ini dapat menjadi benefit yang besar bagi masyarakat, lingkungan dan perusahaan itu sendiri, seperti meningkatnya kesejahteraan dan ekonomi masyarakat, kelestarian lingkungan, good brands, social license to operate, sales perusahaan meningkat, dan lain sebagainya. Contoh Program CSR 1. PT Kalbe Farma, Tbk Komitmen PT Kalbe Farma, Tbk dalam mewujudkan Sustainable Development dibuktikan dengan implementasi salah satu program CSR yaitu pemberdayaan bagi para petani jahe merah lokal di wilayah Jawa, Kalimantan, dan Sumatera. Hasil panen jahe merah yang cukup baik ini tidak hanya menguntungkan secara finansial bagi para petani lokal, tetapi juga menjadi keuntungan bagi perusahaan yaitu bahan baku utama produksi bagi PT Kalbe Farma, Tbk dalam menjalankan proses bisnisnya. Dengan demikian, PT Kalbe Farma, Tbk turut memperhatikan pada pencapaian program CSR yaitu menciptakan nilai bersama antara aspek bisnis dan masyarakat atau dengan kata lain, PT Kalbe Farma, Tbk menerapkan hal yang biasa disebut dengan Creating Shared Value (CSV). Creating Sustainable Economic & Social Value – Program Petani Binaan Jahe Merah PT Kalbe Farma, Tbk 2. The Lego Group Dalam mendukung pembangunan berkelanjutan, The Lego Group berinisiatif membuat gerakan dengan mengusung nama Lego’s Sustainable Materials Center. Seperti yang kita tahu, lego merupakan mainan yang bahannya terbuat dari plastik. Meskipun begitu plastik yang digunakan termasuk kuat sehingga tidak mudah usang termakan oleh waktu. Namun, ternyata Lego sudah menargetkan di tahun 2030 nanti jika produknya dapat 100% ramah lingkungan sehingga mendukung program sustainability. Ada juga program Build the Change, dimana Lego mengumpulkan ratusan surat dari anak-anak berbagai negara. Surat tersebut berisi harapan agar Lego dapat mewujudkan bumi sebagai tempat tinggal yang baik. Melalui CSR, diharapkan bahwa perusahaan dapat lebih bertanggung jawab terhadap berbagai keputusan yang telah dibuat. Perusahaan tidak hanya mendapatkan keuntungan finansial, namun juga memberikan manfaat pada lingkungan sekitar. Selain itu juga memperoleh reputasi yang baik di saat yang bersamaan. Oleh karena itu, penerapan bisnis yang bertanggung jawab secara sosial diharapkan dapat berdampak baik dengan meningkatkan standar hidup stakeholder di sekitar bisnis berjalan secara berkelanjutan. References Corporate Social Responsibility (CSR) Mengenal 6 Jenis Praktik Corporate Social Responsibility TYPES OF CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY TO BE AWARE OF
Olahkarsa Official on
CSR, Insight

Latar Belakang Lahirnya Gagasan Corporate Social Responsibility (CSR)

Suatu perusahaan dengan tata kelola yang baik tidak hanya dihadapkan pada tanggung jawab yang berfokus pada nilai perusahaan berupa aspek keuangan saja. Perusahaan perlu menjamin nilai perusahaan tumbuh secara berkelanjutan dengan memperhatikan aspek sosial dan lingkungan. Corporate Social Responsibility (CSR) atau tanggung jawab sosial perusahaan menjadi salah satu konsep yang harus dipertimbangkan pelaksanaannya oleh perusahaan. CSR merupakan tanggung jawab suatu organisasi profit maupun non profit atas dampak keputusan dan kegiatannya terhadap masyarakat dan lingkungan. Perusahaan memiliki komitmen untuk meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan kontribusi kepada para stakeholder (pemangku kepentingan).  Stakeholder yang dimaksud adalah setiap individu atau kelompok yang dapat mempengaruhi atau dipengaruhi oleh pencapaian tujuan perusahaan. Secara garis besar, stakeholder dikategorikan menjadi 2, yaitu inside stakeholder dan outside stakeholder. Inside stakeholder, yaitu para pemangku kepentingan di dalam perusahaan seperti para manajer, pemegang saham, serta karyawan. Sedangkan outside stakeholder yaitu para pemangku kepentingan di luar perusahaan seperti pelanggan, pemerintah, pemasok, masyarakat lokal dan masyarakat secara umum. Latar belakang lahirnya gagasan CSR terbagi menjadi 3 periode yaitu perkembangan awal konsep di era 1950-1960-an, perkembangan konsep CSR di era tahun 1970-1980-an, perkembangan konsep di era tahun 1990 hingga saat ini. Perkembangan awal konsep CSR di era tahun 1950-1960-an, konsep tanggung jawab sosial perusahaan memegang teguh prinsip derma dan prinsip perwalian. Prinsip derma  adalah perusahaan melakukan pemberian derma(charity) berupa sumbangan atau donasi yang sebagian besar berasal dari kesadaran pribadi pemimpin perusahaan untuk berbagi kepada masyarakat. Sementara itu, prinsip perwalian yaitu bahwa pelaku bisnis merupakan wali yang dipercaya masyarakat untuk mengelola berbagai sumber daya.Perkembangan konsep CSR di era tahun 1970-1980-an, tanggung jawab sosial perusahaan memiliki tiga dimensi yang dikenal dengan social obligation, social responsibility, dan social responsiveness. Social obligation  adalah perilaku korporasi yang menekankan pada aspek ekonomi dan hukum. Social responsibility merupakan perilaku korporasi yang menyelaraskan social obligation dengan nilai dan norma di masyarakat. Kemudian social responsiveness yaitu perilaku korporasi yang berkaitan dengan tindakan antisipasi dan preventif, seperti melakukan kajian AMDAL(Analisis Mengenai Dampak Lingkungan)Perkembangan konsep CSR di era tahun 1990 sampai saat ini. Definisi tanggung jawab sosial perusahaan telah merujuk pada konsep sustainable development (pembangunan berkelanjutan). Jika perusahaan melakukan tanggung jawab sosial perusahaan dengan benar, kegiatan CSR ini berkaitan erat dengan prestasi bisnis mereka, perusahaan bisa menjaga keunggulan kompetitifnya dibandingkan dengan pesaing. Terlebih lagi, tanggung jawab sosial perusahaan ini mempunyai kontribusi besar dalam upaya pencapaian Sustainable Development Goals (SDGs).
Olahkarsa on
Insight, Sustainability

3 Strategi bagi Perusahaan dalam Menerapkan Creating Shared Value

Creating shared value (CSV) merupakan sebuah konsep yang diperkenalkan oleh Porter dan Kramer pada tahun 2011. Shared value merupakan kebijakan dan praktik yang meningkatkan daya saing perusahaan sekaligus kondisi masyarakat di lokasi perusahaan beroperasi. CSV berfokus pada mengidentifikasi, mengintegrasikan, dan memperluas hubungan isu sosial dan ekonomi. Dalam tulisan Porter dan Kramer yang berjudul Creating Shared Value as Business Strategy, CSV menjadi pengembangan dari corporate social responsibility (CSR), yang tidak hanya fokus pada isu sosial masyarakat, tetapi juga menciptakan nilai ekonomi. Lebih lanjut, terdapat 3 strategi yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk menerapkan shared value Reconceiving Product & Market Perusahaan dapat berfokus pada pemenuhan kebutuhan yang dibutuhkan masyarakat dan mudah diakses oleh seluruh elemen masyarakat. Misalnya, dengan membuat inovasi produk yang dapat diakses oleh masyarakat ekonomi bawah, tetapi juga dapat mendorong kenaikan profit. 2. Redefining Productivity in Value Chain Produktivitas dapat ditingkatkan dengan meminimalkan risiko dan memitigasi persoalan sosial serta kondisi eksternal. Upaya peningkatan produktivitas ini tentunya melibatkan seluruh pihak, mulai dari sumber daya, infrastruktur logistik, pemasok, dan karyawan. 3. Local Cluster Development Perusahaan tidak berdiri sendiri, tetapi dapat dipengaruhi juga oleh kondisi eksternal yang juga dapat memengaruhi produktivitas. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk membangun support system di lingkungan perusahaan dengan meningkatkan kemampuan masyarakat, keamanan rantai pasok, jaminan lisensi operasi, dan institusi pendukung. Sumber: Porter, M. E., & Kramer, M. R. (2011). Creating Shared Value: How to Reinvent Capitalism and Unleash a Wave of Innovation and Growth. Managing Sustainable Business. Porter, M. E., & Kramer, M. R. (2013). Creating Shared Value as Business Strategy. Harvard Business Review.
Olahkarsa on
Insight, Sustainability

Investasi Sosial, untuk Masyarakat dan Bisnis yang Berkelanjutan

Ketika mendengar kata ‘investasi’, mungkin yang terlintas adalah menanamkan aset untuk mendapatkan keuntungan atau peningkatan nilai investasi. Namun iinvestasi tidak hanya seputar ekonomi saja, tetapi ada juga yang disebut sebagai investasi sosial. Menurut International Petroleum Industry Environmental Conservation Association (IPIECA), investasi sosial merupakan bentuk kontibusi perusahaan terhadap masyarakat sekitar lokasi perusahaan. Tujuannya, untuk memberikan keuntungan kepada para pemangku kepentingan (stakeholders). International Finance Corporation (IFC) juga mendefinisikan investasi sosial sebagai bentuk kontribusi sosial perusahaan untuk membantu masyarakat di sekitar lokasi operasi perusahaan dan bertujuan untuk pengembangan masyarakat. Selain itu, perusahaan juga dapat mengambil keuntungan dari peluang yang diciptakan dengan cara yang berkelanjutan dan mendukung tujuan perusahaan. Salah satu praktik investasi sosial yang saat ini gencar dilakukan adalah corporate social responsibility (CSR) dengan berbagai macam program, yang tentunya berkelanjutan. Praktik ini akan memberikan manfaat pada masyarakat, sebagai target, maupun perusahaan. Berikut beberapa manfaat yang bisa didapatkan oleh masyarakat (IFC, 2010), Meningkatkan kualitas hidup masyarakat, baik dalam pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, dan budayaMeningkatkan kapasitas dan kemandirian masyarakatMeningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan Sedangkan berikut ini manfaat bagi perusahaan dari investasi sosial Mendapatkan social license to operateMenjadi bagian dari manajemen risiko sosial dan lingkunganMenciptakan keunggulan yang kompetitifMeningkatkan reputasi perusahaanMenaati dan menjalankan regulasi yang berlakuKerja sama dengan stakeholder, seperti pemerintah dalam program pembangunanMeningkatkan loyalitas konsumen Sumber: https://www.kompasiana.com/ekobudiwa/551f8846a33311e52bb671c6/investasi-sosial-dalam-csr?page=all#:~:text=CSR%20kemudian%20bisa%20digunakan%20dalam,dalam%20lingkungan%20dimana%20mereka%20berdiri. https://www.ipieca.org/our-work/people/social-investment/
Olahkarsa on
Insight, Sustainability

Prinsip Akuntabilitas Berkelanjutan AA1000AP

AA1000AP 2018 merupakan salah satu seri dari AA1000 yang merupakan standar keberlanjutan yang berfokus pada akuntabilitas untuk memajukan praktik usaha yang bertanggung jawab dan meningkatkan kinerja jangka panjang. Secara khusus, AA1000AP 2018 bertujuan untuk menyediakan panduan prinsip yang diterima secara internasional bagi organisasi sehingga dapat mengakses, mengelola, meningkatkan, dan mengomunikasikan akuntabilitas dan kinerja yang berkelanjutan. Akuntabilitas merupakan keadaan mengakui, memikul tanggung jawab, dan bersikap transparan tentang dampak kebijakan, keputusan, tindakan, produk, layanan, dan kinerja yang terkait perusahaan. Implementasi akuntabilitas meliputi cara organisasi menetapkan strategi, mengatur, dan mengelola kinerja. Terdapat 4 prinsip akuntabilitas yang tercantum dalam AA1000AP 2018 ini,  yaitu Inklusivitas Organisasi mengidentifikasi para pemangku kepentingan dan memungkinkan partisipasi mereka dalam membangun topik berkelanjutan yang bersifat material bagi organisasi dan mengembangkan tanggapan strategis. Oleh karena itu, setiap individu harus memiliki suara dalam keputusan yang memengaruhi mereka. 2. Materialitas Materialitas berkaitan dengan mengidentifikasi dan memprioritaskan topik berkelanjutan yang paling relevan serta mempertimbangkan dampak setiap topik pada organisasi dan para pemangku kepentingan. Topik yang material akan memengaruhi dan berdampak pada penilaian, keputusan, tindakan, dan kinerja organisasi serta pemangku kepentingan secara signifikan, baik dalam jangka pendek, menengah, ataupun panjang. 3. Responsif Responsif merupakan reaksi organisasi yang tepat waktu dan relevan pada topik keberlanjutan yang material dan dampaknya. Reaksi ini dapat diwujudkan oleh organisasi dengan keputusan, tindakan, kinerja, dan komunikasi dengan para pemangku kepentingan. 4. Dampak Organisasi harus memantau, mengukur, dan bertanggung jawab atas dampak dari perilaku, kinerja, dan hasil terhadap ekosistem yang lebih luas. Dampak ini dapat terjadi pada lingkungan, masyarakat, pemangku kepentingan, dan bahkan organisasi itu sendiri. Sumber: AccountAbility. (2018). AA1000 Accountability Principles. Diambil kembali dari Accountability.org:
Olahkarsa on
Insight, Sustainability

Mengenal Lebih Dekat Ekonomi Sirkular di Indonesia

Ekonomi sirkular merupakan sebuah alternatif ekonomi linier tradisional, yang menjaga sumber daya dapat dipakai selama mungkin dengan menggali nilai maksimum dari penggunaan. Kemudian meregenerasi produk dan bahan pada setiap akhir umur layanan. Konsep ini juga telah diadopsi ke dalam Visi Indonesia 2045 dan terintegrasi dengan RPJMN 2020-2024. Ekonomi sirkular berfokus pada manfaat positif untuk masyarakat luas, baik secara ekonomi, sosial, maupun lingkungan. Dalam konsep ekonomi berkelanjutan ini, terdapat 3 prinsip utama, yaitu merancang dan mengurangi sampah serta polusi, memperpanjang waktu pakai produk serta material, dan mendukung regenerasi sistem alami. Implementasi ekonomi sirkular di Indonesia diprioritaskan pada 5 sektor, yaitu makanan dan minuman, tekstil, konstruksi, elektronik, dan dan ritel kemasan plastik. Hal ini dikarenakan kontribusi kelima sektor tersebut pada PDB sebesar 33% dan menyerap tenaga kerja sebanyak 43 juta orang pada 2019. Tidak hanya itu, di setiap sektor terdapat pula pertimbangan pada potensi ekonomi, potensi sirkularitas, dan aspek hubungan pemangku kepentingan. Urgensi implementasi ekonomi sirkular sudah di depan mata, seperti permasalahan 300 juta ton sampah plastik per tahun, 50 juta ton sampah elektronik per tahun, dan sepertiga makanan yang diproduksi setiap tahunnnya terbuang begitu saja. Tidak hanya soal lingkungan, sebenarnya ketika seperempat pembuangan makanan dan sampah dapat dikurangi, kita dapat mengurangi kelaparan 870 juta orang di dunia. Oleh karena itu, ekonomi sirkular penting untuk diterapkan secara bertahap di Indonesia dengan kerja sama dari seluruh pihak, baik pemerintah, perusahaan, maupun masyarakat. Sumber: https://wri-indonesia.org/id/blog/bagaimana-cara-membangun-ekonomi-sirkular https://www.merdeka.com/uang/indonesia-lirik-5-sektor-prioritas-untuk-penerapan-ekonomi-berkelanjutan.html?page=all
Olahkarsa on
Insight, Sustainability

5 Prinsip Bisnis yang Bertanggung Jawab di Balik Gencarnya CSR

Saat ini, corporate social responsibility (CSR) telah gencar dilaksanakan oleh banyak perusahaan dengan berbagai bentuk program. CSR menjadi salah satu model bisnis yang bertanggung jawab, sebagai hasil pemikiran Freeman, Martin, dan Parmar pada tahun 2020, di samping keberlanjutan perusahaan dan teori stakeholder. Di balik ketiga model bisnis tersebut, terdapat 5 prinsip bisnis yang bertanggung jawab. Purpose, values, and ethics are as important as money/profits. Tujuan utama bisnis memang profit atau keuntungan, namun bukan satu-satunya. Di samping itu, bisnis harus memiliki nilai dan etika yang selaras dan sebagai tujuan yang sama pentingnya. 2. Business is about value creation for stakeholders. Menciptakan nilai bagi para pemangku kepentingan menjadi salah satu ide terpenting dalam bisnis dan bisnis dapat dikatakan sukses apabila berhasil mewujudkan hal ini. 3. Business is embedded in society and in a physical world. Bisnis bukanlah sebuah institusi yang terisolasi dan berdiri sendiri, namun melekat pula dengan lingkungan dan institusi sosial lainnya, seperti pemerintah, keluarga, lembaga masyarakat, dan lainnya. Oleh karena itu, diperlukan adanya inovasi dengan mengadopsi nilai, misalnya green value, dan mengintegrasikannya ke dalam tujuan dan nilai bisnis. 4. People are complex. Saat ini, pandangan tentang orang-orang yang bekerja dalam bisnis telah berkembang, tidak hanya sekadar ‘pencari rente’ yang memanipulasi sumber daya dan kebijakan untuk keuntungan ekonomi semata tanpa memberikan kembali pada masyarakat. Namun saat ini orang-orang dipandang sebagai individu yang memiliki identitas dan tujuan. 5. Business and ethics must be integrated into holistic business models. Banyak hasil buruk terjadi akibat memisahkan keputusan bisnis dan etis sehingga sangat penting untuk mengintegrasikan bisnis dan etika. Sumber:
Olahkarsa on
Insight, Sustainability

A Success Story Behind Community Development Program

Olahkarsa hadir kembali dengan Webinar Series Ready for PROPER 2021 dengan judul A Success Story Behind Community Development Program. Narasumber kali ini ada R. Herry selaku Kepala Divisi Pengelolaan Lingkungan dan Sosial PT Bio Farma (Persero), Dr. Risna Resnawaty selaku Ketua Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Padjajaran, dan Anggono Wijaya selaku VP Corporate Social Responsibility PT Pupuk Kalimantan Timur. Program yang sustainable, harus berkelanjutan bagi perusahaan, program itu sendiri, dan bahkan masyarakat. Pada masa lalu, program pemberdayaan berupa pembangunan fasilitas umum dan sosial, yang menimbulkan ketergantungan pada masyarakat. Oleh karena itu, sustainability dapat dilihat dari beberapa dimensi, yaitu menguntungkan secara ekonomi, diterima secara sosial, memperhatikan lingkungan, dan meningkatkan kualitas kehidupan. Terdapat 5 prinsip pada community development meliputi sustainability, self help, empowerment, participation, dan local value. Pelibatan masyarakat dari awal, sejak perencanaan hingga implementasi, sangat penting karena dapat meningkatkan sense of belonging terhadap program. Pada comdev 5.0, dapat dimulai dengan think locally, local process dan transformasi digital, dan act globally sehingga masyarakat masih dapat berpegang pada nilai lokal. Contoh nyata dari community development adalah program yang dilakukan oleh PT Bio Farma. Perusahaan ini memiliki visi untuk menjadi perusahaan global class dan juga pemberdayaan masyarakat melalui penciptaan nilai bersama (creating shared value). Dalam menjalankan kegiatan CSR, sebisa mungkin meminimalisir risiko dan dampak negatif dari perusahaan serta berpedoman pada poin-poin SDGs. Dalam menyusun program CSR yang berkelanjutan, dimulai dari social mapping hingga menentukan gap analysis. Inovasi sosial pada community development diperlukan untuk memnuhi kebutuhan masyarakat yang belum terpenuhi. Inilah yang menjadi peluang bagi perusahaan untuk berkontribusi pada masyarakat melalui program CSR. Misalnya pada program Re-Grass Rumput BBU di Bogor, yang merupakan budidaya rumput BBU. Rumput ini menjadi bahan pangan untuk kuda, yang digunakan oleh PT Bio Farma untuk membuat vaksin dari plasma kuda. Rumput BBU ini dikembangkan oleh perusahaan dan kolaborasi dengan BPPT serta ditanam dan dikelola oleh masyarakat sekitar. Alhasil, rumput BBU yang dihasilkan pun berkualitas tinggi. Masyarakat yang memiliki ternak sapi juga mendapatkan sumber pangan ternaknya dari rumput ini sehingga kualitas produk ternak sapi pun meningkat. Untuk mengukur hasil program, dilakukan pula pengukuran Indeks Kepuasan Masyarakat dan SROI. Selain itu, sebagai transparansi dari perusahaan, pelaporan rutin dilakukan setiap tahun serta publikasi jurnal ilmiah internasional. Program CSR di PT Pupuk Kaltim, berupa program kemitraan, bina lingkungan, dan pemberdayaan masyarakat. Salah satu programnya, Budi Oke Ma’rifah Herbal yang dimulai sejak tahun 2017, berupa pengembangan area penanaman toga, peningkatan SDM, pembuatan produk turunan, pembangunan rumah produksi, sertifikasi profesi, diversifikasi produk, inovasi produk saat mulai pandemi, perizinan produk, dan pusat edukasi. Hasilnya, program ini dapat memberdayakan perempuan, meningkatkan ekonomi, dan lainnya. program inkubator bisnis ditujukan untuk anak berkebutuhan khusus agar dapat mandiri dan berdaya. Dalam menangani covid-19, perusahaan juga membuat aplikasi mitra online store bagi para mitra untuk berjualan tanpa terbatas tempat.
Olahkarsa on
Insight, Sustainability

Prinsip Laporan Keberlanjutan dengan Standar Global Report Initiative (GRI)

Standar GRI menjadi standar yang paling banyak digunakan oleh organisasi dalam pelaporan keberlanjutan. Pelaporan keberlanjutan merupakan praktik terbaik secara global dalam hal pelaporan dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial kepada publik. Selain itu, termasuk kontribusi positif dan negatif terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan. Dalam mencapai pelaporan keberlanjutan yang berkualitas tinggi, terdapat prinsip-prinsip pelaporan untuk menentukan isi laporan dan kualitas laporan. Pada prinsip pelaporan untuk menentukan isi laporan, meliputi 1. Inklusivitas Pemangku KepentinganOrganisasi harus mengidentifikasi para pemangku kepentingan (stakeholders) dan menjelaskan bagaimana organisasi telah menanggapi harapan dan kepentingan 2. Konteks KeberlanjutanLaporan harus menyajikan kinerja organisasi dalam konteks keberlanjutan yang lebih luas 3. MaterialitasLaporan harus mencakup topik-topik yang mencerminkan dampak sosial, lingkungan, ekonomi yang signifikan organisasi pelapor atau secara substansial memengaruhi penilaian dan keputusan dari stakeholders 4. KelengkapanLaporan harus menyertakan cakupan topik material dan batasannya yang cukup untuk mencerminkan dampak ekonomi, lingkungan, dan sosial yang signifikan, dan untuk memungkinkan stakeholders menilai kinerja organisasi pelapor dalam periode pelaporan. Selain itu, terdapat prinsip pelaporan untuk menentukan kualitas laporan, meliput 1. AkurasiInformasi yang dilaporkan harus akurat dan terperinci bagi stakeholders untuk menilai kinerja organisasi pelapor. 2. KeseimbanganInformasi yang dilaporkan harus mencerminkan aspek positif dan negatif dari kinerja organisasi pelapor untuk memungkinkan penilaian yang beralasan atas kinerja secara keseluruhan. 3. KejelasanOrganisasi pelapor harus membuat informasi tersedia dengan cara yang dapat dimengerti dan dapat diakses oleh stakeholders yang menggunakan informasi tersebut. 4. KeterbandinganOrganisasi pelapor harus memilih, menyusun, dan melaporkan informasi secara konsisten. Informasi yang dilaporkan harus disajikan dengan cara yang memungkinkan stakeholders untuk menganalisis perubahan kinerja organisasi dari waktu ke waktu dan yang bisa mendukung analisis relatif terhadap organisasi lainnya. 5. KeandalanOrganisasi pelapor harus mengumpulkan, mencatat, menyusun, menganalisis, dan melaporkan informasi serta proses yang digunakan dalam persiapan laporan dengan cara yang dapat diperiksa dan memiliki kualitas dan materialitas informasi. 6. Ketepatan WaktuOrganisasi pelapor harus melapor secara rutin sehingga informasi tersedia tepat waktu bagi stakeholders Sumber: GRI 101: Landasan (2016)
Olahkarsa on
CSR, Insight

Peran Perusahaan dalam Penanggulangan Bencana

Olahkarsa hadir kembali dengan Webinar Series Ready for PROPER 2021 dengan judul Peran Strategis Perusahaan dalam Upaya Penanggulangan Bencana. Narasumber kali ini ada Dr. Udrekh selaku Direktur Sistem Penanggulangan Bencana BNPB dan Milly Mildawati Ph.D selaku Ketua Pusat Kajian Bencana dan Pengungsi Poltekesos Bandung. Indonesia merupakan negara multi-ancaman berbagai bencana dan tren bencana yang terjadi tiap tahunnya terus meningkat. Hal yang paling mendasar dari bencana adalah pengetahuan kita terhadap data yang benar tentang bencana. Memahami risiko bencana merupakan jantung dalam membangun ketahanan terhadap bencana. Oleh karena itu, ketika mendirikan usaha harus memahami dan memperhitungkan risiko bencana. Bencana dapat menghambat pembangunan sehingga ketangguhan menanggulangi bencana menjadi investasi yang dapat memberikan manfaat di masa yang akan datang. Penanggulangan bencana secara pentahelix atau melibatkan berbagai aktor dan sesuai perannya masing-masing. Seperti perusahaan, dapat berperan dengan membantu membangun sistem monitoring dan peringatan dini di lingkungan usaha, menyediakan fasilitas bantuan keselamatan seperti tempat perlindungan, fasilitas pertolongan, dan bahan-bahan yang dibutuhkan pengungsi, serta membangun safety system di internal perusahaan. Sehingga kontribusi sekecil apapun dari perusahaan dapat bermanfaat bagi perusahaan sendiri maupun masyarakat. Risiko bencana akan berkurang jika kerentanan berkurang dan mitigasi ditingkatkan. Penanggulangan bencana meliputi tahap pra seperti mitigasi, tahap darurat bencana oleh pemerintah, perusahaan, masyarakat, dan akademisi, serta tahap pemulihan. Salah satu kegiatan dalam tanggap darurat bencana adalah pemenuhan kebutuhan dasar. Kebutuhan dasar ini meliputi air, udara, seks (bagi yang sudah menikah), sandang, pangan, papan, sanitasi, pelayanan kesehatan, dan pelayanan dukungan psikososial. Dalam pemenuhan kebutuhan dasar inilah perusahaan dapat berperan. Pemenuhan kebutuhan dasar sangat diperlukan karena sebagai upaya perlindungan sosial dan telah diatur dalam UU No 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial serta trauma pada korban bencana terekam dalam memori. Prinsip dasar perlindungan sosial meliputi sebagai program publik, untuk menjaga harkat dan martabat manusia, menghadapi risiko sosial ekonomi, berkelanjutan, dan lintas sektor. Pemulihan pasca bencana harus dilakukan berdasarkan kebutuhan, yang dapat diketahui dari pengkajian kebutuhan pasca bencana (jitu pasna), meliputi kerugian materiil dan sumber daya manusia. Pemulihan infrastruktur dilakukan oleh pemerintah sedangkan pemulihan masyarakat dapat dilakukan oleh perusahaan maupun NGO. Terdapat pula penguatan ekonomi dengan pemberdayaan yang partisipatif, misalnya pemberian modal usaha, pendampingan, dan kampung siaga bencana.
Olahkarsa on
CSR, Insight

Crisis Communication & Corporate Dialog in CSR Program

Olahkarsa hadir kembali dengan webinar bertema Crisis Communication & Corporate Dialog in CSR Program. Narasumber kali ini ada Razie Razak, S.Sos., M.Hum., CIQaR selaku dosen di Telkom University & CEO PT Sikacak Teknologi Indonesia dan Choiria Anggraini, S.I.Kom., M.I.Kom selaku dosen di Telkom University & Komisaris PT Olahkarsa Inovasi Indonesia. Komunikasi masih menjadi masalah dalam pelaksanaan program CSR, padahal perannya sangat penting. Kegagalan dalam berkomunikasi dapat menimbulkan keadaan krisis sehingga respon terhadap suatu masalah menjadi penting. Oleh karena itu, communication corporate crisis mapping harus dilakukan. Pemetaan ini dapat dimulai dengan memperkirakan tipologi krisis yang mungkin terjadi, seperti bencana alam, kekerasan di tempat kerja, rumor, korupsi, dan lainnya. Lalu, menyadari perusahaan berada pada klaster krisis yang mana, seperti victim, accidental, dan intentional. Biasanya hal ini terbentuk dari media yang menggiring opini publik. Berdasarkan pemetaan tersebut, strategi merespon krisis yang dapat dilakukan berupa deny, diminish, rebuild strategy, dan secondary respon strategy. Strategi yang dipilih perusahaan dapat lebih dari satu namun yang terpenting tidak bertolak belakang. Pemetaan dan keberhasilan mengatasi krisis ini dapat menciptakan eskalasi kapasitas perusahaan. Krisis bukanlah aib namun sebuah keniscayaan sehingga kita harus mempersiapkan strateginya sebaik mungkin.Choiria Anggraini Dalam memandang CSR juga dapat menggunakan perspektif kehumasan, yang terdiri atas pengetahuan, komunikasi, dan budaya melalui dialog. Strategi komunikasi berdialog pada CSR dapat diwujudkan dengan beberapa hal. Pertama, komunikasi yang dibangun harus partisipatif, dua arah, dan respectful agar pertukaran informasi dapat terwujud. Komunikasi ini harus simetris, kepentingan perusahaan dan publik terakomodasi secara seimbang. Komunikasi yang baik ini dapat dimulai dari internal perusahaan sehingga tumbuh engaging dengan stakeholders dan publik. Lalu, bentuk komunikasi yang dilakukan tidak hanya melalui dialog langsung, tetapi juga CSR Report, media sosial, dan iklan. Konten dalam komunikasi ini mencakup nilai, kepercayaan, motivasi, tujuan, alat ukur, evaluasi, dan isu. Oleh karena itu, komunikasi yang baik ini diharapkan dapat meminimalkan risiko krisis.
Olahkarsa on
CSR, Insight, Sustainability

Urgensi PROPER dalam Bisnis yang Berkelanjutan

Program Penilaian Peringkat Perusahaan (PROPER) merupakan program Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) yang ditujukan untuk mewujudkan ketaatan lingkungan (environmental compliance) dan keunggulan lingkungan (environmental excellent). Dalam rangka menyambut ajang PROPER 2021, Olahkarsa menghadirkan Webinar Series Ready For PROPER 2021 dengan narasumber yang pastinya berkompeten dibidangnya. Series pertama dilaksanakan pada 29 Mei 2021 yang dihadiri sekitar 90 partisipan dengan mengusung tema “Urgensi PROPER dalam Bisnis yang Berkelanjutan”. Tiga narasumber pada webinar kali ini datang dari Ketua Dewan Pertimbangan KLHK yaitu Prof. Sudharto P. Hadi, Prof. Musta’in Mashud  selaku Ketua Lembaga Ilmu Sosial, Humaniora, dan Bisnis Universitas Airlangga, dan Arya Dwi Paramita selaku VP CSR & SMEPP PT Pertamina (Persero). Bisnis yang berkelanjutan merupakan bisnis yang mampu memadukan aspek profit, planet, dan people. Ketiga aspek tersebut juga menjadi prinsip yang dimiliki CSR. Keberadaan korporasi tidak terlepas dari interaksi dengan masyarakat, hal inilah yang mendasari mengapa CSR penting untuk dilakukan. Besaran dana CSR tergantung pada perusahaan sesuai dengan kualifikasi jenis kegiatan CSR, apakah charity, infrastruktur, capacity building, ataupun empowerment. PROPER memutuskan bahwa persentase minimal antara dana CSR dengan laba bersih sebesar 1%. Penilaian PROPER dilakukan dengan memperhatikan berbagai kriteria yang memiliki 5 tingkatan yaitu hitam, merah, biru, hijau, dan emas. Pada kelompok hitam, merah, dan biru, penilaian dilakukan dengan menilai sejauh mana perusahaan mampu mengelola dampak terhadap lingkungan seperti pengendalian pencemaran udara dan air, pengelolaan limbah dan sampah, hingga potensi kerusakan lahan. Pada perusahaan yang telah mencapai peringkat biru sebanyak 3x dan masuk dalam 25% terbaik di klusternya akan dapat masuk pada area beyond compliance untuk kemudian meraih peringkat hijau dan emas. Peringkat hijau dan emas berhasil diduduki oleh perusahaan yang telah menaruh perhatian pada aspek pengembangan masyarakat dan tanggap kebencanaan. Perusahaan yang telah meraih peringkat emas ialah mereka yang memiliki kesadaran bahwa mengelola lingkungan dan sosial merupakan kebutuhan. Pada 2021, penilaian juga akan didasarkan pada Life Cycle Assessment (LCA), inovasi sosial, serta tanggap kebencanaan. LCA adalah analisis daur hidup produk yang bersifat ramah lingkungan yang mana perusahaan telah menerapkan circular economy (make, use, recycle). Sedangkan inovasi sosial merupakan pengembangan dari LCA yang ditambahkan dengan upaya peningkatan kapasitas sosial yang efektivitasnya akan diukur dengan Social Return on Investment (SROI). Konsep CSR yang kini mulai beralih menjadi CSV (Creating Shared Value) yang mana penciptaan nilai dunia usaha dengan nilai di masyarakat dilakukan bersamaan. Konsep ini sudah mulai diterapkan salah satunya oleh PT Pertamina melalui program Pertamax Otopreneur. Program tersebut memiliki fokus pada pendirian bengkel, penyediaan sarana prasarana, sparepart, dan pelumas pertamina. PT Pertamina sendiri pada tahun 2020 berhasil mengantongi 16 PROPER Emas dengan program unggulan yang terbagi menjadi Pertamina Berdikari, Sehati, Hijau, dan Cerdas.
Olahkarsa on
CSR, Insight

BRI Ajak Masyarakat Kembalikan Fungsi Sungai melalui Program Jaga Sungai Jaga Kehidupan

Indonesia memiliki 550 sungai yang tersebar di seluruh wilayah dan menjadi salah satu cadangan air tawar terbesar di dunia. Akan tetapi, 82% dari sungai-sungai tersebut telah tercemar dan kondisinya kritis sehingga airnya tidak layak dikonsumsi. Padahal, sungai memiliki fungsi sebagai sumber kehidupan bagi masyarakat, baik dalam kesehatan, ekonomi, sosial, maupun budaya. Untuk merespon permasalahan ini, Bank Rakyat Indonesia (BRI) melaksanakan program Jaga Sungai Jaga Kehidupan untuk mengembalikan fungsi sungai dan sebagai bentuk tanggung jawab sosialnya bagi lingkungan serta masyarakat. Program ini dilaksanakan sejak tahun 2019 di 19 sungai yang tersebar di 17 kota di Indonesia. Kegiatan yang dilaksanakan dalam program ini beragam, mulai dari pembersihan sungai hingga pemberdayaan masyarakat. Normalisasi sungai dilaksanakan dengan pengerukan dan pembersihan agar kapasitas sungai meningkat. Selain itu, terdapat pembangunan infrastruktur, seperti taman, ruang terbuka hijau, dan area ramah anak. Tidak lupa juga diadakan edukasi kepada masyarakat tentang pemeliharaan sungai yang sehat agar setelah adanya program ini, sungai akan tetap bersih dan bermanfaat bagi kehidupan. Dalam program ini, masyarakat juga diberdayakan, dengan tahap awal yang paling sederhana, yaitu melakukan pemilihan sampah. Kemudian, masyarakat dapat mengolah dan menggunakan sampah organik untuk bahan pupuk kompos, pakan ternak, urban farming, dan biogas. Tidak hanya itu, BRI juga memberikan alat pencacah sampah yang dapat digunakan untuk mengolah sampah anorganik kemudian dijual ke pengepul sehingga masyarakat pun bisa mendapatkan penghasilan tambahan. Dengan adanya program ini, masyarakat dapat berdaya secara sosial maupun ekonomi, sungai terjaga, dan meminimalkan potensi banjir. Sehingga triple bottom line (people, planet, dan, profit) dapat terwujud. Sumber: . https://m.mediaindonesia.com/humaniora/350205/bri-mengembalikan-fungsi-sungai-penyangga-kehidupan
Olahkarsa on
Insight, Sustainability

Tetap Keren, Ini Sepatu Ramah Lingkungan dari Nike

Isu lingkungan semakin menjadi perhatian seluruh pihak. Berdasarkan Waste Today Magazine, sampah akan meningkat sebesar 70% pada tahun 2050. Oleh karena itu, berbagai upaya penyelamatan lingkungan dilakukan, misalnya penggunaan sustainable materials dan pola sirkular. Sama halnya yang sudah dilakukan oleh Merk sepatu nike yang sudah menggunakan sustainable materials. Seperti pada akhir tahun 2020 lalu, Nike mengeluarkan produk sepatu yang paling ramah lingkungan karena 50% materialnya berasal dari bahan daur ulang dan berkelanjutan. Nike Air VaporMax 2020 Flyknit dibuat dalam rangka meminimalkan dampak lingkungan dari aktivitas perusahaan dan mewujudkan zero carbon serta zero waste. Sepatu ini diciptakan dengan prinsip desain sirkular, yaitu dibuat dari bahan daur ulang dan dirancang agar bisa didaur ulang. Bagian atas sepatu ini terbuat dari bahan rajut atau flyknit, dengan 67% benang daur ulang dan komponen daur ulang lainnya, seperti limbah botol plastik. Lalu pada bagian dalamnya, baik pelapis kaus kaki maupun lidah sepatu juga terbuat dari bahan daur ulang sekitar 50 hingga 80%. Sedangkan bagian solnya, sebesar 75% terbuat dari thermoplastic poly-utherane (TPU) daur ulang. Meksipun menggunakan bahan-bahan daur ulang, kenyamanan dan desain sepatu ini tetap nomor satu. Sebagai perusahaan sepatu terkemuka di dunia, Nike dapat menjadi salah satu percontohan untuk terus menggunakan sustainable materials dalam produk. Masyarakat pengguna Nike pun dapat berpartisipasi dalam penyelamatan lingkungan dengan membeli sepatu ini, tanpa khawatir akan kualitasnya. Sumber: https://www.wastetodaymagazine.com/article/global-waste-increase-70-percent/ https://www.nike.com/id/t/air-vapormax-2020-flyknit-shoe-TBwd8c/CT1933-002 https://lifestyle.kompas.com/read/2020/09/26/114319220/ini-sepatu-nike-paling-ramah-lingkungan
Olahkarsa on
Insight, Sustainability

Green Bond, Inovasi untuk Mendorong Pembangunan Berkelanjutan Yang Lebih Masif

Ditengah kondisi degradasi lingkungan yang terjadi, isu pembangunan berkelanjutan sudah menjadi perhatian dunia. Namun, sumber pembiayaan pembangunan menjadi tantangan tersendiri. Tidak cukup hanya mengandalkan sumber-sumber dana berbasis dana pihak ketiga saja. Oleh sebab itu, green bond dapat menjadi sumber pembiayaan alternatif yang berpotensi juga dalam mendukung keberlanjutan lingkungan. Green bond (obligasi hijau) yaitu jenis obligasi dimana hasil akan diterapkan secara eksklusif untuk membiayai atau membiayai ulang di sebagian atau seluruh proyek ramah lingkungan, baik proyek baru maupun yang sedang berjalan. Obligasi ini pada dasarnya adalah pinjaman dari satu pihak ke pihak lain dengan jangka waktu dan suku bunga tetap. Obligasi hijau memberikan kesempatan untuk investor berinvestasi secara langsung dalam memerangi perubahan iklim sambil menawarkan pengembalian tetap. Hasil dari penjualan green bond minimal 70 persen digunakan untuk membiayai proyek hijau yang disepakati. Contoh proyek yang dapat dibiayai misalnya proyek energi terbarukan, efisiensi energi, restorasi sungai dan habitat, mitigasi dampak perubahan iklim, dan sebagainya. Untuk memenuhi syarat sebagai green bond yang sah, penerbit akan membuat dokumen yang disebut “Green Bond Framework” yang merangkum hal-hal berikut. Penggunaan Hasil. Dokumen menguraikan dengan tepat masalah lingkungan mana yang ditangani dari hasil obligasi.Proses Evaluasi dan Seleksi Proyek. Dalam hal ini, dokumen menjelaskan bagaimana emiten akan menganalisis dan memilih proyek untuk didanai yang memenuhi kriteria.Pengelolaan Hasil. Menjelaskan bahwa dana dari penerbitan obligasi dipastikan hanya digunakan untuk proyek yang lolos seleksi.Menjelaskan dengan tepat apa metrik yang akan digunakan perusahaan untuk mengukur dampak proyek yang diinvestasikan dan bagaimana metrik tersebut akan dikomunikasikan kepada investor. Penerbitan obligasi berwawasan lingkungan ini masih tergolong minim di Indonesia. Permintaan akan instrumen juga tergolong masih rendah, karena dianggap baru di Indonesia, investor masih khawatir dengan resiko likuiditas ketika berinvestasi pada produk tersebut. Namun demikian, lembaga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menerbitkan peraturan mengenai green bond yang tercantum pada Peraturan No.60/POJK.04/2017. Indonesia telah menerbitkan obligasi hijau berbasis syariah pada tahun 2018 dan berhasil mengantongi US$ 3 miliar. Dana tersebut digunakan untuk membiayai proyek infrastruktur terkait perbaikan lingkungan serta proyek yang mencakup aspek deforestasi. Dengan banyaknya proyek energi terbarukan yang ada, green bond memiliki potensi besar menjadi sumber pembiayaan proyek-proyek lingkungan. Untuk menarik minat investor, pemerintah perlu mengupayakan adanya penyederhanaan regulasi format kepatuhan dan pelaporan terkait obligasi hijau. Sumber : https://www.icmagroup.org/assets/documents/Regulatory/Green-Bonds/Green-Bonds-Principles-June-2018-270520.pdf https://katadata.co.id/sortatobing/ekonomi-hijau/5f9152a076594/potensi-besar-green-bond-danai-proyek-energi-terbarukan-ri
Olahkarsa on
CSR

Pertamina Cerdas, Kontribusi Perusahaan Memajukan Pendidikan Bangsa

CSR Stories hadir kembali pada Sabtu, 8 Mei 2021 dan berkolaborasi dengan Komunitas CDO Pertamina Indonesia (KCPI) serta mengangkat tema Pertamina Cerdas, Kontribusi Perusahaan Memajukan Pendidikan Bangsa. Narasumber kali ini ada Jauhari Ali sebagai CDO PT Pertamina (Persero) RU V Balikpapan dan Rachmat Dana sebagai CDO PT Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS). Pendidikan merupakan suatu hal yang sangat penting dan harus didorong oleh semua pihak, mulai dari pemerintah, individu bahkan sektor swasta. Salah satu kontribusi sektor swasta dalam pendidikan adalah melalui program CSR. PT Pertamina RU V Balikpapan memiliki program Literasi Gadjah Mada di Kelurahan Klandasan Ilir, Balikpapan. Program ini berdasarkan masalah rendahnya minat baca masyarakat dan kurangnya ruang ekspresi ide dan gagasan serta potensi adanya taman baca masyarakat. Program ini dimulai sejak tahun 2019, dengan beberapa tahapan seperti mengenalkan Kampoeng Literasi sebagai pusat informasi, edukasi, rekreasi, dan tahap pengembangan. Kampoeng Literasi dibangun dengan konsep kafe coklat sehingga dapat membangkitkan semangat masyarakat akan literasi, membaca dengan santai, dan program berjalan secara mandiri. Terdapat beberapa inovasi dalam program ini untuk menarik masyarakat, seperti kompetisi mural, box baca, dan sosialisasi ke sekolah. Selanjutnya, ada program dari PT Pertamina Hulu Sanga Sanga (PHSS) yaitu Rulika Bunga Kertas. Program ini dilaksanakan berdasarkan assessment sehingga sesuai kebutuhan masyarakat di Desa Beringin Agung dan dapat berjalan secara partisipatif serta berkelanjutan. Latar belakang program ini masih rendahnya literasi di Indonesia, padahal literasi menjadi salah satu tolak ukur suatu negara. Oleh karena itu, PT Pertamina, taman baca Bunga Kertas, dan pihak pemerintah serta komunitas membentuk Kampung Literasi Kreatif.   Program ini didukung dengan adanya potensi taman baca masyarakat sebagai tempat berkumpul dan kondisi sosial ekonomi masyarakat desa transmigrasi yang belum berkembang. Harapannya, agar dapat menjadi motor penggerak masyarakat untuk mengembangkan kreativitas dan potensi mereka. Pada awalnya, program berfokus pada peningkatkan infrastruktur dan penambahan jumlah buku serta fasilitas lainnya. Kemudian, program menjadi bervariasi sesuai 6 pilar literasi, misalnya diskusi, seni tari, kelompok berhitung, belajar alat peraga sains, pemanfaatan media sosial, dan pengembangan UMKM. Pengembangan UMKM ini meliputi bidang olahan buah, olahan barang bekas, dan pembuatan masker sebagai bentuk perwujudan literasi finansial. Tujuannya, agar Kampung Literasi Kreatif dapat berjalan secara mandiri.
Olahkarsa on
CSR

CSR PT Pertamina DPPU Adisutjipto: Berdayakan Kelompok Wanita Tani Sleman melalui Budidaya dan Olahan Pisang

Sejak tahun 2014, PT Pertamina melakukan pelatihan dan pendampingan pada Kelompok Wanita Tani (KWT) Kartini, yang berada di Dusun Kalongan, Maguwoharjo, Depok, Sleman, untuk budidaya pisang. Budidaya pisang ini dilaksanakan dengan memanfaatkan lahan kosong di dusun tersebut, seluas sekitar 2,6 hektar yang selama ini tidak produktif. Untuk bibitnya, KWT Kartini mendapatkan dua ribu bibit pisang, bantuan dari PT Pertamina. Jenis pisang yang dibudidayakan di sini bermacam-macam, seperti cavendish, kepok, mas, barangan, emas, ambon, dan lumut. Hasil pisang yang didapatkan tidak hanya dijual begitu saja, tetapi juga diolah menjadi berbagai macam produk. Proses produksi olahan pisang ini dilaksanakan di rumah produksi yang didirikan oleh CSR Pertamina. Produk yang dihasilkan ada keripik pisang dengan berbagai varian rasa, grubi pisang, kukis pisang, pisang wijen, dan brownies pisang. Ada salah satu produk yang unik dari KWT ini, yaitu es krim pisang. Es krim ini bukan terbuat dari buah pisang, tetapi kulit pisang yang direbus dan kemudian diambil ekstraknya. Seluruh produk olahan pisang dari KWT Kartini ini dinamakan Pikana, Pisang Kalongan Pertamina. Program ini merupakan bagian dari bentuk tanggung jawab sosial dari PT Pertamina MOR IV Jawa Tengah, yang dilaksanakan oleh DPPU Adisutjipto. Pisang dipilih sebagai komoditas program karena mudah dibudidayakan, memiliki nilai ekonomi, dan seluruh bagian tumbuhan, mulai dari buah, kulit, batang, daun, dan bonggol dapat diolah menjadi produk yang bermanfaat. Dari program ini, anggota KWT Kartini dapat berdaya, memiliki pendapatan sendiri, dan terus berkembang serta berinovasi.
Olahkarsa on
CSR, Sustainability

Mengenal 4 Pilar Sustainable Development Goals (SDGs)

Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan agenda global yang terdiri dari 17 poin utama dan 4 pilar untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Untuk mencapai tujuan ini, dibutuhkan upaya dari seluruh pihak, baik pemerintah, masyarakat, maupun perusahaan. Biasanya, berbagai perusahaan menggunakan SDGs sebagai panduan dalam menerapkan tanggung jawab sosialnya. Akan tetapi, tidak sedikit pula perusahaan yang telah menjadikan SDGs sebagai panduan dalam menjalankan bisnisnya. Untuk mempermudah memahami SDGs, terdapat 4 pilar yang telah mencakup 17 poin agenda ini. 1. Pilar Pembangunan Sosial Pilar ini mencakup poin (1) Tanpa Kemiskinan, (2) Tanpa Kelaparan, (3) Kehidupan Sehat dan Sejahtera, (4) Pendidikan Berkualitas, dan (5) Kesetaraan Gender. Pada intinya, bertujuan tercapainya pemenuhan hak dasar manusia yang berkualitas secara adil dan setara untuk meningkatkan kesejahteraan bagi seluruh masyarakat. 2. Pilar Pembangunan Ekonomi Pilar ini mencakup poin (7) Energi Bersih dan Terjangkau, (8) Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi, (9) Industri, Inovasi, dan Infrastruktur, (10) Berkurangnya Kesenjangan, dan (17) Kemitraan untuk Mencapai Tujuan. Pada intinya, bertujuan tercapainya pertumbuhan ekonomi berkualitas melalui keberlanjutan peluang kerja dan usaha, inovasi, industri inklusif, infrastruktur memadai, energi bersih yang terjangkau, dan didukung kemitraan. 3. Pilar Pembangunan Lingkungan Pilar ini mencakup poin (6) Air Bersih dan Sanitasi Layak, (11), Kota dan Pemukiman Layak, (12) Konsumsi dan Produksi yang Bertanggung Jawab, (13) Penanganan Perubahan Iklim, (14) Ekosistem Laut, dan (15) Ekosistem Darat. Pada intinya, bertujuan tercapainya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan yang berkelanjutan sebagai penyangga seluruh kehidupan. 4. Pilar Hukum dan Tata Kelola Pilar ini mencakup poin (16) Perdamaian, Keadilan, dan Kelembagaan yang Kuat. Pada intinya, bertujuan terwujudnya kepastian hukum dan tata kelola yang efektif, transparan, akuntabel dan partisipatif untuk menciptakan stabilitas keamanan dan mencapai negara berdasarkan hukum.
Olahkarsa on
CSR

Tidak Hanya Mencegah Abrasi, Mangrove Menjadi Produk Bernilai melalui Tangan Masyarakat Kali Adem

Salah satu tanaman khas wilayah pesisir adalah mangrove, seperti yang terdapat di Kampung Kali Adem, Desa Segara Jaya, Bekasi. Di wilayah pesisir pantai utara ini, mangrove memiliki fungsi utama untuk mencegah abrasi. Namun tidak hanya itu saja, buah dari tumbuhan mangrove jenis Avicennia, Bulgeria, Pidada, dan Api-api di sini diolah menjadi produk yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Sejak lama, buah mangrove di desa ini telah dikonsumsi dalam kehidupan sehari-hari sebagai camilan maupun jajanan pasar. Melihat potensi ini, PT Pembangkitan Jawa-Bali (PJB) UP Muara Tawar mendorong pengembangan inovasi produk olahan mangrove dengan melaksanakan program pelatihan, pendampingan, dan memberikan bantuan alat produksi. Program ini melibatkan Kelompok Pesisir Mekar Mangrove (KPMM) dan ibu-ibu sekitar Kampung Kali Adem. Masyarakat di sini mengolah buah mangrove menjadi berbagai macam produk, seperti coklat, brownies, selai, balado, keripik gula merah, dan sirup. Tidak hanya pelatihan produksi, PT PJB juga bekerja sama dengan bidan Puskesmas Tarumajaya untuk memberikan pelatihan prosedur kebersihan pengolahan makanan. Sehingga produk yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik. Harapannya, usaha masyarakat ini dapat berjalan secara berkelanjutan agar masyarakat dapat berdaya, membuka lapangan pekerjaan, dan memiliki peningkatan ekonomi.
Olahkarsa on
CSR, Sustainability

Aksi Nyata Perusahaan dalam Pelestarian Hutan

Hari Bumi yang jatuh pada 22 April dapat dijadikan momentum untuk lebih meningkatkan kesadaran kita semua untuk menjaga alam agar tetap lestari. Setiap individu mempunyai kesempatan yang sama dalam memberikan sumbangsih untuk planet yang lebih baik, salah satunya dengan menjaga kelestarian hutan. Hutan sebagai penghasil oksigen terbesar di dunia patut mendapat perhatian tinggi untuk terus diupayakan keberlanjutannya. Komunitas Lindungi Hutan dan PT Tirta Investama Subang membersamai OlahTalks kali ini pada Jumat, 30 April 2021 untuk memberikan gambaran tentang bagaimana perusahaan berkontribusi nyata dalam pelestarian hutan. Narasumber kali ini ada dari Sustainable Development PT Tirta Investama Subang yaitu Rany Juliani serta Miftachur Robani selaku Co-Founder & CEO LindungiHutan. PT Tirta Investama Subang, atau lebih dikenal dengan Aqua Subang beroperasi di Desa Darmaga Kecamatan Cisalak Kabupaten Subang memiliki 4 jenis program CSR meliputi aspek WASH(Water Access, Sanitation, and Hygiene), ECODEV(Economy Development), Biodiversity, dan Conservation. Program tersebut mengacu pada 5 pilar yaitu pilar nature, social,  kelembagaan, pendidikan, serta kebijakan. Pada pilar nature, perusahaan berusaha melakukan konservasi air dengan menanam sekitar 248.560 pohon di area perkebunan milik masyarakat dan lahan milik desa, 90 sumur resapan, 1.840 rorak(tampungan air di sekitar pemukiman masyarakat), 5.644 lubang biopori, serta 18 penampung hujan. Kemudian di pilar sosial, perusahaan bekerjasama dengan pemerintah Desa Sanca untuk memanfaatkan lahan tidak produktif ditanami buah-buahan hingga menjadi Agrowisata Hutan Adat Banceuy, pembibitan tanaman kehutanan oleh KTH (Kelompok Tani Hutan) dan tumpang sari, serta budidaya lebah madu di area pemukiman untuk mencegah kerusakan hutan akibat pembakaran sarang lebah madu. Perusahaan mengupayakan pilar kelembagaan melalui legalitas KTH serta pembentukan Taruna Mata Air (TMA) untuk pelajar di tingkat SMA yang berkegiatan mengedukasi masyarakat dalam menjaga kelestarian air. Pada pilar pendidikan, perusahaan memberikan pelatihan Sekolah Lapang untuk KTH dan Green School untuk anak guna mengedukasi mereka dalam merawat tanaman. Dan pada pilar kebijakan, perusahaan air mineral ini melakukan penyusunan Tata Ruang Desa Cibeusi serta adanya MoU pengelolaan area konservasi lahan Desa Sanca. Monitoring program dilakukan secara digital melalui Jejak.in. LindungiHutan merupakan platform crowdplanting, penggalangan dana, serta penyediaan penggerak untuk konservasi hutan dan lingkungan. LindungiHutan bertujuan mengajak masyarakat berperan aktif dalam pelestarian lingkungan hidup di Indonesia. LindungiHutan bekerja dengan menjembatani berbagai pihak (penggalang, penggerak, dan pendukung) untuk melakukan aksi nyata melalui campaign, donasi, penanaman, dan pemantauan. Platform ini kemudian berkembang untuk menciptakan jaringan lebih luas melalui CollaboraTree, CorporaTree, UniversiTree, InfluenTree, serta CommuniTree yang memiliki segmentasi masing-masing. Kampanye dengan melibatkan tokoh terkenal atau influencer memiliki dampak cukup besar dalam mengajak masyarakat untuk turut serta dalam aksi penanaman. Secara kuantitatif, LindungiHutan telah mencapai 681 kampanye dengan melibatkan hingga 31.463 hingga berhasil menanam 168.080 pohon. Sementara itu, dampak lingkungan yang terjadi yaitu berupa pengurangan emisi karbon sebanyak 27,4 ton dengan seluas 61 hektar lahan telah ditanami. Kelestarian hutan menjadi tanggung jawab bersama. Kolaborasi menjadi kunci penting  dalam mewujudkan lingkungan yang asri, lestari, sehingga nyaman untuk dihuni. Semua bisa ambil peran, sesuatu yang berat akan menjadi ringan jika dilakukan bersama-sama.
Olahkarsa on
Sustainability

Aqua Life: Inovasi Botol Plastik Daur Ulang, Kontribusi Aqua pada Keberlanjutan Lingkungan

Isu lingkungan, terutama semakin banyaknya sampah plastik, menjadi perhatian baik pada tingkat nasional maupun internasional. Menurut data dari National Plastic Action Partnership, terdapat 6,8 juta ton sampah plastik pada tahun 2020 dan diperkirakan volumenya akan terus bertumbuh sebesar 5% setiap tahunnya. Oleh karena itu, dibutuhkan upaya dari seluruh pihak untuk berkontribusi mengatasi permasalahan ini, yang juga selaras dengan Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 12 konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab dan nomor 14 menjaga ekosistem laut. PT Tirta Investama (Danone-Aqua), sebagai salah satu aktor di sektor privat, berkomitmen untuk membuat seluruh kemasan plastiknya dapat didaur ulang 100% dan meningkatkan proporsi plastik daur ulang di botol produknya sebesar 50% pada tahun 2025. Komitmen ini diwujudkan oleh Danone-Aqua dalam gerakan #BijakBerplastik untuk melaksanakan upayanya mengatasi permasalahan sampah plastik, salah satunya dengan inovasi botol yang menggunakan plastik daur ulang yang dinamakan Aqua Life. Inovasi ini bukan berarti menggunakan kembali botol plastik bekas, melainkan botol plastik bekas dari berbagai merek yang diproses ulang. Proses tersebut meliputi botol yang dipilah, dicuci, dicacah, dan diolah menjadi material pellet yang menjadi bahan baku Aqua 100% Recycled. Untuk menyukseskan upaya ini, tidak mungkin hanya dilakukan oleh perusahaan sendiri. Oleh karena itu, Danone-Aqua menjalin kerja sama dengan berbagai mitra dan asosiasi, seperti pemerintah, LSM, universitas, Packaging Recycling Alliance for Indonesia Sustainable Environment (PRAISE), ADUPI, dan H&M. Harapannya, upaya ini dapat menjaga kekayaan keanekaragaman hayati, sumber daya alam, dan keberlanjutan lingkungan serta meningkatkan kualitas sosial dan ekonomi masyarakat, selaras dengan pencapaian SDGs.
Olahkarsa on
CSR

Program Kemitraan Dorong UMKM Naik Kelas

OlahTalks hadir kembali pada hari Rabu, 28 April 2021 dengan tema Program Kemitraan Dorong UMKM Naik Kelas. Narasumber kali ini ada Faisal Hasan Basri sebagai General Secretary of Sahabat UMKM Community, Rizki Oktavianus sebagai Assistant Manager PKBL-CSR PT Kimia Farma Tbk, dan Donny Gunawan sebagai General TJSL PT Len Industri (Persero). UMKM merupakan bagian yang erat dalam kehidupan kita. Saat ini, terdapat 64 juta UMKM di Indonesia dan berkontribusi pada 60,3% PDB serta membuka lapangan kerja, terutama pada sektor mikro. Namun pada masa pandemi, sebesar 94,7% UMKM mengalami penurunan penjualan, terutama yang mengandalkan toko fisik dan reseller. Oleh karena itu, PT Kimia Farma dan PT Len Industri sebagai perusahaan dan Sahabat UMKM sebagai komunitas hadir untuk mendampingi UMKM. Salah satu pilar program TJSL Kimia Farma adalah pemberdayaan masyarakat, yaitu dengan program UMKM Academy yang terdiri atas pendanaan UMK dan Bina Industri Desa. UMKM mitra binaan Kimia Farma ada di berbagai sektor, seperti industri kreatif, perdagangan, jasa, perkebunan, peternakan, dan pertanian. Dalam program ini, terdapat alur mulai dari input dengan pembagian sektor UMKM, proses dengan pelatihan dan evaluasi, output dengan akses legalitas dan pasar online serta offline, dan outcome dengan peningkatan kelas UMK yang tangguh dan mandiri. Selanjutnya, PT Len Industri yang bergerak di bidang panel surya melaksanakan TJSL dengan program Tenaga Surya untuk Bangsa di Bandung. Program ini merupakan pembuatan lampu taman tenaga surya yang seluruh prosesnya dilaksanakan oleh UMK binaan. Selain itu, pada msa pandemi, PT Len Industri menjalankan program untuk mempertahankan UMKM tetap berjalan, seperti membagikan sembako, nasi gratis, dan masker yang bersumber dari pembelian produk dari UMK binaan. Dari komunitas, terdapat Sahabat UMKM yang memiliki visi untuk menjadi partner strategis dan jembatan bagi pelaku UMKM dalam tumbuh, berkembang, dan memiliki daya saing. Terdapat 6 program utama, yaitu akses legalitas, peningkatan kompetensi SDM dengan pelatihan dan pendampingan terutama manajemen keuangan, peningkatan kualitas dan nilai jual produk terutama pada branding dan packaging, go digital dan melek teknologi, peningkatan akses pemasaran dan permodalan, serta menumbuhkan dampak sosial bagi masyarakat. Tantangan pada UMKM ada berbagai faktor, seperti manajemen keuangan, akses modal, SDM, kondisi pandemi, dan lainnya. Oleh karena itu, kerja sama dari berbagai pihak, mulai dari pemerintah, perusahaan, komunitas, dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk mencapai UMKM naik kelas.
Olahkarsa on
Insight, Sustainability

Manifesto Davos 2020: Tujuan Universal Perusahaan Era Revolusi Industri 4.0 Tidak Hanya Soal Profit

Pada Januari 2020 lalu, bertepatan dengan 50 tahun berdirinya World Economic Forum, WEF meluncurkan Manifesto Davos (The Davos Manifesto 2020) yang merupakan landasan prinsip etika bagi perusahaan pada era revolusi industri 4.0 ini. Lalu apa saja isi dari Manifesto Davos 2020? Berikut penjelasannya. 1. Tujuan perusahaan adalah melibatkan seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) dalam menciptakan shared dan sustainable value. Dalam menciptakan shared dan sustainable value, perusahaan tidak hanya melayani para pemegang saham (shareholders)saja, tetapi seluruh pemangku kepentingan yaitu karyawan, pelanggan, pemasok, komunitas lokal, masyarakat, dan termasuk pemegang saham. Dengan adanya kepentingan yang berbeda dari seluruh stakeholders, cara terbaik untuk memahami dan menyelaraskannya adalah dengan membuat komitmen bersama terhadap kebijakan dan keputusan yang memperkuat kemakmuran perusahaan dalam jangka panjang. Perusahaan melayani pelanggan dengan menyediakan proposisi nilai terbaik yang sesuai dengan kebutuhannya.Perusahaan memperlakukan karyawannya dengan hormat dan bermartabat.Perusahaan memandang pemasok sebagai true partners dalam menciptakan value.Perusahaan melayani masyarakat luas, baik dalam aktivitas, mendukung komunitas, maupun dengan membayar pajak. Perusahaan melayani para pemegang saham dengan pengembalian atas investasi yang memperhitungkan investasi dan risiko kewirausahaan agar dapat terus mengembangkan inovasi dan investasinya. 2. Perusahaan lebih dari unit ekonomi yang mengumpulkan kekayaan. Perusahaan sebaiknya memenuhi aspirasi masyarakat, sebagai bagian dari sistem sosial yang lebih luas. Kinerja perusahaan seharusnya tidak hanya diukur dengan pengembalian keuntungan kepada pemegang saham, tetapi juga bagaimana pencapaian dalam bidang lingkungan, sosial, dan tujuan tata kelola. Remunirasi eksekutif pun harus mencerminkan tanggung jawab pemangku kepentingan. 3. Perusahaan yang memiliki kegiatan pada tingkat multinasional tidak hanya melayani pemangku kepentingan yang terlibat langsung, tetapi juga bertindak sebagai pemangku kepentingan bersama-sama dengan pemerintah dan masyarakat sipil. Corporate global citizenship membutuhkan perusahaan untuk memanfaatkan kompetensi utama, kewirausahaan, keterampilan, dan sumber daya yang relevan dalam upaya kolaboratif dengan perusahaan lain dan para stakeholder untuk memperbaiki keadaan dunia.
Olahkarsa on
CSR, Insight

Mewujudkan Kartini Masa Kini melalui Program CSR Pemberdayaan Perempuan

Dalam rangka memperingati Hari Kartini pada 21 April lalu, Olahkarsa ingin terus memupuk semangat kebangkitan perempuan Indonesia di era milenial. Olahkarsa berkolaborasi dengan KCPI (Komunitas CDO Pertamina Indonesia) dalam CSR Stories dengan mengusung topik “Tantangan Kartini Masa Kini dalam Community Development”. Sosok perempuan muda yang menjadi narasumber kali ini datang dari Community Development Officer PT Pertamina DPPU Ngurah Rai yaitu Dhita Utami yang akan menunjukkan bagaimana seharusnya perempuan bantu perempuan, perempuan menguatkan perempuan, serta perempuan berdayakan perempuan. Implementasi program CSR PT Pertamina DPPU Ngurah Rai berfokus pada pemberdayaan perempuan, terutama penyandang disabilitas yaitu para teman tuli. Program bertajuk Catur Gandewa Nangun Dewata yang dibentuk Pertamina DPPU Ngurah Rai dilatarbelakangi adanya dampak negatif pariwisata Bali atau mereka sebut dengan Imbalance Dewata. Program CSR yang telah dipaparkan Dhita Utami dilakukan di Desa Bengkala, Kabupaten Buleleng dengan membentuk Kawasan Ekonomi Masyarakat (KEM) Bengkala, dimulai pada 2017. Terdapat 3 program utama yang akan dirangkum sebagai berikut. Peningkatan kapasitas masyarakat. Di Desa Bengkala sendiri, sekitar 40 penduduk desa ini tuli atau dalam bahasa setempat disebut kolok. Tingkat ekonomi, tingkat pendidikan, serta tingkat keterampilan yang rendah menjadi permasalahan mendasar masyarakat desa. Pertamina DPPU Ngurah Rai mencoba membangkitkan semangat teman tuli di desa ini dengan melakukan berbagai pemberdayaan masyarakat yang melibatkan mereka. Dibidang ekonomi, Pertamina DPPU Ngurah Rai melaksanakan pelatihan pembuatan produk Bali seperti jamu, camilan, inka, batik, tenun, serta dupa yang kemudian dibantu dalam pemasaran dan pengembangan bisnisnya. Pada 2020, Pertamina DPPU Ngurah Rai mendirikan SMP Inklusi guna mewujudkan masyarakat yang melek aksara. Perusahaan menaruh perhatian tinggi pada masyarakat kolok di desa ini dengan berupaya mengasah keterampilan mereka melalui pelatihan tari-tarian Bali. Sign Language Academy (SLA). Pertamina DPPU Ngurah Rai berusaha ingin meningkatkan kepercayaan diri masyarakat kolok dalam berinteraksi dengan teman dengar melalui SLA. Program ini dilaksanakan untuk mencapai kesetaraan komunikasi kolok dengan teman dengar melalui pembelajaran bahasa isyarat yang ditujukan pada teman dengar. Sign Language Academy memanfaatkan teknologi daring untuk memperluas cakupan penerima manfaat. Terdapat 42 orang dengar yang tergabung dalam kelas Sign Language Academy. Program pemulihan ekonomi : PPDC (Program Penanggulangan Dampak Covid-19). Pemberdayaan perempuan dilakukan di Desa Kelan dengan meningkatkan keterampilan menjahit melali produksi masker tenun NunDeka. Di Desa Selat, pemberdayaan perempuan dilakukan melalui produksi jaja upakara Bali (sarana untuk sembahyang umat Hindu di Bali). Selain itu Pertamina DPPU Ngurah Rai memberdayakan Orang Dengan HIV/AIDS melalui produksi hand sanitizer spray. Sedangkan untuk Desa Bengkala sendiri, perusahaan memberdayakan masyakarat KEM Kolok Bengkala melalui produksi tenun bengkala dan produksi camilan khas Bali. Dengan dilaksanakannya berbagai program pemberdayaan perempuan oleh Pertamina DPPU Ngurah Rai, kemudian melahirkan beberapa perempuan hebat dari Desa Bengkala. Sebagai penutup, Dhita Utami menuturkan beberapa cara bagaimana untuk para perempuan agar menjadi perempuan tangguh 4.0. Perempuan harus bisa menjadi serba bisa melakukan banyak hal, memperluas networking, melek digital, berani berbicara dan mengutarakan pendapat, dan pada akhirnya perempuan haruslah bermanfaat juga bagi perempuan lain.
Olahkarsa on
Uncategorized

Inovasi Kala Pandemi, Rumah Sahabat Difabel (Sadifa) Produksi Hand Sanitizer dari Ampas Jahe

Rumah Sahabat Difabel (Sadifa) merupakan wadah bagi para sahabat difabel di Jepara untuk berkumpul sekaligus diberdayakan. Rumah Sadifa ini berada di Desa Ngabul, Tahunan, Jepara. Pada awalnya, para sahabat difabel di sini memproduksi sirup yang terbuat dari rempah-rempah, termasuk jahe. Akan tetapi, dari proses produksi ini, limbah ampas jahe terus bertambah meskipun permintaan produk sirup menurun sejak pandemi Covid-19 melanda sehingga Sadifa mengalami kesulitan. Melihat permasalahan ini, PLTU Tanjung Jati B di Jepara, yang telah mendampingi dan memberikan fasilitas kepada para sahabat difabel sejak tahun 2018, memberikan pelatihan dan pendampingan pembuatan hand sanitizer dari ampas produksi sirup, yaitu ampas jahe. Tidak hanya dari ampas jahe, hand sanitizer juga dibuat dengan campuran serai, lidah buaya, dan alkohol. Dengan banyaknya bahan alami yang digunakan, hand sanitizer ini tidak hanya wangi dan lembut di tangan, tetapi juga ramah lingkungan. Proses pembuatan hand sanitizer ini cukup mudah, yaitu dengan merebus air, ampas jahe, serai geprek, dan lidah buaya yang telah dikupas. Lalu untuk mendapatkan sarinya, hasil rebusan diperas dan disaring yang kemudian dicampur dengan alkohol. Setelah itu tinggal dikemas dalam botol dan packaging yang menarik. Tidak hanya memproduksi, para sahabat difabel juga mendapatkan pelatihan manajemen usaha, keuangan, pelatihan packaging, dan pemasaran online agar pengelolaan usaha dapat optimal. Permintaan produk hand sanitizer dari berbagai daerah pun terus meningkat sehingga dapat membangkitkan perekonomian pada masa pandemi. Sumber: https://jateng.inews.id/berita/kelompok-difabel-asal-jepara-produksi-hand-sanitizer-dari-bahan-rempah/all https://kumparan.com/berita-update/pln-adaptasi-program-csr-gandeng-beberapa-pihak-terdampak-covid-19-di-jepara-1ueMgojMRx4/full
Olahkarsa on
Uncategorized

CSR PT Bhumi Jati Power: Angkat Ekonomi Petani Semangka di Jepara, dengan Pertanian Organik

Pertanian organik merupakan upaya mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan dengan menerapkan teknologi dengan tetap mempertimbangan keseimbangan lingkungan dan ekosistem. Tidak hanya mempercepat masa panen, harga jual hasil panen dari pertanian organik lebih besar hingga mencapai dua kali lipat dari pada pertanian yang masih menggunakan pestisida. Hal inilah yang membuat CSR PT Bhumi Jati Power menginisiasi Program Pertanian Organik dan membentuk Kelompok Tani Aglikultur Bhumi Agri untuk mendongkrak perekonomian kelompok petani binaan mereka. Kelompok Tani Agrikultur Bhumi Agri melakukan panen perdana semangka organik dan merupakan panen semangka organik pertama yang dilakukan di Kabupaten Jepara. Ketua Kelompok Tani Agrikultur Bhumi Agri, Tursiman, mengatakan keuntungan yang didpat dari hasil pertanian semangka organik lebih banyak. Dari lahan 2 hektare bisa mendapatkan keuntungan hingga Rp30 juta. “Saya mewakili warga Tubanan mengucapkan terima kasih kepada PT. Bhumi Jati Power. Dengan program pertanian organik ini semoga dapat meningkatkan perekonomian petani binaan karena harga produk pertanian organik punya harga yang tinggi di pasaran. Selain itu semangka organik ini juga memiliki rasa yang lebih enak dan lebih sehat dibanding semangka yang menggunakan pupuk kimia,” ucap Untung. CSR Manager PT Bhumi Jati Power, Ari Wibawa mengungkapkan kegembiraannya pada panen perdana semangka organik petani binaan Bhumi Jati Power. Dia juga mengucapkan terima kasih atas kerja keras dan komitmen dari para petani binaan. “Pertanian organik mengutamakan keseimbangan sistem ekologi, dan mendapatkan minat tinggi dari pasar. Selain produk yang lebih sehat dan segar, pertanian organik juga mampu menjaga kesuburan tanah,” ujar Ari Wibawa. Didit Susiyanto selaku pendamping program CSR berharap agar program ini dapat berlanjut dan dapat diadopsi oleh petani lainnya khususnya di Desa Tubanan dan juga di Kabupaten Jepara. “Pertanian organik ini adalah bentuk kolaborasi antar sesama binaan CSR PT Bhumi Jati Power dimana yang menyediakan pupuk dan pestisida organiknya adalah Ternak Makmur Bhumi Jaya yang menghasilkan pupuk organik dan pestisida nabati Bhumiku yang digunakan oleh Kelompok Tani Bhumi Agri” pungkas Didit.  
Olahkarsa on
Uncategorized

Ciptakan UMKM Berkualitas melalui Rumah Kreatif BUMN, Program CSR Kolaborasi Berbagai BUMN

Saat ini, seluruh aspek dalam kehidupan manusia telah mengalami digitalisasi, tidak terkecuali usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM). UMKM memiliki peran penting dalam roda perekonomian Indonesia, baik dalam peningkatan perekonomian masyarakat maupun peningkatan kapasitas. Oleh karena itu, program Rumah Kreatif BUMN (RKB) dari Kementerian BUMN dan berbagai perusahaan BUMN hadir sejak tahun 2016 untuk mendukung kemajuan UMKM di Indonesia. RKB menjadi wadah bagi UMKM di seluruh wilayah di Indonesia untuk berkembang dalam digital economy ecosystem. Tujuannya, agar seluruh UMKM dapat meningkatkan kapasitas dan kapabilitas sehingga terwujud UMKM yang berkualitas. Pada tahun 2020, telah terdapat 242 RKB yang tersebar di seluruh provinsi di Indonesia dengan pendamping dari setiap BUMN. Terdapat 14 BUMN yang mendirikan dan terlibat dalam RKB, seperti BNI, BRI, Mandiri, Pertamina, PLN, Jasa Raharja, dan lainnya. Lokasi RKB merupakan lokasi kantor cabang BUMN pendamping di kabupaten atau kota. Seluruh UMKM dapat mendaftar untuk bergabung ke RKB terdekat dengan melalui beberapa proses. Pertama, registrasi secara online di rkb.id dan secara offline ke arsip dokumen RKB. Kemudian, data UMKM yang telah terkumpul akan dianalisis berdasarkan kategorisasi, deskripsi, dan jenis produk. Setelah itu, UMKM dibina untuk pengembangan usaha, peningkatan kualitas produk, pelatihan, sharing, belajar mandiri, dan pelatihan digitalisasi serta e-commerce. Dalam pembinaan UMKM, terdapat 3 level, yaitu Go Modern, Go Digital, dan Go Online. Go Modern merupakan level paling awal, yang berfokus pada peningkatan kualitas produk, branding, packaging, perizinan dan standardisasi, dan manajemen bisnis sederhana. Go Digital berfokus pada pengelolaan aplikasi digital dan otomasi proses bisnis dan pemasaran, seperti pembuatan akun, pelatihan aplikasi digital dan media sosial dasar. Go Online berfokus pada perluasan akses pasar secara online dengan pelatihan media sosial ads, marketplace, dan website. Sumber: Rumah Kreatif BUMN (RKB)
Olahkarsa on
Uncategorized

Berdayakan Masyarakat melalui Inovasi Program Community Development

CSR Stories pada Sabtu, 17 April 2021 ini, Olahkarsa berkolaborasi dengan Komunitas CDO Pertamina Indonesia (KCPI) dengan mengangkat tema Inovasi Program dalam Community Development. Narasumber kali ini ada Ken Retno Budipratiwi selaku Community Development Officer PT Pertamina Hulu Indonesia Tarakan Field dan Andi Ade Ula Saswini selaku Community Development Officer Integrated Terminal Makassar PT Pertamina (Persero). Pada hakikatnya, program CSR memberikan dampak positif pada kondisi sosial dan ekonomi masyarakat serta lingkungan sekitar perusahaan. Namun masyarakat selalu dinamis dan selalu terjadi perubahan pada masyarakat itu sendiri maupun kondisi lingkungan sehingga dibutuhkan inovasi dalam perencanaan maupun implementasi program. Seperti pada program Sekolah Anak Percaya Diri yang dilaksanakan oleh Integrated Terminal Makassar PT Pertamina (Persero) di Kampung Pinisi berdasarkan masalah tingginya kasus KDRT yang juga berakibat pada anak. KDRT ini diakibatkan oleh permasalahan ekonomi dan perselingkuhan dan mengakibatkan anak memiliki trauma serta berperilaku destruktif. Oleh karena itu, pada program ini anak mendapatkan kegiatan edukasi, pendalaman minat dan bakat dengan stimulasi, dan konseling dengan tim psikolog anak. Harapannya, anak-anak dapat melakukan aktivitas positif, memiliki kepercayaan diri, disiplin, dan bahkan memiliki sumber penghasilan dari pentas seni hasil dari pendalaman minat dan bakat. Workshop parenting juga dilaksanakan bagi orang tua agar dapat mendukung aktivitas positif pada anak. Selain itu, terdapat program pemberdayaan ekonomi bagi ibu-ibu serta pendampingan konsultasi bagi bapak-bapak dan remaja putra untuk meminimalkan sumber permasalahan KDRT. Tidak hanya kondisi masyarakat yang dinamis, tetapi juga kondisi lingkungan, seperti pandemi Covid-19 yang terjadi pada tahun 2020 hingga saat ini. Oleh karena itu, PT Pertamina Hulu Indonesia Tarakan Field melaksanakan program Benuanta Berdaya di Masa Pandemi (Bersemi) untuk pemberdayaan masyarakat dan pelestarian lingkungan. Kegiatan ini beragam, ada Kampung Enam Peduli Penanggulangan Covid-19 (Kelingan) sebagai upaya pencegahan Covid-19 di Kampung Enam yang masih menjadi zona hijau, melalui upaya karitatif di awal dan pemberdayaan ekonomi dengan pembuatan jamu tradisional oleh KWT Kartini. Lalu, Kelompok Usaha Bersama Disabilitas Batik (Kubedistik) yang memberdayakan masyarakat disabilitas dan bahkan menghasilkan motif batik khas Tarakan yang menggambarkan industri migas yang telah mendapatkan HAKI. Inovasi produk juga dilakukan dengan produksi masker batik. Pendampingan juga sempat dilaksanakan dengan media video conference sebagai bentuk adaptasi pada masa pandemi. Seluruh program yang dilaksanakan menyesuaikan kondisi lingkungan dan kebutuhan masyarakat agar bermanfaat dan dapat berkelanjutan. Tidak lupa juga melibatkan kerja sama dengan berbagai pihak, seperti Satgas Covid-19, Dinas Pariwisata, Dinas Ketenagakerjaan, dan lembaga lainnya sebagai upaya mencapai keberhasilan.
Olahkarsa on
Uncategorized

Perlindungan Konsumen sebagai Upaya Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Tanggung jawab sosial yang dilaksanakan oleh perusahaan tidak melulu soal bantuan karitatif maupun upaya pemberdayaan masyarakat. Perlindungan konsumen juga menjadi bagian dari CSR karena konsumen merupakan pihak yang terlibat dalam rantai produksi dan menjadi salah satu pemangku kepentingan (stakeholder). Upaya perlindungan konsumen dapat dilakukan oleh perusahaan melalui komitmen terhadap mutu, mengontrol kualitas produk, pelayanan pelanggan, layanan pengaduan, dan survey kepuasan pelanggan. Dalam konsep yang diperkenalkan oleh Archie B. Caroll (1991), The Pyramid of Corporate Social Responsibility, perlindungan konsumen juga menjadi isu tanggung jawab sosial oleh perusahaan. Secara umum, perlindungan konsumen terdapat pada tingkat kedua dari bawah dalam piramida, yaitu tanggung jawab hukum, di atas tanggung jawab ekonomi dan di bawah tanggung jawab etis serta filantropi karena pelaksanaanya bertujuan untuk mematuhi aturan yang berlaku di suatu negara. Di Indonesia, perlindungan konsumen oleh perusahaan telah diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999, khususnya pada pasal 7. Terdapat 7 poin penting kewajiban perusahaan dalam pasal ini, yaitu (1) Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usaha (2) Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur tentang kondisi dan jaminan barang atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan (3) Memperlakukan konsumen secara benar, jujur, dan tidak diskriminatif (4) Menjamin mutu barang atau jasa yang diproduksi dan diperdagangkan berdasarkan standar mutu yang berlaku (5) Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji barang dan jasa tertentu serta memberi jaminan atau garansi (6) Memberi kompensasi ganti rugi atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang atau jasa (7) Memberi kompensasi atau ganti rugi apabila barang atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian Akan tetapi, perlindungan konsumen juga dapat menjadi bentuk tanggung jawab etis perusahaan jika dilaksanakan dengan mengombinasikan regulasi yang berlaku dan ekspektasi dan harapan masyarakat sesuai norma yang berlaku. Hal ini dikarenakan seringkali cepatnya perubahan ekspektasi masyarakat dan belum tercantum dalam regulasi yang berlaku. Sumber: Carroll, A. B. (1991). The Pyramid of Corporate Social Responsibiiity: Toward the Morai Management of Organizational Stakeholders. Business Horizons, 39-48. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Olahkarsa on
Uncategorized

Lestarikan Mata Air melalui Ekowisata Taman Sungai Mudal, Program CSR Binaan PT PLN Jateng-DIY

Taman Sungai Mudal merupakan sebuah kawasan wisata di Desa Banynganti, Jatimulyo, Girimulyo, Kulon Progo yang terdiri dari sungai, kolam alami, dan air terjun. Pada awalnya, masyarakat setempat menginginkan sumber mata air dapat dilestarikan dan menjadi daya tarik wisata. Oleh karena itu, pada tahun 2015 masyarakat secara swadaya mulai membangun beberapa fasilitas, seperti jembatan bambu, lubuk, dan akses jalan menuju Sungai Mudal. Kemudian pada tahun 2016, PT PLN (Persero) Area Jateng-DIY membantu mewujudkan mimpi masyarakat di sini dengan mengembangkan Taman Sungai Mudal melalu program Bina Lingkungan PLN Peduli dengan konsep ekowisata. Konsep ekowisata adalah kegiatan wisata yang bertanggung jawab terhadap kelestarian alam, memberdayakan masyarakat secara sosial maupun ekonomi, dan mempertahankan budaya setempat. Pada awalnya, PT PLN dan masyarakat menanam 1000 tanaman pala untuk mencegah tanah longsor dan sebagai penyimpan cadangan air. Selain itu, gazebo, mushola, toilet, gapura, jembatan baru, rumah payung, dan kolam pemandian dibangun untuk melengkapi fasilitas di area wisata ini. Dari tahun ke tahun, kawasan ini menjadi destinasi wisata favorit di Kulon Progo dan pengunjungnya pun terus bertambah. Semakin berkembangnya Taman Sungai Mudal ini juga membangkitkan perekonomian dan memberdayakan masyarakat sekitar karena memberikan kesempatan kepada masyarakat untuk mengelola kawasan wisata, menjadi pemandu, memrintis UMKM souvenir, membuka warung makan, hingga menyediakan homestay. Dalam pengembangan Ekowisata Taman Sungai Mudal, masyarakat dibina dan didampingi oleh PT PLN sehingga manfaat yang dirasakan tidak hanya secara ekonomi, tetapi juga kelestarian mata air dan peningkatan kapasitas masyarakat. Sumber: http://www.ekowisata-sungaimudal.com/2016/12/ekowisata-sungai-mudal-binaan-pt-pln.html
Olahkarsa on
Uncategorized

Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) sebagai Analisis & Evaluasi Kinerja Program CSR

Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) dilaksanakan berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2014. IKM merupakan data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif maupun kualitatif berdasarkan pendapat masyarakat atas pelayanan dari aparatur pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhan. Berdasarkan peraturan menteri ini, IKM digunakan untuk menilai suatu layanan publik namun sebenarnya telah banyak perusahaan yang menerapkan IKM untuk menilai program CSR. Jadi, jika diterapkan dalam CSR, IKM merupakan data dan informasi hasil pendapat dan penilaian penerima manfaat program terhadap kinerja perusahaan dalam menyelenggarakan program tanggung jawab sosial perusahaan. Untuk mengetahui kepuasan masyarakat, dilaksanakan survey kepuasan masyarakat minimal 1 kali dalam setahun. Pelaksanaan survey dapat dilakukan secara mandiri oleh perusahaan dengan pembentukan tim maupun bekerja sama dengan unit independen lainnya, seperti BPS, perguruan tinggi, dan LSM. Tujuan IKM secara singkat adalah mengetahui kepuasan masyarakat atas suatu pelayanan atau program, yang juga mencerminkan keberhasilan pelaksanaan program oleh perusahaan. Oleh karena itu, tentunya perusahaan mendapatkan manfaat dari adanya IKM, seperti Mengetahui kinerja penyelenggaraan program CSR yang telah dilaksanakan secara periodik.Mengetahui kekurangan setiap unsur dalam penyelenggaraan program CSR.Sebagai dasar evaluasi, penetapan kebijakan, dan upaya perbaikan yang perlu dilakukan pada periode selanjutnya.Mengetahui kepuasan masyarakat secara menyeluruh atas pelaksanaan program CSR. Sumber: Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 16 Tahun 2014
Olahkarsa on
Uncategorized

Zero Waste Lifestyle: Inovasi Olahan Limbah Minyak Jelantah, Program CSR PT Pertamina Gas Operation East Java Area (OEJA)

Desa Penatarsewu di Sidoarjo terkenal sebagai Kampung Ikan Asap karena hampir setiap rumah memproduksi ikan asap. Produk ikan asap ini menjadi salah satu menu andalan di Resto Apung Seba, yang merupakan binaan CSR PT Pertamina Gas OEJA. Akan tetapi, proses produksi dan operasional kedua usaha ini menghasilkan limbah berupa minyak jelantah yang belum dapat dikelola oleh masyarakat. Oleh karena itu, PT Pertamina Gas OEJA bekerja sama dengan Akademi Minim Sampah Sidoarjo mengadakan pelatihan pengelolaan minyak jelantah menjadi produk yang bermanfaat, seperti sabun dan lilin. Selain dapat menyelesaikan permasalahan limbah, pelatihan ini diharapkan dapat menambah pendapatan masyarakat. Program ini dimulai sejak tahun 2020, dengan partisipan PKK Desa Penatarsewu dan Desa Kalitengah, Sidoarjo. Pada awalnya, limbah minyak jelantah ini hanya dibuang begitu saja, diberikan ke pengepul, atau dijual ke pabrik untuk dimanfaatkan sebagai biodiesel. Namun dengan adanya pelatihan ini, minyak jelantah dapat diolah menjadi produk dengan nilai ekonomi lebih tinggi, meskipun dengan proses pengolahan yang sederhana. Proses pengolahan ini menggunakan bahan yang mudah ditemui, seperti 250 ml minyak jelantah, gula, soda api, air pandan, dan bahan pelengkap lainnya. Kemudian semua bahan dipanaskan, diaduk, dan dicetak sesuai keinginan. Dengan adanya program pelatihan pengolahan limbah ini, 600 ml minyak jelantah per bulan dapat diolah menjadi lebih bermanfaat dan zero waste lifestyle dapat ditanamkan dan diterapkan secara perlahan pada masyarakat. Sumber:
Olahkarsa on
exit strategy csr
Uncategorized

Exit Strategy: Strategi Pengakhiran Program untuk Dampak Berkelanjutan

Pada dasarnya, suatu program CSR dilaksanakan dengan keterbatasan dana dan hanya pada jangka waktu tertentu. Oleh karena itu, perlu merancang exit strategy yang digunakan untuk menjamin keberlanjutan program. Exit Strategy (Strategi Keluar) adalah rencana yang menjelaskan bagaimana program bermaksud untuk menarik sumber dayanya sambil memastikan bahwa pencapaian tujuan program akan terus berlanjut. Exit strategy dilakukan dengan mendelegasikan program kepada masyarakat lokal untuk selanjutnya dijalankan guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tujuan akhir dari exit strategy adalah menjadikan masyarakat yang mandiri, tidak hanya saat pelaksanaan program CSR. Exit strategy dapat melindungi dan meningkatkan ketahanan masyarakat dalam menanggapi bencana. Exit strategy dapat membantu memberdayakan masyarakat dengan asset Exit strategy bila direncanakan dan diterapkan dengan benar, bisa menjadi batu loncatan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan pembangunan berkelanjutan. Terdapat tiga pendekatan dasar untuk exit strategy, yaitu phasing down, phasing out, dan phasing over, yang akan dijelaskan sebagai berikut. Phasing Down Phasing down merupakan pengurangan kegiatan program secara bertahap, memanfaatkan organisasi lokal untuk mempertahankan manfaat program sedangkan pemrakarsanya menyebarkan lebih sedikit sumber daya. Phasing down biasanya merupakan tahap awal untuk melakukan pengakhiran dan/atau penghentian secara bertahap. Phasing Out Phasin Out mengacu pada pencabutan keterlibatan perusahaan dalam program tanpa penyerahannya ke institusi lain untuk implementasi lanjutan. Idealnya sebuah program dihapuskan setelah perubahan permanen atau swasembada terwujud, sehingga menghilangkan kebutuhan akan masukan eksternal tambahan. Program dapat dirancang dari awal hingga ditanamkan pengetahuan, keterampilan, dan asset dalam periode tertentu dan dengan siklus pendanaan yang dipertimbangkan dalam perencanaan waktu penghentian penggunaan. Phasing Over Pada phasing over, pemrakarsa mentransfer program kegiatan ke lembaga atau komunitas lokal. Selama desain dan implementasi program, penekanan ditempatkan pada peningkatan kapasitas kelembagaan sehingga layanan yang diberikan dapat terus berlanjut melalui organisasi lokal. Sejatinya output dari suatu program sosial adalah bertujuan untuk memberi tinggalan program, yang mana pemrakarsa mampu menjamin bahwa manfaat yang dibangkitkan akan terus ada walaupun program telah selesai dilaksanakan. Sumber : What We Know About Exit Strategies: Practical Guidance For Developing Exit Strategies in the Field
Olahkarsa on
Uncategorized

#DiRumahTerusMaju, Inisiatif Tanggap Darurat Covid-19 oleh Telkomsel yang Raih Iconomics CSR Awards 2020

Pada tahun 2020, Indonesia mengalami masa darurat akibat pandemi Covid-19 yang berdampak pada berbagai sektor kehidupan. Dalam menghadapi kondisi ini, PT Telekomunikasi Seluler (Telkomsel) berinisiatif melalui program tanggung jawab sosialnya, #DiRumahTerusMaju, untuk berkontribusi pada masyarakat, terutama pada sektor pendidikan dan kesehatan. Pada sektor pendidikan, kegiatan belajar mengajar tidak dapat diselenggarakan secara tatap muka sehingga harus melalui daring. Untuk mendukung hal ini, Telkomsel menyediakan kuota belajar, kartu perdana Merdeka Belajar Jarak Jauh (MBJJ), dan paket ketengan kuota belajar. Selain itu, Telkomsel juga berkolaborasi dengan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk menyediakan paket kuota internet pendidikan. Sedangkan pada sektor kesehatan, pertambahan kasus positif Covid-19 semakin melonjak sehingga rumah sakit di seluruh Indonesia membutuhkan bantuan alat medis tambahan untuk dapat menangani para pasien. Telkomsel pun berkontribusi dengan menyediakan ratusan ribu unit alat medis, seperti alat pelindung diri (APD), ventilator, thermogun infrared, dan masker. Dengan kontribusi yang diberikan, Telkomsel pun meraih penghargaan Iconomics CSR Awards 2020 kategori Telekomunikasi dengan Inisiatif Tanggap Darurat Covid-19 – Dukungan Kesehatan Medis dan Pendidikan Online yang diselenggarakan oleh media ekonomi dalam negeri, The Iconomics. Dari sini, terlihat bahwa program CSR yang baik tidak hanya bersifat memberdayakan, tetapi juga karitatif jika sesuai kondisi. Seperti pada masa pandemi Covid-19, bantuan yang bersifat karitatif adalah yang paling bermanfaat karena dalam keadaan darurat, kebutuhan harus segera terpenuhi dan mencakup masyarakat secara luas. Sumber:
Olahkarsa on
Uncategorized

Mendorong Pembangunan Berkelanjutan melalui Green Lifestyle

OlahTalks hadir kembali pada tanggal 10 April 2021 dengan mengangkat tema “Green Lifestyle dalam Menunjang Sustainable Business” dengan narasumber Indah Budiani sebagai Executive Director Indonesia Business Council for Sustainable Development (IBCSD) dan Fadhil Akbar Kurniawan sebagai Sustainability Partnerships Manager PT Cargill Indonesia. Green lifestyle merupakan gaya hidup ramah lingkungan yang tidak hanya diterapkan dalam kehidupan pribadi, tetapi juga dalam bisnis. Tujuannya, agar bisnis dapat berjalan secara berkelanjutan dan berdampak positif bagi masyarakat, lingkungan, dan perusahaan sendiri. Bisnis yang berkelanjutan atau sustainable business tercakup dalam konsep Five Bottom Line, yaitu planet, people, prosperity, peace dan partnership. Terdapat 4 manfaat utama sustainable business bagi perusahaan, yaitu peningkatan pendapatan, penurunan biaya, penurunan risiko, dan peningkatan nilai brand. Sustainable business dapat diwujudkan melalui praktik CSR maupun creating shared value (CSV) yang selaras dengan SDGs. Dengan berpedoman pada SDGs, perusahaan dapat mengatasi tantangan, membuka peluang pasar, meningkatkan manajemen risiko, beroperasi pada masyarakat yang siap, dan berperan dalam pembangunan yang berkelanjutan. IBCSD, sebagai asosiasi dari 42 perusahaan di Indonesia yang berkomitmen untuk mendorong pembangunan berkelanjutan, memiliki 6 program utama yang meliputi food and nature, people, climate energy, SDGs working group, circular economy, dan redefining value. Salah satu program utamanya, Green Lifestyle bertujuan untuk memfasilitasi proses koordinasi yang inklusif dari berbagai aktor dalam aksi sustainable consumption and production (SCP) yang selaras dengan SDGs nomor 12. Salah satu perusahaan yang menjalankan sustainable business adalah PT Cargill Indonesia, pada bidang kakao dan cokelat, mewujudkannya dalam praktik CSV, yaitu do good pada profit dan do well pada penyelesaian masalah sosial serta lingkungan yang berkaitan langsung dengan core business. Setiap sektor industri memiliki caranya sendiri dalam menjalankan sustainable business, sebagai perusahaan B2B, PT Cargill menjalankan programnya pada tingkat petani, komunitas, lingkungan, dan bekerja sama dengan perusahaan B2C agar konsumen juga mendapatkan nilai lebih. Program The Cargill Cocoa Promise meliputi peningkatan kapasitas dan akses sumber daya pada komunitas, profesionalisasi petani, dan perlindungan serta pemulihan alam. Untuk mewujudkan keberhasilan program, dilakukan kolaborasi dengan berbagai lembaga sertifikasi, agri inputs, perlindungan anak, aliansi e-trade, akses finansial, pembayaran digital, dan lainnya. Green lifestyle dapat dilakukan oleh siapa saja untuk mendukung sustainability. Mulai dari konsumen, dengan membeli produk yang sustainable dengan melihat logo sertifikasi pada produk hingga bisnis dengan tetap menjalankan do good dan do well.
Olahkarsa on
Uncategorized

Berdayakan Warga Kampung Laut dengan Pembuatan Handsanitizer dari Pohon Nipah

PT Pertamina Refinery Unit (RU) IV Kilang Cilacap menginisiasi program Masyarakat Mandiri Pemanfaatan Nipah menjadi Bioethanol (Mak Mintol). PT Pertamina RU IV bersama Politeknik Negeri Cilacap mengadakan pelatihan pembuatan bioethanol dan hand sanitizer berbahan dasar buah dan nira nipah bagi masyarakat Desa Ujung Alang, Kecamatan Kampung Laut. Program ini dilatarbelakangi melimpahnya pohon nipah di Kampung Laut yang belum dimanfaatkan maksimal. Pohon nipah yang sebelumnya menjadi pengganggu pohon mangrove, kini menjadi peluang baru untuk meningkatkan perekonomian masyarakat. Masa pandemi menjadi saat-saat sulit bagi sebagian besar masyarakat, PT Pertamina RU IV Kilang Cilacap tetap berupaya hadir untuk masyarakat. PT Pertamina melaksanakan program pemberdayaan ini berdasarkan potensi lokal masyarakat setempat. Untuk menunjang keberlanjutan program, PT Pertamina RU IV Cilacap memberikan bantuan alat ekstraktor nipah yang diserahkan kepada Ketua Kelompok Berkah Rejeki, Bapak Sumardi Senen. Pada 2020, PT Pertamina RU IV Kilang Cilacap mendapat PROPER Emas yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Republik Indonesia.
Olahkarsa on
Uncategorized

Batik Kutawaru: Berdayakan Nelayan yang Alih Profesi di Cilacap, Program CSR PT Solusi Bangun Indonesia

Masyarakat Kelurahan Kutawaru, yang terletak di pesisir Cilacap, mayoritas memiliki mata pencaharian sebagai nelayan jaring apung, tetapi ilegal. Dalam kegiatannya, jaring yang digunakan seringkali menghalangi kapal yang akan lewat sehingga para nelayan pun harus sering berurusan dengan pihak berwajib. Dari permasalahan yang ada, PT Solusi Bangun Indonesia (SBI) pada tahun 2012 menginisiasi alih profesi bagi para nelayan agar dapat melakukan kegiatan ekonomi yang lebih baik, yaitu melalui program pelatihan pembuatan batik Kutawaru. Tidak hanya para nelayan, ini juga bertujuan memberdayakan ibu-ibu dan anak muda. Pada awalnya, program diisi dengan pelatihan dasar membatik, membatik lanjutan dengan teknik cap dan tulis, pewarnaan, manajemen, program magang dan studi banding, pelatihan kewirausahaan, dan pembentukan Kelompok Usaha Bersama (KUB) Laksana Batik Jaya. Kemudian, program berkembang dengan memanfaatkan mangrove, yang banyak tumbuh di Kutawaru, sebagai pewarna alami kain batik dan dijadikan motif khas Kutawaru. Saat ini, KUB ini telah memiliki lebih dari 20 anggota, yang juga telah melatih anak-anak untuk belajar membatik. Pelaksanaan program juga melibatkan mitra pendamping, meliputi pemerintah, perguruan tinggi, hingga swasta. Untuk lebih mengenalkan batik Kutawaru kepada masyarakat luas, program ini juga terintegrasi dengan eduwisata di Kutawaru yang menjadi destinasi wisata baru di Cilacap. Saat ini, KUB Leksana Batik Jaya telah memiliki badan usaha dengan nama yang sama. Omset yang didapatkan oleh anggota pun terbilang sangat tinggi. Sumber: Sustainability Report PT Solusi Bangun Indonesia Tbk 2019
Olahkarsa on
Uncategorized

CSR sebagai Langkah Menuju Good Corporate Governance

Dalam dunia usaha, etika bisnis menjadi tuntunan bagi perusahaan yang menjadikan perusahaan dapat membedakan mana yang baik dan mana yang buruk, mana yang boleh dan tidak boleh dilakukan. Good Corporate Governance (GCG) atau tata kelola perusahaan yang baik adalah salah satu pilar dari sistem ekonomi pasar yang berkaitan dengan kepercayaan baik terhadap perusahaan yang melaksanakannya maupun terhadap iklim usaha di suatu negara. Penerapan GCG mendorong terciptanya persaingan yang sehat dan iklim usaha yang kondusif Dalam tataran praktis, Indonesia telah mempunyai Pedoman Umum GCG yang disusun oleh Komite Nasional Kebijakan Governance (KNKG). Pedoman Umum GCG merupakan panduan bagi perusahaan dalam membangun, melaksanakan, dan mengkomunikasikan GCG kepada pemangku kepentingan. Pedoman ini bukan merupakan peraturan perundangan, tetapi berisi hal  yang sangat prinsip yang semestinya menjadi landasarn bagi perusahaan yang ingin mempertahankan kesinambungan usahanya dalam jangka panjang pada koridor bisnis yang berlaku Pedoman Umum GCG memiliki 5 prinsip dasar yang biasa disingkat TARIF, yaitu Transparency (transparansi), Accountability (akuntabilitas), Responsibility (tanggung jawab), Independency (kemandirian), serta Fairness (kewajaran). Pelaksanaan CSR merupakan salah satu bentuk upaya mewujudkan tata kelola perusahaan yang baik. CSR berkaitan erat dengan prinsip-prinsip tersebut, terutama Responsibility. Perusahaan menyadari bahwa mereka harus menciptakan nilai tambah untuk semua stakeholders-nya. Program CSR memberikan manfaat kepada tidak hanya perusahaan, tetapi juga memberi kontribusi positif bagi masyarakat dan lingkungan. GCG dan CSR perlu didukung oleh tiga pilar yang saling berhubungan, yaitu negara dan perangkatnya sebagai regulator, dunia usaha sebagai pelaku pasar, dan masyarakat sebagai pengguna produk dan jasa. Dapat disimpulkan bahwa, CSR merupakan wujud penerapan tata kelola perusahaan yang baik dengan tetap memenuhi kebutuhan perusahaan sekarang tanpa mengabaikan pemenuhan kebutuhan di masa yang akan datang.
Olahkarsa on
Uncategorized

7 Subjek Inti Tanggung Jawab Sosial dalam ISO 26000, Pandangan Terkini Praktik Tanggung Jawab Sosial yang Baik

ISO 26000 merupakan standar internasional yang memberikan panduan tentang prinsip-prinsip yang mendasari tanggung jawab sosial, mengakui tanggung jawab sosial dan melibatkan pemangku kepentingan, subjek inti dan masalah yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial dan tentang cara untuk mengintegrasikan perilaku yang bertanggung jawab secara sosial ke dalam organisasi. Standar Internasional ini menekankan pentingnya hasil dan peningkatan kinerja pada tanggung jawab sosial. Standar Internasional ini dimaksudkan untuk berguna bagi semua jenis organisasi di sektor swasta, publik dan nirlaba, baik besar maupun kecil, dan baik yang beroperasi di negara maju atau berkembang. Meskipun tidak semua bagian dari Standar Internasional ini memiliki kegunaan yang sama untuk semua jenis organisasi, semua mata pelajaran inti relevan untuk setiap organisasi.  Untuk melihat pandangan terkini tentang tanggung jawab sosial yang baik, ISO 26000 telah merumuskan 7 subjek inti sebagai berikut, meskipun di masa depan bisa saja terdapat penambahan maupun perubahan. Tata Kelola Organisasi Berperan dalam membuat dan mengimplementasikan keputusan, melaksanakan tanggung jawab atas dampak keputusan dan aktivitasnya, dan menjadi titik awal pengintegrasian tanggung jawab sosial dalam organisasi. Tata kelola yang baik dapat berjalan bila berdasarkan 7 prinsip tanggung jawab sosial, yang juga tercantum dalam ISO 26000. 2. Hak Asasi Manusia HAM merupakan hak paling mendasar bagi manusia sehingga penting untuk dipenuhi oleh organisasi. HAM dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu yang berkaitan dengan hak sipil dan politik serta hak sosial, ekonomi, dan budaya. 3. Praktik Tenaga Kerja Organisasi dapat berkontribusi dengan menerapkan kebijakan dan praktik kerja layak bagi para pekerja, baik dari aspek pekerjaan itu sendiri, sosial, maupun ekonomi. 4. Tanggung Jawab terhadap Lingkungan Populasi dan konsumsi di dunia semakin meningkat, begitu pula pada aktivitas serta dampak yang ditimbulkan oleh organisasi. Oleh karena itu, tanggung jawab terhadap lingkungan sangat penting untuk keberlangsungan kehidupan di bumi ini. 5. Praktik Operasional yang Adil Hubungan organisasi dengan berbagai stakeholders, seperti pemerintah, konsumen, pesaing, dan mitra perlu dijaga dengan baik. Masalah praktik operasi yang tercakup dalam ISO 26000, seperti korupsi, persaingan tidak sehat, dan pelanggaran hak harus dihindari. 6. Isu Konsumen Tanggung jawab sosial juga mencakup isu konsumen, seperti keamanan produk, konsumsi yang berkelanjutan, perlindungan privasi, kemudahan akses terhadap produk dan layanan, serta alternatif produk bagi konsumen dalam kelompok rentan. 7. Keterlibatan dan Pengembangan Komunitas Ini merupakan hal terpenting bagi seluruh organisasi untuk berkontribusi dalam pengembangan masyarakat yang berkelanjutan. Kontribusi dapat berupa keterlibatan dalam komunitas sipil, promosi kebudayaan, memudahkan akses pendidikan dan teknologi, serta investasi sosial. Sumber: PECB. (t.thn.). Seven Core Subjects Covered by ISO 26000. Diambil kembali dari pecb.com:
Olahkarsa on
Uncategorized

Halte Baca Ketsoblak dan Budidaya Teripang, Cerita Pemberdayaan PT Pertamina Tual

PT Pertamina (Persero) Marketing Operation Region(MOR) VIII yang terletak di Tual, Maluku memiliki program CSR yaitu halte baca Ketsoblak dan budidaya teripang. Latar belakang dibangunnya Halte Baca Ketsoblak adalah adanya angka minat baca masyarakat yang rendah. Halte dibangun guna menggugah minat baca masyarakat sekaligus berdampak positif mengubah kebiasaan menunggu dengan membaca buku. Pada 2019, halte baca ini meraih juara 2 Lomba Perpustakaan desa se Provinsi Maluku. Program literasi tidak berhenti pada pembuatan halte baca saja, tetapi juga pembuatan taman baca di setiap RT. Pada 2020, sudah terdapat 4 taman baca dan 2 halte baca. Program ini mendukung SDGs no. 4 tentang pendidikan bermutu dan no. 11 tentang kota dan komunitas yang berkelanjutan. PT Pertamina MOR VIII melihat adanya potensi lain yaitu budidaya teripang. Latar belakang yang mendasar adalah kualitas laut cocok untuk budidaya teripang, terutama jenis teripang pasir. Budidaya teripang dilaksanakan dengan sistem yang berkelanjutan dengan menerapkan budaya sasi daerah setempat. Sasi sendiri merupakan hukum adat masyarakat Maluku yang berkaitan dengan menjaga kelestarian sumber daya alam. Sasi adalah larangan pemanfaatan sumber daya alam di darat maupun di laut dalam jangka waktu tertentu yang dimaksudkan untuk kepentingan ekonomi masyarakat. Dalam hal ini sasi dibuat untuk mengatur periode kapan sumber daya dapat dipanen dan dilarang dipanen yang bertujuan agar tidak mengganggu siklus hidupnya. Kedua program CSR yang dilaksanakan tersebut telah mendukung Sustainable Development Goals dan harapannya dapat secara konsisten membangun ekosistem berkelanjutan.
Olahkarsa on
Uncategorized

KEM Kolok Bengkala, Wujudkan Masyarakat Adat yang Berdaya

Kawasan Ekonomi Masyarakat (KEM) Kolok Bengkala di Kabupaten Buleleng, Bali merupakan program CSR PT Pertamina MOR V. Program pembangunan KEM telah dimulai sejak tahun 2015 dengan tujuan memberdayakan dan membangun kemandirian masyarakat Desa Bengkala. Desa ini memiliki keunikan tersendiri, yaitu terdapat Komunitas Kolok yang berjumlah sekitar 50 orang. Dalam bahasa Bali, kolok artinya tuli serta bisu dan terdapat 2 persen dari total penduduk yang terlahir dalam keadaan ini. Komunitas Kolok pun memiliki keunikan karena memiliki bahasa isyarat sendiri, yang berbeda dengan Bahasa Isyarat Indonesia (BSI) dan International Sign Language (ISL). Pada awalnya, keadaan Komunitas Kolok belum sejahtera karena rendahnya tingkat pendidikan dan masih terdapat iliterasi. Akan tetapi, mereka memiliki mimpi untuk memiliki hidup yang sejahtera. Hal inilah yang juga ingin diwujudkan oleh PT Pertamina MOR V melalui program KEM. Pembangunan KEM dimulai dengan pembangunan infrastruktur, seperti gazebo, bale tenun, rumah adat, hingga embung sebagai sumber air bersih. Berbagai pelatihan juga diberikan kepada Komunitas Kolok agar dapat memproduksi produk yang bernilai ekonomi tinggi, seperti kain tenun khas Bengkala (nundeka), piring khas Bali (ingke), dan jamu sari kunyit Bengkala. Nundeka menjadi produk utama dari Komunitas Kolok dan telah dikenal hingga mancanegara. Pada masa pandemi ini, nundeka tidak hanya dijual dalam bentuk kain, tetapi juga masker. Pengentasan masalah pendidikan dan iliterasi pun dilaksanakan, dengan program Aksara Kolok Kelih untuk usia dewasa dan program pendidikan smp pra-inklusi untuk pelajar. Sumber: PT Pertamina (Persero) Sustainability Report 2019
Olahkarsa on
Uncategorized

Mengenal 6 Jenis Praktik Corporate Social Responsibility (CSR)

Saat ini, praktik CSR telah digencarkan oleh banyak perusahaan dengan berbagai macam program. Menurut Philip Kotler dan Nancy Lee (2005), CSR merupakan komitmen untuk meningkatkan kesejahteraan komunitas melalui praktik bisnis diskresioner dan kontribusi sumber daya perusahaan. Berdasarkan efektivitasnya, praktik CSR dapat dibedakan menjadi 6 jenis. Cause Promotion Perusahaan menyediakan dana atau bentuk kontribusi lainnya dalam aktivitas peningkatan kesadaran dan kepedulian terhadpa masalah sosial. Perusahaan dapat mengelola aktivitas ini sendiri, menjadi partner utama, maupun menjadi sponsor. 2. Cause-Related Marketing Perusahaan mendonasikan beberapa persen dari keuntungan penjualannya untuk mengatasi masalah sosial. Biasanya, melalui kegiatan pada produk tertentu dan dalam jangka waktu tertentu. Kegiatan ini dilaksanakan melalui kerja sama dengan organisasi non-profit, bersifat saling menguntungkan dan bagi perusahaan bertujuan untuk meningkatkan angka penjualan. 3. Corporate Social Marketing Perusahaan mengadakan kegiatan yang bertujuan untuk mengubah perilaku masyarakat menjadi lebih baik, misalnya dalam bidang kesehatan, keamanan, dan kesejahteraan. Kegiatan ini biasanya berupa kampanye. 4. Corporate Philanthropy Perusahaan memberikan kontribusi secara langsung pada sebuah kegiatan maupun pengentasan masalah sosial dengan bantuan tunai atau pelayanan. 5. Community Volunteering Perusahaan mendorong karyawan dan mitra bisnis agar menyediakan waktu luang untuk mendukung komunitas lokal dan menyelesaikan permasalahan sekitar. 6. Social Responsible Business Practices Perusahaan melaksanakan praktik bisnis dan investasi yang mengatasi permasalahan sosial untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pemeliharaan lingkungan. Sumber: Kotler, P., & Lee, N. (2005). Corporate Social Responsibility: Doing The Most Good for Your Company and Your Cause. Hoboken, New Jersey: John Wiley &Sons, Inc.
Olahkarsa on
Uncategorized

Sriekandi Patra: Batik Karya Difablepreneur

Sanggar Inspirasi Karya Inovasi Difabel (Sriekandi) Patra merupakan sanggar batik binaan PT Pertamina TBBM Boyolali sejak tahun 2018. Program ini dapat terwujud dari hasil social mapping Desa Tawangsari yang dilakukan oleh PT Pertamina TBBM Boyolali dan mimpi Yuni Lestari, yang juga seorang difabel penyandang celebral palsy. Yuni memiliki mimpi untuk mandiri dan sejahtera sehingga ia diberikan fasilitas oleh PT Pertamina untuk mengikuti kelas membatik di Pusat Rehabilitasi YAKKUM Yogyakarta. Setelah mahir membatik, ia kembali ke Boyolali untuk membantu rekan difabel di desanya, yang terdapat 29 orang penyandang difabel, agar dapat berdaya. Pada April 2018, Sriekandi Patra resmi didirikan dengan 5 anggota dan 4 relawan yang merupakan warga setempat. Yuni memberikan pelatihan membatik secara langsung kepada anggota dan relawan serta didampingi pula oleh CSR PT Pertamina dan PT Zola Permata Indonesia, sebagai partner dalam program difablepreneur. Sriekandi Patra berhasil mengikuti pameran terbesar se-Asia Tenggara, International Handicraft Trade Fair (INACRAFT) di Jakarta pada tahun 2018. Tidak hanya itu, para anggota pun mendapatkan dampak positif ketika mengikuti sanggar membatik ini, seperti membuat pola batik sesuai karakternya serta meningkatnya kemampuan bersosialisasi dan penggunaan bahasa isyarat. Meskipun sejak tahun 2020 terjadi pandemi Covid-19, para anggota sanggar ini tidak berhenti berkarya. Mereka pun berkontribusi dengan membuat dan mendistribusikan ratusan masker batik ke komunitas sekitar. Hal ini membuktikan, penyandang difabel, yang termarginalisasi pun dapat berdaya jika memiliki semangat dan terdapat fasilitas yang memadai. Di samping itu, kerja sama dan partisipasi aktif dari seluruh aktor sangat penting dalam keberhasilan suatu program. Sumber: https://ijireview.com/ijir/article/view/12/7
Olahkarsa on
Global Reporting Initiative (GRI), Standar Untuk Sustainability Report
Insight, Sustainability

Global Reporting Initiative (GRI), Standar Untuk Sustainability Report

Global Reporting Initiative (GRI) merupakan suatu standar yang sering dan paling banyak digunakan dalam suatu Sustainability Report. Lantas, apa yang membuat GRI ini menjadi cukup penting? Apa Itu Global Reporting Initiative (GRI) Global Reporting Initiative (GRI) adalah organisasi internasional independen yang mengembangkan standar pelaporan keberlanjutan (Sustainability Report). Standar pelaporan dalam sustainability report ini akan membantu bisnis maupun organisasi dalam mengkomunikasikan dampak yang ditimbulkan oleh proses bisnis perusahaan. GRI juga dapat memberikan informasi bagi sektor pemerintah dalam memahami terkait dampak yang terjadi pada status quo saat ini. Seperti misalnya perubahan iklim, hak asasi manusia, tata kelola, dan kesejahteraan sosial. Hal ini akan memudahkan dalam upaya menciptakan suatu tindakan nyata pada pengelolaan dan pembentukan manfaat bagi aspek sosial, lingkungan, dan ekonomi. Penggunaan Global Reporting Initiative (GRI) Standar yang paling banyak digunakan untuk pelaporan keberlanjutan adalah standar GRI. Sustainability Report berdasarkan Standar GRI dapat digunakan untuk mengukur kinerja organisasi terkait undang-undang, norma, kode, dan standar kinerja. Laporan dibuat untuk menunjukkan komitmen organisasi dalam upaya pembangunan berkelanjutan, serta untuk membandingkan kinerja organisasi dari waktu ke waktu. Dilakukan pendekatan pada berbagai stakeholder mulai dari bisnis, investor, pembuat kebijakan, masyarakat sipil, organisasi buruh, dan pakar untuk mempromosikan penggunaan GRI. Sehingga dengan ribuan laporan di lebih dari 100 negara, standar GRI memiliki tingkat kredibilitas yang tinggi. Dengan demikian, dapat digunakan untuk membantu perusahaan dalam menentukan keputusan dan menciptakan manfaat pada sektor ekonomi, lingkungan, dan sosial. Baca juga: 7 Subjek Inti ISO 26000 sebagai Rujukan Implementasi CSR Struktur Global Reporting Initiative (GRI) GRI merupakan sistem modular yang terdiri tadi 3 standar, meliputi: GRI Universal Standards, the GRI Sector Standards, dan the GRI Topic Standards. GRI Universal Standards Ini merupakan standar yang dapat diaplikasikan pada seluruh organisasi dengan ketentuan sebagai berikut: GRI 1: Foundation 201, menjelaskan terkait konsep, tujuan, dan penjelasan tentang bagaimana caranya menggunakan standar GRI. Di sini juga ditentukan syarat yang perlu dipenuhi oleh perusahaan. GRI 2: General Disclosures 2021, meliputi keterangan detail tentang identitas perusahaan seperti struktur organisasi dan praktik pelaporan, aktivitas dan pekerja, tata kelola, strategi, peraturan, praktik bisnis, dan stakeholder engagement. Di sini akan terlihat profil dari perusahaan sehingga dapat memberikan gambaran terkait dampak yang diberikan oleh perusahaan. GRI 3: Material Topics , menguraikan tentang langkah apa saja yang sekiranya dapat relevan untuk dilakukan dan bagaimana manajemen yang seharusnya dilakukan. GRI Sector Standards Standar ini berfokus pada peningkatan kualitas, kelengkapan, dan konsistensi pada pelaporan yang dibuat oleh organisasi. Standar ini dikembangkan untuk 40 sektor yang dimulai dari sektor dengan dampak tertinggi, seperti minyak dan gas, agrikultur, akuakultur, dan perikanan. GRI Topics Standards Standar ini berisi informasi terkait dengan topik. Misalnya terkait dengan standar pengelolaan limbah, kesehatan dan keselamatan kerja, serta pajak. Setiap perusahaan sesuai akan memilih standar topik yang sesuai untuk digunakan dalam pelaporan. Baca juga: Indonesia Menerapkan Blue Economy, Sudah Saatnya? Manfaat Pelaporan GRI bagi Internal Pelaporan GRI dapat berguna bagi keberlanjutan perusahaan, karena perusahaan akan memiliki pendekatan yang lebih sistematis terhadap pelaporannya. Oleh karena itu, olahkarsa merangkumnya sebagai berikut: Meningkatkan visi dan strategi perusahaan.Memperkuat sistem manajemen perusahaan. Mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari program dan aktivitas bisnis perusahaan.Memotivasi karyawan sehingga memiliki semangat dan loyalitas terhadap perusahaan.Membangun reputasi dan kepercayaan terhadap perusahaan.Memicu daya tarik investor. Memperkuat keterlibatan pemangku kepentingan (multi stakeholder).Mengidentifikasi keunggulan kompetitif antara perusahaan dengan kompetitor. Pelaporan dengan standar GRI ini merupakan suatu pedoman yang dapat digunakan oleh perusahaan untuk mengidentifikasi dampak yang ditimbulkan. Sehingga, proses pengambilan keputusan akan lebih terorganisir serta proses mitigasi dampak akan lebih maksimal. Baca juga: Community Development (Pengertian, Aspek, Tujuannya)
Olahkarsa on
Uncategorized

Keindahan dan Keseruan Aktivitas di Selangan City, Program CSR Badak LNG

Selangan City merupakan salah satu program binaan Badak LNG sebagai pengembangan Kampung Selangan di Kelurahan Bontang Lestari. Program yang telah berjalan selama 3 tahun ini bertujuan untuk memberdayakan masyarakat pesisir di Kota Bontang dengan memanfaatkan potensi yang ada. Selangan City menjadi salah satu daya tarik wisata di pesisir Kota Bontang, tidak hanya bagi wisatawan lokal saja tetapi juga wisatawan mancanegara. Pada dasarnya, Kampung Selangan merupakan sebuah perkampungan nelayan yang terletak di atas laut. Kampung ini dikembangkan menjadi kampung dengan konsep colorful dengan kerja sama antara Community Development Badak LNG dan masyarakat. Khusus pada proses pengecatan kampung, masyarakat dibantu juga oleh warga binaan Lapas Bontang dalam rangka pelaksanaan program Integrasi Asimilasi Bakti kepada Negeri Merah Putih yang dilaksanakan oleh seluruh Lapas di Indonesia. Wisatawan yang berkunjung ke sini dapat menikmati keindahan laut dengan aktivitas snorkeling, bermain kayak, maupun memancing di keramba. Kalau ingin menikmati vibes perkampungan nelayan lebih lama, tersedia homestay dengan beberapa paket dengan harga yang terjangkau dan kuliner hasil laut yang lezat. Kuliner khas Selangan City ini dibuat langsung oleh ibu-ibu yang ada di sini sehingga rasanya lokal banget. Menu kuliner yang bisa wisatawan nikmati ada ikan asap santan, ikan palumara, gami bawis, ikan bakar kerapu, dan udang tempura. Keberhasilan program ini tidak terlepas dari partisipasi aktif seluruh lapisan masyarakat Selangan dan pendampingan dari Badak LNG. Sumber: Selangan City Mulai Bersolek
Olahkarsa on
tahapan analisis sroi
Insight, SROI

Tahapan Analisis Social Return on Investment (SROI)

Social Return on Investment (SROI) merupakan sebuah kerangka kerja untuk mengukur dan memperhitungkan  perubahan dalam konsep nilai yang lebih luas. Tujuannya untuk mengurangi ketidaksetaraan, degradasi lingkungan, dan meningkatkan kesejahteraan dengan memasukkan biaya dan manfaat sosial, lingkungan, dan ekonomi. Dalam artikel ini akan dibahas beberapa tahapan analisis pada Social Return on Investmenet (SROI).

Dalam melakukan analisis SROI ini, terdapat beberapa tahapan yang perlu dilakukan.

Menetapkan ruang lingkup, mengidentifikasi, dan melibatkan stakeholders
Penetapan ruang lingkup diperlukan untuk memberi batasan pada hal yang akan dipertimbangkan. Identifikasi stakeholders dan cara melibatkannya juga perlu dilakukan. Alasan melakukan analisis, sumber daya yang tersedia, dan prioritas pengukuran harus jelas dalam tahap ini agar dapat dipastikan apa yang diusulkan itu layak.
Memetakan outcomes
Ada 5 tahapan penting dalam tahap ini, yaitu memulai dengan peta dampak, mengidentifikasi input, menilai input, klarifikasi output, dan mendeskripsikan outcome. Dalam hal ini, stakeholders berperan untuk memberikan informasi dengan rencana yang telah dibuat sebelumnya dan keterlibatannya dalam pembuatan peta dampak akan memastikan outcome yang berdampak pada stakeholders dapat terukur dan dinilai.
Membuktikan dan memberi nilai pada outcomes
Ada 4 tahapan penting pada tahap ini, yaitu mengembangkan indikator outcome, mengumpulkan data outcome, menetapkan berapa lama outcome bertahan, dan memberi nilai pada outcome.
Menetapkan dampak
Ada 4 tahapan yang perlu dilakukan, yaitu deadweight dan displacement, atribusi, drop-off, dan kalkulasi dampak. Deadweight merupakan ukuran dari jumlah outcome yang akan maupun belum terjadi. Lalu atribusi merupakan penilaian seberapa banyak hasil dari kontribusi organisasi atau perorangan. Berkaitan dengan tahap ketiga, seberapa lama outcome dapat bertahan, drop-off  hanya digunakan untuk menghitung hasil yang bertahan lebih dari satu tahun.
Kalkulasi SROI
Tahapan yang perlu dilakukan ada 5, yaitu memproyeksikan ke masa depan, menghitung nilai bersih saat ini, menghitung rasio, analisis sensitivitas, dan jangka waktu pengembalian. Pada tahap ini menjelaskan bagaimana meringkas informasi keuangan yang telah didapat dan menghitung nilai finansial dari investasi serta biaya dan manfaat sosial.
Pelaporan, Implementasi, dan Penyematan
Terdapat 3 tahap yang perlu dilakukan, yaitu pelaporan kepada stakeholders, penggunaan dan mengomunikasikan hasil, dan penyematan proses SROI pada organisasi.

Baca lainnya: Mengenal Apa Itu SROI – Pengertian dan Prinsip

Sumber: A Guide to Social Return on Investment

Olahkarsa on
Uncategorized

Mengenal Lebih Dekat 7 Prinsip Tanggung Jawab Sosial dalam ISO 26000

Saat ini, ISO 26000 telah banyak digunakan oleh berbagai organisasi maupun perusahaan sebagai panduan teknis dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya. Biasanya, kita mengenal ISO 26000 hanya pada bagian definisinya saja. Namun sebenarnya terdapat pula 7 prinsip yang dapat menjadi panduan lebih rinci bagi organisasi dalam menjalankan tanggung jawab sosial. 1. Akuntabilitas Organisasi harus akuntabel terhadap dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan. Dalam hal ini, organisasi dapat mempertanggungjawabkan keputusan dan aktivitasnya kepada shareholders dan stakeholders, seperti pemerintah, otoritas hukum, maupun masyarakat. 2. Transparansi Organisasi harus transparan atau terbuka dalam membuat keputusan dan aktivitas yang berdampak pada masyarakat, ekonomi, dan lingkungan. Dalam penyampaiannya, komunikasi yang dibangun harus jelas, akurat, dan sopan. 3. Perilaku Etis Organisasi sebaiknya bersikap etis sesuai dengan prinsip yang berlaku pada situasi dan kondisi tertentu serta memegang norma perilaku internasional. 4. Menghormati Kepentingan Para Pemangku Kepentingan Organisasi harus menghargai, mempertimbangkan, dan menanggapi kepentingan para pemangku kepentingan (stakeholders), baik dalam pembuatan keputusan maupun menjalankan aktivitas organisasi. 5. Menaati Aturan Hukum Organisasi memiliki kewajiban untuk menerima dan menaati regulasi yang berlaku. 6. Menaati Norma Perilaku Internasional Organisasi harus menaati norma perilaku internasional, yaitu ekspektasi tentang perilaku organisasi yang bertanggung jawab secara sosial berdasarkan hukum internasional maupun prinsip hukum internasional yang diterima secara umum. 7. Menghormati Hak Asasi Manusia Organisasi harus menghormati hak asasi manusia dan mengakui kepentingan serta sifatnya yang universal, yang artinya HAM berlaku bagi siapa saja dan di mana saja. Sumber:
Olahkarsa on
Uncategorized

Menjadi Berdaya dengan Program Kredawala, CSR Pertamina DPPU Sepinggan

Kreasi Berdaya Warga Lapas (Kredawala) merupakan program tanggung jawab sosial dari PT Pertamina (Persero) MOR VI DPPU Sepinggan Group yang berfokus pada upaya pemberdayaan warga lapas atau biasa dikenal dengan warga binaan pemasyarakatan (WBP) di Lapas Kelas II A Balikpapan. Program ini dirancang untuk meningkatkan ketrampilan WBP dengan memanfaatkan permasalahan sampah dan bertujuan agar ketika WBP kembali ke masyarakat, dapat mendapatkan pekerjaan dengan mudah. Program yang dimulai sejak Mei 2019 ini, melihat permasalahan utama banyaknya sampah harian di Lapas yang belum terpilah, stigma negatif masyarakat terhadap WBP, dan WBP tidak memiliki sumber penghasilan. Oleh karena itu, terdapat inovasi kegiatan yang dilaksanakan untuk mengelola sampah berupa pembuatan kompos, pemanfaatan sampah menjadi arang, dan daur ulang ban. Selain itu, terdapat juga inovasi kegiatan untuk meningkatkan kapasitas warga binaan, seperti pembuatan kerajinan kayu, daur ulang kertas menjadi kerajinan tas, vas bunga, dan bingkai foto, serta kegiatan otomotif melalui bengkel roda dua Enduro Express. Keberhasilan pelaksanaan program ini tidak terlepas dari partisipasi aktif seluruh pihak, terutama para warga binaan. Ketika para WBP memiliki semangat untuk bangkit, program pun dapat berjalan. Selain itu, ketersediaan fasilitas, sarana dan prasarana, serta potensi yang ada menjadi pendukung keberhasilan program ini. Misalnya, sampah yang dapat menjadi potensi jika dikelola dengan baik, seperti limbah kertas dari PT Pertamina yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan kerajinan. Program ini dijalankan dan mencerminkan target SDGs nomor 10 yaitu berkurangnya kesenjangan dan nomor 17 yaitu kemitraan untuk mencapai tujuan. Sumber: Pemberdayaan Melalui Sehati dan Kredawala
Olahkarsa on
Uncategorized

Peran CSR dalam Upaya Membantu Pemerintah Menyelesaikan Masalah Sosial

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 74 ayat 1 menyatakan bahwa pemerintah mewajibkan setiap perusahaan untuk melaksanakan program CSR. Dalam upaya mendukung SDGs, pemerintah mempunyai andil besar dalam pencapaian pembangunan berkelanjutan. Selain berperan sebagai pembuat kebijakan, pemerintah juga sebagai fasilitator yang dapat menggalang kekuatan kolaborasi swasta, pemerintah, dan masyarakat dalam menyukseskan pembangunan melalui CSR. Keberadaan perusahaan di suatu daerah sejatinya juga bertujuan untuk membantu pemerintah dalam pembangunan disegala bidang. Pelaksanaan CSR akan menciptakan hubungan yang harmonis antara perusahaan dengan pemerintah  dalam mengatasi berbagai masalah sosial seperti kualitas pendidikan yang masih rendah, kemiskinan, masalah kesehatan, dan lain-lain. Dengan demikian, penerapan CSR juga memberikan manfaat bagi pemerintah. Bentuk kontribusi kepada pemerintah dengan adanya CSR, adalah sebagai berikut. Dukungan pembiayaan. Hal ini disebabkan karena adanya keterbatasan anggaran pemerintah untuk membiayai pembangunan dalam mengentaskan masalah sosial. Dengan adanya CSR, pembangunan dapat dilakukan perusahaan meskipun tidak secara menyeluruh.Dukungan sarana dan prasarana. Perbaikan fasilitas-fasilitas umum seperti rumah sakit, tempat ibadah, sarana olahraga, dll tak luput dari perhatian para praktisi CSR. Namun tidak menutup kemungkinan juga sarana dan prasarana suatu daerah dibangun melalui kegiatan CSR.Dukungan keahlian. Keterlibatan personil perusahaan dapat mendorong adanya pengembangan kapasitas masyarakat. Tak jarang kegiatan CSR melibatkan masyarakat dalam berbagai pelatihan yang dapat meningkatkan keterampilan mereka.
Olahkarsa on
Uncategorized

Apa Saja Prinsip 5P dalam Sustainable Development Goals?

Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan agenda global untuk mewujudkan kehidupan yang bebas kemiskinan, lingkungan yang terlindungi, dan kedamaian serta kemakmuran yang dapat dinikmati oleh semua orang. SDGs terdiri atas 17 target yang diharapkan akan tercapai pada tahun 2030. Untuk mempermudah kita dalam memahami SDGs, terdapat 5 prinsip yang menjadi inti agenda global ini. People Seluruh aspek kehidupan manusia merupakan hal yang penting sehingga pemenuhan kebutuhan dasar, seperti makanan, kesehatan, kehidupan layak, pendidikan, hingga  kesetaraan gender harus dapat diwujudkan. Prinsip people ini mencakup target SDGs nomor 1 sampai 5. 2. Planet Prinsip ini berkaitan dengan dibutuhkannya kerja sama komunitas internasional dalam melindungi bumi dari kerusakan. Upaya ini dapat dilakukan dengan manajemen air, pola produksi dan konsumsi yang bertanggung jawab, kebijakan perlindungan lingkungan, dan proteksi ekosistem. Hal ini mencakup target SDGs nomor 6, 12 sampai 15. 3. Prosperity Kemakmuran dapat diwujudkan dengan pembangunan ekonomi namun dalam mewujudkannya diharapkan dapat melibatkan seluruh aktor dan menjunjung keadilan. Sehingga semua manusia dapat hidup dan menikmati kemakmuran, baik secara ekonomi, sosial, maupun teknologi yang juga selaras dengan alam. Prinsip ini mencakup target SDGs nomor 7 sampai 11. 4. Peace Masyarakat yang inklusif, bebas dari rasa takut dan kekerasan menjadi harapan pada prinsip kedamaian. Upaya memperkuat institusi dapat meminimalkan ancaman seperti terorisme dan konflik, meskipun melalui cara non militeristik. Prinsip ini mencakup target SDGs nomor 16. 5. Partnership Kerja sama dari seluruh aktor, seperti pemerintah, sektor privat, dan masyarakat secara global menjadi cara untuk mencapai seluruh target SDGs pada tahun 2030, sesuai dengan target nomor 17. Sumber: https://www.coursera.org/lecture/sustainable-development-ban-ki-moon/how-to-remember-the-sdgs-the-5-ps-IH3Xc Sumber foto: https://www.icctf.or.id/sdgs/
Olahkarsa on
Uncategorized

Mewujudkan Komoditas Lokal Berdaya Saing Global

Rencana pemerintah mengimpor beras sekitar 1 juta ton pada 2021 menjadi polemik. Wacana ini menuai kritik berbagai pihak. Hal ini dikarenakan kebijakan ini dinilai berpotensi merugikan petani lokal dengan turunnya harga gabah. Pencanangan ini dilakukan dengan alasan menjaga pasokan beras di dalam negeri. Namun, Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa produksi beras nasional di tahun 2021 diperkirakan naik 4,86 persen. Komoditas lokal Indonesia baik migas maupun nonmigas sebenarnya mempunyai potensi berdaya saing global. Hal ini dibuktikan dengan neraca perdagangan Indonesia surplus sebesar USS$1,96 miliar pada Januari 2021, yang berarti bahwa Indonesia lebih banyak melakukan ekspor.  Maka dari itu, diperlukan upaya lebih dalam mendorong komoditas lokal agar lebih berkembang. Dengan meningkatnya potensi daerah akan komoditas lokalnya, diharapkan nilai impor komoditas asing dapat berkurang. Kolaborasi lintas sektor dapat menjadi kunci keberhasilan berkembangnya komoditas lokal. Keterlibatan banyak pihak seperti pemerintah, masyarakat, akademisi, dan swasta dapat dijadikan kekuatan dalam mendorong tiap daerah mengembangkan potensinya. Terjalinnya kerjasama lintas ahli, lintas aktor serta lintas platform dapat mengoptimalkan potensi yang ada. Aksi bersama ini dilakukan mulai dari pendampingan pemetaan potensi, pengembangan masyarakat, hingga pengembangan komoditas itu sendiri. Komoditas lokal dapat dikembangkan juga melalui program CSR. Masyarakat di sekitar perusahaan dibina agar dapat memanfaatkan komoditas lokal sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan mereka. Model kolaborasi ini sudah dikembangkan pemerintah, tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024. Dalam RPJMN terdapat strategi mengembangkan komoditas unggulan dari 62 daerah tertinggal. Strategi yang dilakukan meliputi pembangunan infrastruktur, regulasi investasi, birokrasi, transformasi ekonomi hingga kualitas sumber daya manusia. Dari segi pembiayaan, pelaku UMKM difasilitasi pembiayaan melalui financial technology, Kredit Ultra Mikro (KUMi), serta pemasaran produk bermitra dengan marketplace seperti Shopee, Tokopedia, dan Bukalapak. Komoditas lokal harus terus didorong untuk maju karena produk lokal mempunyai peluang meningkatkan nilai ekspor. Model pengembangan komoditas lokal melalui kolaborasi lintas sektor yang melibatkan peran pemerintah, masyarakat, akademisi, bahkan media dapat mendorong pengembangan masyarakat dalam mengoptimalkan potensi daerahnya.
Olahkarsa on
Uncategorized

Pentingnya Melaporkan Sustainability Report

Sustainability Report (SR) adalah laporan keberlanjutan sebuah perusahaan yang melaporkan kinerja perusahaannya pada 3 aspek utama yaitu aspek ekonomi, lingkungan, dan sosial. Laporan ini memberikan gambaran bagaimana perusahaan menunjukkan komitmennya dalam mengelola resiko perusahaan atas proses bisnis yang dijalankan. Pelaporan SR merupakan bentuk transparansi perusahaan atas aktivitas bisnis yang dilakukannya. Dengan menerbitkan laporan keberlanjutan ini, perusahaan dapat memahami, mengukur, dan mengkomunikasikan dampak yang dihasilkan dari segi ekonomi, sosial, dan lingkungan kepada para pemangku kepentingan. Penyusunan laporan keberlanjutan menjadi suatu hal yang penting, kinerja perusahaan dapat dinilai langsung oleh pemerintah, masyarakat, organisasi lingkungan, media massa hingga investor. Sustainability Report bermanfaat bagi berbagai pihak, baik pihak internal maupun eksternal perusahaan. Nah, berikut ini adalah manfaat laporan keberlanjutan perusahaan ditinjau dari tujuan yang akan dicapai. Manfaat Laporan Keberlanjutan bagi Pihak Internal Perusahaan Secara garis besar, manfaat laporan keberlanjutan bagi pihak internal yaitu untuk mengetahui dampak aktivitas perusahaan terhadap kondisi lingkungan, masyarakat, dan ekonomi. SR digunakan sebagai sebuah tambahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan upaya meminimalisir dampak negative yang akan ditimbulkan. Pembuatan laporan keberlanjutan dapat juga meningkatkan branding perusahaan itu sendiri. Sustainaibility Report menjelaskan kaitan antara kinerja keuangan dengan non keuangan perusahaan, sehingga laporan ini mampu meningkatkan pemahaman terhadap resiko dan peluang. Selain itu, SR digunakan sebagai tolok ukur dan penilaian kinerja secara berkelanjutan terkait dengan hukum, norma, serta standar kinerja perusahaan. Manfaat Laporan Keberlanjutan bagi Pihak Eksternal Perusahaan Manfaat laporan keberlanjutan bagi pihak eksternal perusahaan yaitu membangun hubungan yang baik dengan para pemangku kepentingan, seperti masyarakat, pemerintah, serta investor. Pemangku kepentingan (stakeholder) akan mengetahui apakah perusahaan berkontribusi positif untuk meminimalkan dampak negatif terhadap lingkungan. Manfaat laporan keberlanjutan bagi pihak eksternal, antara lain mengurangi dampak negatif bagi lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan. Selain itu, dengan perusahaan menerbitkan laporan keberlanjutan, maka reputasi dan kredibilitas perusahaan akan meningkat. Pembuatan laporan keberlanjutan dinilai penting untuk menarik investor. Hal ini disebabkan karena investor tidak ingin menanggung kerugian di kemudian hari akibat kelalaian perusahaan dalam proses bisnis yang tidak mempertimbangkan prinsip berkelanjutan.
Olahkarsa on
Uncategorized

Inovasi Olahan Enbal Khas Tual, Mitra Binaan CSR PT Pertamina MOR VIII

Enbal merupakan salah satu makanan pokok masyarakat Maluku yang terbuat dari singkong beracun. Meskipun terdengar berbahaya, namun jika diolah dengan baik dan benar maka singkong akan aman untuk dikonsumsi. Proses pengolahan singkong ini meliputi pengupasan kulit, pencucian, pemarutan, dan pengeringan dengan cara dijepit dengan kayu selama satu malam hingga kering dan bertekstur seperti tepung. Proses ini bertujuan untuk mengeluarkan racun. Biasanya, masyarakat menikmati enbal dengan lauk pendamping, digoreng, dibuat menjadi lempeng, maupun dicampur dengan kacang. Namun di tangan Carolina Tapotubun, pemilik Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Rejaubes, enbal dapat diolah menjadi es krim dan camilan stick. Untuk varian es krim, ada rasa cokelat dan stroberi sedangkan camilannya ada Enbal Stick. UMKM yang telah berdiri sejak tahun 2015 ini juga mengeluarkan produk terbaru berupa Kelor Enbal (Kelen) Stick di tengah masa pandemi. Daun kelor dipilih menjadi bahan untuk dipadukan dengan enbal karena manfaatnya yang dapat meningkatkan imun tubuh. UMKM di Langgur, Maluku Tenggara ini merupakan mitra binaan CSR PT Pertamina MOR VIII sejak tahun 2019 dan telah menerima dana kemitraan yang dimanfaatkan untuk pengadaan mesin pembuat es krim dan inovasi kemasan. Tujuannya, agar produk khas Tual ini tidak hanya dikenal di sekitar Maluku saja, tetapi juga hingga mancanegara dan kualitasnya semakin baik. Hal ini juga didukung oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan setempat yang berkomitmen memasarkan produk ini ke Cina dan Australia. Sumber: https://warisanbudaya.kemdikbud.go.id/?newdetail&detailTetap=583 https://ambon.tribunnews.com/2020/10/31/umkm-mitra-pertamina-di-kepulauan-kei-olah-enbal-jadi-aneka-kuliner?page=2 https://www.kompasiana.com/erni73861/5b0251c4ab12ae252b752885/enbal-makanan-khas-unik-maluku-tenggara
Olahkarsa on
Uncategorized

Desa Wisata dan Budaya Gamol, Program CSR PT Pertamina (Persero) TBBM Rewulu

Desa Wisata Budaya (Deswitadaya) Gamol merupakan program CSR dari PT Pertamina (Persero) TBBM Rewulu yang telah dirintis sejak tahun 2013 dan diremsikan pada tahun 2018. Terdapat 5 program yang telah dilaksanakan, yaitu pemberdayaan kelompok ternak kambing etawa, pengolahan susu kambing, budidaya pengolahan jamur, pengelolaan sampah mandiri dan bank sampah, serta pengelolaan taman produktif. Tujuannya, untuk menciptakan desa yang mandiri dan masyarakat yang berdaya dengan memanfaatkan potensi yang ada di masyarakat. Di tengah pandemi Covid-19, ketahanan sosial masyarakat merupakan hal yang terpenting sehingga CSR Pertamina melaksanakan inovasi untuk mewujudkan hal tersebut. Inovasi yang dilaksanakan berupa paket wisata virtual dan wisata protokol kesehatan sebagai bentuk adaptasi dengan keadaan saat ini. Meskipun terdapat tantangan, seperti belum semua masyarakat dapat mengelola dan memanfaatkan teknologi. Program Deswitadaya Gamol diwujudkan secara bersama-sama oleh masyarakat, PT Pertamina TBBM Rewulu, dan stakeholders lain dari tahap perencanaan hingga evaluasi. Pada tahap perencanaan dilakukan studi dan assessment, belajar dari pratktik baik yang telah dilakukan, FGD, dan pelibatan multistakeholders, untuk mengetahui potensi dan masalah serta menjadi bahan pembuatan roadmap program yang berorientasi pada SDGs. Pada implementasi program,  dilakukan peningkatan kapasitas masyarakat dengan penyadaran, peningkatan infrastruktur berbasis kebutuhan dan inovasi, pendampingan teknis melalui pertemuan PKK maupun lainnya, serta membangun kesepakatan bersama atau visi untuk pencapaian tujuan. Dalam mencapai tujuan, monitoring dan evaluasi (monev) dilakukan setiap bulan agar dapat mengetahui progress program dan menyelesaikan hambatan yang ada. Dalam tahap monev ini, bekerja sama juga oleh stakeholders lainnya. Harapannya, manfaat program dapat dirasakan oleh berbagai stakeholders. Terakhir, knowledge management yang bertujuan agar setiap pencapaian program dapat diceritakan kembali dan dibagikan. Hal ini dilakukan dengan mencatat perubahan signifikan dan publikasi, seperti melalui jurnal ilmiah.
Olahkarsa on
Uncategorized

Pemetaan Sosial (Social Mapping) sebagai Landasan Perencanaan Program CSR

Kesadaran perusahaan untuk melakukan tanggung jawab sosial perusahaan saat ini sudah jauh lebih baik. Selain karena adanya dorongan regulasi, aktifitas bisnis yang dijalankan secara lebih fair dan beretika, telah terbukti bisa memberikan banyak keuntungan, tidak hanya bagi perusahaan dan masyarakat lokal, tapi juga bagi kelestarian lingkungan, baik secara langsung, maupun tidak langsung. Dalam pelaksanaan program CSR diperlukan beberapa langkah yang harus dilalui. Salah satunya yaitu social mapping sebagai langkah awal dalam perencanaan pekasanaan program CSR sangat diperlukan. Agar nantinya program CSR yang dijalankan tidak alakadarnya, tidak bersifat parsial, sehingga menyebabkan pelaksannya tidak efisien. Pemetaan sosial bertujuan untuk memahami dan mendapatkan gambaran untuk kondisi masyarakat lokal. Kegiatan ini sangat penting untuk dilakukan karena setiap masyarakat memiliki kondisi sosial dan potensi yang berbeda. Melalui pemetaan sosial dapat diketahui need assessment dari masyarakat. Untuk melaksanakan pemetaan sosial, bisa dikerjakan sendiri oleh perusahaan atau bisa juga dilakukan oleh konsultan ahli yang ditunjuk sebagai konsultan pelaksana. Melalui pemetaan sosial ini nantinya akan mengenali stakeholders (individu, kelompok, organisasi) dan mekanisme pembahasan kepentingan publik, potensi wilayah, masyarakat rentan, masalah sosial, dll. Pemetaan sosial ini mampu memberikan gambaran yang lebih transparan, spesifik, terukur, dan mampu menggali kebutuhan masyarakat secara partisipatif. Dokumen pemetaan sosial ini menjadi acuan utama penyusunan rencana strategis dan program CSR perusahaan. Masalah sosial dan konflik dapat dicegah apabila perusahaan melakukan dan menerapkan program CSR yang bersifat bottom up yang artinya sesuai dengan keinginan, potensi dan kemampuan masyarakat. Tujuan Pemetaan Sosial Disisi lain, pemetaan sosial dimaksudkan untuk memotret atau menggambarkan keadaan masyarakat dan kemudian melakukan need assessment, atau mencari apa yang menjadi keinginan dan kebutuhan masyarakat. Pemetaan meliputi kegiatan membuat peta yang diawali dengan melakukan survey, wawancara, observasi kemudian disajikan dalam bentuk gambar atau bentuk miniatur yang mudah dipahami dan dimengerti oleh masyarakat. Pemetaan sosial yang telah dilakukan, diharapkan dapat membantu perusahaan dalam melaksanakan program CSR untuk masyarakat di sekitar perusahaan dan lingkungan.  Tujuan pemetaan adalah: 1. Mengetahui sebaran pemukiman penduduk berdasarkan tingkat kesejahteraannya 2. Mengetahui sebaran sumber daya alam, sarana prasarana yang ada di desa 3. Mempelajari keadaan masyarakat yang menyangkut akses dan kontrol terhadap sarana umum yang ada 4. Mempelajari keadaan masyarakat menyangkut akses dan kontrol terhadap sumber daya alam dan sumber daya lainnya di masyarakat. 5. Membuat peta sosial atau peta lokasi untuk perencanaan program CSR memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat lokal. Author: Lilik Handayani
Olahkarsa on
Mengenal Apa Itu SROI - Pengertian dan Prinsip
Uncategorized

Mengenal Apa Itu SROI – Pengertian dan Prinsip

“SROI telah membantu kami mengembangkan hubungan berkelanjutan dengan para pemangku kepentingan yang menunjukkan bahwa kami mendengarkan kebutuhan mereka dan sekarang kami dapat melaporkan bagaimana pekerjaan kami berdampak pada kehidupan mereka dan kehidupan orang lain.”

Maeve Monaghan, Director, NOW Project
Keberhasilan suatu program CSR tentunya dapat diukur dengan mengetahui manfaat suatu program di masyarakat. Metode yang dapat digunakan untuk mengukur dampak sosial dari program CSR adalah Social Return On Investment (SROI). Pengukuran program CSR dapat membantu perusahaan untuk memahami bagaimana mengelola nilai sosial, lingkungan dan ekonomi yang dihasilkannya. Dengan menggunakan SROI, perusahaan mengetahui nilai dampak positif dari program CSR khususnya bagi masyarakat dan efektivitas investasi sosial yang telah dikeluarkan oleh perusahaan.

Apa itu Social Return on Investment (SROI)?
Social Return on Investment (SROI) adalah sebuah kerangka kerja untuk mengukur dan memperhitungkan konsep nilai yang jauh lebih luas yang bertujuan untuk mengurangi ketidaksetaraan dan degradasi lingkungan serta meningkatkan kesejahteraan dengan memasukkan biaya dan manfaat sosial, lingkungan, dan ekonomi. SROI mengukur perubahan dengan cara yang relevan dengan organisasi yang mengalami atau berkontribusi pada suatu program tentang bagaimana perubahan diciptakan dengan mengukur hasil sosial, lingkungan dan ekonomi dan menggunakan nilai moneter untuk merepresentasikannya. Hal ini memungkinkan untuk menghitung rasio manfaat dan biaya. Misalnya, rasio 3:1 menunjukkan bahwa investasi sebesar 1 juta menghasilkan nilai sosial sebesar 3 juta.

SROI adalah tentang nilai, bukan uang. Uang hanyalah satu unit umum dan dengan demikian merupakan cara yang berguna dan diterima secara luas untuk menyampaikan nilai. Perkiraan SROI sangat berguna dalam tahap perencanaan suatu kegiatan. SROI dapat membantu menunjukkan bagaimana investasi dapat memaksimalkan dampak dan juga berguna untuk mengidentifikasi apa yang harus diukur setelah proyek berjalan dan berjalan.
Jenis Penghitungan SROI
Ada dua jenis SROI yang biasanya digunakan untuk mengukur suatu program, yaitu

Evaluatif
Pengukuran SROI dilakuakan berdasarkan hasil aktual yang telah terjadi selama kurun waktu suatu program telah diimplementasikan.

Prakiraan (Forecast)
Berbeda dengan eveluatif, pengukuran SROI menggunakan tipe forecast dilakukan untuk memprediksi seberapa besar nilai sosial akan tercipta jika kegiatan memenuhi hasil yang diinginkan. Biasanya penghitungan dilakukan untuk jangka waktu 1 sampai 5 tahun kedepan.
Prinsip SROI

Social Return on Investment (SROI) dikembangkan dari akuntansi sosial dan analisis biaya-manfaat dan didasarkan pada tujuh prinsip. Prinsip-prinsip tersebut adalah:

Melibatkan stakeholder (Involve stakeholders), informasikan kepada pemangku kepentingan program, apa saja objek yang diukur untuk menjadi suatu nilai, bagaimana pengukurannya sehingga pemangku kepentingan memahami dan mengungkapkan informasi atau perubahan yang terjadi dan itu dikonversikan kedalam rupiah.
Memahami perubahan yang terjadi (Understand what changes), mengartikulasikan bagaimana perubahan dibuat dan mengevaluasinya melalui bukti yang dikumpulkan. Perubahan adalah kontribusi para pemangku kepentingan, dan sering dianggap sebagai hasil sosial, ekonomi atau lingkungan.
Menghargai hal yang bersifat penting (value the things that matter), gunakan financial proxy agar nilai atau outcome dapat dikenali seperti peningkatan upah, peningkatan produksi, penghematan biaya dan lain-lain.
Hanya menyertakan sesuatu yang penting (only include what in material), tunjukkan bukti perubahan dan dampak yang dapat terukur dan masuk akal.
Jangan mengklaim secara berlebihan (do not overclaim), klaim nilai outcome dengan tolak ukur yang dapat dipertanggungjawabkan dan dampak tersebut berasal dari program itu, perhatikan juga pertimbangan dari kontribusi pihak lain diluar nilai investasi program.
Transparan (transparent), tunjukkan dasar perubahan, dampak dan perhitungan yang akurat, jujur, dan kredibel dengan pemangku kepentingan.
Selalu memverifikasi hasil (Verify the result), berikan jaminan tentang independent dan dan tanggung jawab pelaksana studi SROI terhadap perhitungan yang telah dilakukan untuk menghilangkan subjektif.

Olahkarsa on
Kenali Apa Itu Sustainability Compass dan Kegunaannya
CSR, Sustainability

Kenali Apa Itu Sustainability Compass dan Kegunaannya

Kenali apa itu Sustainability Compass? Alat ini adalah suatu tool (alat) untuk organisasi/institusi yang berorientasi pada sustainability ( keberlanjutan). Alat ini membantu menyatukan organisasi dan stakeholder dengan pemahaman yang sama tentang keberlanjutan, dan visi bersama untuk mencapainya. Pertama kali dikembangkan oleh Alan AtKisson pada tahun 1997, Sustainability Compass ini telah digunakan oleh perusahaan, komunitas, organisasi, sekolah, dan universitas di seluruh dunia. Kenali Apa Itu Sustainability Compass dan SDGs Sustainability Compass sangat intuitif sehingga siapa pun dapat menggunakannya, bahkan jika mereka tidak mengerti apa artinya “keberlanjutan”. Utara, Timur, Selatan dan Barat digantikan oleh empat dimensi keberlanjutan: Alam, Ekonomi, Masyarakat, Kesejahteraan. Sustainability Kompas juga merupakan alat yang ampuh yang membantu orang memahami dan menavigasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan global (17 SDG). Jika kalian seorang guru atau profesional pendidikan, kami sangat merekomendasikan program pelatihan yang disediakan oleh Kompas Pendidikan. Untuk pelatihan profesional dalam penggunaan Kompas dengan perusahaan atau institusi, silakan kunjungi AtKisson.com (pencipta Kompas Keberlanjutan), situs web Center for Sustainability Transformation, atau compasseducation.org. Baca juga: 3 Cara Mengembangkan Strategi Sustainability Perusahaan: Ambisi dan Transisi Langkah Awal Sustainability Compass Planet kita menghadapi tantangan ekonomi, sosial dan lingkungan yang sangat besar. Untuk mengatasi hal ini, Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs) menetapkan prioritas dan aspirasi global untuk tahun 2030. Mereka mewakili peluang yang belum pernah terjadi sebelumnya untuk menghilangkan kemiskinan ekstrem dan menempatkan dunia pada jalur yang berkelanjutan. Ada lima langkah umum bagi perusahaan untuk memaksimalkan kontribusi mereka terhadap SDGs. Perusahaan dapat menerapkan lima langkah ini untuk menetapkan atau menyelaraskan arah mereka, tergantung di mana mereka berada dalam perjalanan memastikan bahwa keberlanjutan adalah hasil dari strategi bisnis inti Pemerintah di seluruh dunia telah menyetujui tujuan ini. Sekarang saatnya bagi bisnis untuk mengambil tindakan. Kompas SDG menjelaskan bagaimana SDG memengaruhi bisnis kita, menawarkan alat, dan pengetahuan untuk menempatkan keberlanjutan di jantung bisnis strategi kita. Baca juga: Ingin Sukses Menjadi Chief Sustainability Officer? Yuk Kenali Peran CSO! Pengembangan Sustainability Compass Kompas Keberlanjutan juga dikembangkan pada tahun 2015 oleh tim penelitian dan pengembangan ASSA ABLOY di Swedia, dan terintegrasi penuh ke dalam perusahaan pada tahun 2017. Alat ini berfungsi sebagai representasi visual dari delapan aspek keberlanjutan mendasar dari semua proyek baru selama tahap pengembangannya. Pandangan ini mengukur bahan mentah, air, bahan murni, penggunaan kembali di akhir masa pakai, daur ulang, konsumsi energi dalam masa pakai, jejak karbon, dan biaya keuangan dari semua produk baru. Tujuan utama Kompas adalah untuk membangkitkan kesadaran akan keberlanjutan jangka panjang suatu produk dan menyediakan platform untuk membandingkan implikasi lingkungan dari berbagai desain. Secara keseluruhan, ini memungkinkan tim desain untuk membuat keputusan holistik mengenai desain produk, yang kemudian akan menghasilkan produk yang paling berkelanjutan dan sadar lingkungan. Kompas juga bertindak sebagai tolok ukur keberlanjutan, mendorong produk baru untuk mengungguli produk yang sudah ada di pasaran. Produk ASSA ABLOY terus menjadi lebih ramah lingkungan, ekonomis, dan berkelanjutan. Misalnya, Sustainability Compass telah membantu meningkatkan atribut tertentu dalam produk seperti efisiensi energi dan proporsi suku cadang yang dapat didaur ulang dan digunakan kembali, serta membantu memicu pengurangan limbah dan emisi karbon yang dihasilkan sepanjang siklus hidupnya. Faktor-faktor ini bertindak untuk mengurangi jejak perusahaan dan membantu mengurangi biaya keseluruhan yang terkait dengan pembuatan produk. Baca juga: 5 Faktor Keberhasilan Sustainability 4 Element Sustainability Compass Sustainability Compass terinspirasi dari arah mata angin yang diambil dari bahasa Inggris yaitu North, East, South, West dan menggantinya dengan tetap menggunakan huruf pertama N, E, S, W. Huruf depan tersebut merepresentasikan empat dimensi penting dari keberlanjutan, Nature (alam), Economy (ekonomi) , Society (masyarakat), dan Well-Being (kesejahteraan) N untuk Nature (Alam) – Semua sistem ekologi alami dan masalah lingkungan, dari kesehatan ekosistem dan alam konservasi, hingga penggunaan sumber daya dan limbah. E untuk Economy (Ekonomi) – Sistem manusia yang mengubah sumber daya alam menjadi makanan, tempat tinggal, ide, teknologi, industri, jasa, uang dan pekerjaan. S untuk Society (Masyarakat) – Lembaga, organisasi, budaya, norma, dan kondisi sosial yang membentuk kehidupan kolektif sebagai manusia. W untuk Well-Being (Kesejahteraan) – Kesehatan, kebahagiaan, dan kualitas hidup individu. Keempat kategori ini bersifat umum, tetapi mereka dapat diaplikasikan dengan topik tertentu. Topik ini akan bervariasi, tergantung pada tujuan dalam menggunakan tool Sustainability Compass ini. Namun dalam variasi ini, empat “Titik Kompas” selalu memiliki makna esensial yang sama, karena keberlanjutan selalu melibatkan lingkungan (“N”), ekonomi (“E”), sosial (“S”), dan kesejahteraan manusia (“W “). Baca juga: Bagaimana Peluang Perusahaan Energi untuk Low-Carbon Future Fungsi Sustaibality Compass Secara spesifik dan konkret, organisasi/intitusi dapat menggunakan Sustainability Compass ini untuk melakukan hal berikut: Menjelaskan tentang sustainability (keberlanjutan) kepada semua jenis audiens dalam bahasa yang jelas dan sederhana.Menjelaskan sustainability (keberlanjutan) secara menyeluruh.Memberikan suatu istilah atau bahasa yang sama untuk membahas masalah keberlanjutan.Menyatukan berbagai perspektif tentang sustainability (keberlanjutan) dan memastikan untuk tidak jauh keluar dari 4 dimensi “Kompas Titik”.Membicarakan tentang masalah atau tren yang terkait dengan sustainability (keberlanjutan).Lakukan penilaian keberlanjutan dan analisis kesenjangan untuk perusahaanMemberikan simbol pemersatu untuk program keberlanjutan dan pembangunan berkelanjutanMengumpulkan pemangku kepentingan dan mengelola keterlibatan mereka dalam inisiatif keberlanjutanMengembangkan indikator dan laporan keberlanjutan untuk organisasi, perusahaan, kota, dll. Kompas Keberlanjutan memiliki hak cipta, harus izin untuk menggunakannya (tanpa biaya). Lisensi komersial juga tersedia, dengan biaya yang harus dibayarkan bagi perusahaan dan institusi besar yang ingin mengadopsinya sebagai bagian dari program keberlanjutan atau tanggung jawab perusahaan mereka. Baca juga: 10 Rekomendasi Pekerjaan di Bidang Lingkungan [2022] Penutup Terima kasih telah membaca Kenali Apa Itu Sustainability Compass dan Kegunaannya. Tujuan dari artikel ini adalah untuk mendukung perusahaan dalam menyelaraskan strategi mereka dengan SDGs dan dalam mengukur dan mengelola kontribusi mereka. Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
Olahkarsa on
Uncategorized

“Go Goals!” Permainan Edukatif Bertema Sustainability

Sejatinya, kita semua pasti sudah tak asing lagi dengan board game seperti ular tangga, catur, monopoli, dan sebagainya. Bukan hanya untuk hiburan, permainan semacam itu bisa menjadi sarana edukasi bagi pemainnya. Go Goals! menjadi salah satu alternatif permainan yang mengedukasi pemainnya tentang Sustainable Development Goals (SDGs). Permainan ini bisa menjadi media yang kuat dalam penyampaian isu kompleks program keberlanjutan melalui penyampaian yang lebih sederhana. SDGs 2030 merupakan suatu rencana aksi global yang bertujuan mengatasi permasalahan dunia seperti kemiskinan, ketidaksetaraan, serta perubahan iklim. SDGs berisi 17 tujuan dengan 169 target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030. Go Goals! hadir untuk mengajak anak-anak memahami tujuan pembangunan keberlanjutan, bagaimana dampaknya terhadap kehidupan, serta apa yang perlu dilakukan untuk membantu dan mencapai 17 tujuan pada 2030. Baca juga: Mengenal SDGs (Sustainable Development Goals) Go Goals! dirancang oleh United Nations Regional Information Centre yang dibuat dengan aturan main sederhana dan ramah anak. Permainan ini dimainkan oleh 4 hingga 6 orang dengan durasi sekitar 30 – 40 menit. Aturan main Go Goals! ini hampir sama dengan ular tangga, siapa yang lebih dulu sampai pada kotak 2030 maka ia pemenangnya. Pemain akan dihadapkan pada pertanyaan tentang pendidikan, degradasi lingkungan, pertumbuhan ekonomi, dan isu global lainnya. Maka dari itu, permainan ini bisa dilakukan dengan pendampingan orang tua. Go Goals! memiliki konsep permainan dengan paket yang dirakit sendiri. Unduh permainan, cetak berbagai elemen termasuk papan permainan, kartu pertanyaan, bidak, dan dadu. Potong dan buat game pribadi (pemain bisa mengkreasikan sendiri bidak karakter dan warna dadu). Walaupun Go Goals! ditujukan untuk anak-anak, Go Goals! juga dapat dimainkan generasi muda sebagai sarana meningkatkan kesadaran terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan. Tertarik untuk memainkannya ? Unduh permainan pada go-goals.org
Olahkarsa on
Uncategorized

Kebun Gizi : Sebuah Visi Meningkatkan Kesehatan Hingga Berdampak Ekonomi

Pada tanggal 21 Maret 2021 pukul 10.00 WIB telah dilaksanakan CSR Stories yang keempat dari Olahkarsa yang membahas tentang program CSR yang dilakukan PT Mitsubishi Chemical Indonesia (MCCI), yang berlokasi di Banten. Narasumber CSR Stories kali ini adalah seorang CSR Officer muda dari PT Mitsubishi Chemical Indonesia, yaitu Niken Wulandari. MCCI merupakan anak perusahaan dari Mitsubishi Chemical Holding Corporation (MCHC) di Jepang, yang memproduksi resin Purified Terephtalic Acid (PTA) dan Polyethylene Terephthalate (PET). MCCI melaksanakan program CSR dengan berfokus pada 3 pilar pembangunan berkelanjutan di bidang kesehatan, pendidikan, dan pengembangan ekonomi. Dengan mengadopsi nilai KAITEKI yang mengandung prinsip pembangunan berkelanjutan, MCCI berkomitmen merealisasikannya melalui program CSR yaitu Kebun Gizi. Berdasarkan penuturan CSR Officer MCCI tersebut, perusahaan bersama dengan masyarakat saling bekerjasama mewujudkan program tersebut. Berawal dari adanya proposal dari Puskesmas Grogol meminta bantuan terkait Pemberian Makanan Tambahan (PMT) Posyandu. Perusahaan melakukan FGD dengan para stakeholder kemudian melakukan survei lokasi. MCCI melihat adanya potensi lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pembuatan Kebun Gizi tersebut. Perusahaan bermitra dengan banyak pihak seperti Dinas Kesehatan, Dinas Pertanian, Puskesmas Grogol serta masyarakat itu sendiri. Pada tahap implementasi, perusahaan bekerjasama dengan Dinas pertanian untuk mengadakan pelatihan terkait penanaman yang baik dari mulai bibit hingga berbuah. Perusahaan juga memperhatikan prinsip keberlanjutan program tidak hanya berhenti pada produk mentah saja. MCCI juga melaksanakan pelatihan pengolahan produk guna menambah nilai ekonomi, seperti pelatihan mengolah sayur menjadi keripik. Niken memaparkan, keripik pare menjadi salah satu produk unggulan dari program tersebut. Setelah pelatihan pengolahan produk, MCCI juga mengajak masyarakat belajar bagaimana memasarkan produk. Dengan adanya program ini, perusahaan mengharapkan adanya inovasi dari masyarakat untuk bisa mengembangkan lagi produk olahan lain. Dia menjelaskan bahwa monitoring dan evaluasi penting untuk terus dilakukan dalam rangka menciptakan keberlanjutan program. Keterlibatan stakeholder dari awal tahap perencanaan hingga monitoring bisa menciptakan pemikiran bahwa program yang dilakukan adalah program bersama yang bisa berdampak besar pada pembangunan berkelanjutan. MCCI mengharap adanya keberlanjutan dengan terwujudnya kondisi kesehatan dan gizi masyarakat yang baik, hubungan dengan masyarakat terjalin baik, pengembangan ekonomi, serta terus berinovasi dalam pengembangan masyarakat. CSR Stories kali ini berjalan dengan lancar dan ditutup dengan sesi diskusi tanya jawab serta sharing session antara narasumber dan peserta.
Olahkarsa on
Uncategorized

Kolaborasi Lintas Sektor untuk Penguatan Komoditas Lokal

Olahkarsa hadir dengan event baru, OlahTalks. OlahTalks merupakan webinar yang membahas berbagai hal mengenai teori dan praktik pada bidang Corporate Social Responsibility, Sustainability, dan Community Development yang disampaikan oleh para ahli di bidangnya. OlahTalks perdana ini dilaksanakan pada hari Sabtu, 20 Maret 2021 mengangkat topik Kolaborasi Lintas Sektor untuk Penguatan Komoditas Lokal. Narasumber kali ini ada Didit Susiyanto sebagai CSR Senior Staff PT Bhumi Jati Power dan Basyori Saini sebagai Pendiri sekaligus Managing Director Codiac.id. OlahTalks kali ini dihadiri lebih dari 50 peserta dari berbagai institusi dan perusahaan. Acara dibuka dengan sambutan dari CEO Olahkarsa, Unggul Ananta dan video perkenalan dari Olahkarsa. Kemudian acara dilanjutkan dengan pemaparan dari  Basyori Saini mengenai cara penguatan komoditas lokal, yaitu pemetaan potensi komoditas unggulan daerah dan aset komunitas, mulai dari apa saja potensinya hingga siapa saja yang mengelolanya. Keterlibatan seluruh aktor pun dibutuhkan untuk menghadapi tantangan dan mengembangkan usaha, khususnya bidang agraris. Seluruh program CSR diharapkan dapat berorientasi pada SDGs dengan cara tujuan nomor 17 yaitu kemitraan. Beliau juga memaparkan berbagai metodologi yang dapat digunakan untuk mengetahui komoditas lokal setiap daerah dan melihat peluang untuk dikembangkan lebih lanjut. Didit Susiyanto, yang telah berpengalaman selama 10 tahun dalam bidang CSR, memaparkan mengenai program tanggung jawab sosial perusahaan yang telah dilaksanakan oleh PT Bhumi Jati Power (BJP). Diawali dengan melihat potensi komoditas di Jepara, dimana perusahaan beroperasi, program CSR dilaksanakan berdasarkan hasil social mapping agar tepat sasaran dan dapat berjalan secara berkelanjutan. Ruang lingkup program yang dilaksanakan oleh BJP meliputi lingkungan, pendidikan, kesehatan, sosial, dan ekonomi (pertanian dan peternakan). Tentunya dengan kolaborasi para aktor, mulai dari pemerintah, swasta, akademisi, media, hingga masyarakat dengan tujuan kemandirian masyarakat. OlahTalks kali ini ditutup dengan diskusi, tanya jawab, dan sharing antara narasumber dengan peserta.
Olahkarsa on
Uncategorized

Bukan Halangan, CSR Justru Dibutuhkan Saat Pandemi Covid-19

Opini Komunitas (R. Moch. Khoiruddin). Sudah menjadi rahasia umum jika pandemic Covid-19 berdampak luas terutama pada perekonomian global. Begitu juga produksi berbagai perusahaan pun terganggu. Akibatnya pendapatan perusahaan juga menurut, bahkan beberapa di antaranya merugi. Tetapi, di tengah kesulitan ekonomi tersebut kehadiran perusahaan bagi masyarakat amat dibutuhkan. Apalagi melihat tingginya angka PHK pada awal pandemi tahun kemarin. Tentunya adaptasi program CSR dibutuhkan untuk mengakomodasi kebutuhan masyarakat. Sebelum beranjak lebih tentang bagaimana CSR dapat diterapkan saat pandemi? Perlu terlebih dulu menjawab persoalan mendasar bagi perusahaan. Mengapa perusahaan masih perlu melakukan CSR saat pandemi Covid-19? Mengingat beberapa perusahaan juga merugi karena pandemi yang sama. Untuk menjawab persoalan ini, kita perlu melihat lagi konsep Piramida CSR. Teori ini mengemukakan gagasan tentang empat tingkatan kewajiban perusahan. Di mana perusahaan diwajibkan untuk memenuhi kewajiban paling dasar sebelum menunaikan kewajiban di tingkat atasnya. Baca juga: Mengenal CSR (Corporate Social Responsibility) Pertama, kewajiban atau tanggung jawab ekonomi untuk menghasilkan keuntungan. Perusahaan dituntut agar dapat meningkatkan keuntungan sehingga mereka bisa menjaga keberlangsungan usaha. Kedua, tanggung jawab hukum untuk mematuhi aturan dan regulasi yang berlaku. Regulasi pada satu sisi dapat dipandangan sebagai batasan bagi perusahaan untuk berinovasi. Tetapi pandangan lain justru berpendapat bahwa regulasi bisa memantik semangat kebaikan sosial perusahaan. Ketiga, tanggung jawab etis yang mana perusahaan diharapkan melakukan apa yang benar meskipun tidak diwajibkan oleh hukum. Tanggung jawab ini memandang bisnis atau usaha adalah bagian dari warga negara, karena itu dapat dituntut oleh kewarganegaraannya. Keempat, tanggung jawab filantropis untuk berkontribusi pada proyek masyarakat meskipun mereka tidak bergantung pada bisnis tertentu. Perusahaan dapat membantu proyek masyarakat setempat meskipun tidak berkaitan dengan bisnis dari perusahaan yang bersangkutan. Menurut konsep Piramida CSR, perusahaan mesti terlebih dulu memenuhi tanggung jawab ekonomi sebelum tanggung jawab hukum. Lalu hal ini berlanjut ke tanggung jawab etis dan tanggung jawab filantropis. Hal ini berarti ketika perusahaan mengalami kerugian karena pandemi, maka perusahaan diperbolehkan untuk tidak mematuhi tanggung jawab hukum. Dengan kata lain, perusahaan diperbolehkan tidak melakukan CSR sebagaimana dituntut oleh Undang-Undang. Baca juga: Menyelaraskan Konsep Shared Value pada Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Implikasinya, perusahaan juga diperbolehkan melanggar hukum demi bisa mengubah kerugian menjadi keuntungan. Problem ini kemungkinan besar dialami oleh banyak perusahaan. Dari problem ini dapat diketahui bahwa ada ketegangan antara tanggung jawab ekonomi dan tanggung jawab hukum. Jawaban dari persoalan di atas bergantung pada bagaimana kasus yang dihadapi oleh perusahaan? Meskipun begitu, dapat disepakati bahwa pandemi Covid-19 adalah penyebab dari kerugian perusahaan. Karena itu akan sangat masuk akal jika perusahaan justru berpartisipasi dalam menanggulangi pandemi Covid-19. Perusahaan bisa tetap melakukan CSR denga tujuan untuk meminimalisasi dampak pandemi. Sebaliknya, jika perusahaan tetap tidak melakukan CSR dan memilih untuk mengamankan uangnya untuk kegiatan ekonomi. Kemungkinan besar itu tidak memiliki pengaruh apapun pada neraca keuangan. Terlebih pandemi kemungkinan akan terus berlangsung dan perusahaan pun akan terus menerus merugi. Singkatnya, mengedepankan keuntungan jangka pendek pada akhirnya merugikan dalam jangka panjang. Dengan alasan untuk mengejar keuntungan jangka panjang inilah perusahaan dapat dikatakan telah memenuhi tanggung jawab ekonomi. Karena itu, perusahaan dapat memenuhi tanggung jawab hukum dengan melaksanakan program CSR. Apalagi seperti yang sudah disebutkan, program CSR dapat meminimalisasi dampak pandemi. Sehingga pandemi diharapkan segara berakhir dan kondisi perekonomian dapat kembali seperti sebelumnya. Apa yang bisa diambil dari problem di atas adalah sewaktu pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, kegiatan CSR justru dibutuhkan dan sangat rasional bagi masa depan perusahaan. Penulis: R. Moch. Khoiruddin
Olahkarsa on
Uncategorized

Mengenal CSR (Corporate Social Responsibility) – Pengertian, Manfaat, dan Konsep CSR

Perusahaan hendaknya memandang pelaksanaan CSR sebagai suatu kebutuhan bagi perusahaan, bukan sebuah keterpaksaan karena telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2012 tentang Perseroan Terbatas mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). Penerapan CSR dapat dijadikan strategi bisnis perusahaan yang pada akhirnya berfungsi sebagai sarana meningkatkan citra dimata masyarakat. CSR merupakan investasi jangka panjang yang apabila dilakukan secara konsisten akan menciptakan hubungan yang harmonis dengan masyarakat. Baca juga: Rahasia Badak LNG Raih PROPER Emas dalam Satu Dekade Apa itu CSR? CSR (Corporate Social Responsibility) adalah suatu konsep atau tindakan yang dilakukan oleh perusahaan sebagai rasa tanggung jawab perusahaan kepada semua stakeholders (pemangku kepentingan) seperti konsumen, karyawan, pemegang saham, komunitas dan juga lingkungan dalam segala aspek operasional yang melingkupi aspek ekonomi, sosial dan lingkungan. CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan. CSR adalah model bisnis yang mempromosikan kontribusi bisnis untuk pembangunan berkelanjutan yaitu, ia menciptakan keseimbangan antara kepentingan ekonomi, kebutuhan lingkungan dan harapan sosial dengan mengintegrasikan semangat Pembangunan Berkelanjutan ke dalam strategi bisnis. Pengertian CSR Menurut Para Ahli 1. Menurut Kast (2003:212) Mendefinisikan Tanggung jawab sosial (Social Responsibility) sebagai bentuk keterlibatan dari organisasi dalam upaya mengatasi kelaparan dan kemiskinan, mengurangi  pengangguran dan tunjangan untuk pendidikan dan kesenian. Hal ini didasari pemikiran bahwa semua organisasi adalah sistem yang bergantung pada lingkungannya dan karena ketergantungan itulah maka suatu organisasi perlu memperhatikan pandangan dan harapan masyarakat. 2. The World Business Council for Sustainable Development  Mendefinisikan CSR sebagai suatu komitmen bisnis untuk berkontribusi dalam pembangunan ekonomi berkelanjutan, bekerja dengan karyawan perusahaan, keluarga karyawan tersebut, berikut komunitas setempat (lokal) dan masyarakat secara keseluruhan dalam rangka meningkatkan kualitas hidup. Manfaat CSR 1. Bagi Masyarakat Meningkatnya kesejahteraan masyarakat dan lingkungan sekitarAdanya beasiswa untuk anak tidak mampu di daerah tersebutMeningkatnya pemeliharaan fasilitas umumAdanya pembangunan desa/fasilitas masyarakat yang bersifat sosial dan berguna untuk masyarakat banyak khususnya masyarakat yang berada di sekitar perusahaan tersebut berada 2. Bagi Perusahaan/Organisasi Meningkatkan citra perusahaanMengembangkan kerja sama dengan stakeholders (pemangku kepentingan)Memperkuat brand merk perusahaan dimata masyarakatMembedakan perusahan tersebut dengan para pesaingnyaMemberikan inovasi bagi perusahaan Baca juga: Mengenal Triple Bottom Line, Konsep CSR yang Banyak Dipakai Perusahaan Konsep CSR Konsep CSR selalu berkembang pada setiap tahunnya, hal ini dipengaruhi oleh perubahan pola pemikiran para pelaku bisnis dan masyarakat pada umumnya. Banyak pelaku bisnis menggunakan konsep Triple Bottom Line dalam menjalankan setiap program CSR dengan tujuan untuk menjaga stabilitas antara People, Planet dan Profit. Profit atau keuntungan merupakan tujuan dasar dalam setiap kegiatan usaha. Kegiatan perusahaan untuk mendapatkan profit setinggi-tingginya dengan cara meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya. People atau masyarakat merupakan stakeholders yang bernilai bagi perusahaan, karena sokongan masyarakat sangat dibutuhkan bagi keberadaan, kontinuitas hidup dan kemajuan perusahaan. Profit atau keuntungan yang merupakan hal yang utama dari dunia bisnis membuat perusahaan sebagai pelaku industri hanya mementingkan keuntungan tanpa melakukan usaha apapun untuk melestarikan lingkungan.
Olahkarsa on
Menyelaraskan Konsep Shared Value pada Tanggung Jawab Sosial Perusahaan
CSV

Menyelaraskan Konsep Shared Value pada Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Menyelaraskan Konsep Shared Value pada Perusahaan Creating Shared Value/CSV (mewujudkan nilai bersama) merupakan konsep yang diperkenalkan oleh Michæl E. Porter dan Mark R. Kramer (2011)  untuk merespon kepungan kritik terhadap dunia usaha yang disebabkan oleh dua hal. Pertama, pelaku bisnis semakin dipandang sebagai penyebab utama masalah sosial, lingkungan, dan ekonomi. Perusahaan telah memperoleh kemakmuran dari bisnisnya dengan mengorbankan masyarakat dan lingkungan di mana manusia tersebut tinggal. Kedua, program-program konvensional dalam rangka tanggung jawab sosial perusahaan  (corporate social responsibility/CSR) ternyata tidak mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Hal ini disebabkan pilihan program CSR yang didominasi jenis karitatif dan infrastruktur. Program ini tidak dikaitkan dengan tema yang lebih menyeluruh untuk mendukung penghidupan berkelanjutan  (sustainable livelihood) masyarakat. Akibatnya, program CSR tidak mampu memandirikan/memberdayakan masyarakat, bahkan sebaliknya menimbulkan ketergantungan. CSV diartikan sebagai kebijakan dan praktik dunia usaha yang meningkatkan daya saingnya sekaligus memajukan kondisi ekonomi dan sosial masyarakat di sekitar tempat mereka beroperasi Sebagai strategi bisnis, CSV menekankan pentingnya memasukkan masalah dan kebutuhan sosial dalam perancangan strategi perusahaan. Melalui CSV, perusahaan membuktikan bermanfaat secara ekonomi dan sosial untuk masyarakat, serta berkontribusi terhadap pemecahan masalah sosial. Dengan demikian, pilihan programnya tidak mungkin jika hanya bersifat karitatif dan infrastruktur. Pilihan program harus melibatkan partisipasi aktif masyarakat untuk mengoptimalkan potensi lokal, mewujudkan kemandirian dan bermuara pada kesejahteraan. Program tersebut juga harus memberi kontribusi terhadap keberlangsungan perusahaan, bisa dari sisi ketersediaan bahan baku, memperluas pasar, dan lain-lainnya. Praktik menyelaraskan konsep shared value (SV) sudah dilakukan oleh berbagai kalangan dunia usaha Sebagai contoh, perusahaan minyak pelumas telah melakukan pemetaan sosial dan mengidentikasi permasalahan sosial. Dengan banyaknya generasi muda yang menganggur, memunculkan masalah sosial lanjutan seperti mabuk, perkelahian, dan tindakan kriminal. Pemetaan sosial tersebut juga memperoleh temuan banyaknya kendaraan bermotor di dærah tersebut. Atas dasar hasil penelitian ini, maka perusahaan merancang program bersama dengan masyarakat dan menghasilkan kesepakatan program pemberdayaan generasi muda melalui penciptaan peluang usaha perbengkelan motor. Program ini bekerja sama dengan mitra-mitra strategis seperti SMK atau Perguruan Tinggi bidang permesinan, Balai Latihan Kerja milik Dinas Tenaga Kerja, dan bengkel-bengkel milik warga sebagai tempat magang. Melalui serangkaian latihan, generasi muda peserta program memperoleh bekal pengetahuan dan keterampilan tentang perbengkelan Setelah pelatihan, dia akan magang di bengkel milik warga agar semakin memahami keterkaitan materi pelatihan dengan realita lapangan. Pada akhirnya, anak muda ini membuka bengkel sendiri dan menggunakan produk pelumas dari perusahaan yang telah menciptakan peluang kerja baginya. Dengan demikian, perusahaan telah berkontribusi memecahkan masalah sosial, meningkatkan perekonomian warga, sekaligus menjamin penetrasi pasar atas produknya. Contoh pertama menunjukkan keuntungan bagi perusahaan dalam bentuk perluasan pasar bagi produknya. Sedangkan contoh kedua ini terletak pada jaminan atas pemenuhan bahan baku perusahaan. Praktik ini dilakukan oleh perusahaan susu yang membutuhkan susu segar dari peternakan sapi perah sebagai bahan dasar pembuatan susu bubuk, susu kental dan produk lainnya. Pasokan susu segar tersebut harus rutin agar perusahaan dapat terus berproduksi, dengan kualitas sesuai standar yang ditentukan untuk menjamin ciri khas perusahaan tersebut bisa terjaga. Oleh sebab itu, perusahaan merumuskan program pemberdayaan bagi masyarakat di bidang peternakan sapi perah.  Rangkaian kegiatan dalam program ini ditujukan tidak sekedar menciptakan peluang usaha peternakan, atau mengembangkan yang sudah ada, tetapi juga peternakan yang berpengetahuan sehingga menghasilkan produk yang berkualitas. Susu hasil peternakan ini dibeli oleh perusahaan sehingga terjadi hubungan bisnis yang saling menguntungkan bagi kedua belah pihak. Sebagian perusahaan mudah mempraktikkan SV, tetapi sebagian lain kesulitan menemukan program yang bisa memberi keuntungan sosial dan ekonomi bagi kedua belah pihak Kedua contoh tersebut di atas bisa terjadi karena jenis produk perusahaan yang bisa dikaitkan dengan aktivitas di masyarakat.  Bagi perusahaan lain, hal seperti ini bukan persoalan yang mudah. Perusahaan minyak dan gas akan kesulitan menemukan program SV yang ideal, yang harus dihubungkan dengan strategi bisnis secara menyeluruh. Hal yang sama dialami oleh perusahaan tambang dan pembangkit listrik. Akhirnya, pilihan bentuk SV memang tidak bisa meliputi siklus bisnis secara utuh, tetapi secara parsial. Misalnya, program penciptaan peluang usaha dalam bentuk UMKM makanan ringan, sebagian dari produk tersebut dibeli perusahaan untuk memenuhi kebutuhan snack/makanan ringan untuk rapat yang hampir setiap hari dilaksanakan. Perusahaan bisa menghitung efesiensi dengan mengonsumsi snack produksi UMKM yang harganya tentu lebih murah dibandingkan yang diproduksi oleh perusahaan makanan ringan dan dijual di toko-toko besar. Tentu saja, UMKM tersebut jangan sekedar memenuhi kebutuhan snack perusahaan, karena justru akan menimbulkan ketergantungan. Mereka harus didorong untuk ekspansi pasar sehingga produknya semakin laris diterima berbagai pihak. CSV memang telah menawarkan strategi alternatif dalam implementasi tanggung jawab sosial perusahaan Tetapi, strategi ini perlu ditinjau pula secara kritis. Pertama, strategi ini bias ekonomi. Program apapun yang dilakukan dalam rangka SV harus bisa dikalkulasi keuntungannya secara ekonomis bagi perusahaan dan masyarakat. Hal ini bisa berbahaya jika dunia usaha memaknainya bahwa program yang dilakukan untuk pengembangan masyarakat harus memberi kontribusi ekonomi baginya. Sebagai ilustrasi, perusahaan minyak pelumas tidak tertarik mengembangkan program di bidang pertanian, meskipun di wilayah setempat banyak potensi di bidang itu, yang jika difasilitasi dengan serius bisa meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Alasannya, program di bidang pertanian tidak memberi kontribusi ekonomi bagi perusahaan minyak pelumas. SV hanya diterapkan dalam hubungan bisnis antara perusahaan dan masyarakat penerima manfaat saja Oleh karena perusahaan telah berperan dalam mengembangkan peluang usaha masyarakat, maka kemudian mereka membuat aturan-aturan yang membatasi ruang gerak penerima manfaatnya. Sebagai contoh, perusahaan minyak pelumas melarang bengkel warga menjual produk perusahaan lain. Perusahaan susu melarang peternak menjual susu segar ke pasar di luar perusahaan. Aturan seperti ini akan menimbulkan ketergantungan dan lambat laun justru akan mematikan usaha masyarakat. Bengkel warga menjadi sepi karena pilihan konsumen atas minyak pelumas terbatas jenisnya. Peternak susu akan kesulitan memasarkan produknya jikalau suatu saat perusahaan tersebut tutup. Oleh sebab itu, perusahaan tetap memberi kebebasan pada para penerima manfaat programnya untuk melakukan strategi perluasan pasar untuk memperoleh keuntungan yang lebih besar dan menjamin keberlanjutan bisnisnya. Ketiga, masih ada perusahaan yang berpendapat bahwa merekrut sebanyak-banyaknya masyarakat setempat sebagai pegawai merupakan SV yang terbaik Dunia usaha memang harus membuka peluang bagi masyarakat setempat untuk berkompetisi menjadi pekerja. Bahkan, jika perlu ada kebijakan afrmatif untuk masyarakat setempat bisa mengakses lebih mudah menjadi pekerja perusahaan. Tetapi, hal itu harus dilakukan secara proporsional. Membuka peluang sebanyak-banyaknya masyarakat setempat untuk menjadi pegawai bisa berbahaya dalam jangka panjang, terutama bagi perusahaan yang berbahan baku sumber daya tak terbarukan. Jika suatu saat perusahaan tersebut tutup, maka akan dikemanakan masyarakat setempat yang mengalami pemutusan hubungan kerja? Jadi, pilihan bagi perusahaan sebagian pekerjanya adalah masyarakat setempat, tetapi yang jauh lebih banyak dilakukan adalah memfasilitasi optimalisasi potensi-potensi lokal sehingga bisa menjadi basis penghidupan berkelanjutan masyarakat. Baca juga: Apa Saja Keuntungan PROPER bagi Perusahaan? Keempat, CSV dimaknai sebagai hubungan antara perusahaan dengan masyarakat semata Pemerintah masih diabaikan, jikalau dilibatkan pun terbatas pada hal-hal yang teknis, misalnya sebagai  trainer dalam pelatihan. Padahal, pemerintah yang memiliki legitimasi untuk mengelola negara dan semua entitas yang ada di dalamnya. Dengan demikian, melibatkan pemerintah berarti adalah mensinergikan program masing-masing menjadi suatu gerakan bersama untuk memberdayakan dan menyejahterakan masyarakat. Perusahaan harus mencermati rencana strategis pembangunan yang telah dirumuskan pemerintah, sehingga program-program CSR dikaitkan dengan Renstra tersebut. Kolaborasi pemerintah, dunia usaha dan masyarakat harus dilakukan dalam tiap tahapan program pengembangan masyarakat, sejak dari perencanaan, pelaksanaan dan monitoring-evaluasi. Untuk mewujudkan itu, dibutuhkan organisasi pemerintah yang mampu menjadi koordinator aktif dalam suasana yang membuat dunia usaha dan masyarakat nyaman dalam kerja sama tersebut. Baca juga: Perbedaan CSR dan CSV, Catat Ya! Mendorong dunia usaha agar melakukan kontribusi pada masyarakat dalam aspek sosial dan ekonomi melalui program pengembangan masyarakat, merupakan salah satu tujuan PROPER Pembelajaran yang diperoleh perusahaan melalui PROPER, telah menggeser orientasi programnya yang semula bersifat karitatif  (charity) menjadi pemberdayaan masyarakat  (empowerment). Lebih dari itu, PROPER juga mendorong kemitraan antaraktor melalui kolaborasi pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan monitoring-evaluasi program pengembangan masyarakat. Masing-masing aktor tersebut memiliki visi dan misi yang sama untuk mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat. Jika energi tersebut disatukan, tentu menjadi kekuatan yang besar untuk akselerasi serta peningkatan kuantitas dan kualitas program. Pemerintah perlu memegang inisiatif untuk melakukan konsolidasi antaraktor dengan mengedepankan prinsip kesataraan, tidak ada yang mendominasi dan didominasi. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), melalui PROPER, telah memberi contoh kolaborasi antaraktor yang partsipatifdan produktif. KLHK menggandeng pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, perguruan tinggi dan berbagai pihak terkait lainnya untuk melakukan proses pembelajaran bersama dengan dunia usaha. Kerja kolaboratif dalam PROPER ini dimaksudkan untuk mewujudkan tatakelola dunia usaha yang perduli pada lingkungan dan manusia, menjamin  keberlanjutan bagi semua, baik dari sisi proft, planet maupun people. Baca juga: 20 Perusahaan Indonesia yang Menerapkan CSV Versi Olahkarsa Kesimpulan Jika dilihat dari aspek pembiayaan, kegiatan CSR dilakukan dengan dana yang sudah dialokasikan khusus. Pada CSV, perusahaan tidak menerapkan anggaran khusus untuk kegiatan tanggung jawab sosialnya. Anggaran khusus diambil dari keseluruhan anggaran yang menjadi bagian dari setiap fungsi dan aktivitas. CSR menilai kebutuhan sosial sebagai aktivitas tambahan bagi bisnisnya. Penciptaan shared value merupakan bagian integral perusahaan yang juga strategi daya saing mereka. Berbeda dengan CSR, konsep CSV belum memiliki pedoman kerangka pelaporan secara resmi. Dapat disimpulkan bahwa, konsep menyelaraskan konsep shared value pada tanggung jawab sosial perusahaan ini merupakan pengembangan dari konsep CSR. Tanggung jawab sosial perusahaan merupakan sebuah kewajiban dan kebutuhan perusahaan dalam penciptaan nilai ekonomi bersamaan dengan penciptaan nilai bagi masyarakat. Terima kasih telah membaca Menyelaraskan Konsep Shared Value pada Perusahaan. Kami harap panduan ini membantu kita semua untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang cara kerja CSV dan CSR. Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
Olahkarsa on
Community Development, CSR, Sustainability

Keterlibatan Program CSR untuk Memperkuat UMKM

Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di Indonesia merupakan kontributor pertumbuhan ekonomi nasional. Akan tetapi, masih banyak kendala dalam pengembangannya, seperti tidak efektifnya pola kemitraan, serta pengembangannya tidak sesuai harapan. Oleh karena itu, artikel ini bertujuan untuk mengetahui pelaksanaan model kemitraan antara pengusaha UMKM dengan usaha skala sedang dan besar yang telah berjalan selama ini, keterlibatan pemerintah daerah dalam pelaksanaan model kemitraan, hambatan yang dihadapi dalam pelaksanaan model kemitraan, serta bagaimana pengembangan model kemitraan UMKM dengan usaha skala sedang dan besar. Pelaksanaan model kemitraan antara pengusaha UMKM dengan usaha skala sedang dan besar selama ini ditingkatkan dengan melibatkan perusahan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Keterlibatan pemerintah daerah juga melalui peraturan dengan konsep kemitraan pengusaha UMKM dengan perusahaan sedang dan besar. Hambatan-hambatan yang dihadapi di antaranya koordinasi antar stakeholder masih belum optimal. Dengan peningkatan kemitraan UMKM dengan usaha sedang dan besar diharapkan dapat mengatasi hambatan yang ada seperti keterbatasan sumber daya. Keterlibatan program CSR Untuk menanggulangi hal tersebut, maka dibutuhkan sebuah pengembangan dalam hal relasi kemitraan antara UMKM dan Usaha Skala Sedang dan Besar. Salah satu program yang sekiranya mampu untuk dijadikan perantara pengembangan tersebut adalah program Corporate Social Responsibility (CSR). Program CSR sendiri merupakan produk dari kritik penganut teori ketergantungan dan keterbelakangan pada tahun 1960-an. Penganut ini menyikapi bahwa perkembangan ekonomi masyarakat negara sedangberkembang (developing) dan tidak berkembang (underdeveloped) merupakan produk relasi yang timpang. Program ini dirasa mampu untuk dijadikan perantara pengembangan UMKM (Albar, 2011; Castle, 1982). Pelaksanaan CSR ini diimplementasikan pada hubungan triadik yang melibatkan pemerintah, perusahaan dan masyarakat sipil, serta irisan dari ketiganya. Bila mengikuti gambaran atas hubungan tersebut, kebijakan publik CSR dikembangkan oleh pemerintah untuk meningkatkan tanggungjawab sosialnya, sedangkan dalam relasi dunia bisnis dan pemerintah, kebijakan publik ini dirancang untuk meningkatkan kegiatan praktis CSR pada dunia usaha. Di dalam hubungan antara pemerintah dan masyarakat, kebijakan publik dikembangkan untuk meningkatkan kesadaran stakeholder masyarakat Sipil. Kebijakan publik CSR juga harus mendukung kolaborasi antara pemerintah, pelaku usaha dan masyarakat (Albareda, et al., 2007). Baca juga: Mengapa Perusahaan Perlu Beralih dari CSR Menjadi ESG? Keterlibatan program CSR ini mendorong pelaku usaha yang dilibatkan mengembangkan pengelolaan perusahaan (corporate governance) yang lebih efisien CSR juga mengurangi kecemasan kegagalan finansial (Gangi, et al., 2018). Di Colombia, penerapan CSR juga memberikan berbagai keuntungan pada berbagai lapisan, termasuk usaha mikro dan kecil. Melalui CSR, usaha mikro dan kecil tidak malu untuk berubah, melakukan komunikasi simetris dengan pelaku CSR, menambah asosiasi bisnis, serta membuka peluang usaha (Pastrana & Sriramesh, 2014). Sejalan dengan penjelasan di atas, beberapa penelitian berhubungan dengan UMKM sebenarnya telah banyak dilakukan. Sugiyanto, Widowati, & Wijayanti, (2018) dalam penelitiannya menjabarkan pola pengelolaan program CSR dalam meningkatkan daya saing UMKM mengarah pada bentuk kemitraan dengan konsep community development. Pola ini membentuk adanya peningkatan kapabilitas SDM, pemasaran, produksi dan teknologi serta keuangan UMKM. Berbagai penelitian mengenai keterlibatan program CSR untuk meningkatkan UMKM di berbagai daerah Ghassani, (2015) juga melakukan penelitian mengenai kemitraan dalam pengembangan UMKM yang dilaksanakan oleh salah satu perusahaan BUMN yaitu PT PJB Unit Gresik bekerja sama dengan stakeholder lain yaitu BP4K dan masyarakat setempat. Kemitraan yang dilakukan oleh PT PJB Unit Gresik ini melalui program berbasis CSR, yang telah diatur oleh peraturan pemerintah yang berlaku. Sehinggamerupakan kewajiban suatu perusahaan BUMN untuk melakukan program CSR tersebut dengan tujuan mengurangi kemiskinan, mengurangi pengangguran, serta UMKM daerah sekitar perusahaan menjadi mandiri dan profesional. Dari hasil analisa diperoleh kesimpulan, pelaksanaan kemitraan program CSR oleh PT PJB Unit Gresik dalam pengembangan UMKM di Kabupaten Gresik belum berjalan dengan baik. Haryono (2016) juga melakukan penelitian dengan fokus pada pengembangan UMKM melalui keterlibatan program CSR era transisi ekonomi. Pengembangan UMKM melibatkan multistakeholder pada pelaksanaan program CSR yang bertujuan untuk peningkatan ekonomi dan pemberdayaan masyarakat. Penelitian ini menggunakan pendekatan studi kasus pada UKM di Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo. Namun, hasil dari penelitian ini menunjukkan jika pengembangan UMKM melalui program CSR era transisi ekonomi di Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo tidak berjalan optimal. Pemerintah, BUMN (PT Telkom drive V Jawa Timur), dan Pelaku UKM tidak ada sinergi dalam menjalankan program peningkatan ekonomi masyarakat melalui program CSR. Kapasitas SDM pada UMKM perlu adanya sosialisasi kepada para pelaku usaha Kemudian, Herlina (2017) berpendapat untuk meningkatkan kapasitas SDM pada UMKM perlu adanya sosialisasi kepada para pelaku usaha guna menyamakan visi dan menjalin pengelolaan manajerial antar UMKM, peran motor penggerak untuk mengupayakan adanya merger antar UMKM, bantuan pemerintah sebagai fasilitator, serta pembinaan dari lembaga untuk memantau UMKM. Selain itu pengadaan pelatihan dapat terbagi dalam berbagai macam bidang seperti misalnya pelatihanteknis, pengelolaan bahan baku, manajemen dan lain lain. Dari paparan beberapa peneilitian yang berhubungan dengan program kemitraan di atas, masih ditemukan beberapa hasil penelitian yang menunjukkan program kemitraan dengan CSR masih tidak berjalan secara optimal. Oleh karenanyadalam penelitian ini, akan di jabarkan bagaimana sebenarnya program kemitraan yang telah berjalandi Jawa Timur, serta hambatan-hambatan yang ditemui oleh para pelaku UMKM sehingga dapat diketahui secara jelas apa saja yang menjadikan UMKM selama ini sering berjalan tidak optimal. Selain itu, dengan diluncurkannya UU No 40 Tahun 2007 dan diturunkan PP No 47 tahun 2012 tentang Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perseroan Terbatas, diharapkan dapat mengatasi keterbatasan. Pemerintah diharapkan dapat mengajak serta pihak swasta, BUMN, masyarakat serta stakeholder lainnya sehingga dapat mengambil porsi yang tepat dalam pembangunan. Salah satunya melalui keterlibatan program CSR. Tantangan dan permasalahan Guna membangun koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah sehingga tangguh dan memiliki daya saing tinggi ke depan, kita tidak boleh lengah terhadap kecenderungan yang sedang dan akan terjadi di masa mendatang. Tantangan atau kecenderungan yang paling besar yang dihadapi adalah globalisasi, demokratisasi, dan desentralisasi/otonomisasi, serta menghindari terjadinya krisis pangan, energi dan dampak resesi dunia menjalar ke perekonomian nasional. Pada sisi lain, kita menyadari akan posisi dan kondisi koperasi dan usaha mikro, kecil, menengah (KUMKM) yang membutuhkan berbagai dukungan dalam pengembangannya. Demokratisasi dicirikan oleh kebebasan berfikir, berkata, dan bertindak. Pada era demokratisasi ini kami mengajak semua jajaran dan pihak-pihak terkait mulai dari tingkat Pusat, Propinsi, Kabupaten/Kota termasuk Perusahaan Besar untuk turut memberikan perhatian yang lebih besar pada pengembangan koperasi, usaha mikro, kecil dan menengah. Karena disitulah intinya sumber kehidupan dan penghidupan dari sebahagian terbesar rakyat Indonesia. Gambaran di atas memberikan ilustrasi bahwa pada era globalisasi ini, ciri utamanya adalah persaingan. Siapapun yang mampu bersaing, tanpa kecuali bagi produk UMKM, dialah yang akan memenangkan persaingan itu. Oleh karena itu, maka kebijakan dan strategi pengembangan UMKM ke depan adalah bagaimana meningkatkan daya saing UMKM. Kebijakan dan strategi pengembangan UMKM Berangkat dari berbagai masalah, tantangan dan hambatan tersebut di atas, maka dalam pengembangan koperasi dan UMKM, pemerintah telah menetapkan arah kebijakannya, yaitu: 1. Mengembangkan usaha kecil dan menengah (UKM) Diarahkan untuk memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi, penciptaan lapangan kerja, dan peningkatan daya saing; sedangkan pengembangan usaha skala mikro lebih diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat berpendapatan rendah. 2. Memperkuat kelembagaan Menerapkan prinsip-prinsip tata kepemerintahan yang baik (good governance) dan berwawasan gender terutama untuk: a. Memperluas akses kepada sumber permodalan khususnya perbankan; b. Memperbaiki lingkungan usaha dan menyederhanakan prosedur perijinan; c. Memperluas dan meningkatkan kualitas institusi pendukung yang menjalankan fungsi intermediasi sebagai penyedia jasa pengembangan usaha, teknologi, manajemen, pemasaran dan informasi. 3. Memperluas basis dan kesempatan berusaha Menumbuhkan wirausaha baru berkeunggulan untuk mendorong pertumbuhan, peningkatan ekspor dan penciptaan lapangan kerja terutama dengan: a. Meningkatkan perpaduan antara tenaga kerja terdidik dan terampil dengan adopsi penerapan teknologi; b. mengembangkan UMKM melalui pendekatan klaster di sektor agribisnis dan agroindustri disertai pemberian kemudahan dalam pengelolaan usaha, termasuk dengan cara meningkatkan kualitas kelembagaan koperasi sebagai wadah organisasi kepentingan usaha bersama untuk memperoleh efisiensi kolektif; c. mengembangkan UMKM untuk makin berperan dalam proses industrialisasi, perkuatan keterkaitan industri, percepatan pengalihan teknologi, dan peningkatan kualitas SDM; d. mengintegrasikan pengembangan usaha dalam konteks pengembangan regional, sesuai dengan karakteristik pengusaha dan potensi usaha unggulan di setiap daerah. 4. Mengembangkan UMKM Berperan sebagai penyedia barang dan jasa pada pasar domestik yang semakin berdaya saing dengan produk impor, khususnya untuk memenuhi kebutuhan masyarakat banyak. 5. Membangun koperasi Diarahkan dan difokuskan pada upaya-upaya untuk: a. Membenahi dan memperkuat tatanan kelembagaan dan organisasi koperasi di tingkat makro, meso, maupun mikro, guna menciptakan iklim dan lingkungan usaha yang kondusif bagi kemajuan koperasi serta kepastian hukum yang menjamin terlindunginya koperasi dan/atau anggotanya dari praktek-praktek persaingan usaha yang tidak sehat; b. Meningkatkan pemahaman, kepedulian dan dukungan pemangku kepentingan (stakeholders) kepada koperasi; dan c. Meningkatkan kemandirian gerakan koperasi. Makna yang tersirat dan tersurat dalam arah kebijakan pemerintah dalam pengembangan UMKM tersebut pada intinya ditujukan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi yang tinggi, penyerapan tenaga kerja, peningkatan daya saing dan penanggulangan kemiskinan. Keterlibatan CSR suatu alternatif penguatan UMKM Berbagai strategi dan program telah diupayakan dalam pemberdayaan UMKM. Namun demikian, semua strategi dan program tersebut tidak mungkin dilakukan sendiri oleh Kementerian Koperasi dan UKM secara khusus dan pemerintah pada umumnya mulai dari pusat sampai Propinsi dan Kabupaten/ Kota. Peran dan dukungan masyarakat, perguruan tinggi termasuk para pelaku bisnis dan stakeholders lainnya juga sangatlah penting. Keterbatasan sumberdaya yang dimiliki oleh pemerintah perlu didukung oleh sumberdaya yang lain termasuk oleh para pelaku bisnis itu sendiri. Tanpa ada kemauan dari para pelaku bisnis untuk melakukan perbaikan, bagaimanapun besarnya sumberdaya yang dialokasikan akan sia-sia saja. Jadi sinergitas didalam pemberdayaan UMKM menjadi kunci penentu dalam rangka membangun UMKM yang tangguh dan berdaya saing tinggi di masa depan. Salah satu sinergitas yang telah banyak dilakukan di luar negeri, adalah kerjasama atau kemitraan antara UMKM dengan usaha besar. Kemitraan yang ideal dilandasi adanya keterkaitan usaha, melalui prinsip saling memerlukan, sating memperkuat, dan sating menguntungkan kita kenal dengan “win-win solution”. Praktek seperti ini telah banyak dikembangkan, baik dalam pola sub-kontrak, wara laba, inti-plasma, dan pola-pola kemitraan lainnya. Perusahaan besar yang bergerak di sektor otomotif (Toyota, Honda dan lainnya); di sektor elektronik (Sony, Toshiba, Panasonic); di sektor makanan (Mc. Donald, Kentucky Fried Chicken, Es Teller 77); sektor perkebunan dan perikanan (sawit, tambak udang,dan rumput taut) merupakan beberapa contoh dalam penerapan polapola kemitraan. Baca juga: CSR dan ESG Penting Bagi Bisnis, Mengapa? Inilah 3 Alasannya! Kesimpulan Pemerintah tidak mungkin sendirian dalam mengembangkan UKM. Keterlibatan berbagai pihak stakeholders, termasuk perusahaan besar dalam pengembangan UKM menjadi sangat penting. Kehadiran dan kepedulian perusahaan besar melalui program CSR telah terbukti banyak membantu dalam pengembangan UKM di banyak negara di dunia. Kepedulian perusahaan besar dengan program kemitraan pola CSR juga memberikan manfaat kepada kedua belah pihak, khususnya dalam rangka pengurangan dampak gejolak sosial sebagai akibat adanya kecemburuan sosial si kaya semakin kaya dan si miskin semakin miskin. Pengembangan program keterlibatan dengan pola CSR ini dapat dilakukan dalam berbagai pola, seperti community development, peningkatan kapasitas, promosi produk, bahkan perkuatan permodalan bagi Usaha Mikro dan Kecil. Bentuk program CSR lainnya adalah pengembangan lembaga layanan bisnis dan yayasan lain yang intinya diarahkan untuk pengembangan UMKM. Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
Olahkarsa on
PROPER

Apa itu PROPER? Yuk Kenalan dengan Program Penilaian Peringkat Perusahaan

Banyak dari kita yang belum familiar apa itu PROPER adalah singkatan dari Public Disclosure Program for Environmental Compliance yang diartikan sebagai Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup. Apa Itu PROPER? Program ini menjadi salah satu bentuk kebijakan pemerintah, secara spesifik dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (“KLHK”) dalam rangka upaya meningkatkan kualitas dan pengelolaan lingkungan hidup. PROPER bukanlah pengganti instrumen penaatan konvensional yang ada, seperti penegakan hukum lingkungan perdata maupun pidana, melainkan merupakan instrumen yang bersinergi dengan instrumen penaatan lainnya agar upaya peningkatan kualitas lingkungan dapat dilaksanakan dengan lebih efisien dan efektif. Mengapa PROPER Diperlukan? Adapun PROPER diperlukan, dikarenakan beberapa hal berikut. yaitu : Mendorong terwujudnya pembangunan berkelanjutan.Meningkatkan komitmen para stakeholder dalam upaya pelestarian lingkungan.Meningkatkan kesadaran para pelaku usaha/kegiatan.untuk menaati peraturan perundangan lingkungan hidup.Meningkatkan penaatan dalam pengendalian dampak lingkungan melalui peran aktif masyarakat.Mengurangi dampak negatif kegiatan perusahaan terhadap lingkungan. Pelaksanaan PROPER didasarkan pada Permen LHK 1/2021, di mana Pasal 1 angka 1 Permen LHK 1/2021 menyebutkan: Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup yang selanjutnya disebut Proper adalah evaluasi kinerja penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. Baca juga: Mekanisme Penilaian PROPER 1: Tahap Perencanaan Lalu Apa Dampak PROPER Bagi Perusahaan? Dengan adanya Program Penilaian Peringkat Kerja Perusahaan  (PROPER). Perusahaan mendapatkan manfaat: Mendorong perusahaan untuk menaati peraturan perundangan lingkungan hidup melalui instrumen insentif dan disinsentif reputasi.Mendorong perusahaan yang sudah baik kinerja lingkungannya untuk menerapkan produksi bersih. Dan dengan adanya PROPER kita bisa mengetahui kualitas Sistem Manajemen Lingkungan pada perusahaan. dengan ditandai peringkat yaitu berupa berbagai warna, seperti PROPER Hitam, Merah, Biru, Hijau, Emas. Baca juga: Mekanisme Penilaian PROPER 2: Penilaian Peringkat Penilaian Peringkat Proper Menurut Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Prof. M. R. Andri Gunawan Wibisana dalam Webinar Hukumonline Compliance Talk #2 PROPER: Upaya Peningkatan Kualitas Pengelolaan Lingkungan Hidup di Indonesia, penilaian kinerja peserta PROPER dievaluasi melalui pemeringkatan. Pemerintah akan menilai program lingkungan perusahaan kemudian menggolongkannya ke dalam warna-warna yang akan mempengaruhi reputasi atau citra perusahaan. Setidaknya, terdapat 5 warna yang menggambarkan kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan hidup, antara lain: 1. PROPER Emas: Perusahaan telah secara konsisten menunjukan keunggulan lingkungan dalam proses produksi dan jasa, serta melaksanakan bisnis yang beretika dan bertanggung jawab terhadap masyarakat. 2. PROPER Hijau: Perusahaan telah melakukan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dalam peraturan (beyond compliance) melakukan pelaksanaan sistem pengelolaan lingkungan dan mereka telah memanfaatkan sumber daya secara efisien serta melaksanakan tanggung jawab sosial dengan baik. Baca juga: Mekanisme Penilaian PROPER 3: Penilaian Mandiri 3. PROPER Biru: Perusahaan telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan, yang di syaratkan sesuai dengan ketentuan atau peraturan perundang-undangan yang berlaku. 4. PROPER Merah: Perusahaan telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan tetapi belum sesuai dengan persyaratan sebagaimana diatur dalam perundang-undangan. 5. PROPER Hitam: Dari tingkatan warna di atas diketahui bahwa perusahaan yang mendapatkan peringkat emas, hijau, dan biru mengindikasikan bahwa perusahaan tersebut taat dalam pengelolaan lingkungan hidup. Sedangkan bagi yang mendapatkan peringkat merah dan hitam menandakan bahwa perusahaan tersebut tidak taat mengelola lingkungan hidup. Baca juga: Mekanisme Penilaian PROPER 4: Pemilihan Kandidat Hijau Namun, bagi perusahaan yang mendapat peringkat merah atau hitam dapat saja naik peringkat. Dasrul Chaniago, Direktur Pengendalian Pencemaran Udara Direktorat Pencemaran dan Kerusakan Lingkungan KLHK menjelaskan setiap perusahaan yang mendapat peringkat merah atau hitam diberikan waktu sanggah pada PROPER. Waktu sanggah berperan sebagai hak jawab dari setiap perusahaan bersangkutan untuk menjelaskan atau bahkan memperbaiki pengelolaan lingkungan hidup di wilayah perusahaannya. Apabila jawaban diterima, perusahaan tersebut bisa naik peringkat untuk mencapai peringkat biru dan dinyatakan taat. Baca juga: Mekanisme Penilaian PROPER 5: Tahap Penilaian Hijau dan Emas Hingga Pengumuman Lingkup Perusahaan PROPER Pelaksanaan Proper dilakukan  terhadap  usaha  dan/atau kegiatan wajib Amdal atau UKL-UPL, yang: Hasil produknya untuk tujuan ekspor.Terdapat dalam pasar bursa.Menjadi perhatian masyarakat, baik dalam lingkup regional maupun nasional dan/atauSkala  kegiatan  signifikan  untuk  menimbulkan  dampak terhadap lingkungan hidup. Perusahaan telah dengan sengaja melakukan perbuatan atau melakukan kelalaian sehingga mengakibatkan terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan, serta melakukan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak melaksanakan sanksi administrasi. Waktu sanggah berperan sebagai hak jawab dari setiap perusahaan bersangkutan untuk menjelaskan atau bahkan memperbaiki pengelolaan lingkungan hidup di wilayah perusahaannya. Apabila jawaban diterima, perusahaan tersebut bisa naik peringkat untuk mencapai peringkat biru dan dinyatakan taat. Penutup Terima kasih telah membaca Apa itu PROPER? Yuk Kenalan dengan Program Penilaian Peringkat Perusahaan. Kami harap panduan ini membantu kita semua untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang cara kerja LCA dan bagaimana LCA dapat membantu kita semua. Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
Olahkarsa on
CSR, Sustainability

Bersahabat dengan CSR (Corporate Social Responsibility )

Tanggung jawab sosial perusahaan menurut ISO 26000 merupakan aspek strategis yang penting dijalankan oleh perusahaan. Dalam pelaksanaan CSR, perusahaan dikelompokkan menjadi empat yaitu kelompok hitam, merah, biru, dan hijau. Kelompok hitam adalah perusahaan yang tidak melakukan praktik CSR sama sekali, mereka menjalankan bisnis dengan hanya berorientasi pada keuntungan. Kelompok merah adalah kelompok perusahaan yang mulai melaksanakan CSR, tetapi memandangnya sebagai komponen biaya yang akan mengurangi keuntungannya. Sedangkan kelompok biru adalah para pelaku bisnis yang menganggap CSR sebagai investasi, bukan biaya. Mereka menganggap praktik CSR akan memberi dampak positif bagi usahanya. Oleh karena itu, kelompok ini secara sukarela dan sungguh-sungguh melaksanakan CSR. Kelompok keempat yaitu kelompok hijau yang mana perusahaan dengan sepenuh hati melaksanakan kegiatan CSR. Mereka memposisisikan CSR sebagai nilai inti perusahaan. Perusahaan memiliki kesadaran tinggi akan pentingnya Bersahabat dengan CSR sehingga menganggapnya sebagai suatu kewajiban dan kebutuhan. Pemerintah Indonesia sendiri telah mengapresiasi perusahaan-perusahaan yang telah bersahabat dengan kegiatan CSR Hal ini ditunjukkan dengan adanya penyelenggaraan acara penghargaan CSR. Pada tahun  2020, PT Pertamina (Persero) meraih lima penghargaan meliputi kategori pengembangan digital e-learning, pengembangan masyarakat, pengembangan olahraga, peduli anak berkebutuhan khusus, dan peduli Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah(UMKM) dalam acara Teropong CSR Awards 2020 (kompas.com, 21/07/2020). Sepanjang tahun 2020 PT Kereta Api Indonesia (Persero) telah menyalurkan dana CSR sebesar Rp 27 miliar yang disalurkan dalam program bina lingkungan dan program kemitraan yang merujuk pada bantuan untuk UMKM (liputan6.com, 08/12/2020). Baca juga: Bagaimana Kriteria Memilih Konsultan CSR yang Tepat? Namun demikian, kesadaran dunia usaha terhadap CSR masih tergolong rendah, ditandai dengan masih tingginya ketimpangan sosial di Indonesia Sebenarnya tidak hanya perusahaan besar saja yang dapat melakukan CSR, tetapi perusahaan kecil dan menengah bisa memulai program CSR. Bukan soal jumlah besaran dana yang dikeluarkan, tetapi bagaimana komitmen perusahaan dalam pencapaian tujuan pembangunan berkelanjutan. Program CSR dapat menjadi kekuatan ampuh dalam mengatasi berbagai persoalan negeri jika keterlibatan peran pemerintah, swasta, dan masyarakat selaras dan berkesinambungan. Pemerintah selaku pembuat kebijakan harus memastikan bahwa praktik bisnis perusahaan dapat memberikan kontribusi pada pembangunan. Baca juga: Pentingnya Stakeholder Engagement dalam CSR (Corporate Social Responsibility) Jenis-jenis CSR Mengutip OCBC NISP, ada beberapa jenis CSR yang dijalankan oleh perusahaan, yaitu: 1. Rehabilitasi Alam Untuk jenis ini, perusahaan memiliki tanggung jawab terhadap penjagaan alam, terutama bagi perusahaan produsen limbah. Adapun contoh kegiatannya, seperti penanaman bakau dan reboisasi hutan. 2. Penggunaan Sumber Energi Terbarukan Hal ini dilakukan agar perusahaan turut serta dalam melestarikan sumber daya alam yang terancam punah. Adapun sumber energi terbarukan yang dapat dimanfaatkan, seperti angin, air, tenaga surya, dan sebagainya. 3. Pengolahan Limbah Jenis selanjutnya adalah pengolahan limbah berbasis lingkungan yang diharapkan dapat meminimalisasi toksisitas limbah, sehingga tidak menimbulkan kerusakan ekosistem. 4. Filantropi Sesuai namanya, CSR ini merupakan aktivitas yang fokus pada kemanusiaan demi menolong orang yang membutuhkan. Adapun contohnya, seperti bantuan dana UMKM, membuka kampung usaha dan sebagainya. 5. Budaya Kerja Ramah SDM Tidak melulu materi, program CSR bisa berupa penanaman nilai dan sikap agar SDM memiliki karakter yang baik. 6. Pemberdayaan Ekonomi Karyawan Dana CSR bisa dialokaiskan untuk peningkatan kemampuan karyawan agar dapat berdaya secara ekonomi. Contohnya dengan membentuk koperasi karyawan. 7. Volunteering Kegiatan volunteering atau kerelawanan dapat dilakukan secara rutin maupun insidential, seperti mengirimkan tenaga pengajar ke daerah terpencil atau penerjunan tenaga relawan ketika bencana. Baca juga: Monitoring Program CSR lebih Efektif dengan SR APP modul CSR Monev (MNE-1001) Tujuan CSR Setiap program CSR yang dijalankan oleh perusahaan memiliki tujuan tertentu Tetapi, umumnya CSR memiliki tujuan sebagai berikut: 1. Menjaga nama baik perusahaan Tujuan utama suatu perusahaan menjalankan program CSR agar perusahaan memiliki citra atau nama baik di mata masyarakat dengan menampilkan bahwa perusahaan adalah pihak yang bertanggung jawab. 2. Menjaga hubungan dengan stakeholder Program CSR yang berjalan dengan baik akan menciptakan hubungan yang bersahabat dengan lingkungan perusahaan dan mampu memberikan manfaat untuk masyarakat dalam mengembangkan dan memberdayakan mereka. 3. Turut menyelesaikan masalah yang ada di Lingkungan Program CSR juga dijalankan untuk membantu mengatasi masalah yang ada di lingkungan sekitar perusahaan beroperasi. Adapun masalah tersebut bisa muncul dari berbagai sisi, mulai dari sosial, lingkungan, hingga ekonomi. Baca juga: Apa Itu CSR (Pengertian, Manfaat, Jenis, dan Contohnya) Manfaat CSR Mengutip Accurate dan laman terkait lainnya Program CSR yang dijalankan dengan baik dan bersungguh-sungguh akan berdampak positif bagi beberapa pihak, di antaranya: 1. Perusahaan Manfaat CSR bagi perusahaan dapat membuka kesempatan kerja seluas-luasnya dengan pihak lain, sebagai bentuk promosi perusahaan, hingga memunculkan citra positif terhadap masyarakat. 2. Masyarakat Program CSR dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat dalam berbagai aspek, seperti penyerapan tenaga kerja dari masyarakat sekitar dan kesempatan mengikuti program pemberdayaan dan pengembangan yang diberikan perusahaan. 3. Pemerintah CSR dapat mendukung program-program pemerintah terkait kemajuan bangsa, seperti mengurangi angka pengangguran, pencemaran lingkungan, ketersediaan fasilitas kesehatan dan pendidikan, hingga memberantas kemiskinan. 4. Pihak Lain Program CSR bisa berdampak positif terhadap pihak-pihak lain seperti pemegang saham dan konsumen. Citra positif yang diraih perusahaan dapat menjadi umpan bagi para pemodal untuk berinvestasi di perusahaan tersebut. Sementara, bagi konsumen, program CSR dapat meningkatkan kepercayaan mereka untuk menggunakan produk atau jasa perusahaan. Baca juga: Perbedaan CSR dan CSV, Catat Ya! Program Corporate Social Responsibility sejatinya menjadi program yang dapat memberikan manfaat bagi para entrepreneur dalam menjalankan bisnis ditengah keterbatasan modal yang dimiliki CSR ini menjadi salah satu bentuk modal sosial yang dapat memberikan value yang optimal bagi para entrepreneur dalam berbisnis. Oleh karena itu, entrepreneur harus benar-benar memberikan perhatian khusus untuk membangun kualitas diri, kualitas bisnis serta hubungan dengan pengelola program CSR atau program Kemitraan dan Bina Lingkungan (PKBL). 1. Mendefinisikan bisnis para entrepreneur dengan tepat Konsep bisnis yang jelas akan menentukan bagaimana entrepreneur dimata pengelola program CSR. Hal ini perlu mendapatkan perhatian setiap entrepeneur sehingga karakteristik dari bisnis mereka menjadi jelas. 2. Membangun kualitas diri Kualitas diri menjadi penting ketika setiap entrepreneur hendak mendapatkan perhatian lebih dari pengelola program CSR/PBKL. Hal ini berhubungan dengan bagaimana entrepreneur harus meningkatkan pengetahuan, keterampilan, sikap dalam berbisnis dengan terus belajar, belajar dan belajar. 3. Membangun kualitas bisnis Ini menjadi penting karena dilihat oleh setiap pengelola program agar bisa memberikan bukti bahwa bisnis yang sudah mereka pilih adalah bisnis yang bagus dan menjanjikan untuk jangka panjang. Seringkali orang kurang memperhatikan akan hal ini dan pastinya akan berdampak kepada persepsi dari setiap pengelola CSR kepada mereka. 4. Aktif bersahabat dengan program CSR Aktif dalam berbagai kegiatan yang dijalankan oleh pengelola program CSR adalah bagian terpenting untuk setiap entrepeneur dalam mendapatkan manfaat dari program tersebut. 5. Membangun komunikasi yang efektif dan berkelanjutan dengan pengelola program Hal ini tergambar da bagaimana entrepreneur membangun komunikasi secara intens dengan pengelola dalam konteks melaporkan apa yang sudah dilakukan, menyampaikan apa yang dicapai, rencana kedepan dan bahkan secara rutin memberitahukan progress atau perkembangan dari setiap apa yang sudah dicapai oleh entrepreneur. Inilah beberapa Corporate Social Responsibility yang pastinya harus dijalankan entrepreneur dalam kerangka membangun manajemen sistem perusahaan yang unggul untuk mencapai sustainable competitive advantage. Let’s make a management system for our company. Baca juga: 7 Subjek Inti ISO 26000 sebagai Rujukan Praktik CSR Kesimpulan Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
Olahkarsa on
CSR, Sustainability

Mengenal SDGs (Sustainable Development Goals) Lebih Dalam

Mengenal apa itu SDGs? 25 September 2015 di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), para pemimpin dunia secara resmi mengesahkan Agenda Tujuan Pembangunan Berkelanjutan sebagai kesepakatan pembangunan global. Sekitar 193 kepala negara hadir, termasuk Wakil Presiden RI Jusuf Kalla juga meratifikasi Agenda SDGs. Dengan tema “Changing Our World: Agenda 2030 for Sustainable Development”, SDGs yang memuat 17 Goals dan 169 Targets merupakan rencana aksi global untuk 15 tahun ke depan (efektif 2016 hingga 2030), untuk mengentaskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan dan melindungi lingkungan. SDGs berlaku untuk semua negara (universal), sehingga semua negara tanpa terkecuali negara maju memiliki kewajiban moral untuk mencapai tujuan dan target SDGs. SDGs Dirancang Partisipatif Berbeda dengan Millenium Development Goals (MDGs) pendahulunya, SDGs dirancang untuk melibatkan semua aktor pembangunan, baik itu Pemerintah, Organisasi Masyarakat Sipil (CSO), sektor swasta, akademisi, dan sebagainya. Sekitar 8,5 juta suara warga di seluruh dunia juga berkontribusi pada Tujuan dan Target SDGs. Jangan Tinggalkan Siapa Pun Tidak meninggalkan siapapun adalah prinsip utama SDGs. Dengan prinsip-prinsip tersebut SDGs setidaknya harus dapat menjawab dua hal, keadilan prosedural, yaitu sejauh mana semua pihak, terutama mereka yang tertinggal, dapat terlibat dalam seluruh proses pembangunan dan keadilan substantif, yaitu sejauh mana kebijakan dan program pembangunan dapat atau mampu menjawab permasalahan warga, khususnya kelompok tertinggal. Baca juga: Mengenal 4 Pilar Sustainable Development Goals (SDGs) Mengenal Sustainable Development Goals (SDGs) Program SDGs adalah program yang berisi 17 Tujuan dan 169 Target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030. Program ini disusun untuk menjawab tuntutan kepemimpinan dunia dalam mengatasi kemiskinan, kesenjangan sosial, dan perubahan iklim. Program SDGs yang berisi 17 Tujuan dan 169 Target yang diharapkan dapat dicapai pada tahun 2030. 17 tujuan SDGs adalah sebagai berikut: Tujuan 1 Menghapus kemiskinan (No Poverty). Hingga kini, kemiskinan masih menjadi permasalahan utama di berbagai belahan dunia. Agar dapat menyejahterakan penduduk dunia, maka penuntasan kemiskinan menjadi salah satu agenda utama dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Tujuan 2 Mengakhiri kelaparan (Zero Hunger). Selain kemiskinan, masalah kelaparan atau kurang pangan juga masih menghantui berbagai tempat di belahan dunia. Maka dari itu, menggalakkan pertanian dan ketahanan pangan menjadi agenda utama dalam mencapai tujuan perbaikan nutrisi. Tujuan 3 Kesehatan yang baik dan kesejahteraan (Good Health and Well-Being). Isu kesehatan juga menjadi perhatian utama dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Maka dari itu, kini tengah digalakkan gaya hidup sehat dan mendukung kesejahteraan untuk semua usia. Baca juga: CSR, ESG, dan SDGs: Apa Bedanya? Mana yang Terbaik? Tujuan 4 Pendidikan bermutu (Quality Education). Memastikan agar pendidikan berkualitas bisa diakses oleh semua orang. Hal ini lantaran pendidikan punya peranan yang sangat penting dalam peningkatan kualitas hidup masyarakat.  Tujuan 5 Kesetaraan gender (Gender Equality). Meski sedang terjadi perkembangan kesetaraan gender yang masif belakangan ini, namun diskriminasi terhadap gender terutama perempuan masih menjadi permasalahan di berbagai negara. Dengan memperjuangkan kesetaraan gender dapat memperkuat kemampuan negara untuk berkembang pesat, memerintah dengan efektif, dan mengentaskan kemiskinan. Tujuan 6 Akses air bersih dan sanitasi (Clean Water and Sanitation). Bank Dunia pada tahun 2014 merilis data bahwa masih ada 780 juta orang yang tidak punya akses air bersih di dunia ini dan lebih dari 2 miliar penduduk bumi tak punya akses sanitasi. Hal ini mengakibatkan kerugian materi hingga 7 persen dari PDB dunia akibat banyak nyawa melayang setiap harinya. Maka dari itu, menjamin akses atas air bersih dan sanitasi untuk semua merupakan hal yang penting dalam rangka peningkatan kualitas hidup manusia. Baca juga: Apa itu SDGs Desa? Kenali Program dan Sasarannya! Tujuan 7 Energi bersih dan terjangkau (Affdorable and Clean Energy). Di dunia ini masih banyak daerah yang terisolasi dan belum memiliki listrik, padahal hal tersebut penting untuk meningkatkan kegiatan ekonomi.  Tujuan 8 Pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi (Decent Work and Economy Growth). Untuk memaksimalkan pertumbuhan ekonomi, maka pekerjaan yang layak dan lingkungan kerja yang sehat harus dijamin agar investasi dan konsumsi terus berjalan. Tujuan 9 Industri, inovasi dan infrastruktur (Industry, Inovations, and Infrastructure). Di dunia ini, lebih dari 4 miliar orang belum memiliki akses internet dan 90 persen di antaranya berasal dari negara-negara berkembang. Maka dari itu, untuk membangun infrastruktur yang kuat dan industrialisasi yang berkelanjutan, hal ini akan segera dituntaskan. Baca juga: Tujuan dan Manfaat Pendataan SDGs Desa Tujuan 10 Mengurangi Ketimpangan (Reduce Inequality). Mengurangi kesenjangan di dalam dan di antara negara-negara. Kesenjangan pendapatan sedang mengalami kenaikan, 10 persen orang-orang terkaya menguasai 40 persen dari total pendapatan global. Di lain pihak, 10 persen orang-orang termiskin hanya mendapat antara 2 sampai 7 persen dari total pendapatan global. Di negara-negara berkembang, kesenjangan ini telah meningkat sebanyak 11 persen jika kita menghitung berdasarkan pertumbuhan populasi. Tujuan 11 Kota dan komunitas yang berkelanjutan (Sustainable Cities and Communities). Membuat perkotaan menjadi inklusif, aman, kuat, dan berkelanjutan. Tujuan 12 Konsumsi dan produksi yang bertanggung jawab (Responsible Consumption and Production). Memastikan pola konsumsi dan produksi yang berkelanjutan. Baca juga: Tipe-tipe Desa Sesuai SDGs Desa, Ternyata Begini Pengelompokannya Tujuan 13 Penanganan perubahan iklim (Climate Action). Melawan dan mengatasi iklim yang terus berubah dan pemanasan global merupakan salah satu tugas utama.  Tujuan 14 Menjaga ekosistem laut (Life Below Water). Akibat banyak perburuan dan pencemaran terhadap ekosistem laut, maka dalam pembangunan berkelanjutan, kehidupan laut akan dilindungi dengan lebih maksimal. Tujuan 15 Menjaga ekosistem darat (Life On Land). Selain berpengaruh terhadap iklim, mengelola hutan secara berkelanjutan, merehabilitasi kerusakan lahan, menghentikan kepunahan keanekaragaman hayati juga jadi tujuan utama. Tujuan 16 Perdamaian, keadilan, dan kelembagaan yang kuat (Peace, Justice, and Strong Institution).  Mendorong masyarakat adil, damai, dan inklusif. Tujuan 17 Kemitraan untuk mencapai tujuan (Partnership for The Goals). Menghidupkan kembali kemitraan global demi pembangunan berkelanjutan. Saat ini, Division for Sustainable Development Goals (DSDG) di United Nations Department of Economic and Social Affairs (UNDESA) memberikan dukungan substantif dan pengembangan kapasitas untuk SDGs dan masalah tematik terkait, termasuk air, energi, iklim, laut, urbanisasi , transportasi, sains dan teknologi, Laporan Pembangunan Berkelanjutan Global (GSDR), kemitraan dan Negara Berkembang Pulau Kecil. DSDG memainkan peran kunci dalam evaluasi implementasi sistem PBB dari Agenda 2030 dan pada kegiatan advokasi dan penjangkauan yang berkaitan dengan SDGs. Untuk membuat Agenda 2030 menjadi kenyataan, kepemilikan SDG yang luas harus diterjemahkan ke dalam komitmen yang kuat oleh semua pemangku kepentingan untuk mengimplementasikan tujuan global. DSDG bertujuan untuk membantu memfasilitasi keterlibatan ini. Baca juga: Hari Perempuan Sedunia 2021: Mencapai Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Perempuan melalui SDGs Penutup Terima kasih telah membaca Mengenal SDGs (Sustainable Development Goals). Kami harap panduan ini membantu kita semua untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang cara kerja SDGs dan bagaimana kita mengenal SDGs yang dapat membantu kita semua. Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
Olahkarsa on
CSR, Sustainability

Manfaat CSR Bagi Perusahaan Apa Aja Sih?

Manfaat CSR (Corporate Social Responsibility) bagi perusahaan merupakan hal yang penting bagi mereka dan organisasi bisnis. CSR adalah bentuk komitmen dan tindakan memenuhi tanggung jawab terhadap masyarakat sosial sekitar dan lingkungan yang dilakukan perusahaan. Sebenarnya banyak sekali panduan kegiatan CSR yang dapat dilakukan perusahaan. Panduan kegiatan CSR di Indonesia juga tertulis pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas Pasal 74 ayat 1. Lalu bagaimana kriteria menjalankan CSR yang baik dan benar? 1. CSR merupakan tindakan yang memberikan dampak panjang untuk masyarakat sekitar dan pemangku kepentingan perusahaan. 2. Kegiatan CSR seharusnya sesuai dengan konsep good governance yang mengedepankan akutanbilitas dan transparansi. 3. Mengikuti panduan dari ISO 26000. Manfaat csr bagi perusahaan Tibalah saatnya untuk membahas manfaat apa yang bisa diberikan dari pelaksanaan program CSR. Dimana manfaat ini dapat dirasakan oleh perusahaan, masyarakat, lingkungan hidup, hingga pemerintah. 1. Meningkatkan citra positif dan memperkuat brand perusahaan di mata publik. 2. Dapat membuka kesempatan kerja sama baru antara perusahaan dengan pihak lain. 3. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang menjadi target CSR. 4. Meningkatkan kelestarian lingkungan hidup dan sosial. CSR secara jelas membantu pemerintah dalam mewujudkan kemajuan bangsa dan negara. Dimana CSR perusahaan hadir dalam menangani berbagai masalah sosial, mulai dari kemiskinan, pengangguran, pencemaran lingkungan, minimnya fasilitas kesehatan, hingga pendidikan. Baca juga: Apa Itu CSR (Pengertian, Manfaat, Jenis, dan Contohnya) Fungsi Penerapan CSR CSR tentu memegang peranan fungsi bagi perusahaan. Dimana fungsi tersebut dijelaskan secara rinci sebagaimana berikut ini. 1. Social License to Operate Masyarakat merupakan salah satu faktor yang berpengaruh besar terhadap perkembangan perusahaan. Dalam hal ini, CSR yang dilakukan oleh perusahaan akan memberikan keuntungan bagi masyarakat sekitar sekaligus menjadikan mereka loyal terhadap perusahaan itu sendiri. Pada akhirnya, perusahaan akan mendapatkan kemudahan dalam menjalankan kegiatan atau program usahanya di daerah yang bersangkutan. 2. Melebarkan Akses Sumber Daya Fungsi penerapan CSR juga bisa dirasakan melalui peningkatan daya saing perusahan dan kemudahaan perusahaan dalam mendapatkan sumber daya yang dibutuhkan. 3. Melebarkan Akses Menuju Pasar Sejatinya, seluruh investasi serta biaya yang dikeluarka perusahaan untuk program CSR akan melahirkan sebuah potensi untuk mendapatkan akses pasar yang lebih luas lagi. Langkah ini bahkan bisa membangun loyalitas konsumen dan menembus target pasar yang baru karena perusahaan menjadi lebih terkenal dan mendapat respect dari masyarakat luas. 4. Mengurangi Resiko Bisnis Perusahaan CSR akan membangun hubungan perusahaan yang lebih baik dengan berbagai pihak. Hasilnya, resiko bisnis dapat diminimalisir dan dapat diatasi dengan cara yang lebih mudah. 5. Membangun Hubungan Baik dengan Regulator Perusahaan dapat menjalin hubungan yang lebih baik lagi dengan pemerintah sebab CSR akan meringankan beban pemerintah sebagai regulator. Dimana sebenarnya, pemerintahlah yang bertanggung jawab terhadap kesejahteraan lingkungan dan masyarakat. Namun dengan CSR ini, peran tersebut sudah dilakukan oleh perusahaan. 6. Meningkatkan Hubungan dengan Stakeholder Pelaksanaan program CSR akan memberi kemudahan komunikasi dan menumbuhkan kepercayaan antara perusahaan dengan stakeholder atau pemegang saham perusahaan. 7. Meningkatkan Semangat dan Produktivitas Karyawan CSR juga akan menambah rasa bangga dalam diri karyawan sebab mereka bisa bekerja di perusahaan yang memberikan dampak baik bagi banyak pihak. Yang pada akhirnya, akan meningkatkan etos kerja dan produktivitas karyawan. Jenis-jenis program Corporate Social Responsibility Beberapa jenis program yang dapat perusahaan lakukan untuk menjalankan tanggung jawab sosialnya antara lain berupa: 1. Rehabilitasi Alam Perusahaan yang menghasilkan limbah dalam produktivitasnya dan menggunakan sumber daya alam seperti pepohonan, minyak bumi dan batu bara, harus dapat menjaga kelestarian alam di lingkungan sekitarnya. Karena limbah dapat menimbulkan berbagai dampak terhadap kebersihan udara, kesuburan tanah, dan kebersihan air. Oleh karena itu, perusahaan dapat melakukan berbagai kegiatan seperti reboisasi hutan, penanaman pohon bakau, menjaga kelestarian terumbu karang, dan sebagainya untuk menjaga kelestarian lingkungan. Baca juga: PT Pigeon Indonesia Melakukan CSR dengan Tanam 5 Ribu Pohon 2. Penggunaan Sumber Energi Terbarukan Selain menggunakan sumber daya alam yang tingkat kepunahannya tinggi seperti minyak bumi dan batu bara, perusahaan dapat memanfaatkan sumber daya lainnya seperti air, udara, dan angin untuk mendukung aktivitas produksi perusahaan. 3. Pengolahan Limbah Limbah yang dihasilkan harus dapat dikelola dengan teknik yang tepat oleh perusahaan agar tidak merusak keseimbangan ekosistem alam. Contoh sederhana program CSR berupa pengolahan limbah yaitu mengelompokkan berdasarkan kategori sebagai berikut: Limbah organik (limbah yang mudah terurai di tanah), seperti dedaunan yang rontok dan kotoran ternak, yang bisa dimanfaatkan kembali menjadi pupuk. Limbah anorganik (limbah yang sulit diurai), seperti barang-barang dari bahan plastik dan kaca yang sudah tidak dipakai, yang bisa didaur ulang kembali. Limbah beracun, seperti sisa-sisa dari bahan kimia yang digunakan selama proses produksi (oli bekas, tumpahan minyak, dan lain-lain). 4. Filantropi CSR dapat dilakukan dengan berbagai macam kegiatan kemanusiaan untuk membantu masyarakat yang membutuhkan atau filantropi. Kegiatan ini bisa dilakukan dalam bentuk pembinaan dan pemberian dana dalam mengelola UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah), membuka penggalangan dana untuk membantu masyarakat kurang mampu dan korban bencana, dan sebagainya. 5. Budaya Kerja Ramah SDM (Sumber Daya Manusia) Selain pemberian CSR dalam bentuk materi, program tanggung jawab sosial oleh perusahaan juga dapat dilakukan dalam bentuk penanaman nilai dan sikap untuk menghasilkan SDM yang baik dengan memberikan beasiswa dan pelatihan. 6. Pemberdayaan Ekonomi Karyawan Pelaksanaan CSR juga dapat dilakukan kepada karyawan perusahaan itu sendiri seperti meningkatkan skil atau kemampuan karyawan sehingga memiliki pemberdayaan dari segi ekonomi, seperti melatih kemampuan wirausaha, membentuk koperasi karyawan, dan lain-lain. 7. Volunteering Volunteering atau kegiatan sukarela juga merupakan salah satu bentuk implementasi corporate social responsibilty. Karyawan dari suatu perusahaan dapat menjadi sukarelawan dalam berbagai bentuk kegiatan, seperti menjadi sukarelawan ke daerah yang menjadi bencana atau mengirimkan tenaga pengajar dan tenaga medis ke daerah-daerah terpencil, dan lain-lain. Baca juga: Perbedaan CSR dan CSV, Catat Ya! Penutup Demikianlah informasi mengenai manfaat CSR bagi perusahaan yang perlu untuk diketahui. Perusahaan diharapkan memahami tanggung jawab sosial yang perlu dijalankannya untuk memberikan kebermanfaatan bagi banyak pihak. Adapun terkait dana yang perlu dikeluarkan perusahaan dalam menjalankan program CSR tentu harus dicatat secara detail. Dalam hal ini, perusahaan kalian dapat menggunakan software akuntansi dan bisnis untuk pencatatan dan pembuatan laporan yang lebih efektif serta efisien guna meminimalisir kesalahan. Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
Olahkarsa on
CSR, Sustainability

CSR sebagai Upaya Mendukung Sustainability

CSR sebagai upaya mendukung sustainability merupakan bentuk nyata kepedulian kalangan dunia usaha terhadap lingkungan di sekitarnya. Berbagai sektor dibidik dalam kegiatan ini, seperti pendidikan, kesehatan, ekonomi, lingkungan dan bahkan sosial budaya.. Saat ini, konsep dan pelaksanaan CSR makin berkembang di Indonesia Hal ini tentu menggembirakan. Hanya saja pemahaman kalangan dunia usaha tentang konsep CSR masih beragam. Namun yang terpenting, agar masyarakat bisa merasakan hasil yang maksimal dari kegiatan CSR, maka kegiatan itu harus berkelanjutan (suistanable). Sayangnya, banyak perusahaan yang kini memahami CSR hanya sekadar kegiatan yang sifatnya insidental, seperti pemberian bantuan untuk korban bencana, sumbangan, serta bentuk-bentuk charity atau filantropi lainnya. Menurut Executive Director PT Indocement Tunggal Prakasa, Kuky Permana, CSR sebenarnya memiliki makna yang lebih luas yaitu bagaimana manusia berperan dalam menjaga dan bertanggung jawab terhadap bumi dan segala isinya yang telah diciptakan oleh Tuhan. Jadi bukan hanya perusahaan yang melakukannya tapi hakikatnya semua manusia berkewajiban melaksanakannya. Konsep ini kemudian diterjemahkan ke dalam kegiatan perusahaan. Selama ini, katanya banyak orang beranggapan bahwa CSR hanya merupakan kewajiban sosial Mereka berpikir ini adalah kegiatan sosial yang dilakukan oleh perusahaan. Padahal sebenarnya CSR bukan hanya masalah sosial. CSR merupakan suatu konsep pengembangan yang berkelanjutan atau suistanable development. Dan ini tidak hanya masalah sosial karena kami bukan badan sosial melainkan badan usaha. Jadi yang utama adalah CSR yang mendukung suistanable development. Agar bisa berkelanjutan, tambahnya, maka perusahaan harus sehat terlebih dulu. Kalau perusahaan tidak sehat, maka dia tidak bisa melakukan CSR dengan maksimal. Kalau perusahaan sehat dan tumbuh, maka karyawan dan masyarakat sekitar juga ikut tumbuh. Dalam menjalankan kegiatan bisnisnya, kita harus selalu memperhatikan aspek lingkungan Ini juga menjadi salah satu konsep suistanable development yang sedang dikembangkan. Jadi CSR sebagai upaya mendukung sustainability yang kita lakukan bukan hanya pemberian sumbangan atau kegiatan sosial. Hal itu tetap penting tapi alangkah baiknya bila kegiatan itu ujungnya adalah keterkaitan dengan kegiatan usaha yang bisa memberi manfaat bagi perusahaan, lingkungan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat di sekitar kita. Untuk bisa melaksanakan CSR dengan baik, maka harus dilakukan oleh setiap stakeholder yang ada di perusahaan. Jadi tidak hanya dilakukan oleh sebuah divisi atau bagian saja. Selain itu, CSR juga dilakukan pada setiap proses bisnis perusahaan. Dalam hal ini, kita telah menyosialisasikan pengertian CSR kepada seluruh jajaran perusahaan Dengan demikian setiap karyawan diharapkan bisa mengerti konsep CSR dengan benar, yaitu bagaimana dia bisa peduli pada sosial dan lingkungan. Ini dilakukan pada setiap kegiatan pertambangan, produksi, dan pengangkutan. Semua karyawan yang terlibat selalu berpikir konsep CSR dan suistanable development. Di tingkat internal, para manajer harus memperhatikan kesejahteraan dan keselamatan anak buahnya. Itu bagian dari CSR para manajer. Kemudian kita juga harus melihat dampak pada masyarakat dan mencoba meminimalkan dampak negatif lingkungan. Itu juga menjadi kegiatan CSR kita di semua unit produksi. Ke depannya, hanya perusahan yang peduli dan punya hati nurani dengan melaksanakan CSR yang berkelanjutan, yang bisa berkembang dan eksis untuk jangka panjang. Jadi bukan hanya dilihat dari laporan keuangannya saja. Untuk melihat CSR yang baik, jangan hanya menggunakan rupiah atau angka sebagai ukuran, tapi yang terpenting adalah kualitasnya. Artinya apakah itu sudah build in dalam proses bisnisnya atau tidak. Baca juga: Ingin Sukses Menjadi Chief Sustainability Officer? Yuk Kenali Peran CSO! Komitmen bersama Hal yang sama juga diungkapkan oleh Direktur Eksekutif Eka Tjipta Foundation, Timotheus Lesmana. Menurutnya kegiatan CSR baru bisa berkelanjutan jika program yang dibuat oleh perusahaan benar-benar merupakan komitmen bersama dari segenap unsur yang ada di dalam perusahaan. Tanpa adanya dukungan semua elemen, maka program CSR tersebut seolah bentuk penebusan dosa dari pemegang saham belaka. Melakukan kegiatan CSR yang berkelanjutan, katanya, akan memberikan dampak positif dan manfaat yang lebih besar, baik bagi perusahaan maupun stakeholder yang terkait. ”Program CSR yang berkelanjutan diharapkan akan bisa membentuk atau menciptakan kehidupan masyarakat yang lebih mandiri dan sejahtera,” ujarnya. Program CSR, tuturnya, tidak selalu merupakan promosi perusahaan yang terselubung. Jika ada iklan atau kegiatan public relation mengenai kegiatan CSR yang dilakukan perusahaan, itu merupakan imbauan kepada dunia usaha secara umum untuk melakukan tanggung jawab sosial tersebut. Sehingga dapat memberikan pancingan kepada pengusaha lain untuk dapat berbuat hal yang sama bagi kepentingan masyarakat luas. Ini penting agar pembangunan berkelanjutan bisa terwujud dengan baik. ”Sebab, untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera dan mandiri, maka semua dunia usaha harus mendukung kegiatan yang terkait dengan hal itu. Jika hal itu dilakukan, maka dunia usaha sendiri akan menikmati keberlanjutan dan kelangsungan usahanya dengan baik,” jelas Timotheus. Ketua bidang organisasi Corporate Forum for Community Development (CFCD), Erman Sugiyanto, mengatakan ada tiga tahapan pelaksanaan program CSR. Pertama, filantropi atau charity. Kegiatan ini perlu dilakukan untuk masyarakat yang memang membutuhkan bantuan, seperti korban bencana. Baca juga: 5 Faktor Keberhasilan Sustainability Setelah masyarakat pulih, masuk ke tahap berikutnya yaitu pendekatan ekonomi Ini perlu dilakukan agar roda kehidupan masyarakat tetap bisa berjalan. Dan yang terakhir adalah tahapan transformasi nilai atau keberdayaan masyarakat. Hal ini diperlukan agar masyarakat bisa berdaya dengan kekuatannya sendiri. Banyak perusahaan yang menyalahartikan peran CSR sebagai upaya membangun imej (building image). Padahal sebetulnya itu adalah tugas humas. Akibat pemahaman itu, banyak perusahaan yang melakukan hal yang keliru. Dicontohkan, ada perusahaan yang ingin memberikan sumbangan dua ekor sapi kepada masyarakat. Tapi karena ingin diekspos dan membangun imej yang baik, maka perusahaan mengundang pejabat daerah untuk menyerahkan sumbangan tersebut. Tidak hanya itu, perusahaan mengundang media massa untuk meliputnya. Hal ini menjadi sangat keliru. Nilai yang disumbangkan kalah jauh dengan biaya untuk penyelenggaraan acaranya. Hal seperti ini masih banyak ditemui. Baca juga: 3 Cara Mengembangkan Strategi Sustainability Perusahaan: Ambisi dan Transisi Kesimpulan Karena itu, masih diperlukan usaha dan kerja keras untuk memberikan pemahaman yang benar tentang konsep CSR sebagai upaya mendukung sustainability kepada kalangan dunia usaha. Namun yang pasti, katanya, perusahaan harus bisa menghasilkan profit agar kegiatan CSR yang dilakukannya bisa berkelanjutan dalam waktu yang lama. Tapi ini tidak berarti perusahaan yang masih rugi tidak melaksanakan CSR. Sebab CSR seharusnya sudah direncanakan sebelum perusahaaan didirikan. Yang dikenal saat ini adalah konsep 3 P, yaitu planet, people, dan profit. Lingkup CSR itu ya ketiga hal tersebut. Planet berarti bumi yang kita diami dan lingkungan yang ada di dalamnya. People berarti masyarakat, baik masyarakat di dalam perusahaan atau karyawan dan di sekitar perusahaan. Dan profit berarti keuntungan yang diperoleh perusahaan yang diperlukan untuk keberlanjutan program CSR nya. Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
Olahkarsa on
Uncategorized

Hari Perempuan Sedunia 2021: Mencapai Kesetaraan Gender dan Memberdayakan Perempuan melalui SDGs

Memberdayakan perempuan dan mempromosikan kesetaraan gender sangat penting untuk mempercepat pembangunan berkelanjutan (SDGs). Menghapus bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan tidak hanya merupakan hak asasi manusia, tetapi juga memiliki efek di semua bidang pembangunan lainnya. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) bertujuan untuk membangun pencapaian ini untuk memastikan bahwa diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan di mana pun telah berakhir. Masih terdapat ketimpangan yang besar dalam akses ke pekerjaan di beberapa daerah, dan kesenjangan yang signifikan antara laki-laki dan perempuan dalam pasar tenaga kerja. Kekerasan dan eksploitasi seksual, pembagian perawatan gratis dan pekerjaan rumah tangga yang tidak setara, dan diskriminasi dalam pengambilan keputusan publik, semuanya tetap menjadi hambatan besar. Memastikan akses universal terhadap kesehatan seksual dan reproduksi, dan memberi perempuan hak yang sama atas sumber daya ekonomi seperti tanah dan properti, merupakan target penting untuk mewujudkan tujuan ini. Sekarang ada lebih banyak perempuan di kantor publik daripada sebelumnya, tetapi mendorong lebih banyak pemimpin perempuan di semua wilayah akan membantu memperkuat kebijakan dan legislasi untuk kesetaraan gender yang lebih besar. Kesetaraan gender adalah salah satu dari 17 Tujuan Global yang menyusun Agenda 2030 untuk Pembangunan Berkelanjutan. Pendekatan terintegrasi sangat penting untuk kemajuan di berbagai tujuan. Berikut target dari Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs): Kesetaraan Gender. Menghapus semua bentuk diskriminasi terhadap semua perempuan dan anak perempuan di mana punMenghapus semua bentuk kekerasan terhadap semua perempuan dan anak perempuan di ruang publik dan pribadi, termasuk perdagangan manusia dan eksploitasi seksual dan jenis lainnyaMenghapuskan semua praktik berbahaya, seperti anak, pernikahan dini dan paksa, serta FGM (pemotongan alat kelamin perempuan)Menyediakan perawatan gratis dan menghargai pekerjaan rumah tangga melalui penyediaan layanan publik, infrastruktur dan kebijakan perlindungan sosial dan promosi tanggung jawab bersama dalam rumah tangga dan keluarga sebagaimana layaknya secara nasionalMemastikan partisipasi penuh dan efektif perempuan dan kesempatan yang sama untuk kepemimpinan di semua tingkat pengambilan keputusan dalam kehidupan politik, ekonomi dan publikMemastikan akses universal ke kesehatan seksual dan reproduksi dan hak reproduksi sebagaimana disepakati sesuai dengan Program Aksi Konferensi Internasional tentang Kependudukan dan Pembangunan dan Platform Aksi Beijing dan dokumen hasil konferensi tinjauan merekaMelakukan reformasi untuk memberikan perempuan hak yang sama atas sumber daya ekonomi, serta akses ke kepemilikan dan kendali atas tanah dan bentuk properti lainnya, layanan keuangan, warisan dan sumber daya alam, sesuai dengan undang-undang nasional.Meningkatkan penggunaan teknologi yang memungkinkan, khususnya teknologi informasi dan komunikasi, untuk mempromosikan pemberdayaan perempuan.Mengadopsi dan memperkuat kebijakan yang kuat dan perundang-undangan yang dapat ditegakkan untuk mempromosikan kesetaraan gender dan pemberdayaan semua perempuan.
Olahkarsa on
CSR, Sustainability

Meneropong CSR dari Sudut Pandang Perusahaan

Meneropong CSR dari sudut pandang perusahaan, keberadaan perusaaan di tengah lingkungan masyarakat berpengaruh langsung dan tidak langsung terhadap lingkungan eksternal yaitu masyarakat. Eksistensi perusahaan berpotensi besar mengubah lingkungan masyarakat, baik ke arah negatif maupun positif. Dengan demikian perusahaan perlu mencegah timbulnya dampak negatif, karena hal tersebut dapat memicu konflik dengan masyarakat, yang selanjutnya dapat mengganggu jalannya perusahaan dan aktifitas masyarakat. Pada dasarnya tidak ada perspektis teoritis atau metodologi kajian yang dapatmenjelaskan aktifitas CSR secara memuaskan menjawab semua pertanyaan (Lockett et al.2006, p.12). Namun demikian, ada 2 teori CSR dari sudut pandang perusahaan dan satu perspektif yang berkembang saat ini sebagaimana yang diungkapkan oleh Frynas (2009), yaitu: 1. Teori Stakeholder Menekankan reaksi perusahaan (perseorangan) dalam konteks hubungan dengan stakeholder eksternal. Teori ini menjelaskan respon strategis yang berbeda dari perusahaan terhadap tekanan-tekanan sosial walaupun dalam industri sejenis atau negara yang sama, berdasarkan pada sifat hubungan eksternal. 2. Teori Institusional Menekankan daya adaptif perusahaan secara kelembagaan (aturan). Teori ini menjelaskan mengapa perusahaan dari negara atau industri berbeda dalam merespon tekanan sosial dan lingkungan, dan mengapa di negara yang berbeda-beda dari perusahaan multinasional yang sama memilih strategi CSR yang berbeda, sebagai hasil dari pemberlakuan norma atau keyakinan nasional. 3. Perspektif Austrian Economics Perspektif ini menyediakan wawasan terhadap upaya strategi aktif CSR dalam perusahaan dengan suatu perspektif kewirausahaan. Teori Stakeholder dan Teori Institusional dapat membantu menjelaskan bagaimana respon perusahaan terhadap tekanan kondisi sosial eksternal dan lingkungan. Namun demikian gagal untuk menjelaskan pilihan strategi aktif dalam perusahaan, yaitu mengapa perusahaan tertentu menggunakan CSR sebagai sebuah senjata melawan persaingan perusahaan atau mengapa perusahaan tertentu mengeluarkan jutaan dolar dalam pembaruan energy. Beberapa pemikiran Austrian Economics mengenai CSR Sementara, sebagai sebuah perspektif, pendekatan Austrian Economic dapat dipandang sebagai salah satu alternatif pemikiran yang lebih maju dalam memandang kegiatan CSR. Dalam kaitan dengan kewirausahaan sosial sebagai suatu pendekatan dalam mengatasi persoalan sosial dan kemasyarakat; maka CSR dapat sebagai sumber pemecahan masalah sosial tersebut. 1. Wawasan ekonomi dan strategi manajemen mengusulkan bahwa strategi CSR dalam perusahaan harus dipandang sebagai sebuah keputusan investasi. Selain itu, CSR sebagai suatu cara memperoleh keuntungan kompetitif, sama halnya dengan putusan-putusan investasi lain yang harus diambil. 2. Pendekatan CSR yang berbeda dari Austrian economics berkenaan dengan tindakan kemanusiaan bukanlah berdasarkan external constrains sebagai faktor fundamental pembuatan keputusan. 3. Perspektif Austrian menekankan peluang future dan kewirausahaan aktif dalam mengidentifikasi masadepan. 4. Karakteristik utama keberhasilannya capitalist entrepreneurship yaitu bukan pada kemampuan mereka beraksi kepada sesuatu atau discover tuntutan eksternal, tetapi lebih pada kemampuan mereka dalam membuat keputusan yang berhasil tentang masa depan (Frynas, 2009; hal.19-20). Baca juga: 3 Cara Mengembangkan Strategi Sustainability Perusahaan: Ambisi dan Transisi Dilihat dari uraian tersebut, konsep dari Austrian economics dapat lebih berkaitan dengan upaya kewirausahaan sosial di Indonesia khususnya dalam penyelesaian permasalahan sosial dan kemasyarakatan. Sudut pandang kewirausahaan dalam CSR diharapkan dapat memainkan peran kunci dalam membentuk strategi perusahaan memandang permasalahan sosial dan lingkungan. Sebagai perbandingan dari ketiga perpektif teoritis, dapat dilihat dalam tabel berikut: Kesimpulan Saat melihat CSR dari sudut pandang perusahaan, CSR tidak lagi bekerja untuk mendapatkan keuntungan bagi pemilik modal atau pemegang saham. CSR juga memberikan manfaat pada masyarakat pada umumnya dan pada komunitas sekitar pada khususnya. Berbagai dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan yang timbul akibat berdirinya suatu kawasan industri,mengharuskan perusahaan untuk bertanggung jawab kepada publik melalui aktivitas yang nyata. Namun, di sisi lain, komitmen masyarakat untuk bermitra dengan perusahaan dalam rangka kegiatan CSRmasih belum siap. Banyak program kegiatan CSR yang mengarah untuk pemberdayaan masyarakat terhenti di tengah jalan atau tidak sinambung (sustainability). Persoalan teknis yang menyangkut persyaratan administrasi, pelaporan manajemen usaha dan pengelolaan dana nampaknya menjadi kendala utama kelompok-kelompok usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) masyarakat. Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
Olahkarsa on
Uncategorized

Ulas Balik Sejarah CSR di Dunia

Jangan Sekali-kali Melupakan Sejarah atau Jas Merah telah menjadi kata yang tepat untuk kita untuk bernostalgia sejenak dengan sejarah. Banyak para ahli dunia yang mengemukakan dari pengertian, definisi dan penjelasan tentang CSR dalam bentuk buku atau tulisan lainnya, akan tetapi hanya beberapa dari para ahli duni yang mampu menjelaskan secara singkat sejarah perjalanan CSR di dunia secara sederhana. Berikut perjalanan singkat perkembangan CSR dari tahun ke tahun. Awal Tahun 1930: Perkembangan Fenomena Tanggung Jawab Moral Tahun 1930 dapat dikatakan sebagai tahun lahirnya konsep CSR pada perusahaan hal ini dibuktikan dengan adanya banyak protes yang muncul dari masyarakat akibat ulah perusahaan yang tidak mempedulikan masyarakat sekitarnya. Segala sesuatu hanya diketahui oleh perusahaan dan ditambah kenyataan bahwa pada saat itu telah terjadi resesi dunia secara besar-besaran yang mengakibatkan pengangguran dan banyak perusahaan yang bangkrut. Pada masa ini dunia berhadapan dengan kekurangan modal untuk input produksinya. Buruh terpaksa berhenti bekerja, pengangguran sangat meluas dan merugikan pekerjannya. Saat itu timbul ketidakpuasan terhadap sikap perusahaan yang tidak bertanggung jawab terhadap pekerjanya karena perusahaan hanya diam dan tidak bisa berbuat apa-apa. Menurut masyarakat pada masa ini perusahaan sama sekali tidak memiliki tanggung jawab moral. Menyadari kemarahan masyarakat muncul beberapa perusahaan yang meminta maaf kepada masyarakat dan memberi beberapa jaminan kepada para karyawannya yang dipecat. Sesuatu yang menarik dari fenomena ini adalah belum dikenalnya istilah CSR tapi perusahaan sudah melakukan. Meskipun upaya perusahaan untuk memperhatikan masyarakat sekitarnya sudah jelas terlihat. Namun usaha itu lebih dikenal sebatas tanggung jawab moral. Perusahaan pertama yang mengadopsi CSR dalam kebijakan perusahaan adalah Johnson & Johnson yang didirikan oleh Robert Wood Johnson, yang membangun kredibilitasnya pada 1943. Selain itu, The Hershey Company yang didirikan Milton Hershey ingin mendirikan lebih dari perusahaan. Hershey membangun sebuah kota dengan komunitas yang memiliki beragam fasilitas, institusi budaya, dan pusat aktivitas warga yang tumbuh hingga saat ini. Awal Tahun 1950: CSR Modern Awalnya CSR lebih dikenal sebagai Social Responbility (SR) akan tetapi dalam perjalanannya corporate kemungkinan karena intervensi dari korporasi modern. Menurut Howard R. Bowen dalam bukunya: “Social Responsibility of The Businessman” dianggap sebagai tonggak bagi CSR modern. “… obligation of businessman to pursue those policies, to makethose decision or to follow those line of action wich are desirable in term of theobjectives and values of our society.”Bowen (1953:6) dalam buku Social Responsibility of The Businessman Kalau membaca judul buku tersebut, seolah bias gender (hanya menyebutkan businessman tanpa mencantumkan businesswoman), sejak penerbitan buku tersebut definisi CSR yang diberikan Bowen memberikan pengaruh besar kepada literatur-literatur CSR yang terbit setelahnya. Sumbangsih besar pada peletakan fondasi CSR sehingga Bowen pantas disebut sebagai Bapak CSR. Awal Tahun 1960: Pembaharuan CSR Modern Pada periode ini para pakar mulai memberikan  formalisasi definisi CSR. Salah satu akademisi CSR yang terkenal pada masa itu adalah Keith Davis seorang pakar teori sifat. Davis dikenal karena berhasil memberikan pandangan yang mendalam atas hubungan antara CSR dengan kekuatan bisnis. Davis mengutarakan “ Iron Law of Responsibility ” yang menyatakan bahwa tanggung jawab sosial pengusaha sama dengan kedudukan sosial yang mereka miliki (social responsibilities of businessmen need to be commensurate)”. Awal Tahun 1994: Konsep CSR “Triple Bottom Line” Awal tahun 1994 menjadi tahun keemasan bagi CSR karena pada tahun ini dunia sudah mengenal apa itu CSR, sehingga  ketenaran istilah CSR menjadi inspirasi pembuatan buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998) terbit dipasaran. Buku ini adalah karangan John Elkington. Didalam buku ini ia mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity, yang digagas the World Commission on Environment and Development (WCED). dalam Brundtland Report (1987),  Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus yang senagaja ia singkat menjadi 3P yaitu singkatan dari profit, planet dan people. Di Indonesia sendiri, istilah CSR dikenal pada tahun 1980-an. Namun semakin popular digunakan sejak tahun 1990-an. Sama seperti sejarah munculnya CSR di dunia dimana istilah CSR muncul ketika kegiatan CSR sebenarnya telah terjadi. Kegiatan CSR ini sebenarnya sudah dilakukan perusahaan di Indonesia bertahun-tahun lamanya. Namun pada saat itu kegiatan CSR Indonesia dikenal dengan nama CSA (Corporate Social Activity) atau “aktivitas sosial perusahaan”. Kegiatan CSA ini dapat dikatakan sama dengan CSR karena konsep dan pola piker yang digunakan hampir sama. Layaknya CSR, CSA ini juga berusaha merepresentasikan bentuk “peran serta” dan “kepedulian” perusahaan terhadap aspek sosial dan lingkungan..
Olahkarsa on
Uncategorized

ISO 26000: Standar Internasional dan Panduan Implementasi CSR

Perusahaan maupun organisasi di seluruh dunia, dan pemangku kepentingannya, menjadi semakin sadar akan kebutuhan dan manfaat dari perilaku yang bertanggung jawab secara sosial. Tujuan dari tanggung jawab sosial adalah untuk berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan. Sehingga CSR sebagai perwujudan nyata dari etika bisnis tersebut semakin banyak dilaksanakan oleh kalangan dunia usaha. Kinerja organisasi dalam hubungannya dengan masyarakat tempatnya beroperasi dan dampaknya terhadap lingkungan telah menjadi bagian penting dalam mengukur kinerja keseluruhan dan kemampuannya untuk terus beroperasi secara efektif. Hal ini, sebagian, merupakan cerminan dari semakin meningkatnya kesadaran akan kebutuhan untuk memastikan ekosistem yang sehat, keadilan sosial, dan tata kelola organisasi yang baik. ISO 26000 Pada tahun 2004, ISO (InternationalOrganization for Standardization) sebagai lembaga induk dunia yang bertugas untuk membuat berbagai macam standardisasi industrial dan komersial berinisiatif untuk mengundang perwakilan berbagai negara anggotanya untuk membuat standar panduan pelaksanaan CSR. ISO 26000 merupakan standar internasional yang memberikan panduan tentang prinsip-prinsip yang mendasari tanggung jawab sosial, mengakui tanggung jawab sosial dan melibatkan pemangku kepentingan, subjek inti dan masalah yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial dan tentang cara untuk mengintegrasikan perilaku yang bertanggung jawab secara sosial ke dalam organisasi. Standar Internasional ini menekankan pentingnya hasil dan peningkatan kinerja pada tanggung jawab sosial. Standar Internasional ini dimaksudkan untuk berguna bagi semua jenis organisasi di sektor swasta, publik dan nirlaba, baik besar maupun kecil, dan baik yang beroperasi di negara maju atau berkembang. Meskipun tidak semua bagian dari Standar Internasional ini memiliki kegunaan yang sama untuk semua jenis organisasi, semua mata pelajaran inti relevan untuk setiap organisasi.  Berbeda dengan berbagai standar ISO lain yang bersifat baku dan mengikat, ISO 26000 hanya berupa standar panduan teknis bagi perusahaan/organisasi yang ingin melaksanakan tanggungjawab sosialnya. ISO 26000 bersifat sukarela dan tidak mengikat. Artinya perusahaan masih diperbolehkan untuk ikut mengembangkan program CSRnya yang disesuaikan dengan kondisi obyektif internal maupun eksternal perusahaan. Oleh karena itu tidak ada satupun lembaga yang ditunjuk secara resmi untuk melakukan sertifikasi ISO 26000. File Access: ISO 26000 & SDG Overview
Olahkarsa on
Uncategorized

Mengenal Triple Bottom Line, Konsep CSR yang Banyak Dipakai Perusahaan

Konsep CSR selalu berkembang pada setiap tahunnya, hal ini dipengaruhi oleh perubahan pola pemikiran para pelaku bisnis dan masyarakat pada umumnya. Banyak pelaku bisnis menggunakan konsep Triple Bottom Line dalam menjalankan setiap program CSR dengan tujuan untuk menjaga stabilitas antara People, Planet dan Profit. Lantas apa itu konsep Triple Bottom Line dalam CSR? Mari kita simak penjelasannya berikut: Sejarah  Konsep CSR “Triple Bottom Line” Awal tahun 1994 menjadi tahun keemasan bagi CSR karena pada tahun ini dunia sudah mengenal apa itu CSR, sehingga  ketenaran istilah CSR menjadi inspirasi pembuatan buku Cannibals With Forks: The Triple Bottom Line in 21st Century Business (1998) terbit dipasaran. Buku ini adalah karangan John Elkington. Didalam buku ini ia mengembangkan tiga komponen penting sustainable development, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity, yang digagas the World Commission on Environment and Development (WCED). dalam Brundtland Report (1987),  Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus yang senagaja ia singkat menjadi 3P yaitu singkatan dari profit, planet dan people. Profit (Keuntungan)Profit atau keuntungan merupakan tujuan dasar dalam setiap kegiatan usaha. Kegiatan perusahaan untuk mendapatkan profit setinggi-tingginya dengan cara meningkatkan produktivitas dan melakukan efisiensi biaya.  Peningkatan produktivitas dilakukan dengan cara membenahi manajemen kerja mulai dari penyederhanaan proses, menurunkan kegiatan yang tidak efisien, menekan waktu proses produksi, dan membangun hubungan jangka panjang dengan para stakeholder itu sendiri. Efisiensi biaya dapat dilakukan dengan cara menghemat pemakaian material dan mengurangi biaya serendah mungkin (Wibisono, 2007). People (Masyarakat Pemangku Kepentingan) People atau masyarakat merupakan stakeholders yang bernilai bagi perusahaan, karena sokongan masyarakat sangat dibutuhkan bagi keberadaan, kontinuitas hidup dan kemajuan perusahaan.  Perusahaan perlu bertanggung jawab untuk memberikan manfaat dan berdampak kepada masyarakat.  Untuk menjamin keberlangsungan bisnisnya, perusahaan tidak bisa hanya memperhatikan kepentingan mendapatkan profit saja, tetapi perusahaan juga harus menaruh kepedulian terhadap kondisi masyarakat seperti mengadakan kegiatan yang mendukung dan membantu kebutuhan masyarakat. Planet (Lingkungan) Planet (lingkungan) merupakan sesuatu yang terikat dan tidak bisa lepas dari seluruh aspek dalam kehidupan manusia. Profit atau keuntungan yang merupakan hal yang utama dari dunia bisnis membuat perusahaan sebagai pelaku industri hanya mementingkan keuntungan tanpa melakukan usaha apapun untuk melestarikan lingkungan. Hal tersebut mengakibatkan kerusakan lingkungan terjadi di berbagai tempat yang disebabkan oleh perusahaan yang tidak bertanggung jawab seperti polusi, pencemaran air, hingga perubahan iklim.
Olahkarsa on
Uncategorized

Mengenal Lebih Dekat Corporate Social Responsibility (CSR)

Perusahaan hendaknya memandang pelaksanaan CSR sebagai suatu kebutuhan bagi perusahaan, bukan sebuah keterpaksaan karena telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 47 tahun 2012 tentang Perseroan Terbatas mengenai Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). Penerapan CSR dapat dijadikan strategi bisnis perusahaan yang pada akhirnya berfungsi sebagai sarana meningkatkan citra dimata masyarakat. CSR merupakan investasi jangka panjang yang apabila dilakukan secara konsisten akan menciptakan hubungan yang harmonis dengan masyarakat. Pelaksanaan CSR berpegang teguh pada “doing well and doing good” yang menyatakan bahwa CSR merupakan bagian dari strategi perusahaan yang apabila diaplikasikan dengan tepat bisa memberi dampak positif bagi internal maupun eksternal perusahaan. Manfaat yang dapat diperoleh perusahaan dengan melaksanakan tanggung jawab sosial, antara lain peningkatan penjualan dan market share, meningkatkan brand positioning, serta meningkatkan daya tarik perusahaan dimata para analis keuangan dan investor. Konsep piramida CSR yang dikembangkan oleh Archie B. Caroll dapat menjelaskan mengapa sebuah perusahaan perlu menerapkan CSR. Piramida CSR adalah alat penting untuk mendorong pembangunan berkelanjutan yang bersifat ramah lingkungan dengan berprinsip pada manajemen rantai pasokan hijau. Perusahaan terlibat dalam keputusan, tindakan kebijakan dan praktik yang bersamaan memenuhi komponen ekonomi, legal, etika, dan filantopi. Tanggung jawab ekonomi berkaitan  dengan pencapaian laba perusahaan yang dapat juga meningkatkan ekonomi regional dan global. Perusahaan yang telah mencapai keuntungan secara ekonomis sudah harus memenuhi tanggung jawab sosialnya. Tanggung jawab hukum yaitu bahwa perusahaan harus taat pada hukum. Perusahaan harus memperhatikan peraturan-peraturan pemerintah misal terkait ijin pembangunan, ekplorasi lingkungan, proteksi karyawan, serta pajak. Selanjutnya yaitu tanggung jawab etis, perusahaan memiliki kewajiban untuk menjalankan bisnis dengan baik, menjunjung kearifan lokal, serta mengikuti nilai dan norma yang berlaku di masyarakat. Pada puncak piramida CSR, perusahaan mempunyai tanggung jawab filantropis. Selain perusahaan harus memperoleh laba, patuh pada hukum, dan berperilaku etis, perusahaan dituntut untuk memberi kontribusi yang dapat dirasakan oleh masyarakat. Perusahaan memiliki tanggung jawab yang lebih luas terhadap para pemangku kepentingan, seperti penyerapan tenaga kerja, pengelolaan sumber daya, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat di sekitar perusahaan. Keempat komponen tanggung jawab tersebut merupakan satu kesatuan dalam pengimplementasian tanggung jawab sosial perusahaan. Kegiatan CSR merupakan kepedulian perusahaan yang didasar atas prinsip triple bottom lines (profit, people, planet) yang menyatakan bahwa para pelaku bisnis harus memperhatikan aspek keuangan, sosial, dan lingkungan.
Olahkarsa on
Uncategorized

Perusahaan Retail ini Mulai Berfokus dengan Isu Sustainability

Tahun 2020 membuat dunia retail semakin serius tentang keberlanjutan. Topik ini menjadi fokus utama beberapa perusahaan retail dalam dukungan mereka terhadap sustainability. Jen Hyman, CEO Rent the Runway, mengatakan bahwa cepat dan berkelanjutan tidak harus selalu bertentangan. Perusahaan hanya perlu melihat studi terbaru IBM, terkait dengan NRF, untuk memahami seberapa cepat prioritas konsumen berubah.  Konsumen bisa mendapatkan apa pun yang mereka inginkan secepat yang mereka inginkan (pengiriman di hari yang sama, pengiriman dalam satu jam, dan BOPIS) sambil membandingkan harga secara real time, jadi tidak mengherankan beberapa pengecer mungkin bertanya-tanya apakah keberlanjutan benar-benar menjadi faktor dalam proses pengambilan keputusan pembelian . Menurut temuan dalam studi terbaru IBM terhadap 19.000 konsumen di 28 negara, jawabannya adalah iya. Temuan dari studi tersebut mengungkapkan hampir 60% konsumen yang disurvei bersedia mengubah kebiasaan berbelanja mereka untuk mengurangi dampak lingkungan. Untuk hampir 80% responden yang mengatakan keberlanjutan penting bagi mereka, lebih dari 70% akan membayar premi rata-rata 35%. Statistik yang paling mengejutkan saya adalah pembagian yang hampir merata antara konsumen yang didorong oleh nilai vs. didorong oleh tujuan dan persentase kecil konsumen yang melaporkan didorong oleh merek. Bagi brand dan retailer yang menganggap keberlanjutan hanya penting bagi generasi millennial dan Gen Z, ternyata mereka bukanlah anomali konsumen. Sebaliknya, setiap kelompok usia yang disurvei sangat konsisten dalam melaporkan kepentingan relatif atribut keberlanjutan dan kesehatan.  1. Levi’s adalah pemimpin dalam mengurangi penggunaan bahan kimia dan air dalam produk (tahukah Anda bahwa celana jeans membutuhkan 90 galon air untuk diproduksi?). Perusahaan menggunakan lebih dari 20 teknik finishing hemat air dan membagikannya dengan industri. 2. American Eagle: Tujuannya adalah menjadi karbon netral pada tahun 2030, termasuk mengurangi penggunaan air dalam produksi jeans sebesar 30% dan meningkatkan daur ulang air di fasilitas binatu sebesar 50%.  3. Groupe Casino: memberi tahu dan memberi insentif kepada konsumen untuk berbelanja saat mendekati tanggal kedaluwarsa makanan. 4. Stella McCartney: Toko di London dilapisi dengan busa yang dapat didaur ulang dan kertas bekas dari kantor-kantor setempat, belum lagi boneka-boneka yang dapat terurai secara hayati. 5. Lush: produsen kosmetik tanpa plastik dengan menghilangkan kebutuhan akan pengemasan. 6. H&M: merilis produk yang mengandung setidaknya mengandung 50% bahan berkelanjutan. 7. Allbirds: Didirikan pada tahun 2014, merek sepatu ini berfokus pada bahan-bahan yang bersifat alami. 8. Reformasi: Perusahaan memiliki lima kategori yang memudahkan pelanggan untuk mengidentifikasi dampak lingkungan berdasarkan produk. Kategorinya mencakup “Eww, never”. 9. Toms adalah salah satu penggerak pertama dalam retail yang bertanggung jawab secara sosial dengan kebijakan pemberian sepatu. Merek ini kemudian berkembang ke layanan air minum dan kelahiran yang lebih aman serta inisiatif Stand for Tomorrow yang berfokus pada tunawisma, pemberdayaan perempuan, dan masalah sosial.              10. IKEA: Pada tahun 2030, raksasa furnitur ini telah berkomitmen untuk hanya menggunakan bahan yang dapat diperbarui dan didaur ulang dan untuk mengurangi jejak IKEA hingga 70% per produk.  Artikel ini merupakan terjemahan dari tulisan yang berjudul Retailers Get Serious About Sustainability Into 2020 (forbes.com).
Olahkarsa on
Uncategorized

Mengedepankan Keberlanjutan, Kini HP Menggunakan Bahan Dasar Daur Ulang Sampah

Perusahaan teknologi ternama yaitu HP telah menciptakan “PC/Laptop paling berkelanjutan di dunia” melalui komitmen mereka terhadap efisiensi energi, penggunaan bahan daur ulang, umur panjang produk, desain akhir masa pakai produk, dan kemasan yang inovatif.  HP juga merupakan anggota NextWave Plastics, sebuah inisiatif kolaboratif dan sumber terbuka yang mengumpulkan perusahaan multinasional terkemuka untuk mengembangkan jaringan global pertama rantai pasokan plastik di laut. “Langkah awal adalah memahami bahwa desain suatu produk merupakan bagian dari keberlanjutan seperti kita mulai berfikir tentang ekonomi sirkular.”Paul Ford – Environmental Compliance Manager at HP HP bekerja sama dengan sebuah perusahaan daur ulang  di Haiti yang telah menyediakan lebih dari 450 ton botol plastik laut untuk daur ulang dan digunakan kembali. Plastik tersebut berakhir di produk HP seperti EliteBook 800 Series baru, ZBook Firefly 14, dan ZBook Firefly 15.  “Ketika kamu membuat sesuatu menggunakan bahan yang berkelanjutan, dan produk tersebut tidak hanya mengedepankan keindahan, namun juga memiliki dampak positif bagi kehidupan.”Stacy Wolff – Global Head of Personal Systems Design at HP Pengemasan. Salah satu hal yang paling terlihat dan signifikan di mana desain dapat berdampak pada keberlanjutan adalah pengemasan, dan HP berkomitmen untuk mengurangi limbah dalam pengemasan dan meningkatkan penggunaan bahan daur ulang dan reklamasi.  HP bertujuan untuk mengurangi 75% dalam kemasan plastik sekali pakai pada tahun 2025 melalui penggunaan inovatif dari bahan kemasan serat yang didaur ulang atau bahan yang sama yang digunakan dalam karton telur.    Kemasan serat lebih ramah lingkungan daripada plastik karena terbuat dari bahan daur ulang terbarukan seperti kertas karton daur ulang, kertas koran, bambu, tebu, dan lainnya serat selulosa tanaman, serta 100% dapat didaur ulang dan terurai secara hayati. Tidak seperti membuat kemasan seperti biasanya, dengan menggunakan cetakan logam yang mahal dan memakan waktu. HP menggunakan inovasi eksklusif dalam perangkat lunak manufaktur digital dan kecerdasan data, bersama dengan teknologi pencetakan 3D industri terkemuka di industri, sehingga dapat membuat alat khusus yang membentuk pulp serat dengan spesifikasi yang tepat untuk produk yang dimaksudkan untuk dilindungi tanpa memerlukan pengerjaan mesin atau tenaga kerja manual serta menciptakan solusi pengemasan berkelanjutan yang juga lebih mudah diproduksi dan lebih murah.
Olahkarsa on
Uncategorized

6 Skills Wajib bagi Praktisi CSR (Corporate Social Responsibility)

Keterampilan dan atribut apa yang paling membantu seseorang yang bekerja di (atau ingin bekerja di) bidang tanggung jawab sosial perusahaan dalam mendukung Sustaniable Development Goals? Kepemimpinan. CSR diperlukan untuk bekerja lintas departemen dan bertanggung jawab untuk berkomunikasi dan berkolaborasi dengan orang lain. CSR tidak selalu dalam departemen yang mapan, jadi kamu perlu mengandalkan hubungan untuk menyelesaikan sesuatu. Kamu harus menjadi pemimpin yang mampu melakukan manajemen Sumber Daya Manusia hingga stakholder. Komunikasi. Mengetahui bagaimana berkomunikasi dengan baik, baik secara lisan maupun tertulis adalah keterampilan penting yang harus dimiliki untuk berkarir di tanggung jawab sosial perusahaan. Kamu bertanggung jawab untuk mengkomunikasikan segala hal mulai dari kasus bisnis hingga dampaknya dan harus dapat menyesuaikan pesan tersebut ke berbagai audiens dan pemangku kepentingan. Design Thinking & Partnership. CSR adalah lintas sektor dan seringkali membutuhkan kemitraan dengan organisasi lain (stakeholder). Mampu melihat gambaran besarnya dan menjelaskan bagaimana organisasi Anda cocok dengan tujuan yang lebih besar akan menjadi penting. Research & Analytic. Pemikiran strategis, keberlanjutan, penelitian, analitik, dan pemasaran adalah beberapa keahlian yang paling umum dicari dalam peran CSR (bergantung pada perusahaan). Monitoring & Evaluasi. Direkomendasikan agar sistem pelaporan yang handal ditetapkan untuk memfasilitasi penilaian keefektifan mekanisme CSR dan kemitraan dan kolaborasi dengan perusahaan dan LSM / yayasan yang sedang dikembangkan. Seorang profesional berpengalaman dalam manajemen program dengan keterampilan pemantauan dan evaluasi yang kuat akan bekerja untuk menjamin kualitas hasil, membangun transparansi untuk strategi CSR, dan menganalisis program dan kegiatan yang digunakan oleh organisasi. Key Performance Indicator (KPI) & Pelaporan: Juga direkomendasikan untuk mengukur dan melaporkan kemajuan yang dibuat dalam setiap kategori tanggung jawab ini dengan menggunakan alat pemantauan CSR yang unik dan indikator kinerja utama (KPI). Departemen harus menggunakan KPI sebagai dasar untuk menganalisis dan melacak kinerja dan untuk menilai efektivitas keputusan strategis utama mengenai kepegawaian dan sumber daya, serta untuk membuat rekomendasi guna meningkatkan kinerja departemen di masa depan. Lebih lanjut, ketika temuan dan rekomendasi dari laporan CSR akan dalam proses implementasi, mekanisme audit dan pelaporan harus menunjukkan penggunaan standar yang diakui, dan harus mencerminkan strategi dan program yang menjadi inti dari kegiatan organisasi.
Olahkarsa on
Uncategorized

‘Masker Lebih Banyak dari Ubur-Ubur’ – Sampah Masker yang Berakhir Menjadi Polusi bagi Laut.

Para ahli lingkungan telah memperingatkan bahwa peningkatan global dalam penggunaan masker sekali pakai, sarung tangan lateks, dan alat pelindung lainnya untuk digunakan melawan virus corona baru dapat memperburuk polusi laut. OceansAsia, organisasi lingkungan yang berbasis di Hong Kong, melaporkan bahwa masker sekali pakai ditemukan mengambang di bawah air dan di dasar laut, terperangkap di antara jaring-jaring. “Satu masker wajah bisa memakan waktu ratusan tahun untuk terurai menjadi mikroplastik, jenis mikroplastik sekarang ditemukan pada ikan yang ditujukan untuk konsumsi manusia, bahkan garam laut”. OceansAsia merekomendasikan agar orang beralih ke masker yang dapat digunakan kembali. Pantai dan perairan Jepang juga menyaksikan peningkatan nyata dalam jumlah masker sekali pakai baru-baru ini, kata Masahiro Takemoto, seorang penyelam profesional dan pencinta lingkungan. Pada saat pembersihan pantai bulan Februari di Hong Kong, ditemukan puluhan masker sepanjang 100 meter garis pantai, dengan 30 lagi muncul seminggu kemudian. Di Mediterania, masker dilaporkan terlihat mengambang seperti ubur-ubur. Meskipun jutaan orang diberitahu untuk menggunakan masker wajah, hanya sedikit panduan yang diberikan tentang cara membuang atau mendaur ulangnya dengan aman. Dan ketika negara-negara mulai mencabut lockdown, miliaran masker akan dibutuhkan setiap bulan secara global. Tanpa praktik pembuangan yang lebih baik, bencana lingkungan akan segera terjadi. Mayoritas masker dibuat dari bahan plastik yang tahan lama, dan jika dibuang dapat bertahan di lingkungan sampai beberapa puluh tahun. Ini berarti mereka dapat berdampak pada lingkungan dan manusia. Berbahaya bagi manusia dan hewan Awalnya, masker yang dibuang dapat berisiko menyebarkan virus corona ke pemulung, pemulung atau anggota masyarakat yang pertama kali menemukan sampah tersebut. Kita tahu bahwa dalam kondisi tertentu, virus dapat bertahan hidup dengan masker bedah plastik selama tujuh hari. Dalam jangka menengah hingga panjang, hewan dan tumbuhan juga terpengaruh. Beberapa hewan juga tidak bisa membedakan antara barang plastik dan mangsanya. Bahkan jika mereka tidak tersedak, hewan dapat mengalami kekurangan gizi karena bahan-bahan tersebut memenuhi perut mereka tetapi tidak memberikan nutrisi. Hewan yang lebih kecil juga bisa terjerat elastis di dalam masker atau di dalam sarung tangan. Plastik terurai menjadi potongan-potongan kecil dari waktu ke waktu, dan semakin lama sampah berada di lingkungan, semakin banyak plastik akan terurai. Plastik pertama kali terurai menjadi mikroplastik dan akhirnya menjadi nanoplastik yang lebih kecil. Partikel dan serat kecil ini seringkali merupakan polimer berumur panjang yang dapat terakumulasi dalam rantai makanan. Satu masker dapat menghasilkan jutaan partikel, masing-masing berpotensi membawa bahan kimia dan bakteri ke atas rantai makanan dan bahkan berpotensi ke manusia. Apa yang harus dilakukan Pada bulan Maret, Organisasi Kesehatan Dunia memperkirakan bahwa 89 juta masker sekali pakai tambahan diperlukan secara global per bulan dalam pengaturan medis untuk memerangi COVID-19.  Dengan mengingat semua ini, kita harus mengambil langkah-langkah berikut untuk mengurangi dampak pemakaian masker wajah: Gunakan masker yang dapat digunakan kembali tanpa filter sekali pakai. Cuci secara teratur dengan mengikuti instruksiUsahakan untuk membawa cadangan jadi jika terjadi kesalahan dengan yang kamu kenakan, maka tidak perlu menggunakan atau membeli masker sekali pakai.Jika kamu memang perlu menggunakan masker sekali pakai, bawalah pulang (mungkin di dalam tas jika Anda harus melepasnya) lalu taruh langsung ke tempat sampah dengan tutupnya. Jika ini tidak memungkinkan, letakkan di tempat sampah umum yang sesuai.Apa pun yang kamu lakukan, jangan buang sampah sembarangan!
Olahkarsa on
Uncategorized

Hutan Vertikal: Sebuah Bangunan Hijau Berkelanjutan yang Indah

Hutan Vertikal adalah model untuk bangunan tempat tinggal yang berkelanjutan, proyek reboisasi metropolitan yang berkontribusi pada regenerasi lingkungan dan keanekaragaman hayati perkotaan tanpa implikasi perluasan kota di wilayah tersebut. Ini adalah model pemadatan vertikal alam di dalam kota yang beroperasi dalam kaitannya dengan kebijakan reboisasi dan naturalisasi perbatasan kota dan metropolitan yang besar. Hutan Vertikal adalah prototipe bangunan untuk format baru dari keanekaragaman hayati arsitektur yang tidak hanya berfokus pada manusia tetapi juga pada hubungan antara manusia dan spesies hidup lainnya. Contoh pertama, dibangun di Milan di kawasan Porta Nuova, terdiri dari dua menara dengan tinggi masing-masing 80 dan 112 meter, menampung total 800 pohon. Proyek ini juga merupakan perangkat untuk membatasi perluasan kota yang ditimbulkan melalui pencarian tanaman hijau ( setiap menara setara dengan sekitar 50.000 meter persegi rumah keluarga tunggal). Tidak seperti “mineral” pada kaca atau batu, pelindung dalam bentuk tumbuhan ini tidak memantulkan atau memperbesar sinar matahari tetapi menyaringnya sehingga menciptakan iklim mikro internal yang ramah tanpa membahayakan efek terhadap lingkungan. Pada saat yang sama, “tirai hijau” tersebut mengatur kelembaban, menghasilkan oksigen dan menyerap CO2 dan mikropartikel. Alih-alih hanya objek arsitektur sederhana, kehadiran komponen tumbuhan berarti bahwa Hutan Vertikal lebih mirip dengan serangkaian proses – sebagian alami, sebagian dikelola oleh manusia – yang menyertai kehidupan dan pertumbuhan organisme yang dihuni dari waktu ke waktu. Beberapa tahun setelah pembangunannya, Hutan Vertikal telah melahirkan habitat yang dihuni oleh banyak spesies hewan (termasuk sekitar 1.600 spesimen burung dan kupu-kupu), membentuk pos terdepan dari rekolonisasi flora dan fauna spontan di kota. Setiap Hutan Vertikal kurang lebih sama dengan jumlah pohon seluas 20.000 meter persegi hutan. Dalam hal kepadatan perkotaan, ini setara dengan area tempat tinggal satu keluarga seluas hampir 75.000 meter persegi. Sistem vegetasi di Hutan Vertikal berkontribusi pada pembentukan iklim mikro, menghasilkan kelembapan, menyerap CO2 dan partikel debu, serta menghasilkan oksigen. Habitat Biologis Hutan Vertikal meningkatkan keanekaragaman hayati. Ini membantu untuk membangun ekosistem perkotaan di mana jenis vegetasi yang berbeda menciptakan lingkungan vertikal yang juga dapat dijajah oleh burung dan serangga, dan oleh karena itu menjadi magnet dan simbol kolonisasi kembali kota secara spontan oleh vegetasi dan oleh kehidupan hewan. Pembuatan sejumlah Hutan Vertikal di kota dapat membentuk jaringan koridor lingkungan yang akan memberi kehidupan pada taman-taman utama di kota, menyatukan ruang hijau jalan dan taman dan menjalin berbagai ruang pertumbuhan vegetasi spontan. Mitigasi Vertical Forest membantu membangun iklim mikro dan menyaring partikel debu yang ada di lingkungan perkotaan. Keragaman tumbuhan membantu menciptakan kelembapan dan menyerap CO2 dan debu, menghasilkan oksigen, melindungi manusia dan rumah dari sinar matahari yang berbahaya dan dari polusi akustik. Anti-Sprawl Hutan Vertikal adalah tindakan anti-sprawl yang bertujuan untuk mengontrol dan mengurangi perluasan perkotaan. Jika kita memikirkannya dalam hal kepadatan perkotaan, setiap menara Hutan Vertikal setara dengan luas bangunan perkotaan rumah dan bangunan hingga 50.000 meter persegi. Pohon adalah elemen kunci dalam memahami proyek arsitektur dan sistem taman. Dalam hal ini pilihan jenis pohon dibuat agar sesuai dengan posisinya pada fasad dan ketinggian, dan butuh dua tahun untuk menyelesaikannya, bersama sekelompok ahli botani. Tanaman yang digunakan dalam proyek ini akan ditanam khusus untuk tujuan ini dan akan dibudidayakan sebelumnya. Selama periode ini tanaman ini perlahan-lahan dapat terbiasa dengan kondisi yang akan mereka temukan di gedung. Papan Reklame Ekologi Hutan Vertikal adalah landmark di kota yang mampu menggambarkan jenis lanskap variabel baru yang mengubah tampilan mereka selama musim, tergantung pada jenis tanaman yang terlibat. Hutan Vertikal akan menawarkan pemandangan yang menawan bagi kota metropolitan.
Olahkarsa on
Uncategorized

Ceka Craft: Menyulap Sampah Menjadi Rupiah

Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) pada Februari 2019, merilis bahwa saat ini Indonesia menghasilkan sedikitnya 64 juta ton timbunan sampah setiap tahunnya. Berdasarkan data tersebut, sekitar 60 persen sampah diangkut dan ditimbun ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), 10 persen sampah didaur ulang, sedangkan 30 persen lainnya tidak dikelola dan mencemari lingkungan. Menurut Novrizal Tahar (Direktur Pengelolaan Sampah KLHK), upaya yang perlu dilakukan untuk mengatasi hal tersebut yaitu merubah mindset masyarakat yang awalnya membuang sampah menjadi memilah sampah. Sampah yang dipilah dapat dijadikan sumber daya baru yang dapat mendorong perekonomian. Menurut survei Katadata Insight Center, sebanyak 50,8 persen responden di lima kota besar Indonesia (Jakarta, bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Surabaya) tidak memilah sampah. Dari 50,8 persen rumah tangga yang tidak memilah sampah, 79 persen di antaranya beralasan tidak ingin repot. Salah satu upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kesadaran mayarakat dalam memilah sampah adalah dengan membentuk bank sampah. Selain memilah sampah, bank sampah juga dapat membuat sampah menjadi barang yang memiliki nilai jual serta membuat lingkungan lebih bersih. Inovasi-inovasi yang dilakukan dalam mendaur ulang sampah juga dapat membantu menjaga kelestarian dan kebersihan lingkungan. Salah satu kelompok ibu-ibu yang berfokus dalam pendaur ulangan sampah yaitu Komunitas Ceka Craft yang berisikan ibu-ibu di Desa Ciwaruga, Kecamatan Parongpong, Kabupaten Bandung Barat. Cerdas Memilah Sampah Keluarga atau Ceka Craft bermula dari sekelompok kader Posyandu yang peduli dengan lingkungan dan sampah yang ada di sekitar. Mereka menginisiasi bank sampah untuk membantu menjaga kebersihan lingkungan di pemukiman yang padat penduduk. Ceka Craft berfokus dalam daur ulang sampah kertas (koran) dengan dijadikan kerajinan tangan yang cantik dan menarik. Kaleng bekas yang tidak terpakai juga didaur ulang untuk dijadikan hiasan. Selain kertas dan kaleng, Ceka Craft juga mendaur ulang sampah kantong plastik menjadi tas lucu yang dapat digunakan sebagai tas belanja. Awal tahun 2016, Ceka Craft melatih kader agar menjadi lebih inovatif dalam mendaur ulang sampah. Koran yang dijadikan sebagai bahan kerajinan diolah menggunakan teknik decoupage yaitu dengan cara menempel potongan-potongan kertas pada permukaan benda dengan media lem. Ide yang kreatif ini membuat Ceka Craft pernah meraih juara 1 dalam  perlombaan yang diadakan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Barat dalam kategori mengolah dan menghias dengan bahan baku kaleng pada tahun 2019 silam. Hal tersebut yang membuat kader-kader Ceka Craft terus berinovasi dalam mengkreasikan kerajinan berbahan dasar sampah. Tak hanya perlombaan, Ceka Craft juga sering mengikuti  pameran yang diselenggarakan di Kabupaten Bandung Barat dan Kota Bandung. Dengan mengikuti pameran tersebut, produk kerajinan Ceka Craft makin dikenal dan diminati oleh berbagai kalangan. Kelompok Ceka Craft juga pernah bekerjasama dengan Dinas Sosial Kabupaten Bandung Barat untuk melatih Penyandang Masalah Kesejahteraan Sosial yang ada di Kabubaten Bandung Barat. Dan juga pernah menjadi pelatih di salah satu sekolah di Kabupaten Bandung Barat. Berawal dari sampah yang tidak memiliki nilai jual, para ibu-ibu peduli lingkungan di Desa Ciwaruga ini menyulap sampah menjadi barang yang memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Selain itu, Ceka Craft juga memberdayakan ibu-ibu di desa Ciwaruga serta ikut menjaga kelestarian lingkungan.
Olahkarsa on
Uncategorized

Kopi Bah Dusyie, Mitra Binaan Kebanggan PT Len Industri (Persero)

Kabupaten Bandung merupakan salah satu daerah penghasil kopi dengan kualitas terbaik yang telah diakui oleh kancah internasional. Kopi Gunung Puntang dan Kopi Gunung Tilu pernah dinobatkan menjadi juara dalam ajang Specialty Coffee Association of America Expo di Atlanta, Amerika Serikat, tahun 2016 silam. Tak kalah dengan kopi Gunung Puntang, Kopi Gambung  yang berada di lereng Gunung Tilu juga memiliki karakter kuat dan berkualitas dengan cita rasa sedikit asam tetapi ada juga rasa manis. Kopi berjenis arabika ini tumbuh di ketinggian 1200 hingga 1800 mdpl. Perlakuan organik serta pohon penaung yang didominasi oleh pohon mala juga menambah cita rasa khas Kopi Gambung. Salah satu petani sekaligus pengolah kopi Gambung, Bah Dusyie mengatakan “untuk mendapatkan kualitas yang bagus, semua berawal dari cerry yang steril dengan tingkat kematangan yang merata.” Selain petani, Bah Dusyie juga mempunyai saung kopi yang menawarkan keindahan dan keasrian hutan di kaki Gunung Tilu. Jenis kopi yang Bah Dusyie tawarkan di saungnya antara lain menggunakan proses honey, wine, full wash, dan natural. Semenjak menjadi Mitra Binaan PT Len Industri (Persero), Saung Kopi Bah Dusyie berkembang  pesat. Warung kopi yang tadinya hanya sepetak dan digunakan untuk menyeduh kopi saja, sekarang beralih menjadi saung tempat nongkrong asik dengan pemandangan keasrian hutan dan pohon kopi. Menurut Pak Wibisono, salah satu staff Tanggung Jawab Sosial Lingkungan PT Len Industri (Persero) mengatakan bahwa “Kopi Bah Dusyie merupakan salah satu UKM yang berhasil dibantu oleh Len Industri karena beliau mempunyai semangat dan sudah menganggap kami sebagai keluarga. Dulu beliau menolak untuk jadi mitra kami karena beliau merasa belum butuh. Namun seiring berjalannya waktu, beliau mengajukan untuk menjadi mitra kami karena beiau ingin mengembangkan usahanya.” Sekitar 100 pohon kopi ditanam di area Saung Kopi Bah Dusyie sehingga, selain menikmati kopi, pengunjung juga dapat melihat langsung proses pembuatan kopi mulai dari memetik, menjemur, mengolah kopi hingga disajikan kepada pengunjung.   Tak hanya menikmati secangkir kopi secara langsung, pengunjung juga dapat membawa kopi Bah Dusyie sebagai oleh-oleh atau untuk konsumsi sendiri dirumah. Harapan Bah Dusyie sendiri, menjadikan Saung Kopi Bah Dusyie sebagai destinasi wisata edukasi yang menjunjung potensi kopi lokal Desa Gambung. Selain menyeduh kopi, pengunjung juga dapat melihat proses penyajian kopi dari hulu ke hilir.
Olahkarsa on
Uncategorized

Membangun Kemitraan Bersama Masyarakat, PT Len Industri (Persero) Tanam 15.000 Bibit Kopi di Desa Mekarsari Kabupaten Bandung

Desa Mekarsari atau terkenal dengan nama Desa Gambung merupakan sebuah desa di dataran tinggi di selatan Bandung, tepatnya di Kecamatan Pasir Jambu, Kabupaten Bandung. Desa Mekarsari Gambung dahulu merupakan sebuah kawasan wisata, setelah krisis moneter tahun 1998 Desa Gambung mengalami ketidakstabilan yang membuat turunnya perekonomian masyarakat. Masyarakat Desa Gambung mulai bangkit kembali dengan mengoptimalkan potensi yang ada yaitu tanaman kopi. Untuk melestarikan komoditi lokal, PT Len Industri (Persero) melaksanakan program penanaman 15.000 pohon kopi di Desa Mekarsari Gambung. Komunikasi antara PT Len Industri (Persero) dan Pemerintah Desa Mekarsari yang terjalin baik menjadikan PT Len Industri (Persero) memilih Desa Mekarsari Gambung menjadi Desa Binaan. Kegiatan tanggung jawab sosial perusahaan yang dibuat PT Len Industri (Persero) diharapkan dapat memberikan manfaat bagi masyarakat setempat. Disamping kegiatan pemberdayaan lingkungan, program tanggung jawab sosial perusahaan juga dilakukan untuk memberdayakan masyarakat setempat dalam meningkatkan ekonomi. Kegiatan yang dilaksanakan divisi Tanggung Jawab Sosial Lingkungan (TJSL) PT Len Industri (Persero) salah satunya adalah pemberian bantuan kepada korban bencana kebakaran yang pernah terjadi pada tahun 2020 di Desa Mekarsari Gambung, dan dalam waktu dekat akan dilaksakan penanaman pohon. Selain dua kegiatan tersebut, PT Len Industri (Persero) juga melakukan pendampingan dan bantuan pendanaan usaha bagi para pemilik Usaha Kecil Menengah (mitra binaan) di Desa Mekarsari Gambung. Pendanaan UKM merupakan dana bergulir yang harus dikembalikan dalam jangka waktu 3 tahun oleh mitra binaan. Dana yang dikembalikan nantinya akan dimanfaatkan lagi oleh pelaku usaha yang lain. Donny Gunawan selaku Manager Divisi Tanggung Jawab Sosial Lingkungan mengatakan bahwa “Len Industri berawal dari masyarakat jadi Len Industri akan maju dan berkembang bersama masyarakat.” Hal tersebut menjadikan PT Len Industri (Persero) lebih meningkatkan efektivitas komunikasi dengan masyarakat setempat serta menekankan atmosfer kekeluargaan dan kebersamaan sehingga terbangun kepercayaan antara kedua belah pihak. Komunikasi PT Len Industri (Persero) dengan mitra binaan yang telah berjalan baik diantaranya dengan Bah Dusyie. Bah Dusyie merupakan seorang pengusaha warung kopi di Desa Mekarsari Gambung. Beliau telah menggeluti dunia usaha terutama kopi selama 6 tahun. Mulai dari menanam, memanen hingga menyajikan kopi dilakukan sendiri oleh Bah Dusyie. Menjadi mitra binaan PT Len Industri (Persero) selama 2 tahun ini, membuat Kopi Bah Dusyie dijadikan sebuah brand kopi lokal yang terkenal dengan rasa yang khas. Selain rasa kopi, suasana pegunungan dan hutan kopi dapat memanjakan mata para pelanggan Kopi Bah Dusyie ini. Dalam pengimplementasian TJSL, PT Len Industri (Persero) membantu Bah Dusyie dalam hal pemasaran, legalitas produk dan juga menyertakan Bah Dusyie dalam berbagai pelatihan. Tak hanya itu, PT Len Industri (Persero) juga terus memantau perkembangan produk serta mendampingi usaha Bah Dusyie sampai sekarang.
Olahkarsa on
Uncategorized

CSR Stories: Upaya Membangun Ekosistem Keberlanjutan

Fugit, sed quia consequuntur magni dolores eos qui ratione voluptatem sequi nesciunteque porro quisqu dolorem ipsum quia dolo sit amet, consectetur, adipisci velituia consequuntur magni dolores eos qui ration. Xplain to you how all this mistaken idea of denouncing. Fugit, sed quia consequuntur magni dolores eos qui ratione voluptatem sequi nesciunteque porro quisqu dolorem ipsum quia dolo sit amet, consectetur, adipisci velituia consequuntur.

H1 Heading – must explain to you how must explain to you how must

Fugit, sed quia consequuntur magni dolores eos qui ratione voluptatem sequi nesciunteque porro quisqu dolorem ipsum quia dolo sit amet, consectetur, adipisci

H2 Heading – must explain to you how all this in you how all thisll this in you how

Fugit, sed quia consequuntur magni dolores eos qui ratione voluptatem sequi nesciunteque porro quisqu dolorem ipsum quia dolo sit amet, consectetur, adipisci

H3 Heading – must explain to you how all this mistaken idea of denouncing pleasure

Fugit, sed quia consequuntur magni dolores eos qui ratione voluptatem sequi nesciunteque porro quisqu dolorem ipsum quia dolo sit amet, consectetur, adipisci

H4 Heading – must explain to you how all this mistaken idea of denouncing pleasure and praising

Fugit, sed quia consequuntur magni dolores eos qui ratione voluptatem sequi nesciunteque porro quisqu dolorem ipsum quia dolo sit amet, consectetur, adipisci
H5 Heading – must explain to you how all this mistaken idea of denouncing pleasure and praising mistaken idea of denouncing
Fugit, sed quia consequuntur magni dolores eos qui ratione voluptatem sequi nesciunteque porro quisqu dolorem ipsum quia dolo sit amet, consectetur, adipisci velituia consequuntur.
H6 Heading – must explain to you how all this mistaken idea of denouncing pleasure praising pain was, must explain explain to you how all this mistaken
Fugit, sed quia consequuntur magni dolores eos qui ratione voluptatem sequi nesciunteque porro quisqu dolorem ipsum quia dolo sit amet, consectetur, adipisci

Standard Inline Elements

Bold text dolor sit amet, consectetur accent color adipisicing elit, hovered accents sed do eiusmod tempor hovered ut labore et dolore magna aliqu quis nostrud exercitation ullamco laboris nisllum dolore eu fugiat nulla pariatur. Excepteur sint occaecat cupidatatnon proident officia sunt in culpa qui deserunt mest laborum.

architecto iste natus error sit voluptatem italic text example doloremque laudantium, totam rem aperiam, eaque ipsa quae ab illo inventore vei architecto beatae explicabo. Nemo enptatem quia oluptas Tooltip Title aut odit aut fugit, sed quia consequuntur magni dolores eos quiet.

Dropcaps

Donec in sapien volutpat, et pharetra odio nec, egestas tellus. Vivamus sed molestie tortor facilisis at. Suspendisse mattis a neque non semper. Nam ut placerat orci, ultrices dolor. Sed rhoncus a dui nisi iaculis, a aliquam felis ornare. Vivamus non cursus purus, eget maximus lacus.

Donec in sapien volutpat, et pharetra odio nec, egestas tellus. Vivamus sed molestie tortor facilisis at. Suspendisse mattis a neque non semper. Nam ut placerat orci, ultrices dolor. Sed rhoncus a dui nisi iaculis, a aliquam felis ornare. Vivamus non cursus purus, eget maximus lacus.

Blockquotes

Donec in sapien volutpat, et pharetra odio nec, egestas tellus. Vivamus sed molestie tortor facilisis at. Suspendisse mattis a neque non semper. Nam ut placerat orci, ultrices dolor. Vivamus non cursus purus, eget maximus lacus.
Pellentesque vel dolor sit amet eros convallis rhoncus id in felis mullam id fringilla lorem. Robin Smith
Donec in sapien volutpat, et pharetra odio nec, egestas tellus. Vivamus sed molestie tortor facilisis at. Suspendisse mattis a neque non semper. Nam ut placerat orci, ultrices dolor. Vivamus non cursus purus, eget maximus lacus.

Donec interdum erat eget neque euismod consequat vitae eget tellus. Donec id libero id tellus fringilla congue eget vel orci. Integer tincidunt venenatis odio, in tellus semper sed.

Donec in sapien volutpat, et pharetra odio nec, egestas tellus. Vivamus sed molestie tortor facilisis at. Suspendisse mattis a neque non semper. Nam ut placerat orci, ultrices dolor. Vivamus non cursus purus, eget maximus lacus.

Image Alignment

Donec in sapien volutpat, et pharetra odio nec, egestas tellus. Vivamus sed molestie tortor facilisis at. Suspendisse mattis a neque non semper. Nam ut placerat orci, ultrices dolor. Vivamus non cursus purus, eget maximus lacus. Morbi diam dolor, scelerisque id finibus eu, vestibulum in risus.

Image title

Vivamus euismod volutpat a tortor. Pellentesque ullamcorper, felis et pretium posuere, lacus eget placerat nulla, eget vehicula nulla nulla a sapien. Etiam vulputate a velit est, non bibendum augue elementum porttitor.

Maecenas varius sapien ipsum, vel ultricies justo ultricies rhoncus. Curabitur risus metus, placerat eu ligula nec, ornare pretium neque. Curabitur et dui bibendum, rhoncus orci id, egestas nibh.

Donec in sapien volutpat, et pharetra odio nec, egestas tellus. Vivamus sed molestie tortor facilisis at. Suspendisse mattis a neque non semper. Nam ut placerat orci, ultrices dolor. Vivamus non cursus purus, eget maximus lacus. Morbi diam dolor, scelerisque id finibus eu, vestibulum in risus.

Vivamus euismod volutpat a tortor. Pellentesque ullamcorper, felis et pretium posuere, lacus eget placerat nulla, eget vehicula nulla nulla a sapien. Etiam vulputate a velit est, non bibendum augue elementum porttitor.

Maecenas varius sapien ipsum, vel ultricies justo ultricies rhoncus. Curabitur risus metus, placerat eu ligula nec, ornare pretium neque. Curabitur et dui bibendum, rhoncus orci id, egestas nibh.

Donec in sapien volutpat, et pharetra odio nec, egestas tellus. Vivamus sed molestie tortor facilisis at. Suspendisse mattis a neque non semper. Nam ut placerat orci, ultrices dolor. Vivamus non cursus purus, eget maximus lacus. Morbi diam dolor, scelerisque id finibus eu, vestibulum in risus.

List Styles

Donec in sapien volutpat, et pharetra odio nec, egestas tellus. Vivamus sed molestie tortor facilisis at. Suspendisse mattis a neque non semper. Nam ut placerat orci, ultrices dolor. Vivamus non cursus purus, eget maximus lacus. Morbi diam dolor, scelerisque id finibus eu, vestibulum in risus.

  • Suspendisse eleifend semper nisi pretium
  • Duis id libero venenatis, molestie elit in
  • Morbi diam dolor, scelerisque id finibus eu
  • Class aptent taciti sociosqu nisi torquent
  • Suspendisse eleifend semper nisi pretium
  • Duis id libero venenatis, molestie elit in
  • Morbi diam dolor, scelerisque id finibus eu
  • Class aptent taciti sociosqu nisi torquent

Table

Inputs & Buttons

[contact-form-7 id=”763″ title=”Contact Default”]

Olahkarsa on
Uncategorized

Hello world!

Welcome to WordPress. This is your first post. Edit or delete it, then start writing!

Olahkarsa on