Energi Terbarukan – Sebagai Peluang Emas Pebisnis
Indonesia berada di tengah-tengah revolusi energi, dan transisi menuju energi terbarukan menjadi kunci untuk mencapai pertumbuhan ekonomi berkelanjutan. Dengan meningkatnya kesadaran global terhadap perubahan iklim dan tuntutan akan ekonomi rendah karbon, bisnis di Indonesia memiliki peluang besar untuk memimpin perubahan ini. Energi terbarukan, seperti tenaga surya, angin, dan air, menawarkan solusi praktis dan jangka panjang untuk menciptakan bisnis yang lebih ramah lingkungan.
Mengapa Energi Terbarukan Penting untuk Bisnis?
Penggunaan ET dalam operasi bisnis tidak hanya membantu mengurangi emisi karbon, tetapi juga membuka jalan untuk efisiensi biaya dalam jangka panjang. Investasi dalam ET memungkinkan perusahaan untuk mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil, yang harganya cenderung fluktuatif. Selain itu, pemerintah Indonesia mendukung adopsi energi terbarukan melalui berbagai insentif dan kebijakan yang memudahkan transisi ini bagi pelaku bisnis.
Transisi Energi di Indonesia: Perkembangan dan Tantangan
Sejak komitmen Indonesia pada Perjanjian Paris 2015, negara ini telah berupaya meningkatkan pangsa ET dalam bauran energinya. Salah satu contoh keberhasilan adalah berkembangnya penggunaan panel surya di atap gedung-gedung komersial dan rumah tangga. Selain itu, proyek-proyek pembangkit listrik tenaga air dan angin semakin banyak dikembangkan di berbagai wilayah.
Namun, tantangan masih ada, seperti infrastruktur energi yang belum sepenuhnya mendukung penetrasi teknologi ini di seluruh wilayah Indonesia. Selain itu, edukasi dan peningkatan kesadaran masyarakat serta dunia usaha tentang pentingnya beralih ke energi bersih masih perlu ditingkatkan.
Peluang Bisnis dalam Ekonomi Rendah Karbon
Bertransisi menuju ekonomi rendah karbon bukan hanya tentang tanggung jawab lingkungan, tetapi juga membuka peluang ekonomi baru. Sektor ini menciptakan lapangan pekerjaan baru di berbagai bidang, termasuk teknologi, manufaktur, dan layanan. Selain itu, perusahaan yang memimpin dalam adopsi ET dapat meningkatkan reputasi mereka sebagai pionir keberlanjutan, yang pada gilirannya dapat menarik lebih banyak investasi dan kemitraan bisnis.
Langkah Nyata Menuju Bisnis Berkelanjutan
Bagi bisnis yang ingin berkontribusi pada ekonomi rendah karbon, ada beberapa langkah yang bisa diambil:
Investasi dalam Teknologi ET : Memasang panel surya, memanfaatkan angin atau tenaga air, serta menggunakan sumber energi bersih lainnya.
Efisiensi Energi: Mengadopsi teknologi yang mengurangi konsumsi energi, seperti lampu LED dan sistem manajemen energi yang cerdas.
Kemitraan dengan Penyedia Energi Bersih: Bekerjasama dengan perusahaan penyedia energi terbarukan untuk memastikan pasokan energi yang ramah lingkungan.
Kesimpulan
Energi terbarukan adalah solusi masa depan yang tidak bisa diabaikan oleh bisnis yang ingin bertahan dan berkembang di era ekonomi rendah karbon. Transisi energi di Indonesia sedang berlangsung, dan bisnis yang mengambil langkah proaktif dalam mengadopsi energi terbarukan akan mendapatkan keuntungan jangka panjang, baik dari segi operasional maupun reputasi. Saatnya memulai transformasi menuju bisnis berkelanjutan yang mendukung pertumbuhan ekonomi yang lebih hijau dan inklusif.
Dengan fokus pada energi terbarukan, Indonesia siap untuk menjadi pemimpin regional dalam ekonomi hijau, yang menguntungkan lingkungan sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Baca Juga: Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam Upaya Transisi Energi
on
Perubahan Iklim di Indonesia: Dampak Nyata di Tahun 2023
Perubahan iklim bukan lagi ancaman di masa depanâdampaknya sudah terasa secara nyata di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Tahun 2023 menjadi salah satu periode di mana Indonesia harus menghadapi berbagai tantangan akibat perubahan iklim. Mulai dari peningkatan suhu, cuaca ekstrem, hingga perubahan pola musim yang memengaruhi sektor pertanian dan kesehatan masyarakat. Artikel ini akan membahas dampak nyata perubahan iklim di Indonesia pada tahun 2023 dan apa yang dapat kita lakukan untuk menghadapinya.
1. Peningkatan Suhu dan Cuaca Ekstrem
Salah satu dampak paling mencolok dari perubahan iklim adalah peningkatan suhu global. Menurut data dari BMKG (Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika), suhu rata-rata di Indonesia pada tahun 2023 mencapai rekor tertinggi dalam beberapa dekade terakhir. Kenaikan suhu ini membawa dampak serius, seperti peningkatan risiko kebakaran hutan dan lahan. Kasus kebakaran di Sumatera dan Kalimantan terus meningkat, yang berujung pada kabut asap tebal dan terganggunya aktivitas masyarakat.
Selain itu, cuaca ekstrem juga semakin sering terjadi. Banjir bandang di beberapa wilayah, seperti Jakarta, Jawa Barat, dan Kalimantan, mengakibatkan ribuan rumah terendam dan memaksa evakuasi besar-besaran. Fenomena angin kencang dan badai yang terjadi secara tidak terduga menambah kekhawatiran masyarakat akan keamanan dan kestabilan lingkungan.
2. Gangguan pada Sektor Pertanian
Perubahan iklim juga berdampak langsung pada sektor pertanian, yang menjadi tulang punggung perekonomian Indonesia. Curah hujan yang tidak menentu menyebabkan petani kesulitan menentukan waktu tanam yang tepat. Musim kemarau yang berkepanjangan di beberapa wilayah seperti Jawa Tengah dan Sulawesi mengakibatkan gagal panen, khususnya pada tanaman pangan utama seperti padi dan jagung. Hal ini memicu naiknya harga bahan pangan di pasar dan meningkatkan risiko krisis pangan lokal.
3. Ancaman terhadap Kesehatan Masyarakat
Dampak perubahan iklim di Indonesia tidak hanya menyentuh sektor lingkungan dan ekonomi, tetapi juga kesehatan masyarakat. Suhu yang semakin panas meningkatkan risiko penyebaran penyakit seperti demam berdarah dan malaria. Kelembapan yang tinggi dan banjir yang sering terjadi menciptakan kondisi ideal bagi nyamuk untuk berkembang biak. Selain itu, kekurangan air bersih di beberapa daerah akibat kekeringan meningkatkan kasus diare dan penyakit kulit.
Polusi udara dari kebakaran hutan juga mengancam kesehatan paru-paru masyarakat, khususnya anak-anak dan lansia. Di beberapa kota besar, kualitas udara memburuk drastis selama musim kemarau, memperburuk kondisi penderita penyakit pernapasan.
4. Hilangnya Keanekaragaman Hayati
Indonesia dikenal dengan kekayaan keanekaragaman hayatinya, namun perubahan iklim mengancam keberlanjutan ekosistem di berbagai wilayah. Penurunan populasi satwa langka, seperti orangutan dan harimau Sumatera, semakin memprihatinkan karena habitat alami mereka semakin terancam oleh kebakaran hutan dan perambahan lahan untuk perkebunan.
Di wilayah pesisir, kenaikan permukaan laut juga menjadi ancaman serius. Pulau-pulau kecil di Indonesia, seperti di Kepulauan Seribu dan Nusa Tenggara, menghadapi risiko tenggelam akibat erosi pantai dan intrusi air laut yang merusak ekosistem terumbu karang dan mangrove.
5. Tindakan Mitigasi dan Adaptasi
Untuk mengatasi perubahan iklim, Indonesia telah mengimplementasikan berbagai langkah mitigasi dan adaptasi. Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan terus mendorong upaya penghijauan dan konservasi hutan sebagai langkah untuk menyerap emisi karbon. Selain itu, pemanfaatan energi terbarukan, seperti pembangkit listrik tenaga surya dan angin, semakin didorong untuk mengurangi ketergantungan pada energi fosil.
Di sektor pertanian, inovasi teknologi seperti penggunaan bibit tahan cuaca dan metode pertanian cerdas iklim menjadi solusi jangka panjang. Masyarakat juga didorong untuk berperan aktif dengan mengurangi penggunaan plastik, mendukung gaya hidup ramah lingkungan, dan berkontribusi pada program penanaman pohon di daerah-daerah kritis.
Baca Juga: Greenflation: Dampak Perubahan Iklim pada Ekonomi Global
Kesimpulan
Perubahan iklim di Indonesia pada tahun 2023 menunjukkan bahwa kita tidak bisa lagi menunda aksi. Dampak nyata seperti peningkatan suhu, cuaca ekstrem, gangguan sektor pertanian, serta ancaman terhadap kesehatan dan keanekaragaman hayati adalah bukti bahwa krisis iklim adalah tantangan yang harus segera dihadapi. Melalui upaya bersama, baik dari pemerintah, masyarakat, maupun sektor swasta, kita dapat melakukan langkah-langkah konkret untuk menanggulangi dampak perubahan iklim dan memastikan masa depan yang lebih berkelanjutan bagi generasi mendatang.
on
Mengejutkan: Peringkat SDGs Indonesia Menurun! Apa yang Harus Kita Lakukan?
Pada tahun 2024, Indonesia mengalami penurunan signifikan dalam peringkat Indeks Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), menempati posisi ke-78 dengan skor 69,51. Hal ini menunjukkan penurunan dari tahun sebelumnya, di mana Indonesia berada di peringkat ke-75 dengan skor 69,92. Penurunan ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi oleh Indonesia dalam mencapai tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan yang telah ditetapkan.
Tantangan yang Dihadapi
Berbagai tantangan yang dihadapi Indonesia dalam mencapai SDGs antara lain:
Ketimpangan Sosial dan Ekonomi: Meskipun Indonesia telah mengalami pertumbuhan ekonomi, kesenjangan antara kelompok masyarakat masih menjadi masalah serius. Banyak masyarakat yang belum merasakan dampak positif dari pertumbuhan tersebut, terutama di daerah terpencil.
Lingkungan Hidup: Masalah deforestasi, pencemaran, dan pengelolaan limbah yang buruk terus mengancam keberlanjutan lingkungan di Indonesia. Langkah-langkah yang lebih tegas diperlukan untuk mengatasi masalah ini agar dapat memenuhi tujuan terkait lingkungan hidup dalam SDGs.
Kualitas Pendidikan dan Kesehatan: Meskipun telah ada peningkatan dalam akses pendidikan dan layanan kesehatan, kualitasnya masih perlu ditingkatkan. Pendidikan yang berkualitas dan layanan kesehatan yang memadai sangat penting untuk mendukung pencapaian SDGs.
Peluang untuk Perbaikan
Meskipun menghadapi tantangan, ada banyak peluang untuk meningkatkan peringkat SDGs Indonesia:
Inovasi dan Teknologi: Mendorong inovasi di berbagai sektor, terutama dalam teknologi ramah lingkungan, dapat membantu mengatasi masalah lingkungan dan meningkatkan efisiensi dalam penggunaan sumber daya.
Keterlibatan Masyarakat: Mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif dalam program-program pembangunan berkelanjutan dapat mempercepat pencapaian tujuan-tujuan SDGs. Kesadaran dan pendidikan tentang pentingnya SDGs harus ditingkatkan di tingkat masyarakat.
Kemitraan yang Kuat: Kerjasama antara pemerintah, sektor swasta, dan organisasi masyarakat sipil sangat penting untuk menciptakan solusi yang berkelanjutan dan efektif dalam mencapai SDGs. Kolaborasi ini dapat menciptakan sinergi yang kuat untuk mendorong perubahan positif.
Kesimpulan
Peringkat ke-78 dalam Indeks SDGs 2024 menunjukkan bahwa Indonesia masih memiliki banyak PR dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Namun, dengan adanya tantangan yang dihadapi, muncul pula peluang untuk melakukan perubahan signifikan. Melalui inovasi, keterlibatan masyarakat, dan kemitraan yang solid, Indonesia dapat berupaya untuk memperbaiki peringkatnya dan memastikan bahwa semua warganya menikmati hasil dari pembangunan berkelanjutan.
Untuk informasi lebih lanjut mengenai peringkat dan skor SDGs di Indonesia, Anda dapat mengunjungi Sustainable Development Report 2024.
Baca Juga: Apa itu SDGs?
Dengan langkah-langkah strategis dan kolaborasi yang kuat, masa depan pembangunan berkelanjutan di Indonesia dapat menjadi lebih cerah dan inklusif untuk semua.
on
5 Langkah Mengintegrasikan ESG – Manajemen Rantai Pasok untuk Pertumbuhan Berkelanjutan
Di era bisnis modern, keberlanjutan menjadi kebutuhan strategis yang tidak bisa diabaikan. Banyak perusahaan kini beralih pada prinsip Environmental, Social, dan Governance (ESG) untuk memandu operasional mereka, terutama dalam manajemen rantai pasok. Dengan menerapkan ini, perusahaan dapat meningkatkan daya saing, ketahanan, dan mendukung pertumbuhan berkelanjutan secara keseluruhan.
Pentingnya ESG dalam Rantai Pasok
Rantai pasok yang tidak dikelola dengan baik dapat memberikan dampak buruk, seperti kerusakan lingkungan dan pelanggaran hak asasi manusia. Integrasi dalam rantai pasok berfokus pada:
Dampak Lingkungan: Mengurangi emisi, limbah, dan penggunaan sumber daya dengan praktik ramah lingkungan seperti energi terbarukan dan efisiensi sumber daya.
Tanggung Jawab Sosial: Menerapkan standar kerja yang adil, meningkatkan keselamatan pekerja, dan mendukung komunitas lokal, yang menghindari risiko pelanggaran sosial.
Tata Kelola dan Kepatuhan: Memastikan transparansi, etika bisnis, dan kepatuhan hukum di seluruh rantai pasok untuk mencegah masalah seperti korupsi dan pelanggaran regulasi.
Manfaat Integrasi ESG
Mitigasi Risiko: Mengurangi risiko dari gangguan operasional seperti bencana lingkungan atau ketidakpatuhan hukum.
Efisiensi Biaya: Praktik ramah lingkungan dan pengelolaan limbah yang baik dapat menekan biaya operasional dalam jangka panjang.
Reputasi Merek: Meningkatkan citra perusahaan dan loyalitas pelanggan dengan menunjukkan komitmen terhadap keberlanjutan.
Akses ke Modal: Perusahaan dengan kinerja ESG baik lebih mudah memenuhi standar regulasi dan mendapatkan akses ke investor yang mendukung keberlanjutan.
Langkah-langkah Integrasi ESG
Evaluasi Rantai Pasok: Tinjau kondisi pemasok untuk mengidentifikasi risiko dan peluang ESG.
Tetapkan Tujuan dan KPI: Tentukan target keberlanjutan yang jelas dan ukur pencapaiannya dengan indikator kinerja utama (KPI).
Kolaborasi dengan Pemasok: Ajak pemasok untuk mengadopsi praktik berkelanjutan, serta dukung mereka dalam meningkatkan kinerjanya.
Manfaatkan Teknologi: Gunakan teknologi seperti blockchain untuk melacak rantai pasok secara transparan dan real-time.
Laporkan Secara Transparan: Publikasikan laporan ESG secara berkala untuk membangun kepercayaan dengan para pemangku kepentingan.
Baca Juga : 4 Langkah Mewujudkan Strategi ESG dan Sustainability
Kesimpulan
Mengintegrasikan ESG ke dalam manajemen rantai pasok adalah langkah penting untuk mencapai pertumbuhan berkelanjutan. Ini bukan hanya tentang mengelola risiko, tetapi juga menciptakan nilai jangka panjang bagi perusahaan, masyarakat, dan lingkungan. Dengan rantai pasok yang berkelanjutan, perusahaan dapat meraih keberlanjutan sekaligus menciptakan keunggulan kompetitif di pasar global.
Untuk Anda yang ingin lebih memahami penerapan prinsip ini dalam manajemen rantai pasok, jangan lewatkan webinar gratis dari Olahkarsa dengan tema “Integrating ESG into Supply Chain Management for Sustainable Growth”. Acara ini akan menghadirkan dua narasumber ahli: Radityo Putro Handrito SE., MM., Ph.D â Lecturer and Secretary of Management Department, FEB Universitas Brawijaya dan Arief Fatullah â Head of Safety Health & Environment, Great Giant Foods. Webinar ini akan memberikan panduan lengkap tentang bagaimana prinsip ini dapat mendorong pertumbuhan berkelanjutan serta meningkatkan daya saing perusahaan di pasar global. Rabu, 25 September 2024. Gratis, termasuk sertifikat. Daftarkan segera diri Anda!
on
Mengungkap Fakta Mengejutkan: 59% Pekerja di Indonesia Terjebak dalam Pekerjaan Tidak Layak â Apa yang Harus Dilakukan?
Indonesia dan Krisis Pekerjaan Tidak Layak: Data Terbaru dan Solusi Strategis
Menurut data terbaru pada Agustus 2023 dari Badan Pusat Statistik (BPS), sekitar 41% tenaga kerja di Indonesia memiliki pekerjaan formal, sementara 59% lainnya bekerja di sektor informal. Pekerjaan formal umumnya mencakup kontrak kerja, jaminan sosial, dan kondisi kerja yang lebih baik, sementara pekerjaan informal sering kali tidak memberikan perlindungan atau hak-hak pekerja yang memadai. Isu ini menyoroti tantangan besar dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG) 8, yang fokus pada pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi yang inklusif.
Mengapa Masih Banyak Pekerja dengan Pekerjaan Tidak Layak?
Kesenjangan Pendidikan dan KeterampilanBanyak pekerja tidak memiliki keterampilan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja modern. Menurut data BPS, kesenjangan antara keterampilan yang dimiliki pekerja dan yang dibutuhkan oleh industri menyebabkan banyak orang tetap berada di sektor informal.
Penegakan Regulasi yang LemahRegulasi ketenagakerjaan yang ada sering kali tidak diterapkan dengan efektif. Kurangnya pengawasan dan penegakan hukum membuat banyak pekerja informal tidak mendapatkan hak-hak dasar seperti asuransi kesehatan dan pensiun.
Keterbatasan Akses ke Pendidikan dan PelatihanAkses yang tidak merata ke pendidikan berkualitas dan pelatihan keterampilan membatasi peluang bagi banyak individu untuk memasuki pekerjaan formal. Data dari BPS menunjukkan bahwa program pelatihan yang ada sering kali tidak mencakup keterampilan yang relevan dengan kebutuhan pasar.
Ketidakmerataan Pembangunan InfrastrukturPembangunan infrastruktur yang tidak seimbang di berbagai daerah menyebabkan ketidaksetaraan dalam kesempatan kerja. Daerah-daerah terpencil sering kali memiliki sedikit peluang pekerjaan formal.
Ketergantungan pada Sektor InformalEkonomi Indonesia masih bergantung pada sektor informal. Usaha mikro dan kecil sering kali beroperasi di luar sistem regulasi formal, menyebabkan pekerja mereka tidak mendapatkan perlindungan ketenagakerjaan yang layak.
Tantangan Terbesar dalam Mencapai Pekerjaan Layak
Meningkatkan KualitasPeningkatan jumlah yang layak merupakan tantangan utama. Data BPS menunjukkan bahwa untuk mencapai SDG 8, program-program untuk mengalihkan pekerja dari sektor informal ke formal perlu ditingkatkan dan disesuaikan dengan kebutuhan pasar.
Reformasi Regulasi dan Penegakan HukumReformasi regulasi ketenagakerjaan dan peningkatan penegakan hukum diperlukan untuk memastikan perlindungan yang lebih baik bagi pekerja informal. Data dari Kementerian Ketenagakerjaan menunjukkan bahwa penegakan hukum saat ini masih kurang efektif.
Peningkatan Infrastruktur dan AksesPerlu adanya peningkatan infrastruktur di daerah-daerah yang kurang berkembang untuk membuka lebih banyak kesempatan kerja formal. Data dari BPS menunjukkan bahwa daerah-daerah dengan infrastruktur terbatas cenderung memiliki lebih banyak pekerjaan informal.
Langkah-Langkah yang Harus Diambil untuk Mengatasi Masalah Ini
Peningkatan Pendidikan dan PelatihanMemperbaiki akses dan kualitas pendidikan serta pelatihan keterampilan adalah kunci untuk mempersiapkan tenaga kerja memasuki sektor formal. Investasi dalam pelatihan keterampilan yang relevan dengan kebutuhan industri dapat meningkatkan daya saing pekerja.
Penguatan Regulasi dan Penegakan HukumMemperkuat implementasi dan penegakan regulasi ketenagakerjaan untuk melindungi pekerja informal dan memastikan hak-hak dasar mereka terpenuhi. Menurut BPS, implementasi regulasi yang lebih ketat dapat membantu mengurangi jumlah pekerja informal.
Inisiatif Transisi Sektor Informal ke FormalMengimplementasikan kebijakan dan insentif untuk mendorong transisi dari sektor informal ke sektor formal. Ini termasuk memberikan dukungan kepada usaha mikro dan kecil untuk memenuhi standar ketenagakerjaan.
Pembangunan Infrastruktur dan Akses PasarMeningkatkan pembangunan infrastruktur dan memperluas akses ke layanan pendukung di daerah terpencil untuk membuka peluang pekerjaan formal yang lebih banyak.
Kampanye Kesadaran dan PenyuluhanMeningkatkan kesadaran tentang pentingnya pekerjaan formal dan manfaatnya bagi pekerja. Edukasi masyarakat mengenai hak-hak mereka dan peluang yang ada.
Baca Juga: Rekomendasi Pekerjaan di Bidang Lingkungan
Kesimpulan: Menuju Pekerjaan Layak untuk Semua
Mengatasi masalah pekerjaan tidak layak adalah langkah krusial menuju pembangunan yang berkelanjutan dan inklusif. Dengan pendekatan yang strategis dan kolaboratif, Indonesia dapat meningkatkan kualitas dan mendukung pencapaian SDG 8. Langkah-langkah yang tepat dan komprehensif akan membawa perubahan positif, membuka lebih banyak peluang, dan memastikan kesejahteraan bagi seluruh tenaga kerja.
on
Bagaimana Kesetaraan Gender Bisa Mengubah Ekonomi Dunia?
Kesetaraan gender, yang menjadi fokus Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) nomor 5, bukan hanya soal hak-hak dasar perempuan dan laki-laki yang harus setara, tetapi juga sebuah strategi penting untuk mendorong kemajuan ekonomi, sosial, dan lingkungan secara global. SDGs, yang disepakati oleh semua negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menempatkan gender equality sebagai salah satu tujuan inti untuk mencapai dunia yang lebih inklusif dan adil.
Mengapa Kesetaraan Gender Penting?
Kesetaraan gender bukan hanya sebuah tuntutan moral, tetapi juga faktor krusial bagi pembangunan berkelanjutan. Studi menunjukkan bahwa negara yang memperjuangkan gender equality memiliki pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat, tingkat kemiskinan yang lebih rendah, serta kondisi sosial dan kesehatan yang lebih baik. Perempuan yang diberi akses ke pendidikan, pekerjaan, dan pengambilan keputusan akan lebih berkontribusi pada pembangunan ekonomi keluarga dan masyarakat, menciptakan efek ganda bagi generasi mendatang.
Dalam dunia yang terintegrasi secara global, ketidaksetaraan gender tidak hanya menciptakan penghalang bagi individu, tetapi juga membatasi potensi ekonomi dan inovasi. Menurut World Economic Forum, jika kesenjangan gender dalam ekonomi dan partisipasi tenaga kerja dapat ditutup, produk domestik bruto (PDB) global dapat meningkat secara signifikan.
Baca Juga: hari perempuan sedunia 2021 mencapai kesetaraan gender dan memberdayakan perempuan melalui sdgs
Kesenjangan Gender Saat Ini
Meski ada kemajuan, kesenjangan gender masih menjadi masalah global yang memprihatinkan. Di berbagai belahan dunia, perempuan dan anak perempuan menghadapi diskriminasi dalam berbagai bidang seperti pendidikan, pekerjaan, kesehatan, hingga politik. Menurut data UN Women, hampir 1 dari 3 perempuan di dunia pernah mengalami kekerasan berbasis gender dalam hidupnya, sementara perempuan hanya memegang kurang dari 25% kursi parlemen di seluruh dunia.
Kesenjangan upah gender juga menjadi masalah yang mendalam. Perempuan secara global masih dibayar lebih rendah dibandingkan laki-laki untuk pekerjaan yang sama. Data dari ILO (International Labour Organization) menunjukkan bahwa secara rata-rata, perempuan dibayar sekitar 20% lebih rendah dibandingkan rekan laki-laki mereka.
Peran SDGs dalam Mendorong Perubahan
SDGs memberikan kerangka kerja yang kuat untuk mempercepat upaya kesetaraan gender. SDGs 5 secara eksplisit menyerukan penghapusan segala bentuk diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan, memastikan partisipasi penuh mereka dalam kehidupan publik dan politik, serta memberikan perlindungan hukum dari kekerasan berbasis gender. Selain itu, hampir semua tujuan SDGs terkait erat dengan upaya mencapai kesetaraan gender. Sebagai contohnya:
SDG 1 (Tanpa Kemiskinan): Memberdayakan perempuan secara ekonomi akan mengurangi kemiskinan dalam jangka panjang.
SDG 4 (Pendidikan Berkualitas): Akses perempuan terhadap pendidikan yang setara akan membuka peluang lebih besar bagi partisipasi ekonomi.
SDG 8 (Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi): Mencapai ini di tempat kerja akan mempercepat pertumbuhan ekonomi dan produktivitas.
Langkah Nyata Menuju Kesetaraan Gender
Berbagai negara telah membuat kemajuan dalam menutup kesenjangan gender. Negara-negara seperti Islandia dan Swedia telah mengadopsi kebijakan yang mendukung cuti orang tua yang adil, memastikan kesetaraan upah, serta mengintegrasikan perempuan dalam proses pengambilan keputusan.
Kesimpulan
Kesetaraan Gender Adalah Investasi Jangka Panjang
Dalam mengejar agenda SDGs, gender equality adalah fondasi bagi pencapaian tujuan lainnya. Dunia tidak dapat maju secara berkelanjutan tanpa melibatkan separuh populasinyaâyaitu perempuan. Untuk mencapai kesetaraan gender, dibutuhkan upaya terpadu dari pemerintah, sektor swasta, lembaga pendidikan, dan masyarakat. Dengan memberikan akses yang setara kepada perempuan dalam berbagai bidang, kita tidak hanya menciptakan dunia yang lebih adil tetapi juga meletakkan dasar bagi pembangunan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan.
Kesetaraan gender bukan sekadar tujuan akhir, tetapi adalah jalan menuju masa depan yang lebih sejahtera dan inklusif.
on
Berkolaborasi dengan Forum TJSL BUMN – Olahkarsa Dorong Transformasi Keberlanjutan yang inovatif Melalui Corporate Sustainability School
Bandung, 10 September 2024 â PT Olahkarsa Inovasi Indonesia melalui program CorporateSustainability School sukses mengadakan pelatihan yang dirancang untuk memberikanpengetahuan dan keterampilan praktis tentang manajemen TJSL serta strategi komunikasiefektif pada 5-6 September 2024 di De Paviljoen Hotel Bandung. Berkolaborasi denganForum TJSL BUMN, kegiatan dengan tema “CSR Management & Communication”, bertujuanuntuk memberikan edukasi mendalam mengenai pengelolaan Tanggung Jawab Sosial danLingkungan (TJSL) serta komunikasi strategis, khususnya di kalangan Badan Usaha MilikNegara (BUMN).
Baca Juga: Bagaimana Rencana Strategis Ideal untuk Program CSR?
Pada Corporate Sustainability School kali ini, peserta mengembangkan pemahamantentang peran strategis TJSL dalam keberlanjutan perusahaan melalui manajemen yangbaik dan komunikasi yang terencana. Pada hari pertama, sesi pelatihan diisi oleh UnggulAnanta selaku Co-Founder & CEO Olahkarsa, Diaz Alvin sebagai Head of OlahkarsaResearch Center dan Ridho Rinaldi selaku Sustainability Analyst Olahkarsa. Dimanapelatihan terfokus pada perkenalan konsep TJSL serta pengembangan strategi yang relevanbagi BUMN, juga pentingnya komunikasi dalam memastikan keberhasilan implementasiprogram TJSL.
Di hari kedua, peserta diajak untuk terjun langsung ke lapangan melalui kunjungan Field TripDesa Wisata Alamendah Kec. Rancabali Kab. Bandung. Desa ini merupakan contoh suksesimplementasi TJSL yang terintegrasi dari berbagai sektor, contohnya disektor pertanian danpeternakan. Melalui interaksi dengan masyarakat desa, peserta bisa memahami bagaimanaprogram TJSL berdampak nyata dalam meningkatkan perekonomian lokal. Kegiatan inimemberikan wawasan praktis mengenai implementasi TJSL yang efektif dan berdampak.Selain pelatihan dan kunjungan lapangan, peserta juga mendapatkan sertifikat,merchandise eksklusif, dan kesempatan untuk mengikuti field trip yang berkesan.Menjadikan acara ini sebagai pengalaman edukasi yang komprehensif dan menyeluruh.
Unggul Ananta, Co-Founder & CEO Olahkarsa, menjelaskan, âCorporate SustainabilitySchool yang berkolaborasi dengan Forum TJSL BUMN kali ini disambut baik dan mendapatantusias tinggi dari para pelaku industri. Acara ini tidak hanya menjadi wadah pelatihan,tetapi juga langkah konkret bagi perusahaan untuk aktif berkontribusi dalam menjagakesejahteraan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Kami berharap para peserta dapatmenerapkan wawasan yang diperoleh dari forum ini ke dalam program TJSL di perusahaanmasing-masing, sehingga mampu menciptakan dampak positif yang lebih luas danberkelanjutan, baik bagi masyarakat maupun lingkungan.
I Gede Arimbhawa Yasa, selaku Direktur Eksekutif Forum TJSL BUMN, juga memilikipandangan serupa tentang pentingnya kolaborasi dalam Corporate Sustainability School.Menurutnya, inisiatif ini merupakan langkah strategis untuk memperkuat implementasiTanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) oleh perusahaan-perusahaan BUMN. Iamelihat bahwa kegiatan ini memberikan wawasan yang relevan bagi industri dalammenghadapi tantangan lingkungan dan sosial, serta diharapkan dapat mendorong lebihbanyak perusahaan untuk berkomitmen pada keberlanjutan dan tanggung jawab sosial,sehingga penerapan TJSL menjadi lebih efektif dan berdampak luas. Harapannya, pelatihanini tidak hanya meningkatkan kesadaran akan pentingnya TJSL, tetapi juga memotivasiperusahaan untuk mengimplementasikan langkah-langkah konkret yang bermanfaat bagimasyarakat dan lingkungan.
Baca Berita Kami: Pelaku Industri Didorong Mawas Perkembangan ESG
Olahkarsa melalui Corporate Sustainability School berkomitmen untuk memberikanpengetahuan dan keterampilan yang relevan bagi perusahaan dalam menghadapitantangan industri dengan pendekatan berkelanjutan. Corporate Sustainability Schoolmenghadirkan expertise yang ahli di bidangnya dan memberikan pembelajaran secaralangsung. Materi yang disampaikan tidak hanya yang berhubungan dengan teori, melainkanjuga dilengkapi dengan materi berbasis praktik yang dapat diimplementasi pada kegiatansehari-hari dalam lingkup pekerjaan peserta. Info lebih lanjut dapat menghubungi instagram@cssbyolahkarsa atau pesan secara langsung di 0811 2130 130.
on
Peran SROI dalam Mendukung Pencapaian SDGs
Sustainable Development Goals (SDGs) atau Tujuan Pembangunan Berkelanjutan yang diluncurkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) merupakan agenda global yang terdiri dari 17 tujuan utama untuk menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan, inklusif, dan adil. TPB mencakup berbagai aspek penting seperti kemiskinan, pendidikan, kesehatan, kesetaraan gender, serta pelestarian lingkungan. Di tengah upaya global untuk mencapai TPB, Social Return on Investmen memainkan peran penting sebagai alat pengukuran yang mampu menilai dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan dari berbagai inisiatif pembangunan.
Baca Juga: Mengenal Apa itu SROI – Pengertian dan Prinsip
Bagaimana SROI Mendukung Pencapaian SDGs?
Mengukur dan Melaporkan Dampak Sosial
SROI menyediakan kerangka yang jelas untuk mengukur dan melaporkan dampak sosial, yang sejalan dengan prinsip TPB dalam mendorong pembangunan inklusif dan berkelanjutan. Melalui metode ini, organisasi dapat secara akurat mengetahui dampak kegiatan mereka terhadap berbagai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, seperti pengentasan kemiskinan (SDG 1), peningkatan pendidikan (SDG 4), dan penurunan ketidaksetaraan (SDG 10). Dengan mengukur dampak, organisasi dapat lebih transparan dalam melaporkan kontribusi mereka terhadap TPB.
Mendorong Penggunaan Sumber Daya yang Efektif
SROI mendorong organisasi untuk melihat efektivitas penggunaan sumber daya mereka dalam menghasilkan dampak yang positif bagi masyarakat dan lingkungan. Dengan analisis ini organisasi dapat mengalokasikan dana dan sumber daya ke proyek-proyek yang memberikan dampak terbesar, sesuai dengan tujuan SDGs.
Memprioritaskan Proyek yang Memberikan Dampak Sosial Positif
Dalam kerangka SROI, organisasi dapat menilai berbagai proyek berdasarkan seberapa besar dampak sosial yang dihasilkan. Hal ini memungkinkan mereka untuk memprioritaskan proyek-proyek yang memberikan kontribusi nyata terhadap pencapaian SDGs.
Monetisasi Dampak Sosial dan Lingkungan
Salah satu kekuatan utama SROI adalah kemampuannya untuk mengonversi dampak sosial dan lingkungan menjadi nilai ekonomi yang dapat dihitung. Ini sangat relevan dengan SDGs, yang menekankan pentingnya integrasi pembangunan sosial dan lingkungan dalam keputusan ekonomi.
Evaluasi Progres Pencapaian SDGs
SROI memungkinkan organisasi untuk melakukan evaluasi yang lebih terstruktur dan mendalam terhadap kemajuan mereka dalam mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Dengan menganalisis dampak jangka pendek dan jangka panjang dari proyek-proyek mereka, organisasi dapat mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan dari upaya yang telah dilakukan.
Memastikan Keberlanjutan dalam Investasi
Salah satu prinsip utama dalam SDGs adalah keberlanjutan, baik dari segi sosial, ekonomi, maupun lingkungan. SROI membantu organisasi memastikan bahwa investasi mereka tidak hanya memberikan manfaat jangka pendek, tetapi juga dampak jangka panjang yang positif.
Menarik Dukungan dari Pemangku Kepentingan
Dengan menggunakan SROI, organisasi dapat lebih mudah menarik dukungan dari para pemangku kepentingan, baik dari sektor swasta, pemerintah, maupun masyarakat sipil. Karena mengukur dampak sosial dalam istilah finansial, ini memudahkan komunikasi dengan investor dan donor yang ingin melihat bagaimana kontribusi mereka berdampak pada pencapaian TPB. Ini sangat penting dalam SDG 17 (Kemitraan untuk Mencapai Tujuan), di mana kolaborasi antara sektor publik dan swasta menjadi kunci keberhasilan.
Contoh Penerapan SROI dalam SDGs
SDG 13 (Penanganan Perubahan Iklim)
Perusahaan yang berinvestasi dalam proyek energi terbarukan, seperti pembangunan pembangkit listrik tenaga surya di daerah terpencil, dapat menggunakan SROI untuk menilai dampak sosial dan lingkungan yang dihasilkan. SROI dapat mengukur pengurangan emisi karbon serta manfaat sosial dari akses yang lebih baik ke energi terjangkau bagi masyarakat setempat.
Kesimpulan
SROI berperan sangat penting dalam mendukung pencapaian SDGs dengan membantu organisasi mengukur dan memaksimalkan dampak sosial, lingkungan, dan ekonomi dari proyek-proyek mereka.
Dengan memahami SROI, organisasi Anda akan lebih siap dalam merancang, mengukur, dan mengomunikasikan dampak sosial dari setiap inisiatif yang dilakukan. Ini bukan hanya tentang tanggung jawab sosial, tetapi juga tentang membangun masa depan yang lebih berkelanjutan dengan memaksimalkan manfaat bagi masyarakat dan lingkungan.
Jika Anda tertarik untuk memperdalam pengetahuan tentang pengukuran dampak sosial, kami mengundang Anda untuk bergabung dalam SROI Masterclass yang akan diadakan pada tanggal 18-19 September 2024 di De Paviljoen Bandung Hotel. Masterclass ini akan memberikan wawasan mendalam tentang cara mengukur dan menilai inisiatif sosial Anda secara lebih efektif, dengan berbagai manfaat eksklusif seperti sertifikat, konsultasi gratis, dan akses ke materi pelatihan.
Daftar sekarang di: bit.ly/PendaftaranCSS-SROIAtau hubungi Minno di 085806975207 untuk informasi lebih lanjut.
on
Tujuan SDG 1 dan SDG 2
Kemiskinan dan kelaparan merupakan dua tantangan global terbesar yang dihadapi oleh masyarakat dunia. Dalam upaya mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) pada tahun 2030, SDG 1 dan SDG 2 menjadi landasan penting bagi pembangunan yang berkelanjutan. SDG 1 bertujuan untuk menghapus kemiskinan dalam segala bentuknya, sedangkan SDG 2 fokus pada mengakhiri kelaparan serta menjamin ketahanan pangan dan meningkatkan gizi
Melalui artikel ini, kita akan mendalami pentingnya SDG 1 dan 2, tantangan yang dihadapi, serta langkah-langkah konkret untuk mencapainya.
SDG 1 Menghapus Kemiskinan
Tantangan Global KemiskinanKemiskinan ekstrem, didefinisikan sebagai hidup dengan pendapatan di bawah $1,90 per hari, masih dialami oleh jutaan orang di seluruh dunia. Meski terdapat kemajuan, pandemi COVID-19, konflik global, dan perubahan iklim memperburuk kondisi kemiskinan di banyak negara. Selain itu, ketimpangan pendapatan dan akses terhadap sumber daya memperkuat siklus kemiskinan.
Strategi Penghapusan KemiskinanUntuk menghapus kemiskinan, diperlukan pendekatan multidimensional yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan. Beberapa langkah kunci yang diusulkan oleh SDG 1 adalah:
Akses ke layanan dasar: Memastikan akses ke layanan kesehatan, pendidikan, dan perumahan yang terjangkau bagi semua orang.
Jaminan sosial: Meningkatkan cakupan jaminan sosial bagi kelompok rentan, seperti lansia, penyandang disabilitas, dan anak-anak.
Pembangunan ekonomi inklusif: Mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif, menciptakan lapangan kerja, dan meningkatkan akses terhadap modal bagi usaha kecil dan menengah.
Peran Pemerintah dan Sektor SwastaPemerintah dan sektor swasta memiliki peran penting dalam mendorong kebijakan inklusif yang dapat mengatasi kemiskinan. Melalui program-program bantuan sosial, penyediaan infrastruktur dasar, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat, pemerintah dapat berperan sebagai motor penggerak utama. Di sisi lain, sektor swasta diharapkan turut serta dalam mempromosikan kesetaraan dengan investasi berkelanjutan dan penciptaan lapangan kerja yang layak.
SDG 2: Mengakhiri Kelaparan dan Meningkatkan Ketahanan Pangan
Tantangan Ketahanan Pangan GlobalKelaparan masih menjadi masalah signifikan, dengan lebih dari 800 juta orang di dunia kekurangan gizi. Konflik, ketidakstabilan politik, bencana alam, serta perubahan iklim berdampak pada akses masyarakat terhadap makanan yang layak dan bergizi. Selain itu, ketergantungan pada pertanian subsisten dan kurangnya dukungan teknologi membuat banyak komunitas rentan terhadap ketidakpastian pangan.
Langkah Strategis Mengakhiri KelaparanMengakhiri kelaparan tidak hanya berarti menyediakan cukup makanan, tetapi juga memastikan makanan tersebut bergizi dan tersedia secara berkelanjutan. Beberapa langkah strategis dalam SDG 2 antara lain:
Meningkatkan produktivitas pertanian: Menggunakan teknologi modern dan praktik pertanian yang ramah lingkungan untuk meningkatkan hasil produksi pangan.
Akses pasar bagi petani kecil: Memberikan akses ke pasar yang adil bagi petani kecil dan menengah untuk menjual hasil tani mereka dengan harga yang layak.
Diversifikasi pangan: Mendorong diversifikasi pangan lokal untuk mengurangi ketergantungan pada komoditas tertentu dan meningkatkan kualitas gizi.
Inovasi untuk Ketahanan PanganInovasi teknologi seperti pertanian cerdas, irigasi efisien, serta penggunaan data untuk perencanaan pertanian dapat membantu meningkatkan ketahanan pangan. Selain itu, pengurangan limbah pangan melalui distribusi yang lebih baik dan sistem logistik yang efisien dapat membantu mengurangi kelaparan.
Kolaborasi Global dan Lokal untuk SDG 1 dan 2
Dalam mencapai SDG 1 dan SDG 2, kolaborasi antara pemerintah, organisasi internasional, sektor swasta, dan masyarakat sangat penting. Program-program global seperti World Food Programme dan UNDP telah melakukan upaya signifikan untuk memberantas kemiskinan dan kelaparan, namun tindakan lokal tetap menjadi kunci kesuksesan.
Di Indonesia, berbagai inisiatif telah dilakukan untuk mendukung pencapaian SDG 1 dan 2. Misalnya, program Bantuan Sosial (Bansos) dan Kartu Prakerja yang diluncurkan pemerintah bertujuan untuk membantu masyarakat rentan keluar dari kemiskinan. Di sektor pangan, pemerintah dan organisasi swadaya masyarakat terus mendorong peningkatan produktivitas pertanian dan pemberdayaan petani lokal.
Kesimpulan
Menghapus kemiskinan dan mengakhiri kelaparan adalah dua tujuan yang saling terkait dan menjadi prioritas utama dalam mewujudkan dunia yang lebih adil dan sejahtera. SDG 1 dan SDG 2 memberikan arah yang jelas untuk mencapai hal ini, tetapi diperlukan tindakan bersama dari semua lapisan masyarakat. Dengan komitmen global dan lokal yang kuat, kita dapat mencapai dunia tanpa kemiskinan dan kelaparan pada tahun 2030.
Bergabunglah dalam upaya global untuk memberantas kemiskinan dan kelaparan dengan mendukung program-program pemberdayaan lokal dan berkelanjutan!
on
Mengapa SDGs Penting untuk Masa Depan Kita?
Pada tahun 2015, semua negara anggota Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) secara resmi menyepakati agenda ambisius yang disebut sebagai Sustainable Development Goals (SDGs). Merupakan 17 tujuan global yang bertujuan untuk mengakhiri kemiskinan, melindungi planet kita, dan memastikan bahwa semua orang menikmati kedamaian dan kesejahteraan pada tahun 2030. Namun, mengapa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan begitu penting? Apa yang membuatnya menjadi pilar krusial dalam menghadapi tantangan global yang ada saat ini dan di masa depan? Nah, berikut adalah beberapa alasan mengapa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan menjadi sangat penting bagi dunia kita.
1. Mengatasi Tantangan Global yang Kompleks
Dunia kita saat ini menghadapi tantangan yang sangat rumit dan sering kali saling berkaitan. Kemiskinan, kelaparan, ketimpangan, dan krisis lingkungan bukanlah masalah yang dapat dipecahkan secara terpisah. Misalnya, perubahan iklim memperburuk kemiskinan dengan merusak sumber daya alam yang menjadi tumpuan kehidupan masyarakat. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dirancang untuk menangani berbagai isu ini secara holistik. Tujuan-tujuan tersebut mencakup berbagai aspek kehidupan, mulai dari kesehatan, pendidikan, hingga tindakan iklim, menciptakan solusi yang saling mendukung untuk tantangan global.
2. Mendorong Pembangunan Berkelanjutan
Selama bertahun-tahun, pertumbuhan ekonomi sering kali dilakukan dengan mengorbankan lingkungan dan kesejahteraan sosial. Namun, TPB menekankan pentingnya pendekatan pembangunan yang berkelanjutan. Ini berarti bahwa pembangunan ekonomi harus berjalan seiring dengan perlindungan lingkungan dan peningkatan kesejahteraan sosial. TPB tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi, tetapi juga memastikan bahwa sumber daya alam kita dijaga dan bahwa semua orang, tanpa memandang latar belakang, dapat menikmati manfaat dari pembangunan tersebut.
3. Mengurangi Ketimpangan Global
Ketimpangan adalah salah satu masalah terbesar yang dihadapi dunia. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan berupaya untuk mengatasi ketimpangan di berbagai bidang, baik antara negara maju dan berkembang, maupun antara kelompok-kelompok dalam masyarakat. Tujuan seperti SDG 10 (Mengurangi Ketimpangan) menyoroti pentingnya memastikan akses yang setara terhadap peluang dan sumber daya. Ini berarti mendukung kelompok-kelompok marginal, meningkatkan akses ke pendidikan, serta menciptakan kesempatan kerja yang layak bagi semua orang, tanpa memandang gender, ras, atau status ekonomi.
4. Menangani Krisis Iklim
Perubahan iklim adalah salah satu ancaman terbesar bagi kelangsungan hidup manusia di planet ini. Tanpa tindakan yang serius, dampak perubahan iklim akan semakin buruk, mempengaruhi kualitas hidup, memicu bencana alam yang lebih sering, dan memperburuk ketidaksetaraan. SDG 13 (Aksi Iklim) secara khusus berfokus pada perlunya tindakan mendesak untuk memerangi perubahan iklim dan dampaknya. Ini mencakup pengurangan emisi gas rumah kaca, penggunaan energi terbarukan, serta mendukung inovasi yang ramah lingkungan.
5. Meningkatkan Kualitas Hidup Universal
SDGs mencakup berbagai tujuan yang secara langsung berkaitan dengan kesejahteraan individu dan masyarakat. SDG 3 (Kesehatan yang Baik dan Kesejahteraan) misalnya, menargetkan peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan yang terjangkau dan berkualitas. Sementara itu, SDG 4 (Pendidikan Berkualitas) menekankan pentingnya akses yang setara terhadap pendidikan, yang menjadi kunci untuk membangun masyarakat yang inklusif dan inovatif. Kesejahteraan universal ini juga mencakup air bersih dan sanitasi (SDG 6), pekerjaan yang layak (SDG 8), dan perumahan yang layak (SDG 11).
6. Memperkuat Kolaborasi Global
Tujuan Pembangunan Berkelanjutan tidak hanya ditujukan untuk pemerintah, tetapi juga melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk sektor swasta, masyarakat sipil, dan individu. SDG 17 (Kemitraan untuk Mencapai Tujuan) menekankan pentingnya kemitraan global dan kerjasama antar negara. Dunia saat ini lebih terhubung daripada sebelumnya, dan solusi untuk masalah global memerlukan upaya bersama dari semua pihak. TPB membuka ruang bagi kolaborasi lintas sektor untuk menciptakan inovasi, berbagi pengetahuan, dan membangun masa depan yang lebih baik.
7. Mendorong Inovasi dan Teknologi Baru
Teknologi memiliki peran penting dalam mencapai banyak tujuan SDGs. Inovasi dalam bidang energi terbarukan, teknologi informasi, pertanian berkelanjutan, dan transportasi bersih merupakan bagian penting dari strategi untuk mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Tujuan seperti SDG 9 (Industri, Inovasi, dan Infrastruktur) mengakui pentingnya investasi dalam infrastruktur yang berkelanjutan dan inovasi untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
8. Menjadi Tolok Ukur untuk Akuntabilitas
Tujuan Pembangunan Berkelannjutan menyediakan kerangka kerja yang jelas dan terukur untuk mengevaluasi kemajuan menuju pembangunan yang lebih baik. Dengan 17 tujuan dan 169 target spesifik, TPB memungkinkan negara-negara dan organisasi-organisasi untuk melacak kemajuan mereka dan memegang diri mereka bertanggung jawab atas komitmen yang telah dibuat. Ini penting untuk memastikan bahwa upaya yang dilakukan benar-benar menghasilkan perubahan yang nyata.
Baca Juga: Apa itu SDGs Desa?
Kesimpulan
SDGs penting karena mereka memberikan arah yang jelas untuk menghadapi tantangan global terbesar yang dihadapi umat manusia. Dari mengurangi kemiskinan dan ketimpangan hingga memerangi perubahan iklim dan mempromosikan pembangunan berkelanjutan, SDGs menawarkan peta jalan menuju masa depan yang lebih adil, damai, dan sejahtera bagi semua orang. Melalui kolaborasi, inovasi, dan komitmen untuk aksi nyata, kita dapat bersama-sama mewujudkan dunia yang lebih baik. Setiap tindakan kita hari ini berkontribusi pada pencapaian tujuan tersebut dan menjamin masa depan yang berkelanjutan bagi generasi mendatang.
on
Apa itu SDGs?
SDGs dirancang untuk menjadi peta jalan global menuju kesejahteraan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang lebih baik pada tahun 2030.
Dunia saat ini tengah menghadapi berbagai tantangan global yang kompleks, mulai dari perubahan iklim, kemiskinan, hingga ketidaksetaraan sosial. Untuk mengatasi berbagai tantangan ini, Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2015 menetapkan 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dirancang untuk menjadi peta jalan global menuju kesejahteraan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang lebih baik pada tahun 2030.
Baca Juga: CSR, ESG, dan SDGs: Apa Bedanya? Mana yang Terbaik?
Sejarah dan Asal Usul SDGs: Dari Millennium Development Goals ke SDGs
Sebelum lahirnya Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, dunia telah mengenal Millennium Development Goals (MDGs), yang merupakan pendahulu dari TPB. MDGs diperkenalkan pada tahun 2000 sebagai hasil dari Millennium Summit yang dihadiri oleh 189 negara anggota PBB. MDGs terdiri dari delapan tujuan yang difokuskan pada pengurangan kemiskinan, peningkatan kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan global hingga tahun 2015.
Selama periode MDGs, banyak negara, termasuk Indonesia, mencapai kemajuan yang signifikan dalam berbagai bidang. Misalnya, kemiskinan ekstrem berhasil dikurangi secara global, dan akses terhadap pendidikan dasar meningkat drastis. Namun, MDGs juga menghadapi kritik karena pendekatannya yang terlalu sempit, tidak menyentuh aspek-aspek penting seperti ketidaksetaraan, lingkungan, dan pembangunan ekonomi secara berkelanjutan.
Ketika batas waktu MDGs berakhir pada tahun 2015, dunia menyadari perlunya agenda pembangunan yang lebih luas dan inklusif. Dari sinilah lahir TPB, dengan cakupan yang lebih komprehensif dan ambisius. TPB menggantikan MDGs dengan 17 tujuan dan 169 target yang tidak hanya fokus pada negara berkembang, tetapi juga berlaku untuk semua negara, baik maju maupun berkembang. Perbedaan utama lainnya adalah bahwa Tujuan Pembangunan Berkelanjutan mengakui pentingnya kerjasama global, partisipasi masyarakat, dan peran sektor swasta dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan.
Lantas apa itu SDGs ?
SDGs adalah cetak biru universal yang dirancang untuk mengakhiri kemiskinan, melindungi planet, dan memastikan bahwa semua orang menikmati perdamaian dan kemakmuran. Masing-masing dari 17 tujuan ini saling terkait dan memerlukan kerjasama antara berbagai sektor, baik pemerintah, bisnis, maupun masyarakat sipil. Tujuan-tujuan ini mencakup isu-isu mendasar seperti kesehatan dan pendidikan, kesetaraan gender, pertumbuhan ekonomi, dan perubahan iklim.
Sebagai contoh, SDG 1 berfokus pada penghapusan kemiskinan dalam segala bentuknya, sedangkan SDG 13 menuntut aksi mendesak untuk mengatasi perubahan iklim. Pencapaian masing-masing tujuan ini penting untuk memastikan keseimbangan sosial, ekonomi, dan lingkungan yang berkelanjutan.
Mengapa SDGs Penting?
Indonesia, sebagai negara dengan populasi terbesar keempat di dunia, memainkan peran penting dalam pencapaian TPB. Penerapan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan di Indonesia bukan hanya soal memenuhi komitmen internasional, tetapi juga soal menciptakan masa depan yang lebih baik bagi seluruh rakyat Indonesia. Dengan mengintegrasikan TPB ke dalam rencana pembangunan nasional, Indonesia dapat memastikan bahwa pertumbuhan ekonominya sejalan dengan prinsip keberlanjutan lingkungan dan sosial.
Penerapan SDGs di Indonesia
Sejak adopsi TPB, Indonesia telah mengambil berbagai langkah untuk mengintegrasikan tujuan-tujuan ini ke dalam kebijakan dan program nasional. Beberapa inisiatif penting meliputi:
1. Integrasi SDGs dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN)
Pemerintah Indonesia telah mengintegrasikan tujuan-tujuan pembangunan berkelanjutan ke dalam RPJMN 2020-2024, memastikan bahwa kebijakan pembangunan nasional selaras dengan TPB.
2. Pembentukan Sekretariat SDGs Nasional
Untuk mengkoordinasikan dan memantau pelaksanaan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan, Indonesia telah membentuk Sekretariat SDGs Nasional di bawah Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas).
3. Inisiatif Lokal
Banyak pemerintah daerah di Indonesia juga telah mengadopsi SDGs sebagai kerangka kerja untuk pembangunan daerah mereka, dengan fokus pada isu-isu lokal seperti pengurangan kemiskinan, pengelolaan lingkungan, dan peningkatan kualitas pendidikan.
4. Kolaborasi dengan Sektor Swasta dan Masyarakat Sipil
Untuk mencapai SDGs, pemerintah Indonesia juga bekerja sama dengan sektor swasta, organisasi non-pemerintah, dan masyarakat sipil. Kolaborasi ini penting untuk menciptakan solusi inovatif yang dapat membantu mempercepat pencapaian TPB.
Tantangan dalam Penerapan SDGs
Meskipun Indonesia telah mencapai kemajuan signifikan dalam beberapa aspek SDGs, masih ada tantangan yang perlu diatasi. Kesenjangan sosial dan ekonomi yang masih ada, dampak perubahan iklim yang semakin parah, dan ketidakmerataan akses terhadap layanan dasar seperti kesehatan dan pendidikan, semuanya memerlukan perhatian khusus. Oleh karena itu, diperlukan komitmen yang kuat dari semua pihak, termasuk pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat untuk memastikan bahwa tidak ada satu pun yang tertinggal.
Baca Juga: Sdgs Goals
Kesimpulan
Penerapan SDGs di Indonesia adalah langkah penting menuju pembangunan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Melalui upaya kolaboratif dan komitmen yang kuat, Indonesia dapat mencapai tujuan-tujuan ini dan memastikan bahwa semua rakyatnya menikmati manfaat dari pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, lingkungan yang bersih, dan masyarakat yang adil. Tujuan Pembangunan Berkelanjutan bukan hanya sekedar tujuan global, tetapi juga merupakan visi untuk masa depan Indonesia yang lebih baik.
on
Apa itu NET Zero Emission?
Net Zero Emission atau emisi nol bersih, bagaikan sebuah timbangan yang menyeimbangkan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan manusia dengan kemampuan alam untuk menyerapnya. Bayangkan, di satu sisi timbangan terdapat emisi karbon dari aktivitas manusia, seperti pembakaran bahan bakar fosil dan dan deforestasi. Di sisi lain, terdapat penyerapan karbon oleh hutan, lautan, dan tanah.
Sebelum Revolusi Industri, keseimbangan ini terjaga secara alami. Namun, emisi karbon yang melonjak akibat aktivitas manusia telah mengganggu keseimbangan ini, memicu efek rumah kaca dan perubahan iklim. Net Zero Emission hadir sebagai solusi untuk mengembalikan keseimbangan, demi bumi yang lebih hijau dan lestari.
Lalu apakah Net Zero Emission itu?
Latar Belakang Munculnya Net Zero Emission
Konsep Net Zero Emission (NZE) pertama kali muncul secara resmi di Konferensi Perubahan Iklim COP21 yang diadakan di Paris pada tahun 2015. Momen ini menjadi titik balik penting dalam upaya global untuk menanggulangi perubahan iklim.
COP21 Paris melahirkan Paris Agreement atau Perjanjian Paris, sebuah kesepakatan internasional yang memuat komitmen negara-negara untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan mencapai emisi nol bersih pada pertengahan abad ini. Perjanjian Paris telah ditandatangani oleh 197 negara yang tergabung dalam Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim (UNFCCC). Hingga saat ini, 191 negara telah meratifikasi perjanjian ini. Perjanjian Paris terbagi menjadi 29 pasal yang bertujuan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan membatasi kenaikan suhu global di bawah 2â, idealnya 1,5â, dibandingkan era pra-industri.
Meskipun istilah Net Zero Emission (NZE) tidak secara eksplisit tercantum dalam Perjanjian Paris, konsep NZE tersirat dalam Pasal 4.1. Pernyataan dalam pasal tersebut “… balance between anthropogenic emissions by sources and removals by sinks of greenhouse gases…â merupakan konsep inti dari NZE. Konsep ini menggambarkan kondisi dimana emisi gas rumah kaca yang dihasilkan manusia (emisi antropogenik) seimbang dengan jumlah gas rumah kaca yang diserap oleh alam. Ketika keseimbangan ini tercapai, maka kondisi NZE terpenuhi. Artinya, jumlah emisi gas rumah kaca yang dihasilkan manusia tidak melebihi kemampuan alam untuk menyerapnya.
Implementasi Net Zero Emission di Indonesia
Indonesia menunjukkan keseriusannya untuk mencapai netralitas emisi karbon pada tahun 2060. Komitmen ini ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2016 yang meratifikasi Paris Agreement dalam Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim, sebagai bagian dari komitmennya sebagai negara penandatanganan Perjanjian Paris.
Dalam dokumen NDC, Indonesia menaikkan target pengurangan emisi dari 29% menjadi 31,89% pada tahun 2030 untuk upaya mandiri. Selain itu, target pengurangan emisi dengan dukungan internasional juga dinaikkan dari 41% menjadi 43,20%. Meski begitu, pelaksanaan kebijakan sering tertinggal dibandingkan peningkatan emisi, sehingga dibutuhkan langkah-langkah terobosan yang signifikan.
Untuk mengatasi ini, pemerintah menerapkan lima strategi utama guna mengurangi jejak karbon dan mencapai netralitas emisi. Strategi ini meliputi peningkatan penggunaan energi terbarukan (EBT), pengurangan konsumsi energi fosil, penerapan kendaran listrik di sektor transportasi, peningkatan pemanfaatan listrik dalam rumah tangga dan industri, serta implementasi teknologi Carbon Capture and Storage (CCS).
Penerapan Teknologi Carbon Capture and Storage di Indonesia
Sebagai bagian dari langkah inovatif, Indonesia mulai merencanakan penerapan teknologi CCS. Teknologi ini bertujuan untuk mengurangi emisi CO2 ke atmosfer, yang merupakan salah satu upaya mitigasi perubahan iklim.
Teknologi ini melibatkan proses yang dimulai dari permisahan dan penangkapan CO2 dari sumber emisi gas buang (flue gas). Proses ini menggunakan teknologi absorpsi yang telah umum digunakan di industri. CO2 yang telah ditangkap kemudian diangkut ke lokasi penyimpanan yang aman. Pengangkutan CO2 ini biasanya dilakukan menggunakan pipia atau tangki, mirip dengan metode pengangkutan gas seperti LPG dan LNG.
Selanjutnya, CO2 disimpan dengan mengalirkannya ke lapisan batuan di bawah permukaan bumi yang dapat menahan gas tersebut, atau dengan menginjeksikannya ke dalam laut pada kedalaman tertentu agar tidak kembali ke atmosfer. Strategi penyimpanan ini menjanjikan, meskipun terdapat kekhawatiran terkait biaya yang tingg dan masalah kompetitifitas teknologi ini.
Penangkapan CO2 juga sering diterapkan dalam produksi hidrogen, baik di laboratorium maupun pada skala komersial. Hingga tahun 2021, ada 31 proyek CCS yang beroperasi secara komersial di seluruh dunia, dengan sekitar 90 proyek lainnya dalam tahap pengembangan.
Angka ini terus meningkat berkat kemajuan inovasi hasil penelitian dan komitmen banyak negara untuk mengurangi emisi karbon dengan menggunakan teknologi CCS yang dianggap salah satu metode tercepat untuk mencapai pengurangan emisi.
on
Fungsi Tanggung Jawab Sosial (TJSL)
Dalam lanskap bisnis saat ini, Tanggung Jawab Sosial Perusahaan (CSR) telah berkembang dari sekadar upaya filantropis menjadi kebutuhan strategis bagi organisasi yang ingin menciptakan dampak berkelanjutan. Untuk memastikan inisiatif CSR dikelola dan dikomunikasikan secara efektif, program pelatihan khusus dalam Manajemen dan Komunikasi CSR menjadi sangat penting. Program-program ini membekali para profesional dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan untuk menyelaraskan strategi CSR dengan tujuan bisnis, melibatkan pemangku kepentingan, dan meningkatkan reputasi merek.
Baca juga: Pentingnya Basis Data yang Kuat dalam Program CSR
Memahami Manajemen CSR
Manajemen CSR melibatkan perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi kegiatan CSR secara sistematis. Hal ini memerlukan pemahaman mendalam tentang nilai-nilai inti organisasi, model bisnis, dan lingkungan sosial-ekonomi di mana organisasi beroperasi. Manajemen CSR yang efektif memastikan bahwa inisiatif yang dijalankan tidak hanya bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan tetapi juga berkontribusi pada keberhasilan jangka panjang organisasi.
Peran Komunikasi dalam CSR
Komunikasi yang efektif sangat penting untuk keberhasilan setiap inisiatif CSR. Ini melibatkan penyampaian tujuan, pencapaian, dan tantangan CSR organisasi kepada audiens internal dan eksternal. Komunikasi yang transparan dan konsisten membangun kepercayaan dan meningkatkan reputasi organisasi.
Kesimpulan
Seiring dengan semakin pentingnya peran CSR dalam membentuk masa depan bisnis, kebutuhan akan profesional yang terampil dalam Manajemen dan Komunikasi CSR semakin besar. Investasi dalam program pelatihan tidak hanya meningkatkan efektivitas inisiatif CSR tetapi juga berkontribusi pada kesuksesan dan keberlanjutan organisasi secara keseluruhan. Dengan memberdayakan para profesional dengan pengetahuan dan alat yang tepat, pelatihan Manajemen dan Komunikasi CSR membantu organisasi memberikan dampak yang berarti bagi masyarakat dan lingkungan sambil mendorong pertumbuhan bisnis.
on
Suksesnya Acara “Corporate Sustainability Outlook 2024” Olahkarsa dalam Mengusung Transformasi Masa Depan dengan Revolusi ESG
Jakarta, 21 Agustus 2024 â Acara Corporate Sustainability Outlook 2024 yang mengusung tema Transforming Future with ESG Revolution sukses diselenggarakan di Soehanna Hall, Jakarta. Acara ini menjadi wadah penting bagi para pemimpin industri, praktisi ESG, serta para pemangku kepentingan untuk berbagi wawasan dan strategi dalam mewujudkan masa depan yang lebih berkelanjutan melalui penerapan ESG (Environmental, Social, and Governance). Olahkarsa, yang berkolaborasi dengan Indonesia Corporate Secretary Association (ICSA), turut berperan penting dalam penyelenggaraan acara ini dengan menghadirkan berbagai pemangku kepentingan untuk membahas peran krusial ESG dalam menciptakan transformasi positif di dunia korporasi.
Dalam acara ini, berbagai narasumber terkemuka turut hadir untuk memberikan pandangan mendalam mengenai tantangan dan peluang dalam menerapkan ESG di berbagai sektor industri. Yaitu Prof. Rhenald Kasali, Ph.D., Ketua Asosiasi ESG Indonesia, Katharine Grace â Head of Corporate Secretary & Sustainability PT Bank Permata tbk, Edi Priyanto â Director of Human Resources PT Pelindo Multi Terminal, Sudarmadi Widodo â Human Capital & Corporate Communication Director Otsuka Group, Merry Andriati Surya Kepala Departemen Komunikasi dan Literasi Divisi TJSL PT Pegadaian, Lany Harijanti â Regional Program Manager ASEAN GRI, Rony Suniyanto Djojomartono â Head of Index and ESG Business Development Unit di Indonesia Stock Exchange (IDX), Inka Prawirasasra â Head of Communication & Sustainability Sintesa Group, Indah Budiani – Executive Director Indonesia Business Council Sustainable Development (IBCSD), Tiur Simamora â Corporate Secretary PT Industry Jamu & Farmasi Sido Muncul tbk, Lastyo Kuntoaji Lukito, S.T., M.IP – Chairman of Association of Carbon Emission Specialists Indonesia (ACEXI), Ferro Ferizka Aryawanda – Executive Director Pilar Foundation, Dr. Ir. Kiman Siregar, S.T., MP., M.Si, P.U. Ketua dari Indonesia Life Cycle Assessment Network (ILCAN), Tito Aribowo – Executive Director Green Building Council Indonesia, Danial Ahmad – Manager Sustainability Rating & Reporting PT Pertamina (Persero) dan juga Novia Arifin – Influencer and Founder of Ceritanupi.
Acara ini terdiri dari berbagai kegiatan yang memberikan inspirasi untuk seluruh tamu yang hadir, Seperti Sustainability Leadership Forum dan Sustainable Business Exhibition. Juga peluncuran Indonesia ESG Outlook Report 2024 yang merupakan kolaborasi antara Olahkarsa dan ICSA dalam menyediakan laporan dan informasi terkini tentang penerapan praktik ESG di sektor bisnis Indonesia.
Katharine Grace, Head of Corporate Secretary & Sustainability PT Bank Permata Tbk, yang dalam hal ini juga merupakan Ketua Umum dari Indonesia Corporate Secretary Association, dalam sambutannya menyampaikan, “Senang sekali ICSA dapat berkolaborasi dengan Olahkarsa untuk mempromosikan ekosistem bisnis berkelanjutan. Karena pembangunan berkelanjutan telah menjadi tren internasional, dan banyak negara semakin menekankan pengungkapan inisiatif lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) oleh perusahaan. ESG dengan cepat menjadi titik fokus pembangunan berkelanjutan sebagai konsep investasi dan standar penilaian perusahaan. kami berharap sharing dan diskusi di Soehanna Hall ini akan bermanfaat bagi seluruh peserta.â
Unggul Ananta, Co-Founder & CEO Olahkarsa, juga menyampaikan pandangannya mengenai acara ini. “Acara ini menjadi bukti bahwa kesadaran dan komitmen terhadap ESG semakin kuat di kalangan pelaku industri. Kami bangga menjadi bagian yang berkontribusi dan akan terus mendorong implementasi ESG secara menyeluruh demi masa depan yang lebih baik”.
Prof. Rhenald Kasali Ph.D, sebagai keynote speaker pada Corporate Sustainability Outlook 2024, menyampaikan bahwa acara yang menjadi wadah bagi berbagai pihak untuk lebih mawas akan perkembangan ESG sendiri sangat keren, terbukti dengan hadirnya berbagai kalangan pada acara ini terutama kalangan anak muda.
Olahkarsa menyampaikan rasa terima kasih yang mendalam kepada seluruh pihak yang telah berkontribusi dalam kesuksesan acara ini, termasuk para pembicara, peserta, sponsor, dan seluruh mitra yang telah bekerja sama dalam mewujudkan Corporate Sustainability Outlook 2024 sebagai forum inspiratif yang memperkuat komitmen bersama untuk masa depan yang lebih berkelanjutan.
on
Prinsip ESG sebagai Kunci Masa Depan Keberlanjutan PerusahaanÂ
Environmental, Social, and Governance (ESG) telah menjadi topik utama dalam dunia bisnis global. ESG bukan lagi sekadar jargon yang diabaikan, tetapi telah berkembang menjadi kerangka kerja yang penting bagi perusahaan untuk menjaga keberlanjutan jangka panjang dan meningkatkan nilai perusahaan. Perusahaan di seluruh dunia, dari berbagai sektor industri, mulai mengintegrasikan prinsip-prinsip ESG ke dalam operasi mereka untuk mengurangi dampak lingkungan, meningkatkan kesejahteraan sosial, dan memastikan tata kelola yang baik.
Baca juga: Apa Itu Strategi ESG dan Sustainability: Bagaimana Perusahaan Terkemuka di Dunia Memprioritaskan ESG
Perkembangan ESG
Salah satu alasan utama di balik meningkatnya fokus pada ESG adalah tekanan yang datang dari pemangku kepentingan, termasuk investor, konsumen, dan regulator.
Investor kini lebih memperhatikan faktor-faktor ESG saat membuat keputusan investasi, karena perusahaan yang mematuhi standar ESG cenderung lebih tangguh menghadapi risiko dan berpotensi memberikan pengembalian yang lebih baik dalam jangka panjang. Di sisi lain, konsumen semakin memilih produk dan layanan dari perusahaan yang menunjukkan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Regulator juga memperketat aturan dan regulasi terkait ESG, memaksa perusahaan untuk lebih transparan dalam melaporkan kinerja ESG mereka.Â
Meskipun perkembangan ESG memberikan banyak manfaat, perusahaan masih menghadapi berbagai tantangan dalam penerapannya. Salah satu tantangan terbesar adalah bagaimana mengukur dan melaporkan kinerja ESG secara akurat. Selain itu, perusahaan perlu memastikan bahwa inisiatif ESG mereka benar-benar memberikan dampak positif yang nyata, bukan sekadar memenuhi persyaratan formalitas atau ‘greenwashing’.
Untuk membantu perusahaan memahami dan mengatasi tantangan ini, serta memanfaatkan peluang yang ada, acara Corporate Sustainability Outlook 2024 yang diselenggarakan Olahkarsa akan digelar. Acara ini menghadirkan para pemimpin industri dan pakar ESG, termasuk keynote speaker Prof. Renald Kasali, Ph.D., yang akan berbagi wawasan tentang bagaimana ESG dapat mendorong revolusi keberlanjutan dalam bisnis. Dengan tema “Transforming Future with ESG Revolution” acara ini akan menjadi forum penting bagi para profesional untuk mendiskusikan strategi terkini dalam mengintegrasikan ESG ke dalam bisnis mereka.
Jangan lewatkan kesempatan ini untuk mendapatkan wawasan dari para ahli dan menjalin koneksi dengan para pemimpin industri lainnya. Segera daftarkan diri Anda di Corporate Sustainability Outlook 2024 pada tanggal 21 Agustus 2024 di Soehanna Hall, Jakarta. Kursi terbatas! Kunjungi cso.olahkarsa.com untuk informasi lebih lanjut dan pemesanan tiket.
on
ESG Revolution Membangun Masa Depan yang Tangguh dan Berkelanjutan
Dalam era di mana tantangan global seperti perubahan iklim, ketidakadilan sosial, dan ketidakpastian ekonomi semakin mendesak, transformasi menuju masa depan yang berkelanjutan menjadi keharusan. Di sinilah konsep ESG (Environmental, Social, Governance) mengambil peran sentral. ESG Revolution bukan sekadar pendekatan baru dalam tata kelola perusahaan; ini adalah gerakan global yang mengubah cara kita berbisnis dan menjalani kehidupan, dengan fokus untuk menciptakan nilai jangka panjang yang berkelanjutan bagi semua pemangku kepentingan.
ESG: Pilar untuk Masa Depan Berkelanjutan
Environmental (Lingkungan): Perubahan iklim dan kerusakan lingkungan telah menjadi isu global yang mendesak. Perusahaan yang mengadopsi prinsip ESG berkomitmen untuk mengurangi jejak karbon, mengelola sumber daya alam secara berkelanjutan, dan mengadopsi praktik-praktik ramah lingkungan dalam seluruh rantai pasok mereka. Dengan mengintegrasikan pertimbangan lingkungan ke dalam strategi bisnis, perusahaan tidak hanya berkontribusi terhadap pelestarian bumi tetapi juga mengurangi risiko terkait perubahan iklim yang dapat memengaruhi operasional dan profitabilitas mereka di masa depan.
Social (Sosial): Dimensi sosial dalam ESG mencakup tanggung jawab perusahaan terhadap karyawan, komunitas, dan masyarakat luas. Isu-isu seperti hak asasi manusia, keadilan sosial, kesetaraan gender, serta kesehatan dan keselamatan kerja menjadi fokus utama. Perusahaan yang peduli dengan aspek sosial akan berusaha menciptakan lingkungan kerja yang inklusif, mendukung pengembangan komunitas lokal, serta memastikan bahwa produk dan layanan mereka tidak merugikan masyarakat. Dengan memprioritaskan aspek sosial, perusahaan dapat membangun reputasi yang kuat, meningkatkan loyalitas pelanggan, dan menarik talenta terbaik.
Governance (Tata Kelola): Tata kelola yang baik adalah fondasi dari keberlanjutan jangka panjang. Perusahaan yang mengikuti prinsip ESG memastikan bahwa mereka memiliki struktur tata kelola yang transparan, akuntabel, dan etis. Ini termasuk praktik-praktik seperti keterbukaan informasi, perlindungan hak pemegang saham, pengelolaan risiko yang efektif, dan pencegahan korupsi. Dengan tata kelola yang kuat, perusahaan dapat membangun kepercayaan dengan pemangku kepentingan dan menciptakan nilai yang konsisten dalam jangka panjang.
Mengapa ESG Penting?
Revolusi ESG bukan hanya tentang memenuhi ekspektasi regulasi atau tuntutan pasar, tetapi juga tentang membentuk masa depan di mana bisnis dan masyarakat dapat berkembang bersama. Penelitian menunjukkan bahwa perusahaan yang mengadopsi praktik ESG cenderung memiliki kinerja keuangan yang lebih baik dan lebih tahan terhadap krisis. Investor juga semakin melihat kriteria ESG sebagai indikator penting untuk menilai potensi risiko dan peluang investasi.
Selain itu, masyarakat kini lebih sadar akan isu-isu global dan menuntut lebih banyak dari perusahaan dalam hal tanggung jawab sosial dan lingkungan. Konsumen cenderung lebih memilih merek yang menunjukkan komitmen nyata terhadap keberlanjutan, dan karyawan lebih memilih bekerja di perusahaan yang memiliki tujuan yang lebih besar dari sekadar profit.
Transformasi yang Berkelanjutan
Untuk memastikan keberhasilan transformasi ESG, perusahaan perlu mengintegrasikan prinsip-prinsip ini ke dalam seluruh aspek operasional mereka. Ini termasuk menetapkan tujuan jangka panjang yang ambisius, melibatkan seluruh pemangku kepentingan dalam proses pengambilan keputusan, serta mengukur dan melaporkan kemajuan secara transparan. Perusahaan juga perlu siap beradaptasi dengan perubahan regulasi dan harapan masyarakat yang terus berkembang.
Revolusi ESG bukanlah tugas yang mudah, tetapi manfaat jangka panjangnya sangat besar. Dengan mengadopsi ESG, perusahaan tidak hanya membantu membentuk dunia yang lebih baik tetapi juga menempatkan diri mereka di posisi yang lebih baik untuk menghadapi tantangan masa depan.
Kesimpulan
Transformasi Masa Depan dengan ESG Revolution adalah tentang memadukan profitabilitas dengan tanggung jawab. Ini adalah tentang menciptakan dunia di mana bisnis dapat berkembang tanpa merusak lingkungan, menghormati hak asasi manusia, dan mengelola sumber daya dengan bijak. Di era kemerdekaan modern ini, di mana keberlanjutan menjadi nilai utama, ESG adalah jalan yang harus ditempuh untuk mencapai masa depan yang lebih cerah dan berkelanjutan bagi semua.
on
Mengapa ESG Menjadi Pondasi Utama dalam Transformasi Masa Depan Perusahaan
Di era modern ini, transformasi perusahaan tidak hanya didorong oleh keuntungan finansial semata, tetapi juga oleh tanggung jawab sosial dan lingkungan yang semakin mendesak. Konsep ESG (Environmental, Social, and Governance) telah menjadi pilar utama dalam membangun masa depan perusahaan yang berkelanjutan dan bertanggung jawab. ESG tidak hanya menawarkan jalan menuju keberlanjutan, tetapi juga membuka pintu untuk inovasi, peningkatan reputasi, dan daya saing yang lebih kuat di pasar global.
Baca juga: Apa itu strategi ESG dan Sustainability?
1. Lingkungan (Environmental)
Aspek lingkungan dalam ESG menekankan pentingnya manajemen sumber daya alam dan pengurangan dampak negatif terhadap lingkungan. Perusahaan yang mengadopsi praktik ramah lingkungan, seperti pengurangan emisi karbon, penggunaan energi terbarukan, dan pengelolaan limbah yang efektif, tidak hanya membantu melindungi planet kita tetapi juga mengurangi risiko operasional jangka panjang. Dalam konteks perubahan iklim yang semakin parah, perusahaan yang proaktif dalam menghadapi isu lingkungan cenderung lebih disukai oleh konsumen dan investor yang peduli akan keberlanjutan.
2. Sosial (Social)
Aspek sosial dalam ESG mencakup berbagai isu yang berkaitan dengan tanggung jawab sosial perusahaan terhadap karyawan, pelanggan, dan komunitas. Hal ini meliputi perlindungan hak asasi manusia, kesetaraan gender, kondisi kerja yang aman dan sehat, serta keterlibatan masyarakat. Perusahaan yang berfokus pada aspek sosial cenderung menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik, meningkatkan kepuasan karyawan, dan membangun hubungan yang lebih kuat dengan pelanggan. Selain itu, praktik sosial yang baik juga dapat mengurangi risiko reputasi dan memperkuat kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan.
3. Tata Kelola (Governance)
Tata kelola yang baik adalah landasan dari setiap perusahaan yang sukses. Aspek tata kelola dalam ESG mencakup transparansi, akuntabilitas, dan etika bisnis. Perusahaan yang menerapkan praktik tata kelola yang baik cenderung lebih mampu mengelola risiko, menghindari skandal, dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi. Selain itu, tata kelola yang baik juga memperkuat kepercayaan investor dan pemangku kepentingan lainnya, sehingga memudahkan akses terhadap sumber daya keuangan dan peluang bisnis.
Mengapa ESG Penting untuk Transformasi Masa Depan Perusahaan?
Menarik Investor dan Pelanggan: Saat ini, semakin banyak investor dan pelanggan yang menaruh perhatian pada praktik ESG perusahaan. Mereka cenderung lebih mendukung perusahaan yang menunjukkan komitmen terhadap keberlanjutan dan tanggung jawab sosial. Dengan demikian, adopsi ESG dapat membantu perusahaan menarik lebih banyak investasi dan meningkatkan basis pelanggan.
Meningkatkan Reputasi dan Citra Perusahaan: Perusahaan yang aktif dalam praktik ESG sering kali mendapatkan citra positif di mata publik. Reputasi yang baik ini dapat membantu perusahaan menghadapi krisis dengan lebih baik, meningkatkan loyalitas pelanggan, dan memperkuat posisi di pasar.
Mengurangi Risiko dan Meningkatkan Ketahanan: Dengan mengadopsi praktik ESG, perusahaan dapat mengidentifikasi dan mengelola risiko yang mungkin timbul dari isu lingkungan, sosial, dan tata kelola. Hal ini membantu meningkatkan ketahanan perusahaan dalam menghadapi tantangan dan perubahan yang tak terduga.
Mendorong Inovasi dan Efisiensi: Praktik ESG sering kali mendorong perusahaan untuk mencari cara baru dan lebih efisien dalam operasional mereka. Inovasi ini tidak hanya dapat meningkatkan kinerja finansial tetapi juga membantu perusahaan tetap relevan di tengah perubahan pasar yang cepat.
Transformasi masa depan perusahaan tidak dapat dipisahkan dari prinsip-prinsip ESG. Dengan menempatkan ESG sebagai pondasi utama, perusahaan tidak hanya berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan dan sosial, tetapi juga menciptakan nilai jangka panjang yang berkelanjutan. ESG bukan sekadar tren, tetapi merupakan strategi yang integral untuk membangun masa depan yang lebih baik bagi perusahaan, masyarakat, dan planet kita.
on
Apa Itu Strategi ESG dan Sustainability: Bagaimana Perusahaan Terkemuka di Dunia Memprioritaskan ESG
Simak artikel ini untuk mempelajari istilah umum yang terkait dengan apa itu strategi ESG dan sustainability. Cari tahu tentang apa itu ESG, area yang tercakup dalam ESG, dan apa itu strategi ESG dan sustainability.
Apa itu strategi ESG?
ESG (Environmental, Social, Governance) memberikan pandangan tentang perusahaan dan potensi nilai jangka panjangnya serta relevansinya dengan para pemangku kepentingannya. Peringkat ESG mengukur dampak lingkungan dan sosial serta efektivitas tata kelola perusahaan.
Organisasi membuat strategi ESG untuk membantu mereka bertindak dan mengukur apa yang saling menguntungkan untuk masyarakat dan planet ini.
Baca juga: CSR, ESG, dan SDGs: Apa Bedanya? Mana yang Terbaik?
Apa yang termasuk dalam kriteria ESG?
//3 poin di bawah ini dibuat infografik//
1. Kriteria lingkungan
Mempertimbangkan dampak dan risiko terkait lingkungan, dan apa yang mungkin atau tidak dilakukan perusahaan untuk menguranginya.
Contohnya meliputi: Jejak karbon, pengelolaan limbah, polusi, dan upaya keberlanjutan yang membentuk rantai pasokannya.
2. Kriteria sosial
Termasuk dampak sosial yang dihasilkan oleh hubungan dengan pekerja perusahaan, pelanggan, pemasok, dan komunitasnya.
Contohnya meliputi: Keselamatan tempat kerja, kesejahteraan dan budaya, keragaman, kesetaraan dan penyertaan, kepuasan pelanggan, serta privasi data.
3. Kriteria tata kelola
Merinci peran, tanggung jawab, dan harapan untuk memastikan keputusan yang baik dibuat untuk pelanggan, karyawan, pemegang saham regulator, dan masyarakat.
Contohnya termasuk: Komposisi anggota dewan, gaji dan penghargaan eksekutif, serta bagaimana perusahaan melakukan audit dan beroperasi secara etis.
Baca juga: Mengapa Perusahaan Perlu Beralih dari CSR Menjadi ESG?
Apa itu strategi sustainability?
Sustainability adalah fokus pada strategi bisnis yang menghasilkan nilai dan manfaat jangka panjang bagi semua pemangku kepentingan. Strategi keberlanjutan yang kuat mengintegrasikan faktor lingkungan, sosial, dan tata kelola ke dalam keputusan bisnis dan operasional yang penting.
Saat ini, 80% dari 5.000 perusahaan terbesar di dunia melaporkan kinerja sustainability mereka.
Apa saja istilah umum ESG & Sustainability lainnya?
//4 poin di bawah ini dibuat infografik//
1. Tanggung jawab sosial perusahaan (CSR)
Mengacu pada kegiatan yang bertujuan untuk meminta pertanggungjawaban bisnis untuk membuat dampak positif terhadap lingkungan, konsumen, karyawan, dan masyarakat. CSR dikaitkan dengan komitmen internal perusahaan terhadap nilai-nilai perusahaan yang kuat.
2. Triple bottom line (TBL)
Sebuah istilah yang diciptakan oleh penulis dan otoritas keberlanjutan, John Elkington, pada tahun 1994. Teori TBL mengatakan bahwa alih-alih satu garis bawah, harus ada tiga: keuntungan, orang, dan planet ini.
Baca juga: CSR dan ESG Penting Bagi Bisnis, Mengapa? Inilah 3 Alasannya!
3. B Corp
Singkatan dari Certified B Corporations; âBisnis yang memenuhi standar tertinggi kinerja sosial dan lingkungan terverifikasi, transparansi publik, dan akuntabilitas hukum untuk menyeimbangkan keuntungan dan tujuan.â Saat ini, ada lebih dari 4.000 perusahaan B Bersertifikat.
4. Climate Change
Perubahan komposisi atmosfer global yang menyebabkan variabilitas dan/atau anomali iklim jika dibandingkan selama periode waktu tertentu â dikaitkan secara langsung atau tidak langsung dengan aktivitas manusia.
Kami dapat membantu Anda mewujudkan niat LST Anda menjadi tindakan. Kami akan bekerja dengan Anda, tidak hanya untuk membentuk LST dan strategi keberlanjutan Anda, tetapi juga untuk mengembangkan dan mengartikulasikan rencana aksi yang mengatur dan mengaktifkan orang-orang Anda untuk mencapai tujuan LST Anda.
Baca juga: 5 Cara ESG Menciptakan Value Jangka Panjang: (Environmental, Social, and Governance)
5 Pertanyaan kritis tentang ESG dan Sustainability
//5 poin di bawah ini dibuat infografik//
5 pertanyaan berikut merupakan permulaan untuk menangani strategi ESG & sustainability kita. Mengatasi setiap masalah memerlukan perhatian, strategi, tindakan, dan pengukuran yang cermat.
1. Purpose
Seberapa penting ESG bagi kita? Mengapa kita melakukan ini? Siapa yang ingin kita puaskan? Bagaimana kita mengukur keberhasilan?
2. Governance
Bagaimana dewan kita perlu berkembang untuk mengawasi, mengaktifkan, dan mendukung penyampaian strategi ESG kita?
3. Leadership and Talent
Bagaimana kita menarik, mengembangkan, dan mempertahankan kepemimpinan, bakat, dan keterampilan yang dibutuhkan untuk mendorong strategi dan hasil ESG?
4. Operating Model
Bagaimana kita mengatur untuk mewujudkan ESG dan strategi keberlanjutan kita?
5. Culture
Bagaimana kita menciptakan budaya dan pola pikir yang benar, melibatkan orang-orang kita dan memperkuat perilaku yang benar?
Baca juga: Mengapa Semua Perusahaan Perlu Menerapkan Sustainability?
Bagaimana perusahaan paling besar di dunia memprioritaskan ESG
Korn Ferry menyurvei lebih dari 700 eksekutif senior dari perusahaan paling dikagumi di dunia pada tahun 2022 dan mempelajari apa yang dilakukan perusahaan-perusahaan ini untuk memprioritaskan ESG.
//4 poin di bawah ini dibuat infografik//
1. Mereka melihat ESG sebagai nilai pendorong daripada menguras keuntungan
Perusahaan paling dikagumi tidak memandang ESG hanya sebagai pengeluaran lain. Mereka melihatnya sebagai cara utama untuk menambah nilai bisnis. Bagi 35% dari mereka, ESG sangat penting sehingga menciptakan peningkatan dramatis dalam nilai jangka panjang perusahaan mereka.
2. Pemimpin mereka bertanggung jawab
93% telah menghubungkan upaya ESG dengan tujuan organisasi mereka yang lebih luas.87% mengatakan para pemimpin senior mereka siap untuk memimpin strategi ESG mereka.72% telah meninjau kembali model operasi mereka berdasarkan strategi ESG mereka.62% mengaitkan penghargaan eksekutif tahunan atau jangka panjang dengan ESG.
Baca juga: 14 Tren Sustainability 2022 untuk Transformasi Bisnis Berkelanjutan
3. Mereka mengintegrasikan LST di seluruh ekosistemnya
Keragaman rantai pasokan: 64% menilai keragaman rantai pasokan mereka sebagai industri terdepan atau di atas rata-rata.Keberlanjutan rantai pasokan: 72% menilai keberlanjutan rantai pasokan mereka sebagai industri terdepan atau di atas rata-rata.Sirkularitas rantai pasokan: 42% memiliki strategi untuk ini, dengan sumber daya yang ditugaskan. 26% mengatakan mereka mahir, dengan strategi dalam eksekusi.
4. Tapi mereka tahu ada lebih banyak pekerjaan yang harus dilakukan untuk mencapai tujuan mereka
64% berencana memperbarui struktur organisasi mereka untuk memenuhi kebutuhan transformasi ESG mereka.57% mengatakan budaya mereka perlu diubah untuk mendukung pelaksanaan strategi ESG mereka.47% mengatakan bahwa organisasi mereka paling perlu fokus pada bagian “E” (lingkungan) dari ESG.39% eksekutif senior mengatakan strategi ESG dan sustainability mereka saat ini sudah matang73% melihat diri mereka memiliki strategi yang matang dalam waktu 5 tahun.
Untuk menjadi bisnis yang berkelanjutan, kita perlu melakukan berbagai hal secara berbeda. Dunia telah berubah. Orang-orang ingin menjadi bagian dari sesuatu yang berharga, mendukung sesuatu yang mereka yakini. Pelanggan dan investor mengharapkan kita untuk berperilaku etis dalam cara kita memperlakukan orang dan planet ini. Itu tidak cukup untuk menghasilkan keuntungan. Kita harus membuat perbedaan.
Baca juga: Mengapa Perusahaan Membutuhkan Pola Pikir Value-Focused untuk Mencapai Sustainability Goals?
Untuk masa depan yang berkelanjutan, kita harus berubah untuk selamanya
Jika kita ingin memenuhi janji ESG (Lingkungan, Sosial, dan Tata Kelola) dan strategi sustainability kita, maka perubahan tidak hanya tak dihindari. Untuk transformasi ESG dan sustainability yang benar-benar berhasil, kita perlu menentukan tujuan kita, kemudian mengembangkan keterampilan, bakat, pemimpin, dan budaya yang kita butuhkan untuk mencapainya. Itulah penjelasan mengenai apa itu strategi ESG dan sustainability.
Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
on
Mendukung keberlanjutan berbagai industri: Olahkarsa Sukses Menggelar acara Ready for PROPER Conference 2024 âLeading to Extraordinary Turnarounds Company in Sustainabilityâ di Jakarta
Jakarta, 24 Juli 2024 â pada hari Selasa, 23 Juli 2024, PT Olahkarsa Inovasi Indonesia dengan sukses menyelenggarakan Ready for PROPER Conference 2024 dengan temaâLeading to Extraordinary Turnarounds Company in Sustainability” di Ballroom Pertamina Training & Consulting, Jakarta.Â
Ready for PROPER Conference 2024 bertujuan untuk mendorong perubahan luar biasa dalam keberlanjutan perusahaan. Acara yang didukung oleh PT Pertamina Learning & Consulting ini dihadiri oleh ratusan peserta dari berbagai industri yang menegakan perubahan berkelanjutan dalam banyak aspek, termasuk dalam kinerja pengelolaan lingkungan oleh perusahaan. Tentunya hal ini juga sebagai dukungan kami untuk pelaksanaan kebijakan Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan untuk meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan, atau yang dikenal dengan PROPER. Â
Acara ini menampilkan tujuh jajaran pembicara ternama dari berbagai bidang. Yaitu Fajriyah Usman selakuVice President CSR & SMEPP PT Pertamina (PERSERO), Tjut Vina Irviyanti selakuVice President TJSL, Aset dan Umum Biofarma Group, Abi Nisaka – Head of Sustainability Department PT Kalbe Farma Tbk, Dr. Ir. Kiman Siregar, S.TP, M.Si, IPU selaku Chairman of ILCAN (Indonesian Life Cycle Assessment Network) dan Trayudi Darma selaku CSR & GA Manager PT Solusi Bangun Indonesia Tbk. Selain praktisi dan jajaran direksi Perusahaan, terdapat juga akademisi yang ahli dibidangnnya, seperti Prof. Isbandi Rukminto Adi, M.Kes., Ph.D selaku Guru Besar Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP Universitas Indonesia dan Dr.rer.nat Tri Dewi Kusumaningrum Pribadi, M.Si sebagai Akademisi Ekologi Kelautan Universitas Padjadjaran.Â
Kehadiran pembicara dengan latar belakang yang bervariasi menjadi ketertarikan tersendiri untuk peserta yang ingin mendapatkan berbagai sudut pandang akan keberlanjutan perusahaan. Tidak hanya itu, acara ini juga menjadi sarana untuk berinteraksi dengan para ahli dan memperoleh pengetahuan praktis tentang penerapan praktik keberlanjutan.
Selain itu, Olahkarsa juga mempersembahkan produk barunya, Olahkarsa Journal (www.journal.olahkarsa.com) yang merupakan platform komprehensif yang didedikasikan untuk memajukan keberlanjutan dan inovasi melalui publikasi Jurnal, E-Proceedings, Buku, dan White Papers. Dengan fokus pada Keberlanjutan, ESG (Environmental, Social, and Governance), dan isu-isu relevan lainnya, platform ini memfasilitasi akses mudah terhadap informasi berharga, mempromosikan penyebaran pengetahuan, dan transparansi melalui pendekatan akses terbuka.
Dengan menyediakan platform untuk berbagi penelitian berkualitas tinggi dan ide-ide inovatif, Olahkarsa Journal memperkuat komunitas ilmiah dan mendorong kolaborasi antara peneliti, praktisi, dan pembuat kebijakan. Berbagai publikasi yang beragam dari portal ini mendukung transisi global menuju masa depan yang lebih berkelanjutan, berkontribusi pada kemajuan pengetahuan dan praktik dalam pembangunan berkelanjutan dan inovasi.
Dalam pernyataannya, Unggul Ananta, Co-Founder & CEO Olahkarsa, memberikan tanggapannya, “Kami sangat bangga dengan keberhasilan acara ini. Ready for PROPER Conference 2024 tidak hanya memberikan wawasan yang mendalam tentang praktik keberlanjutan, tetapi juga memperkuat komitmen kita untuk berkolaborasi dalam menciptakan masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan. Tidak hanya itu, hadirnya Olahkarsa Journal juga menjadi pelengkap komitmen kami untuk berkontribusi pada perubahan dalam berbagai aspek. Semoga kontribusi kami tidak terhenti disini saja dan dapat semakin besar kedepannya.”
PT Olahkarsa Inovasi Indonesia mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi pada Ready for PROPER Conference 2024 âLeading to Extraordinary Turnarounds Company in Sustainabilityâ dan berharap dapat terus menyelenggarakan acara serupa demi perubahan luar biasa dalam keberlanjutan.
Ready for PROPER adalah acara tahunan yang berupa rangkaian kegiatan dari PT Olahkarsa Inovasi Indonesia. Terdiri dari webinar series, best practice dan conference yang bertujuan untuk mendukung upaya pelaku keberlanjutan dari berbagai industri dapat meningkatkan kinerja lingkungan mereka dan mencapai tujuan berkelanjutan.Â
on
PROPER dalam Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan Perusahaan (TJSL)
Dalam era bisnis modern, tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan (TJSL) telah menjadi aspek krusial yang tidak hanya mempengaruhi citra perusahaan tetapi juga kinerja jangka panjangnya. Salah satu program utama yang mendorong perusahaan untuk berkomitmen pada TJSL adalah Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) yang diluncurkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Indonesia. PROPER bukan hanya alat pengawasan, tetapi juga menjadi pendorong inovasi dan keberlanjutan dalam dunia bisnis. Artikel ini akan membahas pentingnya PROPER dalam TJSL dan bagaimana program ini berkontribusi terhadap keberlanjutan perusahaan dan lingkungan.
Mendorong Kepatuhan dan Transparansi
PROPER memberikan penilaian yang objektif terhadap kinerja lingkungan perusahaan, mendorong perusahaan untuk mematuhi peraturan lingkungan yang berlaku. Dengan adanya penilaian yang transparan dan akuntabel, PROPER memastikan bahwa perusahaan tidak hanya memenuhi kewajiban legal mereka, tetapi juga melampaui standar minimum untuk mencapai praktik terbaik dalam pengelolaan lingkungan.
Kepatuhan terhadap Regulasi: PROPER membantu memastikan bahwa perusahaan mematuhi peraturan dan standar lingkungan yang ditetapkan oleh pemerintah, mengurangi risiko sanksi dan denda.
Transparansi Informasi: Penilaian yang dipublikasikan secara luas memberikan informasi transparan kepada publik dan pemangku kepentingan tentang kinerja lingkungan perusahaan, meningkatkan akuntabilitas dan kepercayaan.
Meningkatkan Reputasi dan Kepercayaan Publik
Perusahaan yang mendapatkan peringkat tinggi dalam PROPER, seperti Emas atau Hijau, menunjukkan komitmen mereka terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan. Hal ini tidak hanya meningkatkan reputasi perusahaan di mata masyarakat tetapi juga di antara investor dan mitra bisnis.
Peningkatan Reputasi: Perusahaan yang dinilai baik oleh PROPER cenderung memiliki reputasi yang lebih baik, menarik minat konsumen dan investor yang peduli terhadap isu lingkungan.
Kepercayaan Publik: Transparansi dalam kinerja lingkungan meningkatkan kepercayaan publik dan membangun hubungan positif dengan komunitas lokal.
Mendorong Inovasi dan Efisiensi Operasional
PROPER mendorong perusahaan untuk berinovasi dalam pengelolaan lingkungan mereka. Dengan adopsi teknologi baru dan praktik terbaik, perusahaan tidak hanya meningkatkan kinerja lingkungan tetapi juga efisiensi operasional mereka.
Inovasi Teknologi: Perusahaan didorong untuk mengadopsi teknologi ramah lingkungan yang dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan.
Efisiensi Operasional: Penggunaan teknologi dan praktik terbaik dalam pengelolaan lingkungan sering kali juga meningkatkan efisiensi operasional, mengurangi biaya dan limbah.
Meningkatkan Daya Saing Global
Dengan semakin ketatnya persaingan global, perusahaan yang menunjukkan komitmen kuat terhadap TJSL memiliki keunggulan kompetitif. PROPER membantu perusahaan untuk memenuhi standar internasional dalam keberlanjutan, membuat mereka lebih menarik di pasar global.
Keunggulan Kompetitif: Perusahaan yang mematuhi standar tinggi dalam pengelolaan lingkungan lebih kompetitif di pasar internasional.
Akses ke Pasar Global: Memenuhi standar lingkungan internasional membuka peluang untuk mengakses pasar global yang lebih luas.
Memastikan Keberlanjutan Jangka Panjang
Komitmen terhadap TJSL melalui PROPER membantu perusahaan memastikan keberlanjutan jangka panjang. Dengan mengelola dampak lingkungan mereka secara efektif, perusahaan dapat mengurangi risiko lingkungan yang dapat mempengaruhi operasi mereka di masa depan.
Keberlanjutan Jangka Panjang: Pengelolaan lingkungan yang baik memastikan bahwa sumber daya alam yang digunakan oleh perusahaan tetap tersedia untuk jangka panjang.
Mengurangi Risiko Lingkungan: Mengelola risiko lingkungan secara proaktif membantu perusahaan menghindari kerugian yang disebabkan oleh masalah lingkungan.
PROPER adalah alat penting dalam mendorong tanggung jawab sosial dan lingkungan perusahaan. Dengan memberikan penilaian yang objektif dan transparan, PROPER mendorong perusahaan untuk mematuhi peraturan lingkungan, meningkatkan reputasi dan kepercayaan publik, mendorong inovasi, dan memastikan keberlanjutan jangka panjang. Dalam konteks TJSL, PROPER tidak hanya membantu perusahaan memenuhi kewajiban mereka, tetapi juga mendorong mereka untuk menjadi pemimpin dalam keberlanjutan dan inovasi. Dengan demikian, PROPER memainkan peran vital dalam menciptakan dunia bisnis yang lebih bertanggung jawab dan berkelanjutan.
Apakah Anda ingin meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan Anda dan memahami lebih dalam tentang tanggung jawab sosial dan lingkungan? Jangan lewatkan kesempatan emas ini untuk berkontribusi dan belajar dari para ahli di bidangnya dalam Ready For PROPER Conference bersama Olahkarsa yang akan dilaksanakan pada 23 Juli 2024 di Ballroom Pertamina Training & Consulting, Jakarta.
Gratis!! Daftarkan diri dan perusahaan anda Sekarang!
on
Olahkarsa dan Green Building Council Indonesia (GBC Indonesia) Berkolaborasi yang Menghasilkan Kegiatan Pelatihan dan Sertifikasi Greenship Associate (GA) serta Visitasi Green BuildingÂ
Surabaya, 8 Juli 2024 â PT Olahkarsa Inovasi Indonesia dengan bangga mengumumkan keberhasilan acara Corporate Sustainability School yang terdiri dari pelatihan, sertifikasi Greenship Associate (GA), dan Visitasi Green Building. Acara ini berlangsung dari tanggal 3 hingga 5 Juli 2024 kerja sama dengan Green Building Council Indonesia (GBCI) serta dukungan penuh dari Universitas Ciputra Surabaya. Puluhan peserta dari berbagai kota dan latar belakang industri hadir dengan penuh antusiasme untuk meningkatkan kompetensi mereka dalam bidang bangunan hijau dan keberlanjutan.
Selama acara berlangsung, peserta mengikuti pelatihan intensif yang mencakup berbagai modul esensial terkait bangunan hijau. Materi pelatihan mencakup pemahaman mendalam mengenai konsep dan kriteria Greenship, teknik implementasi, serta analisis studi kasus dari proyek bangunan hijau yang sukses. Para peserta juga mendapatkan kesempatan berharga untuk berdiskusi dan berbagi pengalaman dengan para instruktur yang merupakan ahli dan praktisi di bidangnya.
Antusiasme peserta mencapai puncaknya pada hari terakhir dengan kegiatan visitasi. Kunjungan ini dimulai dari Surabaya Intelligent Transport System di Dinas Perhubungan Kota Surabaya, di mana peserta bisa melihat secara langsung implementasi smart city di Surabaya. Selanjutnya, kunjungan berlanjut ke Ciputra World dan Universitas Ciputra untuk mengamati secara langsung aplikasi teknologi dan strategi bangunan hijau. Pengalaman ini memberikan wawasan mendalam bagi peserta mengenai penerapan nyata konsep-konsep yang telah mereka pelajari.
Setelah menyelesaikan pelatihan dan berhasil lulus ujian sertifikasi, para peserta menerima sertifikat Greenship Associate yang dikeluarkan oleh Green Building Council Indonesia (GBCI). Sertifikat ini merupakan pengakuan resmi atas kemampuan mereka dalam menerapkan prinsip-prinsip bangunan hijau, yang tentunya menjadi aset berharga dalam karir profesional mereka.
Unggul Ananta, Co-Founder & CEO Olahkarsa, menyampaikan rasa bangganya, âKami sangat senang dapat berkontribusi dalam meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya penerapan prinsip-prinsip bangunan hijau melalui Corporate Sustainability School. Acara ini memberikan dampak yang signifikan bagi para peserta, tidak hanya dalam meningkatkan kompetensi mereka, tetapi juga dalam mempromosikan penerapan praktik bangunan hijau yang lebih luas di Indonesia.â
Lebih lanjut, Unggul juga menambahkan, âKeberhasilan ini tidak terlepas dari kolaborasi erat dengan Green Building Council Indonesia dan Universitas Ciputra Surabaya. Bersama-sama, kami mampu memberikan dukungan yang komprehensif dalam pengembangan dan penerapan teknologi hijau. Hal ini menjadi bukti nyata komitmen kami. Ke depan, kami akan terus berkomitmen untuk mendukung pembangunan berkelanjutan di Indonesia melalui berbagai program pelatihan dan inisiatif lainnya.â
Dengan keberhasilan acara ini, PT Olahkarsa Inovasi Indonesia mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dan mendukung pelaksanaan Corporate Sustainability School: pelatihan, sertifikasi Greenship Associate (GA), dan Visitasi Green Building. Kami berharap dapat terus berkolaborasi untuk membangun masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Sampai jumpa di Corporate Sustainability School berikutnya!
on
Social Return on Investment (SROI) dan Pengukuran Dampak Sosial
Di era modern ini, perusahaan tidak hanya dituntut untuk menghasilkan profit, tetapi juga berkontribusi pada kesejahteraan sosial dan lingkungan. Konsep Social Return on Investment (SROI) hadir sebagai alat ukur yang kuat untuk menilai dampak positif dari program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) dan inisiatif berkelanjutan.
Social Return on Investment (SROI)
Baca juga: Social Return on Investment (SROI) dalam PROPER
SROI Lebih dari Sekedar Angka
SROI bukan sekadar perhitungan matematis, melainkan metodologi komprehensif yang mengkonversikan dampak sosial dan lingkungan menjadi nilai moneter. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk:
1. Memvisualisasikan dampak positif
Social Return on Investment (SROI) menerjemahkan dampak non-finansial, seperti peningkatan kesehatan masyarakat atau pengurangan emisi karbon, ke dalam angka yang mudah dipahami.
2. Membandingkan program CSR
Dengan ini, perusahaan dapat membandingkan efektivitas program CSR yang berbeda dan mengalokasikan sumber daya secara optimal.
3. Meningkatkan akuntabilitas
Social Return on Investment (SROI) mendorong transparansi dan akuntabilitas, memungkinkan perusahaan untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan kepada pemangku kepentingan.
4. Meningkatkan pengambilan keputusan
Social Return on Investment (SROI) membantu perusahaan dalam membuat keputusan strategis yang mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan, tidak hanya keuntungan finansial.
Langkah Menuju Dampak Maksimal
Memilih program yang tepat: Prioritaskan program yang selaras dengan nilai dan tujuan perusahaan, serta memiliki potensi dampak sosial dan lingkungan yang signifikan.
Menentukan indikator dampak: Identifikasi indikator yang secara akurat mengukur dampak program, seperti peningkatan kesehatan masyarakat, pengurangan emisi karbon, atau penciptaan lapangan kerja.
Mengumpulkan data: Kumpulkan data yang relevan dan andal untuk mendukung indikator dampak.
Menerapkan metodologi SROI: Gunakan metodologi ini yang diakui untuk menghitung nilai moneter dari dampak sosial dan lingkungan.
Melaporkan dan mengkomunikasikan hasil: Bagikan hasil Social Return on Investment (SROI) dengan pemangku kepentingan internal dan eksternal untuk menunjukkan komitmen perusahaan terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Social Return on Investment (SROI) : Menuju Masa Depan yang Berkelanjutan
Social Return on Investment (SROI) bukan hanya alat ukur, tetapi juga panduan untuk menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan. Dengan mengadopsi SROI, perusahaan dapat:
Meningkatkan dampak sosial dan lingkungan: SROI mendorong perusahaan untuk fokus pada program yang menghasilkan dampak positif yang signifikan bagi masyarakat dan planet.
Membangun kepercayaan pemangku kepentingan: SROI menunjukkan komitmen perusahaan terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan, meningkatkan kepercayaan investor, pelanggan, dan masyarakat.
Meningkatkan daya saing: SROI membantu perusahaan dalam menonjolkan diri dari pesaing dan menarik talenta terbaik yang menghargai nilai-nilai sosial dan lingkungan.
Kesimpulan
SROI adalah alat yang ampuh bagi perusahaan untuk mengukur, meningkatkan, dan mengkomunikasikan dampak sosial dan lingkungan mereka. Dengan menerapkan SROI, perusahaan dapat berkontribusi pada masa depan yang lebih berkelanjutan dan sejahtera bagi semua.
Mari jadikan SROI sebagai kompas untuk menuju masa depan yang lebih cerah!
Baca lainnya: Panduan untuk SROI
Sumber: www.cadmusjournal.org/files/pdfreprints/vol4issue4/TransFormNation-Rapid-Top-Down-Transformation-YKahane-TRonen-Cadmus-V4-I4-Reprint.pdf
on
Tahapan Penilaian PROPER untuk Meningkatkan Kinerja Lingkungan Perusahaan
Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) telah menjadi salah satu instrumen penting yang digunakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Indonesia dalam mengukur dan meningkatkan kinerja lingkungan perusahaan di seluruh Indonesia. Dengan menggunakan skala warna yang mencakup emas, hijau, biru, merah, dan hitam, PROPER bukan hanya sekadar memberikan peringkat, tetapi juga mendorong perusahaan untuk melampaui standar kepatuhan lingkungan dasar dan menerapkan praktik terbaik dalam pengelolaan sumber daya alam.
Baca Juga: Kupas Tuntas 5 Peringkat dalam PROPER
1. Pengumpulan Data
Proses penilaian PROPER dimulai dengan pengumpulan data yang komprehensif dari perusahaan yang terlibat. Data ini mencakup berbagai aspek pengelolaan lingkungan seperti penggunaan bahan baku, energi, air, serta jumlah dan jenis limbah yang dihasilkan. Pengumpulan data ini menjadi landasan penting untuk evaluasi kinerja selanjutnya.
2. Verifikasi Lapangan
Setelah data dikumpulkan, tim verifikasi dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan melakukan verifikasi lapangan untuk memastikan kebenaran dan keakuratan data yang disampaikan oleh perusahaan. Verifikasi lapangan ini meliputi kunjungan langsung ke fasilitas perusahaan untuk memeriksa infrastruktur dan proses operasional yang ada.
3. Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja perusahaan dilakukan berdasarkan kriteria yang telah ditetapkan, termasuk pengelolaan limbah, emisi udara, penggunaan air, dan efisiensi energi. Selain itu, evaluasi juga mempertimbangkan kepatuhan terhadap regulasi lingkungan yang berlaku serta upaya perusahaan dalam menjaga keberlanjutan lingkungan.
4. Penilaian Peringkat
Berdasarkan hasil evaluasi, perusahaan diberikan peringkat PROPER dengan skala warna sebagai berikut:
Emas: Perusahaan menunjukkan kinerja lingkungan yang luar biasa dengan menerapkan inovasi dan praktik terbaik dalam pengelolaan lingkungan.
Hijau: Perusahaan berhasil melampaui standar kepatuhan dasar dengan adopsi program pengelolaan lingkungan yang signifikan.
Biru: Perusahaan memenuhi semua persyaratan regulasi lingkungan dan dapat dianggap sebagai pelaksana yang baik dari aspek lingkungan.
Merah: Perusahaan belum mencapai standar kepatuhan yang diharapkan terkait aspek lingkungan tertentu.
Hitam: Perusahaan mengalami pelanggaran serius terhadap regulasi lingkungan yang dapat mengakibatkan dampak lingkungan yang signifikan.
5. Pengumuman Hasil
Hasil penilaian PROPER diumumkan secara terbuka untuk mendorong transparansi dan akuntabilitas. Pengumuman ini juga menjadi momen untuk memotivasi perusahaan yang mendapatkan peringkat rendah untuk melakukan perbaikan dan peningkatan kinerja lingkungan mereka.
6. Tindak Lanjut dan Pembinaan
Perusahaan yang mendapatkan peringkat merah dan hitam akan mendapatkan pembinaan dari pihak berwenang untuk membantu mereka memperbaiki kepatuhan dan kinerja lingkungan. Pembinaan ini berfokus pada identifikasi masalah utama, penyusunan rencana tindak lanjut, dan pengawasan implementasi perbaikan.
PROPER bukan hanya sekadar alat penilaian, tetapi juga merupakan instrumen yang efektif untuk memotivasi perusahaan dalam meningkatkan kinerja lingkungan dan mendorong mereka menuju praktik bisnis yang berkelanjutan. Dengan terus diperbarui dan ditingkatkan, PROPER diharapkan dapat terus memberikan kontribusi positif bagi pelestarian lingkungan hidup di Indonesia.
Bagi yang masih bingung dengan cara penyusunan Dokumen PROPER yang baik agar mendapatkan nilai optimal, ataupun yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER dan penyusunan Dokumen SROI.
Klik untuk melihat berbagai layanan kami
Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
on
Pentingnya PROPER dalam Dunia Bisnis
Dalam era yang semakin peduli terhadap isu-isu lingkungan, Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan (PROPER) muncul sebagai salah satu inisiatif utama yang mendorong perusahaan di Indonesia untuk lebih bertanggung jawab terhadap lingkungan. Program ini bukan hanya sekadar alat pemantau, tetapi juga sebagai katalisator untuk inovasi dan keberlanjutan dalam operasional bisnis.
Baca juga: Dokumen Hijau PROPER: Apa saja isinya?
Lantas apa Itu PROPER?
PROPER adalah program yang diinisiasi oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia untuk menilai kinerja lingkungan perusahaan. Melalui program ini, perusahaan dinilai berdasarkan berbagai indikator lingkungan seperti pengelolaan limbah, emisi gas buang, penggunaan sumber daya, dan kepatuhan terhadap peraturan lingkungan. Hasil penilaian ini diberikan dalam bentuk peringkat warna, mulai dari emas, hijau, biru, merah, hingga hitam.
Mendorong Inovasi
Salah satu manfaat utama dari PROPER adalah mendorong perusahaan untuk mengembangkan solusi inovatif dalam pengelolaan lingkungan. Ketika perusahaan mengikuti PROPER, mereka terdorong untuk berpikir kreatif dan mencari cara-cara baru yang lebih baik dalam mengelola limbah, mengurangi emisi, dan menggunakan sumber daya secara efisien.
Contoh nyata adalah bagaimana beberapa perusahaan besar di Indonesia, seperti PT. Pertamina dan PT. Unilever Indonesia, telah mengembangkan teknologi baru untuk mendaur ulang air limbah, mengurangi penggunaan plastik, dan beralih ke sumber energi terbarukan. Inovasi-inovasi ini tidak hanya menguntungkan lingkungan, tetapi juga meningkatkan efisiensi operasional dan mengurangi biaya produksi dalam jangka panjang.
Meningkatkan Kepatuhan dan Reputasi
PROPER juga berperan penting dalam memastikan perusahaan mematuhi peraturan lingkungan yang berlaku. Dengan mengikuti program ini, perusahaan dapat mengidentifikasi area-area yang perlu diperbaiki dan mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk memenuhi standar yang ditetapkan. Kepatuhan yang baik tidak hanya menghindarkan perusahaan dari sanksi hukum, tetapi juga meningkatkan reputasi perusahaan di mata publik dan investor.
Perusahaan yang berhasil meraih peringkat tinggi dalam PROPER sering kali mendapatkan pengakuan publik yang positif. Hal ini bisa menjadi alat pemasaran yang kuat, menarik lebih banyak investor dan pelanggan yang peduli terhadap isu lingkungan. Reputasi yang baik juga bisa memberikan keunggulan kompetitif di pasar yang semakin peduli dengan keberlanjutan.
Keberlanjutan di Dunia Bisnis
Melalui PROPER, perusahaan di Indonesia didorong untuk berkontribusi pada keberlanjutan lingkungan. Program ini membantu menciptakan praktik bisnis yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan. Dengan mengadopsi teknologi dan praktik baru yang lebih efisien dan ramah lingkungan, perusahaan dapat mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan dan berkontribusi pada upaya global untuk mengatasi perubahan iklim.
Keberhasilan PROPER dalam mendorong inovasi dan keberlanjutan dapat dilihat dari banyaknya perusahaan yang kini lebih sadar lingkungan dan mengambil langkah nyata untuk memperbaiki kinerja lingkungan mereka. Hal ini tidak hanya bermanfaat bagi lingkungan, tetapi juga bagi perusahaan itu sendiri, menciptakan model bisnis yang lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Kesimpulan
PROPER adalah program penting yang mendorong perusahaan di Indonesia untuk berinovasi dan bertanggung jawab dalam pengelolaan lingkungan. Dengan mendorong inovasi, meningkatkan kepatuhan, dan memperkuat reputasi, PROPER membantu menciptakan lingkungan bisnis yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Melalui PROPER, perusahaan tidak hanya mematuhi peraturan lingkungan, tetapi juga berkontribusi pada masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan.
Itulah pentingnya PROPER di Dunia Bisnis. Bagi yang masih bingung atau ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER dan penyusunan Dokumen Hijau. Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
on
Ini Dia 6 Tipe Greenwashing
Investasi berkelanjutan dengan prinsip ESG (environmental, social, and governance) kian diminati. Hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan dana kelolaan (AUM) untuk investasi berkelanjutan yang mencapai 19% per tahun, atau US$2.1 triliun, antara 2016-2021. Daya tarik ini wajar, mengingat investor ingin menanamkan modalnya pada perusahaan yang bertanggung jawab secara sosial dan lingkungan.
Namun, di balik tren positif ini, terdapat praktik greenwashing yang meresahkan. Survei terbaru menunjukkan bahwa hampir 60% CEO membuat klaim palsu terkait penerapan ESG demi menarik investor. Hal ini tentu mencemari kredibilitas investasi berkelanjutan dan merugikan investor yang ingin berkontribusi pada masa depan yang lebih hijau.
Artikel ini akan membahas lebih dalam mengenai daya tarik investasi berkelanjutan, modus greenwashing yang marak terjadi, dan langkah-langkah yang perlu diambil untuk melindungi investor dan memastikan praktik investasi yang benar-benar berkelanjutan.
Istilah “greenwashing” semakin marak terdengar dalam dunia keberlanjutan. Praktik ini mengacu pada pernyataan, deklarasi, tindakan, dan komunikasi yang seolah-olah menunjukkan komitmen terhadap kelestarian, namun kenyataannya tidak sejalan dengan fakta. Tujuannya adalah untuk menipu konsumen, investor, atau pemangku kepentingan (stakeholder) agar percaya bahwa perusahaan atau organisasi tersebut ramah lingkungan.
Agar dapat melawan greenwashing, penting bagi kita untuk memahami berbagai jenis dan cara yang digunakannya. Mari kita eksplorasi lebih lanjut beragam tipe greenwashing yang sering ditemui, mulai dari penggunaan citra dan simbol hijau yang berlebihan hingga klaim tanpa verifikasi dan penekanan hanya pada satu aspek positif.
Baca lainnya: Kenali Ciri-Ciri Greenwashing!
1. Greenshifting
Salah satu modus greenwashing yang berbahaya adalah “shifting the blame” atau mengalihkan tanggung jawab. Dalam praktik ini, perusahaan memindahkan tanggung jawab penanganan iklim dan lingkungan terkait bisnis dan produk mereka kepada konsumen.
Contohnya, perusahaan bahan bakar fosil menggunakan istilah “jejak karbon” untuk mengalihkan perhatian publik dari tanggung jawab perusahaan untuk menurunkan emisi. Mereka menekankan peran individu dalam mengurangi emisi melalui aktivitas sehari-hari, alih-alih fokus pada perlunya produsen minyak dan gas beralih dari bahan bakar fosil yang merupakan sumber emisi karbon utama.
Praktik ini menyesatkan karena mengabaikan peran krusial perusahaan dalam krisis iklim dan menempatkan beban di pundak individu. Padahal, perubahan sistemik dan komitmen nyata dari perusahaan lah yang diperlukan untuk mencapai emisi nol bersih.
2. Green-hushing
Di era investasi berkelanjutan dengan fokus pada ESG (Environmental, Social, and Governance), transparansi menjadi kunci. Namun, praktik “green-hushing” justru marak terjadi, di mana perusahaan sengaja menyembunyikan tujuan keberlanjutan atau informasi tentang dampak lingkungan mereka untuk menghindari tuduhan greenwashing.
Para pemangku kepentingan (stakeholder) kian jeli dalam memeriksa komitmen perusahaan terhadap lingkungan dan sosial. Oleh karena itu, green-hushing hanya akan mencoreng reputasi dan merugikan perusahaan dalam jangka panjang. Investasi berkelanjutan harus didasarkan pada informasi yang akurat dan transparan. Perusahaan yang benar-benar berkomitmen pada keberlanjutan tidak akan ragu untuk menunjukkannya kepada publik.
3. Green-crowding
Greencrowding adalah salah satu taktik dalam praktik greenwashing di mana perusahaan atau organisasi berusaha menyembunyikan atau menutupi dampak negatif lingkungan mereka dengan bersembunyi di balik upaya kolektif dari industri atau sektor tertentu. Dengan cara ini, mereka mengaburkan tanggung jawab individual mereka dengan menyelaraskan diri dengan inisiatif atau komitmen yang lebih luas.
Taktik ini memanfaatkan kekuatan jumlah, di mana perusahaan berharap bahwa dengan menjadi bagian dari kelompok yang lebih besar, perhatian publik dan regulator akan lebih terfokus pada upaya kolektif daripada mengevaluasi kontribusi individu setiap perusahaan. Hal ini dapat menyebabkan kesan bahwa perusahaan sedang melakukan lebih banyak untuk keberlanjutan daripada yang sebenarnya terjadi.
Perusahaan dapat menghindari greencrowding dengan mengambil langkah berani yaitu menetapkan dan mengejar tujuan keberlanjutan yang ambisius dan melampaui standar industri. Alih-alih mengikuti jejak perusahaan lain, mereka harus menjadi pelopor dalam inisiatif ramah lingkungan. Dengan strategi ini, perusahaan tidak hanya menunjukkan komitmen nyata terhadap keberlanjutan, tetapi juga menonjolkan diri di mata konsumen dan pemangku kepentingan.
Baca lainnya: 5 Faktor Keberhasilan Sustainability
4. Greenlighting
Greenlighting adalah salah satu taktik dalam praktik greenwashing di mana perusahaan menonjolkan satu atau beberapa aspek positif dari kinerja lingkungan mereka untuk mengalihkan perhatian dari dampak negatif yang lebih besar atau signifikan. Dengan menyoroti inisiatif hijau yang mencolok atau proyek-proyek ramah lingkungan, perusahaan berusaha menciptakan citra positif yang dapat menutupi atau mengecilkan masalah lingkungan yang mungkin lebih parah atau luas.
Taktik ini membuat konsumen merasa perusahaan bertanggung jawab, padahal perubahan yang dilakukan mungkin tidak signifikan. Misalnya, perusahaan mempromosikan bahan daur ulang dalam satu produk, tetapi tetap menggunakan proses produksi yang mencemari lingkungan.
Untuk mencegah hal ini, perusahaan perlu menyelaraskan praktik bisnis mereka secara keseluruhan dengan klaim ramah lingkungan mereka, memastikan bahwa klaim ini benar-benar mencerminkan komitmen mereka terhadap keberlanjutan.
5. Greenlabelling
Greenlabelling adalah salah satu jenis greenwashing di mana perusahaan atau produk menggunakan label atau klaim yang menyesatkan untuk memberi kesan bahwa mereka lebih ramah lingkungan daripada yang sebenarnya. Taktik ini melibatkan penggunaan istilah, simbol, atau sertifikasi yang menciptakan ilusi keberlanjutan atau dampak lingkungan yang minimal. Klaim tersebut mungkin tidak didukung oleh tindakan nyata atau bukti yang memadai.
Hal ini dapat membingungkan konsumen yang ingin membuat pilihan yang lebih ramah lingkungan, sehingga mereka mungkin tanpa sadar mendukung praktik yang merugikan lingkungan. Untuk mengatasi masalah ini, sangat penting bagi konsumen untuk menjadi lebih kritis dan teliti dalam memeriksa klaim lingkungan yang dibuat oleh perusahaan.
Mencari informasi dari sumber independen dan memahami sertifikasi yang sah adalah langkah penting. Mengedukasi diri tentang keberlanjutan juga dapat membantu menghindari greenlabelling. Selain itu, dorongan untuk regulasi yang lebih ketat dari pihak pemerintah dan lembaga sertifikasi sangat penting. Ini membantu memastikan bahwa klaim lingkungan benar-benar dapat dipercaya.
6. Greenrising
Greenrising adalah istilah yang relatif baru dalam dunia greenwashing yang merujuk pada tren peningkatan perusahaan yang mempromosikan citra ramah lingkungan mereka secara berlebihan, bahkan menipu.
Kesadaran konsumen tentang isu lingkungan yang meningkat mendorong mereka untuk mencari produk dan layanan yang ramah lingkungan. Hal ini, pada gilirannya, mendorong perusahaan untuk menunjukkan komitmen mereka terhadap keberlanjutan. Meskipun begitu, komitmen tersebut tidak selalu tulus. Dalam industri yang semakin kompetitif, banyak perusahaan merasa perlu mengikuti tren keberlanjutan agar tidak tertinggal. Ini seringkali mengakibatkan greenwashing, di mana mereka melebih-lebihkan atau bahkan memalsukan komitmen keberlanjutan mereka. Selain itu, kurangnya regulasi yang jelas dan kuat tentang klaim keberlanjutan memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk melakukan greenwashing tanpa menghadapi konsekuensi yang signifikan.
Kesimpulan
Dunia pemasaran dipenuhi dengan pesan-pesan bernada “hijau” dan “ramah lingkungan.” Sayangnya, tidak semua klaim tersebut akurat. Greenwashing, praktik menyesatkan konsumen tentang praktik keberlanjutan perusahaan, dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Dari greenhushing yang menyembunyikan jejak buruk hingga greenrising yang membesar-besarkan inisiatif kecil, konsumen perlu mewaspadai taktik ini.
Untuk menghindari terjebak greenwashing, bekali diri dengan pengetahuan. Riset independen, pemahaman terhadap sertifikasi yang kredibel, dan kesadaran akan praktik ramah lingkungan sejati adalah senjata ampuh. Selain itu, dukunglah perusahaan yang transparan dan memiliki catatan nyata dalam keberlanjutan. Dengan konsumen yang cerdas dan kritis, serta regulasi yang lebih ketat, kita bisa bersama-sama mendorong praktik bisnis yang bertanggung jawab terhadap lingkungan dan masa depan yang lebih hijau.
Baca lainnya: Mengembangkan Strategi Sustainability Perusahaan
on
Kenali Ciri-Ciri Greenwashing!
Evolusi tidak terlepas dari tantangan, bahkan ketika bertujuan mulia seperti menuju keberlanjutan. Di era perubahan iklim dan tren ramah lingkungan, berbagai produk, layanan, dan gaya hidup sering kali diidentifikasi dengan label “berkelanjutan” dan sejenisnya. Namun, di balik tren ini, praktik greenwashing mulai merebak, di mana klaim keberlanjutan yang diajukan tidak selaras dengan realitasnya. Greenwashing tidak hanya membingungkan konsumen, tetapi juga merusak kepercayaan terhadap upaya nyata dalam menjaga kelestarian bumi.
Agar perusahaan terhindar dari praktik greenwashing, maka perlu mengetahui ciri-ciri greenwashing itu sendiri. Simak penjelasannya pada artikel berikut ini.
Apa itu Greenwashing?
Greenwashing tidak sekadar taktik pemasaran yang menyesatkan konsumen, tetapi juga merupakan usaha untuk menyederhanakan konsep keberlanjutan. Sebuah perusahaan yang hanya menyoroti aspek lingkungan tanpa mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi dapat dikategorikan sebagai greenwashing. Dalam konteks ini, klaim palsu terkait tanggung jawab sosial, yang dikenal sebagai bluewashing, juga termasuk dalam praktik greenwashing.
Contoh umum greenwashing adalah penggunaan label “bebas bahan kimia” pada produk yang sebenarnya masih mengandung bahan kimia berbahaya, sementara bluewashing seringkali terlihat pada perusahaan yang hanya menciptakan program tanggung jawab sosial semata-mata untuk meningkatkan citra perusahaan.
Greenwashing bukan semata strategi licik, melainkan sebuah bentuk kebohongan yang merusak upaya menuju keberlanjutan. Tindakan yang tidak jujur ini mengancam kepercayaan konsumen, menimbulkan keraguan terhadap kampanye dan solusi yang sejalan dengan lingkungan, bahkan yang dilandasi niat baik. Lebih ironis lagi, greenwashing menjadi topeng bagi sebagian individu di dunia bisnis yang menggunakan praktik-praktik yang merugikan lingkungan demi keuntungan pribadi. Kebohongan ini bukan hanya menghilangkan kepercayaan masyarakat, tetapi juga menghambat kemajuan menuju masa depan yang berkelanjutan.
Dengan demikian, sangat penting bagi konsumen untuk lebih kritis dan teliti dalam menilai klaim-klaim keberlanjutan yang disampaikan oleh perusahaan. Edukasi dan kesadaran akan praktik greenwashing dan bluewashing dapat membantu konsumen membuat keputusan yang lebih bijak dan mendukung perusahaan yang benar-benar berkomitmen terhadap keberlanjutan. Selain itu, regulasi yang lebih ketat dari pemerintah dan lembaga terkait juga diperlukan untuk memastikan bahwa klaim keberlanjutan yang disampaikan oleh perusahaan benar-benar dapat dipertanggungjawabkan.
Apa Saja Ciri-Ciri Greenwashing?
1. Penggunaan kata atau frasa yang tidak terdefinisi dengan baik
Seringkali kita melihat produk yang diklaim “alami”, “organik”, atau “ramah lingkungan” pada kemasannya. Namun, klaim ini tidak selalu dapat dipercaya jika tidak disertai dengan bukti yang jelas. Hal ini dikenal sebagai greenwashing, sebuah praktik menyesatkan konsumen dengan meyakinkan mereka bahwa produk tersebut ramah lingkungan, padahal kenyataannya tidak.
Beberapa kata kunci yang sering digunakan dalam greenwashing antara lain “ramah lingkungan”, “dapat terurai secara hayati”, “berkelanjutan”, “alami”, “hijau”, “dapat didaur ulang”, “kompos”, dan “bebas bahan kimia”. Perusahaan dapat mencantumkan kata-kata ini pada produk mereka tanpa menjelaskan secara detail tentang asal-usul bahan atau proses pembuatannya. Hal ini bertujuan untuk menarik konsumen yang ingin membeli produk “hijau”.
Perlu diingat bahwa banyak kata kunci tersebut tidak memiliki definisi yang jelas dan dapat diartikan berbeda-beda. Konsumen harus kritis dan melakukan riset sendiri untuk memastikan apakah klaim produk tersebut benar-benar sesuai dengan kenyataan.
Contoh ironis dari greenwashing adalah sikat gigi bambu yang dikemas dalam plastik tidak dapat didaur ulang. Hal ini menunjukkan bahwa perusahaan mungkin hanya fokus pada aspek tertentu dari produk (dalam hal ini, bahan sikat gigi) tanpa memperhatikan keseluruhan dampak lingkungannya.
Sue Davies, pimpinan Consumer Protection Policy at Which? di The Advertising Standards Authority, menyarankan konsumen untuk mencari sumber informasi lain yang terpercaya untuk memverifikasi klaim produsen. Ia juga mengingatkan konsumen untuk kritis terhadap klaim ramah lingkungan, terutama pada produk sekali pakai seperti botol air plastik.
2. Klaim yang tidak didukung oleh bukti
Perusahaan yang melakukan greenwashing seringkali tidak transparan mengenai keterlibatan mereka dalam upaya pelestarian lingkungan. Hal ini membuat sulit bagi konsumen untuk memverifikasi klaim mereka. Klaim yang dibuat oleh perusahaan greenwashing biasanya tidak jelas dan tidak spesifik, sehingga sulit untuk menilai kredibilitasnya.
3. Mengecat produk dengan warna hijau, namun menyembunyikan jejak karbon yang sebenarnya
Simbol, warna, dan motif kemasan tidak hanya terbatas pada penggunaan elemen alam untuk mewakili kampanye ramah lingkungan. Palet warna hijau dan biru sering diasosiasikan dengan keberlanjutan, dan tekstur kayu dan elemen tanah digunakan untuk membangun citra ramah lingkungan pada kemasan produk.
Namun, penting untuk diingat bahwa simbol, warna, dan motif kemasan tidak selalu mencerminkan praktik ramah lingkungan yang sebenarnya. Beberapa perusahaan menggunakan elemen-elemen ini untuk memasarkan produk mereka sebagai produk yang bermanfaat bagi lingkungan, tanpa memberikan informasi yang jelas tentang dampak produk mereka pada alam.
Hal ini dapat menjadi tanda peringatan praktik greenwashing. Jika Anda menemukan produk dengan simbol, warna, dan motif yang ramah lingkungan, tetapi perusahaan tidak memberikan informasi yang jelas tentang praktik ramah lingkungan mereka, sebaiknya lakukan riset lebih lanjut sebelum membeli produk tersebut.
Baca lainnya: Mengapa Semua Perusahaan Perlu Menerapkan Sustainability?
4. Selalu menggunakan kata-kata yang dramatis
Perusahaan greenwashing seringkali menggunakan frasa yang secara teknis benar, namun menyesatkan konsumen dengan mengabaikan informasi penting. Contohnya, sebuah perusahaan pakaian jadi mengklaim bahwa kemejanya “terbuat dari 50% lebih banyak serat daur ulang”, padahal proporsi serat daur ulang sebenarnya hanya meningkat dari 2% menjadi 3%.
Klaim greenwashing terkadang menggunakan angka dan persentase yang tampak mengesankan, namun tidak mewakili gambaran yang menyeluruh. Contohnya, perusahaan pakaian jadi tersebut menekankan peningkatan 50% dalam penggunaan serat daur ulang, namun tidak menyebutkan bahwa proporsi serat daur ulang secara keseluruhan masih sangat kecil.
5. Kemasan yang sugestif
Perusahaan greenwashing seringkali menggunakan elemen visual yang menarik pada kemasan produk mereka untuk menipu konsumen. Contohnya, perusahaan tisu menggunakan gambar daun hijau pada kotaknya untuk memberikan kesan bahwa kertasnya berasal dari sumber yang berkelanjutan, padahal informasi tentang asal kertas tersebut tidak dicantumkan pada kemasan.
Kemasan produk greenwashing terkadang menggunakan gambar dan simbol yang menyesatkan untuk mengelabui konsumen. Contohnya, beberapa merek tisu menggunakan gambar kecil yang menyerupai logo sertifikasi lingkungan, padahal gambar tersebut bukan merupakan logo resmi dan tidak mencerminkan praktik ramah lingkungan perusahaan.
6. Menampilkan simbol andalan tanpa konteks
Klaim ramah lingkungan seringkali dikemas dengan simbol-simbol visual seperti pohon, daun, pelangi, awan, hewan bahagia, tanda panah yang melambangkan daur ulang, dan tentu saja, bumi. Simbol-simbol ini lazim digunakan untuk menarik perhatian konsumen dan membangun citra produk sebagai ramah lingkungan.
Namun, simbol-simbol ini tidak selalu memiliki makna yang jelas dan kontekstual. Contohnya, simbol daur ulang sering digunakan pada produk dan kemasan yang sebenarnya tidak dapat didaur ulang. Hal ini dapat menyesatkan konsumen dan membuat mereka percaya bahwa produk tersebut ramah lingkungan, padahal kenyataannya tidak.
Keberadaan simbol daur ulang pada produk tidak secara otomatis berarti bahwa produk tersebut dapat didaur ulang. Sama seperti praktik greenwashing yang menggunakan kata-kata dan frasa menyesatkan, perusahaan dapat menambahkan simbol daur ulang pada produk mereka meskipun produk tersebut tidak dapat didaur ulang.
Menjadi konsumen yang cerdas di era ramah lingkungan
Di era yang semakin sadar akan kelestarian lingkungan, banyak perusahaan yang menggembar-gemborkan komitmen mereka terhadap praktik ramah lingkungan. Namun, di balik klaim-klaim tersebut, tak jarang terdapat praktik greenwashing yang menyesatkan konsumen.
Memahami ciri-ciri greenwashing adalah langkah awal untuk menjadi konsumen cerdas. Dengan bersikap kritis dan melakukan riset mandiri, kita dapat terhindar dari klaim-klaim yang menyesatkan dan memilih produk yang benar-benar ramah lingkungan.
Ingatlah, keberlanjutan bukan hanya tanggung jawab perusahaan, tetapi juga konsumen. Mari kita bersama-sama mendorong praktik bisnis yang bertanggung jawab dan berkontribusi pada kelestarian lingkungan.
Baca lainnya : 5 Faktor Keberhasilan Sustainability
on
Peran Sustainable Buildings dalam Mendorong Tercapainya SDGs
Perubahan iklim menjadi salah satu tantangan terbesar yang dihadapi dunia saat ini. Dampaknya terasa di berbagai sektor, termasuk infrastruktur bangunan. Gelombang panas yang lebih sering, pola curah hujan yang tidak menentu, kenaikan permukaan laut, dan peristiwa cuaca ekstrem adalah beberapa contoh ancaman yang dihadapi bangunan.
Di tengah situasi yang mendesak ini, sustainable buildings hadir sebagai solusi inovatif untuk membangun masa depan yang lebih tangguh dan berkelanjutan. Bangunan ini dirancang dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip ramah lingkungan dan ketahanan terhadap perubahan iklim.
Berikut akan mengupas lebih dalam tentang bagaimana sustainable buildings memainkan peran penting dalam mendorong tercapainya SDGs.
Apa Itu Sustainable Buildings?
Sustainable buildings, atau dikenal juga sebagai bangunan berkelanjutan, adalah bangunan yang dirancang dan dibangun dengan mengutamakan efisiensi sumber daya dan minimalisasi dampak buruk terhadap lingkungan serta kesehatan manusia. Pendekatan ini mencakup siklus hidup bangunan dari pemilihan lokasi hingga renovasi. Tujuannya adalah untuk menciptakan ruang yang efisien, sehat, dan ramah lingkungan.
Sustainable buildings memainkan peran penting dalam upaya global untuk menciptakan dunia yang lebih kuat dan adil. Dengan menerapkan metode berkelanjutan dalam konstruksi dan desain, bangunan-bangunan ini sangat membantu dalam mencapai Sustainable Development Goals (SDGs) dari Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Selain mengatasi masalah lingkungan, sustainable buildings ini juga menawarkan manfaat sosial dan ekonomi, menjadikannya komponen integral dari strategi pembangunan berkelanjutan. Menerapkan konstruksi berkelanjutan juga tidak hanya mengatasi masalah lingkungan tetapi juga menghasilkan keuntungan sosial dan ekonomi.
Baca lainnya : Apa itu Sustainable Development Goals (SDGs)?
Kontribusi Sustainable Buildings dalam Mendorong Tercapainya SDGs
Dari pengertian dasar bangunan berkelanjutan, kita dapat melihat bahwa pendekatan ini tidak hanya bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan, tetapi juga untuk menciptakan bangunan yang mendukung kesejahteraan manusia dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Ketika kita menghubungkan konsep ini dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), menjadi jelas bahwa bangunan berkelanjutan memainkan peran penting dalam pencapaian tujuan-tujuan ini.
SDGs menekankan pentingnya keberlanjutan dalam berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk pengurangan kemiskinan, ketahanan pangan, kesehatan, pendidikan, kesetaraan gender, dan perlindungan lingkungan. Sustainable buildings, dengan fokusnya pada efisiensi energi, penggunaan material ramah lingkungan, kesehatan penghuni, dan konservasi sumber daya alam, secara langsung mendukung beberapa SDGs.
Dalam menjembatani pemahaman tentang bagaimana bangunan berkelanjutan tidak hanya berperan dalam pencapaian Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), tetapi juga dalam membangun ketahanan untuk iklim, masyarakat, dan ekonomi, penting untuk menyoroti kontribusi konkrit yang dilakukannya.
Membangun Ketahanan terhadap Perubahan Iklim
1. Tujuan ke-7 : Energi Bersih dan Terjangkau
Bangunan berkelanjutan menyediakan akses ke sumber daya energi yang terjangkau, andal, dan bersih, serta sumber daya energi rendah atau nol karbon.
2. Tujuan ke-13 : Penanganan Perubahan Iklim
Dengan mempertimbangkan pentingnya umur panjang pada sebuah bangunan, sustainable buildings mendukung energi bersih yang digunakan secara efisien, dan kota yang menerapkan konsep keberlanjutan juga dapat bekerja sama dengan membangun bangunan yang mampu mendekarbonisasi sumber daya dan infrastruktur publik, sehingga hal ini mampu meningkatkan ketahanan dan adaptasi terhadap perubahan iklim di masa depan.
3. Tujuan ke-15: Ekosistem Daratan
Sustainable buildings bukan hanya tentang hemat energi dan ramah lingkungan, tetapi juga tentang menciptakan ruang yang harmonis dengan alam dan memberikan manfaat bagi semua orang. Selain itu, sustainable buildings juga dapat memanfaatkan nature based solutions untuk meningkatkan ketahanan terhadap perubahan iklim dan bencana alam. Misalnya, penggunaan atap hijau dapat membantu meredam panas dan mengurangi risiko banjir, sedangkan sistem biofiltrasi dapat membantu membersihkan air limbah dan meningkatkan kualitas air.
Membangun Ketahanan terhadap Ekonomi
1. Tujuan ke-8 : Pekerjaan Layak dan Pertumbuhan Ekonomi
Pembangunan gedung dan infrastruktur yang berkelanjutan dapat menciptakan lapangan kerja, meningkatkan keterampilan pekerja, dan memungkinkan transisi menuju ekonomi rendah karbon. Transisi menuju ekonomi rendah karbon akan menciptakan lapangan kerja baru di berbagai sektor, seperti:
Desain dan konstruksi: Kebutuhan akan arsitek, insinyur, dan pekerja konstruksi yang terampil dalam menerapkan prinsip-prinsip keberlanjutan akan meningkat.
Energi terbarukan: Pertumbuhan pesat dalam industri energi terbarukan seperti tenaga surya, angin, dan air akan menciptakan peluang kerja baru dalam instalasi, pemeliharaan, dan manufaktur.
Efisiensi energi: Kebutuhan akan teknologi dan layanan untuk meningkatkan efisiensi energi di gedung dan infrastruktur akan mendorong permintaan akan teknisi, auditor energi, dan spesialis lainnya.
2. Tujuan ke-9 : Industri, Inovasi dan Infrastruktur
Masyarakat yang tinggal di lingkungan yang berkelanjutan akan merasakan manfaatnya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan infrastruktur yang baik, transportasi yang ramah lingkungan, serta ruang terbuka yang hijau, kota menjadi tempat yang nyaman untuk ditinggali. Selain itu, adanya kebijakan ramah lingkungan seperti daur ulang sampah dan penggunaan energi terbarukan akan membantu menjaga kelestarian lingkungan. Dengan demikian, pembangunan yang berkelanjutan tidak hanya memberikan manfaat ekonomi, tetapi juga meningkatkan kualitas hidup bagi semua penduduknya.
3. Tujuan ke-12 : Konsumsi dan Produksi yang Bertanggungjawab
Dalam menciptakan bangunan yang berkelanjutan, perlu memperhatikan berbagai faktor seperti efisiensi energi, penggunaan bahan ramah lingkungan, serta desain yang ramah lingkungan. Sustainable buildings juga dapat dimaksimalkan dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan seperti tenaga surya dan angin, serta sistem pengelolaan air yang efisien. Selain itu, peran penting juga dimainkan oleh tata ruang bangunan agar dapat memaksimalkan pencahayaan alami dan sirkulasi udara yang sehat. Dengan mengutamakan prinsip-prinsip ini, sustainable buildings dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitar serta mendukung keberlangsungan hidup generasi mendatang.
Membangun Ketahanan untuk Masyarakat
1. Tujuan ke-3 : Kehidupan Sehat dan Sejahtera
Meningkatnya kesadaran akan pentingnya lingkungan yang sehat, bangunan dan kota yang berkelanjutan menjadi pilihan yang semakin populer di masyarakat. Gaya hidup sehat seperti berjalan kaki atau bersepeda juga semakin didorong dalam lingkungan yang ramah lingkungan ini. Selain itu, konstruksi bangunan yang berkelanjutan juga dapat memberikan perlindungan ekstra kepada penghuninya, mengurangi risiko bahaya yang biasa terjadi pada bangunan konvensional. Dengan demikian, bangunan dan kota yang berkelanjutan dapat memberikan manfaat besar bagi kesehatan dan keselamatan masyarakat secara keseluruhan.
2. Tujuan ke-6 : Air bersih dan Sanitasi Layak
Sustainable buildings juga dapat meningkatkan kualitas air dan sanitasi dengan menerapkan teknologi dan praktik-praktik yang meminimalkan polusi air, seperti penggunaan sistem pengelolaan air hujan dan pengolahan air limbah yang ramah lingkungan. Dengan demikian, mereka tidak hanya melindungi sumber daya air yang terbatas, tetapi juga mendukung lingkungan yang lebih bersih dan sehat bagi masyarakat yang mengandalkan air tersebut.
3. Tujuan ke-7 : Energi Bersih dan Terjangkau
Sustainable buildings menyediakan akses ke energi yang terjangkau, andal, dan bersih dengan memprioritaskan efisiensi energi dan penggunaan sumber energi rendah atau nol karbon, seperti energi matahari dan angin. Dengan demikian, ini membantu mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil yang tidak terbarukan dan mengurangi emisi gas rumah kaca yang merusak lingkungan. Sebagai hasilnya, mereka tidak hanya menciptakan lingkungan yang lebih sehat, tetapi juga membantu menjaga stabilitas iklim global bagi generasi mendatang.
4. Tujuan ke-10 : Berkurangnya Kesenjangan
Sustainable buildings menjaga kesehatan manusia dan meningkatkan standar hidup bagi semua orang. Ini mencakup memberikan pekerjaan yang baik dan hak asasi manusia kepada pekerja konstruksi dan produsen material, serta menghilangkan kemiskinan energi dan memastikan bahwa bangunan beroperasi dengan biaya terjangkau dan memberikan kenyamanan kepada penghuninya.
5. Tujuan ke-11 : Kota dan Pemukiman yang Berkelanjutan
Dengan memperhatikan keberlanjutan dalam pembangunan kota, kita dapat menciptakan lingkungan yang ramah lingkungan dan berkelanjutan bagi generasi mendatang. Selain itu, dengan memanfaatkan sumber daya secara bijaksana dan mengutamakan keadilan sosial, kita dapat menciptakan kesempatan bagi semua orang untuk tumbuh dan berkembang. Melalui kolaborasi antarwarga dan pemerintah, kita dapat membangun kota yang inklusif dan memberikan tempat bagi setiap individu untuk berpartisipasi aktif dalam memajukan masyarakat. Dengan demikian, kita dapat meraih impian masa depan yang penuh harmoni dan kesejahteraan bagi semua.
Baca lainnya : 7 Cara Mudah Mengintegrasikan Program CSR dengan SDGs
Kesimpulan
Sustainable buildings tidak hanya mengurangi dampak negatif terhadap lingkungan melalui penggunaan energi yang lebih efisien dan pengurangan limbah, tetapi juga memperkuat ekonomi lokal dan meningkatkan kualitas hidup. Dengan menerapkan prinsip-prinsip desain hijau dan teknologi ramah lingkungan, bangunan-bangunan ini dapat membantu dalam mengatasi beberapa tantangan global yang paling mendesak, seperti perubahan iklim, keberlanjutan energi, dan efisiensi sumber daya.
Pentingnya inovasi dalam arsitektur dan konstruksi serta kolaborasi antarsektor untuk memaksimalkan potensi bangunan berkelanjutan dalam mendukung pencapaian SDGs. Dengan demikian, mempromosikan dan mengadopsi praktik sustainable buildings merupakan langkah strategis yang harus diperkuat untuk memastikan masa depan yang lebih berkelanjutan bagi semua.
on
7 Skill yang Wajib Dikuasai Seorang Community Development Officer
Community Development Officer (CDO) sekarang ini telah menjadi profesi yang cukup diminati di kalangan pegiat sosial, terutama mereka yang memiliki latar belakang pendidikan ilmu sosial dan kesejahteraan masyarakat. Permintaan akan posisi ini juga semakin tinggi seiring dengan tuntutan akan praktik bisnis bertanggung jawab dan berkelanjutan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR).
Lantas siapakah Community Development Officer dan bagaimana menjadi seorang Community Development Officer yang tangguh dan berkualitas?Â
Mengenal Community Develoment Officer
Secara definitif, Community Development Officer atau CDO merupakan pekerja yang melakukan pendampingan terhadap masyarakat untuk meningkatkan kualitas kondisi sosial, ekonomi dan kehidupan agar tercipta masyarakat yang mandiri. Ia adalah ujung tombak dalam membantu perusahaan untuk menyejahterakan masyarakat melalui pendampingan dan pengembangan masyarakat.
Dalam menjalankan tugasnya, seorang CDO bertanggung jawab terhadap program pengembangan masyarakat. Mulai mulai identifikasi kebutuhan, perencanaan, implementasi, hingga monitoring dan evaluasi. Oleh karena itu, para CDO ini harus mempunyai skill dan kompetensi yang mumpuni agar berbagai jobdesk nya dapat berjalan dengan baik.
Skill yang Wajib Dikuasai Seorang CDO
1.Komunikasi dan Fasilitasi Forum
Skill pertama yang harus dikuasai oleh seorang CDO adalah komunikasi dan fasilitasi forum. Komunikasi dalam konteks ini bukan sekadar proses penyampaian informasi. Melainkan sebuah seni membangun hubungan, memahami kebutuhan, dan merangsang partisipasi aktif masyarakat.
Seorang CDO harus mampu berkomunikasi dengan jelas, efektif, dan empati, memastikan bahwa setiap anggota masyarakat merasa didengar dan dihargai. Hal ini mencakup kemampuan untuk beradaptasi dengan berbagai gaya komunikasi dan budaya setempat, serta menggunakan bahasa yang mudah dipahami dan mengakomodasi perbedaan.
Seorang CDO juga dituntut untuk memiliki kemampuan mengorganisir dan mengelola pertemuan yang produktif, di mana semua peserta merasa terlibat dan berkontribusi. Seorang CDO harus dapat mengidentifikasi dan menarik minat berbagai pemangku kepentingan, mendorong kerjasama, dan memediasi konflik jika perlu.
2. Pemetaan Sosial
Skill ini melibatkan penggunaan metode dan teknik untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan mendokumentasikan struktur dan kondisi sosial, sumber daya, kebutuhan, dan potensi yang ada dalam komunitas. Melalui pemetaan sosial, seorang CDO dapat memahami dinamika hubungan antar individu, kelompok, dan institusi dalam masyarakat, serta bagaimana faktor-faktor ini berinteraksi hubungan sosial, ekonomi, dan lingkungan setempat.
Baca Juga: Dokumen Social Mapping PROPER: Apa Saja Isinya?
Keterampilan ini dapat membuat CDO merancang intervensi program yang lebih tepat sasaran. Selain itu ia dapat mengidentifikasi peluang pemberdayaan, dan memobilisasi sumber daya komunitas secara efektif. Membantu dalam pengambilan keputusan dan perencanaan strategis, tetapi juga meningkatkan kesadaran dan pemahaman bersama tentang isu-isu yang dihadapi komunitas.
3. Strategi Pemberdayaan Masyarakat
Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan untuk merancang, mengimplementasikan, dan mengevaluasi intervensi yang bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan kemandirian masyarakat. Skill ini melibatkan penguasaan teori dan praktik pemberdayaan, termasuk aspek-aspek seperti pengembangan kapasitas, pendekatan berbasis aset, dan pembangunan kelembagaan.
Seorang CDO harus dapat bekerja sama dengan masyarakat untuk mengembangkan strategi yang mendorong partisipasi aktif, kepemilikan lokal, dan pengembangan solusi yang berkelanjutan dari dalam masyarakat itu sendiri. Hal ini memerlukan pendekatan holistik yang dapat mengakomodasi kebutuhan masyarakat, serta fleksibilitas untuk menyesuaikan strategi dengan perubahan kondisi dan peluang. Keterampilan ini diperlukan untuk memastikan program dapat menciptakan dampak positif yang optimal dan berkelanjutan.
4. Pengelolaan Program
Pengelolaan program yang efektif adalah keterampilan selanjutnya yang harus dimiliki seorang Community Development Officer (CDO). Ini mencakup seluruh siklus program mulai dari perencanaan, implementasi, hingga replikasi.
Di tahap perencanaan, seorang CDO harus mengidentifikasi kebutuhan masyarakat, merumuskan tujuan, dan merencanakan strategi dengan sumber daya yang ada. Seraya mengikutsertakan masyarakat dalam proses pengambilan keputusan. Implementasi melibatkan koordinasi sumber daya, manajemen tim, dan komunikasi yang efektif untuk mengatasi tantangan. Sementara monitoring dan evaluasi dilakukan untuk memastikan program berjalan sesuai rencana dan mencapai hasil yang diinginkan.
Terminasi program memerlukan penutupan yang terencana dan sistematis, memastikan semua kewajiban terpenuhi. Selanjutnya, replikasi program menjadi pertimbangan, di mana CDO menganalisis faktor-faktor keberhasilan dan mengidentifikasi kemungkinan penerapan strategi serupa di konteks lain. Pengelolaan program yang komprehensif ini dilakukan untuk memastikan pelaksanaan program berjalan efisien dan efektif serta menciptakan dampak berkelanjutan dan positif terhadap pemberdayaan masyarakat.
5. Pengorganisasian Masyarakat
Pengorganisasian masyarakat adalah skill kelima dan salah satu aspek penting dalam peran Community Development Officer (CDO). Keterampilan ini berkaitan dengan kemampuan untuk menggalang masyarakat agar bersatu dan bergerak bersama menuju tujuan yang telah ditetapkan bersama. Hal ini melibatkan proses membangun kesadaran, meningkatkan partisipasi, dan memfasilitasi pembentukan kelompok atau organisasi masyarakat yang mampu mewakili dan memperjuangkan kepentingan mereka. CDO harus mampu mendengarkan dan menghargai masukan dari semua anggota masyarakat, mengidentifikasi pemimpin lokal, dan mendorong pembagian tanggung jawab yang merata.
Selanjutnya, keterampilan ini juga mencakup kemampuan untuk memberdayakan anggota masyarakat melalui pelatihan, pendidikan, dan pembinaan, sehingga mereka dapat mengembangkan keterampilan kepemimpinan, pengambilan keputusan, dan penyelesaian konflik. Pengorganisasian masyarakat yang efektif memastikan bahwa ada kesatuan tujuan dan aksi, memungkinkan intervensi pembangunan untuk dilaksanakan secara lebih efektif dan berkelanjutan. Melalui pendekatan kolaboratif dan partisipatif, CDO dapat membantu masyarakat menciptakan struktur organisasi yang kuat, meningkatkan kapasitasnya untuk inisiatif mandiri, dan menghadapi tantangan masa depan dengan lebih tangguh dan mandiri.
6. Resolusi Konflik
Resolusi konflik merupakan skill keenam yang fundamental bagi Community Development Officer (CDO) dalam kerangka kerja pemberdayaan masyarakat. Keterampilan ini menuntut kemampuan untuk mengidentifikasi, menanggapi, dan menyelesaikan perselisihan atau konflik dalam masyarakat dengan cara yang konstruktif dan adil. Dalam praktiknya, CDO harus menguasai teknik mediasi dan negosiasi, serta memahami dinamika konflik untuk memfasilitasi dialog antar pihak yang berselisih. Hal ini tidak hanya melibatkan penanganan konflik saat telah terjadi, tapi juga pencegahan konflik.
Dalam upaya resolusi konflik, seorang CDO akan berperan sebagai fasilitator netral yang mendorong komunikasi terbuka dan jujur, membantu masing-masing pihak mengartikulasikan kebutuhan dan kepentingannya, dan mencari solusi yang dapat diterima oleh semua pihak. Ini mencakup pengembangan strategi untuk mengatasi akar penyebab konflik, seperti ketidakadilan sosial, ketimpangan ekonomi, atau persaingan sumber daya. Dengan demikian, keterampilan resolusi konflik menjadi penting untuk menjaga keharmonisan dalam masyarakat dan memastikan upaya pemberdayaan masyarakat dapat berlangsung dalam lingkungan yang kondusif.
7. Advokasi Masyarakat
Advokasi merupakan salah satu bentuk komunikasi persuasif, yang bertujuan untuk mempengaruhi pemangku kepentingan dalam pengambilan kebijakan atau keputusan. Proses advokasi ini sangat penting bagi seorang CDO dalam mengkomunikasikan kebutuhan dan isu-isu penting di masyarakat. Dengan target utama adalah pengambil kebijakan di internal perusahaan dan stakeholder lainnya.
Advokasi lebih merupakan suatu usaha perubahan sosial melalui semua saluran dialog yang terdapat dalam sistem manajemen perusahaan dan stakeholder. Keberhasilannya diperoleh bila proses dilakukan secara sistematis, terstruktur, terencana dan bertahap dengan tujuan yang jelas, untuk mempengaruhi perubahan kebijakan agar menjadi lebih baik.
Keterampilan advokasi merupakan sebuah ilmu dan seni, yang tentunya sangat dipengaruhi oleh kemampuan berkomunikasi seorang CDO. Peningkatan keterampilan komunikasi dapat membantu tim untuk meningkatkan kinerja, khususnya dalam melakukan advokasi.
Kesimpulan
Berbagai keterampilan ini bukan hanya esensial untuk menunjang karir seorang Community Development Officer. Tetapi juga berperan sebagai modal penting dalam mendukung upaya-upaya peningkatan kehidupan masyarakat. Komitmen untuk terus belajar dan mengasah keterampilan merupakan kunci dalam menjalankan tugas ini, mengingat dinamika yang terus berubah dalam masyarakat.
Oleh karena itu, prinsip continuous improvement, atau peningkatan dan perbaikan secara terus menerus, harus diterapkan dalam setiap aspek pekerjaan seorang Community Development Officer. Hal ini untuk memastikan setiap strategi dan intervensi dapat beradaptasi dan responsif terhadap kebutuhan serta tantangan yang muncul.
on
Menciptakan Local Hero dalam Inisiatif Keberlanjutan
Di balik sebuah inisiatif keberlanjutan yang berhasil terutama dalam aspek sosial dan lingkungan, terdapat sosok-sosok yang sering kali luput dari sorotan, namun memiliki kontribusi dan peran yang besar besar: Local hero.
Dalam upaya menjalankan inisiatif keberlanjutan di lingkungan masyarakat, perusahaan dihadapkan pada tantangan untuk memastikan program-program tersebut berjalan tanpa hambatan, terutama mengingat keterbatasan waktu dan sumber daya yang dimiliki. Dalam hal ini, kolaborasi dengan masyarakat lokal menjadi langkah penting agar program-program tersebut dapat berjalan secara mandiri. Bahkan ketika perusahaan tidak lagi hadir secara langsung. Disinilah letak pentingnya masyarakat lokal yang menjadi “perwakilan” perusahaan di masyarakat yang kemudian disebut dengan local hero.
Lantas siapa sebenarnya mereka, mengapa peran mereka penting, dan bagaimana menciptakan local hero?
Siapakah Local Hero?
Apabila diartikan secara bahasa, local hero memiliki makna “pahlawan lokal”. Sedangkan secara istilah, local hero diartikan sebagai mereka adalah individu atau kelompok yang berperan aktif dalam memajukan kesejahteraan masyarakat dan lingkungan di sekitar mereka. Local hero ini biasanya memiliki pengaruh yang signifikan dalam masyarakat dan sering kali menjadi sumber inspirasi bagi orang-orang di sekitarnya.
Baca Juga: Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Program CSR
Mereka mungkin adalah seorang petani yang menjaga keberlanjutan lahan pertanian, pengusaha kecil yang berinovasi, aktivis lingkungan yang memperjuangkan pelestarian hutan, atau guru yang mendidik generasi muda dengan tulus. Apapun latar belakang mereka, local hero memiliki satu hal yang sama: hubungan dan pengaruh yang kuat dengan masyarakat di sekitar tempat tinggalnya.
Peran Local Hero dalam Program Keberlanjutan
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, keberadaan local hero memegang peranan penting dalam mendukung keberhasilan program keberlanjutan. Keterbatasan yang dimiliki oleh perusahaan untuk hadir setiap waktu di tengah-tengah masyarakat menjadi alasan utama nya. Berikut adalah peran dari local hero dalam mendukung keberasilan program.
1. Penghubung Perusahaan dengan Masyarakat
Local hero adalah jembatan komunikasi yang vital antara perusahaan dengan masyarakat. Local hero dapat menyampaikan informasi tentang program keberlanjutan perusahaan dengan cara yang mudah dipahami oleh masyarakat lokal. Selain itu, keterlibatannya dalam program keberlanjutan juga dapat memfasilitasi dialog antara perusahaan dengan masyarakat. Sehingga program yang dijalankan dapat sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi lokal.
Melalui keterlibatan aktif dalam komunitas, local hero membantu membangun hubungan yang kuat antara perusahaan dan masyarakat. Pada akhirnya memperkuat keberhasilan dan dampak positif dari program keberlanjutan tersebut.
2. Penggerak Masyarakat
Local hero adalah penggerak masyarakat yang paling efektif. Mereka memainkan peran yang krusial dalam mendorong dan memobilisasi masyarakat untuk aktif terlibat dalam program-program keberlanjutan. Dengan menjadi contoh nyata bagi orang-orang di sekitarnya, local hero dapat memberi pengaruh bagi masyarakat untuk berpartisipasi dalam berbagai kegiatan dari mulai perencanaan, pelaksanaan, hingga evaluasi.
Seorang local hero menjadi figur penting dalam komunitasnya karena bisa menjadi sumber inspirasi dan teladan bagi orang lain. Selain memberikan dampak positif dalam berbagai cara, secara tidak langsung juga membantu meningkatkan kualitas hidup masyarakat setempat, membantu mereka yang membutuhkan, atau mempromosikan nilai-nilai sosial dan budaya yang penting bagi komunitas. Hal ini yang membuat peran local hero mampu menciptakan dampak signifikan, utamanya untuk mendorong pesan yang ingin disampaikan sebuah korporasi.
3. Agen Perubahan di Masyarakat
Keberadaan local hero adalah katalisator untuk transformasi positif dalam meningkatkan kesejahteraan dan kelestarian lingkungan melalui program keberlanjutan. Keberadaan local hero dapat menciptakan efek domino yang menggerakkan perubahan positif secara berkelanjutan dalam masyarakat. Menciptakan dampak yang jauh lebih besar daripada yang dapat dicapai oleh perusahaan secara langsung. Ketika hubungan erat telah terjalin dengan local hero, perusahaan dapat menjaring dan mengajak sebanyak-banyaknya masyarakat untuk bergabung dan terlibat aktif dalam program.
Bagaimana Menciptakan Local hero dalam Program Keberlanjutan?
1. Mengakomodasi Aspirasi dan Kebutuhan
Munculnya Local hero dalam program keberlanjutan perusahaan diawali oleh terakomodasi aspirasi dan kebutuhan Local hero dan masyarakat lainnya oleh perusahaan. Proses ini melibatkan pendekatan yang proaktif terhadap kondisi lokal, dengan memahami secara mendalam potensi, masalah, kebutuhan, dan aspirasi komunitas.
Dengan mengidentifikasi kondisi masyarakat setempat, perusahaan dapat menyesuaikan program keberlanjutan mereka agar relevan dan berdampak signifikan. Yang tak kalah penting, langkah ini juga dapat menumbuhkan partisipasi aktif masyarakat dan mengidentifikasi potensi individu-individu yang dapat menjadi agen perubahan lokal.
2. Melibatkan dalam setiap proses keberlanjutan
Rasa memiliki terharap program dan dorongan seorang local hero untuk berkontribusi di dalamnya tumbuh karena dilibatkannya ia dalam setiap tahapan program. Sejak perencanaan, pelaksanaan, hingga monitoring dan evaluasi. Seorang Local hero akan merasa dihargai dan merasa jadi bagian yang menentukan keberhasilan program ketika kehadirannya diakui, pendapatnya didengarkan, dan pada setiap langkah dari program terdapat sumbangsihnya.
Ketika perusahaan terlibat dengan seorang local hero yang memiliki pengaruh dan reputasi baik di masyrakat, perusahaan dapat menciptakan ketertarikan emosional dan relevansi yang kuat dengan stakeholder terkait. Hal ini dapat menumbuhkan citra positif di mana perusahaan tersebut dinilai peduli dengan nilai-nilai masyarakat lokal sehingga mendorong efek domino positif yang mendukung keberhasilan program.
3. Peningkatan Kapasitas Terus Menerus
Local hero ialah individu dalam masyarakat yang memiliki kemampuan dan kapasitas yang lebih tinggi dibanding dengan masyarakat lainnya. Dengan kemampuan yang dimilki, seorang local hero dapat menciptakan perubahan dan pengaruh positif dan bagi masyarakat lainnya. Kapasitas yang dimilikinya juga menjadi modal penting dalam mendukung keberhasilan dan menciptakan berbagai inovasi dalam program.
Peningkatan kapasitas ini dapat berupa pengikutsertaan pada pelatihan, pendidikan, dan sumber pengetahuan lainnya yang memungkinkan seorang local hero dalam komunitas dapat berkembang dan mengeksplorasi potensi mereka secara optimal.
4. Komunikasi Intensif
Hubungan baik antara perusahaan dan local hero yang memiliki pengaruh positif di masyarakat tercipta berkat komunikasi yang terbuka, jelas, dan berkelanjutan memainkan peran kunci dalam memperkuat. Komunikasi ini dapat dilakukan melalui pertemuan rutin, pelatihan, dan media komunikasi lainnya. Komunikasi yang intensif ini juga dapat menjadi wadah pertukaran ide dan gagasan yang memperkuat peran mereka sebagai pemimpin lokal. membentuk kemitraan yang saling menguntungkan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan dalam
Kesimpulan
Setiap individu dapat menjadi local hero dengan caranya masing-masing melalui kontribusi positif pada masyarakat sekitar. Namun, penting untuk dicatat bahwa upaya kolaborasi dengan local hero harus didasarkan pada nilai-nilai bersama dan dampak positif yang nyata pada komunitas. Jika upaya ini dianggap sebagai tindakan pemasaran semata, maka dapat merusak reputasi korporasi/merek. Oleh karena itu, kolaborasi dengan local hero harus dilakukan dengan integritas dan komitmen yang kuat terhadap tujuan bersama.
on
Ketahui 6 Benefit Menerapkan ESG dalam Strategi Bisnis
Environmental, Social, dan Governance (ESG) menjadi konsep yang semakin populer dalam lanskap bisnis saat ini. Selain karena tuntutan kepatuhan dan regulasi serta dorongan dari para stakeholder yang semakin sadar akan pentingnya mengimplementasikan bisnis yang bertanggung jawab, para pelaku bisnis ini juga mulai menyadari namun juga banyak benefit dari penerapan praktik ESG tersebut.
Lantas apa saja benefit yang akan didapatkan oleh perusahaan ketika menerapkan ESG dalam strategi bisnisnya?
1. Pendekatan Bisnis yang Lebih Komprehensif
Integrasi ESG ke dalam strategi bisnis memungkinkan perusahaan untuk mengadopsi pendekatan yang lebih holistik terhadap tata kelola bisnis mereka. Ini dilakukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor ESG di samping persyaratan kepatuhan lainnya yang telah ditetapkan sebelumnya. Perusahaan dapat memperluas jangkauan risiko dan peluang, sehingga menghasilkan jaminan yang lebih kuat dan komprehensif.
Baca Juga: CSR, ESG, dan SDGs: Apa Bedanya? Mana yang Terbaik?
Dengan implementasi ESG, perusahaan bukan hanya memperhatikan aspek-aspek finansial, namun juga kinerja non finansial yang saat ini menjadi faktor yang sama pentingnya. ESG sebagai indikator kinerja non finansial yang sebelumnya kurang diperhatikan perusahaan.
2. Pengelolaan Risiko Bisnis
Perusahaan yang menerapkan ESG dalam strategi bisnisnya cenderung dapat mengidentifikasi dan mengelola risiko secara lebih efektif. Terutama risiko terkait dampak lingkungan dan sosial yang dapat berpengaruh terhadap reputasi. Penerapan ESG juga dapat menghindarkan perusahaan dari risiko terkait dengan kepatuhan regulasi. Sebab, kerangka dan indikator ESG membantu perusahaan mempraktikan bisnis yang sesuai dengan regulasi baik dalam aspek lingkungan, sosial, maupun tata kelola.
Ini dapat membantu perusahaan menghindari konsekuensi hukum dan sosial yang dapat merusak reputasi perusahaan. Dengan mengidentifikasi risiko secara dini, perusahaan dapat segera mengambil tindakan dalam mengatasi risiko ESG dengan tepat sebagai bukti pengelolaan risiko ESG kepada pemangku kepentingan.
3. Meningkatkan Efisiensi dan Efektivitas Biaya
Dengan mengadopsi praktik ESG, perusahaan dapat menghemat biaya operasional dalam berbagai aspek bisnis. Ini berkat berbagai tindakan, mulai dari efisiensi energi dan pengelolaan limbah yang lebih baik, penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan, hingga kepatuhan terhadap regulasi dan peningkatan reputasi. Misalnya, dengan menginvestasikan dalam teknologi hijau dan praktik efisiensi energi, perusahaan dapat menurunkan biaya operasional jangka panjang mereka dan mengurangi ketergantungan pada sumber daya fosil yang mahal dan terbatas.
Kedua, penerapan ESG juga dapat membantu dalam menghemat biaya rantai pasok. Dengan memprioritaskan mitra bisnis yang mematuhi standar ESG yang tinggi, perusahaan dapat memastikan keberlanjutan dan keandalan rantai pasok mereka. Ini mengurangi risiko terhadap perubahan iklim, kepatuhan hukum, serta potensi gangguan pasokan yang dapat berdampak negatif pada operasi. Dengan memperkuat rantai pasok, perusahaan dapat menghindari biaya tambahan yang timbul akibat kerusakan atau gangguan pada proses produksi dan distribusi.
Terakhir, dengan memiliki sistem pelaporan yang terstruktur dan transparan tentang kinerja lingkungan, sosial, dan tata kelola, perusahaan dapat lebih efektif dalam mengidentifikasi area-area di mana mereka dapat meningkatkan kinerja operasional mereka. Sistem pelaporan yang baik juga membantu perusahaan untuk memenuhi persyaratan regulasi yang semakin ketat terkait dengan tanggung jawab lingkungan dan sosial perusahaan. Dengan demikian, perusahaan dapat menghindari biaya denda dan sanksi, hingga yang mungkin diberlakukan akibat pelanggaran regulasi.
4. Peningkatan Reputasi di Hadapan Pemangku Kepentingan
Integrasi ESG dalam operasi bisnis perusahaan dapat menumbuhkan hubungan dan kepercayaan yang lebih kuat dengan para stakeholder. Stkakeholder ini meliputi pelanggan, investor, regulator, dan masyarakat luas. Sebab pelaporan ESG tidak hanya sebagai pelaporan kinerja semata, namun juga merupakan salah satu wadah komunikasi untuk menunjukkan kepada stakeholder bagaimana bentuk nyata tanggung jawab dan potensi perusahaan dalam upaya peningkatan performa bisnis yang berlandaskan prinsip keberlanjutan.
Manfaat lain saat perusahaan mempublikasikan laporan keberlanjutannya adalah mencerminkan kepada stakeholder bahwa perusahaan mampu menjalankan bisinis nya dalam jangka panjang, sehingga mau berinvestasi.
Baca Juga: Mengungkap 7 Miskonsepsi tentang ESG
ESG membantu perusahaan senantiasa melakukan perbaikan. Menurut Indah, kesempatan tersebut bakal meningkatkan reputasi perusahaan. Reputasi itu didapat saat perusahaan konsisten bercerita tentang upaya tata kelola perusahaan kepada stakeholder. Pasalnya mengimplementasikan ESG butuh keseriusan dengan mempertimbangkan tools, sumber daya, keterlibatan masyarakat, aspek regulasi, dan manajemen.
5. Keunggulan Kompetitif Baru
Pengungkapan kinerja ESG dapat meningkatkan daya saing perusahaan dengan kompetitor lainnya. Dengan fokus pada praktik bisnis yang berkelanjutan, perusahaan cenderung untuk menciptakan produk dan layanan yang lebih ramah lingkungan, lebih efisien secara energi, dan lebih sesuai dengan kebutuhan sosial masyarakat.
Inovasi semacam ini tidak hanya menarik pelanggan yang peduli dengan lingkungan dan sosial, tetapi juga membuka peluang baru untuk menciptakan pasar yang lebih luas dan menarik segmen pasar yang belum terjamah sebelumnya, dibanding dengan para kompetitor yang belum menerapkan ESG.
6. Pertumbuhan Revenue
Dengan semakin banyaknya konsumen yang memperhatikan aspek lingkungan, sosial, dan tata kelola dalam keputusan pembelian mereka, perusahaan yang memprioritaskan praktik-praktik berkelanjutan memiliki keunggulan kompetitif yang kuat. Pelanggan cenderung lebih condong memilih produk dan layanan dari perusahaan yang memiliki reputasi yang baik dalam hal ESG. Pada gilirannya dapat menghasilkan pertumbuhan pendapatan yang stabil dan berkelanjutan.
Citra merek yang dihubungkan dengan praktik bisnis yang bertanggung jawab cenderung memiliki loyalitas pelanggan yang lebih tinggi. Loyalitas pelanggan ini dapat menghasilkan peningkatan penjualan dan pangsa pasar yang signifikan. Selain itu, perusahaan yang dianggap memiliki kinerja ESG yang baik juga lebih menarik bagi investor yang peduli dengan dampak sosial dan lingkungan dari investasi mereka. Hal ini dapat menghasilkan dukungan finansial tambahan dan memperluas akses ke modal.
Dengan demikian, penerapan ESG dalam strategi bisnis tidak hanya menghasilkan benefit bagi masyarakat dan lingkungan, namun juga mendorong pertumbuhan pendapatan perusahaan. Dengan memprioritaskan praktik-praktik berkelanjutan ini, perusahaan dapat memperkuat posisi mereka di pasar dan menciptakan nilai jangka panjang bagi semua pemangku kepentingan mereka.
Kesimpulan
ESG semakin populer dan dipandang penting oleh banyak bisnis dari berbagai sektor untuk diterapkan . Penerapan ESG tidak hanya menghasilkan manfaat bagi sosial dan lingkungan, namun banyak benefit yang akan didapatkan oleh perusahaan. Manfaat-manfaat inilah yang kemudian mendukung keberhasilan bisnis dalam jangka panjang. Sehingga, posisi ESG bergeser bukan hanya sekedar tuntutan, namun kebutuhan.
on
Pemulung: Pahlawan Ekonomi Sirkular yang Terlupakan
Pemulung, pekerjaan yang sering kali diabaikan oleh banyak orang, ternyata memiliki peran penting dalam mendorong ekonomi sirkular. Pemulung adalah pahlawan tak terlihat yang patut dihormati. Mereka yang mengangkut sampah di jalanan, bahkan yang hanya satu botol atau dua botol, tanpa disadari telah berkontribusi besar dalam mendaur ulang sampah.
Keberadaan pemulung tidak hanya membantu mengatasi masalah sampah, tetapi juga secara tidak langsung membantu mendukung penerapan sirkular ekonomi di Indonesia. Mereka mengumpulkan sampah yang dapat didaur ulang, mengurangi pencemaran lingkungan. Dengan kontribusi mereka, beban lingkungan akibat sampah dapat berkurang.
Besarnya Jumlah Pemulung di Indonesia
Pemulung adalah orang yang pekerjaannya memungut dan mengumpulkan barang-barang-barang bekas berupa plastik, kertas, kardus, kaleng, pecahan kaca, besi tua dan barang bekas lainnya.
Di Indonesia, jumlah masyarakat yang berprofesi sebagai pemulung cukup banyak. Berdasarkan data dari Ikatan Pemulung Indonesia (IPI), saat ini terdapat 3,7 juta orang di 25 provinsi yang bergantung pada sampah plastik dan sampah daur ulang lain untuk mencari nafkah.
Jumlah tersebut belum termasuk sembilan provinsi yang belum didata oleh IPI. Ketua IPI mengatakan, apabila ditambah dengan data sembilan provinsi, jumlahnya bisa mencapai 5 juta orang.
Dianggap Sepele dan Kerap Kali Direndahkan
Namun, sangat disayangkan bahwa banyak orang yang masih menganggap sepele atau bahkan menganggap pemulung sebagai masalah. Bahkan yang lebih parah, banyak di antaranya yang merasa risih dengan keberadaan pemulung dan cenderung untuk menghindari interaksi dengan pemulung. Orang-orang lebih memilih untuk membakar dan memusnahkan sampah-sampah yang notabene masih memiliki nilai untuk didaur ulang, ketimbang menyerahkannya kepada para pemulung.
Padahal, mereka memiliki hak yang sama untuk hidup layak dan sejahtera. Pulungan sampah yang didapatkan setelah seharian berkeliling adalah sumber penghidupan para pemulung. Selain itu, keberadaan mereka juga bisa menjadi salah satu solusi dalam penanganan masalah sampah jika diberi kesempatan dan dukungan yang baik.Â
Berperan Besar Dalam Proses Daur Ulang Sampah
Jumlah pemulung yang banyak di berbagai wilayah tanpa disadari telah membantu proses daur ulang sampah. Setelah memperoleh sampah-sampah daur ulang, para pemulung biasanya akan memilah sampah terlebih dahulu berdasarkan jenisnya sebelum dijual kepada pengepul. Dari pengepul, sampah-sampah tersebut kemudian akan diserahkan kepada pabrik-pabrik daur ulang untuk dicacah dan diolah menjadi bahan baku berbagai produk daur ulang.
Bahan baku daur ulang yang berupa biji plastik, kertas/karton daur ulang, logam dll. tersebut kemudian diolah kembali oleh perusahaan yang membutuhkan untuk menjadi penyusun berbagai produk yang bermanfaat bagi kehidupan manusia. Hingga sekarang, siklus daur ulang sampah ini masih mendominasi dengan peran para pemulung di dalamnya.
Luput dari Perhatian Pembangunan
Besarnya peran yang diberikan oleh para pemulung tersebut nyatanya masih belum dibarengi dengan perhatian serius berbagai pihak terharap kesejahteraan mereka. Banyak pemulung yang masih terperangkap dalam jeratan kemiskinan. Harga barang bekas yang rendah di tangan pengepul serta minimnya keterampilan dan pengetahuan dan keterampilan yang dimiliki oleh para pemulung adalah beberapa penyebabnya.
Selain itu, program-program yang berasal pemerintah maupun swasta yang menyasar para pemulung masih sangat minim. Padahal masyarakat yang menjalani profesi ini cukup besar dan selalu ada di setiap wilayah.
Pemerintah dan Swasta Perlu Terlibat
Para pelaku bisnis dan pemerintah memegang peran penting dalam meningkatkan kesejahteraan para pemulung yang telah berkontribusi dalam ekonomi sirkular. Pemerintah memiliki tanggung jawab untuk menciptakan kebijakan dan program perlindungan sosial yang mendukung keluarga pemulung, termasuk akses terhadap layanan kesehatan, pendidikan, dan pelatihan keterampilan.
Sektor bisnis juga memiliki kesempatan untuk berkolaborasi dengan pemulung guna meningkatkan harga barang bekas. Perusahaan yang bergerak dalam lini bisnis dengan bahan baku yang dapat digantikan dari sampah daur ulang, dapat mengambil peran ini. Hal ini dapat dilakukan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) dengan pendekatan Creating Shared Value (CSV), di mana perusahaan mengintegrasikan kebutuhan bisnis nya dengan program tanggung jawab sosial.
Baca Juga: Creating Shared Value, Masa Depan Binsnis Berkelanjutan
Dengan program yang berbasis pada CSV ini, perusahaan tidak hanya dapat memenuhi kebutuhan bahan baku yang lebih ramah lingkungan, namun dapat memberikan harga yang lebih adil untuk barang bekas yang telah dikumpulakan oleh para pemulung. Diharapkan kesejahteraan pemulung dapat ditingkatkan, sembari mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Kesimpulan
Profesi Pemulung memiliki peran dan potensi besar dalam mendukung ekonomi sirkular di Indonesia. Namun sayangnya profesi ini kerap kali dipandang sebelah mata dan luput dari program-program pembangunan. Sektor bisnis perlu membuka akses dan ruang bagi para pemulung untuk ikut terlibat dalam inisiatif-inisiatif sirkular ekonomi yang lebih luas. Melalui program CSR berbasis pendekatan CSV, perusahaan dapat mengambil peran ini. Pemerintah juga memegang peranan penting untuk menjamin menjadi kesejahteraan sosial dan akses terhadap layanan kesehatan dan pendidikan serta dukungan lainnya.
on
10 Prinsip Ekonomi Sirkular yang Wajib Kamu Ketahui!
Ditengah tantangan krisis iklim dan degradasi lingkungan yang kian mendesak, paradigma ekonomi tradisional yang mengeksploitasi habis-habisan sumber daya alam serta mengabaikan dampak lingkungan menjadi tidak relevan dan harus segera bertransformasi. Model ekonomi tradisional atau linear ini menimbulkan berbagai permasalahan seperti emisi karbon dan kerusakan lingkungan. Selain itu, daya tampung dan daya dukung lingkungan terbatas membuat model ekonomi linear tidak berkelanjutan
Salah satu upaya kongkret yang saat ini telah dicanangkan oleh Pemerintah Indonesia adalah pembangunan rendah karbon melalui penerapan ekonomi sirkular. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam konsep ekonomi sirkular menawarkan solusi yang dapat mengubah cara kita memandang penggunaan sumber daya dan produksi barang.
Lantas bagaimana ekonomi sirkular dan apa saja prinsip-prinsip yang terkandung di dalamnya?
Mengenal Ekonomi Sirkular
Secara sederhana, ekonomi sirkular diartikan sebagai model ekonomi yang melibatkan semua produk dan material yang dirancang untuk dapat digunakan kembali (reused), diproduksi kembali (remanufactured), didaur ulang (recycled) atau diambil kembali manfaatnya (recovered), dan dipertahankan di dalam kegiatan ekonomi selama mungkin.
Baca Juga: Menyelami Dinamika Sejarah dan Pertumbuhan Ekonomi Sirkular
Model ekonomi sirkular didesain untuk menggantikan model ekonomi linear, di mana produk didesain untuk dibuat, dipakai, dan dibuang (prinsip take-make dispose). Model ekonomi linear menjadikan produsen akan terus menerus mengambil sumber daya alam untuk menghasilkan produk baru. Dengan asumsi bahwa sumber daya alam tak terbatas. Dalam ekonomi sirkular, nilai manfaat sebuah produk terus dipertahankan dalam sebuah siklus sehingga dapat memperpanjang masa pakai produk tersebut dan menghemat sumber daya yang ada.
Mengapa Model Ekonomi Sirkular Rendah Karbon dan Hemat Sumber Daya?
Ada beberapa alasan mengapa model ekonomi sirkular disebut sebagai pembangunan ekonomi rendah karbon yang dapat menekan laju pemanasan global dan perubahan iklim, serta hemat sumber daya yang dapat menekan degradasi lingkungan. Hal ini disebabkan oleh praktik sirkular yang dapat mengurangi jumlah Gas Rumah Kaca (GRK) serta mengoptimalkan sumber daya yang ada melalui:
1. Penurunan Jumlah Limbah yang Terbuang di TPA
Salah satu pemicu terjadinya pemanasan global adalah keberadaan gas metana yang dihasilkan dari sampah dan limbah di Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Model ekonomi sirkular berupaya mengurangi limbah yang dihasilkan dari sebuah produk dengan cara menggunakan kembali (reuse), mendaur ulang (recycle), atau mengambil kembali manfaatnya (recover). Hal ini akan mengurangi jumlah limbah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
2. Penggunaan Bahan Baku Alternatif yang Lebih Hemat Energi
Model ekonomi sirkular menekankan penggunaan input bahan baku yang terbarukan, material berbasis biologis, energi terbarukan, dan material yang dapat didaur ulang. Misalnya volume penggunaan kayu yang lebih besar dan konstruksi berbasis kayu yang lebih banyak dibandingkan beton. Hal ini menjadikan output yang dihasilkan dari model ekonomi sirkular juga rendah karbon & lebih ramah lingkungan dan tentunya meminimalisir degradasi sumber daya alam yang tidak dapat diperbaharui.
3. Memerpanjangan Masa Pakai Sumber Daya
Ekonomi Sirkular berupaya memperpanjang masa pakai sumber daya guna menekan limbah ke TPA. Hal ini dilakukan dengan upaya perbaikan produk yang rusak, pembelian barang bekas pakai yang masih layak, dan pemeliharaan produk secara berkala.
4. Pengurangan Sumber Daya Baru yang Dipakai
Implementasi model ekonomi sirkular berupaya mengurangi penggunaan bahan baku baru yang didapat dari eksploitasi sumber daya alam. Hal ini dilakukan dengan pemulihan sumber daya atau energi yang berasal dari limbah menjadi bahan baku sekunder yang regeneratif.
10 Prinsip Ekonomi Sirkular untuk Mewujudkan Pembangunan Rendah Karbon
Prinsip ekonomi sirkular yang berfokus pada pengurangan konsumsi sumber daya dan material dalam rantai produksi guna mewujudkan pembangunan yang rendah karbon, dirangkum dalam kerangka 9R. Kerangka 9R terdiri dari 10 prinsip ekonomi sirkular yang diurutkan dari 0 s.d. 9, dan terbagi menjadi 3 bagian besar, yaitu (1) membuat dan menggunakan produk dengan lebih cerdas; (2) memperpanjang usia pakai produk; dan (3) mengambil manfaat dari material.
Penomoran 10 prinsip di dalam kerangka 9R tersebut menggambarkan tingkat sirkularitas dalam mendukung ekonomi sirkular, di mana semakin kecil nomor R maka semakin tinggi nilai sirkularitasnya, dan semakin besar nomor R artinya semakin mendekati praktik ekonomi linear.
Membuat dan Menggunakan Produk dengan Lebih Cerdas
1. Refuse (R0)
Prinsip ekonomi sirkular pertama adalah Refuse, yakni membuat suatu produk tidak diperlukan lagi karena produk lain dapat memberikan fungsi yang sama sehingga tidak perlu memproduksi produk baru. Refuse menghindari penggunaan produk yang nantinya berpotensi menjadi sampah. Contohnya, menolak untuk membeli ketika ada penawaran produk yang tidak kita butuhkan atau produk yang dapat merusak lingkungan.
2. Rethink (R1)
Prinsip kedua adalah Rethink yakni menggunakan produk secara lebih intensif. Salah satu contoh penerapan prinsip ini adalah dalam pengelolaan air di Jakarta International Stadium (JIS). Untuk menghemat air, fasilitas-fasilitas seperti wastafel, keran tembok, serta shower memiliki fitur auto-stop. Nantinya air limbah dari fasilitas tersebut akan digunakan lagi untuk menyiram tanaman dan rumput lapangan, termasuk untuk air untuk flushing toilet.
3. Reduce (R2)
Prinsip ketiga adalah Reduce, yakni meningkatkan efisiensi produksi dengan menggunakan lebih sedikit material. Salah satu contoh penerapan prinsip ini dilakukan oleh Coca-Cola Europacific Partners (CCEP) Indonesia. Sejak tahun 2015 hingga 2021, CCEP Indonesia melaksanakan inisiatif lightweighting terhadap desain dan kemasan produk merek-merek di bawah naungan CCEP Indonesia, terutama produk dengan kemasan berbahan plastik (PET). Hal ini dilakukan dengan mengurangi berat plastik virgin pada setiap botolnya sesuai dengan konsep R2 (Reduce).
Memperpanjang Usia Pakai Produk
4. Reuse (R3)
Prinsip keempat adalah Reuse, yakni menggunakan kembali produk yang masih layak pakai untuk mengurangi sampah/limbah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Salah satu perusahaan yang telah menerapkan prinsip ini adalah PT Tirta Investama/Danone Aqua. Perusahaan ini telah menggunakan galon yang bisa diisi ulang oleh konsumen. Praktik ini dapat meminimalisir jumlah sampah plastik yang masuk ke TPA.
5. Repair (R4)
Prinsip kelima adalah Repair, yakni memperbaiki produk yang sudah rusak. Upaya ini bertujuan untuk memperpanjang masa pakai produk sehingga dapat meminimalisir limbah yang masuk ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) serta mencegah pembuatan produk baru yang menggunakan sumber daya. Salah satu perusahaan yang menerapkan prinsip ini adalah Garuda Maintenance Facility Aero Asia (GMF). Perusahaan ini menyediakan jasa perbaikan pesawat terbang yang dapat memperpanjang masa pakai pesawat.
Pada umumnya, hampir setiap perusahaan juga melakukan upaya-upaya perbaikan untuk memperpanjang masa pakai alat-alat produksi yang mereka miliki. Selain untuk meminimalisir sampah dan limbah yang masuk ke lingkungan, upaya perbaikan juga lebih ekonomis daripada membeli yang baru.
6. Refurbish (R5)
Prinsip selanjutnya adalah Refurbish, yakni memulihkan produk, biasanya produk yang sudah lama, agar dapat berfungsi kembali. Salah satu perusahaan yang telah berhasil mengimplementasikan prinsip ini adalah PT Kuku Sejati Dinamika. Bahkan, perusahaan ini menjadikan barang-barang refurbish sebagai inti bisnisnya. Mereka melakukan rekondisi ulang produk-produk lama yang dikirim dari pabrik dan distributor resmi, lalu menjualnya kembali dengan harga di bawah pasar.
Produk-produk tersebut kemudian dibagi ke dalam empat grade/tingkatan sebagai berikut:
Grade A: Fungsi produk berfungsi 100% dengan kondisi fisik seperti baru.
Grade B: Fungsi produk berfungsi 100%. Kondisi fisik memiliki tanda-tanda seperti sudah pernah digunakan.
Grade C: Fungsi produk berfungsi 100%. Kondisi fisik memiliki cacat fisik ringan seperti goresan atau penyok namun tidak mengurangi fungsi produk.
Grade D: Fungsi produk berfungsi 100%. Kondisi fisik memiliki cacat fisik yang cukup terlihat seperti goresan atau penyok namun tidak mengurangi fungsi produk.
7. Remanufacture (R6)
Prinsip selanjutnya adalah Remanufacture, yakni menggunakan sebagian komponen dari produk lama yang sudah tidak berfungsi untuk digunakan di produk baru dengan fungsi yang sama. Salah satu perusahaan yang telah mengimplementasikan prinsip ini adalah PT Komatsu Remanufacturing Asia. Perusahaan ini bergerak dalam usaha pemanfaatan kembali material penting dari mesin dan bagian-bagian alat berat dengan melakukan remanufaktur dan rekondisi komponen alat berat agar kembali sesuai dengan spesifikasinya.
Dengan langkah ini, PT Komatsu Remanufacturing Asia membantu mengurangi limbah elektronik serta memperpanjang masa pakai peralatan berat, yang pada akhirnya membantu mengurangi dampak lingkungan dan meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya yang menjadi bahan baku pembuatan berbagai komponen tersebut.
8. Repurpose (R7)
Prinsip selanjutnya adalah Repurpose, yakni menggunakan sebagian dari produk lama yang sudah tidak berfungsi untuk digunakan pada produk baru dengan fungsi yang berbeda. Salah satu perusahaan yang telah menerapkan prinsip ini adalah PT Astra Agro Lestari. Perusahaan ini mengolah limbah cair dari kegiatan operasionalnya pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Olahan yang sudah memenuhi standar baku mutu ini kemudian dimanfaatkan sebagai pupuk organik cair pada lahan perkebunan. Sedangkan limbah padat berupa tandan kosong kelapa sawit dan abu boiler dimanfaatkan untuk mengganti sebagian pupuk kimia di lahan perkebunan.
PT Astra Agro Lestari juga menggunakan bahan bakar biomassa dari limbah proses produksi berupa serabut dan cangkang kelapa sawit. Pemanfaatannya untuk bahan bakar boiler yang menghasilkan uap untuk pembangkit listrik dan untuk kebutuhan proses pengolahan Tandan Buah Segar (TBS) menjadi Crude Palm Oil (CPO). Biomassa ini digunakan di semua pabrik kelapa sawit milik Perseroan Astra Agro Lestari.
Mengambil Manfaat dari Material
9. Recycle (R8)
Prinsip selanjutnya adalah Recycle atau daur ulang, yakni mengolah sebuah material untuk menghasilkan material yang sama (dengan kualitas yang sama atau lebih rendah). Salah satu perusahaan yang telah sukses mengimplementasikan prinsip ini adalah Great Giant Pineapple. GGP berupaya mendaur ulang limbah kulit nanas dan ampas singkong yang merupakan limbah operasional perusahaan, menjadi pakan ternak untuk memenuhi kebutuhan ternak sapi milik anak perusahaan. Dengan langkah ini, perusahaan tidak hanya meminimalisir limbah yang masuk ke lingkungan, namun juga mendapatkan manfaat ekonomi dari hasil daur ulang tersebut.
10. Recover (R9)
Prinsip ekonomi sirkular terakhir adalah Recover, yakni proses pembakaran material untuk diambil energinya. Salah satu perusahaan yang telah berhasil mengimplementasikan prinsip ini adalah PT Solusi Bangun Indonesia (SBI). PT SBI menggunakan sekam padi dan biji sawit yang tidak terpakai lagi sebagai pengganti batu bara. Inisiatif ini turut mengurangi emisi CO2 yang timbul apabila kedua jenis limbah ini dibiarkan membusuk begitu saja. Pemakaian limbah ini juga ikut menyumbang pendapatan bagi para pengusaha di daerah yang memasok biomassa secara rutin.
PT SBI juga telah mengolah sampah perkotaan melalui teknologi Refuse-Derived Fuel (RDF) menjadi bahan bakar alternatif pengganti batu bara. Lewat cara ini, PT SBI berhasil mengurangi tumpukan sampah di TPA sembari terus mendapatkan energi alternatif untuk menggerakkan operasional perusahaannya.
Kesimpulan
Implementasi dan manfaat dari penerapan ekonomi sirkular memang tidak sepenuhnya dapat kita rasakan secara langsung. Meski demikian, dalam jangka waktu yang lebih panjang, hasil dari praktik sirkular dapat berimbas pada kehidupan kita dan juga makhluk hidup lainnya, di mana kita dapat menekan emisi gas rumah kaca secara signifikan dan mengurangi degradasi lingkungan, sehingga dapat menciptakan masa depan yang lebih berkelanjutan.
on
Membangun Proyek Kredit Karbon Berbasis Masyarakat
Krisis iklim adalah tantangan yang saat ini tengah di hadapi oleh seluruh negara di dunia. Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dalam laporannya mengenai situasi iklim terkini pada Senin 20 Maret 2023 menyebutkan bahwa krisis iklim telah terjadi sangat cepat.
Merujuk pada laporan tersebut, emisi karbon yang dihasilkan oleh aktivitas manusia adalah penyebab utama dari krisis iklim. Salah satu upaya pemerintah yakni dengan menerapkan mekanisme kredit karbon atau carbon credit.
Mengenal Kredit Karbon
Kredit karbon (carbon credit) adalah representasi dari âhakâ bagi sebuah perusahaan untuk mengeluarkan sejumlah emisi karbon atau gas rumah kaca lainnya dalam proses industrinya. Satu unit kredit karbon setara dengan penurunan emisi 1 ton karbon dioksida (CO2). Upaya pengurangan emisi yang setara ini dilakukan di tempat lain melalui proyek-proyek kredit karbon.
Apabila suatu perusahaan menggunakan kredit lebih sedikit daripada yang dibelinya (menghasilkan lebih sedikit emisi), ia dapat memperdagangkan dan menjual kreditnya kepada pihak lain yang membutuhkan dan ia akan mendapatkan insentif. Namun apabila perusahaan menggunakan lebih banyak melebihi kredit yang dimilikinya, maka ia diwajibkan untuk membeli kredit karbon dari perusahaan lain.
Proses transaksi kredit karbon ini dilakukan melalui Bursa atau Perdagangan Kabon. Insentif yang didapatkan oleh sebuah perusahaan dari perdagangan karbon ini kemudian dapat digunakan untuk menghasilkan kembali kredit karbon melalui berbagai kegiatan.
Nature Bassed Sollution: Langkah Efektif Menciptakan Kredit Karbon
Salah satu langkah paling efektif untuk menciptakan kredit karbon adalah melalui inisiatif nature-bassed sollution (NBS). NBS adalah sebuah solusi yang memanfaatkan kekuatan alam untuk mengatasi berbagai tantangan lingkungan, sosial, maupun ekonomi.
Baca Juga: Peran Strategis Karbon Biru Dalam Mitigasi Perubahan Iklim
Dalam konteks menciptakan kredit karbon, solusi-solusi ini mencakup berbagai tindakan untuk melindungi, memulihkan, atau mengelola ekosistem yang menjadi penyerap karbon. Seperti kawasan hutan mangrove, hutan lindung, lahan gambut, dan ekosistem penyerap karbon lainnya.
Pentingnya Keterlibatan Masyarakat dalam Proyek Creating Carbon Creadit by Nature Bassed Sollution
Salah satu pihak yang memiliki peran penting untuk mendukung kesuksesan proyek Karbon Kredit melalui Nature-Based Solution adalah masyarakat lokal. Alasan paling sederhana adalah masyarakat lokal lah yang paling tahu kondisi lokasi dan yang paling sering bersinggungan dengan ekosistem penyimpanan karbon (hutan mangrove, hutan lindung, lahan gambut, dll.).
Dalam konteks ini, kolaborasi antara perusahaan dan masyarakat lokal merupakan langkah yang sangat penting. Proyek Kredit Karbon Berbasis Masyarakat menjadi keharusan untuk mendukung keberhasilan.
Dengan adanya keterlibatan aktif dari masyarakat lokal, proyek dapat memanfaatkan pengetahuan lokal yang luas tentang lingkungan dan ekosistem yang ada. Masyarakat lokal dapat menjadi mata dan telinga ekosistem tersebut, memberikan informasi tentang perubahan-perubahan yang terjadi. Masyarakat juga dapat membantu dalam pemantauan dan pemeliharaan lingkungan secara berkala.
Keterlibatan masyarakat lokal juga dapat memperkuat rasa kepemilikan dan tanggung jawab terhadap lingkungan mereka. Melalui program-program pendidikan dan pelatihan, masyarakat dapat diberdayakan untuk secara aktif terlibat dalam kegiatan konservasi dan rehabilitasi lingkungan.
Skema Community Development dalam Proyek Karbon
1. Menghormati Hak dan Aturan Lokal
Hal pertama yang harus diperhatikan agar masyarakat berpartisipasi dalam proyek karbon adalah menghormati hak dan aturan adat masyarakat setempat. Terutama hak kepemilikan lahan dan norma-norma lainnya. Jangan sampai proyek karbon dilakukan dengan mengklaim lahan masyarakat tanpa izin. Apalagi pada umumnya masyarakat yang tidak memiliki bukti kepemilikan legal seperti hak adat, harus dihormati. Menghindari konflik dan mendapatkan dukungan dari masyarakat adalah kunci untuk menjalankan proyek secara maksimal.
2. Pembentukan Kelompok dan Peningkatan Kapasitas Masyarakat
Pembentukan kelompok menjadi langkah awal untuk melibatkan dan meberdayakan masyarakat dalam proyek karbon. Melalui pembentukan kelompok, masyarakat lokal diberi wadah untuk berkolaborasi, berbagi ide, dan memperkuat solidaritas untuk menjalankan berbagai skema proyek karbon ke depannya. Selain itu, keberadaan kelompok juga menjadi sarana pagi perusahaan untuk berkoordinasi, memantau perkembangan, dan mengidentifikasi berbagai kendala yang muncul.
Selain itu, peningkatan kapasitas masyarakat merupakan aspek krusial dari skema ini. Masyarakat perlu dilengkapi dengan pengetahuan dan keterampilan tentang pelestarian lingkungan dan dampak positif yang bisa dihasilkan melalui partisipasi mereka dalam proyek karbon. Pelatihan tentang teknik-teknik pengelolaan hutan yang berkelanjutan, penggunaan teknologi tepat guna, energi terbarukan, atau keterampilan pembuatan produk untuk meningkatkan ekonomi bisa dilakukan untuk meningkatkan penghidupan masyarakat.
3. Perhutanan Sosial
Dalam skema perhutanan sosial, masyarakat dapat mengelola hutan dan menjaga hutan tetap lestari sekaligus mengurangi emisi. Melalui keterlibatan masyarakat dalam skema ini, hutan dapat dijaga dengan lebih efektif dari ancaman deforestasi dan degradasi lahan, yang pada gilirannya membantu mengurangi emisi karbon yang merugikan. Skema ini dapat dilakukan baik pada hutan mangrove, hutan rawa gambut, maupun hutan lindung.
Dalam hal ini, pasar karbon dapat memberikan insentif moneter kepada masyarakat lokal untuk memulai proyek. Proyek perhutanan sosial dapat menjual kredit karbon ke pasar karbon, yang kemudian mengembalikan uang kepada masyarakat lokal yang dapat digunakan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, membangun infrastruktur, pendidikan, atau program pengembangan ekonomi berkelanjutan.
Masyarakat juga diberi kesempatan untuk mengelola dan memanfaatkan hasil hutan guna memenuhi kebutuhan mereka, tentunya dengan cara yang tidak merusak. Sebab, pada umumnya, masyarakat adat di sekitar hutan telah tinggal lama di wilayah tersebut dan hanya mengambil hasil hutan sesuai kebutuhan. Intervensi proyek karbon dilakukan hanya untuk memastikan kelestarian ekosistem penyimpanan karbon dan memperkuat ketahanan terhadap berbagai ancaman seperti kebakaran hutan dan bencana.
4. Ekosistem Karbon untuk Ekowisata
Skema ini mengintegrasikan dua aspek penting yakni pelestarian karbon sebagai upaya mitigasi perubahan iklim, dan pengembangan pariwisata di sekitar area pelestarian karbon sebagai sumber penghasilan alternatif bagi masyarakat. Masyarakat lokal dilibatkan dalam merancang dan mengelola aktivitas wisata yang ramah lingkungan, seperti trecking, birdwatching, dan tur alam.
Infrastruktur yang mendukung ekowisata, seperti jalan setapak dan pondok-pondok observasi alam, dibangun dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip keberlanjutan dan kelestarian lingkungan. Selain itu peningkatan kapasitas masyarakat lokal untuk mengelola wisata dan mengoptimalkan produk UMKM lokal juga dilakukan untuk mendorong manfaat ekonomi bagi masyarakat.
Kesimpulan
Dengan berbagai langkah pelibatan masyarakat dalam proyek-proyek karbon di atas, selain mendukung keberhasilan proyek karbon, namun juga dapat menjadi alat dalam pemerataan ekonomi, mengatasi ketimpangan, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di lapisan bawah.
Namun demikian, perlu diingat bahwa proses keterlibatan masyarakat lokal bukanlah sesuatu yang instan. Diperlukan waktu dan upaya untuk membangun hubungan yang baik dan saling percaya antara perusahaan dan masyarakat. Keterlibatan harus didasarkan pada prinsip-prinsip keterbukaan, partisipasi, dan keadilan, serta harus memperhitungkan kebutuhan dan kepentingan masyarakat lokal secara menyeluruh.
on
Greenflation: Dampak Perubahan Iklim pada Ekonomi Global
Greenflation, yang merujuk pada kenaikan harga di sektor-seluler yang terkait dengan solusi ramah lingkungan atau teknologi hijau, akan diulas secara mendalam dalam artikel ini. Pembahasan mencakup definisi, karakteristik, dampak, pengaruh, dan memberikan beberapa contoh kasus yang relevan.
Inflasi hijau muncul dari kenaikan harga material dan energi sebagai hasil dari transisi ke energi hijau. Dalam jangka panjang, komitmen global untuk lingkungan dapat menjadi pemicu inflasi hijau.
Contoh konkret greenflation mencakup sektor-sektor terkait energi terbarukan, teknologi hijau, dan solusi ramah lingkungan. Permintaan yang meningkat karena pergeseran dari energi fosil ke energi terbarukan dapat meningkatkan harga barang sejalan dengan ketersediaan pasokan.
Memahami dan mengatasi dampak greenflation adalah kunci. Melalui alokasi subsidi dan insentif yang cerdas, kita dapat mencegah inflasi yang berlebihan dan memastikan kelancaran transisi ke energi hijau.
Latar Belakang Perubahan Iklim dan Dampaknya pada Ekonomi Global dalam Greenflation
Perubahan iklim telah menjadi tantangan global yang mendesak, memengaruhi ekosistem bumi dan memberikan dampak yang signifikan pada berbagai sektor, termasuk ekonomi. Peningkatan suhu global, perubahan pola cuaca, dan fenomena ekstrem seperti banjir, kekeringan, dan badai telah menjadi bukti nyata dari perubahan iklim yang terjadi. Dalam konteks greenflation, perubahan iklim dapat menjadi pemicu utama kenaikan harga di sektor-sektor terkait dengan solusi ramah lingkungan.
Pertama-tama, perubahan iklim telah menyebabkan ketidakpastian dalam produksi pangan dan distribusi sumber daya alam. Bencana iklim, misalnya banjir atau kekeringan, merusak pertanian dan bisa menyebabkan kenaikan harga pangan global. Dalam konteks greenflation, hal ini menciptakan tekanan tambahan pada sektor pertanian yang berusaha untuk beralih ke praktik berkelanjutan.
Selain itu, upaya global untuk mengurangi emisi karbon dan beralih ke energi terbarukan juga dapat memberikan dampak pada ekonomi. Perubahan dalam kebijakan energi dan peningkatan permintaan terhadap energi hijau dapat menyebabkan kenaikan harga energi secara keseluruhan. Investasi besar dalam teknologi hijau dan infrastruktur berkelanjutan dapat menciptakan tekanan biaya, tercermin dalam harga produk dan layanan.
Dalam menghadapi dampak perubahan iklim, banyak negara di seluruh dunia berkomitmen untuk mengadopsi solusi berkelanjutan. Namun, langkah-langkah ini tidak selalu bersifat murah, dan biaya transisi ke ekonomi hijau dapat menciptakan tekanan inflasi. Oleh karena itu, pemahaman mendalam tentang latar belakang perubahan iklim dan dampaknya pada ekonomi global sangat penting dalam konteks greenflation untuk mengidentifikasi strategi yang bijaksana dalam menghadapi tantangan ini.
Definisi Greenflation
Greenflation adalah istilah yang mengacu pada peningkatan harga di sektor-sektor yang terkait dengan solusi ramah lingkungan atau teknologi hijau. Konsep ini menggabungkan dua elemen kunci, yaitu “green” yang merujuk pada keberlanjutan dan solusi ramah lingkungan, dan “inflation” yang mengacu pada kenaikan umum harga barang dan jasa dalam ekonomi. Greenflation terjadi sebagai hasil dari pergeseran global menuju ekonomi berkelanjutan, di mana tuntutan akan praktik bisnis yang ramah lingkungan dan solusi energi terbarukan semakin meningkat.
Dalam konsep greenflation, peningkatan harga tidak hanya dipengaruhi oleh faktor-faktor ekonomi tradisional, tetapi juga oleh kebijakan lingkungan dan perubahan dalam preferensi konsumen yang cenderung mendukung produk dan layanan berkelanjutan. Peningkatan permintaan terhadap solusi berkelanjutan dapat menciptakan tekanan tambahan pada pasokan, yang pada gilirannya dapat memicu kenaikan harga.
Sementara greenflation dapat mencerminkan perubahan positif menuju ekonomi hijau, seperti peningkatan investasi dalam energi terbarukan, teknologi hijau, dan praktik bisnis berkelanjutan, hal ini juga dapat menimbulkan tantangan ekonomi, terutama jika tidak dielola dengan bijaksana. Oleh karena itu, definisi dan konsep greenflation memerlukan pemahaman mendalam tentang keseimbangan antara keberlanjutan lingkungan dan stabilitas ekonomi.
Penyebab Adanya Greenflation
Fenomena ini khususnya terkait dengan investasi besar-besaran dalam teknologi ramah lingkungan, energi terbarukan, dan infrastruktur berkelanjutan, yang dapat menimbulkan tekanan harga pada berbagai sektor ekonomi. Berikut beberapa penyebab utama dari greenflation:
1. Permintaan Tinggi terhadap Bahan Baku
Transisi ke energi hijau membutuhkan bahan baku seperti litium, kobalt, tembaga, dan nikel yang digunakan dalam pembuatan baterai, panel surya, turbin angin, dan teknologi hijau lainnya. Permintaan yang tinggi terhadap bahan-bahan ini, yang sering kali melebihi pasokan, dapat menyebabkan kenaikan harga bahan baku tersebut.
2. Investasi Awal yang Besar
Pembangunan infrastruktur hijau, seperti pembangkit listrik terbarukan dan jaringan listrik yang diperbarui, memerlukan investasi awal yang besar. Biaya ini dapat diteruskan ke konsumen dalam bentuk harga energi yang lebih tinggi, setidaknya dalam jangka pendek, hingga skala ekonomi tercapai.
3. Keterbatasan Kapasitas Produksi
Kapasitas produksi untuk teknologi hijau tidak selalu bisa dengan cepat menyesuaikan diri dengan lonjakan permintaan. Keterbatasan ini dapat menyebabkan bottleneck (kekurangan pasokan) yang meningkatkan biaya produksi dan, akibatnya, harga jual.
4. Kebijakan dan Regulasi Pemerintah
Kebijakan pemerintah yang dirancang untuk mendorong transisi ke energi hijau, seperti subsidi untuk energi terbarukan, pajak karbon, dan larangan terhadap teknologi yang lebih berpolusi, dapat memiliki efek samping berupa peningkatan biaya produksi. Biaya tambahan ini kemudian dapat diteruskan ke konsumen.
5. Transisi Energi
Saat dunia beralih dari energi fosil ke sumber energi terbarukan, terdapat periode transisi di mana biaya bisa meningkat. Ini terjadi karena infrastruktur untuk energi fosil sudah ada dan terkadang lebih murah dalam jangka pendek dibandingkan dengan membangun infrastruktur baru untuk energi terbarukan.
6. Spekulasi Pasar
Spekulasi pasar juga dapat berperan dalam greenflation. Investor dan spekulan yang berharap untuk mendapatkan keuntungan dari transisi ke ekonomi hijau dapat menaikkan harga bahan baku dan teknologi terkait melalui investasi besar-besaran, yang menyebabkan kenaikan harga.
Greenflation menjadi tantangan dalam transisi ke ekonomi hijau karena dapat meningkatkan biaya hidup dan operasional, serta mempengaruhi kebijakan moneter. Namun, banyak ekonom dan pakar lingkungan memandang ini sebagai efek samping jangka pendek yang perlu diatasi untuk mencapai tujuan jangka panjang berupa ekonomi yang berkelanjutan dan ramah lingkungan. Strategi untuk mengurangi dampak greenflation termasuk peningkatan efisiensi, inovasi dalam teknologi hijau, dan diversifikasi pasokan bahan baku.
Baca lainnya: Pentingnya Akselesari âGreen Economyâ di Indonesia
Dampak Greenflation pada Sektor Ekonomi
A. Sektor Energi dan Sumber Daya Alam
Greenflation memiliki dampak yang signifikan pada sektor energi dan sumber daya alam, mengingat transisi ke ekonomi hijau sangat bergantung pada kedua sektor ini. Berikut adalah beberapa dampak utama dari greenflation pada sektor energi dan sumber daya alam:
1. Peningkatan Biaya untuk Energi Terbarukan
Saat permintaan untuk energi terbarukan meningkat, biaya awal untuk infrastruktur seperti panel surya, turbin angin, dan fasilitas penyimpanan energi juga meningkat. Ini disebabkan oleh peningkatan permintaan untuk bahan baku yang digunakan dalam pembuatan teknologi ini, seperti silikon, aluminium, kobalt, dan litium, yang harganya dapat naik karena keterbatasan pasokan.
2. Volatilitas Harga Bahan Baku
Sektor sumber daya alam mengalami volatilitas harga yang lebih tinggi akibat greenflation. Bahan baku yang esensial untuk transisi energi, seperti tembaga yang digunakan dalam kabel dan teknologi listrik, menjadi lebih mahal. Hal ini tidak hanya meningkatkan biaya produksi untuk energi terbarukan tetapi juga menimbulkan tantangan dalam menjaga proyek energi terbarukan tetap ekonomis dibandingkan dengan sumber energi konvensional.
3. Investasi dan Pembiayaan
Greenflation mendorong peningkatan investasi dalam sektor energi terbarukan dan sumber daya alam untuk memenuhi permintaan global yang meningkat. Namun, peningkatan biaya bahan baku dan infrastruktur dapat membuat pembiayaan proyek lebih mahal, mempengaruhi keputusan investasi dan potensi pengembalian investasi.
4. Tekanan pada Industri Energi Fosil
Sementara fokus bergeser ke energi terbarukan, industri energi fosil seperti minyak, gas, dan batu bara dapat mengalami tekanan berupa penurunan harga, permintaan, dan investasi. Namun, dalam jangka pendek, transisi energi dan greenflation bisa justru meningkatkan ketergantungan pada energi fosil karena infrastruktur energi terbarukan belum sepenuhnya siap atau terjangkau, menyebabkan volatilitas harga energi fosil.
5. Perubahan dalam Eksplorasi dan Eksploitasi Sumber Daya Alam
Dampak greenflation mendorong industri untuk mengeksplorasi dan mengeksploitasi sumber daya alam baru yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Namun, ini juga menimbulkan tantangan lingkungan dan sosial, seperti dampak pada ekosistem lokal, hak-hak masyarakat adat, dan keberlanjutan ekstraksi sumber daya.
6. Peningkatan Tekanan pada Ketersediaan Air
Produksi energi terbarukan dan ekstraksi bahan baku tertentu membutuhkan jumlah air yang signifikan. Misalnya, ekstraksi litium melalui evaporasi kolam membutuhkan volume air besar, yang dapat meningkatkan tekanan pada sumber daya air lokal, terutama di daerah yang sudah mengalami kelangkaan air.
7. Inovasi dan Efisiensi
Tekanan dari greenflation mendorong inovasi dalam teknologi energi terbarukan dan efisiensi sumber daya, termasuk pengembangan bahan baku alternatif, teknik ekstraksi yang lebih efisien, dan metode produksi energi yang lebih berkelanjutan. Ini bisa membantu mengurangi biaya dan membuat energi terbarukan lebih kompetitif dibandingkan dengan energi fosil.
Mengelola dampak greenflation pada sektor energi dan sumber daya alam memerlukan kebijakan yang bijaksana, investasi dalam penelitian dan pengembangan, dan kerja sama internasional untuk memastikan transisi yang mulus dan berkelanjutan menuju ekonomi hijau.
B. Industri Manufaktur dan Teknologi Hijau
Greenflation memiliki dampak signifikan pada industri manufaktur dan teknologi hijau, mempengaruhi segalanya mulai dari biaya input hingga dinamika pasar dan inovasi. Berikut adalah beberapa cara di mana greenflation mempengaruhi sektor-sektor ini:
1. Biaya Bahan Baku Meningkat
Dalam industri manufaktur, terutama yang mengandalkan teknologi hijau, peningkatan permintaan terhadap bahan baku seperti litium, kobalt, tembaga, dan logam langka lainnya menyebabkan harga bahan baku ini naik. Karena bahan-bahan ini krusial untuk pembuatan baterai, panel surya, dan komponen penting lainnya dari teknologi hijau, kenaikan harga dapat meningkatkan biaya produksi secara signifikan. Ini tidak hanya mempengaruhi margin keuntungan tetapi juga harga akhir yang harus dibayar oleh konsumen.
2. Investasi dalam Kapasitas Produksi
Untuk memenuhi permintaan yang meningkat akan teknologi hijau, perusahaan harus meningkatkan kapasitas produksi mereka, yang seringkali memerlukan investasi awal yang besar. Biaya ini bisa meningkat lebih lanjut karena harga peralatan dan bahan baku yang meningkat akibat greenflation. Meskipun investasi ini penting untuk pertumbuhan jangka panjang dan keberlanjutan, mereka dapat menimbulkan tekanan keuangan jangka pendek pada perusahaan.
3. Tekanan pada Inovasi
Sementara greenflation menimbulkan tantangan, itu juga mendorong inovasi dalam efisiensi, proses produksi yang lebih bersih, dan pengembangan material alternatif. Perusahaan dan peneliti diberi insentif untuk mencari cara yang lebih hemat biaya dan efisien energi untuk memproduksi barang dan jasa, serta mengembangkan bahan baku alternatif yang kurang langka atau mahal.
4. Dampak pada Harga dan Permintaan
Kenaikan biaya produksi akibat greenflation dapat diteruskan kepada konsumen dalam bentuk harga yang lebih tinggi untuk barang dan jasa teknologi hijau. Ini bisa mempengaruhi permintaan, terutama jika konsumen merasa produk tersebut terlalu mahal. Untuk mengatasi ini, beberapa pemerintah menawarkan subsidi atau insentif fiskal untuk membuat teknologi hijau lebih terjangkau bagi konsumen.
5. Kompetisi Global
Greenflation juga mempengaruhi dinamika kompetisi global dalam industri manufaktur dan teknologi hijau. Negara-negara dengan akses mudah ke bahan baku atau yang lebih cepat mengadopsi teknologi produksi yang efisien mungkin memiliki keunggulan kompetitif. Ini dapat mengubah keseimbangan kekuatan dalam industri global dan mempengaruhi perdagangan internasional.
6. Transisi ke Energi Bersih
Dalam jangka panjang, investasi dalam teknologi hijau dan peningkatan efisiensi dapat mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan membantu menstabilkan biaya energi. Ini bisa memberi manfaat bagi industri manufaktur secara keseluruhan dengan mengurangi biaya operasional dan meningkatkan keberlanjutan.
7. Risiko dan Ketidakpastian Pasokan
Ketergantungan pada bahan baku kritis untuk teknologi hijau menimbulkan risiko terkait dengan ketidakpastian pasokan, yang bisa diperburuk oleh faktor politik, regulasi, dan geografis. Diversifikasi sumber bahan baku dan pengembangan bahan alternatif menjadi strategi penting untuk mengurangi risiko ini.
Secara keseluruhan, greenflation mendorong industri manufaktur dan teknologi hijau untuk beradaptasi dan berinovasi. Meskipun ada tantangan jangka pendek, fokus pada efisiensi, inovasi, dan keberlanjutan dapat membantu perusahaan tidak hanya mengatasi dampak greenflation tetapi juga memposisikan diri mereka untuk sukses dalam ekonomi hijau masa depan.
C. Pertanian dan Pangan Berkelanjutan
Greenflation memiliki dampak signifikan pada sektor pertanian dan produksi pangan berkelanjutan. Kenaikan biaya yang dikaitkan dengan transisi ke praktik berkelanjutan dan penggunaan energi terbarukan dapat mempengaruhi harga pangan, biaya produksi, dan metode pertanian. Berikut adalah beberapa dampak utama greenflation pada pertanian dan pangan berkelanjutan:
1. Biaya Produksi yang Lebih Tinggi
Transisi ke pertanian berkelanjutan sering memerlukan investasi awal yang besar dalam teknologi baru, peralatan, dan infrastruktur, seperti sistem irigasi efisien, energi terbarukan, dan bahan kimia pertanian yang lebih ramah lingkungan. Biaya awal ini dapat meningkatkan biaya produksi, yang mungkin diteruskan kepada konsumen dalam bentuk harga pangan yang lebih tinggi.
2. Volatilitas Harga Bahan Baku
Pertanian berkelanjutan bergantung pada bahan baku yang berbeda dari pertanian konvensional, termasuk pupuk organik dan pestisida alami. Permintaan yang meningkat untuk bahan-baku ini, seiring dengan transisi ke pertanian berkelanjutan, dapat menyebabkan volatilitas harga dan ketersediaan, mempengaruhi stabilitas biaya untuk petani.
3. Tekanan pada Lahan Pertanian
Upaya untuk mengurangi jejak karbon dan memperbaiki kesehatan tanah dapat menuntut perubahan dalam penggunaan lahan, seperti rotasi tanaman dan penanaman tanaman penutup, yang mungkin membutuhkan waktu lebih lama untuk menghasilkan pendapatan. Ini bisa meningkatkan tekanan ekonomi pada petani, terutama di awal transisi mereka ke metode berkelanjutan.
4. Ketersediaan dan Harga Pangan
Meskipun pertanian berkelanjutan bertujuan untuk menciptakan sistem pangan yang lebih resilient dan mengurangi dampak lingkungan, biaya awal yang lebih tinggi dan potensi penurunan produktivitas jangka pendek dapat mempengaruhi ketersediaan dan harga pangan. Ini bisa meningkatkan harga pangan, terutama untuk produk yang diproduksi secara berkelanjutan.
5. Investasi dalam R&D
Ada kebutuhan yang meningkat untuk penelitian dan pengembangan (R&D) dalam teknologi pertanian berkelanjutan, yang dapat meningkatkan biaya. Investasi ini penting untuk meningkatkan efisiensi, mengurangi biaya, dan meningkatkan produktivitas pertanian berkelanjutan, tetapi memerlukan waktu dan sumber daya yang signifikan.
6. Perubahan dalam Subsidi dan Kebijakan Pemerintah
Pemerintah mungkin perlu menyesuaikan kebijakan dan subsidi untuk mendukung pertanian berkelanjutan, yang bisa memiliki dampak beragam pada sektor pertanian. Perubahan ini dapat menyediakan insentif ekonomi untuk transisi ke praktik berkelanjutan tetapi juga memerlukan penyesuaian oleh petani dan produsen pangan.
7. Kesempatan untuk Inovasi dan Pasar Baru
Meskipun tantangan awal, ada juga peluang yang signifikan untuk inovasi dalam pertanian berkelanjutan dan pengembangan pasar baru untuk produk berkelanjutan. Konsumen semakin mencari produk yang diproduksi dengan cara yang lebih etis dan berkelanjutan, menciptakan permintaan baru dan kesempatan untuk petani dan perusahaan yang dapat memenuhi kebutuhan ini.
Mengatasi dampak greenflation di pertanian membutuhkan pendekatan holistik, yaitu investasi teknologi, kebijakan adaptif, dan dukungan petani pada praktik berkelanjutan. Butuh kesadaran dan dukungan konsumen terhadap produk berkelanjutan untuk seimbangkan biaya tinggi dengan permintaan yang lebih tinggi.
Kesimpulan
Kita menjelajahi konsep greenflation yang mencerminkan dampak dari perubahan iklim dan transisi ke ekonomi hijau terhadap dinamika ekonomi global. Greenflation merujuk pada fenomena inflasi yang dipicu oleh upaya untuk mengurangi dampak lingkungan dan bertransisi ke ekonomi yang lebih hijau.Ini melibatkan peningkatan harga barang dan jasa yang terkait dengan perubahan kebijakan, teknologi hijau, dan investasi dalam praktik berkelanjutan. Beberapa penyebab greenflation diantaranya, investasi teknologi hijau, keterbatasan bahan baku, biaya produksi tinggi, dan kebijakan transisi hijau pemerintah. Dampak perubahan iklim, deforestasi, dan pencemaran diidentifikasi sebagai pendorong utama greenflation, mempengaruhi sektor-sektor kunci seperti energi, pertanian, dan manufaktur.
Kompleksitas greenflation sebagai dampak dari perubahan iklim dan transisi ke ekonomi hijau, serta menunjukkan bahwa pendekatan holistik melibatkan pemerintah, organisasi internasional, dan sektor swasta diperlukan untuk mengelola dan memitigasi dampaknya sambil memanfaatkan peluang yang muncul.
Ingin mendapatkan wawasan tentang praktik dan inovasi yang berkaitan dengan Sustainability? Yuk klik “Subscribe” pada buletin Sustainability Insight Corner di Linkedin sekarang!
on
Mengungkap 7 Miskonsepsi Tentang ESG
Environmental, Social, and Governance (ESG) muncul sebagai respon untuk mendorong transformasi strategi bisnis menuju ke arah yang tidak hanya memperhatikan faktor-faktor finansial, namun juga lingkungan, sosial dan tata kelola untuk menilai keberhasilan sebuah bisnis. Hal ini dipicu oleh hadirnya berbagai tantangan pada tatanan global seperti krisis iklim, degradasi lingkungan.
Baca Juga: Apa itu ESG?
Hal tersebut mendorong berbagai sektor termasuk sektor bisnis untuk merespon dan beradaptasi menyesuaikan diri dengan tantangan tersebut. Terlebih, sektor bisnis dianggap telah berkontribusi besar pada munculnya berbagai tangan global khususnya perubahan iklim.
Dengan menerapkan ESG, perusahaan dapat menunjukkan komitmen lingkungan, sosial, dan tata kelola, sehingga mampu membangun reputasi positif di hadapan pemangku kepentingan. Langkah ini pada akhirnya dapat berdampak positif terhadap kinerja keuangan dan profitabilitas. Oleh karena itu, penerapan ESG dalam strategi bisnis adalah upaya untuk mewujudkan bisnis yang berkelanjutan.
Namun dalam pelaksanaannya, perusahaan sering kali mengalami miskonsepsi tentang pengimplementasian ESG dalam perusahaan mereka. Beberapa miskonsepsi yang kerap kali muncul di antaranya adalah sebagai berikut:
1. ESG Hanya Dilakukan untuk Memenuhi Regulasi
Miskonsepsi pertama yang kerap kali muncul adalah ESG hanya dipandang sebagai tuntutan regulasi. Yakni bahwa perusahaan hanya melibatkan diri dalam praktik ESG karena adanya tekanan dari pihak regulator/pemerintah. Akibatnya, ESG dianggap sebagai beban tambahan yang harus dipenuhi oleh perusahaan, tanpa memahami secara menyeluruh nilai dan manfaat yang dapat diperoleh dari penerapan prinsip-prinsip ESG.
Yang lebih parah, praktik-praktik ESG tersebut sering kali digunakan sebagai alat untuk greenwashing, dimana perusahaan mencoba menampilkan diri mereka sebagai berkelanjutan tanpa melakukan perubahan yang signifikan dalam operasi atau kebijakan mereka.
Padahal, ESG dibuat untuk menuntun perusahaan menuju ke arah keberlanjutan. Banyak manfaat yang akan didapatkan ketika perusahaan menerapkan ESG, diantaranya penigkatan revenue dan profitabiitas, peningkatan reputasi, daya saing, akses ke modal, dan hubungan yang lebih baik dengan pemangku kepentingan.
2. Fokus ESG yang Tidak Akurat
Banyak perusahaan cenderung terjebak dalam pandangan sempit bahwa ESG hanya berkaitan dengan beberapa indikator kinerja tertentu, misalnya faktor lingkungan. Banyak perusahaan yang menganggap bahwa hanya dengan mengadopsi beberapa praktik ESG, mereka sudah dapat dikatakan sebagai perusahaan yang berkelanjutan.
Padahal ESG adalah tentang memperhitungkan faktor-faktor lingkungan, sosial, dan tata kelola secara holistik dalam pengambilan keputusan. Bukan sekadar memenuhi kriteria tertentu atau mengejar target-target terpisah.
Akibatnya, fokus yang tidak akurat terhadap indikator-indikator ESG dapat mengarah pada keputusan yang tidak seimbang atau tidak efektif dalam jangka panjang. Perusahaan mungkin mengorbankan aspek-aspek ESG yang kurang terukur secara langsung namun penting, demi mencapai target-target numerik yang lebih mudah diukur.
3. Memisahkan ESG dari Proses Bisnis
Miskonsepsi lain adalah memisahkan ESG dari proses dan strategi bisnis. Akibatnya, implementasi ESG hanya dikelola oleh departemen keberlanjutan atau tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) tanpa keterlibatan langsung dari top management dan seluruh unit bisnis.
Padahal, untuk memaksimalkan dampak positif dan mengintegrasikan prinsip-prinsip ESG ke dalam keputusan bisnis, perusahaan seharusnya memperlakukan ESG sebagai bagian integral dari strategi bisnis mereka.
4. Pengkungkapan Keberlanjutan yang Tidak Berhubungan/Terkait Konteks Industri
Setiap jenis industri memiliki standar pengungkapan yang berbeda-beda. Misalnya, pengungkapan keberlanjutan dengan standar Global Reporting Initiative (GRI) antara perusahaan tambang tentu berbeda dengan perusahaan manufaktur. Dalam beberapa kasus, perusahaan kurang tepat menggunakan indikator pengungkapan ini.
Akibatnya, pengungkapan tersebut mungkin tidak memberikan gambaran yang akurat atau bermakna tentang kinerja keberlanjutan perusahaan dalam konteks industri mereka. Hal ini dapat membingungkan bagi pemangku kepentingan, seperti investor atau konsumen, yang mencari informasi yang relevan untuk membuat keputusan yang tepat.
Maka, perusahaan perlu mempertimbangkan dengan cermat penggunaan standar pengungkapan yang sesuai dengan jenis industri mereka. Hal ini akan membantu memastikan bahwa informasi yang disediakan benar-benar relevan dan bermanfaat bagi pemangku kepentingan. Serta dapat mendukung upaya perusahaan dalam meningkatkan kinerja keberlanjutan mereka.
5. Menyamakan ESG dengan CSR
Miskonsepsi kelima adalah menyamakan ESG dengan CSR. Hal ini tentu keliru sebab ESG dan CSR adalah dua hal yang berbeda. Meskipun antara ESG dan CSR memiliki keterkaitan yang cukup erat, praktik CSR hanya sebagian kecil dari ESG. ESG meliputi tiga dimensi yang saling terkait yakni faktor lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan. CSR bahkan hanya sebagian kecil saja dari faktor sosial ESG.
Baca Juga: ESG, CSR, SDGs: Apa Bedanya? Mana yang Terbaik?
Maka dari itu, untuk menerapkan ESG, perusahaan tidak cukup hanya dengan membuat program CSR saja. Namun perlu melakukan praktik bisnis lain yang berkaitan dengan unsur lingkungan dan tata kelola.
6. Lemahnya Fondasi ESG
Miskonsepsi selanjutnya adalah lemahnya fondasi ESG. Fondasi ESG meliputi ketiadaan kebijakan atau komitmen dari manajemen puncak, kurangnya dukungan dari sumber daya manusia (SDM), ketiadaan unit yang bertanggung jawab sebagai leading ESG, dan “ESG Action” yang tidak didahului dengan penilaian internal. Perusahaan terlalu cepat ingin menunjukkan kinerja ESG mereka kepada publik, namun lupa untuk membangun fondasi yang kokoh dari ESG itu sendiri.
Akibatnya, upaya perusahaan dalam mengadopsi praktik ESG cenderung menjadi terfragmentasi dan kurang efektif. Tanpa keberadaan kebijakan dan komitmen yang jelas dari top level management, perusahaan kehilangan arah dan fokus yang diperlukan untuk mengintegrasikan ESG ke dalam budaya dan operasi mereka.
7. ESG Hanya Tentang Kinerja Lingkungan
Miskonsepsi Terakhir tentang Environmental, Social, and Governance (ESG) adalah pandangan bahwa ESG hanya berkaitan dengan aspek kinerja lingkungan. Secara umum, ESG mencakup tiga dimensi yang saling terkait: lingkungan, sosial, dan tata kelola perusahaan.
Banyak perusahaan mengasosiasikan ESG hanya dengan isu-isu lingkungan seperti pengelolaan limbah, pengurangan emisi karbon, dan pelestarian sumber daya alam. Meskipun ini adalah bagian integral dari ESG, fokus ini tidak mencakup keseluruhan kinerja ESG. Sosial dan tata kelola perusahaan juga memiliki peran yang sama pentingnya dalam kerangka kerja ESG. Memahami keseluruhan dimensi ESG membantu perusahaan dan investor untuk membuat keputusan yang lebih holistik dan berkelanjutan.
Kesimpulan
Dalam menghadapi miskonsepsi seputar ESG, perusahaan harus mengambil langkah-langkah proaktif dalam memperbaiki pemahaman dan implementasi praktik ESG. Hal mencakup pendekatan holistik yang melibatkan top level management, keterlibatan seluruh unit bisnis, serta komitmen untuk membangun fondasi yang kokoh dalam strategi bisnis yang berkelanjutan melalui ESG.
on
Pentingnya Basis Data yang Kuat dalam Program CSR
“Kita tidak dapat mengelola apa pun yang tidak kita ukur, dan kita tidak dapat mengukur apa pun tanpa data”Â
Seperti itulah kira-kira kata yang menggambarkan betapa pentingya data dalam sebuah program Corporate Social Responsibility (CSR). Sebagai bagian dari strategi bisnis perusahaan, program CSR haruslah akuntabel, sistematis, dan dampaknya dapat dipertanggung jawabkan. Semua itu diawali dengan basis data yang kuat.
Apakah itu CSR Berbasis Data?
Program CSR yang memiliki basis penelitian dan data mengacu pada pendekatan yang mengintegrasikan metodologi penelitian dan analisis data untuk merancang, melaksanakan, dan mengevaluasi inisiatif CSR. Pendekatan ini menekankan pentingnya pengambilan keputusan yang berdasarkan bukti empiris dan informasi yang didukung oleh penelitian yang cermat dan data yang valid.
Baca Juga: ISO 26000 Standar Internasional dan Panduan Implementasi CSR
Dengan menggunakan pendekatan ini, perusahaan dapat mengidentifikasi isu-isu sosial, lingkungan, dan ekonomi yang relevan dengan kegiatan mereka. Dengan identifikasi ini, perusahaan dapat mengembangkan strategi CSR yang lebih efektif dan berkelanjutan.
Melalui penelitian dan pengumpulan data yang akurat, perusahaan dapat mengetahui kondisi penerima manfaat dan memahami dampak dari program CSR mereka. Selain itu, perusahaan juga dapat memperbaiki kebijakan yang ada, dan mengukur kemajuan mereka secara terukur. Pendekatan berbasis penelitian dan data ini membantu perusahaan untuk membuat keputusan yang lebih baik, mengelola risiko secara efektif, dan membangun reputasi yang kuat di masyarakat.
Data ini penting dalam seluruh tahapan dari tata kelola program CSR. Dari mulai perencanaan, implementasi, monitoring, hingga evaluasi, terutama dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan pada setiap tahapannya. Pengambilan keputusan yang tepat dan akurat dalam setiap tahapan adalah pondasi bagi keberhasilan program CSR.
Yang Akan Terjadi Apabila Program CSR Tidak Berbasis Data
Ketika sebuah program CSR tidak didasarkan pada penelitian dan data, akan terjadi ketidaksesuaian antara tujuan program dengan kebutuhan riil masyarakat atau lingkungan yang dituju. Tanpa data yang kuat, program tersebut dapat menjadi kurang efektif atau bahkan kontraproduktif, dengan potensi masyarakat. Bahkan program dapat menciptakan masalah baru daripada memecahkan yang sudah ada.
1. Alokasi Sumber Daya Tidak Efektif dan Efisien
Tanpa dasar data yang kuat, perusahaan mungkin tidak memiliki pemahaman yang mendalam tentang masalah yang ingin mereka tangani melalui program CSR. Ini bisa menyebabkan alokasi sumber daya yang tidak efisien dan fokus yang tidak tepat, sehingga dampak yang diharapkan tidak tercapai.
2. Sulit Melakukan Monitoring dan Evaluasi
Tanpa data yang valid, sulit bagi perusahaan untuk memantau dan mengevaluasi dampak program CSR mereka secara objektif. Implikasinya bisa jadi perusahaan tidak dapat mengukur apakah program tersebut benar-benar memberikan manfaat yang diinginkan bagi masyarakat sasaran atau lingkungan.
3. Kurangnya Akuntabilitas
Ketiadaan data yang kuat juga dapat mengakibatkan kurangnya akuntabilitas. Tanpa data yang dapat dipertanggungjawabkan, sulit bagi perusahaan untuk membenarkan keputusan mereka kepada pemangku kepentingan atau masyarakat umum. Ini dapat merusak reputasi perusahaan dan mengurangi kepercayaan stakeholder terhadap upaya CSR mereka.
4. Bersifat Reaktif Daripada Proaktif
Selain itu, tanpa basis data yang kuat, program CSR cenderung bersifat reaktif daripada proaktif. Perusahaan mungkin lebih cenderung merespons tekanan dari luar daripada mengidentifikasi masalah secara proaktif dan merencanakan program yang sesuai.
Kesimpulannya, ketika sebuah program CSR tidak memiliki basis penelitian dan data, risiko kegagalan akan meningkat secara signifikan. Oleh karena itu, perusahaan harus memastikan setiap inisiatif CSR mereka didasarkan pada pemahaman mendalam tentang masalah yang ingin mereka selesaikan. Dan tentunya didukung oleh data yang relevan dan valid.
Sejak Perencanaan Hingga Evaluasi
Basis data yang kuat harus harus dimiliki oleh perusahaan sejak perencanaan hingga evaluasi. Perlunya basis data yang komprehensif secara end-to-end dimaksudkan agar program dapat relevan dengan kondisi sosial, terukur dan dampaknya dapat dipertanggungjawabkan.
Pemerintah melalui kementerian lingkungan hidup dan kehutanan (KLHK) berupaya mendorong perusahaan untuk menerapkan pengelolaan CSR berbasis data. Hal ini dilakukan melalui ajang Program Penilaian Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER). Para peserta PROPER diharuskan untuk melampirkan berbagai dokumen yang memuat data berkaitan dengan pelaksanaan program CSR mereka. Berbagai data tersebut diantaranya:
1. Pemetaan Sosial/Social Mapping
Pemetaan Sosial adalah proses identifikasi karakteristik masyarakat melalui pengumpulan data dan informasi baik sekunder maupun langsung (primer) mengenai kondisi sosial masyarakat dalam satu wilayah tertentu. Kondisi sosial masyarakat tersebut diantaranya jaringan dan relasi sosial dalam suatu entitas masyarakat, potensi, kebutuhan masalah yang tengah dihadapi oleh masyarakat.
Melalui studi Pemetaan Sosial, perusahaan akan mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai lokasi yang hendak dijadikan sebagai objek pengembangan masyarakat. Dengan begitu maka perusahaan akan dapat melaksanakan program CSR nya secara lebih tepat sasaran dan berdampak.
2. Stakeholder Engagement
Stakeholder Engagement (pelibatan pemangku kepentingan) merupakan kumpulan tindakan yang dilakukan oleh perusahaan yang secara positif, melibatkan para pemangku kepentingan dalam kegiatan perusahaan.Pemangku kepentingan yang dimaksud merupakan suatu kelompok yang dapat mempengaruhi atau terpengaruh dari aktivitas atau kegiatan perusahaan.
Melalui studi SE, perusahaan perusahaan bisa merancang strategi pelibatan yang tepat dengan para pelaku kepentingan. Penyusunan strategi pelibatan yang tapat tentunya akan menjadi salah satu penentu keberhasilan program CSR.
3. Rapid Environmental Assesment (REA)
Rapid Environmental Assessment (REA) merupakan sebuah alat penilaian untuk memberikan gambaran dan masukan terkait dampak lingkungan yang terjadi selama dan setelah terjadinya bencana. REA digunakan untuk menyurvei kondisi lingkungan selama periode waktu tertentu dengan tujuan untuk mengidentifikasi masalah yang ada dan berisiko muncul, mencakup aspek sumber daya alam, dampak sosial, dan ekonomi.
Informasi yang dikumpulkan melalui REA dapat menjadi bahan untuk mengurangi risiko bencana dan dasar dalam membuat perencanaan dan implementasi program CSR yang berkaitan dengan penanggulangan bencana.â
4. Social Return on Investment (SRoI)
Social return on investment (SROI) adalah alat untuk menghitung dan memperkirakan nilai sosial, lingkungan, dan ekonomi dari investasi yang telah dikeluarkan. SROI merupakan pengukuran pengembalian nilai dari program Investasi sosial yang diungkapkan dalam nilai uang (Rp) Pada dasarnya adalah monetisasi hal-hal yang tidak berwujud.
Perkiraan nilai SROI dapat membantu menunjukkan sejauh mana dampak dihasilkan dari investasi yang telah dikeluarkan. Hal ini tentu sangat bermanfaat guna mengidentifikasi apa yang harus diperbaiki dari sebuah program guna mengoptimalkan dampak positif yang dihasilkan dari program tersebut.
5. Indeks Kepuasan Masyrakat (IKM)
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana kesuksesan sebuah program CSR. Dengan IKM, perusahaan dapat mengetahui sejauh mana ekspektasi masyarakat terhadap sebuah program telah tercapai. Hasil dari studi IKM dapat menjadi dasar bagi perusahaan untuk melakukan perbaikan program CSR.
6. Social License Index (SLI)
Social Licensi Index (SLI) adalah sebuah desain penelitian yang dapat menggambarkan tingkat persepsi para pihak baik pemerintah, NGOs, masyarakat dan entitas bisnis lainnya terhadap keberadaan aktivitas industri di wilayahnya. Hasil dari SLI sangat bermanfaat bagi perusahaan untuk menentukan strategi stakeholder engagement yang tepat di dalam dinamika sosial, ekonomi, politik dan lingkungan yang kompleks.
Selain itu, untuk melihat sejauh mana lisensi sosial, digunakan beberapa parameter berupa sejumlah variabel yaitu economic legitimacy, socio-political legitimacy, interactional trust, institutional trust.
on
Menyelami Dinamika Sejarah dan Pertumbuhan Ekonomi Sirkular
Ekonomi sirkular, sebuah konsep yang telah berkembang dan bertransformasi sepanjang sejarah, kini menjadi topik yang sangat relevan dalam diskusi tentang pembangunan berkelanjutan. Artikel ini bertujuan untuk menyelami dinamika sejarah dan pertumbuhan ekonomi sirkular, sebuah paradigma yang menantang model ekonomi linier tradisional dan mendorong kita menuju sistem yang lebih berkelanjutan dan inklusif.
Definisi Ekonomi Sirkular
Ellen MacArthur Foundation, sebuah organisasi internasional yang berdedikasi untuk mempercepat transisi ke ekonomi sirkular, memberikan definisi lain dari ekonomi sirkular. Menurut mereka, ekonomi sirkular adalah sebuah framework yang menciptakan solusi sistemik untuk mengatasi isu-isu global seperti perubahan iklim, penurunan keanekaragaman hayati, limbah, dan polusi. Prinsip-prinsip dalam framework ini, yang dirancang secara khusus, mencakup eliminasi limbah dan polusi, siklus ulang produk dan material dengan nilai tertinggi, dan pemulihan alam.
Baca: Mengenal Lebih Dekat Ekonomi Sirkular di Indonesia
Sejarah Dinamika Pertumbuhan Ekonomi Sirkular
Asal Usul dan Konsep Awal Ekonomi Sirkular (1970-an dan 1980-an)
Di era 1970-an, peningkatan kesadaran tentang batasan sumber daya dan dampak lingkungan dari aktivitas industri mendorong pemikiran baru tentang bagaimana menjalankan ekonomi. Tokoh-tokoh seperti Kenneth E. Boulding dalam bukunya âThe Economics of the Coming Spaceship Earthâ (1966) dan Walter R. Stahel dengan konsepnya âCradle to Cradleâ memperkenalkan dasar-dasar ekonomi sirkular.
Boulding menyoroti pentingnya memandang Bumi sebagai âpesawat ruang angkasaâ dengan sumber daya yang terbatas, menyarankan ekspansi ekonomi yang lebih berkelanjutan. Di sisi lain, Stahel menekankan prinsip memperpanjang umur produk melalui desain ulang, perbaikan, daur ulang, dan penggunaan kembali, mengurangi pemborosan sumber daya.
Pada 1980-an, konsep ini berkembang lebih jauh dengan ide âEkonomi Biruâ oleh Gunter Pauli dan âEkonomi Sirkularâ oleh Pearce dan Turner dalam buku mereka âEconomics of Natural Resources and the Environmentâ (1989). Keduanya menekankan pentingnya inovasi dan efisiensi dalam penggunaan sumber daya.
Pengembangan Teoritis (1990-an)
Memasuki dekade 1990-an, ekonomi sirkular mulai memperoleh daya tarik. Banyak penelitian mendalamkan pemahaman aplikasi prinsip sirkular dalam ekonomi global. Konsep âZero Wasteâ yang diperkenalkan oleh Pauli dan timnya mengusulkan bahwa limbah harus diperlakukan sebagai sumber daya. Gagasan ini mendorong bisnis dan pemerintah untuk merancang produk dan proses dengan tujuan mengeliminasi limbah.
Sementara itu, Ellen MacArthur Foundation, yang didirikan pada tahun 2009, berperan penting dalam mempromosikan dan mengembangkan konsep ekonomi sirkular. Melalui publikasi dan kemitraan yang beragam, mereka mendidik dan mendorong bisnis dan pembuat kebijakan untuk mengadopsi model bisnis sirkular.
Pada akhir 1990-an, teknologi informasi mulai berperan penting dalam ekonomi sirkular, terutama dalam mendukung pengumpulan data dan analisis untuk optimasi sumber daya dan manajemen limbah. Ini membuka peluang baru bagi bisnis untuk menerapkan strategi sirkular dengan lebih efisien.
Ekonomi sirkular, yang awalnya hanya konsep, telah berkembang menjadi gerakan global yang diakui sebagai salah satu solusi utama untuk mencapai pembangunan berkelanjutan. Melalui inovasi dan kolaborasi, ekonomi sirkular terus tumbuh, membawa dunia menuju masa depan yang lebih berkelanjutan.
Meningkatnya Penerimaan dan Implementasi (2000-an hingga Sekarang)
Saat memasuki abad ke-21, ekonomi sirkular tidak hanya tetap penting tetapi juga mengalami peningkatan adopsi dan implementasi yang signifikan. Pada awal 2000-an, kesadaran global mendorong seriusnya pertimbangan model ekonomi sirkular.
Uni Eropa, sebagai salah satu pelopor, telah mengadopsi berbagai kebijakan dan regulasi yang mendukung praktek ekonomi sirkular. Inisiatif âEU Action Plan for the Circular Economyâ 2015, berusaha membuat ekonomi Eropa lebih sirkular dan efisien. Peningkatan implementasi strategi bisnis sirkular di perusahaan besar melalui adopsi prinsip daur ulang dan desain ramah lingkungan. Inisiatif seperti âResponsible Business Allianceâ dan âEllen MacArthur Foundationâs CE100â menjadi platform bagi perusahaan untuk berkolaborasi dan berinovasi dalam praktik ekonomi sirkular.
Di sejumlah negara berkembang, ekonomi sirkular juga menjadi solusi penting dalam menangani masalah limbah dan manajemen sumber daya. Negara-negara ini, termasuk China dan India, telah mulai mengadopsi kebijakan dan inisiatif ekonomi sirkular untuk mendorong pertumbuhan yang berkelanjutan dan mengatasi tantangan lingkungan.
Teknologi dan Inovasi dalam Dinamika Sejarah Ekonomi Sirkular (Era Digital)
Teknologi digital seperti IoT, AI, dan blockchain telah mempercepat perkembangan ekonomi sirkular. IoT memfasilitasi pelacakan sumber daya, AI mendesain produk berkelanjutan dan optimasi rantai pasokan, blockchain meningkatkan transparansi. Teknologi telah memfasilitasi model bisnis berkelanjutan dan menjadi pendorong utama dalam evolusi ekonomi sirkular, mengatasi tantangan implementasi dan beradaptasi dengan perubahan zaman.
Perkembangan Ekonomi Sirkular di Indonesia
Ekonomi sirkular di Indonesia telah berkembang seiring dengan peningkatan kesadaran akan pentingnya pengelolaan sumber daya yang berkelanjutan. Berikut adalah beberapa titik penting dalam sejarah ekonomi sirkular di Indonesia:
Adopsi Konsep Ekonomi Sirkular: Indonesia telah mengadopsi konsep ekonomi sirkular ke dalam visi dan strategi pembangunan.
Fokus pada Lima Sektor Prioritas: Penerapan ekonomi sirkular di Indonesia difokuskan pada lima sektor, yakni sektor makanan dan minuman, tekstil, konstruksi, perdagangan besar dan eceran, dan sektor elektronik.
Kerjasama dengan UNDP dan Kerajaan Denmark: Untuk implementasi awal Ekonomi Sirkular, Pemerintah Indonesia, dengan dukungan UNDP dan Pemerintah Denmark, menyusun studi analisis potensi lingkungan, ekonomi, dan sosial dari ekonomi sirkular di Indonesia.
Rencana Aksi Nasional dan RPJMN 2025-2029: Studi pengembangan ekonomi sirkular ini dilanjutkan dengan penyusunan Rencana Aksi Nasional (RAN). Ekonomi sirkular menjadi salah satu prioritas pembangunan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029.
Ekonomi sirkular di Indonesia termasuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, berada di bawah dua Agenda Prioritas Nasional. Ekonomi sirkular berperan dalam Pembangunan Rendah Karbon (PRK), yang menekankan pada lima sektor prioritas. Tiga dari lima sektor ini, yaitu pengelolaan limbah, pembangunan energi berkelanjutan, dan pengembangan industri hijau, berkaitan erat dengan prinsip-prinsip ekonomi sirkular. Implementasi ekonomi sirkular ini mendukung pengurangan limbah, penggunaan energi terbarukan, dan efisiensi sumber daya alam dan proses industri.
Baca: Sebuah Perjalanan Menuju Sektor Energi Global
Kesimpulan
Ekonomi sirkular mendorong pertumbuhan dengan mempertahankan nilai produk dan sumber daya, mengurangi dampak negatif model linear (Ellen MacArthur, 2015). Ekonomi sirkular tidak hanya berfokus pada peningkatan pengelolaan limbah melalui daur ulang yang lebih intensif. Namun juga mencakup berbagai intervensi di berbagai sektor ekonomi, termasuk efisiensi penggunaan sumber daya dan pengurangan emisi karbon.
Mari kita ciptakan masa depan yang lebih hijau bersama! Kami menawarkan layanan konsultasi profesional yang akan membantu perusahaan Anda merancang dan menerapkan strategi ekonomi sirkular yang efektif. Dengan Olahkarsa, Anda akan mampu memaksimalkan nilai produk, mengurangi limbah, dan mendorong pertumbuhan berkelanjutan. Hubungi Kami Sekarang!
on
Membangun Kesejahteraan Masyarakat dengan Sustainable Livelihood Approach
Sustainable Livelihood Approach (SLA) atau pendekatan penghidupan berkelanjutan, adalah sebuah kerangka kerja dan pendekatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana individu dan rumah tangga dalam sebuah masyarakat mendapatkan dan menggunakan berbagai aset yang dimiliki. Aset tersebut kemudian digunakan untuk mencari peluang lebih lanjut, mengurangi risiko, mengurangi kerentanan dan mempertahankan kualitas kehidupan mereka.
Dalam konteks pengembangan masyarakat, Sustainable Livelihood Approach terbukti menjadi pendekatan yang efektif dalam membangun masyarakat yang kuat, mandiri, dan berkelanjutan. Melalui studi yang dilakukan sebelum program pembangunan masyarakat dilakukan, kerangka SLA menjadi pisau analisis dan guidance dalam menggali potensi, permasalahan, dan kebutuhan yang dimiliki oleh masyarakat sasaran.
Dengan lingkup studi yang komprehensif, partisipatif, serta menyasar akar rumput dan kelompok rentan, SLA membantu merumuskan kegiatan pembangunan yang berpusat pada masyarakat, berkelanjutan, holistik, membangun kemitraan dengan multistakeholder, multilevel (mikro-makro), responsif dan adaptif, serta meningkatkan keterampilan masyarakat.
Baca Juga: Mengenal Asset Based Community Development (ABCD)
Rasa-rasanya, pendekatan ini menjadi hal yang wajib digunakan oleh para pemangku kepentingan yang bergelut dalam dunia pembangunan masyarakat. Seperti pemerintah, NGO, lembaga filantropi, hingga sektor privat melalui program Corporate Social Responsibility (CSR), sebagai kerangka dasar dalam mengembangkan berbagai program pembangunan kesejahteraan masyarakat mereka.
Apa itu Sustainability Livelihood Approach?
Sustainable Livelihood Approach SLA atau pendekatan penghidupan berkelanjutan, adalah sebuah kerangka kerja dan pendekatan yang bertujuan untuk mengidentifikasi bagaimana individu dan rumah tangga dalam sebuah masyarakat mendapatkan dan menggunakan berbagai aset yang dimiliki. Aset tersebut kemudian digunakan untuk mencari peluang lebih lanjut, mengurangi risiko, mengurangi kerentanan dan mempertahankan kualitas kehidupan mereka.
Pendekatan Sustainable Livelihood Approach (SLA) dapat digunakan untuk mempertemukan berbagai potensi dan permasalahan yang dihadapi oleh masyarakat. Pendekatan sustainable livelihood menggambarkan kegiatan masyarakat yang meliputi kemampuan, aset â aset, dan kegiatan yang diperlukan untuk sarana hidup. Strategi ini dilakukan terutama untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan program. Ketika aset dan permasalahan mereka dilibatkan menjadi landasan program, masyarakat akan terdorong untuk terlibat secara aktif dalam program.
Mengapa SLA Menjadi Pilihan yang Tepat?
1. Bertumpu pada Konteks Lokal
Kerangka kerja sustianable livelihood aproach mengakui pentingnya memahami konteks lokal, budaya, dan dinamika sosial ekonomi dalam perencanaan program pengembangan masyarakat. Melalui studi pemetaan sosial atau assesment lapangan yang dilakukan sebelum perencanaan dilakukan, kerangka SLA akan mengarahkan pada inforamsi dan data yang berharga untuk mengenali kondisi masyarakat. Sehingga, memungkinkan program-program dapat disesuaikan dengan kebutuhan dan karakteristik unik dari masing-masing masyarakat.
Ketika sebuah program pembangunan masyarakat didasarkan pada data konteks lokal, risiko terjadi ketidaksesuaian antara tujuan program dengan kebutuhan riil masyarakat atau lingkungan yang dituju dapat diminimalisir. Tanpa data yang kuat, program tersebut dapat menjadi kurang efektif atau bahkan kontraproduktif dengan kondisi yang ada. Bahkan lebih jauh dapat menciptakan masalah baru daripada memecahkan yang sudah ada.
2. Komprehensif
SLA memandang sebuah masyarakat secara holistik, mengakui kompleksitas hubungan antara berbagai aspek kehidupan manusia, termasuk ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dengan memperhatikan aspek-aspek ini secara bersama-sama, SLA memungkinkan perencanaan yang lebih komprehensif dan terintegrasi.
Kerangka kerja dan konsep dalam SLA akan memandu penggunanya untuk menemukan informasi dan data yang lengkap dan komprehensif yang berguna untuk bahan penyusunan rencana program pengembangan masyarakat.
SLA memberikan pendekatan menyeluruh dalam mengatasi kendala yang paling mendesak yang dihadapi oleh masyarakat. Pendekatan ini berfokus pada pemahaman bagaimana individu dan rumah tangga mendapatkan dan menggunakan berbagai aset yang dimiliki untuk mencari peluang lebih lanjut, mengurangi risiko, mengurangi kerentanan dan mempertahankan atau meningkatkan mata pencaharian mereka.
Selain itu, kerangka kerja ini membantu semua elemen masyarakat dalam merespon kerentanan dan dapat menetapkan prioritas program pembangunan. Dengan kerangka kerja yang komprehensif ini, SLA bisa menjadi pendekatan yang tepat untuk menjadi basis argumentasi membuat program pengembangan masyarakat.
3. Menyasar Kelompok Miskin dan Rentan
Kelompok rentan adalah individu atau kelompok dalam masyarakat yang berada dalam situasi dan kondisi yang kurang menguntungkan. Kondisi ini disebabkan oleh karena kurangnya akses dan kemampuan yang terbatas terhadap sumber daya, layanan dan peluang. Kondisi ini membawah mereka pada kerentanan terhadap berbagai ancaman seperti risiko bencana, kemiskinan, penyakit, kekerasan, dan ketidaksetaraan.
Sustainable Livelihood Approach berupaya menggali dan memotret kerentanan yang ada di masyarakat. Dengan kerangka konsep yang dimilikinya, pendekatan ini akan memandu peneliti maupun praktisi pemberdayaan masyarakat untuk melihat lebih jauh situasi dan kondisi kerentanan yang terjadi. Dengan begitu, melalui Sustaianable Livelihood Approach, para pemangku kepentingan dapat secara tepat memberikan intervensi untuk mengatasi kerentanan yang ada. Mereka juga dapat mengantisipasi berbagai masalah dan risiko di masyarakat.
Bagaimana SLA Menjadi Landasan Pengembangan Masyarakat
1. Mengcapture Permasalahan, Potensi, dan Kebutuhan Masyarakat
Kajian Sustainable Livelihood Approach yang dilakukan sebelum dilaksanakannya program pengembangan masyarakat dapat menjadi landasan utama dalam melakukan program pengembangan masyarakat. SLA yang bertumpu pada konteks lokal, komprehensif, dan menyasar kelompok rentan dapat mengcapture permasalahan, potensi, dan kebutuhan masyarakat. Ketika permasalahan, potensi, dan kebutuhan masyarakat diketahui, maka program pengembangan masyarakat yang dibuat dapat relevan dan lebih berdampak bagi masyarakat sasaran.
Dengan SLA, para pemangku kepentingan dapat menghindari berbagai risiko ketidaksesuaian antara tujuan program dan kondisi riil masyarakat, yang diakibatkan oleh tidak didasarkan pada penelitian dan data. Tanpa data yang komprehensif dan kuat, program tersebut dapat menjadi kurang efektif atau bahkan kontraproduktif dengan kondisi masyarakat. Bahkan berpotensi menciptakan masalah baru daripada memecahkan yang sudah ada.
2. Mengoptimalkan Aset yang Dimiliki untuk Memberdayakan
Dalam kerangka SLA, terdapat 5 aset yang dapat digunakan oleh masyarakat untuk mengadopsi strategi mata penceharian berkelanjutan yakni aset manusia, aset sosial, aset fisik. Masyarakat memanfaatkan berbagai aset yang mereka miliki untuk membangun strategi mata penceharian secara keseluruhan yang memungkinkan mereka mempertahankan hidup mereka.
Dengan mengetahui aset yang dimiliki oleh masyarakat, pemangku kepentingan yang hendak membuat program pengembangan masyarakat dapat menyesuaikan programnya dengan mengoptimalkan aset yang dimiliki masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan mereka.
3. Memberikan Dukungan Aset yang Belum Dimiliki
Masyarakat yang memiliki aset di semua bidang tentu akan memiliki strategi yang kuat. Ketika satu stategi mata menceharian gagal, maka ia akan memiliki solusi cadangan lain. Sebagai contoh, suatu rumah tangga yang memiliki anggota keluarga orang dewasa dengan kondisi sehat dan keterampilan kerja (aset manusia). Keluarga ini juga memiliki rumah sendiri secara permanen (aset fisik) dan memiliki pekerjaan dengan pendapatan baik dan aman (aset keuangan). Selain itu, keluarga ini memiliki jaringan sosial yang kuat (aset sosial). Keluarga ini tentu akan memiliki kehidupan yang cenderung stabil dan nyaman karena aset yang mereka miliki relatif kuat.
Sebaliknya, rumah tangga yang memiliki aset yang lebih lemah tentu akan lebih sering mengalami keterbatasan dalam mencari strategi mata penceharian. Ketika satu strategi gagal, maka mereka akan mengalami keterbatasan dalam mendapatkan mata penceharian dan sumber penghidupan lain.
Dalam konteks ini, SLA yang berfungsi untuk mengidentifikasi aset yang dimiliki dan tidak dimiliki oleh masyarakat, menjadi panduan untuk memberikan dukungan aset kepada mereka. Dengan mengetahui aset yang tidak dimiliki masyarakat, pemangku kepentingan dapat menyusun program pengembangan masyarakat dengan memberikan dukungan aset yang mereka butuhkan.
on
Bagaimana Rencana Strategis Ideal untuk Program CSR?
“Perencanaan adalah separuh dari keberhasilan, ketika kita telah gagal membuat rencana, artinya kita sedang berencana untuk gagal”.
Seperti itulah kurang lebih kalimat untuk menggambarkan betapa pentingnya sebuah perencanaan sebelum melaksanakan program Corporate Social Responsibility (CSR). Ketika perusahaan telah membuat perencanaan yang baik, maka setengah dari keberhasilan telah ada dalam genggaman. Namun, apabila salah dalam menyusun perencanaan, atau bahkan tidak membuat perencanaan sama sekali, maka besar kemungkinan implementasi program CSR tersebut akan menemui kegagalan.
Maka dari itu, penting bagi perusahaan untuk membuat perencanaan yang matang sebelum mengimplementasikan program CSR. Salah satu jenis perencanaan yang penting dibuat oleh perusahaan adalah Rencana Strategis. Lantas Apa dan bagaimana cara membuat Rencana Strategis untuk program CSR?
Mengenal Rencana Strategis
Rencana strategis atau Renstra adalah dokumen perencanaan yang dibuat untuk periode 5 (lima) tahun. Perencanaan strategis merupakan upaya dari perusahaan untuk menetapkan prioritas, fokus, dan alokasi sumber daya, untuk memperkuat operasi. Dengan membuat Rencana Strategis, perusahaan berupaya memastikan perusahaan beserta seluruh stakeholder, bekerjasama untuk mencapai visi, misi dan tujuan yang sama.
Dalam konteks program CSR, Perencanaan Strategis memegang peranan yang sangat penting. Dengan membuat Rencana Strategis, perusahaan dapat mengintegrasikan praktik CSR yang mereka lakukan dengan strategis bisnis, visi, misi, dan tujuan perusahaan. Sehingga program yang dibuat oleh perusahaan dapat berdampak secara signifikan bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat sasaran, kelestarian lingkungan, dan juga kinerja bisnis perusahaan.
Proses penyusunan Renstra melibatkan pihak-pihak terkait atau pemangku kepentingan (orang yang mempengaruhi atau terpengaruh seperti oleh operasional perusahaan, seperti masyarakat, komunitas/organisasi, pemerintah, perusahaan, dan lain-lain.
Komponen Rencana Strategis
Dalam penyusunan Rencana Strategis program CSR, terdapat beberapa komponen yang yang harus diperhatikan.
1. Visi Misi dan Tujuan CSR
Komponen pertama adalah menetapkan visi, misi, dan tujuan dari dilaksanakannya program CSR. Visi merupakan rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan ketika program ini berakhir. Visi mencerminkan komitmen perusahaan terhadap tanggung jawab sosial dan lingkungan yang berkelanjutan.
Sedangkan misi merupakan rumusan umum mengenai upaya-upaya yang dilaksanakan untuk mewujudkan visi. Sementara Tujuan adalah penjabaran Visi yang dilengkapi dengan rencana sasaran yang hendak dicapai dalam rangka mencapai sasaran program. Poin-poin dalam tujuan harus dapat diukur dan terkait langsung dengan area/fokus isu relevan yang tengah dihadapi oleh masyarakat.
Selain tiga komponen tersebut (Visi, Misi dan Tujuan), perusahaan juga dapat dicantumkan landasan kebijakan pengembangan masyarakat, serta strategi dan komitmen perusahaan untuk memperkuat
2. Analisis Isu Strategis Pengembangan Masyarakat
Komponen selanjutnya yang harus ada dalam penyusunan Renstra adalah Analisis Isu Strategis. Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk menentukan isu strategis ini adalah Pendekatan Sustainable Livelihood Approach (SLA).
Pendekatan ini memungkinkan perusahaan untuk memahami lebih dalam kebutuhan, masalah, dan potensi yang dihadapi oleh masyarakat dari kacamata aset pendukung penghidupan berkelanjutan. 5 aset ini yaitu Natural Capital (Aset Sumber Daya Alam), Financial Capital (Aset Keuangan Komunitas) Physichal Capital (Aset Infrastruktur Fisik), Human Capital (Aset Sumber Daya Manusia), Social Capital (Aset/Modal Sosial).v
Analisis Isu strategis ini dapat diambil dari dokumen hasil Social Mapping/pemetaan sosial terbaru yang telah dilakukan oleh perusahaan kepada masyarakat sasaran.
Baca Juga: Social Mapping Sebagai Landasan Perencanaan Program CSR
Setelah dilakukan analisis mengenai isu strategis yang tengah dihadapi oleh masyarakat, langkah selanjutnya adalah melakukan pemetaan isu strategis serta merumuskan intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi isu yang dipilih. Pemilihan isu prioritas ini didasarkan pada urgensi untuk dilaksanakan.
3. Program Jangka Panjang dan Dirinci Program Tahunan
Komponen selanjutnya adalah Pemilihan program untuk jangka waktu lima tahun dengan memilih program prioritas yang paling mendesak untuk dilaksanakan. Kemudian dirici argumentasi yang mendasar program tersebut yaitu kondisi sosial masyarakat, setelah itu dibuat rincian rangkaian tindakan spesifik berupa kegiatan untuk mencapai tujuan dari program.
Komponen berikutnya dalam perumusan rencana strategis adalah pemilihan program untuk jangka waktu lima tahun, dengan menentukan program prioritas yang paling mendesak untuk dilaksanakan. Setelah menetapkan prioritas program, langkah selanjutnya adalah merinci argumentasi yang mendasari pilihan tersebut. Argumentasi ini mencakup deksripsi mendalam tentang kondisi sosial masyarakat yang menjadi latar belakang program tersebut. Dengan memahami konteks sosial, perencana dapat merumuskan argumen yang kuat mengenai relevansi dan dampak positif yang mungkin dihasilkan oleh pelaksanaan program tersebut.
Setelah menguraikan argumentasi mengenai latar belakang dilaksanakannya program, langkah selanjutnya adalah membuat rincian rangkaian tindakan spesifik. Rangkaian tindakan ini berupa kegiatan yang dirancang untuk mencapai tujuan dari program yang dipilih. Dengan mengikuti langkah-langkah ini, perencanaan program menjadi lebih terstruktur dan terarah, memungkinkan perusahaan atau lembaga untuk secara efektif menjawab kebutuhan, masalah, dan potensi yang dirasakan masyarakat..
4. Indikator Program yang Terukur
Setelah program dan rincian kegiatan dipilih, langkah selanjutnya adalah membuat indikator keberhasilan program yang dapat diukur. Penentuan indikator keberhasilan menjadi aspek penting guna memastikan efektivitas dan dampak positif dari program CSR yang dilaksanakan. Indikator ini memungkinkan pemantauan progres perkembangan program secara sistematis dan objektif.
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM): Indikator Kesuksesan Program CSR
Penjelasan mengenai indikator keberhasilan mencakup beberapa elemen. Pertama, input, yaitu aktivitas dan sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan program. Dan output yang merupakan hasil langsung dari kegiatan yang dilaksanakan. Dengan menentukan indikator keberhasilan ini, perusahaan dapat secara efektif mengevaluasi pencapaian tujuan program CSR yang dilaksanakan.
5. Kebutuhan Anggaran Pembiayaan Program
Langkah selanjutnya adalah merinci anggaran dana yang akan dialokasikan untuk setiap program dan kegiatan yang hendak dilaksanakan. Pengalokasian dana ini perlu dilakukan secara cermat dan proporsional, dengan mempertimbangkan kebutuhan dan urgensi masing-masing program CSR yang telah dipilih.
Proses ini melibatkan penentuan alokasi dana berdasarkan program serta perencanaan anggaran per tahun selama kurun waktu 5 tahun. Dengan merinci alokasi dana ini, perusahaan dapat mengoptimalkan penggunaan sumber daya finansialnya, serta mengantisipasi tantangan keuangan yang mungkin muncul dan memastikan bahwa sumber daya finansial yang diperlukan untuk program-program ini dapat tersedia secara konsisten.
Selain itu, proses ini juga memberikan transparansi dan akuntabilitas terhadap penggunaan dana, yang tentu dapat membangun kepercayaan di antara pemangku kepentingan, dan menciptakan dasar finansial yang kokoh untuk keberhasilan jangka panjang dari program CSR yang dijalankan.
6. Target dan Sasaran Program
Langkah selanjutnya adalah menetapkan target dan sasaran program. Penetapan target ini menjadi penting guna menentukan fokus dan ruang lingkup dampak yang ingin dicapai oleh setiap program CSR. Target dapat ditentukan baik untuk kelompok maupun individu, dengan jumlah yang spesifik. Merinci target dengan rincian jumlahnya akan memudahkan proses monitoring program dan ketercapaian pada indikator yang dibuat.
7. Program Menjawab Kelompok Rentan
Tahapan terakhir dalam merancang Rencana Strategis program CSR adalah penjelasan bahwa program ini diarahkan untuk menjawab kebutuhan kelompok rentan dalam masyarakat. Kelompok rentan adalah lapisan masyarakat yang minim atau bahkan tidak memiliki akses dan aset terhadap sumber daya. Kelompok rentan merupakan masyarakat yang paling membutuhkan dan mendesak untuk dilakukan perbaikan segera.
Setelah merinci target atau sasaran program, program CSR dapat dirancang untuk memberikan solusi konkret kepada kelompok-kelompok yang membutuhkan dukungan segera. Dengan menekankan bahwa program ini ditujukan untuk merespons kebutuhan kelompok rentan, perusahaan dapat memperkuat komitmen sosialnya dan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap pemberdayaan komunitas yang membutuhkan dukungan.
Itulah penjelasan mengenai Rencana Strategis dalam program CSR. Bagi kamu yang masih bingung dengan cara membuat dokumen Rencana Strategis program CSR yang ideal, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi terkait pengelolaan program CSR melalui CSR Innovation, dari mulai assesment, pembuatan rencana strategis dan rencara kerja, hingga implementasi program.
Klik untuk melihat berbagai layanan kami
Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
on
4 Langkah Agar Program CSR Diliput Banyak Media
Media merupakan salah satu stakeholder yang memiliki peran penting dalam sebuah program CSR. Untuk meng-eksposur dampak positif dari program CSR yang telah dilaksanakan, publikasi pada media massa berperan penting untuk menyebarluaskan informasi kepada stakehlder lain, guna membangun citra positif.
Mengingat peran dari media tersebut, perusahaan tentu harus melakukan treatment khusus kepada media. Agar mereka mau mempublikasikan program dan kegiatan CSR yang telah dilakukan. Tanpa treatment khusus, para media tentu akan sulit bahkan enggan untuk mempublikasikan. Ketika hubungan baik dengan media telah terbangun, perusahaan tentu tidak akan kesulitan apabila hendak mempublikasikan kegiatan CSR.
Adanya hubungan yang dekat antara perusahaan dengan media akan menghasilkan pemberitaan yang positif dengan perusahaan. Pemberitaan yang positif mengenai perusahaan akan meningkatkan citra perusahaan yang positif ke publik. Citra perusahaan yang positif akan membuat perusahaan semakin dikenal dan dipercaya oleh publik. Sehingga perusahaan akan semakin kuat dalam menghadapi persaingan dari para pesaing bisnis.
Baca Juga: Hexahelix: Paradigma Baru Kolaborasi di CSR
Lantas, bagaimana cara membangun hubungan baik dengan media, agar mereka mau mempublikasikan aktivitas CSR perusahaan?
1. Press Tour
Strategi pertama adalah dengan menyelenggarakan Press Tour. Strategi ini bertujuan untuk membangun kedekatan emosional antara perusahaan dengan media. Dalam suasana santai dan informal, Press Tour dapat menjadi sarana untuk memperkenalkan staff perusahaan kepada para insan media. Menjembatani pemahaman tentang industri dan lingkungan bisnis, serta merespons pertanyaan atau isu terkini.
Press Tour dapat berupa kegiatan berekreasi ke tempat wisata, tempat bersejarah, atau tempat bernilai budaya. Bisa juga dengan menyelenggarakan kegiatan outbond di alam terbuka dengan menyisipkan rangkaian games yang menarik.
Melalui berbagai kegiatan ini, perusahaan dapat membangun hubungan personal dengan insan media. Interaksi langsung dalam suasana santai dapat menciptakan hubungan yang kuat. Serta memungkinkan perusahaan untuk lebih mudah berkomunikasi dan berkolaborasi dengan insan media.
Selain itu, kegiatan Press Tour ini juga dapat membawa manfaat bagi media diantaranya sebagai ajang refreshing, rekreasi, dan media bisa mendapat informasi yang lengkap dari perusahaan yang dapat diangkat menjadi sumber pemberitaan.
2. Awarding/Pemberian Penghargaan
Kegiatan selanjutnya adalah pemberian penghargaan kepada Media yang dinilai telah berkontribusi kepada perusahaan. Pemberian penghargaan ini merupakan sebuah langkah strategis dalam memelihara hubungan baik antara perusahaan dan media pers. Melalui kegiatan ini , perusahaan dapat memberikan penghargaan kepada wartawan dan media massa yang telah berkontribusi untuk publikasi secara positif dan informatif.
Penghargaan ini tidak hanya bentuk apresiasi terhadap kualitas liputan mereka, tetapi juga sebagai upaya untuk membangun hubungan yang saling menguntungkan antara perusahaan dan media. Dengan menciptakan momen yang berkesan dan memberikan apresiasi, perusahaan tidak hanya membangun hubungan profesional yang erat dengan media pers, tetapi juga memperkuat citra positif mereka dalam konteks keberlanjutan dan tanggung jawab sosial perusahaan.
3. Kunjungan Media
Kegiatan selanjutnya adalah kunjungan media. Kunjungan ini memberikan kesempatan bagi perusahaan untuk membangun hubungan secara langsung dengan para wartawan dan redaktur, menciptakan saling pengertian, serta memperkuat jalinan kerja sama yang positif. Selain itu, kunjungan media juga menciptakan ruang untuk membangun pemahaman bersama mengenai visi, misi, dan nilai-nilai perusahaan. Sehingga media dapat memberikan liputan yang lebih kontekstual dan akurat, dan positif.
Melalui kunjungan media, perusahaan tidak hanya membangun kepercayaan dengan para jurnalis, tetapi juga membuka pintu bagi peluang kerja sama yang lebih luas, seperti konferensi pers, wawancara eksklusif, hingga penulisan pemberitaan yang lebih mendalam.
4. Mengundang Menjadi Narasumber
Kegiatan terakhir yang dapat membangun kedekatan media dengan perusahaan adalah mengundang mereka sebagai narasumber di perusahaan. Hal ini dapat dilakukan melalui kegiatan pelatihan untuk meningkatkan keterampilan karyawan perusahaan yang berhubungan dengan dunia jurnalistik misalnya, Divisi Public Relation.
Dengan mengundang pihak media menjadi narasumber atau pembicara, mereka akan merasa dihargai dan pada akhirnya dapat membangun kedekatan emosional dengan perusahaan. Ketika kedekatan emosional sudah terbangun, perusahaan tidak akan kesulitan ketika membutuhkan mereka untuk keperluan publikasi kegiatan CSR.
Itulah penjelasan mengenai cara membangun hubungan baik dengan Media agar mudah mendapatkan pemberitaan. Bagi kamu yang masih bingung dengan cara menyusun strategi komunikasi dengan berbagai stakeholder termasuk dengan media, atau bahkan ingin program CSR nya bisa dipublikasikan di media nasional, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi terkait strategi komunikasi CSR.
Klik untuk melihat berbagai layanan kami
Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
on
Kenali Karakteristik Masyarakat Pedesaan dalam Program CSR
Dalam melaksanakan program CSR di wilayah pedesaan, pemahaman mendalam tentang karakteristik masyarakat yang menjadi sasaran program menjadi hal yang vital. Selain agar program dapat berdampak dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, juga agar program berjalan lancar serta meminimalisir kendala yang mungkin muncul.
Dengan memahami dan memperhatikan karakteristik masyarakat pedesaan, program CSR dapat menjadi lebih efektif, berkelanjutan, dan dapat memberikan dampak positif yang signifikan pada masyarakat setempat. Di bawah ini, kita akan menjelajahi beberapa karakteristik masyarakat yang relevan untuk perencanaan dan implementasi program CSR.
Baca Juga: Cara Mengintegrasikan CSR Sebagai Strategi Bisnis
Kompleksitas Masyarakat Pedesaan
Suatu masyarakat tidak bisa dipandang hanya sebagai kumpulan makhluk hidup, namun mereka memiliki sebuah sistem sosial yang mengatur dan mempengaruhi kehidupan sebuah masyarakat. Dalam pandangan sosiologi, masyarakat dipandang sebagai sistem sosial, yaitu pola interaksi sosial yang terdiri atas komponen sosial yang teratur dan melembaga atau mengakar dalam kehidupan masyarakat.
Meski terlihat sederhana, masyarakat pedesaan memiliki sistem sosial yang sangat kompleks dan beragam dibandingkan dengan masyarakat di wilayah perkotaan. Setiap wilayah dan desa memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Kompleksitas ini mencakup pola interaksi dan hubungan antar individu dan kelompok masyarakat, kelembagaan sosial, sistem mata penceharian, nilai, budaya dan adat istiadat.
Apabila ada orang luar yang hendak masuk ke dalam kehidupan masyarakat pedesaan, termasuk perusahaan yang hendak melaksanakan program CSR, maka ia harus bisa memahami dan menyesuaikan diri dengan kondisi masyarakat tersebut. Hal ini agar ia dapat diterima dengan baik di sebuah masyarakat.
Karakteristik masyarakat pedesaan
1. Memegang Teguh Sistem Kekerabatan dan Solidaritas Sosial
Karakteristik pertama yakni pada umumnya masyarakat di pedesaan sangat memegang teguh sistem kekerabatan yang menjadi landasan kuatnya solidaritas sosial. Masyarakat di sebuah desa pada umumnya berasal dari keturunan dan leluhur yang sama. Sehingga antar masyarakat masih memiliki ikatan kekerabatan meskipun jauh, dan ikatan kekerabatan tersebut masih di pegang teguh.
Hal ini menjadikan orang desa sangat memegang teguh prinsip gotong royong dan musyawarah untuk mufakat dalam kehidupan sehari-harinya. Sebab, antara satu warga dan warga lain merupakan ikatan keluarga yang harus dibantu dan ditolong.
Oleh karena itu, prinsip gotong royong, tolong-menolong mewarnai sebagai bagian tradisi dan adat turun-temurun. Begitu pun dalam hal musyawarah. Musyawarah merupakan alat memecahkan masalah. Mereka hidup secara komunal, bukan individual, serta tidak bisa memecahkan masalah sendiri sehingga musyawarah antar keluarga atau kelompok menjadi bagian penting dalam kehidupannya.
Dengan mengidentifikasi keberadaan karakteristik ini di pedesaan, perusahaan dapat menggunakannya sebagai kekuatan dalam melaksanakan program CSR. Solidaritas sosial adalah modal yang sangat berharga untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam program.
2. Keberadaan Kelembagaan Sosial
Menurut Koentjaraningrat, lembaga sosial atau lembaga kemasyarakatan merupakan lembaga yang terdiri atas unsur-unsur yang mengatur perilaku warga masyarakat. Bagi masyarakat desa, lembaga di masyarakat desa bisa berupa lembaga adat ataupun lembaga pemerintahan. Besarnya peranan lembaga pemerintahan berbeda pada semua desa.
Pada desa dengan ikatan genealogis, peranan lembaga pemerintahan tidak terlalu besar karena sistem kekerabatan dengan aturan adat-istiadatnya sangat mendominasi kehidupan masyarakat desa. Adapun pada desa dengan ikatan kedaerahan, peranan lembaga pemerintahan cukup besar.
Beberapa lembaga kemasyarakatan formal/pemerintahan yang ada di desa di antaranya sebagai berikut adalah Pemerintah Desa, Badan Permusyawaratan Desa, Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Rukun Tetangga (RT), Rukun Kampung-RT/RW Pembinaan Kesejahteraan Keluarga (PKK) dan Karang Taruna.
Sedangkan lembaga kemasyarakatan yang bersifat non formal di antaranya kelompok pemakai air, lembaga adat, dewan kemakmuran mesjid, kelompok pengajian, dan kelompok tani. Berbeda dengan kelembagaan formal yang biasanya terikat oleh aturan pemerintah, kelembagaan non formal biasanya terikat oleh kedekatan emosional dan solidaritas sosial organik.
Keberadaan kelembagaan sosial baik formal maupun non formal di pedesaan ini dapat menjadi wadah dalam melaksanakan program CSR. Dibanding membentuk lembaga atau kelompok sosial baru yang notabene dapat memakan waktu cukup lama, lebih baik menggunakan kelembagaan sosial yang sudah terbentuk dan eksis.
3. Bermata Penceharian Pertanian dan Peternakan
Karakteristik selanjutnya dari masyarakat pedesaan adalah ketergantungan hidup mereka pada sektor pertanian dan peternakan. Hal ini diakibatkan oleh kondisi alam di wilayah pedesaan yang mendukung kegiatan-kegiatan pertanian dan peternakan. Yang mana lahan pedesaan terbilang masih subur dan memiliki pasokan air yang cukup sebagai pendukung keberhasilan pertanian.
Namun, komoditas pertanian dan peternakan ini pada umumnya langsung dijual sebagai bahan baku mentah. Hal ini menyebabkan harga komoditas dua sektor ini rendah sehingga pendapatan dan kesejahteraan masyarakat di pedesaan juga masih rendah.
Sejalan dengan hal ini, perusahaan bisa mengembangkan program Corporate Social Responsibility (CSR) yang fokus pada mendukung sektor pertanian dan peternakan. Melalui dukungan ini, perusahaan dapat berkontribusi pada peningkatan taraf ekonomi masyarakat pedesaan.
Dukungan yang diberikan dapat melibatkan peningkatan kapasitas masyarakat dalam bidang pertanian organik. Program CSR yang difokuskan pada pelatihan pertanian berkelanjutan, pengenalan teknologi pertanian modern, dan dukungan untuk meningkatkan produktivitas menjadi langkah-langkah konkret yang dapat diambil. Inisiatif ini memiliki potensi untuk memberdayakan masyarakat setempat dalam mencapai keberlanjutan ekonomi dan lingkungan.
4. Memegang Teguh Adat dan Tradisi Kebudayaan
Karakteristik selanjutnya adalah pada umumnya masyarakat di pedesaan amat memegang teguh adat istiadat yang telah diwariskan secara turun temurun. Hal ini meliputi kegiatan sosial, ritual keagamaan, kesenian, bahasa, adat istiadat, dan norma atau aturan.
Ketika perusahaan hendak melaksanakan program CSR nya, hendaknya selalu memperhatikan adat istiadat, budaya, dan normal yang berlaku dalam masyarakat tersebut. Jangan sampai perusahaan tidak memperhatikan sehingga dalam pelaksanaannya perusahaan melanggar norma dan adat istiadat yang dimiliki oleh perusahaan.
Hal ini tentu akan berakibat vital. Sebab yang awalnya perusahaan berencana hendak berniat baik, masyarakat bisa tidak menerima karena perusahaan melanggar norma dan adat istiadat yang berlaku.
Baca Juga: Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Program CSR
Sebagai contoh, perusahaan hendak memberikan bantuan kepada masyarakat di Desa A. Namun dalam proses pelaksanaannya, salah satu dari staff di lapangan mengucapkan atau melakukan hal-hal yang dilarang di wilayah tersebut. Akibatnya, pemimpin masyarakat di sana mungkin merasa tersinggung atau tidak puas dengan perilaku yang tidak pantas tersebut. Tindakan tidak sesuai ini dapat menimbulkan ketidakpercayaan antara perusahaan dan masyarakat setempat, mengancam keberhasilan program CSR yang seharusnya membawa manfaat positif.
Selain itu, dampak negatif dari tindakan tersebut bisa menciptakan ketidakharmonisan di antara komunitas, mempersulit upaya perusahaan untuk menjalin hubungan yang baik dengan masyarakat yang menjadi sasaran program CSR. Pemimpin masyarakat dan anggota desa mungkin merasa diabaikan atau tidak dihormati. Hal ini dapat menyulitkan kerja sama jangka panjang antara perusahaan dan komunitas setempat.
Oleh karena itu, penting bagi perusahaan untuk tidak hanya fokus pada aspek materi bantuan yang diberikan. Tetapi juga memperhatikan etika dan budaya setempat dalam pelaksanaan program CSR. Dengan memastikan bahwa staf di lapangan memiliki pemahaman yang baik tentang norma-norma dan nilai-nilai di wilayah yang dilibatkan, perusahaan dapat meminimalkan risiko terjadinya insiden yang merugikan dan memperkuat hubungan positif dengan masyarakat.
Itulah penjelasan tentang Karakteristik Masyarakat Pedesaan yang dapat menjadi panduan bagi perusahaan untuk melaksanakan program CSR.
Bagi kamu yang masih bingung dengan cara mengenali karakteristik masyarakat sasaran program terutama yang berada di wilayah pedesaan, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi terkait pengelolaan program CSR melalui CSR Innovation, dari mulai assesment, pembuatan rencana strategis dan rencara kerja, hingga implementasi program.
Klik untuk melihat berbagai layanan kami
Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Referensi
Adon Nasrullah Jamaluddin. Sosiologi Perdesaan. Bandung: Pustaka Setia
on
Mengenal Resolusi Konflik dan Jenisnya
Resolusi konflik merupakan tindakan yang harus diambil oleh perusahaan ketika mengalami konflik sosial dengan berbagai stakeholder khususnya masyarakat lokal. Konflik sosial merupakan sebuah peristiwa yang sering kali dialami oleh perusahaan. Hal ini biasanya dipicu karena beberapa hal seperti ketidakpuasan masyarakat terhadap operasi perusahaan di sekitar tempat tinggalnya, hingga operasi perusahaan yang dirasa menimbulkan kerugian bagi masyarakat.
Dalam beberapa kasus, terjadinya konflik bisa menimbulkan kerugian, baik bagi masyarakat maupun perusahaan. Bagi masyarakat, konflik dapat menimbulkan kerugian materi maupun korban jiwa. Sedangkan bagi perusahaan konflik dapat menimbulkan kerugian fisik, infrastruktur, menurunnya citra di hadapan publik, hingga kerugian finansial.
Baca Juga: Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Program CSR
Ketika konflik antara masyarakat dengan perusahaan terjadi, perusahaan harus segera menyelesaikannya. Apabila dibiarkan berlarut-larut tanpa penyelesaian, gejolak konflik akan semakin besar dan bisa mengancam keberlanjutan bisnis perusahaan.
Apa itu Konflik Sosial?
Secara bahasa, konflik bermakna perselisihan atau pertentangan. Sedangkan konflik sosial adalah pertentangan antar anggota, antara kelompok, atau antara organisasi dalam kehidupan masyarakat. Menurut Selo Soemarjan, Konflik merupakan salah satu bentuk interaksi sosial. Yang mana bentuk interaksi sosial dapat berupa kerja sama (cooperation), persaingan (competition) dan pertentangan (conflict).
Selain itu, konflik juga dapat dimaknai sebagai masalah sosial yang timbul karena adanya perbedaan yang terjadi di dalam masyarakat. Sebagai contoh perbedaan jenis kelamin, strata sosial dan ekonomi, kepentingan, sistem hukum, suku, agama, kepercayaan, budaya, ideologi, politik, dan sebagainya. Selama ada perbedaan tersebut, konflik sosial tidak dapat dihindarkan dalam kehidupan.Â
Dalam kehidupan sosial, Konflik adalah aspek interinsik dan tidak mungkin dihindarkan. Bahkan dalam perusahaan konflik sosial sering kali menjadi makanan sehari-hari yang mewarnai bisnis perusahaan. Namun, bukan berarti konflik tidak bisa diselesaikan. Resolusi konflik menjadi salah satu cara untuk menyelesaikan konflik sosial
Resolusi Konflik
Dalam Webster Dictionary, Resolusi Konflik didefinisikan sebagai (1) tindakan mengurai suatu permasalahan, (2) pemecahan, (3) penghapusan atau penghilangan permasalahan.
Sedangkan dalam beberapa sumber yang lain, Resolusi konflik adalah upaya untuk mengelola konflik agar tidak berkembang menjadi kekerasan atau menimbulkan kerugian yang lebih parah. Dengan kata lain, resolusi konflik merupakan upaya pengendalian dan penyelesaian konflik.
Pada hakikatnya resolusi konflik pun dipandang sebagai upaya penanganan sebab-sebab konflik dan penyelesaian konflik dengan menciptakan hubungan baru yang bisa bertahan lama dan positif di antara kelompok-kelompok atau pihak-pihak yang bertentangan.
Jenis Resolusi Konflik
Di dalam upaya resolusi konflik, terdapat beberapa pendekatan yang bisa digunakan untuk menyelesaikan konflik sosial yang terjadi.
1. Konsiliasi
Rekonsiliasi merupakan upaya untuk menyelesaikan konflik, permusuhan, dan rasa saling tidak percaya di antara dua kelompok yang berkonflik. Dalam rekonsiliasi, pihak yang berkonflik diharapkan mampu menimbulkan situasi saling melupakan dan saling memaafkan atas peristiwa konflik yang terjadi.
Rekonsiliasi hanya dapat dilakukan melalui penguatan modal sosial (social capital) yang dimulai dari membangun modal sosial utama yakni kepercayaan (trust) antar masyarakat. Dalam konteks ini, Perusahaan dapat menyelesaikan atau menghindari konflik dengan cara membangun kepercayaan di antara para stakeholder khususnya masyarakat. Ketika kepercayaan sudah terbangun, maka konflik akan terhindar.
Rekonsiliasi dapat dilakukan oleh perusahaan ketika dihadapkan pada situasi konflik seperti tuntutan mengenai dampak sosial dan lingkungan dari operasi perusahaan. Rekonsiliasi tidak selalu dilakukan sebagai respons terhadap konflik, sering kali rekonsiliasi ini menjadi strategi proaktif untuk membangun hubungan yang kuat dan berkelanjutan antara perusahaan dan masyarakat.
2. Mediasi
Mediasi adalah pendekatan dalam penyelesaian konflik melalui proses perundingan atau mufakat dari para pihak dengan dibantu oleh Mediator. Sebagai mediator, tidak memiliki kewenangan memutus atau memaksakan sebuah penyelesaian. Ciri utama proses mediasi adalah perundingan yang esensinya sama dengan proses musyawarah atau konsensus.
Sesuai dengan hakikat perundingan atau musyawarah atau konsensus, maka tidak boleh ada paksaan untuk menerima atau menolak sesuatu gagasan atau penyelesaian selama proses mediasi berlangsung. Segala sesuatunya harus memperoleh persetujuan dari kedua belah pihak yang sedang berkonflik.
Perusahaan dapat menggunakan pendekatan mediasi ketika dihadapkan dengan konflik di masyarakat. Misalnya saat menghadapi tuntutan dari masyarakat tentang lapangan kerja maupun dana CSR.
3. Arbitase
Mirip dengan mediasi, resolusi konflik melalui arbitrase juga menggunakan pihak ketiga. Pihak ketiga dalam arbitrase disebut sebagai arbiter. Seorang arbiter bersifat netral. Berbeda dengan mediator yang hanya memediasi dan memberikan nasihat, arbiter memiliki wewenang untuk memilih salah satu alternatif yang terbaik bagi kedua belah pihak yang terlibat konflik.
Dalam proses arbitase, Arbiter akan melakukan dengar pendapat dengan pihak-pihak yang terlibat konflik. Masing-masing pihak tersebut mengemukakan posisinya dalam konflik disertai bukti kesaksian dan dokumen-dokumen yang mendukung. Setelah itu Arbiter secara aktif menggali informasi dari pihak-pihak yang terlibat konflik. Kemudian Arbiter mengumpulkan sejumlah alternatif kemungkinan resolusi konflik dan membahasnya dengan pihak-pihak yang terlibat konflik. Selanjutnya Arbiter memilih salah satu alternatif yang terbaik bagi kedua belah pihak yang terlibat konflik dan masing-masing pihak yang terlibat konflik melaksanakan keputusan arbiter.
4. Negosiasi
Adalah proses komunikasi langsung antara pihak-pihak yang terlibat konflik untuk mencapai kesepakatan atau solusi yang saling menguntungkan. Negosiasi dapat dilakukan secara formal atau informal, dengan atau tanpa bantuan pihak ketiga.
5. Litigasi
Adalah proses penyelesaian konflik dengan cara mengajukan gugatan atau tuntutan hukum kepada pengadilan. Litigan berperan sebagai penggugat atau tergugat dalam memperjuangkan hak-hak dan kepentingan mereka di depan hakim. Keputusan atau solusi pengadilan bersifat final dan harus ditaati oleh semua pihak.
Pendekatan ini dapat dilakukan sebagai jalan terakhir ketika berbagai pendekatan lain dirasa tidak bisa menyelesaikan konflik.
Penutup
Resolusi konflik bukanlah tugas yang mudah, namun sangat penting untuk menciptakan hubungan baik dengan seluruh stakeholder khususnya masyarakat. Berbagai jenis pendekatan dalam resolusi konflik memberikan pilihan yang sesuai dengan kompleksitas dan sifat konflik yang terlibat. Dengan pemahaman yang baik tentang berbagai pendekatan dalam resolusi konflik, perusahaan dapat mencapai perdamaian dan keharmonisan dengan seluruh stakeholder.
Itulah penjelasan tentang Resolusi Konflik dan Jenisnya. Bagi kamu yang masih bingung dengan cara mengelola konflik sosial di sekitar perusahan mu, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi terkait pengelolaan konflik melalui kegiatan “Miniclass tentang Social Issue dan Stakeholder Management”.
Klik untuk melihat berbagai layanan kami
Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
on
4 Cara Mengintegrasikan CSR Sebagai Strategi Bisnis
Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL) adalah komitmen dari dunia bisnis untuk berkontribusi secara positif kepada karyawan, komunitas, dan lingkungannya.
Namun selama ini, banyak orang yang masih berpikir bahwa manfaat dari praktik CSR hanya untuk masyarakat atau stakeholder saja? Jika kamu masih berpikir demikian sepertinya artikel ini akan menambah pengetahuan baru. Sebab di era sekarang, praktik CSR bisa menjadi bagian dari strategi perusahaan untuk meningkatkan performa bisnis (profit).
Seperti yang kita ketahui, salah satu konsep yang mengilhami lahirnya praktik CSR adalah konsep dari john Elkington tentang triple bottom line yaitu 3P (profit, people, planet). Apabila dicermati lebih dalam, konsep ini menjadi panduan bagi pelaku usaha untuk mengakselerasi performa bisnis itu sendiri. Menciptakan harmoni antara people (masyarakat lokal, karyawan, konsumen, investor dan stakeholder secara umum ) dan planet (lingkungan) akan berbanding lurus dengan kinerja profit (keuntungan).
Dalam artikel ini, kita akan membahas bagaimana perusahaan dapat mengintegrasikan CSR ke dalam strategi bisnis untuk mencapai keberlanjutan bisnis dalam jangka panjang.
Baca Juga: Ancaman Nyata Krisis Iklim Bagi Keberlanjuta Bisnis
1. Pandang CSR Bukan Sebagai Biaya (Cost), Namun Investasi
Untuk merancang praktik CSR sebagai strategi bisnis, pertama kamu harus memandang Corporate Social Responsibility (CSR) bukan bukan sebagai biaya (cost). Melainkan sebagai investasi yang kelak akan menghasilkan keuntungan. Perubahan cara pandang ini akan membuka pintu bagi perusahaan untuk melihat lebih jauh dampak jangka pendek dan jangka panjang yang dapat dihasilkan oleh praktik CSR.
Dengan memandang CSR sebagai investasi, perusahaan dapat melakukan pendekatan yang proaktif. Melihat kegiatan sosial dan lingkungan sebagai bagian integral dari strategi bisnis mereka. Proses ini melibatkan alokasi sumber daya untuk proyek-proyek CSR yang tidak hanya memenuhi kewajiban etis. Tetapi juga merangsang pertumbuhan bisnis melalui peningkatan reputasi, loyalitas pelanggan, dan ketahanan operasional yang terhindar dari berbagai risiko bisnis.
2. Pelaporan Berkelanjutan (Sutaiability Reporting)
Di era saat ini, keputusan investor untuk menanamkan modalnya di sebuah perusahaan tidak hanya dipengaruhi oleh kinerja aspek finansial saja. Namun juga kinerja non finansial. Para investor semakin menyadari bahwa faktor-faktor non-keuangan, seperti keberlanjutan, etika bisnis, dan tanggung jawab sosial, dapat memengaruhi kinerja jangka panjang perusahaan. Kinerja non finansial adalah pencapaian-pencapaian perusahaan untuk berkontribusi pada lingkungan sekitar, termasuk mengelola berbagai risiko yang muncul.
Kinerja non finansial dari sebuah perusahaan biasanya dilihat melalui dokumen Sustainability Report. Sustainability Report berfokus menyoroti dampak sosial dan lingkungan yang dihasilkan oleh kegiatan operasional. Praktik CSR merupakan salah satu elemen utama yang menjadi substansi dari Sustainability Report. Dengan memasukkan inisiatif CSR dalam laporan ini, perusahaan dapat memberikan gambaran holistik tentang komitmen perusahaan terhadap keberlanjutan.
Baca Juga: Global Reporting Initiative (GRI), Standar untuk Sustainability Report
Dengan menyajikan informasi yang kredibel dan terverifikasi tentang dampak positif yang dihasilkan oleh kegiatan sosial dan lingkungan, perusahaan memberikan indikator kuat bahwa mereka tidak hanya fokus pada keuntungan finansial. Tetapi juga pada kontribusi positif mereka terhadap masyarakat dan lingkungan. Hal Ini tentu akan membantu menciptakan hubungan yang harmonis antara perusahaan dan investor.
3. Eksposur Komunikasi untuk Menciptakan Brand Image Perusahaan
CSR bukanlah beban, namun investasi untuk membangun reputasi dan citra perusahaan. Ketika perusahaan secara aktif berkontribusi pada keberlanjutan masyarakat dan lingkungan, hal ini akan menciptakan citra positif di mata para pemangku kepentingan khususnya masyarakat lokal, konsumen, media, dan investor.
Mengimplementasikan praktik Corporate Social Responsibility (CSR) sebagai alat eksposur komunikasi untuk membentuk citra merek perusahaan. Saat ini, konsumen semakin memperhatikan dampak sosial dan lingkungan dari produk atau layanan yang mereka gunakan. Hal ini menjadikan CSR bukan hanya tentang memenuhi kewajiban etis, tetapi juga menjadi langkah strategis untuk membangun brand image.
Dalam langkah ini, perusahaan dapat mempublikasikan dan menonjolkan inisiatif keberlanjutan serta kontribusi sosial perusahaan melalui berbagai saluran komunikasi. Seperti media sosial, siaran pers, majalah, website perusahaan, maupun event kreatif.
Sebagai informasi, Olahkarsa terus mendorong dunia bisnis untuk membangun strategi komunikasi CSR yang kuat. Hal ini dilakukan dengan menyediakan berbagai layanan dan asistensi terkait dengan pengelolaan sosial media, media rilis, komunikasi melalui bulletin CSR, Buku ISBN, maupun media kreatifnya. Untuk lebih lengkapnya kamu bisa mengunjungi link berikut:
CSR Communication Olahkarsa Service
4. Menciptakan Nilai Bersama dengan Pendekatan CSV
Creating Shared Value (CSV) diartikan sebagai suatu konsep dan perencanaan strategi bisnis perusahaan dengan memperhatikan masalah dan kebutuhan sosial (Porter dan Kramer, 2011). CSV bukan hanya tentang nilai personal ataupun membagikan nilai yang sudah diciptakan oleh perusahaan. Namun, memperluas nilai ekonomi dan sosial antar aspek bisnis bagi perusahaan maupun masyarakat. Semakin luas nilai baik dan manfaat tersebar, maka semakin besar pula keuntungan strategis bagi perusahaan.
Dengan kata lain, Creating Shared Value (CSV) merupakan usaha perusahaan secara proaktif untuk menciptakan nilai bersama pada ekonomi dan sosial. Creating Shared Value atau CSV berupaya membangun suatu peluang dalam rangka menyelesaikan permasalahan sosial sekaligus menjadi upaya perusahaan untuk berkontribusi pada peningkatan kesejahteraan sosial.
Baca Juga: 3 Bentuk Implementasi Creating Shared Value (CSV)
Jika pada umumnya dampak yang dihasilkan dari praktik CSR bersifta tidak langsung melalui brand image atau citra perusahaan di hadapan publik, maka dengan pendekatan CSV, praktik CSR perusahaan dapat menghasilkan dampak secara langsung bagi kinerja bisnis mereka (profit).
Itulah penjelasan tentang bagaimana mengintegrasikan prakatik CSR ke dalam strategi bisnis perusahaan. Bagi kamu yang masih bingung dengan cara mengelola CSR yang efektif untuk mendorong akselerasi bisni, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi terkait pengelolaan program CSR secara end-to-end.
Klik untuk melihat berbagai layanan kami
Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
on
Begini Kriteria PowerPoint untuk Presentasi PROPER Emas
Presentasi PowerPoint dari pimpinan perusahaan menjadi salah satu kriteria utama dalam penilaian PROPER Emas. Pemimpin perusahaan akan diminta memaparkan upaya-upaya keberlanjutan dalam operasi bisnis yang dilakukan kepada Dewan Penilai PROPER.
Tujuan dari kriteria penilaian ini adalah untuk mengetahui sejauh mana para pemimpin perusahaan tersebut berkomitmen pada praktik bisnis yang berkelanjutan. Selain itu, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) selaku penyelenggara ini berupaya untuk mendorong para pemimpin perusahaan terkait untuk semakin berkomitmen pada keberlanjutan.
Lantas seperti apa substansi dalam PowerPoint PROPER Emas ini?
Baca Juga: Kriteria Green Leadership dalam PROPER
1. Komitmen Manajemen
Pembahasan pertama adalah paparan mengenai komitmen manajemen pada keberlanjutan. Pada slide ini, Peserta PROPER dapat memaparkan visi misi perusahaan, serta poin-poin komitmen dari jajaran direksi atau pimpinan perusahaan terhadap praktik bisnis berkelanjutan.
2. Profil Perusahaan
Pembahasan kedua adalah profil perusahaan. Pada slide ini dijelaskan mengenai informasi umum seputar perusahaan seperti tahun berdiri, alamat, jumlah karyawan, luasan area operasi, jenis produk, dan kapasitas produksi dari perusahaan.
3. Sebaran Program Pemberdayaan Masyarakat
Pembahasan ketiga adalah pemaparan mengenai sebaran program pemberdayaan masyarakat. Pada slide ini perusahaan harus memaparkan peta persebaran dari program pemberdayaan masyarakat unggulan yang dilaksanakan oleh perusahaan. Kamu bisa menggunakan gambar dari aplikasi Google Maps sebagai alat bantu untuk menggambarkan sebaran program.
4. Prestasi
Pembahasan ketiga adalah pemaparan mengenai prestasi yang pernah diraih oleh perusahaan dalam praktik CSR. Prestasi ini bisa berupa penghargaan berupa trofi maupun sertifikat yang diberikan oleh lembaga/organisasi pada tingkatan daerah, provinsi, nasional, hingga internasional. Selain itu kamu juga bisa menyantumkan sertifikasi yang berkaitan dengan menajemen lingkungan ataupun praktik CSR.
5. Sistem Manajemen Daur Hidup
Pembahasan selanjutnya adalah pemaparan mengenai sistem manajemen daur hidup atau Life Ciclye Assesment (LCA) . Pada bagian ini, kamu harus memaparkan hasil penilaian potensi dampak lingkungan dan jejak karbon yang dihasilkan oleh sebuah produk dalam setiap tahapan daur hidup (ekstraksi, pengolahan, distribusi, daur ulang).
Baca Juga: Bagaimana Kriteria Life Cycle Assesment (LCA) dalam PROPER?
Dalam slide pembahasan ini pula kamu harus memaparkan gambaran umum mengenai skema program untuk mereduksi dampak negatif tersebut melalui program Eco Inovasi dan Inovasi Sosial.
6. Eco Inovasi
Pembahasan selanjutnya adalah pemaparan mengenai program Eco Inovasi yang dilakukan oleh perusahaan. Jika pemaparan mengenai Sistem Daur Hidup/Life Ciclye Assesment (LCA) hanya sebatas penilaian dampak negatif atau jejak karbon dari proses produksi, Eco Inovasi adalah tindakan dari perusahaan untuk mereduksi dampak negatif tersebut secara langsung.
Hal ini dilakukan dengan menciptkan inovasi teknologi pada elemen operasional yang dapat menghemat sumber daya dan juga meruduksi limbah atau emisi.
Baca Juga: Mengenal Eco Inovasi dalam PROPER
Dalam pembahasan ini, kamu harus mengaitkan hasil penilaian daur hidup dengan program Eco Inovasi yang dilakukan. Serta mengaitkannya dengan prinsip ekonomi sirkuler.
7. Inovasi Sosial
Apabila Eco Inovasi merupakan program untuk mereduksi dampak negatif dari operasi bisnis dengan inovasi teknologi pada internal operasional perusahaan, maka Inovasi Sosial adalah upaya mereduksi dampak negatif yang dilakukan melalui program pemberdayaan masyarakat. Dengan program Inovasi Sosial, perusahaan tidak hanya mereduksi dampak negatif seperti mengurangi emisi karbon, namun juga menjawab kebutuhan sosial.
Baca Juga: Mengenal Inovasi Sosial dalam PROPER
Dalam pembahasan ini, kamu harus memaparkan latar belakang dilaksanakannya program, perubahan sistemik yang terjadi, argumentasi mengenai unsur kebaruan, proses transfer knowledge dari core competency yang dimiliki perusahaan, argumentasi bahwa program telah menjawab kebutuhan kelompok rentan, data dan argumentasi peningkatan kapabilitas sosial, sensitivitas program terhadap bencana, capaian program melalui kerangka sustaiability compas, serta argumentasi mengenai transformasi sosial yang terjadi.
8. SROI
Pembahasan selanjutnya adalah paparan mengenai nilai SROI dari program inovasi sosial yang dilaksanakan oleh perusahaan. Dalam slide ini juga dipaparkan secara detail namun ringkas mengenai ruang lingkup, identifikasi stakeholder, pemetaan outcome dari investasi yang dilakukan oleh perusahaan, serta fiksasi dampak.
Baca Juga: Social Return on Investemen (SROI) dalam PROPER
9. Roadmap Keberlanjutan
Pembahasan terakhir adalah paparan mengenai roadmap/peta jalan program dari Inovasi Sosial yang dilaksanakan. Slide pembahasan ini berisi tentang rencana dan target tahunan, dari awal program tersebut dilaksanakan hingga terminasi atau program berakhir saat masyarakat mandiri.
Bagi yang kesulitan dalam penyusunan PowerPoint untuk persyaratan presentasi PROPER Emas , langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi pembuatan slide PowerPoint untuk PROPER Emas. Kami pun menyediakan berbagai layanan dan produk lainnya terkait dengan pendampingan PROPER.
Klik untuk melihat berbagai layanan kami
Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
on
7 Cara Mudah Mengintegrasikan Program CSR dengan SDGs
Corporate Social Responsibility (CSR) merupakan sebuah kewajiban dunia bisnis untuk berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs). Di tengah berbagai tantangan yang yang tengah terjadi saat ini, SDGs menjadi sebuah hal yang penting untuk dicapai oleh seluruh pihak terutama entitas bisnis.
Dalam beberapa kasus, sebuah perusahaan sering kali dituntut untuk membuat laporan dan mengkomunikasikan capaiaian SDGs dari operasioanl bisnis yang telah dilakukan. Hal ini sebagai bentuk akuntabilitas dan sarana mendapatkan reputasi yang baik di hadapan stakeholder.
Namun, tak jarang perusahaan mengalami kesulitan mengintegrasikan target capaian SDGs dengan praktik CSR yang mereka lakukan. Pada artikel kali ini, akan dibahas cara menyelaraskan program CSR dengan SDGS yang saat ini menjadi tuntutan banyak pihak.
Baca Juga: Apa itu Sustainable Development Goals
Bagaimana Hubungan CSR dengan SDGs?
Meskipun memiliki pengertian yang berbeda, namun keduanya memiliki keterkaitan yang sangat erat. CSR (Corporate Social Responsibility) sendiri adalah praktik bisnis dimana perusahaan mengintegrasikan kepedulian sosial dan lingkungan ke dalam operasinya dan berkontribusi pada kesejahteraan masyarakat dan lingkungan. Sementara itu, SDGs (Sustainable Development Goals) adalah kumpulan 17 tujuan global yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 2015 untuk mencapai pembangunan berkelanjutan di seluruh dunia.
Beberapa keterkaitan antar keduanya adalah sebagai berikut:
1. Praktik CSR Selaras dengan Tujuan SDGS
Banyak dari tujuan SDGS berkaitan langsung dengan isu-isu sosial, lingkungan, dan ekonomi yang bisa menjadi perhatian dalam praktik CSR. Perusahaan yang berkomitmen mendorong pencapaian tujuan-tujuan SDGS dalam melakukan tindakan konkrit melalui praktik CSR.
2. Pengukuran dan Pelaporan
Untuk memantau kemajuan menuju pencapaian tujuan SDGS, pelaporan CSR yang transparan dan berfokus pada dampak sosial dan lingkungan menjadi penting. Perusahaan dapat menggunakan kerangka kerja SDGS sebagai panduan untuk mengidentifikasi indikator kinerja yang relevan.
3. Peluang Kolaborasi dan Kemitraan
SDGs menjadi peluang bagi perusahaan untuk memperluas kolaborasi dan kemitraan dengan berbagai stakeholder. Untuk mencapai tujuan SDGS, diperlukan upaya bersama dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk pemerintah, masyarakat sipil, dan sektor bisnis. Perusahaan dengan praktik CSR nya dapat bekerja sama dengan berbagai pihak yang memiliki konsen dalam SDGS untuk menciptakan solusi yang efektif dan berkelanjutan.
4. SDGs Sebagai Sumber Ide dan Inovasi Program CSR
Untuk mencapai tujuan SDGS, sering kali diperlukan inovasi dalam produk, layanan, dan proses bisnis. Praktik CSR yang berfokus pada keberlanjutan dapat mendorong perusahaan untuk menciptakan inovasi baru yang mendukung tujuan SDGS. Begitu pun sebaliknya, poin dan tujuan SDGS bisa dijadikan sumber ide dan inovasi untuk membuat berbagai inovasi dalam praktik CSR.
Baca Juga: Mengenal Inovasi Sosial dalam PROPER
Langkah Mengintegrasikan Program CSR dengan SDGS
Mengaitkan program CSR (Corporate Social Responsibility) dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals atau SDGs) adalah langkah yang penting dalam mendukung pembangunan berkelanjutan. Selain itu, praktik ini juga menimbilakn efisiensi sebab dengan mengintegrasikan SDGS ke dalalam praktik CSR, perusaaan bisa meraih tujuan dalam satu waktu. Sebab kadangkala perusahaan dituntut untuk melalkukan pelaporan praktik SDGS dan CSR secara terpisah. Dengan sekali jalan, perusahaan daat memubat dua laporan
Berikut adalah beberapa langkah yang dapat Anda ikuti untuk mengaitkan program CSR dengan SDGs:
1. Pahami Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)
Pertama-tama, Kamu perlu memahami SDGs yang ditetapkan oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk seluruh negara di dunia. SDGs terdiri dari 17 tujuan yang mencakup berbagai aspek pembangunan berkelanjutan, termasuk pengentasan kemiskinan, kesehatan, pendidikan, kesetaraan gender, kelestarian lingkungan, dan lain sebagainya. Pemahaman ini menjadi pondasi dalam menjalankan prkatik CSR untuk mencapai SDGS secara terintegrasi.
2. Evaluasi Program CSR yang Sudah Ada
Langkah berikutnya, kamu perlu mengevaluasi program CSR yang telah berjalan di perusahaan kamu. Periksa apakah program-program tersebut sudah sejalan dengan salah satu atau beberapa point dan tujuan SDGs. Dengan evaluasi ini, kamu bisa mengetahui apakah ada aspek-aspek dari program-program tersebut yang sudah mendukung SDGs, atau bahkan ada tujuan SDGs yang belum didukung dengan program CSR.
3. Tentukan Prioritas SDGs
Setelah kamu mengevaluasi program CSR yang telah berjalan, langkah selanjutnya adalah mengidentifikasi SDGs yang paling relevan dengan bisnis dan nilai perusahaan kamu. Pilih satu atau beberapa SDGs yang ingin kamu fokuskan dalam program CSR kamu. Selain itu kamu bisa memilih target capaian SDGs sesuai dengan urgensi dan permasalahan yang ada di sekitar perusahaanmu. Dengan langkah ini, program CSR kamu bisa memiliki dampak positif yang signifikan.
4. Buat Rencana CSR yang Terkait dengan SDGs
Selanjutnya, buatlah rencana CSR yang spesifik dan terkait dengan SDGs yang kamu pilih. Rencana ini harus mencakup tujuan, strategi, anggaran, sumber daya, dan metrik yang akan digunakan untuk mengukur keberhasilan program CSR dan target capaian program terhadap SDGs.
5. Libatkan Pihak yang Memiliki Konsen Serupa
Langkah berikutnya, libatkan berbagai pihak yang juga memiliki konsen serupa dalam pencapaian poin SDGs yang kamu targetkan. Sebagai contoh, kamu bisa melibatkan instansi kesehatan pada program penanggulangan stunting. Kamu juga bisa melibatkan pegiat lingkungan saat menjalankan program konservasi mangrove di sekitar perusahaan. Kolaborasi dengan pihak terkait dapat memperkuat dampak positif program CSR kamu.
6. Komunikasikan dan Laporkan Hasil
Selanjutnya, jangan lupa untuk konsisten mengkomunikasikan program CSR yang telah dilaksanakan dan bagaimana program tersebut terkait dengan SDGs kepada para pemangku kepentingan. Kamu bisa melakukannya melalui berbagai media seperti penerbitan siaran pers, laporan tahunan yang terintegrasi dengan capaian SDGS, buku, majalah, maupun platform mainstreem seperti media sosial. Dengan langkah ini, kamu bisa menujukan kepada para pemangku kepentingan bahwa perusahaanmu telah berkontribusi pada pencapaian pembangunan berkelanjutan.
7. Evaluasi dan Perbaikan Terus-menerus
Terakhir, selalu lakukan evaluasi program CSR kamu untuk memastikan bahwa program tersebut tetap relevan dengan SDGs yang kamu pilih. Jika diperlukan, lakukan perbaikan dan peningkatan agar program CSR kamu semakin efektif.
Baca Juga: Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Program CSR
Penutup
Dengan mengintegrasikan target capaian SDGS pada program CSR perusahaan, kamu dapat berkontribusi secara nyata dalam mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan sambil memperkuat reputasi perusahaan dan hubungan dengan pemangku kepentingan. Pastikan untuk melibatkan seluruh tim CSR dalam proses ini dan terus memonitor dan mengukur dampak dari program-program CSR yang kamu jalankan.
on
Mengenal Eco Inovasi dalam PROPER
Eco Inovasi merupakan kriteria penilaian terbaru dalam Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER) yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Seperti yang kita tahu, berbagai kriteria dan aspek penilaian dalam PROPER terus berkembang dan mengalami berbagai penambahan. Hal ini bertujuan untuk semakin mendorong dunia bisnis agar terus melakukan pembelajaran dan perbaikan dalam seluruh aspek operasionalnya, dengan memperhatikan aspek lingkungan.
Baca Juga: Mengenal Inovasi Sosial dalam PROPER
Eco Inovasi menjadi salah satu kriteria penilaian penting untuk PROPER Beyond Complience peringkat Emas tahun 2023. Peserta PROPER yang telah berhasil melalui seluruh rangkaian penilaian hingga menjadi kandidat Emas, maka wajib untuk menyusun dokumen ini.
Lantas Apa Itu Eco Inovasi?
Eco Inovasi adalah sebuah konsep yang muncul sebagai upaya untuk menjaga kelestarian lingkungan dan planet bumi. Konsep ini mengacu pada pengembangan solusi kreatif dan berkelanjutan untuk mengatasi berbagai masalah lingkungan, seperti perubahan iklim, polusi, dan kerusakan ekosistem, yang akhir-akhir ini menjadi pusat perhatian berbagai pihak.
Eco Inovasi melibatkan penggabungan teknologi, desain, dan praktik bisnis yang ramah lingkungan untuk menciptakan produk yang lebih berkelanjutan. Tujuan dari praktik ini adalah untuk mendorong transisi penggunaan sumber daya alam dan mengurangi dampak negatif yang kita hasilkan.
Dengan mendorong adopsi Eco Inovasi, pemerintah dan industri di Indonesia dapat mencapai pembangunan berkelanjutan dengan memperhatikan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi, keberlanjutan lingkungan, dan kesejahteraan sosial. Selain itu, Eco inovasi juga menciptakan peluang untuk penghematan biaya bagi industri, meningkatkan daya saing, dan merangsang perkembangan teknologi.
Mengapa Eco Inovasi Penting Dilakukan?
Eco inovasi menjadi sangat penting diterapkan di dunia industri dewasa ini. Sebab, sumber daya alam yang menjadi bahan bagi pada sebagian besar industri bersifat terbatas dan kian menipis. Selain itu, terbatasnya daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup menjadi alasan penting mengapa Eco Inovasi ini penting dilakukan.
Ketika sumber daya alam semakin menipis bahkan habis, serta lingkungan telah kehilangan daya dukung dan daya tampungnya, maka berbagai bencana akan semakin mudah terjadi. Hal ini tentu akan merugikan masyarakat secara umum, terasuk entitas bisnis itu sendiri.
Baja Juga: Ancaman Nyata Krisis Iklim Bagi Dunia Bisnis
Dengan menerapkan Eco Inovasi, perusahaan dapat meningkatkan efisiensi penggunaan sumber daya, serta menekan dampak negatif lingkungan. Sebagai contoh efisiensi energi, penurunan emisi gas rumah kaca (GRK), manajemen limbah beracun dan berbahaya (B3), serta efisiensi penggunaan air. Penerapan praktik ini diharapkan dapat memberikan keuntungan bagi perusahaan berkat penghematan biaya yang dilakukan dalam operasional dari hulu hingga ke hilir.
Bagaimana Eco Inovasi dalam PROPER?
Dalam penilaian PROPER, Dokumen Eco Inovasi menjadi persyaratan utama ketika perusahaan masuk ke dalam kandidat Emas. Penyusan Dokumen ini terkait erat dengan konsep Life Cycle Assessment (LCA) atau Penilaian Siklus Hidup serta Ekonomi Sirkuler.
Dalam menyusun dokumen ini, perusahaan harus memperhatikan beberapa poin pembahasan berikut agar dokumen Eco Inovasi yang diserahkan sesuai dengan kriteria.
1. Analisis Dampak dan Interpretasi Daur Hidup
Point pembahasan pertama adalah analisis mengenai potensi dampak yang ditimbulkan dari suatu kegiatan proses bisnis. Analisis dampak ini dilakukan dengan menggunakan metode Life Cycle Assesment (LCA) atau daur hidup.
Baca Juga: Bagaimana Kriteria Life Cycle Assesment dalam PROPER
Proses analisis dilakukan dengan mencakup beberapa variabel data meliputi bahan bakar, bahan baku, bahan kimia, produk, dan emisi (udara, tanah, dan air) yang dihasilkan atau digunakan dalam proses produksi. Ruang lingkup LCA yang dikaji adalah Cradle to grave yang dimulai dari proses mendapatkan bahan baku, proses produksi, distribusi, hingga produk tersebut dikonsumsi dan menjadi limbah.
2. Program Eco Invoasi dan Analisis Keterkaitan dengan Life Cycle Assessment (LCA)
Tahapan selanjutnya adalah melakukan analisis keterkaitan program Eco Inovasi dengan Life Cycle Assesment atau daur hidup. Pada bagian ini, perusahaan harus menjelaskan bagaimana berbagai program Eco Inovasi dilakukan selaras dengan Life Cycle Assesment. Pertama-tama perusahaan harus mendeskripsikan permasalahan yang melatarbelakangi dilaksanakannya program, kemudian membandingkan kondisi sebelum dan sesudah dilaksnakannya program.
3. Dampak Eco Inovasi terhadap Pengurangan Hotspot
Setelah melakukan interpretasi terhadap seluruh potensi dampak yang dihasilkan dari proses produksi, langkah selanjutnya adalah melakukan analisa hotspot proses. Titik hotspot dapat berupa unit proses (hotspot proces) maupun kategori dampak (hotspot dampak) yang memiliki nilai tertinggi pada suatu rangkaian proses produksi.
Pada tahap ini dilakukan analisa terhadap hotspot proses yang memiliki nilai dampak tertinggi dimasing-masing kategori dampaknya. Analisa hotspot dilakukan pada unit proses yang berkaitan dengan operasional produksi listrik saja untuk menjadi baseline untuk menentukan program perbaikan dari kegiatan rutin produksi.
4. Analisis Relevansi Eco Inovasi dengan Sirkular Ekonomi
Poin terakhir adalah analisis mengenai relevansi program Eco Inovasi dengan Sirkular Ekonimi. Pada bagian ini perusahaan harus memaparkan bagaimana berbagai program yang telah dilaksankaan dapat mendorong sirkular ekonomi. Proses analisis dilakukan dengan mengaitkan antara program yang dilakukan dengan prinsip-prinsip ekonomi sirkuler, serta di gambarkan indikator pendukung keterkaitan tersebut.
on
Bagaimana Mikroplastik Bisa Membunuh Manusia?
Mikroplastik merupakan ancaman nyata bagi kehidupan manusia saat ini. Meski plastik adalah benda yang telah banyak membantu kehidupan manusia, karena plastik memiliki harga yang lebih efisien dan memiliki ketahanan yang sangat baik dibanding dengan material lain, namun siapa sangka, penggunaan plastik saat ini telah mengancam kehidupan manusia?
Inilah yang sedang terjadi saat ini. Plastik yang selama ini membantu aktivitas manusia, ternyata mengancam kehidupan manusia. Menurut laporan dari WWF, unsur plastik yang biasa digunakan oleh manusia telah masuk ke dalam tubuh.
Laporan itu menjelaskan bahwa setiap minggu, manusia rata-rata mengonsumsi hampir 2.000 potong plastik kecil atau setara plastik seukuran kartu kredit yang beratnya mencapai 5 gram layaknya tutup botol plastik. Bahkan dalam enam bulan, setiap manusia berpotensi mengonsumsi 125 gram serpihan plastik atau yang setara dengan satu mangkuk penuh sereal. Artinya, dalam setahun manusia bisa mengonsumsi 250 gram. Asupan tersebut juga berasal dari partikel plastik yang dihirup melalui udara terutama di daerah perkotaan.
Baca Juga: Melacak Jejak Karbon pada Segelas Kopi
Produksi plastik sendiri telah melonjak dalam 50 tahun terakhir, dan mengarah pada meluasnya penggunaan produk sekali pakai murah yang memiliki efek merusak pada lingkungan, termasuk kehidupan di pantai yang pada tahap selanjutnya semakin mengancam habitat satwa liar di laut.
Mengenal Mikroplastik
Mikroplastik adalah potongan atau partikel plastik yang sangat kecil dan dapat mencemari lingkungan. Meskipun terdapat berbagai pendapat mengenai ukurannya, mikroplastik didefinisikan sebagai potongan plastik yang memiliki diameter kurang dari 5 mm.
Terdapat dua jenis mikroplastik yaitu mikro primer dan mikro sekunder. Mikro primer adalah mikro plastik yang diproduksi langsung untuk produk tertentu yang dipakai manusia. Contoh nya adalah sabun, deterjen, kosmetik, dan pakaian. Ketika barang-barang ini digunakan dan berinteraksi dengan air, maka partikel plastik yang terdapat dalam benda-benda tersebut akan terbawa bersama air.
Sementara mikro sekunder adalah mikroplasrik yang berasal dari penguraian sampah plastik di lautan. Ketika sampah-sampah plastik yang merupakan bekas pemakaian manusia dibuang, maka plastik tersebut akan terurai secara perlahan menjadi mikroplastik. Kedua jenis ini dapat bertahan di lingkungan dalam waktu yang lama.
Bahaya Mikroplastik
1. Merusak Sel dan Jaringan Manusia
Bahaya yang pertama adalah kerusakan sel dalam tubuh. Tingginya intensitas paparan mikroplastik dalam jangka panjang dapat memicu perubahan hormonal yang berdampak pada kematian sel, kerusakan dinding sel, bahkan kerusakan organ dalam tubuh.
2. Terganggunya Metabolisme Tubuh
Bahaya yang kedua adalah dapat memengaruhi kinerja sistem endokrin yang berperan dalam mengatur berbagai fungsi tubuh, termasuk metabolisme, fungsi seksual, nafsu makan, siklus tidur, tumbuh kembang, dan tekanan darah. Sistem endokrin yang terganggu juga membuat seseorang mengalami peningkatan bobot tubuh secara tiba-tiba.
3. Gangguan Hormonal Tubuh
Bahaya selanjutnya adalah gangguan hormon tubuh. Hal ini dapat terjadi ketika partikel plastik yang tertelan dan terbawa melalui aliran darah. Jika dibiarkan begitu saja, mikroplastik dapat berdampak pada penurunan tingkat kesuburan pada pria dan wanita.
6. Memicu Alergi
Bahaya selanjutnya adalah dapat memicu munculnya reaksi alergi. Tingkat keparahan reaksi alergi yang dialami akan tergantung pada kesehatan masing-masing orang, serta intensitas paparan mikroplastik itu sendiri. Kondisi tersebut ditandai dengan gejala berupa bersin-bersin, hidung gatal, hidung berair, dan hidung tersumbat.
Mata gatal, mata merah, dan mata berair.
Mengi, sesak pada dada, sesak napas, dan batuk-batuk.
Ruam merah yang menonjol dan disertai dengan gatal.
Pembengkakan pada bibir, lidah, mata, atau wajah.
5. Memicu Penyakit Berbahaya
Dalam jangka panjang, mikroplastik dapat memicu berbagai penyakit berbahaya. Dalam unsur plastik, terdapat sebuah bahan kimia yang bersifat karsinogen bernama Styrene. Bahan kimia ini umumnya ditemukan dalam plastik kemasan makanan. Jika bahan kimia tersebut masuk dan terakumulasi dalam tubuh, sejumlah gangguan kesehatan bisa saja terjadi, termasuk gangguan pada sistem saraf, gangguan pada pendengaran, kanker, penurunan fungsi sistem imun, dan gangguna pada sistem reproduksi.
6. Kematian
Mikroplastik yang secara terus menerus terakumuliasi dalam tubuh dalam jangka waktu yang lama pada akhirnya dapat menimbulkan kematian. Hal ini terjadi ketika sel dan organ tubuh manusia telah rusak akibat paparan mikroplastik.
Ketahui Cara Masuknya Mikroplastik ke Dalam Tubuh Manusia
Terdapat beberapa cara masuknya miktroplastik ke dalam tubuh manusia:
1.Melalui Air yang Dikonsumsi
Mikroplastik dapat memasuki tubuh manusia melalui air yang dikonsumsi. Proses ini terjadi ketika partikel plastik yang sangat kecil dengan ukuran kurang dari 5 milimeter, tersebar di lingkungan air, termasuk air minum, sungai, dan lautan.
Ketika air tersebut kemudian dikonsumsi oleh manusia, partikel plastik dapat masuk ke dalam sistem pencernaan kita. Studi ilmiah telah menunjukkan adanya mikroplastik dalam sampel air minum, baik yang berasal dari air tanah, maupun pabrik.
2. Melalui Ikan dan Makanan
Mikroplastik dapat memasuki tubuh manusia melalui ikan dan hewan laut yang dikonsumsi. Proses ini terjadi karena partikel plastik yang tersebar di perairan laut dan sungai dapat menjadi bagian dari rantai makanan.
Ketika ikan dan hewan laut memakan partikel plastik yang berada di lingkungan mereka, partikel-partikel plastik tersebut dapat terakumulasi dalam jaringan. Saat manusia mengonsumsi ikan atau hewan laut tersebut, mikroplastik yang terkandung dalam jaringan hewan-hewan tersebut juga dapat masuk ke dalam tubuh manusia.
3. Terhirup oleh Manusia
Mikroplastik juga dapat memasuki tubuh manusia melalui udara yang kita hirup. Ini terjadi karena mikroplastik tersebar di lingkungan kita, terutama dalam bentuk serat dan partikel kecil yang dapat dilepaskan dari berbagai sumber, seperti pakaian sintetis, ban mobil yang terkikis, dan limbah plastik yang terurai. Ketika kita menghirup udara yang terkontaminasi mikroplastik, partikel-partikel tersebut dapat masuk ke dalam saluran pernapasan kita.
Baca Juga: Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat
Penutup
Dengan mengetahui bagaimana masuknya mikroplastik tersebut kedalam tubuh manusia, kita bisa melakukan berbagai langkah untuk menghindari bahaya mikroplastik ini. Selain itu, langkah-langkah kolektif yang berasal dari aksi individu menjadi sebuah keharusan untuk mengurangi paparan mikriplastik ke lingkungan
Meminimalisir penggunaan barang-barang palastik sekali pakai, serta tidak membuang sampah plastik sembarangan adalah beberapa lagkah yang dapat dilakukan untuk menghindari bahaya mikroplastik.
Referensi
WWF Indonesia. (2023). Mengenal Mikroplastik, Si Kecil Nan Berbahaya
Andi Rahmawati. (2023). Mikroplastik : Wujudnya Tak Nampak Dan Dampaknya Tak Terduga. Ayo Sehat Kemenkes.
Rizal Fadli. (2022). 5 Bahaya Mikroplastik Bagi Kesehatan Tubuh. Halodoc.
on
Kriteria Green Leadership dalam PROPER
Green Leadership merupakan salah satu penilaian kunci dalam PROPER Emas. Dalam tahapan penilaian ini, pemimpin atau leader dari perusahaan yang menjadi kandidat PROPER Emas diharuskan melakukan presentasi kepada Dewan Penilai PROPER.
Sebab, seorang pemimpin perusahaan memiliki pengaruh besar bagi seluruh staff di tempat kerjanya. Sehingga ia harus dipastikan memiliki argumen yang kuat mengenai komitmen dalam keberlanjutan.
Dalam kriteria penilaian ini, seorang pemimpin perusahaan akan diuji mengenai argumentasi dan komitmennya dalam menciptakan keberlanjutan. Hal ini karena seorang pemimpin perusahaan tidak hanya bertanggung jawab terhadap profit perusahaan, tetapi juga bertanggung jawab untuk memberikan kontribusi terhadap lingkungan sosial dan lingkungan.
PROPER: Mendorong Lahirnya Green Leader
Ketua Dewan Pertimbangan PROPER Prof. Sudharto P. Hadi, MES, Ph.D saat menjadi pembicara dalam event Ready For PROPER Conference menuturkan bahwa kriteria penilaian PROPER terus berkembang yang salah satunya bertujuan untuk mendorong lahirnya âGreen Leaderâ.
Baca Juga: Kolaborasi dengan ITS, Olahkarsa Dorong Future Fit Business Melalui Ready for Proper Conference 2023
Menurut Prof Sudharto, pimpinan perusahaan adalah tokoh sentral dalam membawa perusahaan menerapkan praktik-praktik berkelanjutan. Melalui PROPER, para pemimpin perusahaan didorong untuk membangun sebuah inovasi dan sistem yang mendukung praktik-praktik keberlanjutan dalam operasional perusahaan.
âGreen Leadership menjadi kunci bagi transformasi bisnis ke arah kinerja lingkungan yang lebih baik. Kunci berubahnya strategi adaptasi dan menghadapi tantangan ke depan.â ujarnya.
4 Topik Pilihan Green Leadership
Dalam waktu kurang lebih satu jam, pemimpin perusahaan akan melakukan presentasi kepada Dewan Penilai PROPER. Pada presentasi ini, pemimpin perusahaan dipersilahkan untuk memilih salah satu topik atau lebih yang akan menjadi komitmen dan tanggung jawab perusahaan dalam praktik bisnisnya. Berikut adalah 4 pilihan topik yang disediakan oleh panitia PROPER.
Mengurangi kemiskinan
Mengurangi Ketimpangan
Pemberdayaan Perempuan
Membangun Sistem Pangan yang Berkelanjutan
Secara umum, isi presentasi yang disampaikan oleh pemimpin perusahaan adalah berkenaan dengan klaim mengenai fakta tentang permasalahan sesuai dengan topik yang dipilih. Setelah itu, ia harus memberikan argumentasi dan persepsinya mengenai permasalahan tersebut. Kemudian ia menyampaikan rekomendasi dan komitmennya dalam menyelesaikan isu yang dipilih.
Sejauh mana pemimpin perusahaan menguasai informasi mengenai fakta yang terjadi, kekuatan argumentasi dan persepsi mengenai fakta tersebut, serta rekomendasi dan komitmen yang disampaikan untuk menyelesaikan permasalahan tersebut adalah esensi penilaian Green Leadersip.
Aspek Penilaian Green Leadership
Terdapat beberapa aspek dan kriteria yang digunakan untuk menilai sejauh mana seorang pemimpin perusahaan memiliki kapabilitas sebagai seorang Green Leader. Selain itu, nilai yang didapatkan oleh peserta PROPER juga tergantung dari siapa yang melakukan presentasi. Semakin tinggi jabatan yang melakukan presentasi, semakin tinggi nilai yang didapat.
Baca Juga: Mengenal Eco Inovasi dalam PROPER
Sebagai contoh, apabila yang didelegasikan oleh perusahaan setingkat dengan manajer, maka aspek dan range poin yang diberikan pun hanya berkisar 0-5. Namun apabila yang di delegasikan oleh peserta PROPER setingkat CEO, maka range poin yang didapat berkisar 6-10.
Berikut adalah kriteria dan aspek penilaian dari Green Leadership dalam PROPER.
Manajer LevelKriteria PenialainCEO LevelNilaiAspek PenilaianAspek PenilaianNilai0-5Penjelasan lebih fokus pada proses dan hasil karya. Mereka berusaha memastikan bahwa pekerjaan selesai dengan baik dan efisienFokus pada orangPenjelaskan lebih berfokus pada pengembangan individu, memahami kebutuhan anggota tim, mengmebangkan hubungan yang kuat dengan mereka. Merek aberusha amengembangkana potensi karyawan dan memotivasi mereka untuk mencapai tujuan bersama6-100-5Gaya Pengambilan Keputusan menggunakan pendkeatan otoriter atau demokratis. Namun pengambiklan keputusan yang dipresentasikan sering berkaitan dengan operaisonal sehari-hariGaya KepemimpinanGaya pengeambilan keputusan cenderung menggunakan pendkeatan partisipatif, mencari masukan dari timnya sebelum mengambil keputusan strategis, mereka lebih terbuka terhadap berabgai pandangan6-100-5Menunjkan bentuk kewenangan formal untuk mengelola sumber daya dan mengambil keputusan terkait dengan tgas-tugas yang ditugaskan kepada merekaLingkup WewenangMemperluas kewenangan tidak hanya menyelsaikan tugas-tugas formal, tetapi seringkali mempengaruhi orang melalui pengaruh pribadi dan ketermapilan komunikasi, bukan melalui wewenang formal.6-100-5Strategi difokuskan pada strategi jangka pendek dan tugas seharihari yang memastikan operasional berjalan lancar.Waktu orientasiStraetgi dan targer yang diperesentaiskan lebih berfokus pada jangka panjang, memandang visi, inovasi, dan perkemabgnan jangka panjang sebagai prioritasv6-100-5Memiliki kemampuan mengelola sumber daya organisasi, mengatur tugas, dan memastikan pekerjaan sesuai dengan target dan standar yang telah ditetapkan, manajer berfokus pada tugas dan efisiensiTujuan UtamaPresentasi menggambarkan pemimpin perusahaan berfokus pada mengilhami, membimbing, dan memtivasi orang-orang dalam organisasi. Merek memabngtu menciptakan visi, budaya, dan memebrikan arahan strategis6-10Gambar: Green Leadership dalam PROPER (Sumber: Dirjen PPKL KLHK)
Yuk raih nilai tinggi pada kriteria Green Leadership dan raih peringkat Emas dalam PROPER bersama kami!
Klik untuk melihat berbagai layanan kami
Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
on
Pentingnya Inklusi Keuangan bagi UMKM
Inklusi Keuangan bagi pelaku UMKM menjadi sebuah keharusan di tengah berbagai kerentanan ekonomi yang terjadi saat ini. Seperti yang kita tahu, usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) merupakan sektor usaha yang memiliki peran vital bagi perekonomian sebuah negara. Tidak hanya menjadi penyumbang terbesar pertumbuhan ekonomi, UMKM juga menjadi tulang punggung yang menjaga stabilitas dan keseimbangan ekonomi nasional.
Bagaimana tidak, UMKM memiliki tingkat penyerapan tenaga kerja yang tinggi, serta menjadi penyerap kredit terbesar dari industri jasa keuangan. Selain itu, UMKM memiliki kontribusi besar terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia.
Berdasarkan data Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah (Kementerian KUKM), jumlah pelaku UMKM di Indonesia pada tahun 2021 mencapai 64,2 juta dengan kontribusi terhadap produk domestik bruto (PDB) sebesar 61,07% atau Rp8.573,89 triliun. UMKM mampu menyerap 97% dari total angkatan kerja dan mampu menghimpun hingga 60,4 persen dari total investasi di Indonesia.
Baca Juga: Keterlibatan CSR untuk Memperkuat CSR
Pandemi Covid-19 adalah bukti nyata bahwa UMKM memiliki ketangguhan yang luar biasa dalam menghadapi krisis dibanding dengan usaha-usaha besar seperti korporasi. Ketika sektor usaha lain mengalami keterpurukan hingga harus melakukan PHK para karyawannya, UMKM tetap bertahan bahkan terus bertumbuh.
Tantangan Berat Pelaku UMKM
Namun demikian, meski kontribusinya yang cukup besar bagi perekonomian nasional, sebagian besar para pelaku UMKM di Indonesia masih menghadapi banyak tantangan dalam mengembangkan usaha mereka.
Beberapa tantangan tersebut antara lain:
Terbatasnya akses pembiayaan
Terbatasnya pengetahuan
Kesiapan digital
jaringan pemasaran
Dari beberapa tantangan tersebut, penelitian menemukan bahwa akses pembiayaan khususnya berupa akses yang buruk ke layanan keuangan formal tetap menjadi salah satu tantangan yang paling serius.
Mendorong Inklusi Keuangan Pelaku UMKM
Sehubungan dengan besarnya peran yang dimiliki UMKM dan berbagai permasalahan yang dialaminya, mendorong inklusi keuangan bagi UMKM adalah langkah strategis untuk menjaga stabilitas perekonomian nasional dan menghindarkan diri dari jurang resesi.
Secara sederhana, inklusi keuangan adalah kondisi di mana masyarakat memiliki akses untuk menjangkau dan menggunakan produk keuangan, sesuai kebutuhan secara berkesinambungan. Penggunaan layanan keuangan tersebut diperuntukkan baik untuk kebutuhan konsumtif, maupun kebutuhan produktif (modal usaha).
Persoalannya, apa strategi atau cara yang lebih efektif? Syahrir Ika, dalam buku bunga rampai berjudul âInklusi Keuangan untuk Memakmurkan Bangsaâ (Gramedia, 2022), menulis bahwa setidaknya ada tiga kiat untuk mendorong inklusi keuangan. Ketiga kiat ini menggunakan kriteria 3 dimensi inklusi keuangan menurut Sarma (2016).Â
1. Mendorong Peneterasi Debitur
Kiat pertama untuk mendorong inklusi keuangan adalah dengan mendorong penetrasi debitur. Artinya, sistem keuangan inklusif harus memiliki pengguna sebanyak mungkin. Lembaga keuangan harus berupaya agar banyak debitur baru yang berhasil dilayani perbankan.
Ukurannya adalah memperbesar rasio jumlah rekening simpanan/deposito per 1000 penduduk orang dewasa. Faktor-faktor yang menghambat atau membatasi penduduk untuk menabung atau mendepositokan dana masyarakat ke bank, harus dipangkas atau tidaknya dikurangi. Literasi investasi dan digitalisasi keuangan juga perlu dimasifkan.Â
2. Memperluas Jangkauan Layanan Perbankan
Kiat kedua adalah memperluas jangkauan layanan perbankan. Artinya, layanan perbankan harus tersedia bagi pengguna sebanyak mungkin, baik offline maupun online. Jumlah ATM per 1000 penduduk yang berfungsi baik, harus diperbanyak dan harus merata di semua daerah.Â
3. Intervensi Negara
Kiat ketiga adalah adanya intervensi dari negara untuk mendorong masyarakat yang tergolong dalam underbanked atau marginally banked atau mereka yang tidak mampu menggunakan layanan bank akibat berbagai keterbatasan, untuk bisa mengakses layanan keuangan.
Masyarakat yang tergolong dalam kelompok tersebut mencerminkan inklusifitas keuangan negatif sebab mereka dapat mengakses layanan bank, tetapi tidak mampu menggunakannya untuk meningkatkan atau mengoptimalkan pemanfaatan layanan bank.
Baca Juga: Membangun Inklusi Sosial Bagi Kaum Difabel
3 Pendekatan Inklusi Keuangan UMKM
Agar upaya mendorong inklusi keuangan bagi pelaku UMKM dapat berjalan efektif, pemerintah dapat melakukan beberapa pendekatan sebagai berikut:
1. Vulnerable Group Theory
Pendekatan pertama adalah vulnerable group theory. Pendekatan ini merekomendasikan program inklusi keuangan harus ditargetkan untuk anggota masyarakat yang rentan, orang miskin, orang muda, perempuan, dan orang tua yang bisa jadi sudah keluar dari sistem keuangan (excluded).Â
2. Public Service Theory
Pilihan pendekatan kedua adalah public service theory, dimana inklusi keuangan hanya dapat dicapai ketika pemerintah mengambil tanggung jawab atas inklusi keuangan, tidak menyerahkan ke pasar. Dengan pendekatan ini, program inklusi keuangan didanai dengan uang rakyat atau dengan anggaran pemerintah (APBN).Â
Persoalannya, anggaran pemerintah terbatas, sehingga pemerintah harus mengajak pihak swasta dan pemangku kepentingan lain untuk ikut berkolaborasi mendorong inklusi keuangan. Dalam hal ini, pemerintah dapat mengadopsi collaborative intervention theory yang akan dijelaskan dalam poin berikut.
3. Collaborative Intervention Theory
Adalah pendekatan yang mengolaborasikan negara dengan pihak swasta untuk mendorong inklusi keuangan. Strategi ini bisa dipilih sebagai cara Indonesia meningkatkan inklusi keuangan, mengentaskan kemiskinan, mengurangi ketimpangan dan pada akhirnya semakin meningkatkan ketahanan perekonomian bangsa. Maka untuk menghadapi ancaman resesi ekonomi global, sudah seyogyanya seluruh elemen untuk fokus menguatkan dan meningkatkan peran UMKM agar dapat tumbuh dan berkembang.
Itulah penjelasan mengenai inklusi keuangan bagi para pelaku UMKM.
on
3 Tahapan dalam Manajemen Bencana
Sebagai negara yang memiliki tingkat kerentanan tinggi terhadap bencana, manajemen bencana menjadi sebuah hal penting untuk diimplementasikan sebagai upaya merespons berbagai bencana yang bisa tiba-tiba saja terjadi di Indonesia. Banjir, gempa bumi, tsunami, pandemi, longsor, dan sebagainya merupakan beberapa jenis bencana yang sering kali terjadi terjadi di negeri kita. Berbagai bencana tersebut tak jarang menimbulkan berbagai kerusakan dan kerugian, baik berupa kerugian materi, psikis, maupun korban jiwa.
Bencana sendiri merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Hal ini bisa disebabkan oleh faktor alam dan/atau non-alam maupun faktor sosial sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana, baik yang berasal dari faktor alam, non-alam, maupun faktor sosial tidak dapat dihindari sepenuhnya. Namun berbagai jenis bencana tersebut dapat dipersiapkan dan dikelola dengan baik melalui pendekatan manajemen bencana. Dengan melakukan manajemen bencana, kita dapat meminimalisir risiko dan dampak bencana yang mungkin terjadi, serta melakukan perbaikan dengan efektif dan efisien setelah terjadinya bencana.
Baca Juga: Rapid Environmental Assessment (REA) untuk Penanggulangan Bencana
Manajemen bencana adalah pendekatan sistematis untuk mengidentifikasi, mencegah, merespon, dan memulihkan diri dari bencana. Dalam artikel ini, kita akan membahas tahapan-tahapan utama dalam manajemen bencana, meliputi tahapan pra-bencana, tanggap darurat, hingga pasca bencana.
Tahap Pra-Bencana
Merupakan tahapan sebelum terjadinya bencana. Tujuan utama upaya manajemen bencana pada tahapan pra-bencana ini adalah untuk mengantisipasi, mengurangi, bahkan menghilangkan risiko bencana yang ada. Terdapat tiga jenis upaya manajemen bencana pada tahapan pra-bencana ini yaitu pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan.
1. Pencegahan
Pencegahan adalah upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana dengan serangkaian upaya pengurangan bahkan penghilangan ancaman bencana.
Contoh tindakan pencegahan:
Pembuatan hujan buatan untuk mencegah terjadinya kekeringan di suatu wilayah.
Melarang atau menghentikan aktivitas manusia yang merusak alam.
2. Mitigasi Bencana
Mitigasi atau pengurangan adalah serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana. Pengurangan risiko ini dapat dilalukan melalui kegiatan pembangunan fisik maupun peningkatan kapasitas masyarakat dalam menghadapi ancaman bencana. Mitigasi bencana dapat dilakukan dengan upaya fisik dan non-fisik contohnya adalah sebagai berikut:
Membuat bendungan, tanggul, kanal untuk mengendalikan banjir, normalisasi sungai, dan pembuatan sengkedan/terasering pada wilayah yang rawan longsor
Penetapan dan pelaksanaan peraturan, sanksi; pemberian penghargaan mengenai penggunaan lahan, tempat membangun rumah, aturan bangunan.
Penyediaan informasi, penyuluhan, pelatihan, penyusunan kurikulum pendidikan penanggulangan bencana bagi masyarakat.
3. Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan adalah upaya yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian langkah-langkah yang tepat guna dan berdaya guna pada saat suatu bencana hendak terjadi. Hal ini bertujuan agar masyarakat memiliki persiapan yang cukup untuk menghadapi bencana. Beberapa contoh upaya kesiapsiagaan bencana adalah sebagai berikut:
Pengaktifan pos-pos siaga bencana
Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas kebencanaan.
Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning).
Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan).
Tahap Tanggap Darurat Bencana
Tanggap darurat adalah upaya yang dilakukan pada saat terjadinya bencana. Upaya ini dilakukan untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan dari suatu bencana. Beberapa tindakan yang dapat dilakukan pada tahap tanggap darurat adalah sebagai berikut:
Evakuasi.
Pencarian dan penyelamatan.
Penanganan Penderita Gawat Darurat (PPGD).
Penyediaan kebutuhan dasar seperti air dan sanitasi, pangan, sandang, papan, kesehatan, konseling.
Pemulihan segera fasilitas dasar seperti telekomunikasi, transportasi, listrik, pasokan air untuk mendukung kelancaran kegiatan tanggap darurat.
Tahap Pasca Bencana
Merupakan tahapan setelah suatu bencana selesai terjadi. Tujuan utama upaya dalam tahapan pasca bencana ini adalah memperbaiki atau mengembalikan kondisi fisik, sosial, maupun psikis akibat bencana.
1. Rehabilitasi/Pemulihan
Pemulihan adalah serangkaian kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, sarana dan prasarana dengan melakukan upaya rehabilitasi. Contoh upaya pemulihan adalah sebagai berikut:
Perbaikan sarana/prasarana sosial dan ekonomi
Pemulihan kondisi psikis melalui penyuluhan, konseling, terapi kelompok (disekolah) dan perawatan
Pemulihan gizi/kesehatan
Pemulihan sosial ekonomi sebagai upaya peningkatan ketahanan masyarakat, antara lain: penciptaan lapangan kerja, pemberian modal usaha, dll.
2. Rekonstruksi/Pembangunan Kembali
Rekonstruksi adalah program jangka panjang untuk membangun kembali sarana dan prasarana dasar ke keadaan semula sebelum terjadinya bencana. Contoh rekonstruksi pasca bencana adalah membangun prasarana dan pelayanan masyarakat, pendidikan, kesehatan, ekonomi, sosial, budaya, keamanan, lingkungan, pembaharuan rencana tata ruang wilayah, sistem pemerintahan dan ketahanan lainnya yang memperhitungkan faktor risiko bencana.
Itulah tiga tahapan manajemen bencana. Sebagai negara yang memiliki kerentanan tinggi terhadap bencana, penting bagi berbagai pihak di Indonesia untuk menerapkan manajemen bencana secara komprehensif. Meski bencana sering kali tidak bisa diprediksi, namun dengan penerapan manajemen bencana secara komprehensif tersebut diharapkan dapat mengurangi risiko dan dampak bencana yang mungkin terjadi.
Referensi
Wignyo Adiyoso. (2018). Â Manajemen Bencana: Pengantar dan Isu-Isu Strategis. Bumi Aksara
UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana
on
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM): Indikator Kesuksesan Program CSR
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) merupakan salah satu alat ukur yang dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana kesuksesan sebuah program CSR. Masyarakat yang menjadi sasaran program CSR tentu memiliki ekspektasi terhadap capaian program CSR. Dengan IKM, perusahaan dapat mengetahui sejauh mana ekspektasi masyarakat terhadap sebuah program telah tercapai.
Selain itu, dalam program penilaian penilaian peringkat kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan (PROPER) yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dokumen IKM menjadi salah satu poin penilaian penting dalam kriteria Pemberdayaan Masyarakat aspek monitoring dan evaluasi.
Baca Juga: Dokumen Hijau PROPER: Apa Saja Isinya?
Oleh karena itu, bagi perusahaan yang menargetkan beyond coplience (Peringkat Hijau dan Emas), Dokumen Indeks Kepuasan Masyarakat ini menjadi penting. Selain itu, kajian IKM juga dapat bermanfaat bagi perusahaan untuk perbaikan program CSR yang tengah dijalankan.
Pengertian Indeks Kepuasan Masyarakat
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) merupakan data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif maupun kualitatif berdasarkan pendapat penerima manfaat atas pelaksanaan program CSR dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhan.
Data atau informasi dalam studi IKM diperoleh berdasarkan hasil wawancara terstruktur dengan responden yang terarah/telah ditentukan sejak awal (purposive sampling), yaitu penerima manfaat program.
Nilai IKM yang diukur meliputi IKM atas setiap program dan keseluruhan program. Studi IKM menggunakan Skala Likert sebagai acuan dalam penyusunan angket yang disebarkan kepada responden. Responden diminta untuk memberikan tanggapan pada setiap pertanyaan dengan memilih lima pilihan jawaban.
Baca Juga: Pentingnya Social License Index (SLI)
Untuk menyusun dokumen ini, dilaksanakan survey kepuasan masyarakat minimal 1 kali dalam setahun. Pelaksanaan survey dapat dilakukan secara mandiri oleh perusahaan dengan pembentukan tim maupun bekerja sama dengan unit independen lainnya, seperti Badan Pusat Statistik (BPS), perguruan tinggi, maupun konsultan penelitian.
Tujuan Studi Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
Tujuan IKM secara umum adalah mengetahui kepuasan masyarakat atas suatu pelayanan atau program, yang juga mencerminkan keberhasilan pelaksanaan program oleh perusahaan. Selain itu, tujuan lain dari dilaksanakannya studi IKM adalah sebagai berikut:
Mengukur pencapaian dampak yang relevan sebagaimana tertuang dalam outcome program dengan menyoroti perubahan paling signifikan.
Menangkap pembelajaran serta praktik terbaik dari pelaksanaan program dengan beberapa isu saling-silang seperti keterlibatan/partisipasi komunitas, inklusi serta keberlanjutan program.
Mengidentifikasi tantangan-tantangan yang dihadapi dalam implementasi program dan bagaimana hal itu berpengaruh dalam pencapaian output dan outcome program.
Merumuskan rekomendasi-rekomendasi yang diperlukan untuk meningkatkan pencapaian tujuan program secara lebih efektif dan efisien ke depannya.
Tahapan Studi Indeks Kepuasan Masyarakat
1. Menentukan Lokasi dan Jangkauan
Tahapan pertama dalam studi IKM adalah menentukan lokasi dan jangkauan studi. Lokasi dan jangkauan tersebut ditentukan sesuai dengan cakupan/sekup program CSR perusahaan dan penerima manfaat program CSR.
2. Mempersiapkan tim dan strategi studi Indeks Kepuasan Masyarakat
Tahapan kedua adalah mempersiapkan tim peneliti dan strategi studi. Tim peneliti ditentukan sesuai dengan kebutuhan dan jangkauan program CSR serta strategi studi IKM ditentukan sejak awal sehingga pelaksanaan studi dapat terencana dan terkonsep.
3. Mengumpulkan dan menganalisis data sekunder
Tahapan ketiga adalah pengumpulan dan analisis data sekunder. Ini dilakukan untuk memberikan gambaran awal terkait dengan pelaksanaan program, profil program, dan laporan sebagai referensi penyusunan instrumen
4. Menyusun instrumen penelitian
Tahapan selanjutnya adalah menyusun instrumen IKM. Instrumen ini disusun berdasarkan hasil data sekunder yang telah dianalisis serta menyesuaikan dengan metode pengumpulan data
5. Pengumpulan Data Primer
Tahapan selanjutnya adalah pengumpulan data primer. Teknik pengumpulan data yang dapat digunakan yaitu wawancara terstruktur dan juga pengisian kuisioner serta observasi untuk mengetahui persepsi sasaran terhadap program.
6. Pengolahan Data
Tahapan selanjutnya adalah pengolahan data. Ini dilakukan berdasarkan data yang telah dikumpulkan dan diolah menggunakan formula-formula IKM.
7. Analisis data Kuantitatif dan Kualitatif
Tahapan selanjutnya adalah analisis data kuantitatif dan kualitatif. Analisis ini dilakukan dengan mengisi lembar kerja sesuai dengan pengolahan data yang telah dilakukan.
8. Penulisan Laporan
Tahapan terakhir adalah penulisan laporan. Ini dilakukan setelah proses pengambilan dan pengolahan data selesai dan akan dimuat seluruh informasi terkait nilai IKM dan IPA.
Yuk ketahui tingkat kepuasan masyarakat binaan program CSR programmu!
Bagi yang ingin tahu tingkat kepuasan masyarakat binaan CSR kamu, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait studi Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM). Kami pun menyediakan berbagai layanan dan produk terkait dengan Manajemen CSR.
Klik untuk melihat berbagai layanan kami
Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
on
Pentingnya Social License Index (SLI) Bagi Keberlanjutan Bisnis
Salah satu risiko yang dihadapi oleh perusahaan adalah risiko yang terkait dengan reputasi di hadapan masyarakat dan stakeholder lokal. Reputasi sosial atau Social License To Operate (SLO) adalah sebuah konsep yang mengacu pada penerimaan, persetujuan, dan dukungan dari masyarakat setempat, pemangku kepentingan, dan publik yang lebih luas kepada sebuah perusahaan atau organisasi untuk menjalankan operasinya atau menjalankan proyek atau inisiatif tertentu.
Seperti yang kita tahu, sebuah perusahaan tidak hanya diharuskan untuk mematuhi persyaratan hukum dan peraturan formal, tetapi juga harus selaras dengan nilai-nilai, harapan, dan kepedulian masyarakat dan pemangku kepentingan yang terkena dampak dari kegiatannya. Yang dalam hal ini disebut dengan Social License atau lisensi/izin sosial.
Apabila lisensi sosial yang dimiliki oleh sebuah perusahaan rendah bahkan tidak memiliki “izin sosial” sama sekali, masyarakat lokal dan pemangku kepentingan dapat mengajukan keberatan, protes, atau mengambil tindakan hukum terhadap perusahaan. Hal ini tentu dapat menyebabkan kerusakan reputasi, gangguan operasional, atau bahkan pembatalan proyek dan pencabutan izin operasi.
Oleh karena itu, mengamankan dan mempertahankan Social License dalam operasi bisnis sangat penting untuk mendukung keberlanjutan jangka panjang dan keberhasilan organisasi. Terutama bagi industri dengan jejak sosial atau lingkungan yang signifikan.
Langkah awal untuk memastikan Social License adalah dengan mengukur sejauh mana tingkat Social License tersebut pada perusahaan. Hal ini penting dilakukan sebagai dasar dalam melakukan berbagai pendekatan guna menjaga Social License itu sendiri. Salah satu alat yang dapat digunakan untuk mengukur sejauh mana izin sosial atau social license adalah Social License Index (SLI). Apa ada bagaimana SLI ini dilakukan? Berikut penjelasannya.
Mengenal Social License Index
Social Licensi Index (SLI) adalah sebuah desain penelitian yang dapat menggambarkan tingkat persepsi para pihak baik pemerintah, NGOs, masyarakat dan entitas bisnis lainnya terhadap keberadaan aktivitas industri di wilayahnya. Hasil dari SLI sangat bermanfaat bagi industri untuk menentukan strategi stakeholder engagement yang tepat di dalam dinamika sosial, ekonomi, politik dan lingkungan yang kompleks.
Baca Juga: Begini Cara Menyusun Stakeholder Engagement PROPERMeskipun kajian SLI bertumpu pada persepsi, namun bukan berarti kajian ini tidak memiliki parameter. Sebagai sebuah metode ilmiah, tingkat lisensi sosial bisa diukur dan diungkapkan kedalam nilai dan angka. Selain itu, untuk melihat sejauh mana lisensi sosial, digunakan beberapa parameter berupa sejumlah variabel yaitu economic legitimacy, socio-political legitimacy, interactional trust, institutional trust.
Variabel Social License Index
Beriku adalah variabel dalam Social License Index:
1. Economic Legitimasi
Variabel pertama yaitu Economic legitimacy merupakan faktor paling mendasar dari SLI. Economic legitimacy mengukur dampak ekonomi baik secara langsung maupun tidak langsung dari beroperasi nya sebuah industri. Dalam hal ini, jika perusahaan tidak mampu mewujudkan manfaat ekonomi dari aktivitas bisnis kepada stakeholder-nya, persepsi mereka akan sangat rendah dan dapat berujung pada sikap penolakan terhadap keberadaan perusahaan.
2. Socio Political Legitimacy
Variabel kedua yaitu Socio-political legitimacy merupakan variabel yang fokus perhatiannya pada keterkaitan antara proses bisnis dengan kondisi kesejahteraan masyarakat yang hidup dan menetap di wilayah operasional perusahaan.
Hipotesis minor yang dibangun pada variabel ini berangkat dari kondisi di mana masyarakat lokal dan stakeholder lainnya mempersepsikan bahwa perusahaan dapat meningkatkan kesejahteraan dalam cakupan wilayah operasional, memenuhi ekspektasi dan menghormati nilai dan norma sosial yang telah lama menjadi bagian dari kehidupan mereka. Jika legitimasi sosial politik rendah, penerimaan masyarakat lokal dan stakeholder lainnya atas kehadiran atau keberadaan suatu perusahaan akan rendah pula.
3. Interactional trust
Variabel ketiga yaitu Interactional trust yakni variabel tanggapan suatu perusahaan untuk memberikan respon dan membangun hubungan bersama dengan masyarakat lokal dan stakeholder lainnya. Variabel ini menekankan pada pola interaksi yang terbangun antara perusahaan dengan entitas yang berada di luar lingkungan industri.
4. Institusional trust
Variabel keempat yaitu Institusional trust berfungsi untuk mengukur persepsi stakeholder tentang praktik tanggung jawab sosial yang dilakukan oleh perusahaan dan berdampak langsung terhadap kepentingan stakeholder di luar lingkaran bisnis. Kepentingan yang didasarkan pada basis rasionalitas antar aktor pada umumnya melahirkan dua tujuan yang berbeda. Pada titik inilah variabel terakhir menjadi penting.
Level Lisensi Sosial
Proses Social License akan menghasilkan justifikasi mengenai level sosial Lisensi sosial sebuah perusahaan. Level lisensi sosial ini dapat dilihat dari beberapa level yang tersusun secara hierarki. Tingkatan lisensi sosial terdiri dari withdrawal, acceptance, approval, psychological identification.
1. Withdrawl
Level pertama adalah Withdrawl. Merupakan level yang paling rendah dari hierarki lisensi sosial. Pada level withdrawl masyarakat menolak aktivitas bisnis yang dilakukan oleh perusahaan sehingga keberlangsungan bisnis dapat terhenti.
2. Acceptance
Level kedua adalah Acceptance. Level ini menekankan dukungan komunitas terhadap aktivitas bisnis yang dilakukan oleh perusahaan akan muncul apabila perusahaan terebut dapat berhasil memberikan informasi terkait bisnisnya, mendengarkan kebutuhan komunitas, dan menghormati norma lokal.
3. Approval
Level kedua adalah Approval. Yaitu pada titik di mana perusahaan akan mampu mengamankan sumber daya dan aktivitas bisnisnya, jika perusahaan sudah berhasil menindaklanjuti dan mewujudkan perhatian komunitas.
4. Psychological identification
Level keempat adalah Psychological identification. Level ini menjelaskan bahwa realisasi janji kepada komunitas tidak cupu untuk membangun relasi yang harmonis. Tingkatan ini dapat diperoleh pada saat perusahaan mampu menginisiasikan kegiatan-kegiatan kepada stakeholder seperti pelatihan kepada Non-Govermental Organisation dan pegawai pemerintah. Selain itu, komunitas benar-benar sudah menganggap aktivitas bisnis tidak hanya demi kepentingan perusahaan melainkan untuk kepentingan mereka juga.
Penutup
Sebagai upaya mitigasi risiko dalam hal ini, setiap perusahaan perlu menegaskan komitmennya dalam memelihara hubungan baik dengan masyarakat dan stakeholder lokal. Hal ini dapat dilakukan dengan membangun kepercayaan, menunjukkan rasa hormat dan memenuhi ekspektasi komunitas lokal, masyarakat umum dan kelompok kepentingan lainnya. Komitmen ini memiliki dampak langsung terhadap citra perusahaan dan memainkan peran penting dalam menjaga izin operasional mereka.
Yuk bangun hubungan baik dengan masyarakat lokal dan stakeholder.
Bagi yang ingin tahu tingkat sejauh mana tingkat Lisensi Sosial dari perusahaanmu, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait studi Social License Index (SLI). Kami pun menyediakan berbagai layanan dan produk terkait dengan Manajemen CSR.
Klik untuk melihat berbagai layanan kami
Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Referensi
Boutilier, R. (2017). A Measure of The Social License to Operate for Infrastructure and Extra Projects 1 Defining The Social License Construct. https://www.thersa.org/discover/publications-and-articles/
on
Peserta PROPER “Tidak Taat” Satu Dekade Terakhir Terus Naik
Status penilaian Tidak Taat yang meliputi peringkat Hitam dan Merah, merupakan penilaian yang diberikan kepada peserta PROPER yang dalam upaya pengelolaan lingkungan hidupnya tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Bahkan dalam praktiknya bisnisnya, mereka berpotensi melakukan perbuatan atau kelalaian yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.
Perusahaan yang Tidak Taat dalam penilaian PROPER selain berpotensi menimbulkan dampak negatif bagi lingkungan, juga akan menimbulkan konsekuensi negatif bagi internal perusahaan sendiri. Konsekuensi ini antara lain izin operasi perusahaan dihentikan, dipidana kan di pengadilan, menurunnya citra perusahaan di hadapan publik, kehilangan kepercayaan konsumen, kesulitan mendapatkan mitra bisnis, bahkan investor akan berpikir ulang ketika hendak berinvestasi.
Baca Juga: Apa Yang Akan Terjadi Jika Perusahaan Mendapat PROPER Hitam?
Dari hasil data yang diolah dari website proper.menlhk.go.id secara garis besar jumlah peserta PROPER Tidak Taat selama satu dekade terakhir mengalami fluktiatif (naik turun). Tren penurunan terjadi pada periode 2015-2017. Namun setelah itu jumlah perusahan Tidak Taat kembali mengalami kenaikan hingga tahun 2019. Bahkan selama tiga tahun terakhir yakni 2020-2022 jumlah perusahaan Tidak Taat terus mengalami kenaikan yang cukup signifikan.
Kenaikan signifikan terjadi pada PROPER periode 2020-2021, di mana jumlah perusahaan penerima PROPER Merah dan Hitam mencapai 645 perusahaan. Meningkat sebanyak 410 perusahaan dari tahun sebelumnya yang 235 perusahaan. Kemudian, pada tahun terakhir pelaksanaan PROPER, yaitu tahun 2022, jumlah perusahaan Tidak Taat meningkat cukup signifikan menjadi 889 perusahaan.
Status Tidak Taat: Sebuah Kabar Buruk
Hal ini tentu menjadi sebuah kabar buruk sebab perusahaan yang berstatus Tidak Taat memiliki potensi menimbulkan kerusakan lingkungan dalam operasi bisnisnya. Sebagaimana diketahui bahwa untuk mencapai status taat, Perusahaan Peserta PROPER setidaknya harus memenuhi kriteria penilaian minimal sebagai berikut:
Melakukan Penilaian Tata Kelola Air
Melakukan Penilaian Kerusakan Lahan
Melakukan Pengendalian Pencemaran Laut
Melakukan Pengelolaan Limbah B3
Melakukan Pengendalian Pencemaran Udara,
Melakukan Pengendalian Pencemaran Air
Melakukan Implementasi AMDAL
Perusahaan yang berstatus Tidak Taat adalah mereka yang tidak memenuhi kriteria penilaian di atas. Status Tidak Taat tersebut bisa menjadi salah satu indikator bahwa mereka belum melakukan pengelolaan lingkungan dan pengendalian limbah dan pencemaran dari operasi bisnis yang mereka lakukan. Sehingga perusahaan-perusahaan tersebut dinilai mencemari dan menimbulkan kerusakan lingkungan.
Tren Kenaikan Perusahaan “Tidak Taat” Berbanding Lurus dengan Kenaikan Partisipan PROPER
Kenaikan jumlah perusahaan berstatus Tidak Taat ternyata berbanding lurus dengan kenaikan partisipan PROPER dari tahun ke tahun. Dari hasil data yang diolah dari website proper.menlhk.go.id, dalam rentang waktu sepuluh tahun terakhir, tepatnya dari tahun 2013-2022, partisipan PROPER cenderung mengalami kenaikan dari yang jumlahnya 1812 pada tahun 2013, telah mencapai jumlah 3200 pada tahun 2022. Tren penurunan hanya terjadi 3 kali tepatnya pada tahun 2016, 2017, dan 2020 dengan penurunan yang tidak terlalu signifikan.
Besar kemungkinan, banyak di antara perusahaan-perusahaan yang Tidak Taat selama satu dekade terakhir adalah para partisipan baru PROPER. Perusahaan-perusahaan ini belum terlalu mengenal PROPER dengan berbagai macam kriteria penilaiannya.
Pentingnya Keterlibatan Berbagai Stakeholder untuk mendukung Ketaatan Perusahaan dalam PROPER
Keterlibatan berbagai stakeholder sangat diperlukan untuk mendorong perusahaan meningkatkan kinerjanya dalam pengelolaan lingkungan melalui PROPER. Keterbatasan sumber daya dan pengetahuan yang dimiliki oleh perusahaan, terutama mereka yang baru menjadi partisipan PROPER tentu akan membuat mereka kesulitan jika hanya bergerak sendiri. Maka diperlukan sinergi dan dorongan dari berbagai pihak, yang dalam konteks ini agar semakin banyak perusahaan mendapatkan status “Taat”.
Pemerintah
Stakeholder pertama yang memiliki peranan penting dalam mendorong entitas bisnis meraih status Taat dalam PROPER adalah pemerintah. Pemerintah dapat berperan dalam pengawasan, pengembangan regulasi lingkungan, dan pengakuan terhadap perusahaan yang berhasil memenuhi standar lingkungan. Dengan adanya regulasi yang ketat, secara otomatis perusahaan akan mendorong diri mereka untuk menjalankan operasi yang berkelanjutan. Dengan bersinergi, perusahaan dan pemerintah dapat mencapai tujuan bersama dalam menjaga lingkungan dan meraih peringkat PROPER tinggi.
Pembinaan bahkan penegakan hukum dapat menjadi salah satu pendekatan untuk mendorong perusahaan meningkatkan kinerjanya dalam pengelolaan lingkungan. Dengan pembinaan dan penegakan hukum ini, diharapkan banyak di antara perusahaan yang menjadi partisipan PROPER berubah statusnya menjadi “Taat”.
Media
Stakeholder selanjutnya yang memegang peran penting dalam mendukung kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan adalah Media. Media berperan sebagai pengawas publik yang efektif, memonitor dan memberitakan tindakan lingkungan perusahaan secara transparan. Pemberitaan media dapat mendorong perusahaan untuk berkomitmen pada praktik berkelanjutan, sembari memberikan pertanggungjawaban atas dampak lingkungan yang ditimbulkan. Pemberitaan yang berfokus pada praktik lingkungan dapat memicu kesadaran masyarakat dan mendorong perusahaan untuk mengambil tindakan positif.
Baca Juga: Apa yang Akan Terjadi Jika Perusahaan Mendapat PROPER Hitam?
Selain itu, peran media dalam mengangkat contoh-contoh praktik lingkungan yang baik juga dapat mendorong inspirasi dan persaingan sehat di antara perusahaan. Liputan positif ini dapat memotivasi perusahaan lain untuk mengadopsi praktik berkelanjutan, menciptakan efek domino menuju standar ketaatan.
Konsultan CSR
Stakeholder selanjutnya yang memiliki pengaruh besar adalah konsultan penelitian CSR. Keterbatasan yang dimiliki oleh entitas bisnis seringkali membuat entitas bisnis terhambat dalam menjalankan pengelolaan lingkungan termasuk pada keikusertaanya dalam PROPER.
Peran konsultan CSR adalah sebagai penasihat independen dan ahli dalam isu-isu tanggung jawab sosial perusahaan dan lingkungan. Konsultan CSR dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam membantu perusahaan melakukan pengelolaan lingkungan, yang pada akhirnya dapat mendapatkan penilaian tinggi dalam ajang PROPER.
Lembaga Konsultan CSR berfungsi sebagai penghubung antara perusahaan dan pengetahuan terbaru tentang praktik-praktik berkelanjutan, yang dalam konteks ini berdasarkan PROPER. Konsultan CSR akan terus mengikuti perkembangan tren, regulasi, dan inovasi di bidang tanggung jawab sosial dan lingkungan, dan dapat membantu perusahaan menyesuaikan pendekatan mereka secara proaktif.
Dengan begitu, perusahaan dapat merespons perubahan dengan cepat dan tetap relevan dalam menghadapi tantangan lingkungan yang semakin kompleks, termasuk dalam kaitannya dengan upaya meraih peringkat PROPER yang tinggi.
Konsultan penelitian CSR memiliki kemampuan untuk menganalisis secara mendalam praktik keberlanjutan dari hulu sampai ke hilir. Dalam artian memastikan perencanaan, pelaksanaan, dan dampak yang dihasilkan dapat berjalan optimal.
Bagi yang masih bingung dengan cara penyusunan Dokumen PROPER yang baik agar mendapatkan nilai optimal, ataupun yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER dan penyusunan Dokumen SROI.
Klik untuk melihat berbagai layanan kami
Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
on
Begini Cara Menyusun Stakeholder Engagement untuk PROPER
Stakeholder Engagement (pelibatan pemangku kepentingan) menjadi aspek penting tahapan penilaian beyond complience (PROPER Hijau&Emas). Aspek ini termuat dalam kriteria penilaian pemberdayaan masyarakat pada Dokumen Hijau.
Melalui aspek penilaian ini, PROPER mendorong perusahaan membangun harmoni dengan seluruh stakeholder. Mulai dari hulu, hingga ke hilir, baik konsumen, masyarakat, pemerintah, pemasok bahan baku, lembaga keamanan, organisasi sipil, dan sebagainya.
Baca Juga: Mengenal PROPER: Tujuan dan Manfaatnya Bagi Perusahaan
Seperti yang kita tahu, stakeholder memegang peranan penting dalam operasi bisnis perusahaan. Tidak ada satu kegiatan bisnis pun yang bisa hidup tanpa melibatkan stakeholder. Untuk terus menjalankan roda bisnisnya, setiap perusahaan memerlukan peran serta stakeholder, baik stakeholder internal maupun eksternal perusahaan.
Mengenal Stakeholder Engagement
Stakeholder Engagement (pelibatan pemangku kepentingan) merupakan kumpulan tindakan yang dilakukan oleh perusahaan untuk secara positif, untuk melibatkan para pemangku kepentingan dalam kegiatan perusahaan.
Pemangku kepentingan yang dimaksud merupakan suatu kelompok yang dapat mempengaruhi atau terpengaruh dari aktivitas atau kegiatan perusahaan. Mereka yang digolongkan sebagai pemangku kepentingan adalah pihak-pihak yang kepada siapa perusahaan memiliki kewajiban legal, finansial, dan operasional. Selain itu pemangku kepentingan juga meliputi pihak-pihak yang terdampak oleh operasional perusahaan dan pihak-pihak yang kemungkinan besar akan mempengaruhi kinerja perusahaan.
Baca Juga: Hexahelix: Paradigma Baru Kolaborasi di CSR
Apa Tujuan Stakholder Engagement?
Tujuan dari stakeholder engagement adalah untuk menghasilkan peluang dialog antara perusahaan dan pemangku kepentingannya. Selain itu, dengan stakeholder engagement juga memungkinkan perusahaan untuk berkomunikasi, berkolaborasi, dan mengumpulkan informasi dari berbagai kategori pemangku kepentingan.
Stakeholder Engagement ini penting dilakukan karena para pemangku kepentingan memiliki ekspektasi untuk perusahaan dan mereka memiliki hubungan yang interdependen (ketergantungan), baik yang bersifat positif dan negatif. Melalui studi Stakeholder Engagement ini, perusahaan dapat mengetahui persepsi dan ekspektasi para stakeholder terhadap perusahaan.
Sehingga, manfaat akhir dari studi Stakeholder Engangement ini adalah untuk membangun kepercayaan, mengelola risiko, memperkuat brand, meningkatkan produktivitas, mengidentifikasi peluang strategis, mengembangkan kemitraan, dan meningkatkan investasi.
Temuan dari studi Stakeholder Engagement ini bukan sekedar dijadikan sebuah formalitas, tetapi dapat juga menjadi kebutuhan perusahaan sebagai dasar untuk membuat kebijakan, pengambilan keputusan dengan output untuk mengurangi risiko, memanfaatkan peluang dan lain sebagainya.
Bagaimana Cara Menyusun Dokumen Stakeholder Engagement?
Dalam proses penyusunan dokumen Stakeholder Engangement, setidaknya terdapat 6 tahapan yang harus dilalui oleh perusahaan diantaranya sebagai berikut:
1. Identifikasi Stakeholder
Tahapan pertama adalah identifikasi stakeholder. Pada bagian ini, stakeholder diidentifikasi dan dipetakan menjadi tiga kategori berdasarkan tahapan operasional perusahaan yaitu stakeholder di tahapan hulu, proses, dan hilir. Masing-masing stakeholder di setiap tahapan tersebut kemudian dibagi lagi menjadi tiga kategori yaitu stakeholder pemerintah (state), bisnis (private), dan masyarakat (CSO).
Stakeholder pada masing-masing tahapan operasional dan kategori tentu memiliki ke-khasan dan kepentingan yang berbeda satu sama lain. Dalam bagian ini, dijelaskan secara rinci profil setiap stakeholder dan bagaimana peran dan kepentingan dari setiap stakeholder tersebut dalam proses bisnis perusahaan dari mulai hulu hingga ke hilir.
2. Identifikasi Isu Strategis
Tahapan kedua adalah mengidentifikasi isu-isu strategis stakeholder yang teridentifikasi dengan mengelompokkannya menjadi tiga isu, yaitu isu ekonomi, isu lingkungan, dan isu sosial. Ketiganya diidentifikasi berdasarkan tahapan aktivitas bisnis perusahaan di tahap hulu, tahap proses, dan tahap hilir.
3. Permasalahan dan Kebutuhan untuk Pengembangan Perusahaan dan Stakeholder
Tahapan ketiga adalah identifikasi permasalahan dan kebutuhan untuk pengembangan perusahaan dan stakeholder serta mitigasi yang dapat dilakukan untuk menghadapi masalah yang ada. Hasil identifikasi permasalahan dan kebutuhan ini kemudian dituangkan ke dalam sebuah tabel yang memuat kolom permasalahan dan kebutuhan di tahapan hulu, proses, dan hilir.
Setiap proses operasional bisnis tentu memiliki permasalahan dan kebutuhan yang berbeda. Dengan melakukan identifikasi ini, perusahaan dapat melakukan mitigasi dengan menjawab berbagai permasalahan dan kebutuhan para stakeholder. Dengan begitu, perusahaan dapat memastikan setiap langkah operasional bisnis yang melibatkan stakeholder dapat berjalan optimal.
4. Pendekatan/Strategi Perusahaan dalam Stakeholder Engagement
Tahapan selanjutnya adalah identifikasi pendekatan atau strategi yang telah dilakukan perusahaan dalam pelibatan pemangku kepentingan. Pada bagian ini dijelaskan bagaimana pendekatan atau strategi yang digunakan oleh perusahaan untuk menjaga harmonisasi dengan para stakeholder.
Berikut adalah strategi yang digunakan dalam pelibatan pemangku kepentingan:
No.Strategi1Pasif (Remain Passive)âTidak ada komunikasi aktif 2Memantau (Monitor)âKomunikasi satu arah: pemangku kepentingan untuk organisasi3Menganjurkan (Advocate)âKomunikasi satu arah: organisasi ke pemangku kepentingan â 4Memberitahukan (Inform)Komunikasi satu arah: organisasi ke pemangku kepentingan, tidak ada undangan untuk membalas5Melakukan transaksi (Transact)âKeterlibatan dua arah terbatas: pengaturan dan memantau kinerja sesuai dengan ketentuan6Berkonsultasi (Consult)Keterlibatan dua arah terbatas: organisasi mengajukan pertanyaan, pemangku kepentingan menjawab7Negosiasi (Negotiate)Keterlibatan dua arah terbatas: diskusikan yang spesifik masalah atau berbagai masalah dengan tujuan mencapai konsensus8Melibatkan (Involve)âKeterlibatan dua arah atau multi-arah: belajar terus semua pihak kecuali pemangku kepentingan dan organisasi bertindak mandiri9Berkolaborasi (Collaborate)âKeterlibatan dua arah atau multi-arah: â pembelajaran bersama, pengambilan keputusan dan tindakan10Memberdayakan (Empower)âBentuk akuntabilitas baru; keputusan âdidelegasikan kepada pemangku kepentingan; pemangku kepentingan berperan dalam membentuk agenda organisasi
5. Program dan Kegiatan dengan Stakeholder
Tahapan selanjutnya adalah identifikasi program atau kegiatan yang dilakukan perusahaan bersama setiap stakeholder. Hubungan perusahaan dengan para stakeholder tentu terjadi dalam bentuk kegiatan atau pun program antar keduanya. Pada bagian ini dijelaskan bagaimana bentuk interaksi antara perusahaan dengan setiap stakeholder. Interaksi dalam kegiatan atau program ini bisa berupa transaksi bisnis, pengadaan barang dan jasa, perizinan, komunikasi, dan program pemberdayaan.
6. Hasil Stakeholder Engagement
Tahap terakhir adalah identifikasi hasil dari pelibatan pemangku kepentingan yang telah dilakukan di sepanjang aktivitas bisnis, mulai dari tahap hulu, tahap proses hingga tahap hilir. Hasil ini didapatkan dari proses wawancara bersama informan/stakeholder yang terlibat. Pada bagian ini dijelaskan bagaimana keadaan sebelum dan setelah pelibatan stakeholder dilakukan, serta output dan outcome yang didapatkan dari pelibatan tersebut.
Tahapan ini penting dilakukan untuk melihat sejauh mana efektifitas dari pelibatan yang telah dilakukan. Hal Ini bisa menjadi bahan perbaikan bagi perusahaan untuk semakin meningkatkan kinerjanya dalam operasional bisnis melalui pelibatan pemangku kepentingan ini.
Sekian penjelasan mengenai stakeholder engangement atau pelibatan pemangku kepentingan.
Yuk bangun hubungan baik dengan seluruh pemangku kepentingan dan raih peringkat tinggi dalam PROPER bersama kami!
Klik untuk melihat berbagai layanan kami
Atau Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
on
Social Return on Investment (SROI) dalam PROPER
Dalam PROPER, Social Return on Investment (SROI) menjadi salah satu aspek penilaian penting dan menyatu dengan kriteria penilaian Inovasi Sosial. dalam kriteria penilaian inovasi sosial ini, SROI dipesyaratkan untuk mengukur efektivitas dari sebuah program yang telah dilaksanakan oleh perusahaan.
Efektivitas di sini bermakna apakah sebuah program berhasil menyelesaikan masalah/kebutuhan sosial atau tidak, hal ini dijawab melalui perhitungan SROI. Selain itu, perhitungan SROI dalam program inovasi sosial ini digunakan untuk melihat sejauh mana program menjawab kebutuhan dan meningkatkan kapasitas masyarakat sasaran program.
Baca Juga: Mengenal Inovasi Sosial dalam PROPER
Lantas apa dan bagaimana perhitungan SROI ini dilakukan?
Mengenal SROI
Social return on investment (SROI) adalah kerangka kerja atau alat untuk menghitung dan memperkirakan nilai sosial, lingkungan, dan ekonomi dari investasi yang telah dikeluarkan. SROI merupakan pengukuran pengembalian nilai dari program Investasi sosial yang diungkapkan dalam nilai uang (Rp) Pada dasarnya adalah monetisasi hal-hal yang tidak berwujud.
Meski begitu, SROI bukanlah tentang uang, melainkan tentang nilai. Uang hanyalah satu media pengungkapan sebuah nilai yang dapat diterima secara luas. Perkiraan nilai SROI dapat membantu menunjukkan sejauh mana dampak dihasilkan dari investasi yang telah dikeluarkan. Hal ini tentu sangat bermanfaat guna mengidentifikasi apa yang harus diperbaiki dari sebuah program guna mengoptimalkan dampak positif yang dihasilkan dari program tersebut.
Bagaimana Tahapan Penilaian SROI?
Dalam melakukan studi SROI, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan. Berikut adalah penjelasannya.
1. Menetapkan Ruang Lingkup, Mengidentifikasi, dan Melibatkan Stakeholders
Tahapan pertama dalam penilaian SROI adalah penetapan ruang lingkup serta identifikasi dan pelibatan stakeholder dalam program. Penetapan ruang lingkungan dilakukan untuk untuk memberi batasan pada hal yang akan diperhitungkan. Ini tentu penting mengingat studi SROI sendiri kadangkala memiliki keterbatasan waktu dan sumber daya. Sehingga penting untuk melakukan hal ini agar studi SROI dapat berjalan efektif dan tidak keluar dari konteks.
Selain itu, dalam tahapan ini dilakukan Identifikasi stakeholders dan cara melibatkannya. Pemangku kepentingan yang dipetakan baik dari pihak pemerintah, swasta, maupun masyarakat. Selain itu dalam tahapan ini juga dilakukan alasan melakukan analisis, sumber daya yang tersedia, dan prioritas pengukuran harus jelas dalam tahap ini untuk memastikan apa yang diusulkan telah layak.
2. Memetakan Outcomes
Setelah menetapkan ruang lingkup dan mengidentifikasi stakeholder, tahapan selanjutnya adalah melakukan pemetaan outcomes. Ada 5 tahapan penting dalam upaya pemetaan outcomes ini yaitu memulai dengan peta dampak, mengidentifikasi input, menilai input, klarifikasi output, dan mendeskripsikan outcome.
Baca Juga: Dokumen Hijau PROPER: Apa Saja Isinya?
Dalam tahapan ini, stakeholders program memiliki peran penting untuk memberikan informasi yang dibutuhkan sesuai dengan rencana yang telah dibuat sebelumnya. Selain itu, keterlibatannya dalam pembuatan peta dampak akan memastikan outcome yang berdampak pada stakeholders dapat terukur dan dinilai.
3. Membuktikan dan Memberi Nilai pada Outcomes
Tahapan selanjutnya adalah memberi nilai pada outcome yang telah dipetakan. Ada 4 tahapan penting pada tahap ini, yaitu mengembangkan indikator outcome, mengumpulkan data outcome, menetapkan berapa lama outcome bertahan, dan memberi nilai pada outcome.
4. Fiksasi Dampak
Tahapan selanjutnya adalah fiksasi dampak dari program. Fiksasi dampak dilakukan untuk mendapatkan outcome yang murni dari investasi sosial yang telah dilakukan kepada program. Terdapat empat aspek dalam menetapkan dampak dalam perhitungan SRoI yaitu deadweight, displacement, attribution, dan drop off.
Deadweight adalah manfaat yang terjadi begitu saja, ini merupakan ukuran jumlah outcome yang akan maupun belum terjadi. Attribution adalah manfaat yang dipengaruhi oleh pihak lain yang ikut berkontribusi pada Program. Displacement adalah manfaat yang menggantikan manfaat lainnya. Drop off adalah pengurangan nilai manfaat dari waktu ke waktu.
5. Kalkulasi SROI
Tahapan selanjutnya dalam studi SROI adalah kalkulasi atau perhitungan nilai SROI. Perhitungan SROI sebuah program diperoleh dari nilai outcome dibagi dengan total nilai investasi yang dikeluarkan. Nilai SROI pada sebuah program dapat dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya faktor deadweight, displacement, attribution, dan drop off
6. Pelaporan SROI
Tahap terakhir dari studi SROI adalah pelaporan, implementasi hasil, dan juga penyematan. Pelaporan dilakukan dengan menyusun studi SROI ke dalam dokumen yang sistematis yang kemudian dilaporkan kepada stakeholder perusahaan. Implementasi dilakukan dengan mengomunikasikan hasil nilai SROI, dan penyematan proses SROI pada organisasi.
Apakah SROI hanya digunakan untuk PROPER dan Corporate?
Banyak orang yang salah kaprah bahwasanya SROI hanya digunakan untuk mengukur program CSR perusahaan saja. Padahal SROI bisa digunakan oleh berbagai pihak seperti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), Pemerintah, bahkan Lembaga Filantropi untuk menilai keberhasilan program pembangunan yang mereka miliki.
Bahkan Penilaian SROI dapat digunakan oleh donatur atau investor untuk membantu mereka menilai kinerja investasi, memutuskan di mana harus berinvestasi, dan mengukur kemajuan investasi dari waktu ke waktu.
Maka dari itu penting bagi lembaga-lembaga dan pihak tersebut untuk mengetahui dan mengimplementasikan studi SROI ini pada program-program pembangunan dan pemberdayaan yang tengah dijalankan.
Sekian penjelasan mengenai penilaian SROI dalam PROPER. Bagi yang masih bingung dengan cara penyusunan Dokumen SROI yang baik agar mendapatkan nilai optimal, ataupun yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER dan penyusunan Dokumen SROI. Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
on
Rapid Environmental Assessment (REA) untuk Penanggulangan Bencana
Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Terjadinya bencana pada umumnya disebabkan oleh berbagai faktor, baik oleh faktor alam, faktor non-alam, maupun faktor manusia. Bencana dapat mengakibatkan berbagai kerugian seperti timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Di dalam PROPER, aspek kebencanaan menjadi salah satu penilaian penting. Melalui berbagai kriteria penilaiannya, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) berupaya mendorong entitas bisnis untuk bersama terlibat dalam penanggulangan bencana dan tanggap kebencanaan.
Salah satu poin penilaian PROPER yang menyangkut kebencanaan adalah Dokumen Rapid Environmental Assessment (REA) atau penilaian cepat bencana. Dokumen ini termasuk kedalam Dokumen Hijau tepatnya pada kriteria Tanggap Kebencanaan.
Baca Juga: Dokumen Hijau PROPER: Apa Saja Isinya?
Aspek penilaian Tanggap Kebencanaan menjadi salah persyaratan yang harus dipenuhi oleh Peserta PROPER untuk mendapatkan predikat lebih dari ketaatan (beyond complience). Artinya bagi Peserta PROPER yang menargetkan peringkat Hijau atau Emas, Dokumen Rapid Environmental Assesment Ini merpakan hal yang wajib.
Apa itu Rapid Environmental Assessment?
Menurut Guidelines for Rapid Environmental Impact Assessment in Disasters Version 5 – 2018, Rapid Environmental Assessment (REA) merupakan sebuah alat penilaian untuk memberikan gambaran dan masukan terkait dampak lingkungan yang terjadi selama dan setelah terjadinya bencana. REA digunakan untuk menyurvei kondisi lingkungan selama periode waktu tertentu dengan tujuan untuk mengidentifikasi masalah yang ada dan berisiko muncul, mencakup aspek sumber daya alam, dampak sosial, dan ekonomi.
Sebagai sebuah alat, REA dirancang untuk semua jenis bencana, termasuk yang dipicu oleh alam, teknologi dan peristiwa politik atau bahayaâ. Selain itu REA juga dapat digunakan oleh siapa saja, dari berbagai disiplin keilmuan.
Informasi yang dikumpulkan melalui REA dapat menjadi bahan untuk mengurangi risiko bencana dan dasar dalam membuat perencanaan dan implementasi program penanggulangan bencana.â
3 Cakupan Penilaian Rapid Environmental Assessment
Dalam penyusunan dokumen REA, terdapat 3 cakupan penilaian yang harus dilaksanakan yaitu penilaian tingkat organisasi, penilaian tingkat komunitas, serta konsolidasi dan analisis. Ketiga penilaian ini dilakukan untuk mendapatkan data yang objektif dan komprehensif untuk digunakan sebagai dasar penyusunan tindakan dalam penanggulangan bencana.
1. Penilaian Tingkat Organisasi (Organization Level Assessment)
Merupakan kegiatan assessment yang dilakukan untuk memperoleh data-data terkait dengan risiko kebencanaan dari sudut pandang organisasi seperti BPBD, BNPB, Kelompok Siaga Bencana dan organisasi lain yang memiliki kepentingan dalam penanggulangan bencana. Penilaian ini dapat dilakukan melalui teknik Focus Group Discussion (FGD) dan pengisian formulir penilaian risiko bencana.
Pada penilaian tingkat organisasi ini, akan dilakukan kegiatan penggalian data mengena isu-isu prioritas bencana yang berdampak pada kondisi lingkungan, sosial, ekonomi, psikologis, dan kesehatan yang signifikan terhadap kesejahteraan.
2. Penilaian Tingkat Masyarakat/Komunitas(Community Level Assessment)
Penilaian tingkat komunitas adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh data dan informasi terkait dengan risiko bencana yang terjadi pada masyarakat di sekitar wilayah kerja perusahaan. Kegiatan penilaian ini dilakukan dengan teknik wawancara secara langsung kepada masyarakat. Selain itu, untuk memperoleh data pendukung terkait informasi kebencanaan yang ada, dilakukan juga observasi langsung ke lapangan.
Penilaian tingkat masyarakat/komunitas ini dilakukan untuk mengidentifikasi dan menilai isu-isu prioritas bencana yang berdampak pada kondisi lingkungan, sosial, ekonomi, psikologis dan kesehatan yang signifikan terhadap kesejahteraan dari perspektif masyarakat yang terdampak bencana.
3. Konsolidasi dan Analisis(Consolidation and Analysis)
Pada penilaian ini, hasil penilaian dari tingkat organisasi dan komunitas di konsolidasikan atau digabungkan. Konsolidasi dan analisis dimulai dengan pengembangan daftar sederhana masalah penting yang diidentifikasi dalam penilaian tingkat organisasi dan komunitas. Untuk mempermudah proses konsolidasi ini, Kamu dapat menggunakan matriks atau tabel sederhana. Hasil konsolidasi ini penting sebagai bahan bagi perusahaan untuk melaksanakan tindakan dalam upaya penanggulangan bencana.
Isi Dokumen Rapid Environmental Assessment
Dalam penyusunan dokumen Rapid Enviromental Assessment, terdapat beberapa poin pembahasan yang harus ada. Berikut adalah penjelasannya.
1. Identifikasi Jenis Bencana
Poin pembahasan pertama yang harus ada dalam dokumen REA adalah Identifikasi Jenis Bencana. Pada bagian ini, Kamu harus mendeskripsikan berbagai jenis bencana yang pernah terjadi di wilayah tempat studi REA dilakukan. Idealnya Rapid Environmental Assessment (REA) dilakukan pada kejadian bencana yang terjadi 120 (seratus dua puluh) hari sebelum penelitian dilakukan. Akan tetapi, jika dalam waktu 120 hari tidak pernah terdapat terjadi bencana, maka diperbolehkan untuk meneliti di luar waktu tersebut .
2. Analisis Dampak dan Pengaruh Bencana
Poin pembahasan kedua adalah analisis dampak bencana. Pada bagian ini, kamu harus mendeskripsikan dampak-dampak yang ditimbulkan akibat bencana. Aspek-aspek yang diukur dalam analisis dampak pada studi REA di antaranya terkait dengan dampak psikologis, ekonomi, sosial, lingkungan, dan kesehatan.
3. Upaya Antisipasi Dampak Negatif Kebencanaan
Poin pembahasan selanjutnya adalah upaya antisipasi dampak negatif kebencanaan. Upaya antisipasi dampak negatif ini dapat dilakukan dengan berpedoman pada konsep manajemen penanggulangan bencana.
Dalam konsep manajemen penanggulangan bencana, terdapat tiga tahapan yang dapat menjadi pedoman dalam penyusunan pembahasan ini.
a. Tahap Pra-Bencana
Adalah upaya antisipasi dampak negatif yang dapat dilakukan sebelum bencana tersebut terjadi (pra-bencana). Dalam poin pembahasan ini, kamu dapat membuat beberapa rekomendasi upaya untuk mengantisipasi dampak negatif dari risiko bencana yang ditemukan.
b. Tahap Tanggap Darurat Adalah upaya antisipasi dampak negatif bencana yang dapat dilakukan saat bencana tersebut terjadi. Kamu dapat membuat beberapa rekomendasi upaya untuk mengantisipasi dampak negatif bencana yang terjadi. Antisipasi dampak negatif bencana saat tanggap darurat biasanya dilakukan dengan pemberian bantuan-bantuan yang sifatnya mendesak seperti makanan, obat-obatan, dan tempat tinggal darurat
c. Tahap PascaAdalah upaya antisipasi dampak negatif bencana yang dapat dilakukan setelah bencana tersebut terjadi. Kamu dapat membuat rekomendasi untuk mengantisipasi dampak negatf bencana yang terjadi dengan upaya pemulihan (rehabilitasi) dan pembangunan kembali (rekonstruksi) berbagai kerusakan yang ditimbulkan akibat bencana baik kerusakan yang sifatnya material (infrastruktur, sarana-prasarana, ekonomi dll.) maupun non-material (psikis).
4. Pertimbangan dari Pandangan Masyarakat yang Terdampak Bencana
Dalam poin pembahasan ini, kamu harus mendeskripsikan bagaimana pertimbangan dan pandangan masyarakat di tempat studi REA yang dilakukan. Pandangan ini dapat berupa harapan dari masyarakat untuk mengurangi berbagai risiko dan dampak bencana yang terjadi. Ini bisa dilakukan dengan melakukan wawancara secara langsung ke masyarakat.
Masyarakat tentu memiliki pandangan yang berbeda dalam melihat bencana. Hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti perbedaan latar belakang, ras, agama, gender, dan usia. Perbedaan ini merupakan salah satu faktor yang dapat meningkatkan kerentanan masyarakat terhadap ancaman bencana di wilayahnya. Maka dari itu penting mengetahui sejauh mana pemahaman dan pandangan mereka terhadap bencana yang terjadi sebagai salah satu bahan untuk melakukan tindakan ketika bencana tersebut terjadi.
Sekian pembahasan mengenai Rapid Environmental Assessment (REA) dalam PROPER. Bagi yang masih bingung dengan cara penyusunan REA yang baik agar mendapatkan nilai optimal, ataupun yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER dan penyusunan Dokumen REA. Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Referensi
Guidelines for Rapid Environmental Impact Assessment in Disasters Version 5 – 2018
on
Mengenal Inovasi Sosial dalam PROPER
Inovasi sosial merupakan salah satu kriteria penilaian penting PROPER Emas. Inovasi sosial menjadi kriteria panapisan terakhir dalam mekanisme PROPER beyond complience. Apabila perusahaan tidak memiliki program Inovasi Sosial, atau program yang dimiliki peserta tidak sesuai dengan kriteria, maka ia hanya akan mendapat Peringkat Hijau.
Baca Juga: Tahapan Penilaian dalam PROPER
Pengertian Inovasi Sosial
Inovasi Sosial adalah program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh perusahaan yang bertujuan untuk menyelesaikan permasalahan atau kebutuhan masyarakat di sekitara perusahaan. Ciri khas dari Inovasi Sosial dibandingkan dengan program pemberdayaan masyarakat pada umumnya adalah memiliki tingkat efektifitas lebih lebih tinggi, mendorong perbaikan hubungan sosial, serta pemanfaatan aset dan sumber daya yang lebih baik.
Lantas Bagaimana Kriteria Inovasi Sosial PROPER?
Dalam PROPER, program Inovasi Sosial yang dijalankan olelh perusahaan harus memenuhi kriteria penilaian berdasarkan PERMENLHK No. 1 Tahun 2021 Tentang PROPER. Apabila inovasi sosial yang dibuat oleh peserta PROPER tidak memenuhi kriteria tersebut, maka ia tidak akan bisa mendapat peringkat Emas dan hanya mendapat peringkat Hijau.
Berikut adalah kriteria yang harus termuat dalam dokumen Inovasi Sosial.
1. Memenuhi Unsur Kebaruan
Kriteria pertama adalah program Inovasi Sosial yang di laksanakan oleh perusahaan harus memenuhi unsur kebaruan. Maksud dari kebaruan di sini adalah program inovasi sosial yang dijalankan merupakan hal baru yang diterapkan di sektor dan kawasan (kabupaten/kota/daerah) tersebut. Selain itu, kebaruan Inovasi yang di klaim juga dapat berupa kebaruan dalam bentuk teknologi, model, metode, strategi, teknik, taktis, dan prosedur.
2. Terintegrasi dengan Core Competency Perusahaan
Kriteria penilaian kedua adalah dalam program tersebut harus melibatkan proses transfer pengetahuan atau keterampilan core competency dari perusahaan. Maksud dari core comperency adalah kemampuan atau pengetahuan yang miliki oleh unit/departemen pada sebuah perusahaan. Proses transfer pengetahuan ini bisa dilakukan melalui berbagai kegiatan seperti pelatihan dan pendampingan kepada masyarakat sasaran program.
Baca Juga: Mengenal PROPER: Tujuan dan Manfaatnya bagi Perusahaan
Selain itu, pengembangan program inovasi sosial yang dijalankan juga harus dikorelasikan dengan analisis dampak daur hidup perusahaan. Artinya, program inovasi sosial ini tidak hanya menjawab permasalahan yang dialami masyarakat, namun juga menjawab permasalahan perusahaan berkaitan dengan dampak lingkungan yang dihasilkan.
Kemudian, program inovasi sosial pun harus memuat unsur sensitifitas dan responsifitas masyarakat terhadap bencana. Sehingga diharapkan program Inovasi Sosial yang dijalankan perusahaan selain dapat menyelesaikan permasalahan yang dialami masyarakat, juga dapat meningkatkan ketangguhan masyarakat ketika bencana terjadi.
3. Status Inovasi Sosial
Kriteria penilaian selanjutnya adalah status dari inovasi sosial yang dijalankan oleh peserta PROPER. Terdapat 3 status dari Inovasi Sosial yaitu keberlanjutan, Scalling/Replikasi, dan Perubahan Sistemik.
Keberlanjutan menunjukkan status program yang dapat memberikan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan secara berkelanjutan pada suatu masyarakat yang menjadi sasaran program. Scalling atau Replikasi menunjukkan status program yang telah memberikan kebermanfaatan ekonomi, sosial, dan lingkungan yang telah diperluas ke wilayah lain. Sedangkan Perubahan Sistemik menunjukkan bahwa program telah menjadi agenda publik/masyarakat baik mitra perusahaan ataupun khalayak umum.
4. Efektifitas Program (Menggunakan SROI Sebagai Alat Ukur)
Kriteria penilaian selanjutnya adalah program Inovasi Sosial yang dijalankan oleh peserta PROPER harus efektif menyelesaikan masalah atau kebutuhan masyarakat sasaran. Tingkat efektifitas ini diukur dengan sebuah pengukur dampak sosial yang bernama Social Return on Investment (SROI).
Selain itu, tingkat efektifitas Inovasi Sosial juga dilihat dari pihak yang menyusun laporan SROI. Dewan penilai juga akan menilai sejauh mana pihak penyusun laporan SROI ini memiliki pengalaman, transparansi, kualitas, kompetensi dan keahlian, dan reputasi/ track record. Pengalaman dan track record bisa dilihat dari portofolio lembaga pengukur SROI, transparansi dilihat dari dokumentasi yang disertakan saat proses penggalian data, kualitas dilihat dari ijazah peneliti SROI, komptenensi dilihat sertifikat pelatihan.
5. Menjawab Kebutuhan Sosial dan Meningkatkan Kapasitas Sosial
Kriteria penilaian selanjutnya adalah program inovasi sosial yang dijalankan perusahaan harus dapat menyelesaikan kebutuhan atau permasalahan sosial masyarakat sekitar perusahaan. Selain itu, hadirnya program Inovasi Sosial ini juga harus dapat meningkatkan kapasitas masyarakat, untuk bertindak dengan menciptakan peran dan hubungan baru di antara masyarakat, serta mengembangkan aset dan kemampuan dengan penggunaan aset sumber daya dengan lebih baik.
Aspek penilaian ini dilakukan dengan melihat laporan SROI yang telah dibuat perusahaan yang memuat:
Ruang lingkup dan identifikasi pemangku kepentingan (stakeholder)
Pemetaan outcome dari setiap stakeholder
Penetapan indikator dan nilai dari setiap outcome
Fiksasi dampak
Perhitungan SROI
Kelima unsur penilaian tersebut harus termuat dalam SROI sebagai bukti bahwa program inovasi sosial yang dijalankan perusahaan telah menjawab kebutuhan sosial dan meningkatkan kapasitas masyarakat sasaran program.
6. Penilaian Dewan Pertimbangan
Kriteria penilaian terakhir adalah penilaian dari Dewan Pertimbangan PROPER mengenai efektifitas inovasi sosial, kemampuan inovasi menjawab kebutuhan sosial dan kemampuan inovasi, meningkatkan kapasitas sosial penilaian terhadap aspek penilaian efektifitas, menjawab kebutuhan sosial dan meningkatkan kapasitas sosial.
Dewan Pertimbangan PROPER yang berasal dari dari pakar di bidang keberlanjutan akan menilai program inovasi sosial secara kualitatif dan objektif. Hasil penilaian dari dewan pertimbangan PROPER ini cukup berpengaruh terhadap perolehan nilai Peserta PROPER. Maka dari itu penting untuk menyiapkan Dokumen Inovasi Sosial sebaik mungkin.
Contoh Perusahaan yang Telah Menerapkan Inovasi Sosial
Salah satu perusahaan yang telah menerapkan praktik Inovasi Sosial adalah PT Bio Farma. Seperti yang kita ketahui, Bio Farma merupakan salah satu perusahaan yang memiliki komitmen tinggi dalam mengintegrasikan nilai-nilai keberlanjutan dalam operasi bisnis mereka. Hal ini dibuktikan dengan raihan PROPER Emas sebanyak 7 kali. Pencapaian ini tentu tidak terlepas dari komitmen perusahaan dalam memberdayakan masyarakat sekitar perusahaan melalui program Inovasi Sosial.
Salah satu program Inovasi Sosial yang tengah dijalankan oleh PT Bio Farma adalah e-Grass & Sustainability Village. Program ini merupakan program pemberdayaan peternak kambing di desa Ciakalong Wetan, Jawa Barat. Usaha peternakan ini merupakan mayoritas mata penceharian Masyarakat Desa Cikalong Wetan.
Sebelum adanya program ini, para peternak di Desa Cikalong Wetan mengandalkan rumput liar sebagai pakan ternaknya. Para peternak ini juga masih menggunakan teknik budidaya ternak konvensional dan mengandalkan tengkulak untuk menjual hasil ternak mereka.
Alhasil, usaha ternak masyarakat tidak berjalan maksimal. Masyarakat kesulitan mencari rumput dan harus menempuh jarak yang jauh, kualitas tenak yang rendah, dan masyarakat tidak bisa mendapatkan keuntungan optimal karena mereka tidak menjualnya kepada konsumen secara langsung, melainkan melalu melalui tengkulak/bandar.
Menjawab Kebutuhan Masyarakat Cikalong Wetan
Melalui core competency yang dimiliki perusahaan, PT Biofarma memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai good farming practice. Perusahaan melakukan transfer pengetahuan melalui berbagai pelatihan dan workshop guna menghasilkan rumput berkulaitas tinggi.
Tak cukup sampai disitu, PT Biofarma juga membina para peternak untuk memperluas jaringan pemasaran melalui pelatihan digital marketing dengan core competency yang dimiliki perusahaan melalui Departmeen Corporate Communication.
Berkat program ini, produktifitas peternak Desa Cikalong Wetan mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Masyarakat bisa dengan mudah mendapatkan pakan bermutu, sehingga hewan ternak yang dihasilkan memiliki kualitas tinggi. Selain itu, masyarakat juga bisa dengan mudah memasarkan hasil tenaknya secara langsung kepada konsumen melalui marketplace. Alhasil, keuntungan yang diraih para peternak pun semakin tinggi dan kesejahteraan para peternak tersebut juga ikut naik berkat adanya program ini.
Tak hanya menghasilkan manfaat ekonomi bagi masyarakat, Program e-Grass & Sustainability Village juga telah memberikan dampak pada penurunan potensi pemanasan sebesar 34.000kg kg CO2 eq. Dan setelah dilakukan pengukuran SROI, Inovasi Sosial ini memiliki nilai SROI 1:12,7. Artinya, setiap investasi 1 rupiah yang dikeluarkan oleh perusahaan, memberikan dampak sebesar 12,7 rupiah bagi kebermanfaatan masyarakat dan lingkungan.
Sekian pembahasan mengenai Inovasi Sosial dalam PROPER. Bagi yang masih bingung dengan cara penyusunan Dokumen Inovasi Sosial yang baik agar mendapatkan nilai optimal, ataupun yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER dan penyusunan Dokumen Inovasi Sosial. Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Referensi
PERMENLHK No. 1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER
on
Dokumen Social Mapping PROPER: Apa Saja Isinya?
Dokumen Social Mapping atau pemetaan sosial merupakan salah satu kriteria penilaian penting bagi perusahaan yang menargetkan peringkat Hijau atau Emas. Aspek penilaian ini masuk ke dalam kriteria Pengembangan Masyarakat tepatnya pada aspek perencanaan.
Dengan dokumen ini, perusahaan telah menunjukkan bahwa perusahaan memiliki keunggulan dengan melakukan praktik pengembangan masyarakat secara terstruktur dari mulai perencanaan.
Baca Juga: Dokumen Hijau PROPER: Apa Saja Isinya?
Apa Itu Social Mapping?
Social Mapping adalah suatu kegiatan yang dilakukan untuk mengenali kondisi sosial budaya masyarakat pada wilayah tertentu yang akan dijadikan sebagai wilayah sasaran program pengembangan masyarakat perusahaan.
Pemetaan Sosial juga dapat didefinisikan sebagai proses identifikasi karakteristik masyarakat melalui pengumpulan data dan informasi baik sekunder maupun langsung (primer) mengenai kondisi sosial masyarakat dalam satu wilayah tertentu. Kondisi sosial masyarakat tersebut diantaranya jaringan dan relasi sosial dalam suatu entatitas masyarakat, potensi, kebutuhan masalah yang tenagh dihadapi oleh masyarakat.
Melalui studi Pemetaan Sosial, perusahaan akan mendapatkan gambaran menyeluruh mengenai lokasi yang hendak dijadikan sebagai objek pengembangan masyarakat. Dengan begitu maka perusahaan akan dapat melaksanakan program pengembangan masyarakatnya secara lebih tepat sasaran dan berdampak.
Isi Dokumen Social Mapping PROPER
Meskipun tidak ada patokan baku mengenai isi dari dokumen Social Mapping ini, namun dalam PROPER dokumen Pemetaan Sosial harus mencakup 9 substansi kriteria berikut ini:
1. Pemetaan Aktor (Stakeholder) dan Jaringan Hubungan Antar Aktor
Kriteria dokumen Social Mapping pertama adalah adanya pembahasan mengenai pemetaan aktor dan jaringan hubungan antar aktor. Pemetaan jaringan hubungan ini bertujuan untuk mengetahui dinamika interaksi sosial aktor-aktor yang mempunyai peran dan pengaruh dalam proses pembangunan dan pengembangan masyarakat wilayah yang menjadi sasaran program CSR Perusahaan. Jaringan hubungan antar aktor ini meliputi hubungan institusi dengan institusi, institusi dengan individu, maupun individu dengan individu.
Hubungan yang terjalin antar aktor dapat berupa hubungan positif (saling bekerja sama dan memiliki tujuan bersama), negatif (terdapat ketegangan, bertentangan, dan tidak memungkinkan mencapai tujuan bersama) dan positif-negatif (terdapat perbedaan pandangan, tetapi masih memungkinkan mencapai tujuan bersama).
2. Deskripsi Posisi dan Peranan Sosial Aktor dalam Masyarakat
Kriteria penilaian dokumen Social Mapping yang kedua adalah deskripsi mengenai posisi dan peran sosial aktor di kehidupan masyarakat. Posisi sosial merujuk pada sebuah kedudukan seorang aktor dalam sistem sosial, baik formal maupun non formal. Posisi sosial dalam masyarakat ini nantinya dapat menjadi indikator legitimasi dalam proses pengembangan dan pembangunan masyarakat. semakin tinggi posisi sosial seorang aktor, semakin tinggi pula legitimasi sosialnya.
Sementara peran sosial merujuk pada pencapaian yang telah dilakukan oleh seorang aktor berdasarkan posisi sosial yang dimilikinya dalam proses pengembangan dan pembangunan masyarakat. Artinya keterkaitan erat a antara peran dan posisi sosial sosial seorang aktor. Pada umumnya, semakin tinggi posisi sosial seorang aktor, semakin besar perannya di masyarakat. Hal ini lah yang harus dijelaskan dalam studi Social Mapping.
3. Analisis Derajat Kekuatan (Power) dan Kepentingan (Tnterest) Aktor
Kriteria penilaian ketiga adalah analisis mengenai derajat kekuatan dan kepentingan aktor. Derajat kekuatan merujuk pada kapasitas yang dimiliki seorang aktor dalam mempengaruhi orang lain atau khalayak umum, serta mendukung dan melaksanakan pengembangan masyarakat.
Derajat kekuatan diukur dari empat hal yaitu kepemilikan kapital, kepemilikan keterampilan pengembangan masyarakat, kepemilikan legitimasi sosial, dan kepemilikan jaringan. Empat indikator tersebut kemudian menjadi pisau analisis bagi setiap aktor guna menilai seberapa besar kekuatan yang mereka miliki untuk melakukan pengembangan masyarakat di wilayah sasaran.
Sementara kepentingan merujuk pada ketertarikan para aktor dalam mengupayakan pengembangan dan pembangunan masyarakat. Derajat kepentingan aktor dapat diukur dari empat hal yaitu memberikan bantuan tenaga, meluangkan waktu, memberikan bantuan kapital, dan memberikan bantuan pikiran. Empat hal tersebut menjadi pisau analisis untuk menentukan seberapa besar kepentingan seorang aktor dalam pemberdayaan masyarakat.
Selanjutnya, hasil analisis kekuatan dan kepentingan tersebut kemudian dituangkan ke dalam sebuah kuadran untuk memetakan setiap aktor berdasarkan kekuatan dan kepentingannya dalam pengembangan masyarakat. Ada empat klasifikasi aktor berdasarkan kuadran tersebut
a. High Power High Interes
Aktor ini memiliki kekuatan dan kepentingan yang tinggi dalam pengembangan masyarakat. Mereka harus dilibatkan sepenuhnya dan diyakinkan bahwa keberhasilan program pengembangan masyarakat yang akan dilaksanakan oleh perusahaan adalah atas dukungan mereka. Aktor dalam kuadran inilah yang akan menjadi stakeholder utama dalam program pengembangan masyarakat oleh perusahaan.
b. High Power, Low interes
Aktor ini memiliki kekuatan yang tinggi, namun kepentingannya lemah. Mereka bukan target utama dari program pengembangan masyarakat, namun potensial menjadi oposoasan. Treetment terbaik kepada aktor jenis ini adalah dengan memberikan mereka pengakuan dan informasi positif agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi kelangsungan program pengembangan masyarakat.
c. Low Power, Hight Interest.
Aktor ini memiliki kekuatan yang lemah, namun kepentingannya tinggi dalam program pengembangan masyarakat. Aktor jenis ini membutuhkan upaya dan strategi khusus agar mereka bisa terlibat dalam program pengembangan masyarakat dengan meyakinkan bahwa keterlibatan mereka sangat bermakna.
d. Low power-low interes
Aktor jenis ini memiliki kekuatan dan kepentingan yang lemah dalam program pengembangan masyarakat. Treatmentnya adalah dengan tetap berupaya melibatkan mereka, namun tidak ada strategi khusus.
4. Identifikasi Forum yang Menjadi Sarana yang Digunakan Masyarakat dalam membahas kepentingan
Kriteria penilaian keempat adalah identifikasi forum yang menjadi sarana masyarakat membahas kepentingan. Setiap masyarakat tentu memiliki berbagai bentuk forum komunikasi sebagai sarana dalam menyatukan gagasan, informasi dan perubahan yang diperlukan di dalam pembangunan masyarakat.
Identifikasi forum ini dilakukan dengan mencari tahu informasi mengenai nama forum, aktivitas apa saja dalam forum tersebut, anggota yang menghadiri, intensitas/waktu pertemuan, dan lokasi yang menjadi tempat dilaksanakannya forum-forum tersebut. Melakukan identifikasi terhadap forum-forum yang ada di masyarakat tentu menjadi sebuah hal yang penting. Sebab adanya forum-forum ini bisa menjadi modal sosial bagi perusahaan untuk melakukan pengembangan masyarakat kelak.
5. Deskripsi Potensi Penghidupan Berkelanjutan
Kriteria penilaian selanjutnya adalah deskripsi mengenai potensi yang dimiliki masyarakat untuk penghidupan berkelanjutan. Potensi penghidupan berkelanjutan merujuk pada kekuatan yang dimiliki oleh internal masyarakat guna dijadikan sebagai modal untuk memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi masa depan untuk memenuhi kebutuhan mereka.
Baca Juga: Mengenal Asset Based Community Development
Beberapa modal atau kekuatan yang menjadi potensi penghidupan berkelanjutan pada sebuah masyarakat di antaranya:
a. Modal Sumber Daya Manusia
Modal sumber daya manusia ini bisa berupa tingkat pendidikan masyarakat, pekerjaan atau mata pencaharian, pengetahuan/keterampilan yang dimiliki oleh masyarakat, dan tingkat kesehatan masyarakat.
b. Modal Sumber Daya Alam
Modal sumber daya alam bisa berupa keberadaan lahan dan pemanfaatan, serta keberadaan sumber mata air dan pemanfaatannya.
b. Modal Keuangan
Modal keuangan bisa berupa aset masyarakat, dan keberadaan lembaga penyedia jasa keuangan seperti koperasi.
c. Modal Infrastruktur
Modal infrastruktur bisa berupa infrastruktur publik, infrastruktur keagamaan, infrastruktur keagamaan, infrastruktur ekonomi, infrastruktur kesehatan, infrastruktur olahraga dan kesenian, infrastruktur energi, serta infrastruktur media dan informasi.
d. Modal Sosial
Modal sosial ini bisa berupa jaringan sosial, kegiatan partisipatif, dan kegiatan adat istiadat,
6. Analisis Kebutuhan Masyarakat untuk Mendukung Penghidupan Berkelanjutan
Kriteria penilaian selanjutnya adalah Analisis kebutuhan masyarakat untuk mendukung penghidupan berkelanjutan. Analisis ini dilakukan untuk mengetahui potensi secara lebih detail setelah terkait modal yang dimiliki masyarakat.
Hasil dari analisis kebutuhan ini diharapkan dapat memberikan informasi dan pengetahuan bagi perusahaan dalam menyusun rekomendasi program pengembangan masyarakat yang sesuai dengan konteks masyarakat.
Analisis kebutuhan ini kemudian dikorelasikan dengan potensi yang ada antara lain potensi modal sosial, modal keuangan, modal sumber daya manusia, modal sumber daya alam dan modal fisik.
7. Deskripsi JenisâJenis Kerentanan (Vulnarability) dan Kelompok Rentan
Kriteria penilaian selanjutnya yang harus ada dalam studi Social Mapping adalah deskripsi jenisâjenis kerentanan (vulnarability) dan kelompok rentan. Kelompok rentan adalah kelompok masyarakat yang berada dalam keadaan atau kondisi yang mengarah atau menyebabkan ketidakmampuan dalam menghadapi suatu ancaman. Kelompok rentan merupakan kelompok yang seharusnya diberikan pengembangan kapasitas agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.
Terdapat dua jenis kerentanan yaitu kerentanan akses dan kerentanan aset. Kerentanan akses merujuk pada kerentanan individu atau kelompok terhadap akses terhadap sumber daya, layanan, atau kesempatan tertentu. Ini terkait erat dengan isu-isu sosial dan ekonomi, dan sering kali berkaitan dengan ketidaksetaraan dan ketidakadilan.
Sedangkan kerentanan aset mengacu pada sejauh mana aset fisik, ekonomi, atau sosial seseorang rentan terhadap risiko atau ancaman tertentu.
8. Deskripsi Masalah Sosial
Kriterian penilaian selanjutnya yang harus ada dalam studi Social Mapping adalah deskripsi mengenai masalah sosial. Dalam kriteria ini, perusahaan harus hati-hati untuk membedakan antara masalah sosial struktural dengan masalah sosial personal.
Masalah sosial struktural merujuk pada masalah yang timbul dari ketidakseimbangan atau ketidakadilan dalam struktur sosial suatu masyarakat. Masalah sosial jenis ini biasanya dialami oleh kalangan masyarakat luas seperti ketimpangan pendapatan, ketidaksetaraan gender, rasisme dan diskriminasi.
Sedangkan masalah sosial personal merujuk pada masalah-masalah yang dialami oleh individu dalam interaksi sosialnya di masyarakat. Contoh dari masalah sosial personal ini antara lain keterampilan sosial, isolasi sosial, stres, kecemasan, depresi, bullying, kekerasan dalam rumah tangga, dan ketergantungan.â
9. Rekomendasi Program Pengembangan Masyarakat berdasarkan Social Mapping
Kriteria penilaian selanjutnya yang harus ada dalam studi Social Mapping adalah rekomendasi program pengembangan masyarakat. Rekomendasi ini dihasilkan dari analisis kebutuhan, potensi dan masalah yang ditemukan pada tahapan sebelumnya.
Program yang diusulkan utamanya didasarkan pada pemetaan sosial yang telah dilakukan. Adapun rekomendasi program disajikan dalam bentuk matriks yang dikelompokkan dalam beberapa bidang, misalnya bidang ekonomi, kesehatan, infrastruktur, sosial, dan lingkungan.
Penjabaran program diklasifikasikan berdasarkan bidang/jenis program, sasaran, permasalahan maupun potensi, program dan deskripsi kegiatan, serta tujuan dilaksanakannya program tersebut. Selanjutnya matriks rekomendasi program ini dikembangkan untuk mengetahui program prioritas. Penyusunan prioritas didasarkan pada beberapa parameter diantaranya urgensi sebuah permasalahan untuk ditangani, potensi sumber daya, serta dampak positif program.
Selain itu, dalam bagian ini juga terdapat matriks yang berisi analisis keterkaitan program yang menjadi rekomendasi dari pemetaan sosial ini terhadap indikator dan metadata Sustainable Development Goals (SDGs). Hal ini dilakukan, agar rekomendasi program kepada perusahaan dapat juga dilihat sebagai salah satu bentuk kontribusi Perusahaan terhadap upaya pemenuhan indikator SDGs.
Itulah 9 kriteria penilaian yang harus ada dalam Dokumen Social Mapping PROPER. Bagi yang masih bingung dengan cara penyusunan Dokumen Social Mapping yang baik agar mendapatkan nilai optimal, ataupun yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER dan penyusunan Dokumen Hijau. Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Referensi
PERMENLHK No. 1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER
on
Keanekaragaman Hayati untuk PROPER Hijau dan Emas
Penilaian Keanekaragaman Hayati (Kehati) termasuk ke dalam kriteria penilaian lebih dari yang dipersyaratkan (beyond compliance). Artinya, bagi perusahaan yang menargetkan peringkat Hijau dan Emas, Dokumen Keanekaragaman Hayati menjadi sesuatu hal yang wajib.
Keanekaragaman hayati merupakan sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keanekaan bentuk kehidupan di bumi, interaksi di antara berbagai makhluk hidup serta antara mereka dengan lingkungannya. UN Environment Programme (UNEP) mengungkapkan bahwa keanekaragaman hayati dipahami sebagai keanekaragaman tumbuhan, hewan, dan mikroorganisme yang luas. Hal ini mencakup variasi genetik dalam setiap spesies hewan maupun tumbuhan serta keragaman ekosistem (danau, hutan, sungai dan laut) yang saling berinteraksi di dalamnya.
Di Bumi ini, keanekaragaman hayati menjadi sesuatu hal yang vital, sebab hilangnya keanekaragaman hayati bisa mengancam kehidupan umat manusia. Hilangnya keanekaragaman hayati dapat menimbulkan zoonosis (penularan penyakit dari hewan ke manusia) seperti yang terjadi pada pandemi Covid-19.
Selain itu, keanekaragaman hayati merupakan pilar umat manusia dalam membangun peradaban. Sebagai contohnya, hewan dan tumbuhan merupakan sumber makanan utama bagi manusia untuk. Hewan dan tumbuhan juga menjadi sumber obat-obatan tradisional dalam penyembuhan berbagai macam penyakit. Bisa dibayangkan apabila setengah dari hewan dan tumbuhan tersebut punah, maka kehidupan manusia akan terganggu.
Baca Juga: Ini yang Akan Terjadi Jika Ada Satu Spesies Tumbhan Punah
Keanekaragaman Hayati dalam PROPER
Dalam PROPER, penilaian perlindungan kehati bukan hanya dilakukan dengan melihat jumlah flora dan fauna dalam luasan area konservasi saja. Namun lebih mengutamakan bagaimana upaya dari perusahaan dalam merawat dan memelihara keanekaragaman hayati tersebut. Hal ini mencakup deskripsi kegiatan atau program yang telah dilakukan, adanya penghargaan dalam bidang konservasi baik di tingkat nasional maupun internasional, adanya inovasi dalam program atau kegiatan keanekaragaman hayati, maupun teknologi paten dalam bidang kehati.
Penilaian perlindungan keanekaragaman hayati dalam peringkat hijau dan emas ini meliputi:
1. Konservasi Insitu
Konservasi Insitu, merupakan praktik konservasi yang bertujuan untuk melindungi spesies, keragaman (variabilitas) genetik, serta habitat di dalam ekosistem aslinya. Pendekatan insitu dapat dilakukan dengan pengelolaan kawasan lindung seperti cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman wisata alam, hutan lindung, sempadan sungai, sempadan pantai, kawasan mangrove, terumbu karang, kawasan plasma nutfah, dan lahan gambut. Ini juga mencakup pengelolaan satwa liar dan strategi perlindungan sumber daya di luar kawasan lindung.
2. Konservasi Eksitu
Konservasi Eksitu merupakan praktik konservasi yang bertujuan untuk melindungi spesies tumbuhan, satwa liar, dan organisme mikro, serta varietas genetiknya di luar habitat atau ekosistem aslinya. Kegiatan yang umum dilakukan antara lain adalah penangkaran, penyimpanan dengan pembangunan kebun raya, koleksi mkrologi, mueseum, bank bibit, dan kebun binatang. Metode ini juga dapat dilakukan dengan melakukan kloning seperti pembuatan kultur jaringan. Praktik konservasi Eksitu umumnya dilakukan karena alasan:
Habitat mengalami kerusakan akibat konversi lahan.
Flora atau Fauna tersebut digunakan untuk penelitian, percobaan, pengembangan produk baru atau pendidikan lingkungan.
3. Restorasi dan Rehabilitasi
Restorasi dan rehabilitasi dapat dilakukan dengan metode Insitu maupun Eksitu. Hal ini dilakukan dengan tujuan untuk memulihkan spesies, varietas genetik, komunitas, populasi, habitat dan proses-proses ekologis.
Restorasi ekologis biasanya melibatkan upaya rekonstruksi atau pembangunan kembali ekosistem di daerah yang mengalami degradasi, termasuk reintroduksi spesies asli. Sedangkan rehabilitasi melibatkan upaya untuk memperbaiki proses-proses ekosistem. Misalnya perbaikan daerah aliran sungai, tetapi tidak diikuti dengan pemulihan ekosistem dan keberadaan spesies asli.
Aspek Penilaian Keanekaragaman Hayati
1. Kebijakan Perlindungan Keanekaragaman Hayati
Dalam aspek penilaian ini, peserta PROPER harus bisa menunjukkan kebijakan perlindungan keanekaragaman hayati yang telah dibuat oleh perusahaan. Kebijakan ini bisa berupa peraturan perusahaan ataupun Standar Operasional Prosedur (SOP).
2. Struktur dan Tanggung Jawab
Dalam aspek penilaian ini, Peserta PROPER harus bisa menunjukkan kepemilikan staf/tim yang bertugas mengelola program perlindungan keanekaragaman hayati. Staf atau tim ini merupakan unit organik perusahaan yang memiliki latar belakang pendidikan dan pelatihan yang relevan. Selain itu, Peserta PROPER juga harus memiliki kerja sama dengan organisasi atau lembaga yang menangani keanekaragaman hayati apabila ingin mendapatkan nilai lebih.
3. Perencanaan Keanekaragaman Hayati
Dalam aspek penilaian ini, Peserta PROPER harus bisa menujukan sebuah ketetapan formal mengenai kawasan konservasi alam atau perlindungan kehati. Serta rencana strategis program perlindungan kehati atau konservasi alam di kawasan yang telah di tetapkan tersebut.
Dalam perencanaan program tersebut, peserta PROPER juga harus menyertakan rencana anggaran, jadwal atau timeline program, dan pelimpahan tanggung jawab kepada tim/staf pelaksana program. Serta pelibatan berbagai stakeholder yaitu masyarakat lokal, lembaga sosial masyarakat, dan pemerintah dalam perencanaaan terebut.
Selain itu, Peserta PROPER harus menujukan kepemilikan data mengenai informasi dasar (baseline data) status keanekaragaman hayati atau rona lingkungan awal kawasan konservasi alam yang ditetapkan. Dengan parameter sumber daya biologi atau spesies hayati yang akan dilindungi tersebut merupakan sumber hayati yang langka dan dilindungi.
4. Pelatihan dan Kompetensi
Dalam aspek penilaian ini, Peserta PROPER harus bisa menujukan bahwa tim/staf pelaksana program memiliki sertifikasi pelatihan di bidang perlindungan kehati dan latar belakang pendidikan yang berkaitan dengan perlindungan kehati.
5. Pelaporan
Dalam aspek penilaian ini, Peserta PROPER harus menunjukkan kepemilikan sistem informasi dan data yang dapat mengumpulkan dan mengevaluasi status kecenderungan sumber daya kehati dan sumber daya biologis yang dikelola.
Kemudian, Peserta PROPER juga harus menujukan kepemilikan publikasi yang disampaikan kepada publik atau instansi pemerintah yang relevan tentang status dan kecenderungan sumber daya kehati dan sumber daya biologis yang dikelola paling sedikit diterbitkan 2 tahun terakhir. Selain itu, Peserta PROPER harus menujukan bukti pelibatan berbagai stakeholder dalam monitoring dan evaluasi program apabila ingin mendapatkan nilai lebih.
6. Implementasi Program
Dalam aspek penilaian ini, Peserta PROPER harus menunjukkan peningkatan status kehati di kawasan yang telah ditetapkan, dan juga dampak positif terukur terhadap komponen ekosistem yang lain. Seperti perbaikan kondisi hidrologis dengan munculnya mata air atau terlindunginya mata air. Selain dampak positif bagi ekosistem, program kehati yang dijalankan tersebut harus berkontribusi secara signifikan terhadap pemberdayaan masyarakat.
Baca Juga: Dokumen Social Mapping PROPER: Apa Saja Isinya?
Peserta PROPER juga harus menunjukkan bahwa lokasi perlindungan sumber daya ekologi atau kehati menjadi tempat penelitian, penyebaran informasi dan peningkatan pengetahuan pemangku kepentingan di luar perusahaan. Dan bagi Peserta PROPER sendiri, harus menunjukkan penerapan manajemen pengetahuan (knowledge management) dengan melakukan diseminasi praktik pengelolaan lingkungan terbaik melalui jurnal ilmiah internasional atau buku yang memiliki ISBN dan jurnal nasional dalam 3 tahun terakhir.
7. Inovasi
Dalam aspek penilaian ini, Peserta PROPER harus menunjukkan bahwa kegiatan yang dilakukan memenuhi aspek-aspek inovasi perlindungan keanekaragaman hayati, yaitu memenuhi unsur kebaruan.
Selain itu, Peserta PROPER juga harus menunjukkan kepemilikan kuantifikasi informasi perlindungan keanekaragaman hayati yang dilakukan akibat perubahan sistem, sub sistem, dan penambahan komponen dan menunjukkan kuantifikasi informasi penurunan biaya, serta dapat menunjukkan nilai tambah berupa perubahan rantai nilai, perubahan layanan produk, perubahan perilaku
Belajar dari PT Sidomuncul
PT Sidomuncul merupakan salah satu perusahaan yang mendapat peringkat Emas pada ajang PROPER selama tiga tahun berturut-turut sejak tahun 2020-2022. Peringkat Emas ini didapat salah satunya karena PT Sidomuncul telah menerapkan praktik pengelolaan keanekaragaman hayati secara berkelanjutan.
PT Sidomuncul memiliki area konservasi seluas 3 hektar yang terletak di dalam area perusahaan. Metode yang digunakan dalam praktik konservasi ini adalah konservasi eksitu berbentuk agrowisata. Di dalam area konservasi ini, terdapat lebih dari 400 spesies flora herbal atau obat-obatan yang langka, serta lebih dari 150 ekor fauna yang dilindungi.
Area konservasi tersebut juga dijadikan sebagai sarana edukasi bagi masyarakat umum yang ingin mengenal berbagai jenis flora dan fauna yang dilindungi. Untuk memasuki arena ini, pengunjung tidak dikenakan biaya sebab area konservasi ini telah menjadi bagian dari program CSR untuk memberdayakan masyarakat di bidang pendidikan.
Dalam mengelola dan menjaga kehati tersebut, PT Sidomuncul tidak bergerak sendiri, namun bekerja sama dengan masyarakat lokal dan pemerintah daerah agar praktik konservasi yang dilakukan berjalan dengan berkelanjutan.
Sekian penjelasan mengenai Penilaian Keanekaragaman Hayati dalam PROPER. Bagi yang masih bingung dengan cara penyusunan Keanekaragaman Hayati yang baik agar mendapatkan nilai optimal, ataupun yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER dan penyusunan Dokumen Hijau. Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Referensi
PERMENLHK No. 1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER)
on
Bagaimana Kriteria Life Cycle Assesment dalam PROPER?
Life Cycle Assesment (LCA) atau penilaian daur hidup merupakan salah satu dokumen yang termuat dalam Dokumen Hijau. Dokumen LCA menjadi aspek penilaian yang memuat dampak lingkungan dari sebuah produk yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan.
Selain menjadi satu dokumen tersendiri, Life Cycle Assesment juga diintegrasikan dengan aspek penilaian lain yaitu upaya penurunan dampak lingkungan dalam pemanfaatan sumber daya. Aspek penilaian ini memuat peningkatan kinerja lingkungan melalui efisiensi energi, penurunan emisi, pengurangan dan pemanfaatan limbah B3, pengolahan limbah non-B3 (termasuk pengolahan reduce, reuse, recycle), efisiensi air dan penurunan beban pencemar.
Apabila Peserta PROPER ingin mendapatkan peringkat Hijau bahkan Emas, maka dokumen LCA ini adalah persyaratan wajib yang harus dipenuhi. Selain itu, nilai yang didapat pun harus tinggi. Maka dari itu penting bagi Peserta PROPER untuk mempersiapkan dokumen LCA ini dengan sebaik mungkin.
Baca Juga: Tahapan Penilaian dalam PROPER
Selain untuk kepentingan PROPER, Life Cycle Assesment amat penting dilakukan untuk meningkatkan kinerja aspek bisnis sebuah perusahaan. Sebab, saat ini kesadaran konsumen akan produk yang mereka beli semakin tinggi. Mereka mulai mempertimbangkan berbagai faktor sebelum memutuskan untuk menggunakan produk atau layanan. LCA adalah metode penting yang harus dipahami oleh para produsen untuk menghasilkan barang dan jasa dengan kualitas terbaik.
Pengertian
Secara prinsip, Life Cycle Assesment merupakan sebuah metode yang digunakan untuk menghitung potensi dampak lingkungan dan jejak karbon yang dihasilkan dari satu sistem produk dari mulai produk tersebut lahir (crandle) , dimanfaatkan, hingga produk tersebut di buang atau didaur ulang (grave), secara kuantitatif.
Sebagai contoh, dalam industri pengolahan pangan, LCA akan menghitung dampak lingkungan berupa jejak karbon yang dihasilkan dari mulai bahan baku berupa hasil pertanian tersebut didapatkan melalui proses pengangkutan, pengolahan, pendistribusian, hingga bagaimana bahan penyusunnya (misalnya bungkus plastik) di buang atau didaur ulang. Proses penilaian dampak tersebut dilakukan secara kuantitatif berdasarkan metodologi yang telah ditetapkan dalam Life Cycle Assesment.
Tahapan dalam Life Cycle Assessment
Life Cycle Assessment adalah metodologi standar yang dihadirkan oleh ISO (International Organization for Standardization) tepatnya ISO 14040 dan 14044 sebagai alat untuk menilai dampak lingkungan dari suatu produk. Dalam standar tersebut, terdapat empat tahapan Life Cycle Assessment yaitu:
1. Menetapkan Tujuan dan Cakupan LCA
Tahapan pertama dalam LCA adalah menetapkan tujuan dan cakupan. Langkah ini dilakukan untuk memastikan agar LCA yang hendak dilaksanakan dapat berjalan secara konsisten. Dalam tahapan ini, perusahaan harus memodelkan produk, layanan atau siklus hidup dari sebuah sistem. Model adalah penyederhanaan dari proses produk itu sendiri.
Tantangan bagi perusahaan biasanya terletak pada bagaimana caranya agar penyederhanaan dan distorsi dari penyederhanaan proses produk tersebut tidak terlalu berpengaruh pada hasil. Maka cara terbaik untuk melaksanakan tahapan ini adalah dengan hati-hati dalam menentukan tujuan dan ruang lingkup LCA.
2. Analisis Inventarisasi
Setelah menentukan tujuan dan lingkup kajian, tahap kedua adalah inventori daur hidup. Pada tahap ini dilakukan kompilasi dan kuantifikasi masukan dan keluaran dari produk sepanjang daur hidupnya. Masukan atau input terdiri dari bahan baku, bahan pendukung, air, energi, dan transportasi yang masuk ke dalam proses.
Sementara keluaran atau output terdiri dari produk, by-product, coproduct, emisi udara, emisi ke air, dan tanah. Emisi yang dimaksud disini adalah senyawa yang dilepaskan ke lingkungan, baik ke udara,ke badan air, maupun ke tanah. Model, jenis data, proses perhitungan yang dilakukan dijelaskan di dalam tahap inventori daur hidup secara transparan.
3. Penilaian Dampak Siklus Hidup
Tahapan selanjutnya adalah penilaian dampak siklus hidup. Pada tahap ini, semua masukan dan keluaran pada tahapan inventori daur hidup dihubungkan dengan potensi dampak lingkungan yang mungkin terjadi. hal ini dilakukan untuk mengevaluasi besaran (magnitude) dan signifikansi potensi dampak lingkungan sistem produk sepanjang daur hidup produk yang dikaji.
LCA menilai dampak lingkungan dari berbagai kategori dampak lingkungan, baik yang midpoint maupun yang endpoint. Setiap kategori dampak lingkungan mempunyai indikator kategorinya masing-masing. Contoh: indikator kategori untuk dampak potensi pemanasan global adalah CO2-ekuivalen. Hasil perhitungan dari penilaian dampak daur hidup adalah nilai karakterisasi.
4. Interpretasi
Tahap terakhir dari LCA adalah tahap interpretasi. Pada tahap ini, pembahasan mengenai analisa hasil, analisa penyebab dampak, identifikasi isu penting, pengambilan kesimpulan, penjelasan keterbatasan kajian, rekomendasi dan evaluasi dilakukan secara transparan. Rincian dari metode penilaian daur hidupdapat dilihat di SNI ISO 14040:2016 dan SNI ISO 14044:2017.
Bagaimana Life Cycle Assesment dalam PROPER?
LCA merupakan salah satu komponen penilaian penting dalam PROPER. Dalam PROPER, LCA terbagi menjadi dua bagian. Yang pertama, LCA sebagai sebuah laporan yang berdiri sendiri. Kedua, LCA sebagai bagian integral dalam proses penyusunan program lingkungan yang berkaitan dengan penggunaan sumber daya khususnya. LCA dalam konteks kedua digunakan sebagai pijakan bagi perusahaan dalam melakukan efisiensi energi, penurunan Emisi, efisiensi air dan penurunan beban pencemaran air, pengurangan dan pemanfaatan Limbah B3, pengurangan dan pemanfaatan limbah non B3.
Baca Juga: Dokumen Hijau: Apa Saja Isinya?
Dalam PROPER, LCA digunakan ketika peserta PROPER berada pada level beyond complence (lebih dari ketaatan). Raihan peringkat Hijau atau Emas sangat tergantung dari seberapa jauh program dan kebijakan yang dilakukan oleh Peserta PROPER ini telah didasari oleh penggunaan LCA dalam proses bisnis mereka.
Aspek Penilaian LCA dalam PROPER
Untuk LCA sebagai sebuah dokumen tersendiri dalam PROPER, terdapat beberapa aspek penilaian yang harus dipenuhi oleh peserta PROPER apabila ingin mendapatkan nilai yang optimal. Berikut adalah aspek penilaiannya.
1. Aspek Kebijakan
Pada aspek penilaian pertama, perusahaan harus memiliki kebijakan tertulis untuk melaksanakan pengukuran potensi dampak lingkungan dengan menggunakan metode Life Cycle Assesment. Kebijakan tertulis ini bisa berupa peraturan atau SOP perusahaan yang menerangkan bahwa perusahaan memiliki program dan komitmen untuk melakukan penilaian daur hidup ini.
2. Struktur dan Tanggung Jawab
Pada aspek kedua, perusahaan harus memiliki manajer lingkungan dan tim yang mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk melaksanakan penilaian daur hidup. Perusahaan bisa membuktikannya dengan keterangan tertulis atau melampirkan struktur organisasi yang menerangkan hal ini.
3. Pelaksana
Dalam aspek penilaian ketiga, perusahaan harus memiliki tim penilai yang bisa berasal dari internal perusahaan atau pihak ketiga yang berasal dari eksternal perusahaan dengan memiliki kualifikasi:
Telah tersertifikasi profesi profesional
Pernah mendapatkan materi pendidikan formal berkaitan dengan penilaian daur hidup (skripsi, tesis, disertasi, penelitian/publikasi)
Pernah mengikuti pelatihan di bidang penilaian daur hidup atau pernah mendapatkan materi mata kuliah berkaitan dengan penilaian daur hidup pada pendidikan formal.
4. Perencanaan
Aspek penilaian keempat, perusahaan harus melakukan penilaian daur hidup setiap 3 (tiga) tahun sekali atau apabila terjadi perubahan proses produksi, perubahan produk atau perubahan ruang lingkup penilaian daur hidup.
Selain itu, dalam aspek ini perusahaan harus menetapkan tujuan, sasaran dan target persentase produk yang telah dilakukan penilaian daur hidup. Nilai yang didapat oleh perusahaan sangat bergantung dari persentase produk yang telah dilakukan penilaian daur hidup ini.
4. Penilaian Daur Hidup
Pada aspek penilaian keempat yang menjadi inti dari LCA ini, Peserta PROPER harus dapat menunjukkan beberapa laporan di antaranya:
Laporan yang di dalamnya terdapat informasi tentang tujuan dilaksanakannya penilaian daur hidup serta deskripsi mengenai pelaksanaan daur hidup mulai akuisisi bahan baku, produksi, penggunaan, pengolahan akhir, daur ulang, sampai pembuangan akhir.
Laporan yang menujukan bahwa Peserta PROPER telah melakukan inventori daur hidup yang dideskripsikan secara kuantitatif. Laporan ini meliputi deskripsi unit proses, data kuantitatif bahan masukan (bahan baku, air, dan energi), bahan keluaran (output) berupa produk, produk samping dan limbah, serta emisi yang dihasilkan.
Laporan yang berisi penilaian dampak lingkungan meliputi potensi pemanasan global, potensi penipisan ozon, potensi hujan asam, dan potensi eurofikasi dari proses produk yang mereka hasilkan. Selain itu, perusahaan juga harus menjelaskan dampak lingkungan yang dapat terjadi berupa photochemical oxidant, Potensi terjadi penurunan abiotik (fosil dan non fosil), potensi terjadi penurunan biotik, Karsinogenik, toxicity, water footprint, dan perubahan muka bumi dari proses bisnisnya.
Laporan yang berisi interpretasi penilaian daur hidup meliputi analisis dampak dan analisis life cycle inventory.
Terakhir adalah perusahaan harus melampirkan laporan yang berisi tinjauan kritis dari semua proses penilaian daur hidup yang telah dilaksanakan.
5. Implementasi
Pada aspek kelima ini, Peserta PROPER harus melakukan penilaian daur hidup secara lengkap pada produk. Perolehan nilai yang didapat sangat tergantung dari target yang dicapai apakah sesuai dengan target, kurang dari target, atau bahkan melebihi target yang telah ditentukan.
6. Sertifikasi
Pada aspek penilaian ketiga, perusahaan harus mengintegrasikannya hasil penilaian daur hidup yang telah dilakukan dengan data base nasional. Selain itu dewan penilai PROPER akan menilai apakah proses penyusunan EPD menggunakan panduan yang standar atau tidak, serta memiliki EPD yang telah tersertifikasi oleh pihak ketiga.
Manfaat Life Cycle Assesment bagi Perusahaan
Dengan melakukan penilaian daur hidup, perusahaan dapat mempunyai dasar yang berbasis data dan fakta dalam mengambil keputusan. LCA dapat digunakan mulai dari perancangan produk, pengembangan proses produksi yang lebih baik, inovasi produk dan proses, meningkatkan sistem manajemen lingkungan, pemilihan produk atau proses serta pemilihan pemasok, mengomunikasikan informasi lingkungan untuk produk yang dihasilkan oleh perusahaan, penetapan strategi perusahaan,sampai pengambilan keputusan untuk kebijakan dalam pemerintahan. LCA ini merupakan suatu alat ukur kuantitatif untuk pembangunan berkelanjutan.
Kesimpulan
Life Cycle Assessment (LCA) hanyalah sebuah alat atau perangkat, bukan tujuan yang harus dicapai. Artinya, suatu perusahaan diharapkan menerapkan LCA ini tidak hanya sebatas persyaratan PROPER, tanpa memahami esensi sesungguhnya. Namun yang lebih penting adalah menerapkan LCA ini dalam rangka mencapai keberlanjutan atau kelangsungan aktivitas dari praktik bisnis yang dijalankan (sustainability). Keberlanjutan inilah yang sebenarnya menjadi tujuan akhir dari pelaksanaan LCA dalam praktik bisnis.
Sekian penjelasan mengenai Dokumen Hijau. Bagi yang masih bingung dengan cara penyusunan Dokumen Hijau yang baik agar mendapatkan nilai optimal, ataupun yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER dan penyusunan Dokumen Hijau. Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Referensi
PERMENLHK No. 1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER)
on
Dokumen Hijau PROPER: Apa Saja Isinya?
Dokumen Hijau adalah salah satu persyaratan yang harus dipersiapkan oleh Peserta PROPER yang ingin mendapatkan peringkat Hijau atau Emas. Dokumen ini berisi laporan mengenai data dan bukti kinerja pengelolaan lingkungan hidup melebihi dari yang diwajibkan (beyond complience).
Pada artikel kali ini, kami akan memberikan penjelasan mengenai isi dari Dokumen Hijau. Diharapkan, setelah membaca artikel ini, Kamu akan memiliki gambaran tentang dokumen apa yang harus dipersiapkan. Sehingga dapat secara maksimal mengikuti ajang PROPER dan mendapat peringkat yang optimal.
1. DRKPL
Dokumen Ringkasan Kegiatan Pengelolaan Lingkungan (DRKPL) merupakan dokumen pertama yang harus ada dalam Dokumen Hijau. DRKPL adalah dokumen yang berisi uraian secara ringkas dan jelas mengenai keunggulan lingkungan yang dilakukan oleh Peserta PROPER dalam hal pengelolaan lingkungan. Dokumen ini menjadi bukti perusahaan telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari ketaatan (beyond compliance).
Baca Juga: Mengenal DRKPL: Syarat Wajib PROPER Hijau
Jika batas minimal ketaatan adalah adanya dokumen bukti Penilaian Tata Kelola Air, Penilaian Kerusakan Lahan, Pengendalian Pencemaran Laut, Pengelolaan Limbah B3, Pengendalian Pencemaran Udara, Pengendalian Pencemaran Air, dan Implementasi AMDAL, maka dalam DRKPL ini perusahaan harus membuktikan bahwa mereka memiliki kelebihan dibanding kriteria yang dipersyaratkan tersebut.
2. Pelaksanaan Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assesment)
Aspek kedua yang harus ada dalam Dokumen Hijau adalah Pelaksanaan Penilaian Daur Hidup atau Life Cycle Assessment (LCA). Life Cycle Assesment merupakan sebuah metode yang digunakan untuk menghitung potensi dampak lingkungan dan jejak karbon yang dihasilkan dari satu sistem produk dari mulai produk tersebut lahir (crandle) , dimanfaatkan, hingga produk tersebut di buang atau didaur ulang (grave), secara kuantitatif
Kerangka kerja penilaian daur hidup terdiri dari 4 tahap. Pertama penentuan tujuan dan lingkup, kemudian inventori daur hidup, penilaian dampak daur hidup, dan interpretasi. Sementara untuk aspek penilaian LCA dalam PROPER ini meliputi aspek kebijakan, struktur dan tanggung jawab, pelaksana, perencanaan, pelaksanaan penilaian daur hidup, implementasi, dan sertifikasi. Apabila perusahaan menginginkan nilai optimal, maka harus melengkapi berkas pendukung semua aspek penilaian tersebut.
3. Sistem Manajemen Lingkungan
Aspek berikutnya yang harus ada dalam Dokumen Hijau adalah Sistem Manajemen Lingkungan (SML). Dalam PERMENLHK No. 1 Tahun 2021, suatu unit bisnis dianggap memiliki Sistem Manajemen Lingkungan (SML) jika aspek-aspek lingkungan yang dikelola dalam sistem tersebut diidentifikasi berdasarkan dampak dari kegiatan, produk atau juga yang dihasilkan oleh unit bisnis yang bersangkutan. Jika unit bisnis tersebut merupakan anak perusahaan dari suatu induk korporasi, maka harus dibuktikan bahwa aspek-aspek lingkungan yang dikelola memang spesifik untuk unit bisnis yang bersangkutan.
Baca Juga: Mengenal ISO 14001 Panduan Sistem Manajemen Lingkungan
Kemudian, aspek-aspek lingkungan yang dikelola dalam sistem manajemen lingkungan mencakup seluruh kegiatan utama dalam unit bisnis yang bersangkutan. Jika cakupan sistem manajemen lingkungan hanya sebagian kecil atau bukan kegiatan utama, maka unit bisnis tersebut tidak dianggap memiliki SML.
4. Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan untuk Pemanfaatan Sumber Daya
Tak cukup hanya memiliki sistem saja, peserta PROPER harus bisa membuktikan penerapan sistem manajemen lingkungan tersebut dalam hal pemanfaatan sumber daya. Aspek ini meliputi penerapan SML dalam bidang:
a. Efisiensi Energib. Penurunan Emisic. Efisiensi Air dan Penurunan Beban Air Limbahd. Pengurangan dan Pemanfaatan Limbah B3e. Pengurangan dan Pemanfaatan Limbah Non B3f. Perlindungan Keanekaragaman Hayati
5. Pemberdayaan Masyarakat
Aspek selanjutnya yang harus ada dalam Dokumen Hijau adalah praktik pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Peserta PROPER. Dalam aspek ini, perusahaan harus bisa membuktikan bahwa ia punya kebijakan tertulis mengenai komitmen dan sistem tata kelola program pengembangan masyarakat. Peserta PROPER juga harus menunjukkan struktur penanggung jawab kegiatan pemberdayaan masyarakat dan alokasi dana pengembangan masyarakat
Baca Juga: Mengenal Asset Based Community Development
Selain itu, peserta PROPER juga harus memiliki dokumen perencanaan dari mulai pemetaan sosial (Sosial Maping), perencanaan strategis (Renstra) hingga rencana kerja (Renja) tahunan kegiatan pengembangan masyarakat. Kemudian Perusahaan juga harus membuktikan implementasi yang telah dilakukan. Meliputi kesesuaian implementasi program/kegiatan dengan pemetaan sosial dan rencana kerja (Renja), Inovasi sosial yang dihasilkan dari program/kegiatan pengembangan masyarakat, laporan pelaksanaan program, dan partisipasi masyarakat dalam program.
Tak cukup samapai di situ, Peserta PROPER juga harus menyertakan bukti monitoring dan evaluasi yang dilakukan terhadap program. Berupa indeks kepuasan masyarakat (IKM) terhadap program yang telah dilakukan, dan juga membuktikan pelibatan pemangku kepentingan melalui dokumen stakeholder engagement, hubungan kerja (Internal) dan hubungan eksternal.
Terakhir, Peserta PROPER juga harus membuktikan penerapan manajemen pengetahuan (knowledge management) dalam mendorong inovasi di bidang pengembangan masyarakat. Hal ini dilakukan melalui publikasi jurnal ilmiah nasional maupun internasional, buku yang memiliki ISBN, dan memperoleh penghargaan dalam bidang pengembangan masyarakat dari pemerintah maupun lembaga non-pemerintah
6. Tanggap Kebencanaan
Aspek selanjutnya yang harus ada dalam Dokumen Hijau adalah dokumen yang membuktikan keterlibatan perusahaan dalam tanggap kebencanaan. Keterlibatan ini berupa respon perusahaan terhadap potensi krisis atau bencana alam maupun non alam di sekitar perusahaan.
Dalam aspek ini, Dewan Penilai PROPER akan menilai sejauh mana perusahaan berhasil mengidentifikasi kebutuhan dan permasalahan yang dihadapi masyarakat dalam konteks siklus penanggulangan bencana, khususnya pada tahap tanggap darurat, kesiapsiagaan, dan pemulihan. Salah satu cara untuk melakukan identifikasi adalah melalui pembaruan pemetaan sosial (social mapping). Yang kemudian diikuti oleh program-program jangka pendek, menengah, dan panjang.
Selain itu, Dewan Penilai juga akan mengevaluasi tingkat keterlibatan/partisipasi masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pemantauan evaluasi program tanggap bencana. Serta jangkauan wilayah program yang dilakukan oleh perusahaan, dan model kemitraan yang dikembangkan perusahaan dengan stakeholder untuk membangun sinergi antar aktor dalam penanggulangan bencana.
7. Inovasi Sosial
Inovasi Sosial merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat yang dapat menyelesaikan permasalahan/kebutuhan sosial (lebih efektif dibandingkan solusi yang ada saat ini). Program inovasi sosial mendorong perbaikan kapabilitas dan hubungan sosial serta pemanfaatan aset dan sumber daya yang lebih baik. Hal ini dilakukan melalui model manajemen organisasi, kewirausahaan sosial, pengembangan produk baru, pelayanan, program dan model pemberdayaan serta peningkatan kapasitas.
Unsur â unsur yang terdapat dalam inovasi sosial merupakan beberapa bab yang akan menjelaskan tentang Kebaruan suatu program pemberdayaan yang telah dilakukan Peserta PROPER, Status inovasi sosial yang mencakup keberlanjutan, scalling/replikasi atau pun perubahan sistemik. Selain itu, Peserta PROPER juga harus memiliki unsur yang mencakup transfer knowledge, menjawab kebutuhan sosial, hingga meningkatkan kapasitas sosial yang diukur melalui penelitian Social Return on Investment (SROI).
Sekian penjelasan mengenai Dokumen Hijau PROPER. Bagi yang masih bingung dengan cara penyusunan Dokumen Hijau yang baik agar mendapatkan nilai optimal, ataupun yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER dan penyusunan Dokumen Hijau. Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Referensi
PERMENLHK No. 1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER)
on
Mengenal DRKPL: Syarat Wajib PROPER Hijau
Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) adalah evaluasi kinerja dunia bisnis dalam hal pengelolaan lingkungan hidup. Bagi yang berkecimpung di dunia bisnis pertambangan, manufaktur, pertanian, dan bisnis lain yang memberikan dampak langsung pada lingkungan, PROPER sudah tidak asing bagi dan menjadi makanan rutin setiap tahunnya
Untuk perusahaan yang menargetkan peringkat Hijau atau Emas, salah satu dokumen wajib yang harus dipenuhi adalah Dokumen Ringkasan Kinerja Pengelolaan Lingkungan (DRKPL). DRKPL ini merupakan salah satu muatan dari dokumen hijau, menyatu dengan laporan pelaksanaan kegiatan kriteria yang melebihi ketaatan lainnya.
Baca juga: Tahapan Penilaian dalam PROPER
Lantas Apa itu DRKPL?
Dokumen Ringkasan Kinerja Pengelolaan Lingkungan (DRKPL) adalah dokumen yang berisi uraian secara ringkas dan jelas tentang keunggulan lingkungan yang dilakukan oleh sebuah perusahaan dalam hal pengelolaan lingkungan. Dokumen ini menjadi bukti perusahaan telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari ketaatan (beyond compliance)
Jika batas minimal ketaatan adalah adanya dokumen bukti Penilaian Tata Kelola Air, Penilaian Kerusakan Lahan, Pengendalian Pencemaran Laut, Pengelolaan Limbah B3, Pengendalian Pencemaran Udara, Pengendalian Pencemaran Air, dan Implementasi AMDAL, maka dalam DRKPL ini perusahaan harus membuktikan bahwa mereka memiliki kelebihan dibanding kriteria yang dipersyaratkan tersebut.
DRKPL ini merupakan salah kriteria penapisan PROPER Hijau bagi perusahaan calon kandidat Hijau. Perusahaan yang memiliki nilai DRKPL di atas nilai rata-rata bisa memperoleh predikat PROPER Hijau dan menjadi calon kandidat Emas.
Apa saja isi DRKPL?
DRKPL merupakan dokumen yang berisi rangkuman kegiatan perusahaan dalam pengelolaan lingkungan. Dalam dokumen tersebut memuat penjelasan keunggulan perusahaan, status penggunaan sumber daya, hasil absolut pemanfaatan sumber daya, dan inovasi yang dilakukan. Selain itu perusahaan juga mengaitkan kegiatan yang dilakukan dengan 17 Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau SDGS.
Baca juga: Kupas Tuntas 5 Peringkat dalam PROPER
DRKPL berisi bukti-bukti relevan tentang Sistem Manajemen Lingkungan, efisiensi energi, pengurangan dan pemanfaatan limbah B3, pelaksanaan prinsip pengurangan, penggunaan kembali dan daur ulang (Reduce, Reuse, Recycle) limbah padat non-B3, pengurangan pencemar udara, efisiensi air, keanekaragaman hayati, dan program pemberdayaan masyarakat.
Sistematika Penulisan Dokumen
Penyusunan DRKPL setidaknya berisi poin-poin dengan struktur penulisan sebagai berikut:
Aspek penilaianKriteriaI. PENDAHULUAN1.1 Profil Perusahaan1.2 Deskripsi Proses Produksi1.3 Struktur Manajemen Perusahaan1.4 Deskripsi Anggaran Pengelolaan Lingkungan1.5 Keunggulan Perusahaan1.6 Sertifikasi Produk Ramah Lingkungan1.7 Sertifikasi Green Building1.8 Penilaian Daur Hidup Keterangan:Pendahuluan yang menjelaskan keunggulan PerusahaanII. EFISIENSI ENERGI2.1 Status Energi2.2 Hasil Absolut2.3 Sertifikat / Penghargaan2.4 Inovasi2.5 PatenIII. PENGURANGAN EMISI3.1 Status Penurunan Emisi3.2 Hasil Absolut3.3 Sertifikat / Penghargaan3.4 Inovasi3.5 PatenIV. 3R LIMBAH B34.1 Status Limbah B34.2 Nilai Absolut4.3 Sertifikat / Penghargaan4.4 Inovasi4.5 PatenV. 3R LIMBAH PADAT NON B35.1 Status Limbah Padat Non B35.2 Tabel Absolut 3R Limbah Padat Non B35.3 Sertifikat / Penghargaan5.4 Inovasi5.5 PatenVI. EFISIENSI AIR6.1 Status Konsumsi Air6.2 Sertifikat / Penghargaan6.3 Paten6.4 Tabel Nilai Absolut Program Konservasi Air6.5 Penurunan Beban Pencemar: Status Debit Air Limbah6.6 Tabel Hasil Absolut Penurunan Beban Pencemaran Air6.7 Inovasi Penurunan Beban PencemarVII.KEANEKARAGAMAN HAYATI7.1 Status Keanekaragaman Hayati7.2 Inovasi Keanekaragaman Hayati7.3 Penghargaan7.4 PatenVIII. PENGEMBANGAN MASYARAKAT8.1 Status8.2 Nilai Absolut8.3 Penghargaan8.4 Inovasi8.5 PatenStruktur Dokumen DRKPL. Sumber: KLHK
Ketentuan Penyusunan Dokumen
Dalam penyusunan DRKPL, peserta PROPER harus mengikuti ketentuan penyusunan sebagai berikut:
Ditulis dalam bahasa Indonesia
Jenis file *.doc/ *.docx dan *.pdf
Ukuran kertas A4
Ukuran huruf 12
Spasi tunggal
Jumlah maksimal halaman sebanyak 25 (dua puluh lima) halaman. Apabila melebihi 25 halaman, maka nilai akan dikurangi sebanyak 50 poin dari total nilai yang didapatkan.
Nilai DRKPL Harus di Atas Rata-rata
Untuk meraih peringkat Hijau atau Emas, peserta PROPER tidak cukup hanya membuat DRKPL saja, namun DRKPL tersebut harus memiliki nilai di atas rata-rata. Untuk mendapatkan nilai di atas rata-rata, maka perusahaan harus Peserta PROPER harus memenuhi delapan poin tersebut agar mendapatkan poin yang optimal.
Apabila DRKPL yang dibuat oleh peserta PROPER tidak lengkap memuat unsur-unsur yang dipersyaratkan, maka nilai yang akan didapatkan oleh perusahaan pun tidak akan optimal. Maka dari itu penting bagi perusahaan untuk melengkapi komponen pendukung DRKPL seperti sertifikasi produk ramah lingkungan, sertifikasi green building, penilaian daur hidup, serta penghargaan dan inovasi dalam efisiensi energi, pengurangan 3R limbah B3, limbah padat non B3 efieisensi air, keanekaragaman hayati, pengembangan masayrakat, dan komponen penilaian lainnya.
Sekian penjelasan mengenai Dokumen Ringkasan Kinerja Pengelolaan Lingkungan (DRKPL). Bagi yang masih bingung dengan cara penyusunan DRKPL yang baik agar mendapatkan nilai optimal, ataupun yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER. Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
Referensi
PERMENLHK No. 1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER)
on
Tahapan Penilaian dalam PROPER
Penilaian PROPER adalah proses yang panjang dan kompleks serta melibatkan berbagai stakeholder dan berbagai kriteria serta tahapan sebelum akhirnya masuk ke pengumuman penilaian akhir. Namun dalam artikel ini kita akan coba menyederhanakan tahapan-tahapan penilaian PROPER untuk memudahkan pemahaman Kamu tentang tahapan penilaian PROPER. Dengan demikian, Kamu akan lebih siap untuk menghadapi penilaian PROPER dan meraih peringkat tinggi.
Baca Juga: Mengenal PROPER: Tujuan dan Manfaatnya bagi Perusahaan
Perencanaan
Tahap pertama dalam PROPER adalah perencanaan. Dalam tahap ini, pemerintah melakukan pembentukan dan penetapan tim teknis PROPER. Selain itu, pemerintah juga melakukan pemilihan dan penetapan perusahaan yang menjadi peserta PROPER. Beberapa indikator pemilihan peserta PROPER meliputi perusahaan yang berdampak signifikan terhadap lingkungan, tercatat di pasar bursa, dan memiliki produk yang berorientasi ekspor, atau digunakan oleh masyarakat luas.
Pelaksanaan
1. Pembinaan
Sebelum melaksanakan penilaian, Dewan Penilai PROPER akan melakukan pembinaan terlebih dahulu kepada para perusahaan yang telah ditetapkan menjadi peserta PROPER. Pembinaan ini dilakukan melalui kegiatan sosialisasi dan bimbingan teknis mengenai mekanisme dan kriteria penilaian PROPER.
Hal ini dilakukan untuk meningkatkan pengetahuan perusahaan mengenai hal teknis dan berbagai hal yang harus dipersiapkan oleh perusahaan berkaitan dengan penilaian PROPER agar perusahaan mendapatkan hasil dan peringkat yang optimal.
2. Penilaian Ketaatan
Setelah melakukan pembinaan, Dewan Penilai PROPER akan melakukan evaluasi dan penilaian terhadap peserta PROPER. Penilaian ini dilakukan dengan dua cara yaitu langsung dan tidak langsung. Penilaian tidak langsung dilakukan melalui evaluasi dokumen swapantau (penilaian mandiri) yang telah di upload pada aplikasi SIMPEL oleh perusahaan mengenai Penilaian Tata Kelola Air, Penilaian Kerusakan Lahan, Pengendalian Pencemaran Laut, Pengelolaan Limbah B3, Pengendalian Pencemaran Udara, Pengendalian Pencemaran Air, dan Implementasi AMDAL
Sedangkan penilaian langsung dilakukan melalui inspeksi atau kunjungan lapangan untuk memverifikasi dokumen yang telah dibuat oleh perusahaan.
3. Penyusunan Rapor/Peringkat Sementara
Informasi yang terkumpul melalui penilaian dokumen dan verifikasi lapangan kemudian diolah menjadi rapor sementara. Rapor sementara ini berisi evaluasi kinerja perusahaan di bidang pengelolaan air, udara, limbah B3 yang dianalisis dengan kriteria penilaian PROPER yang ditetapkan. Selain itu, rapor sementara ini sudah mengindikasikan peringkat perusahaan berdasarkan kriteria peringkat PROPER (Hitam, Merah, dan Biru)
Baca Juga: Kupas Tuntas 5 Peringkat dalam PROPER
Rapor sementara ini kemudian dibahas melalui mekanisme peer review oleh tim teknis. Hasil pembahasan tersebut kemudian dilaporkan kepada pejabat Eselon I Kementerian Negara Lingkungan Hidup untuk mendapat komentar dan pertimbangan. Setelah itu, rapor dilaporkan kepada Dewan Pertimbangan PROPER untuk mendapat pendapat dan persetujuan. Rapor hasil pembahasan dengan Dewan ini kemudian ditetapkan sebagai rapor sementara yang akan disampaikan kepada perusahaan dan pemerintah daerah.
4. Masa Sanggah/Perbaikan bagi Perusahaan yang Berperingkat Rendah
Setelah diterbitkannya rapor sementara, perusahaan yang mendapatkan peringkat rendah diberi kesempatan untuk menyampaikan keberatan. Hal ini tentu harus dengan didukung data-data baru yang sahih.
Setelah masa sanggah berakhir, Dewan Penilai PROPER akan melaporkan hasilnya kepada Dewan Pertimbangan. Dewan akan memberikan pendapat terakhir mengenai status kinerja perusahaan sebelum dilaporkan kepada Menteri. Setelah itu kemudian Menteri akan memeriksa, memberikan kebijakan dan menetapkan status peringkat kinerja perusahaan dengan mempertimbangkan laporan dari Dewan Pertimbangan.
6. Penilaian Lebih dari Ketaatan
a. Penilaian Peringkat Hijau
Bagi peserta PROPER yang memiliki nilai ketaatan 100%, maka ia akan masuk menjadi calon kandidat PROPER Hijau. Calon kandidat PROPER Hijau ini kemudian akan diminta untuk mengumpulkan Dokumen Ringkasan Kegiatan Pengelolaan Lingkungan (DRKPL) dan dokumen sistem manajemen lingkungan (SML).
Untuk lolos menjadi kandidat Hijau, DRKPL yang dibuat oleh peserta PROPER harus memiliki nilai di atas rata-rata. Selain itu, dokumen sistem manajemen lingkungan pun harus memiliki nilai >60. Apabila kedua dokumen tersebut tidak memenuhi nilai yang dipersyaratkan, maka peserta PROPER hanya akan mendapatkan peringkat Biru.
Baca Juga: Mengenal DRKPL: Syarat Wajib PROPER Hijau
Peserta PROPER akan menjadi kandidat Hijau diharuskan untuk membuat dokumen hijau yang berisi:
DRKPL
Pelaksanaan Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assesment)
Sistem Manajemen Lingkungan
Penerapan Sistem Manajemen LingkunganUntuk Pemanfaatan Sumber Daya Pada Bidang:a) Efisiensi Energib) Penurunan Emisic) Efisiensi Air Dan Penurunan Beban Air Limbahd) Pengurangan Dan Pemanfaatan Limbah B3e) Pengurangan Dan Pemanfaatan Limbah Nonb3f) Perlindungan Keanekaragaman Hayati
Pemberdayaan Masyarakat
Tanggap Kebencanaan
Inovasi Sosial
Dokumen Hijau ini kemudian akan dinilai oleh Dewan Penilai PROPER. Peserta PROPER yang memenuhi nilai passing grade Hijau maka ia akan berkesempatan meraih peringkat Hijau atau Emas. Namun apabila tidak memenuhi passing grade hijau, maka hanya akan meraih peringkat Biru.
b. Penilaian Peringkat Emas
Peserta PROPER yang berhasil memenuhi nilai passing grade Dokumen Hijau maka akan masuk ke tahapan selanjutnya sebagai kandidat Emas. Untuk mendapatkan peringkat Emas, Peserta PROPER memenuhi kriteria:
Nilai Dokumen Hijau memenuhi passing grade peringkat Emas
Secara konsisten telah meraih 3 kali peringkat Hijau
Memiliki program Inovasi Sosial
Apabila perusahaan tidak memenuhi salah satu dari tiga kriteria di atas, maka perusahaan hanya akan mendapat Peringkat Hijau. Namun apabila memenuhi tiga persyaratan tersebut, perusahaan akan masuk ke dalam kandidat Emas.
Peserta PROPER yang menjadi kandidat Emas akan dilakukan kunjungan lapangan untuk memverifikasi program inovasi sosial yang telah diimplementasikan. Apabila program inovasi sosial tersebut telah sesuai dengan kriteria yang dipersyaratkan, maka perusahaan akan mendapatkan peringkat Emas. Namun jika program tersebut tidak sesuai dengan kriteria, maka hanya akan mendapat peringkat Hijau.
Penetapan Peringkat
Setelah melewati semua proses penilaian, KLHK akan mengumumkan peringkat perusahaan kepada publik, perusahaan itu sendiri, serta pemerintah daerah. Peringkat ini merupakan peringkat akhir di mana keputusan Dewan Penilai PROPER tidak dapat diganggu gugat lagi.
Pemberian Penghargaan, Pembinaan, dan Penegakan Hukum
Perusahaan yang meraih peringkat Biru, Hijau, dan Emas akan diberikan penghargaan oleh pemerintah. Penghargaan berupa trofi dan sertifikat akan diberikan kepada perusahaan yang meraih peringkat Emas dan Hijau. Sementara perusahaan yang meraih peringkat biru akan mendapatkan sertifikat penghargaan tanpa trofi.
Baca Juga: Menelisik Raihan PROPER Emas Satu Dekade TerakhirSedangkan, perusahaan yang meraih peringkat merah dan hitam akan menjalani proses pembinaan dan penegakan hukum. Pembinaan akan diarahkan kepada perusahaan yang menunjukkan niat untuk memperbaiki pengelolaan lingkungan dalam operasional mereka. Sementara penegakan hukum akan diterapkan terhadap perusahaan yang acuh tak acuh dan terbukti melakukan pelanggaran lingkungan.
Bagi yang masih bingung dengan kriteria penilaian PROPER. Juga yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat optimal, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER. Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
on
Menelisik Raihan PROPER Emas Satu Dekade Terakhir
PROPER Emas adalah penghargaan tertinggi yang diberikan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) kepada para perusahaan yang dinilai konsisten dalam menunjukan komitmen dan tanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat sekitar.
Baca Juga: Kupas Tuntas 5 Peringkat dalam PROPER
Perusahaan yang meraih PROPER Emas ini ialah perusahaan yang telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dan melakukan upaya-upaya pengembangan masyarakat secara berkesinambungan.
Dari hasil data yang diolah dari website proper.menlhk.go.id secara garis besar jumlah penerima PROPER Emas selama satu dekade terakhir cenderung mengalami kenaikan. Hanya pada tahun 2014 jumlah penerima PROPER Emas mengalami penurunan yakni dari 12 perusahaan ke 9 perusahaan. Namun pada tahun selanjutnya yakni pada tahun 2015 jumlah penerima PROPER Emas kembali naik hingga sekarang.
Kenaikan signifikan terjadi pada tahun 2021, di mana jumlah perusahaan penerima PROPER Emas mencapai 47 perusahaan, meningkat sebanyak 15 perusahaan dari sebelumnya yang hanya 32 perusahaan. Kemudian, pada tahun terakhir pelaksanaan PROPER, yaitu tahun 2022, jumlah perusahaan penerima PROPER Emas semakin meningkat menjadi 52 perusahaan.
Apa Maknanya?
Kinerja Entitas Bisnis semakin baik
Tren kenaikan peraih PROPER Emas tersebut menunjukkan bahwa kinerja korporasi dalam bidang tanggung jawab sosial dan lingkungan semakin baik. Kinerja ini terutama dalam aspek daur hidup, sistem manajemen lingkungan, efisiensi energi, penurunan emisi, efisiensi air dan penurunan beban pencemaran air, pengurangan dan pemanfaatan limbah B3, pengurangan dan pemanfaatan limbah non B3, perlindungan keanekaragaman hayati, pemberdayaan masyarakat, tanggap kebencanaan dan inovasi sosial.
Namun, Persentasenya Masih Sedikit
Meskipun secara statistik tren peraih PROPER Emas terus mengalami kenaikan, namun persentasenya masih terhitung sedikit jika dibandingkan dengan jumlah perusahaan yang ada. Dari hasil pengolahan statistik, selama 1 dekade terakhir persentase perusahaan yang meraih PROPER emas hanya berkisar antara 0,48 % hingga 1,81 %. Persentase paling sedikit terjadi pada tahun 2014 yang hanya mencatatkan 0,48%. Sementara persentase paling besar terjadi pada tahun 2021 yang mencatatkan 1,81%.
Pentingnya Keterlibatan Berbagai Stakeholder untuk mendukung Perusahaan Mendapatkan PROPER Emas
Keterlibatan berbagai stakeholder sangat diperlukan untuk mendorong dunia bisnis meningkatkan kinerjanya dalam pengelolaan lingkungan melalui PROPER. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki oleh entitas bisnis tentu akan membuat mereka kesulitan jika hanya bergerak sendiri. Maka diperlukan sinergi dan dorongan dari berbagai pihak, yang dalam konteks ini agar semakin banyak perusahaan mendapat PROPER Emas.
Pemerintah
Stakeholder pertama yang memiliki peranan penting dalam mendorong entitas bisnis meraih peringkat tinggi dalam PROPER adalah pemerintah. Pemerintah dapat berperan dalam pengawasan, pengembangan regulasi lingkungan, dan pengakuan terhadap perusahaan yang berhasil memenuhi standar lingkungan. Dengan adanya regulasi yang ketat, secara otomatis perusahaan akan mendorong diri mereka untuk menjalankan operasi yang berkelanjutan. Dengan bersinergi, perusahaan dan pemerintah dapat mencapai tujuan bersama dalam menjaga lingkungan dan meraih peringkat PROPER tinggi.
Media
Stakeholder selanjutnya yang memegang peran penting dalam mendukung kinerja perusahaan dalam pengelolaan lingkungan adalah Media. Media berperan sebagai pengawas publik yang efektif, memonitor dan memberitakan tindakan lingkungan perusahaan secara transparan. Pemberitaan media dapat mendorong perusahaan untuk berkomitmen pada praktik berkelanjutan, sembari memberikan pertanggungjawaban atas dampak lingkungan yang ditimbulkan. Pemberitaan yang berfokus pada praktik lingkungan dapat memicu kesadaran masyarakat dan mendorong perusahaan untuk mengambil tindakan positif.
Baca Juga: Apa yang Akan Terjadi Jika Perusahaan Mendapat PROPER Hitam?
Selain itu, peran media dalam mengangkat contoh-contoh praktik lingkungan yang baik juga dapat mendorong inspirasi dan persaingan sehat di antara perusahaan. Liputan positif ini dapat memotivasi perusahaan lain untuk mengadopsi praktik berkelanjutan, menciptakan efek domino menuju standar PROPER Emas. Selain itu, media juga memberikan akses kepada masyarakat dan pemangku kepentingan terkait informasi perusahaan yang terlibat dalam PROPER Emas.
Konsultan CSR
Stakeholder selanjutnya yang memiliki pengaruh besar adalah konsultan penelitian CSR. Keterbatasan yang dimiliki oleh entitas bisnis seringkali membuat entitas bisnis terhambat dalam menjalankan pengelolaan lingkungan termasuk pada keikusertaanya dalam PROPER.
Peran konsultan CSR adalah sebagai penasihat independen dan ahli dalam isu-isu tanggung jawab sosial perusahaan dan lingkungan. Konsultan CSR dapat memberikan kontribusi yang signifikan dalam membantu perusahaan melakukan pengelolaan lingkungan, yang pada akhirnya dapat mendapatkan penilaian tinggi dalam ajang PROPER.
Lembaga Konsultan CSR berfungsi sebagai penghubung antara perusahaan dan pengetahuan terbaru tentang praktik-praktik berkelanjutan, yang dalam konteks ini berdasarkan PROPER. Konsultan CSR akan terus mengikuti perkembangan tren, regulasi, dan inovasi di bidang tanggung jawab sosial dan lingkungan, dan dapat membantu perusahaan menyesuaikan pendekatan mereka secara proaktif.
Dengan begitu, perusahaan dapat merespons perubahan dengan cepat dan tetap relevan dalam menghadapi tantangan lingkungan yang semakin kompleks, termasuk dalam kaitannya dengan upaya meraih peringkat PROPER yang tinggi.
Konsultan penelitian CSR memiliki kemampuan untuk menganalisis secara mendalam praktik keberlanjutan dari hulu sampai ke hilir. Dalam artian memastikan perencanaan, pelaksanaan, dan dampak yang dihasilkan dapat berjalan optimal.
Penutup
Hadirnya pemeringkatan PROPER tidak lain adalah bertujuan untuk mendorong kesadaran entitas bisnis dalam pengelolaan lingkungan. Dengan mekanisme penilaian sedemikian rupa, perusahaan didorong untuk sadar akan pentingnya pengelolaan lingkungan.
Namun perusahaan tentu tidak bisa bergerak sendiri, perlu adanya keterlibatan berbagai stakeholder untuk mendorong perusahaan meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan yang khususnya dalam konteks ini adalah PROPER.
Bagi yang masih bingung dengan kriteria penilaian PROPER. Juga yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER. Anda bisa menghubungi kami melalui Whattsapp di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
on
Kupas Tuntas 5 Peringkat dalam PROPER
Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan (PROPER) telah menjadi tonggak penting dalam mendorong perusahaan untuk mengambil tanggung jawab dalam menjaga kelestarian lingkungan di Indonesia. Setelah melalui serangkaian penilaian yang ketat, para peserta PROPER akan dikelompokan ke dalam 5 jenis peringkat berdasarkan perolehan nilai dan tingkat ketaatan perusahaan.
Baca Juga: Mengenal PROPER: Tujuan dan Manfaatnya Bagi Perusahaan
Dalam artikel ini, kita akan membahas secara mendalam 5 peringkat dalam PROPER dan bagaimana penilaian dilakukan untuk menentukan 5 peringkat tersebut.
1. Peringkat Hitam
PROPER Hitam merupakan peringkat paling rendah dalam PROPER. Menurut Pasal 33 poin c PERMENLHK No. 1 Tahun 2021 Tentang PROPER, peringkat Hitam diberikan untuk peserta PROPER yang melakukan perbuatan atau kelalaian yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan.
Peringkat Hitam diberikan kepada perusahaan yang sama sekali tidak ada upaya dalam pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan oleh KLHK. Upaya tersebut diantaranya adalah dalam Penilaian Tata Kelola Air, Penilaian Kerusakan Lahan, Pengendalian Pencemaran Laut, Pengelolaan Limbah B3, Pengendalian Pencemaran Udara, Pengendalian Pencemaran Air, dan Implementasi AMDAL. Karena tidak ada upaya ada upaya dalam hal tersebut, maka perusahaan dinilai berpotensi akan menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan.
Perusahaan yang mendapat peringkat Hitam ini akan mendapatkan berbagai dampak negatif diantaranya adalah izin operasi perusahaan akan dicabut, terancam sanksi pidana , dan menurunnya citra perusahaan di hadapan publik.
Baca Juga: Apa yang Akan Terjadi Perusahaan Mendapat PROPER Hitam?
2. Peringkat Merah
Tingkatan berikutnya adalah PROPER Merah, yang mencerminkan perbaikan dari tingkatan sebelumnya. Perusahaan dengan tingkatan ini mungkin telah mengambil beberapa langkah dalam mengelola lingkungan, tetapi tidak mencapai standar dalam ketentuan perundang-undangan.
Perusahaan yang mendapatkan peringkat ini dinilai masih “Tidak Taat” karena belum secara maksimal melakukan seluruh pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan seperti melakukan Penilaian Tata Kelola Air, Penilaian Kerusakan Lahan, Pengendalian Pencemaran Laut, Pengelolaan Limbah B3, Pengendalian Pencemaran Udara, Pengendalian Pencemaran Air, dan Implementasi AMDAL.
Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan akan memberikan sanksi administratif berupa instruksi perbaikan dan kewajiban mengikuti pembinaan kepada perusahaan yang mendapatkan peringkat Merah ini. Pembinaan ini dilakukan dalam waktu paling lama 3 (tiga) bulan sejakperingkat PROPER ditetapkan.
Apabila dalam waktu 3 bulan sejak peringkat PROPER ditetapkan perusahaan telah melaksanakan perbaikan dan memenuhi standar ketaatan, maka panitia PROPER akan mengubah status perusahaan tersebut menjadi peringkat biru. Namun apabila belum memenuhi standar ketaatan, maka statusnya tetap merah dan akan dilakukan upaya penegakan hukum di pengadilan.
3. Peringkat Biru
PROPER biru adalah “batas aman” bagi peserta PROPER agar terhindar dari saksi. Peringkat ini diberikan kepada peserta PROPER yang telah melakukan upaya pengelolaan lingkungan hidup sesuai denganketentuan peraturan perundang-undangan.
Perusahaan yang mendapatkan peringkat Biru dinilai telah “Taat” dalam melakukan seluruh pengelolaan lingkungan yang dipersyaratkan yakni melakukan Penilaian Tata Kelola Air, Penilaian Kerusakan Lahan, Pengendalian Pencemaran Laut, Pengelolaan Limbah B3, Pengendalian Pencemaran Udara, Pengendalian Pencemaran Air, dan Implementasi AMDAL.
Karena dinilai telah taat menjalankan pengelolaan lingkungan sesuai dengan peraturan perundang-undangan, Peserta PROPER yang mendapatkan peringkat Biru ini akan diberikan penghargaan oleh pemerintah berupa sertifikat penghargaan.
4. Peringkat Hijau
Tingkatan selanjutnya adalah PROPER Hijau. Peringkat ini diberikan kepada peserta PROPER yang telah melakukan pengelolaan lingkungan melebihi batas ketaatan atau lebih dari yang dipersyaratkan. Peringkat Hijau merupakan salah satu peringkat tinggi dalam PROPER.
Selain telah memenuhi standar penilaian dengan 100% ketaatan dalam pengelolaan lingkungan meliputi Penilaian Tata Kelola Air, Penilaian Kerusakan Lahan, Pengendalian Pencemaran Laut, Pengelolaan Limbah B3, Pengendalian Pencemaran Udara, Pengendalian Pencemaran Air, dan Implementasi AMDAL, perusahaan juga telah membuat Dokumen Hijau. Dokumen ini adalah laporan yang berisi data dan bukti kinerja pengelolaan lingkungan hidup melebihi dari yang diwajibkan.
Baca Juga: Mengenal DRKPL: Syarat Wajib PROPER Hijau
Dokumen Hijau tersebut terdiri dari Dokumen Ringkasan Kinerja Pengelolaan Lingkungan (DRKPL) dan laporan pelaksanaan kegiatan yang melebihi ketaatan meliputi:
a. Pelaksanaan Penilaian Daur Hidup (Life Cycle Assesment)
b. Sistem Manajemen Lingkungan
c. Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan untuk pemanfaatan sumber daya pada bidang: 1). Efisiensi Energi; 2) Penurunan Emisi; 3) Efisiensi air dan Penurunan Beban Air Limbah 4) Pengurangan dan Pemanfaatan Limbah B3 5) Pengurangan dan Pemanfaatan Limbah non B3 6) Perlindungan Keanekaragaman Hayati
d. Pemberdayaan Masyarakat;
e. Tanggap Kebencanaan
f. Inovasi Sosial
Tidak cukup sampai di situ, untuk mendapatkan peringkat hijau perusahaan juga harus memenuhi nilai yang dipersyaratkan yaitu:
Nilai DRPKL di atas nilai rata-rata
Nilai Sistem Manajemen Lingkungan lebih dari 60
Nilai dokumen hijau memenuhi passing grade
Apabila perusahaan tidak memenuhi salah satu dari tiga persyaratan tersebut, maka perusahaan tidak bisa mendapatkan PROPER dan hanya akan mendapatkan PROPER Biru.
Dokumen Hijau tersebut selain sebagai persyaratan meraih PROPER Hijau, juga menjadi persyaratan yang harus dipenuhi perusahaan apabila ingin meraih PROPER Emas. Lantas apa perbedaannya dengan kriteria PROPER Emas? Berikut penjelasannya.
5. Peringkat Emas
PROPER emas merupakan peringkat paling tinggi dalam PROPER. Menurut Permen LHK, Peringkat Emas diberikan kepada perusahaan yang telah melakukan pengelolaan lingkungan lebih dari yang dipersyaratkan dan melakukan upaya-upaya pengembangan masyarakat secara berkesinambungan.
Apabila perusahaan ingin mendapatkan Peringkat Emas, maka sebelumnya perusahaan harus lolos pada tahapan penapisan Peringkat Hijau. Meskipun persyaratannya hampir sama dengan PROPER Hijau, namun perbedaannya terletak pada raihan nilai yang harus di dapatkan oleh perusahaan.
Hal ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 25 ayat (3) huruf c, Apabila perusahaan ingin mendapatkan PROPER Emas, maka harus memenuhi 3 ketentuan berikut:
Hasil Penilaian tahap II lebih besar dari 75 persen dari nilai maksimum.
memperoleh peringkat hijau 2 (dua) tahun berturut-turut atau peringkat emas periode penilaian tahun sebelumnya.
Memiliki 1 (satu) program unggulan inovasi sosial.
Apabila perusahaan tidak dapat memenuhi salah satu dari 3 persyaratan tersebut, maka perusahaan tidak akan mendapatkan PROPER Emas dan hanya akan mendapatkan PROPER Hijau.
Itulah kelima peringkat dalam PROPER. Penting bagi perusahaan untuk meraih peringkat setinggi mungkin dalam PROPER. Selain untuk menghindari sanksi, tentu tingginya raihan peringkat PROPER tersebut akan bermanfaat bagi perusahaan sendiri untuk mendukung kinerja bisnis yang berkelanjutan.
Bagi yang masih bingung dengan kriteria penilaian PROPER. Juga yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung saja kontak Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER. Anda bisa mengontak kami melalui Whattsap di 08112130130 dan Email di contact@olahkarsa.com.
on
Mengenal PROPER: Tujuan dan Manfaatnya Bagi Perusahaan
Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) adalah evaluasi kinerja penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan di bidang pengelolaan lingkungan hidup. PROPER merupakan program yang diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) sebagai upaya mendorong kualitas dan pengelolaan lingkungan hidup oleh dunia bisnis.
Meskipun demikian, PROPER bukanlah pengganti instrumen penaatan kebijakan pengelolaan lingkungan yang sudah ada sebelumnya, seperti penegakan hukum lingkungan perdata maupun pidana. Melainkan instrumen yang bersinergi dengan instrumen penaatan lainnya sebagai upaya meningkatkan kualitas lingkungan dapat dilaksanakan dengan lebih efisien dan efektif.
Tujuan PROPER
Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) memiliki berbagai tujuan sebagai berikut:
1. Mendorong Terwujudnya Pembangunan Berkelanjutan
Salah satu tujuan utama dari PROPER adalah mendorong terwujudnya pembangunan berkelanjutan. Konsep pembangunan berkelanjutan berfokus pada upaya memenuhi kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan kemampuan generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhan mereka. Dengan berbagai instrumen penilaiannya, PROPER berupaya mendorong praktik-praktik bisnis yang berkelanjutan melalui pengelolaan lingkungan hidup yang bertanggung jawab.
Berbagai instrumen dalam penilaian PROPER tersebut mengacu pada point-point yang ada dalam SDGs
2. Meningkatkan Komitmen Stakeholder dalam Pelestarian Lingkungan
Tujuan selanjutnya adalah memperkuat komitmen para pemangku kepentingan dalam menjaga kelestarian lingkungan. Dalam konteks ini, PROPER berfungsi sebagai mekanisme yang menggerakkan partisipasi aktif dari berbagai pihak untuk terlibat dalam perusahaan, mulai dari jajaran manajemen hingga staf dalam sebuah perusahaan.
Baca Juga: 5 Jenis Warna Penilaian PROPER dalam Pengelolaan Lingkungan
Melalui evaluasi dan penilaian yang ketat terkait kinerja lingkungan perusahaan, PROPER secara tidak langsung mendorong pemangku kepentingan untuk lebih memahami dampak aktivitas perusahaan pada lingkungan. Selain itu program ini juga mendorong mereka untuk ambil bagian dalam upaya perlindungan lingkungan.
3. Meningkatkan Kesadaran Pelaku Bisnis
Tujuan selanjutnya dari PROPER adalah meningkatkan kesadaran para pelaku bisnis mengenai pentingnya menjaga kelestarian lingkungan di sekitar wilayah kerja mereka. Melalui penyediaan data yang faktual mengenai kondisi dan dampak lingkungan dari aktivitas mereka, program ini mengajak para pelaku bisnis untuk merenungi dan memahami pengaruh dari setiap langkah yang mereka ambil.
Dengan informasi yang jelas dan transparan, program ini membantu membuka mata para pelaku bisnis mengenai hubungan erat antara keberlanjutan lingkungan dan kesinambungan bisnis. Selain itu, Informasi mengenai kinerja lingkungan perusahaan tidak hanya mengungkapkan masalah. Tapi juga memberikan pandangan tentang langkah-langkah perbaikan yang dapat diambil guna mendorong para pelaku usaha untuk terlibat dalam penyusunan solusi konkret perbaikan lingkungan.
4. Mendorong Upaya Restorasi dan Penataan Lingkungan yang Rusak
Tujuan PROPER selanjutnya adalah mendorong perusahaaan untuk melakukan upaya restorasi dan penataan lingkungan yang mengalami kerusakan. Program ini berperan sebagai pendorong perusahaan untuk mengambil tindakan terhadap dampak lingkungan negatif yang mungkin dihasilkan oleh operasi mereka.
Dengan menyoroti kondisi lingkungan yang terdampak melalui instrumen penilaiannya, program ini mendorong perusahaan untuk memulai langkah konkret dalam merevitalisasi ekosistem yang terganggu. Termasuk mengembalikan kerusakan dan merestorasi keanekaragaman hayati yang mungkin terancam.
5. Mengurangi Dampak Negatif Perusahaan terhadap Lingkungan
Tujuan terakhir dari PROPER adalah mengurangi dampak negatif yang dihasilkan oleh kegiatan perusahaan terhadap lingkungan. Melalui berbagai instrumen penilaiannya, program ini mendorong perusahaan untuk mengidentifikasi praktik-praktik yang merugikan lingkungan. Setelah itu perusahaan juga didorong untuk mengambil tindakan guna mengurangi dampak tersebut seperti mengurangi emisi berbahaya, pengelolaan limbah yang lebih baik, dan energi yang lebih efisien.
Baca Juga: MengintipKriteria Pemilihan Peserta dalam PROPER
Dengan mengarahkan perhatian pada inovasi dan praktik yang lebih ramah lingkungan, program ini juga secara tidak langsung membantu perusahaan untuk meminimalkan dampak negatif yang mungkin timbul akibat operasi mereka. Sambil mendukung keberlanjutan lingkungan dan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Manfaat PROPER Bagi Perusahaan
Manfaat yang akan didapatkan oleh perusahaan apabila taat terhadap PROPER adalah sebagai berikut:
1. Variabel Benchmarking Perusahaan
Manfaat PROPER yang pertama bagi perusahaan adalah sebagai alat benchmarking untuk mengukur kinerja non keuangan mereka. Melalui penilaian dan pemeringkatan kinerja lingkungan, program ini memberikan standar objektif yang memungkinkan perusahaan untuk menilai sejauh mana keberhasilan mereka dalam menjalankan tanggung jawab sosial dan lingkungan.
Dengan memiliki data peringkat yang jelas, perusahaan dapat mengidentifikasi area di mana mereka perlu melakukan perbaikan dan meningkatkan efektivitas praktik lingkungan mereka.
Selain itu, benchmarking melalui PROPER tidak hanya memungkinkan perusahaan untuk mengukur kinerja mereka. Tetapi juga mendorong mereka untuk melihat lebih jauh ke dalam praktik berkelanjutan dan inovatif yang mungkin diadopsi oleh perusahaan lain. Hal Ini akan menciptakan lingkungan kompetitif yang sehat di mana perusahaan diberdayakan untuk terus meningkatkan kinerja lingkungan mereka demi keberlanjutan dan pertumbuhan jangka panjang.
2. Insentif Reputasi untuk Perusahaan yang Taat
PROPER memberikan manfaat penting bagi perusahaan dengan memberikan insentif reputasi atas kinerja yang melebihi standar kepatuhan. Perusahaan yang mampu mencapai peringkat tinggi dalam program ini tidak hanya memenuhi regulasi lingkungan, tetapi juga diakui atas dedikasinya dalam mencapai pembangunan berkelanjutan.
Baca Juga: Apa yang Akan Terjadi Jika Perusahaan Mendapat PROPER Hitam?
Keunggulan reputasi yang diperoleh dari peringkat PROPER yang baik memiliki dampak yang meluas. Perusahaan peraih peringkat tinggi seperti emas dan hijau akan mendapatkan kepercayaan lebih dari konsumen. Selain itu dapat pula menarik minat investor untuk menanamkan sahamnya di perusahaan.
3. Media Promosi dan Branding Perusahaan
Manfaat selanjutnya yang dapat dipetik oleh perusahaan peserta PROPER adalah sebagai medium promosi dan branding bagi perusahaan. Raihan peringkat tinggi dalam PROPER menjadi bukti nyata dari komitmen perusahaan terhadap praktik bisnis berkelanjutan dan tanggung jawab lingkungan.
Dewasa ini sangat penting bagi perusahaan untuk menonjolkan citra atau brandingnya dengan baik yang terkait dengan pengelolaan lingkungan. Semakin perusahaan menonjolkan citra yang ramah lingkungan, maka akan berkorelasi terhadap kepercayaan yang meningkat dari beberapa elemen tersebut.
Bagi yang masih bingung dengan kriteria penilaian PROPER. Juga yang ingin perusahaannya mendapat PROPER peringkat tinggi, langsung kontak saja kami di Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER.
Referensi
Sekretariat Tim Teknis PROPER Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI
PERMENLHK No. 1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER)
on
Mengenal Asset Based Community Development (ABCD)
Asset Based Community Development (ABCD) adalah model pemberdayaan masyarakat yang menekankan pada pemanfaatan aset dan potensi yang dimiliki oleh masyarakat untuk meningkatkan taraf hidup mereka.
Adapun yang dimaksud dengan aset dalam konteks ini adalah segala potensi yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Masyarakat dapat menggunakan potensi dan kekuatan yang dimiliki ini sebagai senjata ampuh untuk melakukan program pemberdayaan masyarakat.
Metode ABCD tidak hanya berfokus pada kelompok rentan dan marginal saja, namun juga pada seluruh elemen dalam masyarakat yang memiliki potensi dan kekuatan positif. Metode ini sedikit berbeda dengan metode lain yang pada umumnya lebih memfokuskan pada masalah dan kebutuhan komunitas.
Baca Juga: Community Development (Pengertian, Aspek, dan Tujuannya)
Kunci dari metode ABCD ini adalah pengorganisiran seluruh aset dan kekuatan tersebut untuk meningkatkan kesejahteraan dan peningkatan taraf hidup masayarakat.
Aset dalam Metode ABCD
1. Aset Manusia
Setiap individu dalam masyarakat tentu terlahir dengan potensi dan keunggulan masing-masing. Kekuatan dan keunggulan yang dimiliki oleh setiap individu ini adalah aset yang berharga dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Aset manusia ini bisa berbentuk keterampilan, pengetahuan, semangat, tenaga, dan lain-lain yang ada dalam seorang individu dalam masyarakat.
Kemampuan dalam diri seorang individu dalam sebuah masyarakat ini menjadi modal dalam melakukan program atau kegiatan yang bermanfaat seperti seseorang yang memiliki kemampuan dalam pertanian organik, maka ia bisa berperan untuk menjadi mentor bagi sesama masyarakatnya. Melalui ABCD, kemampuan dan keunggulan setiap individu tersebut dikonsolidasikan dan diorganisir untuk mengembangkan seluruh masyarakat.
2. Aset Sumber Daya Alam
Sumber daya alam adalah aset yang penting dalam penerapan Metode ABCD. Alam yang melingkupi suatu wilayah komunitas mengandung potensi yang besar untuk mendukung pembangunan. Contoh aset sumber daya alam ini adalah lahan pertanian yang subur, bentang alam yang indah, pantai, sungai, dan lain-lain.
3. Aset Fisik/Infrastruktur
Infrastruktur/aset fisik memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Aset fisik ini mencakup segala bentuk infrastruktur seperti fasilitas umum, dan sarana prasarana yang dimiliki dalam suatu komunitas.
Contoh aset fisik ini adalah jalan, jembatan, saluran air, sarana pendidikan, sarana olahraga, pasar, taman, perpustakaan dan fasilitas publik lain. Dengan mengoptimalkan pemanfaatan aset fisik ini, masyarakat dapat merencanakan program-program yang berdampak positif dan berkelanjutan pada kualitas hidup mereka.
4. Aset Sosial Formal dan Informal
Keberadaan lembaga pemerintahan, lembaga pendidikan, kelompok PKK, Kelompok Tani adalah aset sosial formal yang memainkan peran penting dalam menyediakan struktur dan bimbingan bagi masyarakat. Aset ini dapat memfasilitasi dialog dan partisipasi serta berperan sebagai sumber pengetahuan dan dukungan bagi masyarakat.
Sementara, aset sosial informal yang mencakup hubungan antar personal, jaringan tetangga, dan komunitas keagamaan, menyatu dengan keseharian komunitas. Mereka adalah perekat yang menguatkan ikatan sosial, memungkinkan pertukaran informasi, dan memberi dukungan emosional dalam menghadapi tantangan.
Pada dasarnya, aset sosial formal dan informal adalah pilar kunci dalam melahirkan partisipasi dan keterlibatan individu dalam pengembangan masyarakat. Aset-aset ini memberdayakan masyarakat dengan memberi suara kepada mereka dalam proses pengambilan keputusan yang memengaruhi kehidupan sehari-hari.
Dengan memanfaatkan kedua aset sosial ini, komunitas dapat merencanakan dan melaksanakan program dan kegiatan yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan mereka. Dalam hal ini, aset sosial formal menyediakan struktur dan sumber daya, sedangkan aset sosial informal mendorong semangat gotong royong dan kebersamaan. Dengan metode ABCD, kedua aset sosial tersebut disinergikan untuk memberdayakan masyarakat.
Tahapan Metode ABCD
1. Discovery (Menemukan Kekuatan)
Masyarakat seringkali tidak menyadari potensi dan kekuatan yang dimilikinya. Pada tahapan ini, masyarakat didorong untuk menemukan kembali kekuatan-kekuatan yang ada dalam diri mereka yang selama ini tersimpan atau tidak disadari keberadaannya.
Menemukan kembali kekuatan ini bisa dilakukan dengan berbagi cerita, yakni cerita yang membanggakan, yang menyenangkan, cerita keberhasilan, maupun cerita tentang hal-hal yang pernah dilakukan di masa lalu.
Berbagi cerita tentang keberhasilan dan pengalaman menyenangkan yang pernah terjadi di masa lalu bisa membuat setiap individu saling menghargai satu sama lain. Selain itu cara ini juga dapat mendorong setiap individu saling menghargai beragam kekuatan yang dimiliki setiap individu masyarakat.
Cerita keberhasilan tersebut misalnya pengalaman seorang individu yang pernah berhasil membudidayakan pertanian hingga mendapatkan keuntungan besar, juga cerita seorang pengrajin kayu yang berhasil memasarkan produknya hingga ke luar kota.
2. Dream (Membangun Mimpi)
Tahap kedua adalah membangun mimpi dan harapan pada diri setiap masyarakat. Dalam tahapan ini, ajaklah masyarakat untuk membayangkan mimpi dan keinginannya. Dorong masyarakat untuk tidak takut bermimpi, sebab banyak hal besar terjadi di dunia ini berawal dari mimpi dan harapan.
Setelah itu, mimpi-mimpi tersebut harus diterjemahkan ke dalam sebuah media agar menempel terus di benak masyarakat. Ini bisa dilakukan dengan menuangkan mimpi dan harapan dalam bentuk gambar. Contohnya masyarakat bermimpi memiliki rumah produksi untuk mengolah hasil sumber daya alam yang dimilikinya. Maka carilah gambar-gambar yang berkaitan dengan hal tersebut dan tempel di tempat masyarakat biasa berkumpul.
Secara tidak langsung gambar tersebut akan terus mengingatkan masyarakat pada mimpi-mimpinya sehingga setiap masyarakat melihat gambar tersebut, masyarakat akan terpacu untuk melangkah yang membawa semakin dekat pada mimpi tersebut.
3. Design (Merencanakan Tindakan)
Tahap “desain” dalam Metode ABCD adalah tahapan yang menghubungkan mimpi yang telah dibangun dengan kenyataan. Tahapan design membentuk jembatan yang mengantarkan komunitas dari wacana ke tindakan.
Mimpi-mimpi yang telah dirumuskan oleh komunitas muncul sebagai fondasi bagi perencanaan program yang konkrit dan terukur. Dalam tahap design ini, masyarakat perlu didorong untuk merinci unsur-unsur yang harus ada agar masyarakat bisa mewujudkan mimpi mereka. Desain merupakan momen di mana komunitas bersama-sama mengumpulkan gagasan, visi, dan keahlian, dengan tujuan menghasilkan strategi yang berkelanjutan dan efektif untuk mewujudkan mimpi-mereka.
4. Define (Menggalang Kekuatan)
Ketika masyarakat sudah menemukan mimpi bersama mereka, menerjemahkannya , serta merancang langkah-langkah untuk mewujudkan mimpi tersebut, maka inilah saatnya masyarakat menggalang aset dan kekuatan yang mereka temukan di awal untuk mewujudkan mimpi mereka.
Pada tahapan ini, masyarakat didorong untuk mengidentifikasi dan mendalami potensi yang dimiliki oleh setiap individu, kelompok, atau sumber daya dalam lingkupnya. Sumber daya ini melingkupi aset manusia, sumber daya alam alam, infrastruktur, budaya, dan sosial. Aset dan kekuatan tersebut kemudian diorganisir dan diarahkan menuju pencapaian tujuan bersama.
Dengan menyadari potensi kolektifnya, masyarakat menemukan peluang-peluang baru untuk berkolaborasi, mengembangkan keterampilan baru, dan membentuk hubungan yang lebih erat. Ketika aset-aset yang telah diidentifikasi dan didefinisikan bergabung dalam harmoni, komunitas dapat melihat peluang yang tak terbatas, membuka pintu bagi langkah-langkah baru yang akan membimbing mereka menuju pencapaian mimpi yang sudah dirintis sejak awal.
5. Destiny (Memastikan Pelaksanaan)
Tahap terakhir dalam metode ABCD adalah memastikan bahwa apa yang telah mereka rencanakan dan persiapkan sejak awal benar-benar dilaksanakan. Tahap ini merupakan yang paling krusial sebab keberhasilan dari program ini sangat tergantung dari tahapan ini.
Jika benar-benar masyarakat melaksanakan rencana mereka, maka mimpi yang telah dibangun sejak awal akan dapat terwujud.
Baca Juga: Faktor Kesuksesan Pemberdayaan Masyarakat Desa
Namun keberhasilan dalam tahapan destiny ini merupakan representasi dari tahapan-tahapan sebelumnya. Kalau masyarakat sudah berhasil menemukan kekuatan dan membicarakannya dalam pola kerja sama, maka sebenarnya mereka sedang mengatasi tantangan yang ada dan dalam jalur yang benar dalam mewujudkan mimpi dan harapan mereka.
Kesimpulan
Asset Based Community Development adalah metode pemberdayaan masyarakat yang menekankan pada aset dan potensi yang dimiliki oleh masyarakat. Berbeda dengan metode lain yang pada umumnya menekankan pada masalah yang dimiliki masyarakat. Metode ABCD berusaha mengorganisir setiap aset dan kekuatan yang ada di masyarakat untuk digunakan dalam meningkatkan taraf hidup seluruh anggota komunitas.
Keberhasilan dari metode ini sangat bergantung pada kemampuan pemberdaya masyarakat yang menjadi fasilitator untuk merangsang masyarakat bergerak, mengungkapkan mimpi-mimpi mereka, merencanakan tindakan, dan mendorong masyarakat untuk bergerak.
Referensi
Afandi, Agus. Asset Based Community Development (ABCD). Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) UIN Malang.
Maulana, Mirza. Asset-Based Community Development: Strategi Pengembangan Masyarakat di Desa Wisata Ledok Sambi Kaliurung. (2019). Empower: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam. Vol. 4 No. 2
on
Apa yang Akan Terjadi Jika Perusahaan Mendapat PROPER Hitam?
Penilaian Peringkat Kerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan atau yang lebih dikenal dengan PROPER, merupakan program yang memiliki peran penting dalam mendorong perusahaan-perusahaan untuk mengadopsi praktik bisnis yang ramah lingkungan.
PROPER dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI yang secara periodik menilai kinerja lingkungan perusahaan di Indonesia. Namun, di balik peringkat-peringkat emas dan hijau yang diidamkan, ada satu peringkat yang menjadi momok menakutkan bagi perusahaan, yakni PROPER Hitam.
Baca Juga: 5 Jenis Warna Penilaian PROPER dalam Pengelolaan Lingkungan
Menurut Pasal 33 poin c PERMENLHK No. 1 Tahun 2021 Tentang PROPER, peringkat Hitam diberikan untuk peserta PROPER yang melakukan perbuatan atau kelalaian yang menyebabkan terjadinya pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan. Pada tahun 2022, jumlah penerima PROPER Hitam sebanyak 2 perusahaan. Jumlah ini naik dibanding tahun sebelumnya yang mencatatkan 0 perusahaan penerima PROPER Hitam.
Peringkat Hitam merupakan peringkat paling rendah dalam ajang PROPER. Perusahaan yang termasuk dalam kriteria ini berarti belum melakukan pengelolaan lingkungan yang sesuai dengan persyaratan sehingga berisiko merusak lingkungan. Perusahaan yang meraih peringkat ini akan meraih dampak negatif bagi perusahaan itu sendiri.
Dampak Negatif Diraihnya PROPER Hitam
1. Izin Operasi Perusahaan Dihentikan
Ketika perusahaan mendapatkan PROPER Hitam, pemerintah dapat mengambil tindakan tegas sebagai bentuk sanksi untuk mendorong perbaikan kinerja lingkungan. Salah satu langkah paling tegas yang bisa diambil adalah menghentikan izin operasional ketika perusahaan tersebut sudah tidak bisa ditoleransi lagi.
Penghentian izin perusahaan merupakan langkah yang kritis dan berdampak besar, tetapi dilakukan untuk menegaskan bahwa praktik lingkungan yang buruk tidak akan ditoleransi. Penghentian izin ini menjadi pengingat bagi para perusahaan perusahaan akan pentingnya memprioritaskan praktik bisnis yang ramah lingkungan dan berkomitmen untuk memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat.
2. Dipidana kan di Pengadilan
Pemerintah juga dapat mengambil tindakan hukum terhadap perusahaan yang mendapatkan PROPER Hitam jika mereka menemukan bukti konkret mengenai pelanggaran undang-undang lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan. Selain itu sanksi pidana ini juga diberikan kepada perusahaan peraih PROPER Hitam yang tidak memiliki itikad baik untuk memperbaiki.
Dampak dari tuntutan pidana dapat sangat merugikan perusahaan secara finansial. Selain risiko denda yang besar, perusahaan juga berisiko kehilangan izin operasional atau dikenai sanksi lain yang dapat mengancam kelangsungan bisnis mereka.
3. Menurunnya Citra Perusahaan di Hadapan Publik
Diraihnya PROPER Hitam juga dapat merusak citra dan reputasi perusahaan di mata Publik. Reputasi perusahaan adalah gambaran dan persepsi yang dimiliki oleh masyarakat tentang perusahaan tersebut. Citra yang baik mencerminkan kepercayaan, kredibilitas, dan reputasi perusahaan di mata publik. Citra perusahaan yang baik menjadi modal penting untuk memenangkan kepercayaan konsumen, investor, dan mitra bisnis, serta untuk memenangkan persaingan di pasar.
Perusahaan yang terlibat dalam kasus pelanggaran lingkungan dapat kehilangan kepercayaan konsumen, investor, dan mitra bisnis, yang berpotensi menyebabkan penurunan pendapatan dan nilai saham.
Kehilangan Kepercayaan Konsumen: Konsumen yang sangat peduli dengan isu lingkungan akan kehilangan kepercayaan pada perusahaan yang mendapatkan PROPER Hitam. Mereka akan berpikir bahwa perusahaan tidak bertanggung jawab terhadap lingkungan dan akan menghindari produk atau layanan perusahaan.
Investor Berpikir Ulang: Investor yang potensial atau yang telah berinvestasi dalam perusahaan mungkin akan berpikir ulang tentang keberlanjutan investasi mereka. Menurunnya citra perusahaan dapat menyebabkan investor ragu untuk berhubungan lebih lanjut dengan perusahaan dan berdampak pada nilai saham perusahaan.
Kesulitan Mendapatkan Mitra Bisnis: Perusahaan juga mungkin menghadapi kesulitan dalam mencari mitra bisnis baru karena reputasi buruk mereka. Perusahaan mitra akan ragu untuk terlibat dengan perusahaan yang terkena dampak PROPER Hitam.
Ciri-ciri Perusahaan yang Akan Meraih PROPER Hitam
Berdasarkan Aspek Penilaian PROPER PERMENLHK No. 1 Tahun 2021, perusahaan yang akan mendapatkan peringkat PROPER hitam adalah sebagai berikut:
Melaporkan data palsu dan/atau menyebabkan pencemaran lingkungan.
Melampaui baku mutu air limbah â„500% (lebih besar atau sama dengan lima ratus persen).
Melakukan pembuangan air limbah ke lingkungan tanpa pengolahan (by pass).
Melakukan pembuangan air limbah di luar lokasi yang tercantum dalam izin (by pass).
Tidak memiliki izin pengambilan air permukaan/air tanah sebagai bahan baku utama maupun bahan baku penolong dalam kegiatan produksi.
Melakukan kegiatan pengumpulan, pemanfaatan, pengolahan, penimbunan, dumping dan/atau pengelolaan Limbah B3 dengan cara tertentu, tidak dilengkapi dengan izin, atau masa berlaku izin telah habis.
Pada saat pemantauan ditemukan fakta pencemaran lingkungan akibat Limbah B3 dan melakukan by pass.
Ditemukan open dumping dan/atau open burning Limbah B3 pada saat pemantauan.
Tidak memiliki dokumen rencana pemulihan fungsi lingkungan hidup.
Tidak melakukan seluruh kewajiban dalam SSPLT.
Pengelolaan Limbah B3 oleh Pihak Penghasil kepada Pengumpul Limbah B3 yang tidak memiliki izin.
Pengelolaan Limbah B3 oleh Penghasil kepada Pengolah, Pemanfaat dan/atau Penimbun yang tidak memiliki izin.
Pengelolaan Limbah B3 oleh Penghasil kepada Jasa pengangkut Limbah B3 yang tidak memiliki rekomendasi pengangkutan Limbah B3 dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan izin pengangkutan dan kartu pengawasan dari Kementerian Perhubungan.
Pengelolaan Limbah B3 oleh Pihak Ketiga (Dokumen Limbah B3 manifes) yang Tujuan akhir pengelolaan Limbah B3 tidak dapat dipertanggung jawabkan.
Tidak memiliki sistem tanggap darurat pengelolaan Limbah B3.
Lebih dari 50% dari semua tahapan/lokasi tambang mendapatkan nilai total lebih kecil 55 (potensi rusak berat).
Tidak memiliki TPS (Tempat Penampungan Sementara)
Pengolahan Sampah diolah dengan cara pembakaran terbuka.
Masih Adakah Harapan Untuk Peraih PROPER Hitam?
Meskipun memiliki berbagai konsekuensi, masih ada kesempatan bagi perusahaan yang mendapatkan PROPER Hitam untuk memperbaiki kinerja lingkungannya. Dilansir dari proper.menlhk.go.id, Pemerintah berjanji mempermudah perusahaan-perusahaan yang memiliki itikad baik memperbaiki pengelolaan limbahnya setelah mendapatkan peringkat Hitam.
Baca Juga: Cari Tahu 5 Tujuan Pelaksanaan PROPER
Pemerintah tidak akan tergesa-gesa menggugat ke pengadilan. KLHK akan melihat secara langsung ke lapangan, jika respon perusahaan yang bersangkutan acuh dan tidak ada kehendak untuk memperbaiki, baru akan dilaksanakan pemberkasan ke pengadilan.
Pemerintah melalui KLHK pun akan melakukan pembinaan pengelolaan limbah dan perbaikan kinerja lingkungan terlebih dulu khususnya bagi perusahaan yang baru mendapatkan predikat Hitam ini. Selain itu, Pemerintah akan memberikan rekomendasi kepada perbankan untuk mendapatkan pinjaman dana pengelolaan limbah.
Kesimpulan
Diraihnya PROPER Hitam akan berdampak buruk kepada keberlanjutan bisnis perusahaan itu sendiri. Diberikannya predikat HItam ini diharapkan menjadi cambuk bagi perusahaan untuk bertransformasi menjadi entitas yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan. Jika perusahaan mampu memperbaiki kinerja lingkungannya, mereka berpeluang mendapatkan peringkat yang lebih baik dalam PROPER pada tahun-tahun berikutnya.
Bagi yang masih bingung dengan kriteria penilaian PROPER, juga yang ingin perusahaannya mendapat penilaian PROPER peringkat tinggi, langsung kontak saja kami di Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER.
Referensi
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 21 Tahun 2021 Tentang PROPER
on
Ini Yang Terjadi Jika Ada Kepunahan Satu Spesies Tumbuhan
Ternyata punahnya satu spesies tumbuhan saja secara tidak langsung akan berdampak pada kehidupan di bumi. Tumbuhan merupakan makhluk hidup yang menjadi tulang punggung bagi ekosistem dunia. Bukan tanpa alasan, hampir semua makhluk hidup di bumi ini sangat bergantung kepada tumbuhan. Tumbuhan menyediakan oksigen dan makanan untuk makhluk hidup lain yang tanpanya semua makhluk hidup akan mati.
Karena fungsinya yang sangat vital ini, apabila terdapat satu jenis tumbuhan saja yang punah, maka akan berpengaruh bagi semua spesies makhluk hidup di Bumi. Bahkan seorang peneliti menyebutkan bahwa “satu kepunahan akan menyebabkan kepunahan lain”.
Berdasarkan penelitian Humphreys et al. yang dipublikasi dalam Jurnal Nature Ecology & Evolution, sebanyak 571 spesies tumbuhan telah punah dalam kurun waktu 250 tahun terakhir. Hal ini tentu sangat fatal, sebab bila Bumi yang telah kehilangan keragaman hayatinya, maka ia akan menjadi tempat yang berbahaya bagi semua mahluk hidup, termasuk manusia.
Baca Juga: Mengenal Keanekaragaman Hayati dalam Proper
Penyebab utama kepunahan kelompok tumbuhan ini adalah perusakan habitat oleh manusia berupa penebangan pohon skala besar dan perubahan fungsi kawasan hutan menjadi lahan industri, pertanian atau tempat tinggal manusia.
Yang Terjadi Jika Ada Satu Spesies Tumbuhan Punah
1. Gangguan pada Rantai Makanan
Spesies tumbuhan pada umumnya merupakan sumber makanan bagi makhluk hidup lainnya, termasuk hewan herbivora dan manusia. Jika satu spesies tumbuhan saja punah, hal ini dapat mengakibatkan hilangnya sumber makanan bagi makhluk hidup yang bergantung padanya. Jika ini terjadi maka akan menyebabkan ketidakseimbangan dalam rantai makanan dan mempengaruhi populasi hewan lain pada rantai makanan yang di atasnya.
2. Gangguan pada Kegiatan Manusia
Kehilangan satu spesies tumbuhan juga dapat mengganggu kegiatan manusia yang bergantung pada tumbuhan tersebut. Contohnya, jika tumbuhan yang digunakan sebagai bahan obat-obatan punah, hal ini dapat menghambat pengembangan produksi obat-obatan tersebut.
3. Kerusakan pada Kualitas Tanah
Tumbuhan memiliki peran dalam menjaga kualitas tanah melalui proses dekomposisi dan siklus nutrisi. Punahnya spesies tumbuhan dapat mengganggu siklus ini dan menyebabkan degradasi tanah. Akibatnya tanah akan menjadi minim unsur hara dan dapat mempengaruhi kehidupan tumbuhan lainnya.
4. Kepunahan Massal
Kepunahan massal adalah hal yang dapat terjadi jika tumbuhan punah. Setiap makhluk hidup bergantung pada makhluk hidup lainnya melalui rantai makanan. Sehingga, kepunahan satu makhluk hidup dapat mendorong kepunahan makhluk hidup lainnya. Tanpa adanya hewan dan tumbuhan, manusia dapat ikut punah. Hal tersebut dapat menuntun bumi ke kepunahan massal berikutnya.
Para ilmuwan menjelaskan bahwa kepunahan massal ini tidak boleh diremehkan. Mereka memperkirakan kepunahan satu ini dapat terjadi dalam jangka waktu yang tidak seperti banyak kepunahan massal sebelumnya. Di era saat ini, kepunahan terjadi lebih cepat daripada era-era sebelumnya sebelum aktivitas dan pengerusakan manusia terhadap tidak semasif sekarang.
Peran Dunia Bisnis dalam Mencegah Kepunahan Spesies Tumbuhan
Dalam rangka mencegah kepunahan spesies tumbuhan, upaya yang dapat dilakukan oleh entitas bisnis sangat penting. Sebab apabila terjadi kepunahan sebuah spesies tumbuhan, entitas bisnis pun akan merasakan dampaknya. Beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh entitas bisnis di antaranya sebagai berikut:
1. Menghentikan penggunaan bahan baku dari spesies tumbuhan yang terancam punah
Dunia bisnis dapat memainkan peran penting dalam mencegah kepunahan spesies tumbuhan dengan menghentikan penggunaan bahan baku dari spesies tumbuhan yang terancam punah. Hal ini dapat dilakukan dengan mencari alternatif bahan baku yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan.
2. Mendukung upaya konservasi
Dunia bisnis dapat mendukung upaya konservasi spesies tumbuhan dengan memberikan dukungan finansial atau sumber daya lainnya untuk organisasi konservasi atau proyek konservasi spesies tumbuhan. Hal ini dapat membantu mempercepat upaya konservasi dan perlindungan terhadap spesies tumbuhan yang terancam punah. Upaya konservasi ini dapat dilakukan melalui program CSR.
Baca Juga: Aksi Nyata Perusahaan dalam Pelestarian Hutan
3. Mengembangkan praktik bisnis yang berkelanjutan
Dunia bisnis dapat mengembangkan praktik bisnis yang berkelanjutan dengan memperhatikan dampak lingkungan dari kegiatan bisnisnya. Hal ini dapat dilakukan dengan menerapkan prinsip-prinsip bisnis yang berkelanjutan, seperti penggunaan energi terbarukan, pengurangan limbah, dan penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan.
Belajar dari PT. Tirta Investama Klaten
Salah satu perusahaan yang berkomitmen untuk menjaga keanekaragaman hayati khususnya pada spesies tumbuhan adalah PT Tirta Investama Klaten atau yang lebih dikenal dengan AQUA Danone. dalam upaya menjaga keanekaragaman hayati di sekitar wilayah kerja perusahaan, PT Tirta Investama Klaten membangun taman kehati sejak tahun 2014.
Serdapat sebanyak 74 jenis tumbuhan yang tergabung dalam 34 famili dengan jumlah individu 250 batang. Selain tumbuhan, terdapat juga berbagai Jenis burung yang teridentifikasi sebanyak 14 jenis yang hidup dalam taman kehati ini. Total cadangan karbon tersimpan dalam areal taman kehati seluas 2,5 ha adalah 28,07 ton dengan vegetasi tingkat pohon sebagai penyumbang cadangan karbon terbanyak yaitu 24,48 ton atau 87 %.
inisiatif-inisiatif seperti ini sudah seharusnya diikuti oleh berbagai entitas bisnis yang lain untuk mendukung konservasi keanekaragaman hayati dan menjaganya dari kepunahan. Manfaat dari terciptanya keanekaragaman hayati tentu akan dirasakan oleh perusahaan sendiri.
Kesimpulan
Kepunahan satu spesies tumbuhan saja secara tidak langsung akan berdampak pada kehidupan di bumi. Kepunahan ini merupakan ancaman nyata bagi seluruh mahluk hidup. Jika sebelumnya kepunahan suatu spesies membutuhkan waktu jutaan tahun, saat ini kepunahan dapat terjadi dalam waktu sekejap saja akibat ulah manusia yang serakah terhadap alam.
Menghentikan penggunaan bahan baku dari spesies tumbuhan yang terancam punah, mengembangkan praktik bisnis yang berkelanjutan, serta mendukung upaya konservasi, adalah hal yang dapat dilakukan oleh dunia bisnis untuk menjaga keanekaragaman hayati dan keberlanjutan ekosistem.
Referensi
Humphrey. Global dataset shows geography and life form predict modern plant extinction and rediscovery. Journal Nature Ecology & Evolution,
Indra, Gusmardi. Dampak Keberadaan Taman Keanekaragaman Hayati PT. Tirta Investama AQUA. (2023). Menara Ilmu: Jurnal penelitian Dan Kajian Ilmiah. Vol. 17 No. 2
on
Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah sebuah hal yang penting dilakukan untuk mengatasi permasalahan sampah di Indonesia. Sampah merupakan permasalahan di hampir setiap wilayah di penjuru negeri. Ibarat mata air, sampah akan terus bertambah dan tak akan pernah berhenti seiring dengan pertumbuhan populasi serta semakin tinggi dan kompleksnya kegiatan manusia.
Menurut Undang-undang No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah, sampah didefinisikan sebagai sisa kegiatan sehari-hari manusia dan/atau proses alam yang berbentuk padat. Di indonesia yang memiliki populasi sebanyak 275,77 juta orang (BPS,2022), jumlah sampah sangatlah banyak.
Berdasarkan data dari Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), volume timbulan sampah di Indonesia pada tahun 2022 mencapai 33,15 juta ton. Jumlah sampah tersebut, mayoritas merupakan sampah sisa makanan yang mencapai 40,9%, disusul oleh sampah pelastik sebanyak 17,9%. Sisanya atau sebanyak % merupakan sampah ranting/daun, kertas, kaca, dan lainnya.
Baca Juga: Pentingnya Memahami Dampak Food Waste
Sementara sumber sampah tersebut mayoritas berasal dari aktivitas rumah tangga yang mencapai 38,2%. Disusul oleh aktivitas pasar trasisional yang mencapai 27,8%. Sisanya sebanyak 34% berasal dari aktivitas lain seperti pusat perniagaan, fasilitas publik, perkantoran, dan lainnya.
Sangat banyak Bukan? Lantas bagaimana Indonesia mengelola sampah sebanyak itu?
Ternyata Sampah di Indonesia Sudah Overload!
Alasan utama mengapa sampah harus dikelola berbasis masyarakat adalah kapasitas pengelolaan KLHK melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) yang terbatas. Di berbagai daerah, jumlah sampah yang ada seringkali melebihi daya tampung DLHK untuk mengangkut, dan mengelola sampah. Akibatnya, sampah seringkali overload dan tidak terkelola dengan baik.
Menurut Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional (SIPSN), dari jumlah timbulan sampah di Indonesia tahun 2022 yang mencapai 33,15 Juta ton. Hanya 21,05 juta ton atau 63,51% yang mampu terkelola oleh KLHK. Sementara sebanyak 12.1 juta ton atau 36.49% lainnya belum mampu terkelola. Lantas ke manakah sampah-sampah yang tidak terkelola tersebut?
Terjadi timbunan-timbunan sampah, bahkan di beberapa Tempat Pembuangan Akhir (TPA), sampah menumpuk menjadi gunungan sampah. Sementara di masyarakat beberapa di antaranya akhirnya ada dibakar bahkan dibuang ke sungai. Selain mengganggu estetika lingkungan, menimbulkan bau tak sedap bahkan penyakit, sampah-sampah tersebut akhirnya mencemari lingkungan di sekitarnya.
Maka mulai saat ini kita harus menyadari bahwa smapah tidak bisa dikelola oleh satu pihak saja, namun harus melibatkan berbagai pihak untuk mengelola sampah.
Perlunya Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah solusi alternatif bagi untuk menangani overcapacity pengelolaan sampah di Indonesia. Melalui pengelolaan ini, masyarakat didorong untuk mengelola sampahnya sendiri sehingga mengurangi beban perintah untuk mengelola sampah.
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat merupakan pengelolaan sampah yang menitikberatkan pada partisipasi aktif dari seluruh anggota masyarakat. Pelibatan masyarakat ini dilakukan sejak tahap perencanaan, pelaksanaan, dan motiroring-evaluasi. Pelibatan ini dimaksudkan agar masyarakat menyadari bahwa permasalahan sampah merupakan tanggung jawab seluruh lapisan masyarakat.
Dengan melibatkan warga secara aktif dalam proses pengumpulan, pemilahan sampah, dan pemusnahan, pendekatan berbasis masyarakat berupaya menciptakan ikatan kuat antara masyarakat dan lingkungannya serta mendorong pengurangan volume sampah yang masuk ke tempat pembuangan akhir.
Baca Juga: Begini Cara Mengolah Limbah Non-B3
Dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat, kreativitas masyarakat menjadi kunci untuk memanfaatkan sampah menjadi produk bernilai. Warga didorong untuk mengenali potensi kreatif dalam sampah dan mengubahnya menjadi kerajinan tangan atau produk daur ulang.
Langkah ini bukan hanya dapat mengurangi dampak negatif sampah terhadap lingkungan, tetapi juga memberdayakan masyarakat secara ekonomi. Melalui pemanfaatan kreatif sampah, masyarakat dapat menciptakan sumber pendapatan, memperkuat ekonomi kreatif, serta menginspirasi generasi muda tentang pentingnya menjaga lingkungan.
Model Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat
Ada banyak sekali model yang dapat digunakan dalam praktik pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Pada kesempatan kali ini, kita akan membahas dua contoh alternatif model pengelolaan sampah berbasis masyarakat yang dinilai paling efektif mengurangi sampah terutama sampah yang dihasilkan oleh rumah tangga yang menjadi sumber penyumbang tersebesar sampah di Indonesia
1. Bank Sampah
Bank Sampah adalah fasilitas untuk mengelola Sampah dengan prinsip 3R (reduce, reuse, dan recycle), sebagai sarana edukasi, perubahan perilaku dalam pengelolaan sampah, dan pelaksanaan ekonomi Sirkular, yang dapat dibentuk dan dikelola oleh masyarakat.
Seperti namanya, prinsip bank sampah sama seperti prinsip kerja bank pada umumnya. Masyarakat diposisikan sebagai nasabah yang didorong untuk “menabung” sampah. Hasil penjualan sampah yang ditabung tersebut dikumpulkan dan dapat diambil oleh masyarakat kapan saja.
Pelaksanaan bank sampah pada dasarnya adalah salah satu bentuk rekayasa sosial untuk mengajak masyarakat memilah antara sampah organik dan anorganik. Dengan menyamakan sampah dengan uang atau barang berharga yang dapat ditabung, masyarakat akhirnya terdidik untuk menghargai sampah sesuai jenis dan nilainya.
Dengan bank sampah ini, selain masyarakat mendapat manfaat lingkungan, juga menjadi potensi ekonomi masyarakat.
2. Budidaya Magot
Model kedua dalam pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah dengan melalui budidaya magot. Maggot merupakan larva dari jenis lalat Black Soldier Fly (BSF) sehingga sering disebut maggot BSF. Bentuknya mirip ulat, berbuku dengan ukuran larva dewasa 15-22 mm dan berwarna coklat. Siklus hidup lalat BSF kurang lebih selama 40- 43 hari. Larva/maggot BSF bertahan selama 14-18 hari sebelum bermetamorfosis menjadi pupa dan lalat dewasa.
Larva BSF ini sangat cocok digunakan sebagai teknologi pemusnah sampah organik sisa makanan yang merupakan penyumbang sampah terbesar di Indonesia. Sebab Larva BSF atau magot ini mampu medekomposisi dan mengurai sampah organik selama 10-11 hari.
Keunggulan lain dari larva BSF ini adalah tidak menimbulkan bau busuk dan bukan pembawa sumber penyakit karena dalam tubuh BSF mengandung zat antibiotik alami.
Selain menjadi pengurai sampah organik yang sangat efektif, budidaya ini magot juga memiliki nilai tambah berupa kompos dan larva BSF atau Magot itu sendiri yang bernilai ekonomis. Larva magot dapat dimanfaatkan dan dijual dalam bentuk maggot segar, maggot kering, telur dari lalat BSF dan produk turunannya seperti tepung maggot, pellet maggot, prebiotik serta pupuk organik.
Magot mengandung protein tinggi yaitu sekitar 30-45% sehingga sangat cocok dimanfaatkan sebagai pakan ternak seperti ikan, burung dan hewan ternak lainnya. Pupuk organik sebagai produk turunan dari maggot berfungsi sebagai kondisioner tanah atau untuk revitalisasi.
Peran Dunia Bisnis dalam Akselerasi Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat menjadi isu yang semakin mendesak saat ini. Dengan semakin meningkatnya jumlah sampah yang dihasilkan oleh masyarakat, peran perusahaan menjadi sangat penting dalam menciptakan solusi pengelolaan sampah berkelanjutan.
Corporate Social Responsibility (CSR) atau Tanggung Jawab Sosial Perusahaan merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk berkontribusi secara aktif dalam mengakselerasi pengelolaan sampah berbasis masyarakat. Melalui program CSR yang berfokus pada pengelolaan sampah, perusahaan dapat memberikan dampak positif bagi lingkungan dan masyarakat sekitarnya.
Baca Juga: Bagaimana Mikroplastik Bisa Membunuh Manusia?
Salah satu peran utama perusahaan dalam akselerasi pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah mendukung dan menginisiasi program-program pengelolaan sampah seperti yang sudah dipaparkan sbeelumnya yakni bank sampah dan budidaya magot. Perusahaan dapat berinvestasi dalam penyediaan sarana parasarana program, serta pelatihan untuk mendukung kapasitas masyarakat dalam pengelolaan sampah.
Contoh Perusahaan yang Telah Mendukung Pengelolaan Sampah Berbasis Masyarakat
Salah satu perusahaan yang tengah mendukung pengelolaan sampah berbasis masyarakat adalah PT Pegadaian. PT Pegadaian menghadirkan program “MengemEmaskan Sampah”. Melalui program ini, PT Pegadaian mengajak seluruh masyarakat untuk mengelola sampah menjadi instrumen investasi berupa emas.
Program ini telah disosialisasikan kepada 300 Bank Sampah Unit dan pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) di Kota Bandung. dengan program ini, masyarakat hanya tinggal menjual sampah ke Bank Sampah di sekitar tempat tinggalnya.
Hasil penjualan sampah bisa disimpan dalam bentuk tabungan emas Pegadaian. Hal ini tentu sangat menguntungkan, sebab jika hasil penjualan sampah diinvestasikan dalam bentuk tabungan emas, nilainya akan terus naik, dan bisa diambil kapan saja apabila masyarakat membutuhkan.
Dengan program ini diharapkan masyarakat semakin terdorong untuk menabung sampah di bank sampah, yang kemudian dapat mengurangi volume sampah yang terbuang yang dapat mencemari lingkungan sekitar.
Kesimpulan
Pengelolaan sampah berbasis masyarakat bisa menjadi alternatif untuk mengelola sampah di Indonesia yang saat ini seringkali mengalami overload. untuk mengakselerasi model pengelolaan ini, perlu adanya kerja sama dari berbagai pihak yakni pemerintah, dunia bisnis, dan masyarakat itu sendiri. Dengan berkolaborasi, masyarakat bersama pemerintah dan sektor swasta dapat mencapai tujuan bersama untuk menciptakan lingkungan yang bersih dan berkelanjutan.
on
Membangun Inklusi Sosial bagi Kaum Difabel
Inklusi Sosial bagi Kaum difabel menjadi tantangan besar dalam mewujudkan Indonesia Emas 2045. Bagaimana tidak, persentase penyandang disabilitas di Indonesia saat ini termasuk yang terbanyak didunia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik tahun 2020, jumlah kaum difabel mencapai 22,9 Juta orang. Jumlah ini hampir menyentuh 10% dari total populasi penduduk Indonesia.
Inklusi Sosial adalah keterbukaan, mengikutsertakan semua orang dengan berbagai perbedaan latar belakang karakteristik, status, etnik, kemampuan, budaya, dan lainnya dalam proses pembangunan.
Tujuan dari inklusi sosial adalah menciptakan lingkungan yang mendukung dan menghargai perbedaan. Sehingga semua anggota masyarakat dapat berkontribusi secara positif dan memiliki kesempatan yang sama tanpa kekhawatiran menjadi korban pengecualian dan diskriminasi.
Kaum difabel adalah salah satu kelompok yang ada di masyarakat yang seringkali mengalami diskriminasi dan pengecualian dalam mendapatkan akses sosial, ekonomi, dan pendidikan. Padahal sejatinya mereka sama seperti orang normal pada umumnya, punya kekurangan dan punya kelebihan.
Mengenal Kaum Difabel
Merujuk Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Penyandang Disabilitas adalah setiap orang yang mengalami keterbatasan fisik, intelektual, mental, dan/atau sensorik dalam jangka waktu lama. Keterbatasan tersebut membuat mereka mengalami hambatan dan kesulitan dalam berinteraksi dengan lingkungan serta berpartisipasi secara penuh dan efektif dengan warga negara lainnya.
Dari pengertian diatas, kita dapat mengetahui bahwa penyandang disabilitas terbagi kedalam beberapa kelompok yakni:
Disabilitas sensorik adalah terganggunya salah satu fungsi dari panca indera antara lain netra, rungu dan atau wicara.
Disabilitas fisik adalah terganggunya fungsi gerak antara lain lumpuh layu atau kaku, paraplegi, cerebral palsy (CP), akibat amputasi, stroke, kusta, dan lain-lain.
Disabilitas mental adalah terganggunya fungsi pikir, emosi, dan perilaku antara lain psikososial, misalnya skizofrenia, bipolar, depresi, anxietas, gangguan kepribadian.
Disabilitas intelektual adalah suatu disfungsi atau keterbatasan dalam hal kemampuan adaptasi yang menyebabkan terjadinya keterbatasan dalam hal kemampuan komunikasi, rawat diri, kehidupan di rumah, keterampilan sosial, keterlibatan dalam komunitas, kesehatan dan keamanan, akademik dan kemampuan bekerja.
Berbagai keterbatasan tersebut tidak boleh dijadikan alasan untuk mengecualikan dan mendiskriminasikan mereka dalam mendapatkan akses sosial, ekonomi, pendidikan, dan lainnya. Sebab mereka sama seperti kita, memiliki kekurangan, pun memiliki kelebihan, serta memiliki hak-hak yang sama.
Kalau Bukan Kita Siapa Lagi?
“Kita bisa dan harus menjadi kepanjangan tangan dari kaum disabilitas untuk membantu mereka. penyandang disabilitas itu nggak bisa sendiri. Mereka harus dibantu oleh kita yang normal,” Ujar Angkie Yudistia, Staff Khusus Presiden RI dalam gelaran CSR Outlook Leadership Forum 2023.
Angkie Yudistia, yang seorang pejuang kesetaraan hak kaum difabel, dengan tegas menyuarakan pentingnya inklusi sosial untuk penyandang disabilitas. Dalam gelaran CSR Outlook Leadership Forum 2023, ia menegaskan bahwa setiap individu normal memiliki tanggung jawab untuk menjadi kepanjangan tangan bagi mereka.
Baca Juga: CSR Outlook Leadeship Forum 2023, Soroti Konsep ESG dalam Membangun Keberlanjutan Bisnis
Setiap pihak yang telah mencapai kesuksesan, langkah selanjutnya adalah memberikan bantuan dan dukungan kepada mereka yang membutuhkannya. Bukannya melakukan “membantu” yang bersifat merendahkan, tetapi memberikan dukungan yang memungkinkan mereka untuk berpartisipasi sepenuhnya dalam kehidupan di masyarakat. Peran ini dapat berupa dukungan emosional, pemberdayaan melalui pelatihan keterampilan, serta mengadvokasi kebijakan inklusif.
Slogan “Kalau Bukan Kita Siapa Lagi?” mengajak kita untuk beraksi dan berkontribusi dalam mencapai inklusi sosial. Dengan saling mendukung dan menghargai perbedaan, kita dapat menjadi agen perubahan yang positif dalam menciptakan masyarakat yang inklusif dan berdaya saing bagi semua orang.
Peran Dunia Bisnis dalam Menciptakan Inklusi Sosial bagi Kaum Difabel
Salah satu pihak yang memiliki peran penting untuk mewujudkan inklusi sosial bagi kaum difabel adalah dunia binis. Hal ini sehubungan dengan adanya fakta bahwa jumlah penyandang disabilitas usia produktif di Indonesia mencapai 16 juta jiwa. Namun jumlah tenaga kerja penyandang disabilitas yang terserap oleh dunia kerja menurut Kementerian Ketenagakerjaan RI hanya 3000-an orang saja.
Artinya masih ada 15 juta olah lebih tenaga kerja penyandang disabilitas yang menggantungkan hidupnya pada orang normal. Padahal kaum difabel pun bisa memiliki keahlian yang produktif apabila dikelola dan dibekali keahlian dengan baik.
Maka upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh dunia bisnis untuk menciptakan inklusi bagi kaum difabel adalah sebagai berikut
1. Membangun Pasar Kerja yang Inklusif
Setiap manusia terlahir dengan kelebihan dan kekurangan. Begitupun kaum difabel. Meskipun memiliki memiliki keterbatasan, Namun mereka pasti memiliki kelebihan dan kemampuan jika dikelola dengan baik.
Melalui penciptaan pasar kerja yang inklusif, perusahaan hendaknya memberikan kesempatan kerja yang adil dan setara bagi kaum difabel. Membangun pasar kerja inklusif berarti menghapus diskriminasi sehingga setiap individu dapat berkontribusi dan berkembang sesuai potensi dan keterampilannya yang dimilikinya.
Presiden RI bekerjasama dengan Kementerian BUMN telah menginstruksikan kepada para perusahaan untuk merekrut minimal 2% penyandang disabilitas bagi BUMN, dan 1% penyandang disabilitas bagi perusahaan swasta sebagai karyawannya.
Selain itu, perusahaan harus peduli pada karyawan ketika mengalami kecelakaan kerja. Mereka tidak boleh langsung dipecat namun harus direhabilitasi dan kemudian dilakukan penyesuaian kerja dan kemampuannya.
2. Program CSR untuk Memberdayakan Kaum Difabel
Upaya kedua yang dapat dilakuakan oleh dunia bisnis dalam mewujudkan inklusi sosial bagi kaum difabel adalah melalui program Corporate Social Responsibility (CSR). Beberapa kegiatan dalam program CSR yang dapat membantu kaum difabel adalah sebagai berikut:
a. Pelatihan dan Peningkatan Keterampilan
Melalui program CSR, Perusahaan dapat memberikan pelatihan atau kursus bagi difabel. Pelatihan ini bertujuan untuk membekali kaum difabel dengan berbagai keterampilan dan skill. Keterampilan dan skill ini akan menjadi bekal bagi mereka untuk menghasilkan sesuatu yang produktif, bahkan kesempatan untuk terlibat dalam kegiatan operasional perusahaan itu sendiri.
Baca Juga: Apa itu CSR (Pengertian, Manfaat, Jenis, dan Contohnya)
b. Pemberian Modal Usaha
Selain dengan memberikan skill dan keterampilan, perusahaan juga dapat memberikan modal usaha bagi para penyandang disabilitas. Modal usaha ini diharapkan dapat membantu menciptakan lapangan kerja bagi difabel atau mendukung usaha kecil yang dimiliki oleh mereka. Hal ini dapat meningkatkan perekonomian dan kemandirian kelompok difabel.
Contoh Perusahaan yang Berupaya Mewujudkan Inklusifitas Kaum DIfabel
Salah satu perusahaan yang tengah berupaya mewujudkan inklusifitas bagi kaum difabel adalah PT PLN Indonesia Power Kamojang POMU. Diketahui bahwa salah satu desa di sekitar wilayah kerja perusahaan yakni desa Sudi terdapat cukup banyak penyandang disabilitas yang juga tergolong keluarga prasejahtera. Melihat permasalahan ini, perusahaan berupaya membuat program pemberdayaan bagi masyarakat tersebut untuk meningkatkan perekonomian mereka.
Upaya ini dilakukan melalui pemberian bantuan program CSR “Budidaya Jamur Inklusif”. Selain memberikan keahlian tentang budidaya jamur, perusahaan juga memberikan modal usaha berupa sarana parasarana dan bahan baku yang dibutuhkan dalam budidaya jamur tiram.
Tidak cukup sampai disitu, perusahaan juga mendampingi kaum difabel ini hingga bisa membuat berbagai produk olahan dari jamur seperti stik, kripik dan baso jamur. Hal ini dilakukan guna meningkatkan nilai jual dari usaha jamur mereka.
Kesimpulan
Upaya untuk membangun inklusi sosial bagi kaum difabel bukan hanya tugas satu atau dua pihak saja. Setiap stakeholder yakni pemerintah, perusahaan, masayarakat, akademisi, dan media memiliki peran penting masing-masing untuk mewujudkan inklusi sosial kaum difabel.
on
Melacak Jejak Karbon pada Segelas Kopi
Tahukah kamu jika kamu meminum satu gelas kopi saja ternyata kamu telah menghasilkan jejak karbon sebanyak 0,27 kg? Kamu pasti kaget ketika mendengarnya, namun hal ini benar-benar terjadi dan dapat dibuktikan secara ilmiah. Mari kita simak penjelasannya.
Apakah itu Jejak Karbon?
Jejak karbon atau carbon footprint adalah jumlah karbon atau gas emisi yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia termasuk saat kamu meminum kopi. Kok bisa kita hanya meminum satu gelas kopi namun karbon yang dihasilkan segitu banyaknya?
Baca Juga: Apa Itu Jejak Karbon dan Cara Menghitungnya
Hal ini karena kopi yang kita minum tidak datang begitu saja. Kopi perlu ditanam, yang artinya butuh lahan dan pupuk. Belum lagi jika kebun kopi letaknya jauh dari tempat tinggal, petani memerlukan kendaraan. Setelah panen, kopi perlu untuk diolah sebelum akhirnya tiba di kedai kopi. Saat menuju kedai pun, kopi perlu diantar menggunakan kendaraan yang juga menghasilkan emisi karbon.
Jadi sudah jelas bukan kenapa satu gelas kopi saja ternyata bisa menghasilkan carbon footprint sebanyak itu.
Jejak Karbon Kopi
Menurut studi peneliti dari Poore & Nemecek pada tahun 2018, kopi yang melalui proses ekspor menghasilkan jejak karbon 26,27 kg karbon dioksida per 1 kg kopi. Ini setara dengan seperempat jejak karbon daging sapi yang menempati peringkat satu penghasil emisi karbon terbesar di dunia.
Studi lain yang dilakukan oleh (Bernadine, 2022) menunjukan nilai carbon footprint kopi dari mulai penanaman hingga penyajian mencapai 17,72 kg CO2 eq/kg produk.
Jika diasumsikan satu gelas kopi membutuhkan 15 gram atau 0,015 kg kopi, maka jumlah rata-rata jejak karbon yang dihasilkan dari satu gelas kopi tersebut adalah 0,015 x 17,72=0,27 kg CO2 eq /kg produk.
Bayangkan, jika di tahun 2020, konsumsi kopi di Indonesia telah mencapai lebih dari 270.000 kg. Maka besaran carbon footprint yang dihasilkan dari konsumsi kopi ini adalah 4.784.400 kg CO2 eq /kg produk. Jumlah yang sangat besar bukan?
Apakah Bisa Jejak Karbon Kopi Dikurangi?
Tentu saja bisa. Coba kita lihat rantai produksi kopi yang kurang lebih terdiri atas tiga bagian yakni penanaman, pengolahan, dan penyajian. Pada tiga tahapan tersebut, kita bisa memangkas jejak karbon yang dihasilkan dengan opsi-opsi yang lebih ramah lingkungan.
1. Penanaman
Pada fase penanaman, permintaan kopi yang terus naik mendorong pembukaan lahan monokultur untuk kebun kopi. Meskipun monokultur menambah kuantitas panen kopi. Namun pembukaan lahan monokultur menghasilkan jejak karbon lebih banyak.
Dari hasil studi yang telah dilakukan, metode monokultur pada penanaman kopi menghasilkan jejak karbon 5,2 kg CO2 eq /kg produk . Sedangkan penanaman dengan metode polikultur menghasilkan 3,3 kg CO2 eq /kg produk.
Dalam tahap penanaman ini, pupuk kimia yang berlebihan juga menjadi sumber jejak karbon. Dengan mengganti pupuk kimia menjadi pupuk organik, petani bisa memangkas 0,95 kg CO2 eq /kg produk. Selain itu juga dapat menghemat biaya produksi karena tidak membeli pupuk kimia.
Maka dalam tahapan penanaman ini, petani bisa menggunakan teknik polikultur dan penggunaan pupuk organik dalam proses budidaya kopi untuk meminialisir jejak karbon yang dihasilkan.
2. Pengolahan
Secara garis besar proses produksi kopi memiliki tahapan yang hampir sama yaitu pulping, fermentasi, drying, roasting, packaging, grinding, distribution.
Dari hasil penelitian yang dilakukan, metode pengolahan kopi secara berkelanjutan cenderung menghasilkan nilai jejak karbon yang lebih rendah yakni hanya sebesar 0,44 kg CO2 eq /kg produk. Sedangkan metode konvensional menghasilkan hingga jejak karbon hingga 5.72 kg CO2 eq /kg produk.
Baca Juga: Penurunan Emisi dalam PROPER
Untuk meminimalisir jejak karbon pada tahapan ini, kita bisa bisa menggunakan metode pengolahan dengan prinsip-prinsip berjelanjutan seperti penggunaan energi baru terbarukan, penggunaan teknik pulping dan fermentasi secara tradisional menggunakan sinar matahari, dan meminimalisisr penggunaan mesin dan alat yang mengonsumsi listrik dan bahan bakar.
3. Ekspor/ImporKopi
Hal yang paling genting dalam tahapan kopi adalah jika kopi tersebut harus melalui proses ekspor atau impor kopi antar negara. Faktor utamanya adalah mengantar biji kopi mentah dengan pesawat. Namun jika pesawat diganti dengan kapal kargo, emisi karbon bisa terpangkas secara signifikan, walaupun menambah lama transportasi. Sebab kapal kargo dapat membawa kopi lebih banyak dalam sekali angkut daripada pesawat.
Untuk memaksimalkan kapal kargo, biji kopi juga bisa diroasting terlebih dahulu sebelum diekspor untuk mengurangi berat tetapi mempertahankan volumenya, sehingga untuk volume kopi yang sama kapal kargo memakai bahan bakar lebih sedikit karena mengangkut beban lebih ringan.
4. Penyajian
Saat menyeruput kopi di kedai, jangan dikira kamu nggak ninggalin jejak karbon. Minum kopi di cafe juga ternyata meninggalkan jejak karbon. Mesin kopi otomatis di cafe mengonsumsi listrik enam kali lipat lebih besar dan menghasilkan emisi 60,27 gram per gelas. Sedangkan teknik penyeduhan tradisional menggunakan filter drif hanya menghasilkan 10,04 gram per gelas.
Dari hasil studi yang dilakukan, metode penyeduhan kopi meggunakan mesin espresso menghasilakan jejak karbon sebanyak 6,8 kg CO2 eq /kg produk. Sedangkan metode penyeduhan manual yang tidak memerlukan daya dari listrik, hanya menghasilkan jejak karbon sebanyak 0,5 kg CO2 eq /kg produk.
Untuk lebih mengurangi jejak karbon lagi, kita bisa bikin kopi sendiri di rumah, atau mengganti kemasan frozen plastik menjadi plastik hasil daur ulang serta penggunaan gelas keramik atau kaca, dibanding gelas plastik yang hanya sekali pakai.
Cara-cara tersebut terbukti dapat mengurangi jejak karbon biru yang dihasilkan. Berikut adalah perbandingan jejak karbon kopi menggunakan metode konvensional dan ramah lingkungan.
Cara-cara produksi kopi berkelanjutan tersebut dapat menurunkan emisi karbon secara signifikan. Bahkan dengan mengganti susu sapi menjadi susu kedelai saja kamu sudah berperan dalam mengurangi jejak karbon secangkir kopi.
Kesimpulan
Tak bisa dipungkiri bahwa aktivitas manusia menjadi salah satu kontributor utama dalam menghasilkan emisi karbon. Oleh sebab itu, mengubah gaya hidup diharapkan dapat menjadi solusi dalam mengurangi jejak karbon. Upaya-upaya kecil seperti pertanian organik, hemat energi, meminimalisir penggunaan peralatan peralatan makan&minum sekali pakai, serta meminimalisir penggunaan peralatan yang mengonsumsi listrik dan bahan bakar apabila dilakukan secara masif tentu akan berdampak besar pada pengurangan jejak karbon.
Referensi
Adiningtyas, Bernadine Auberta. Analisis Jejak Karbon Kopi Dari Penanaman Hingga Penyajian. (2022). Skripsi: Universitas Katolik Soegijapranata
Narasi Newsroom. Berapa Jejak Karbon Dalam Secangkir Kopi?
on
Pentingnya Akselesari âGreen Economyâ di Indonesia
âGreen Economy” atau ekonomi hijau menjadi sebuah hal yang penting untuk diterapkan di Indonesia saat ini. Selain karena krisis iklim yang sudah berada di depan mata, juga untuk menghindari “jebakan pendapatan menengah” pada negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Jebakan ekonomi menengah atau “midle income trap” adalah suatu kondisi di mana suatu negara mengalami stagnasi atau terjebak dalam kondisi yang membuat mereka tidak bisa maju. Kondisi ini disebabkan oleh kurang kompetitifnya suatu negara dalam bidang industri. Singkatnya, negara-negara ini tidak bisa mengikuti tren dan persaingan perekonomian global.
Green economy atau ekonomi hijau adalah salah satu tren ekonomi yang sedang dibangun negara-negara di dunia terutama negara maju. Lahirnya kecenderungan pada green economy ini dilatar belakangi oleh kondisi global yang yang tengah berada dalam ancaman krisis iklim.
Baca Juga: Ancaman Nyata Krisis Iklim Bagi Keberlanjutan Dunia Bisnis
Di satu sisi umat manusia membutuhkan pertumbuhan ekonomi sebagai penggerak kehidupan mereka. Namun disisi lain mereka juga harus memperhatikan lingkungan yang saat ini telah tercemar oleh emisi dan limbah, serta kerusakan pada ekosistem. Dari sinilah lahir sebuah konsep yang disebut dengan green economy atau ekonomi hijau.
Apakah itu Green Economy?
Green economy atau ekonomi hijau adalah suatu gagasan ekonomi yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial dan keberlanjutan ekonomi, sekaligus mengurangi risiko kerusakan lingkungan. Ekonomi hijau ini dapat juga diartikan sebagai perekonomian yang rendah emisi karbon dioksida, hemat sumber daya alam, dan berkeadilan sosial.
Program ekonomi hijau berupaya melakukan transformasi sistem perekonomian menuju perekonomian yang memancarkan gas rumah kaca lebih sedikit sekaligus mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi.
Pembangunan ekonomi hijau adalah jenis pembangunan ekonomi yang mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang sejalan dengan komitmen dan tren global. Bagi Indonesia, ekonomi hijau adalah upaya untuk keluar dari jebakan midle income trap atau jebakan pendapatan menengah yang saat ini berada dalam bayang-bayang Indonesia.
Waktu Indonesia Hanya Tinggal 13 Tahun Lagi!
13 tahun adalah waktu yang tersisa bagi Indonesia untuk menyukseskan green economy ini. Hal ini berkaitan dengan puncak bonus demografi yang akan diraih oleh Indonesia yang diprediksi akan terjadi pada tahun 2030-an. Bonus demografi adalah suatu keadaan di mana angkatan kerja atau penduduk usia produktif (usia 15-64 tahun) lebih banyak dibanding penduduk usia nonproduktif (usia 65 tahun ke atas).
Bonus demografi sangat krusial bagi penentuan nasib ekonomi Indonesia ke depan yakni melepaskan dari jebakan pendapatan menengah. Apabila gagal memanfaatkan momen ini, Indonesia akan gagal menjadi negara maju alias terjebak dalam midle income trap. Hal ini disampaikan langsung oleh Presiden Republik Indonesia, Joko Widodo yang dikutip dari CNBC Indonesia (18/5/2023).
“Kesempatan kita hanya ada pada 13 tahun, karena bonus demografi kita muncul di tahun 2030-an. Dalam sejarah negara-negara, kesempatannya hanya sekali,” ujarnya.
Maka dari itu, menjadi sebuah keharusan bagi Indonesia untuk memanfaatkan waktu 13 tahun ini untuk melakukan akselerasi green economy sebagai upaya untuk keluar jebakan midle income trap dan melewati bonus demografi ini sebaik-baiknya agar Indonesia benar-benar menjadi negara maju. Dan tentu yang paling penting adalah dalam rangka mencegah terjadinya krisis iklim dan kerusakan lingkungan.
3 Upaya Akselerasi Green Economy
Untuk mendorong akselerasi green economy ini, ada tiga hal yang harus dilakukan oleh Indonesia. Hal ini disampaikan oleh Vice President Corporate Communication Sintesa Group, Inka Prawirasasra dalam CSR Outlook Leadership Forum 2023, Selasa (25/07/2023).
Baca Juga: CSR Outlook Leadership Forum 2023, Soroti Konsep ESG (Environmental, Social, Governance) dalam Membangun Bisnis Berkelanjutan
1. Membangun SDM Unggul
Adanya program green economy diproyeksikan akan menciptakan lapangan kerja baru dibidang industri hijau sebanyak 1,8 juta “green job”. Lapangan kerja tersebut tersebar di berbagai sektor industri seperti industri kendaraan listrik, industri energi baru terbarukan (EBT), restorasi lahan, dan sektor pengelolaan limbah pada tahun 2030.
Perubahan lanskap perekonomian dan transformasi dunia kerja menuju green economy yang rendah karbon tersebut tentu membutuhkan kesiapan SDM yang kuat dan kompeten. Kesiapan SDM ini adalah hal yang sangat penting dan menjadi pondasi utama bagi implementasi green economy.
Upaya membangun SDM unggul ini dapat dilakukan melalui peningkatan skill dan kolaborasi berbagai stakeholder serta link and match antara dunia pendidikan dengan industri hijau.
2. Mendorong Penggunaan Energi Baru Terbarukan (EBT)
Langkah kedua untuk mendorong akselerasi green economy adalah mendorong penerapan energi baru terbarukan secara masif di berbagai sektor. Transisi energi menuju EBT ini adalah dalam rangka mengakhiri ketergantungan pada energi fosil yang sifatnya terbatas dan menjadi salah satu penyumbang terbesar emisi karbon.
Baca Juga: Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam Upaya Transisi Energi
Untuk mendorong hal ini, pemerintah perlu mengadopsi kebijakan dan regulasi yang mendukung masifnya perkembangan EBT. Seperti memberikan insentif fiskal bagi bisnis yang berkomitmen pada praktik ramah lingkungan, mengalokasikan dana untuk riset dan inovasi teknologi EBT, dan memberikan subsidi bagi produk teknologi EBT..
Selain itu, membangun kemitraan antara sektor swasta, akademisi, dan organisasi non-pemerintah akan mempercepat penerapan EBT. Dengan cara memanfaatkan sumber daya yang ada secara kolaboratif guna menciptakan ekonomi hijau yang lebih berdaya saing dan berwawasan lingkungan.
3. Membangun Industri Hijau
Langkah ketiga untuk mendorong akselerasi green economy adalah dengan membangun indsutri hijau. Beberapa penopang sektor industri hijau ini antara lain industri energi baru terbarukan (EBT), infrastruktur hijau, dan kendaraan listrik.
Pembangunan industri hijau ini tentu membuktikan biaya dan investasi yang tidak sedikit. Maka untuk merangsang datangnya investasi dalam industri hijau ini pemerintah harus melakukan berbagai upaya. Pemerintah dapat memberikan insentif fiskal dan dukungan finansial kepada perusahaan yang berinvestasi dalam teknologi hijau dan praktik ramah lingkungan. Insentif fiskal ini bisa berupa pengurangan pajak ataupun bunga perbankan.
Selain insentif dan dukungan kepada investor, yang tidak kalah penting adalah sinergi multistakeholder antara pemerintah, swasta, akademisi dalam menyiapkan skill SDM yang kompeten serta mengembangkan inovasi dan teknologi hijau.
Melalui kerja sama yang erat ini, industri hijau dapat menjadi motor penggerak ekonomi yang berkelanjutan, menciptakan lapangan kerja baru, dan menghasilkan produk dan layanan yang lebih ramah lingkungan bagi masyarakat.
Kesimpulan
Akselerasi green economy menjadi sebuah keharusan bagi Indoensia agar bisa keluar dari jebakan midle income trap dan juga mencegah terjadinya krisis iklim. Untuk mewujudkan ini, perlu adanya kolaborasi lintas stakeholder dari berbagai pihak guna mendukung implementasi green economy ini.
Referensi
Global Green Growth Institute. (2015). Mewujudkan Pertumbuhan Ekonomi Hijau untuk Indonesia yang Sejahtera: Sebuah Peta Jalan untuk Kebijakan, Perencanaan, dan Investasi.
Makmun. 2016. âGreen Economy: Konsep, Impelentasi Dan Peran Kementerian Keuanganâ. Jurnal Ekonomi Dan Pembangunan 19 (2), 1-15.
Pemaparan materi dari Inka Prawirasasra-Vice President Corporate Communication Sintesa Group dengan tema: “Accelerating Indonesia’s Green Economy” dalam CSR Outlook Leadership Forum 2023.
on
Pendekatan Self Help & Technical Assistance pada Program CSR
Self help dan technical assistance adalah konsep pendekatan pemberdayaan masyarakat yang dapat diterapkan pada Program CSR. Pemberdayaan masyarakat sendiri merupakan sebuah upaya pemberian daya atau kekuatan kepada masyarakat yang lemah dan tidak berdaya.
Namun tahukan kamu, meskipun berasal dari konsep yang sama, ternyata dalam perkembangannya di lapangan pemberdayaan masyarakat telah menunjukan variasi tema gerak dan pendekatan yang digunakan. Lalu ada pendekatan apa saja?
Pendekatan Technical Assistance
Technical assistance dapat diartikan sebagai pembekalan oleh pihak luar berupa program, aktivitas dan pelayanan yang bertujuan untuk menguatkan kapasitas masyarakat agar dapat memperbaiki kehidupan mereka. Internalisasi keahlian oleh pihak luar adalah ciri utama dari pendekatan ini untuk membantu masyarakat melalui kegiatan terencana yang terkait dengan kebutuhan atau permasalahan masyarakat sasaran program.
Dengan adanya bantuan dari pihak luar tersebut, diharapkan dapat memberikan efek pada perbaikan pemenuhan kebutuhan masyarakat dan secara tidak langsung dapat memperbaiki pola kerjasama, pengambilan keputusan, dan daya organisir diri dalam masyarakat. Berdasarkan pendekatan ini, masyarakat hanya akan dapat âdigerakkanâ jika ada bantuan dari pihak luar.
Baca Juga: Stategi Komunikasi CSR Wilayah Pedesaan
Technical assistance melibatkan transfer pengetahuan dan keterampilan praktis kepada masyarakat. Ini dapat dilakukan melalui pelatihan, lokakarya, mentoring, atau konsultasi langsung. Pengetahuan dan keterampilan ini mencakup bidang-bidang seperti pengembangan organisasi, perencanaan strategis, manajemen keuangan, pemasaran, pemecahan masalah, dan penguasaan teknologi.
Pendekatan technical assistance tidak hanya memberikan pengetahuan, tetapi juga mendukung implementasi dan penerapan praktisnya. Ini dilakukan melalui pendampingan aktif dalam menghadapi tantangan, merancang strategi, mengembangkan rencana tindakan, dan mengukur progres. Dukungan praktis dapat mencakup bantuan dalam merancang program, membangun sistem, proposal, atau mengatasi kendala yang muncul.
Istilah pendekatan technical assistance selaras dengan pendekatan direktif bahwa dalam pendekatan ini penyedia program tahu apa yang dibutuhkan dan apa yang baik untuk masyarakat. Peran penyedia program bersifat lebih dominan karena prakarsa kegiatan dan sumber daya lebih banyak berasal dari penyedia program. Penyedia program menetapkan apa yang baik dan buruk bagi masyarakat, cara-cara apa yang perlu dilakukan untuk memperbaikinya dan menyediakan sarana yang diperlukan untuk perbaikan tersebut.
Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Technical Assistance
Pendekatan ini memiliki kelebihan dibanding pendekatan self-help yakni perubahan yang tercipta akan terjadi sangat cepat. Hal ini disebabkan oleh dominannya intervensi dari pemberi bantuan berupa desain dan perencanaan program dan sumber daya lainnya.
Namun di sisi lain yang harus diwaspadai dibalik keunggulan tersebut adalah besarnya potensi ketergantungan yang akan terjadi akibat dominannya intervensi tersebut. Juga karena konsekuensi dari pendekatan technical assistance yang pada umumnya minim melibatkan masyarakat sasaran dalam prosesnya.
Partisipasi masyarakat terbatas dalam bentuk keikutsertaannya dalam merespon dan memanfaatkan berbagai pelayanan. Sedangkan dalam proses perencanaan, partisipasi dimungkinkan hanya sekedar memberikan data dan informasi sebagai bahan analisis perencana guna merumuskan program.
Pendekatan Self Help
Self-help adalah pendekatan yang mendorong masyarakat untuk mengidentifikasi dan memanfaatkan sumber daya dan potensi yang ada dalam internal mereka sendiri guna mencapai perubahan yang diinginkan. Pendekatan ini bertujuan untuk membangun kemandirian, tanggung jawab, dan kemampuan masyarakat dalam mengatasi masalah yang mereka hadapi.
Dalam pendekatan self-help, masyarakat dianggap sebagai subjek utama dalam program. Mereka diarahkan untuk mengembangkan solusi yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi lokal mereka. Pendekatan self-selp ini berupaya mendorong individu dan komunitas untuk mengambil peran aktif dalam memperbaiki kondisi kehidupan mereka sendiri.
Partisipasi aktif masyarakat menjadi kunci dalam pendekatan self-help. Masyarakat didorong untuk berperan aktif dalam mengidentifikasi, merencanakan, melaksanakan, dan melakukan pengawasan (monitoring dan evaluasi) program yang dijalankan. Partisipasi ini memungkinkan masyarakat untuk memiliki kontrol atas proses program dan menghasilkan solusi yang lebih berkelanjutan.
Baca Juga: Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Program CSR
Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Self Help
Tidak seperti technical asistance, pendekatan ini umumnya dianggap sebagai pendekatan yang membangun dan meningkatkan kapasitas masyarakat sehingga tidak menghasilkan ketergantungan. Peran pihak ekternal sendiri adalah sebagai fasilitator, yang bertugas untuk merangsang partisipasi dan kehendak masyarakat untuk bergerak. Fasilitator ini akan melibatkan masyarakat untuk mengidentifikasi aset dan sumber daya daripada kebutuhan. Aset ini kemudian dimobilisasi untuk mengatasi permasalahan komunitas.
Salah satu kekurangan dari pendekatan Self help ini adalah prosesnya yang panjang dan cenderung lambat dalam menciptakan perubahan. Akhirnya, pendekatan ini akan sangat bergantung pada pemimpin lokal yang efektif untuk memfasilitasi program tersebut ketika pemberi bantuan telah selesai. Jika tidak ada pemimpin lokal pada suatu masyarakat atau jika modal sosial masyarakatnya lemah, pendekatan ini tidak akan berhasil.
Perbedaan Technical Assistance dan Self-Help
Memilih Pendekatan yang Tepat Untuk Program CSR
Antara pendekatan self-help dan technical assistance tersebut memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Maka bagi perusahaan yang hendak mengimplementasikan program, harus pandai memilih pendekatan yang tepat agar program berjalan dengan baik.
beberapa hal yang harus diperhatikan di antaranya adalah kondisi modal sosial masyarakat. Apabila masyarakat memiliki modal sosial yang rendah, dalam artian solidaritas sosialnya rendah, tingkat kepercayaan antar masyarakatnya juga rendah, serta nilai-nilai dan norma yang mengikat masyrakat juga tidak terlalu ketat, maka pendekatan yang lebih cocok adalah pendekatan technical assistance untuk mendukung keberhasilan program. Namun sebaliknya, apabila modal sosial di masyrakat tersebut tinggi, pendekatan self-help alangkah baiknya digunakan.
Faktor lain yang harus dipertimbangkan adalah keberadaan pemimpin lokal yang berpengaruh di masyarakat. Apabila terdapat aktor lokal yang berpengaruh bagi masyarakat, yang mana ia bisa menjadi penggerak masyarakat serta ia sendiri memiliki antusiasme terhadap program, maka ini bisa menjadi kesempatan untuk menerapkan pendekatan self-help.
Namun apabila pada suatu masyarakat tersebut tidak memiliki aktor lokal berpengaruh yang antusias terhadap program, disarankan menggunakan pendekatan technical assistance untuk mendukung keberhasilan program.
Kesimpulan
Bagi perusahaan yang hendak mengimplementasikan program CSR haruslah pandai memilih pendekatan yang tepat agar program berjalan dengan baik. Sebelum melaksanakan program, perusahaan harus benar-benar melakukan riset yang mendalam untuk mengetahui kondisi masyarakat dari berbagai aspek guna menjadi dasar dalam menentukan pendekatan yang hendak digunakan.
Referensi
Robinson, Jery W., Introduction to Community Development: Theory, Practice, and Sevice-Learning (California: Sage Publication, 2011)
Soetomo, Strategi-Strategi Pembangunan Masyarakat (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006)
on
Peran Strategis Karbon Biru Dalam Mitigasi Perubahan Iklim
Karbon biru memiliki peran strategis dalam mitigasi perubahan iklim. Seperti yang kita ketahui, perubahan iklim adalah tantangan terbesar yang dihadapi oleh umat manusia saat ini. Pemicu utama terjadinya perubahan iklim adalah emisi gas rumah kaca dari berbagai aktivias manusia yang menumpuk di atmosfer bumi. Efek gas rumah kaca ini akan menimbulkan naiknya suhu permukaan bumi, dan pada akhirnya memicu terjadinya perubahan iklim.
Baca Juga: Ancaman Nyata Krisis Iklim Bagi Keberlanjutan Bisnis
Salah satu gas rumah kaca pemicu terjadinya pemanasan global dan perubahan iklim adalah karbon dioksida (CO2). Maka cara paling efektif menghadapi krisis iklim ini adalah mencari cara untuk mengurangi emisi CO2 serta mengambil CO2 yang telah ada di atmosfer melalui proses penyerapan atau penimbunan, dikenal sebagai “penyimpanan karbonâ. Salah satu penyerap dan penyimpan karbon dikosida paling efektif adalah adalah Kabon Biru.
Apa Itu Karbon Biru?
Karbon biru adalah sebutan bagi karbon yang diserap, disimpan, dan dilepaskan oleh ekosistem laut. Dinamai karbon biru sebab karbon ini terbentuk di bawah air laut yang pada umumnya berwarna biru.
Ekosistem laut pesisir memiliki kemampuan yang luar biasa dalam menangkap dan menyimpan karbon dari atmosfer. Mereka bisa menyerap CO2 melalui proses fotosintesis dan menimbunnya dalam jaringan tumbuhan dan tanah.
Ekosistem Karbon Biru
1. Hutan Mangrove
Mangrove adalah salah satu komponen utama dalam pembentukan karbon biru. Mereka akan akan menyerap karbon dioksida yang ada di atmosfer melalui proses fotosintesis, lalu menyimpannya ke dalam tanah melalui jaringan akar. Mangrove adalah penyerap karbon yang sangat efektif, setiap hektar hutan mangrove dapat menyimpan hingga berkali-kali lipat lebih banyak karbon dibanding hutan yang ada di daratan.
Selain menjadi penyerap karbon, mangrove juga menawarkan berbagai manfaat bagi manusia dan lingkungan di antaranya adalah sebagai benteng alami terjangan badai gelombang laut, pencegah abrasi, tempat berlindung bagi berbagai jenis flora dan fauna, dan masih banyak lagi.
2. Padang Lamun
Padang Lamun adalah hamparan padang rumput atau tumbuh yang hidup di bawah perairain laut yang dangkal. Lamun memiliki akar, batang, dan daun layaknya tumbuhan darat, namun mereka hidup dan tumbuh di bawah air. Ekosistem padang lamun memiliki peranan yang penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem laut dan menyediakan berbagai manfaat bagi kehidupan manusia.
Manfaat penting dari padang lamun adalah sebagai penyimpan karbon biru. Lamun memiliki kemampuan untuk menyerap karbon dioksida selama proses fotosintesis dan kemudian menyimpannya dalam jaringan tubuhnya, termasuk akarnya yang panjang. Selain itu, lamun menjadi tempat pemijahan dan pembesaran berbagai spesies ikan, penyaring material pada air laut, serta sumber makanan mamalia dan berbagai jenis ikan
3. Terumbu Karang
Selain keindahannya yang memanjakan mata, siapa sangka jika terumbu terumbu karang ternyata memiliki kemampuan untuk menyerap dan menyimpan karbon. Ia akan menyimpan karbon dalam bentuk karbonat kalsium yang membentuk struktur karang.
Penyerapan karbon dioksida ini dilakukan oleh tumbuhan alga zooxanthella dalam tubuh koral. Alga ini melakukan fotosintesis, mengambil karbon dioksida dari air laut dan mengubahnya menjadi karbohidrat. Sebagian karbon yang diserap oleh alga ini akan disimpan dalam jaringan karang.
Karang juga memiliki kemampuan untuk mengendapkan karbon dioksida dalam bentuk kalsium karbonat (CO3) yang membentuk kerangka karang. Proses ini melibatkan pengambilan ion karbonat (CO32-) dari air laut dan penggabungannya dengan ion kalsium (Ca2+) yang dihasilkan oleh alga zooxanthellae. Hasilnya adalah pembentukan kerangka karang yang mengandung karbon.
Karbon yang disimpan dalam kerangka karang dapat bertahan dalam jangka waktu yang lama. Ketika karang mati atau rusak, serpihan-serpihan karang akan jatuh ke dasar laut dan menjadi bagian dari sedimen dasar laut. Karbon yang terkandung dalam sedimen karang ini dapat tersimpan dalam waktu yang sangat lama, yang pada akhirnya membantu mengurangi konsentrasi karbon dioksida dalam atmosfer.
Ancaman Terhadap Karbon Biru
Sayangnya, ekosistem penyimpan karbon biru yakni hutan mangrove, padang lamun, dan terumbu karang tengah menghadapi ancaman serius akibat aktivitas manusia. Penebangan ilegal, perambahan wilayah pesisir dan pencemaran laut adalah beberapa masalah yang mengancam keberlanjutan karbon biru.
Apabila ekosistem pesisir ini rusak atau hilang, karbon yang telah disimpan dalam tanah dan jaringan tumbuhan dapat terlepas kembali ke atmosfer, dan berpotensi memperburuk krisis iklim. Maka dari itu perlu peran serta berbagai pihak untuk menjaga kelestarian karbon biru ini sebagai langkah mitigasi perubahan iklim,
Peran Dunia Bisnis Dalam Menjaga Karbon Biru
Salah satu pihak yang memiliki peranan penting dalam pelestarian ekosistem karbon biru ini adalah dunia bisnis. Berbagai upaya yang dapat dilakukan oleh entitas bisnis untuk mendukung kelestarian ekosistem karbon biru ini di antaranya sebagai berikut
1. Investasi Proyek Karbon Biru
Bisnis dapat berinvestasi dalam proyek-proyek yang bertujuan untuk melestarikan dan memulihkan ekosistem karbon biru, seperti proyek restorasi terumbu karang atau hutan mangrove. Mengapa disebut sebagai investasi? sebab manfaat dari upaya-upaya restorasi tersebut akan kembali kepada perusahaan sendiri.
Entitas bisnis merupakan salah satu pihak yang akan mengalami kerugian apabila krisis iklim benar-benar semakin parah. maka mau tidak mau entitas bisnis harus berperan aktif untuk mencegah terjadinya krisis iklim ini semakin parah demi keberlanjutan bisnis itu sendiri. salah satunya yakni dengan berinvestasi dalam proyek pelestarian karbon biru.
Investasi tersebut dapat dilakukan melalui program-program Corporate Social Responsibility (CSR) dalam pelestarian lingkungan khususnya yang berada di wilayah pesisir seperti penanaman mangrove, terumbu karang, dan pelestarian padang lamun.
2. Menerapkan Praktik Bisnis Berkelanjutan
Selain upaya-upaya kepada pihak eksternal perusahaan, entitas bisnis juga harus melakukan upaya-upaya kepada internal perusahaan sendiri. Entitas bisnis harus mengadopsi praktik bisnis berkelanjutan yang memperhatikan dampak lingkungan dari kegiatan bisnis mereka. Upaya ini bisa dilakukan melalui penggunaan bahan baku yang ramah lingkungan, pengelolaan limbah, dan pengembangan produk yang lebih ramah lingkungan. Upaya ini diharapkan dapat mencegah rusaknya kawasan pesisir sebagai penyangga ekosistem karbon biru
3. Mendorong Keterlibatan Masyarakat
Entitas bisnis tentu memiliki keterbatasan. Ia tidak bisa terus menerus berada di lokasi konservasi ekosistem karbon biru. Maka entitas bisnis perlu untuk mendorong keterlibatan masyarakat secara aktif untuk menjaga dan melestarikan ekosistem karbon biru. Sebab masyarakatlah yang setiap saat berada di wilayah ekososistem karbon biru serta lebih mengetahui kondisi lingkungan.
Baca Juga: Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Program CSR
Kesimpulan
Untuk menjaga dan meningkatkan peran karbon biru dalam mengurangi emisi CO2, konservasi dan restorasi ekosistem pesisir menjadi sangat penting. Upaya kolaboratif antara masyarakat, entitas bisnis dan pemerintah harus ditingkatkan untuk melindungi wilayah pesisir yang berharga ini. Inisiatif pemulihan hutan mangrove, penanaman kembali padang lamun, dan konservasi terumbu karang harus didukung secara aktif.
Referensi
Putri, Ayunda Annisa. Ekosistem Pesisir Sebagai Penghasil Karbon Biru. (2022). Journal of Enviromental Policy and Technology. Vol. 1, No. 1. Hal. 13-29
Sulistiana, Susi. (2018). Potensi Mangrove Sebagai Karbon Biru Indonesia Bagi Pembangunan Berkelanjutan. Proseding Seminar Nasional FMIPA Universitas Terbuka: Peran Matematika, Sains, dan Teknologi dalam Mencapai Tujuan Pembangunan Berkelanjutan/SDGs.
WWF Report 2013. Karbon Biru: Sebuah Terobosan Baru Untuk Mengurangi Sampak Perubahan Iklim Melalui Konservasi dan Pelestarian Ekosistem Pesisir di Kawan Coral Triangle.
on
Energi Baru Terbarukan (EBT) dalam Upaya Transisi Energi
Energi merupakan sebuah hal penting dalam kehidupan manusia. Berkat energi, manusia bisa menjalankan berbagai aktivitasnya sepeti bepergian menggunakan kendaraan, menggunakan alat-alat elektronik, dan menjalankan aktivitas industri.
Namun tahukan kamu bahwa saat ini energi yang kita gunakan sebagian besar dihasilkan dari sumber energi energi fosil yang menghasilkan emisi karbon pemicu pemanasan global dan krisis iklim. Selain itu, penggunaan bahan bahan bakar fosil sebagai sumber energi ternyata juga tidak bisa menjamin keberlanjutan hidup manusia. Energi yang bersumber dari bahan bakar fosil sifatnya terbatas dan tidak dapat diperbaharui, artinya suatu saat nanti pasti akan habis.
Hal ini mengharuskan manusia untuk menciptakan sumber energi baru yang sifatnya tidak terbatas , yang kemudian disebut dengan energi baru terbarukan (EBT).
Ternyata Energi Baru Belum Tentu Terbarukan
Menurut pasal 1 RUU Energi Baru Terbarukan, energi baru adalah semua jenis energi yang berasal atau dihasilkan dari teknologi baru pegolahan sumber energi tidak terbarukan dan sumber energi terbarukan. Sedangkan energi terbarukan adalah energi yang berasal atau dihasilkan hanya dari sumber energi terbarukan.
Berdasarkan pengertian tersebut, kamu harus memahami bahwa antara energi baru dan energi terbarukan adalah dua kata yang berbeda. Energi baru hanya merujuk pada energi yang sebelumnya belum pernah ada dan dihasilkan oleh teknologi baru. Sedangkan energi terbarukan adalah jenis energi yang sudah ada sejak dulu namun belum termanfaarkan secara maksimal serta sumbernya tidak terbatas alias tidak akan pernah habis. Artinya suatu energi baru bisa saja energi yang terbarukan, namun bisa juga tidak terbarukan.
Baca Juga: Peluang Perusahaan Perusahaan Energi Untuk Low-Carbon Future
Contoh energi baru namun tidak terbarukan adalah gasifikasi batu bara yang diproduksi di Tanjung Enim. Batu Bara akan digerus dan diproses sedemikian rupa hingga menjadi gas. Meskipun gasifikasi batu bara adalah jenis sumber energi batu yang menjadikannya lebih efisien, namun energi ini tidak terbarukan sebab batu bara sebagai bahan baku pembuatnya tidak terbarukan, artinya suatu saat nanti pasti akan habis.
Sementara contoh sumber energi batu dan terbarukan adalah angin, air, matahari, ombak, dan panas bumi. Sumber-sumber energi tersebut sifatnya baru karena belum termanfaat kan secara maksimal. Juga bersifat terbarukan sebab ia tidak akan pernah habis karena akan segera diperbaharui oleh siklus alam.
Dari pemaparan di atas maka salah satu upaya mencapai pembangunan berkelanjutan adalah dengan benar-benar menciptakan energi baru dan terbarukan (EBT). Tidak cukup hanya dengan energi dan teknologi baru, namun harus bersumber dari energi terbarukan yang tidak akan pernah habis di alam.
Keuntungan Energi Baru Terbarukan
Penggunaan EBT memiliki banyak keuntungan diantaranya sebagai berikut:
1. Tersedia melimpah di alam
Sumber EBT seperti cahaya matahari, air, angin, panas bumi, dan gelombang laut sangat melimpah di alam. Bahkan sumber energi ini tidak akan pernah habis sebab akan terus diperbaharui oleh siklus alam.
2. Gratis
Siapapun yang ingin memanfaatkan EBT tidak perlu membayar untuk mendapatkan Sumber EBT tersebut alias gratis. adapun biaya dan investasi hanya dilakukan di awal untuk mempersiapkan peralatan teknologi pengolahan sumber energi tersebut
4. Perawatan yang mudah
Perawatan peralatan pengolah energi terbarukan seperti kincir angin dan panel surya sangat mudah dibandingkan dengan energi yang tak terbarukan. misal untuk perawatan panel surya pemilik hanya cukup membersihkan permukaannya secara rutin.
5. Bebas fluktuasi harga
karena tersedia melimpah di alam dan tidak diperjualbelikan, sumber energi terbarukan tidak terpengaruh oleh fluktuasi harga layaknya sumber energi fosil seperti batu bara, minyak bumi, dan gas bumi.
Energi Baru Terbarukan dalam PROPER
Dalam PROPER, penggunaan EBT dan pemakaian bahan bakar ramah lingkungan dalam proses operasi perusahaan menjadi penilaian penilaian penting. Kriteria penilaian ini ditujukan sebagai upaya penurunan emisi tepatnya pada kriteria rasio penggunaan EBT. Bahkan aspek penilaian EBT ini memiliki bobot yang cukup besar dengan nilai maksimal 10.
Baca Juga: Kenali Efisiensi Energi dalam PROPER
Di samping untuk memenuhi persyaratan PROPER, tentu yang terpenting tentu kesadaran akan pentingnya penggunaan EBT dalam operasi perusahaan. Sebab penggunaan EBT hakikatnya adalah untuk mengurasi beban lingkungan akan emisi karbon, dan juga sebagai upaya untuk menciptakan bisnis berkelanjutan sebab EBT adalah energi yang tidak akan pernah habis. Berbeda dengan energi yang tidak terbarukan yang suatu saat pasti akan habis.
Contoh Perusahaan yang Mulai Menerapkan EBT
Salah satu perusahaan yang mulai menerapkan EBTdalam proses bisnisnya adalah PT Tirta Investama (Danone AQUA) Jawa Tengah. Perusahaan ini telah membangun pembangkit listrik tenaga surya di atap pabriknya dengan kapasitas 2.919 kilowatt peak (kWp). PLTS tersebut dapat menghasilkan listrik sebesar 4 gigawatt hour (GWh) per tahun. Apabila dikalkulasikan, pembangunan PLTS ini dapat mengurangi 3.340 ton emisi karbon per tahun. Presiden Direktur PT Tirta Investama (Danone-Aqua) bahkan berkomitmen untuk menggunakan EBT hingga 100 persen pada 2030 pada operasional perusahaan Danone di seluruh dunia.
Kesimpulan
Energi baru terbarukan telah menunjukkan potensi besar dalam menciptakan masa depan yang lebih bersih, lebih hijau, dan lebih berkelanjutan. Namun, untuk mewujudkan potensi ini, perlu adanya dukungan berbagai stakeholder yakni pemerintah, dunia bisnis, dan masyarakat secara keseluruhan. Investasi dalam penelitian dan pengembangan teknologi EBT serta kebijakan-kebijakan yang mendorong penggunaan energi baru terbarukan menjadi hal yang penting dalam menghadapi tantangan energi dan lingkungan global.
Bagi yang masih bingung dengan pengelolaan energi PROPER, langsung kontak saja kami di Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER!
on
Mengenal ISO 14001: Panduan Sistem Manajemen Lingkungan
ISO 14001 adalah standar internasional yang berfokus pada yang sistem manajemen lingkungan (Environmental Management System – EMS). ISO ini membantu perusahaan untuk mengidentifikasi, mengukur, mengelola, dan meminimalkan dampak negatifnya terhadap lingkungan. Pertama kali diterbitkan pada tahun 1996, ISO ini telah mengalami beberapa revisi untuk menjaga relevansi dengan kondisi lingkungan terkini.
Sekedar informasi, International Organization for Standarization (ISO) adalah organisasi internasional yang khusus menangani standarisasi. Ada banyak ISO atau standarisasi yang telah ia buat oleh lembaga ini, salah satunya adalah ISO 14001. Lantas apa manfaatnya bagi dunia bisnis?
Manfaat ISO 14001
Bagi Perusahaan
Meningkatkan reputasi. Memiliki sertifikasi ISO 14001 menunjukkan komitmen organisasi terhadap praktik lingkungan yang bertanggung jawab. Hal ini dapat meningkatkan citra dan reputasi perusahaan di mata pelanggan dan pemangku kepentingan
Mengurangi potensi konflik antara pekerja dengan perusahaan dalam penyediaan lingkungan kerja yang layak dan sehat. Lebih jauh manfaat ISO 14001 ini dapat meningkatkan produktivitas pekerja melalui efisiensi waktu dan biaya.
Menjembatani pemenuhan peraturan lingkungan dengan lebih terencana dan terstruktur.
Penggunaan sumber daya alam yang lebih bijaksana menuju terciptanya eko-efisiensi.
Bagi Lingkungan
Terkelolanya limbah berbahaya yang masuk ke lingkungan melalui pengelolaan limbah hasil operasi perusahaan.
Berkurangnya pencemaran lingkungan melalui penurunan penggunaan bahan-bahan kimia berbahaya pada operasional perusahaan.
Bagaimana cara mendapatkan sertifikasi ISO 14001 ini?
Untuk mendapatkan sertifikat ISO 14001 membutuhkan keseriusan dan komitmen penuh dari organisasi. Berikut adalah gambaran umum cara dan langkah penerapan ISO 14001 yang harus dipersiapkan:
Komitmen pimpinan manajemen perusahaan terhadap ISO 14001
Membentuk tim implementasi ISO 14001
Mulai program penyadaran & pelatihan ISO 14001
Mengidentifikasi kondisi saat ini dan membandingkannya dengan indikator dalam ISO 14001
Menentukan ruang lingkup dan kebijakan organisasi
Membuat perencanaan risiko & peluang serta sasaran & rencana pencapaiannya
Membuat dokumentasi ISO 14001
Implementasi ISO 14001
Pelatihan internal auditor
Evaluasi kinerja melalu internal audit
Melaksanakan rapat tinjauan manajemen
Audit ekternal oleh badan sertifikasi ISO 14001
Sistem Manajemen Lingkungan dalam Proper
Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) ternyata tidak lepas dari Sistem Manajemen Lingkungan (SML) dalam kriteria penilaiannya. Meskipun keduanya adalah hal yang berbeda, namun apabila perusahaan telah memiliki SML yang sudah tersertifikasi oleh ISO 14001 akan mendapatkan nilai bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan SML yang belum disertifikasi.
Baca Juga: Kenali Sistem Manajemen Lingkungan dalam PROPER
Sistem Manajemen Lingkungan yang tersertifikasi ISO 14001 tentu harus dikejar oleh perusahaan yang ingin meraih predikat PROPER Hijau dan Emas. Namun perusahaan juga harus sadar bahwa tujuan dari Sistem Manajemen Lingkungan berbasis ISO 14001 maupun PROPER bukan hanya sekedar untuk meraih menghargaan atau sertifikat saja, namun tujuan sejati adalah untuk menciptakan lingkungan hidup yang lestari untuk generasi mendatang
Contoh Penerapan ISO 14001 Oleh Perusahaan
Salah satu perusahaan yang telah menerapkan ISO 14001 dalam praktik bisnisnya adalah PT Kimia Farma Tbk Plant Banjaran. Ia telah menerapkan SML dengan konsep dasar siklus plan-do-check-action (PDCA) atau perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, dan peningkatan yang sesuai dengan 10 klausul dalam ISO 14001:2015. Hal ini dapat dibuktikan dengan tersedianya dokumen-dokumen untuk setiap klausulnya. Selain itu, perusahaan juga telah memiliki sertifikat ISO yang terintegrasi dengan Sistem Manajemen Integrasi yang meliputi Sistem Manajemen Mutu (ISO 9001:2007), Sistem Manajemen Lingkungan (ISO 14001:2015), dan Sistem Keselamatan dan Kesehatan Kerja (ISO 45001:2018).
Meskipun terdapat beberapa klausul yang penerapannya perlu ditingkatkan, yaitu terkait sumber daya, kepedulian, dan komunikasi. Namun secara umum penerapan sistem manajemen lingkungan di perusahaan ini telah berjalan baik. Hanya perlu perbaikan-perbaikan ringan seperti menyediakan tempat sampah dengan kategori pemilahan yang lebih spesifik, menjadwalkan rapat atau evaluasi secara berkala, dan memberikan apresiasi atau sanksi guna meningkatkan kedisiplinan pegawai.
Kesimpulan
ISO 14001 adalah alat bagi perusahaan yang ingin mengambil tanggung jawab atas dampak lingkungannya dan berkontribusi pada upaya pelestarian lingkungan secara keseluruhan. Dengan mengadopsi Sistem Manajemen Lingkungan yang komprehensif berbasis ISO 14001, perusahaan dapat meningkatkan kinerja operasional, reputasi, dan berperan dalam menjaga keberlanjutan lingkungan. Semakin banyak perusahaan yang menerapkan ISO 14001 dalam operasi bisnisnya, semakin besar pula dampak positif yang dapat dicapai dalam melindungi bumi ini untuk generasi mendatang.
Bagi yang masih bingung dengan Sistem Manajemen Lingkungan dalam PROPER, Olahkarsa menyediakan layanan konsultasi dan pendampingan terkait PROPER. Tunggu apa lagi, langsung kontak kami.
Refesensi
Badan Standarisasi Nasional. SNI ISO 14001: Sistem manajemen lingkunganâPersyaratan dengan Panduan Penggunaan
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Soekirman, Veronica Jane. Studi Penerapan Sistem Manajemen Lingkungan di PT Kimia Farma Tbk Plant Banjaran. (2021). Respository Pertamina University.
www.iso.org/iso-14001-environmental-management
on
Pentingnya Partisipasi Masyarakat dalam Program CSR
Partisipasi masyarakat merupakan sebuah hal yang penting dalam sebuah program CSR. Sebab, keberhasilan program CSR tidak hanya tergantung pada tindakan perusahaan semata, melainkan juga bergantung pada partisipasi aktif masyarakat. Apabila minim bahkan tidak ada partisipasi atau keterlibatan masyarakat, maka besar kemungkinan program CSR tidak akan berjalan dengan baik. Maka dari itu penting bagi Kamu yang berkecimpung di dunia CSR untuk memahami konsep partisipasi ini.
Konsep Partisipasi Masyarakat Dalam Program CSR
Secara bahasa, partisipasi berasal dari kata participation yang berarti pengambilan bagian atau pengikutsertaan. Sedangkan secara istilah partisipasi adalah keikutsertaan seseorang atau kelompok anggota masyarakat dalam suatu kegiatan. Hal tersebut senada dengan pengertian dalam kamus sosiologi bahwa partisipasi merupakan keikutsertaan seseorang dalam kelompok sosial untuk mengambil bagian dari kegiatan masyarakatnya.
Dalam konteks program CSR, pelibatan masyarakat bisa dilakukan dari proses assesmen, perencanaan dan desain program, pelaksanaan, hingga monitoring dan evaluasi. Ketika masyarakat benar-benar dilibatkan dalam proses tersebut, maka masyarakat akan menanggap bahwa program tersebut adalah miliknya juga. Sehingga ia akan terus menjalankan program tersebut meskipun perusahaan telah manarik diri dari program tersebut.
Baca Juga: Apa Itu Metode Participatory Rural Appraisal?
Perlu kamu ketahui bahwa hal yang paling penting dalam sebuah proses partisipasi adalah adanya kesukarelaan masyarakat untuk ikut serta dalam program. Jangan sampai masyarakat merasa terpaksa untuk terlibat sebab partisipasi yang sifatnya terpaksa tidak akan membawa pada keberlanjutan program itu sendiri.
Partisipasi tanpa adanya rasa sukarela tidak akan membuat sebuah program disebut sebagai pemberdayaan. Misalnya karena masyarakat hanya mengejar uang akomodasi atau karena pemaksaan dari ketua kelompok. Hal tersebut pada akhirnya tidak akan menciptakan kemandirian dan keberlanjutan program. Sebab, apabila uang akomodasi atau ketua kelompoknya tidak ada, maka kemungkinan masyarakat pun akan berhenti berpartisipasi.
Manfaat Partisipasi Masyarakat Dalam Program CSR
Nah Sobat Minno, melibatkan masyarakat dalam prgram CSR itu ternyata punya manfaat yang sangat bersar lho bagi program. Berikut adalah manfaatnya:
1. Masyarakat Memiliki Rasa Tanggung Jawab Terhadap Program
Adanya keterlibatan masyarakat dari mulai tahap perencanaan hingga pemanfaatan hasil memungkinkan mereka memiliki rasa tanggung jawab terhadap keberlanjutan program. Rasa tanggung jawab ini timbul karena masyarakat merasa bahwa pada program yang tengah berjalan, terdapat sumbang-sumbangan dari masyarakat baik berupa gagasan, tenaga, maupun materi.
2. Sebagai Jalan Perusahaan dalam Memperoleh Informasi
Adanya partisipasi aktif dari masyarakat sasaran akan membuat mereka terbuka dan tidak sungkan lagi untuk menceritakan kondisi sosial dan permasalahan yang ada di dalamnya. Data dan informasi mengenai hal ini tentu akan sangat berguna bagi yang perusahaan dalam menentukan kebijakan dan perbaikan program kedepannya.
3. Membangun Kepercayaan Masyarakat pada Program,
Kepercayaan masyarakat pada perusahaan akan terbangun ketika perusahaan melibatkan mereka secara aktif dalam program-program CSR nya. Dengan dilibatkannya mereka dalam program, maka akan tumbuh rasa simpati kepada perusahaan. Pada akhirnya hal ini akan membangun kepercayaan masyarakat pada perusahaan bahwa program CSR yang diberikan perusahaan adalah untuk membantu hidup mereka lebih baik.
Lantas bagaimana cara menumbuhkan partisipasi masyarakat tersebut?
1. Identifikasi Kebutuhan Masyarakat
Program CSR yang berdasarkan kebutuhan masyarakat akan lebih membuat masyarakat ingin berpartisipasi. Masyarakat akan menanggap program yang diberikan perusahaan adalah sebagai solusi kongkret dari permasalahan dan kebutuhan yang mereka rasakan sehingga tidak ada alasan bagi masyarakat untuk tidak berpartisipasi. Kebutuhan, potensi, dan permasalahan yang ada di masyarakta ini bisa dilakukan salah satunya adalah dengan social mapping (sosmap) atau pemetaan sosial.
Baca Juga: Social Mapping: Kunci Keberhasilan CSR Perusahaan
2. Ciptakan Ruang Seluas-Luasnya Untuk Masyarakat Berpartisipasi
Dalam upaya untuk menumbuhkan partisipasi masyarakat, langkah penting adalah menciptakan ruang yang seluas-luasnya bagi masyarakat untuk terlibat dalam program CSR. Ruang di sini mencakup ruang untuk berdialog, berbagi ide, dan berkontribusi dalam pengambilan keputusan sejak identifikasi masalah, perencanaan, pelaksanaan, hingga monitoring dan evaluasi program. Dengan memberikan ruang bagi masyarakat untuk terlibat, mereka akan punya rasa memiliki dan rasa tanggung jawab terhadap program yang sedang dijalankan.
3. Hindari Komunikasi Satu Arah
Komunikasi satu arah adalah proses komunikasi di mana informasi hanya mengalir dari satu pihak tanpa adanya keterlibatan atau umpan balik dari pihak lain. Dalam program CSR, komunikasi semacam ini harus di hindari karena dapat mengakibatkan kurangnya keterlibatan, kurangnya pemahaman, dan kurangnya hubungan yang kuat antara pendamping program dengan masyarakat. hal tersebut lebih jauh akan membuat kurangnya rasa memiliki masyarakat dalam program. Untuk memastikan komunikasi berjalan efektif, penting pagi perusahaan untuk mendorong komunikasi dua arah yang interaktif.
Kesimpulan
Dalam melaksanakan program CSR sebaiknya menghindari metode kerja doing for the community (bekerja untuk masyarakat). Tetapi menggunakan metode kerja doing with community (bekerja bersama masyarakat). Istilah âbekerja untuk masyarkatâ cenderung hanya memposisikan masyarakat sebagai objek pasif penerima bantuan. Sedangkan istilah âbekerja bersama masyarakatâ cenderung menjadikan masyarakat sebagai subjek yang pasrtisipasinya amat dibutuhkan dalam setiap tahapan program.
Metode kerja doing for akan membuat masyarakat pasif, kurang kereatif dan tidak berdaya, bahkan akan menjadikan bergantung pada bantuan dari organisasi pemberi bantuan. Sebaliknya, metode kerja doing with akan merangsang masyarakat untuk aktif dan dinamis dalam menjalankan sebuah program.
Ingin masyarakat atau kelompok binaan CSR Kamu antusias terlibat dalam program? Olahkarsa menyediakan jasa konsultasi dan asistensi terkait cara agar masayarakat sasaran program CSR anda bisa terlibat aktif dalam program. Tunggu apa lagi, segera kontak kami!
Referensi
Jamal, Haerul. “Belajar Dari Kelompok Bu Manik: Partisipasi Masyarakat Dalam Program CSR PT. Pertamina Fuel Terminal Bandung Group.” Empower: Jurnal Pengembangan Masyarakat Islam 6.1 (2021)
Muslim, Aziz. (2009). Metodologi Pengembangan Masyarakat. Teras.
Mardikanto, Totok. (2014). Corporate Social Responsibility (Tanggung Jawab Sosial Korporasi). Alfabeta.
on
Ancaman Nyata Krisis Iklim Bagi Keberlanjutan Dunia Bisnis
Krisis Iklim menjadi ancaman nyata bagi keberlanjutan dunia bisnis apabila berbagai stakeholder tidak segera bertindak untuk mengatasi ancaman ini. Seperti yang kita ketahui bahwa saat ini dunia tengah dilanda krisis iklim. Hal ini diungkapkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) dalam laporannya mengenai situasi iklim terkini pada Senin 20 Maret 2023.
Dalam laporan tersebut, krisis iklim telah terjadi sangat cepat yang meningkatkan intensitas dan frekuensi terjadinya cuaca ekstrem di berbagai wilayah dunia di antaranya adalah gelombang panas yang semakin intens, hujan lebat, kekeringan, hingga siklon tropis. Bahkan kenaikan temperatur bumi saat ini telah mencapai 1,1 ËC yang mengakibatkan cairnya es kutub utara dan berdampak pada semakin meningkatnya permukaan air laut.
Situasi ini tentu menjadi ancaman bagi keberlanjutan sektor bisnis khususnya yang berada di Indonesia. Pasalnya, Indonesia adalah wilayah yang rentan terhadap krisis iklim. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) melaporkan bahwa selama tahun 2022, Indonesia telah mengalami 3.544 bencana. 90% bencana tersebut adalah bencana hidrometeorologi yang dipicu oleh adanya perubahan iklim.
Bagaimana Krisis Iklim Mengancam Keberlanjutan Dunia Bisnis?
Beberapa ancaman besar krisis iklim bagi keberlanjutan entitas bisnis di antaranya adalah sebagai berikut:
1. Gangguan Pasokan Bahan Baku
Cuaca ekstrem yang mengakibatkan banjir dan kekeringan dapat menyebabkan gangguan pada rantai pasokan bahan baku industri. Misalnya, banjir yang merusak wilayah pertanian dapat mengganggu pasokan bahan baku untuk industri pangan. Atau kekeringan berkepanjangan yang membuat gagal panen komoditas yang menjadi bahan baku industri. Gangguan ini dapat mengakibatkan penurunan produksi perusahaan, peningkatan biaya operasional, yang tentu akan berdampak besar bagi keuangan perusahaan.
2. Kerusakan Sarana dan Prasarana Bisnis
Bencana akibat krisis iklim juga dapat merusak sarana dan prasarana bisnis yang penting bagi operasional perusahaan. Misalnya adalah banjir dan cuaca ekstrem yang dapat menghambat distribusi bahan baku dan produk dari hulu ke hilir. Dan bagi entitas bisnis yang menjalankan operasi di wilayah pesisir, ancaman nyata yang sedang terjadi adalah naiknya permukaan air laut. yang meningkatkan risiko banjir rob. Bahkan bisa menenggelamkan perusahaan yang berada di wilayah pesisir.
Contoh kongkretnya adalah pesisir Jakarta yang menjadi pusat bisnis saat ini tengah benar-benar berada di bawah permukaan laut. Tinggal tanggul-tanggul penahan air saja yang membuat air laut tidak masuk ke daratan. Apabila air laut terus naik akibat krisis iklim yang tidak segera diatasi, sarana-sarana bisnis tersebut akan tenggelam ditelan lautan.
3. Gangguan Pada Stabilitas Pasar
Ketika bencana akibat krisis iklim terjadi, infrastruktur dan fasilitas produksi dapat rusak, pasokan barang dan jasa dapat terganggu, dan aktivitas ekonomi terancam melambat bahkan berhenti. Hal ini dapat menyebabkan ketidakstabilan harga, kelangkaan pasokan, dan penurunan daya beli masyarakat. Apabila ini terjadi, tentu yang akan merasakan kerugian adalah entitas bisnis sendiri.
PROPER Untuk Mengatasi Krisis Iklim
Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup (PROPER) adalah program yang bertujuan untuk mendorong entitas bisnis dalam menjalankan praktik bisnis yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
PROPER dapat menjadi salah satu upaya dalam mengatasi perubahan iklim dengan cara meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan perusahaan. Selain itu PROPER juga menjadi upaya dalam mengatasi perubahan iklim dengan cara meningkatkan kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan dan mengurangi dampak negatif terhadap perubahan iklim.
Berikut adalah poin-poin PROPER dalam mengatasi krisis iklim:
1. Pengurangan Emisi Gas Rumah Kaca
PROPER mendorong perusahaan untuk mengurangi emisi gas rumah kaca melalui penggunaan teknologi yang lebih bersih, penghematan energi, atau diversifikasi sumber energi. Langkah-langkah ini membantu mengurangi kontribusi perusahaan terhadap perubahan iklim dan dampak negatifnya.
Baca Juga: Penurunan Emisi dalam PROPER
2. Peningkatan Efisiensi Energi
PROPER mendorong perusahaan untuk menerapkan praktik hemat energi dalam operasional mereka. Penggunaan energi yang lebih efisien dapat membantu mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari produksi energi itu sendiri. Dalam jangka panjang, peningkatan efisiensi energi dapat membantu mengurangi eksploitasi terhadap sumber daya alam yang berlebihan dan produksi energi kotor sehingga memberikan kontribusi dalam mitigasi perubahan iklim.
Baca Juga: Kenali Efisiensi Energi dalam PROPER
3. Pengelolaan Limbah yang Baik
PROPER menilai pengelolaan limbah perusahaan, termasuk limbah yang berpotensi menyebabkan dampak negatif terhadap lingkungan dan iklim. Dengan mendorong perusahaan untuk mempraktikkan pengelolaan limbah yang baik, PROPER membantu mengurangi emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari limbah industri dan mencegah pencemaran lingkungan yang dapat memperburuk perubahan iklim.
Perusahaan peserta PROPER diminta untuk melakukan prinsip 3R yakni Reduce, Reuse dan Recycle limbah B3 maupun non-B3 yang mereka hasilkan. Semakin banyak limbah B3 dan non-B3 yang perusahaan kurangi, memanfaatkan kembali, dan daur ulang, maka semakin baik perusahaan tersebut dinilai telah melakukan pengelolaan lingkungan dan menanggulangi krisis iklim.
Baca Juga: Begini Cara Mengolah Limbah Non-B3
4. Penerapan Praktik Berkalanjutan
Melalui PROPER, perusahaan didorong untuk melakukan praktik bisnis yang berkelanjutan secara luas, termasuk penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan perlindungan ekosistem lingkungan khususnya wilayah hutan sebagai penyerap emisi. Jika dijalankan dengan baik, maka ekosistem akan terjaga, serta emisi karbon yang menjadi pemicu krisis iklim pun dapat diminimalkan, dan lebih jauh dapat menanggulangi krisis iklim.
Kesimpulan
Krisis Iklim adalah sebuah ancaman nyata bagi umat manusia tak terkecuali bagi entitas bisnis sebagai penggerak perekonomian. Maka dari itu seluruh entitas bisnis haruslah berupaya untuk menanggulangi krisis iklim ini, yang dalam konteks Indonesia terdapat PROPER sebagai upaya dalam mengelola lingkungan. Tentu bukan hanya sekedar memenuhi formalitas kewajiban semata, namun disertai dengan komitmen dan kesadaran pentingnya menjaga lingkungan, sebab praktik pengelolaan lingkungan untuk menjaga iklim dalam PROPER semata-mata untuk keberlanjutan bisnis itu sendiri.
Bagi yang masih bingung dengan pengelolaan bisnis berbasis PROPER, langsung kontak saja kami di Olahkarsa. Karena Olahkarsa menyediakan layanan jasa konsultasi dan pendampingan terkait PROPER!
Referensi
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). (2023). Infografis Bencana Tahun 2022. https://bnpb.go.id/infografis/infografis-bencana-tahun-2022
Hoesung Lee. dkk. (2023). Synthesis Report Of The Ipcc Sixth Assessment Report (AR6).
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.
on
Hexahelix : Paradigma Baru Kolaborasi di CSR
Program Pengembangan Desa Binaan dilaksanakan dalam bentuk kolaborasi yang sinergis antara berbagai pemangku kepentingan dan berorientasi pada kemandirian masyarakat. Keberhasilan program pengembangan Desa Binaan membutuhkan peran multi aktor dari berbagai sektor. Upaya perubahan sosial dan ekonomi tidak dapat dilakukan oleh satu pihak saja. Oleh karena itu, pengembangan Desa Binaan melalui Corporate Social Responsibility perlu menerapkan pola kemitraan yang melibatkan sinergi lintas sektor untuk berbagi peran. Tujuannya untuk mendukung terwujudnya Sustainable Development Goals dalam mencapai percepatan perbaikan lingkungan hidup, kesejahteraan masyarakat, dan pembangunan ekonomi.
Baca lainnya : Tipe-tipe Desa Sesuai SDGs Desa, Ternyata Begini Pengelompokannya
Perkembangan Model Pentahelix menjadi Hexahelix
Pada sebagian besar praktik pengembangan desa di Indonesia, konsep kolaborasi yang diterapkan adalah Model Kolaborasi Pentahelix. Kolaborasi Pentahelix adalah kerangka konseptual dari kolaborasi antara komunitas atau masyarakat, pemerintah, dunia bisnis, akademisi, dan media (Putra, 2019). Model Pentahelix juga dikenal sebagai Konsep ABCGM yaitu Academician, Business, Community, Government, dan Media (Rizkiyah et al., 2019). Namun, saat ini telah berkembang konsep kolaborasi Hexahelix yang merupakan bentuk pengembangan dari konsep Quadruple Helix, Quintuple Helix, dan Pentahelix. Hexahelix menambahkan satu aktor yang memiliki peran vital dan terdampak atau berdampak langsung pada proses pengembangan. Sebagai contoh, dalam upaya mengembangkan Desa Wisata Tanggap Covid-19, pemangku kepentingan yang terlibat mencakup ABCGM ditambah dengan Tenaga Kesehatan (Health) sebagai aktor vital dalam upaya peningkatan aspek kebersihan dan kesehatan di kawasan Desa Wisata.
Model Kolaborasi Hexahelix
Konsep Hexahelix dapat memaksimalkan peran ganda yang diemban oleh para aktor guna mencapai tujuan bersama (Firmansyah et al., 2022). Kunci utama kesuksesan model ini adalah adanya sinergitas dan komitmen yang kuat antar pemangku kepentingan. Selain untuk memudahkan pencapaian tujuan pengembangan Desa Binaan, Kolaborasi Hexahelix juga membantu mencegah overlapping kebijakan dan program antar pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam pengembangan Desa Binaan, dunia usaha atau perusahaan menjadi lokomotif penggerak sinergitas antar stakeholder dan pengembangan masyarakat desa. Adapun 6 komponen yang terlibat dalam pengembangan Program CSR di sebuah desa binaan adalah akademisi, dunia usaha, komunitas atau masyarakat, pemerintah, hukum dan regulasi, serta media.
Berikut adalah pembagian peran masing – masing pemangku kepentingan dalam model
Academician (Akademisi)
Akademisi berperan sebagai konseptor melalui penelitian-penelitian yang dilakukan guna memunculkan dan menggali potensi dan peluang pengembangan Program CSR pada Desa Binaan. Akademisi dapat berperan memberikan pandangan dan analisis berdasarkan objektivitas data lapangan mengenai tingkat perkembangan dan formula yang tepat untuk memajukan Desa Binaan. Selain itu, akademisi juga dapat melaksanakan pendampingan Program CSR melalui konsep Tri Dharma Bakti Perguruan Tinggi. Untuk dapat menghasilkan konsep pengembangan Desa Binaan sebagai Program CSR yang sesuai kebutuhan dan mampu menjangkau semua aspek kepentingan, maka akademisi perlu terlibat secara aktif mulai dari pada tahap perencanaan.
Business (Dunia Usaha)
Pada skema kolaborasi Hexahelix, sektor bisnis cenderung memiliki berbagai macam peran dalam Program Pengembangan Desa Binaan. Sektor bisnis dapat berperan sebagai pendamping selama proses pengembangan Desa Binaan mulai dari perencanaan, implementasi, hingga evaluasi. Berikut beberapa peran sektor bisnis:
Sektor bisnis dapat berperan sebagai enabler yang membantu dalam menciptakan iklim yang kondusif bagi pengembangan Desa Binaan.
Melalui program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan(TJSL), sektor bisnis dapat berperan sebagai inisiator pengembangan Desa Binaan.
Pendamping desa dan penghubung ke pemerintah atau dinas terkait untuk membantu dalam hal fasilitasi urusan administratif.
Membantu akselerasi modal bagi masyarakat desa untuk mengembangkan ekonomi desa.
Menghadirkan infrastruktur-infrastruktur teknologi, modal, dan jejaring usaha.
Penggerak sosial agar masyarakat desa selalu berada pada satu naungan manajemen pembangunan yang sama, sehingga keberhasilan Desa Binaan lebih terukur.
Membantu branding, advertising, dan selling produk unggulan desa.
Memberikan edukasi atau pelatihan-pelatihan yang dibutuhkan masyarakat untuk mengembangkan diri atau desanya.
Community
Komunitas dapat berperan sebagai akselerator dan penghubung antar pemangku kepentingan dalam implementasi program Desa Binaan. Komunitas dalam hal ini dapat berupa masyarakat umum atau masyarakat yang memiliki kesamaan minat atau kepentingan terhadap isu tertentu. Komunitas secara aktif ikut serta dalam setiap tahapan pengembangan Desa Binaan. Dalam konsep Desa Binaan, komunitas bukan lagi sebagai objek melainkan subjek proses pembangunan. Komunitas berupa kelompok-kelompok tertentu dapat berkontribusi pada bidang spesifik sesuai dengan rencana strategis pengembangan desa. Sebagai contoh, dalam upaya peningkatan kualitas jagung yang dihasilkan, Kelompok Tani dari suatu desa harus mengikuti penyuluhan yang diberikan oleh pemerintah/sektor bisnis/akademisi.
Government (Pemerintah)
Pemerintah dalam Model Hexahelix berperan sebagai regulator yang memiliki fungsi membuat regulasi. Pemerintah dipandang sebagai agen administrasi yang paling bertanggung jawab dalam implementasi pembuatan kebijakan-kebijakan terkait Desa Binaan. Dalam pengembangan Desa Binaan, pemerintah yang pasti terlibat adalah Pemerintah Desa serta Pemerintah Kecamatan dan Pemerintah Kabupaten/Kota apabila diperlukan. Instansi pemerintahan lain yang terlibat dapat disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan desa yang bersangkutan. Misalkan dalam rangka peningkatan kemampuan masyarakat di bidang pariwisata, maka Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Daerah dapat diikutsertakan untuk memberikan pelatihan. Bantuan-bantuan yang dapat diberikan oleh pemerintah antara lain berupa SK pembentukan Desa Binaan, peminjaman fasilitas publik, dan pengadaan pendidikan informal bagi masyarakat.
Law and Regulation (Hukum dan Regulasi)
Hukum dan regulasi berperan dalam memberikan kepastian hukum dan mengawasi jalannya pengembangan Desa Binaan. Regulasi yang dimaksud termasuk peraturan-peraturan di tingkat pusat dan daerah. Komponen ini banyak berperan pada manajemen dan monitoring program agar seluruh kegiatan yang dilakukan tidak melanggar hukum. Hukum dan regulasi memantau pelaksanaan dan pengelolaan Desa Binaan terutama yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, kesejahteraan ekonomi, serta perlindungan lingkungan.
Media
Media dalam pengembangan Desa Binaan dapat berperan sebagai expander untuk mendukung publikasi dalam promosi dan informasi (Saputra & Ulum, 2022). Media memiliki kemampuan untuk membangkitkan perhatian, memprovokasi aksi, melemahkan penentangan, serta menunjukkan kekuatan komitmen dan dukungan. Dengan adanya peran tersebut diharapkan dapat menyebarkan semangat pembangunan Desa Binaan yang berkelanjutan kepada khalayak luas.
Penerapan Model Kolaborasi Hexahelix sebagai dasar membangun sinergitas atas pemangku kepentingan harus dioptimalkan untuk membangun perubahan besar di masyarakat. Dalam upaya mewujudkan visi yang besar, perlu adanya keterlibatan banyak pihak untuk saling berbagi peran demi mencapai tujuan bersama. Membangun kolaborasi dalam setiap tahap mulai dari hulu ke hilir, perencanaan sampai dengan pelaksanaan memperbesar peluang implementasi Desa Binaan berjalan optimal. Oleh karena itu, kolaborasi berbagai elemen yang menggabungkan peran akademisi, bisnis, komunitas, pemerintah, hukum dan regulasi, serta media sangat penting. Apapun peran yang diemban, tujuan yang ingin dicapai tetap satu yaitu bersama-sama membangun perubahan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
on
6 Tips Untuk Meningkatkan Skor ESG
Pelaporan terkait ESG (Environment, Social, & Governance) sedang ramai dibicarakan, dimana perusahaan mampu membuktikan dampak positif yang diberikan kepada masyarakat maupun lingkungan. ESG sendiri terdiri dari Environment (misalnya penggunaan sumber daya, polusi, dsb), Social (dampak terhadap masyarakat), dan Governance (misalnya sistem internal perusahaan yang digunakan harus memenuhi kebutuhan stakeholder). Ketiga kriteria ini sangat erat kaitannya satu sama lain. Misalnya, ketika perusahaan memperkenalkan kebijakan internal yang mengarah pada sustainability, hal ini tentunya relevan dengan kriteria lingkungan dan tata kelola. Artikel ini akan membahas tentang enam tips meningkatkan skor ESG perusahaan Anda.
Hubungan ESG dengan Sustainability
Tentu, ESG terkait dengan keberlanjutan, khususnya tanggung jawab lingkungan dan sosial yang terkait dengan keberlanjutan bisnis. Aspek environment dan social merupakan aspek yang paling relevan dengan keberlanjutan. Sedangkan untuk aspek governance secara tidak langsung terkait dengan keberlanjutan melalui transparansi dan akuntabilitas. Namun, kurang relevan dengan keberlanjutan dibandingkan dengan aspek lingkungan dan sosial. Dalam bisnis, ESG terkait dengan keberlanjutan dikarenakan ESG mampu memprediksi kemampuan perusahaan untuk bertahan dalam jangka waktu yang panjang.
ESG penting bagi keberlangsungan bisnis karena berfokus membangun hubungan antara perusahaan dengan lingkungan dan para stakeholder. Jika hubungan terbangun kuat antara perusahaan dengan kedua aspek ini, maka secara signifikan akan mampu meningkatkan kemampuan perusahaan di masa depan.
Baca lainnya: Apa itu ESG? Pengertian, Sejarah dan Manfaatnya bagi Bisnis
Tips untuk Meningkatkan Skor ESG
Pada bagian ini akan membahas tentang tips yang dapat diimplementasikan perusahaan Anda untuk meningkatkan kinerja ESG, sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi ESG Key Drivers Perusahaan
Langkah pertama dalam membangun strategi ESG yang tangguh adalah dengan mengidentifikasi aspek apa saja dari bisnis Anda yang mampu mendorong kinerja ESG. Dalam hal aspek lingkungan, pendorong utama meliputi penggunaan sumber energi dan air, produksi limbah, dan emisi karbon. Sedangkan untuk sisi sosial, pendorong utama dapat berupa keterlibatan masyarakat, donasi sosial, atau inisiatif lain yang melibatkan masyarakat. Terakhir, pendorong utama dalam aspek tata kelola dapat berupa budaya perusahaan yang positif, proses perekrutan karyawan yang inklusif, pemeriksaan kondisi di seluruh rantai pasok perusahaan.
Penilaian materialitas juga dapat digunakan sebagai langkah awal untuk membantu mengetahui dan memahami seberapa penting isu ESG bagi para stakeholder utama perusahaan. Penilaian ini biasanya dilakukan melalui survei. Informas yang diperoleh dari penilaian materialitas mampu menentukan inisiatif ESG mana yang harus dijalankan.
2. Mengumpulkan Lebih Banyak Data Pendukung
Setelah faktor pendorong utama ESG perusahaan telah diidentifikasi dan diprioritaskan, langkah selanjutnya adalah mengumpulkan lebih banyak data pendukung. Langkah ini digunakan sebagai pelengkap untk melacak efektivitas program ESG yang kemudian bisa dilaporkan kepada para stakeholder. Data kuantitatif pada bagian ini merupakan data yang paling mudah diverifikasi dan paling mudah dilacak. Namun, beberapa faktor pendorong seperti “budaya perusahaan yang positif” jauh lebih sulit diukur daripada “jumlah penggunaan energi”, sehingga tetap diperlukan data kualitatif. Meskipun demikian, survei merupakan cara terbaik untuk mendapatkan data kuantitatif terkait aspek subjektif dari kinerja ESG perusahaan. Setiap aspek ESG perlu dilakukan pengumpulan data kuantitatif maupun kualitatif, meskipun salah satu aspeknya bukan sebagai prioritas utama untuk meningkatkan kinerja ESG.
3. Mengintegrasikan ESG ke dalam Strategi Bisnis Perusahaan
Seiring dengan parahnya perubahan iklim dan masalah sosial lainnya yang menjadi isu global, pentingnya ESG bagi para stakeholder juga akan terus meningkat. Perusahaan harus mempunyai komitmen kuat dalam mengintegrasikan ESG dalam core business perusahaan. Untuk meningkatkan akuntabilitas kinerja ESG dan memperkuat skor ESG perusahaan, cara yang terbaik adalah menambahkan metrik ESG ke dalam setiap KPI para manajer di setiap departemen perusahaan.
4. Menetapkan Tujuan Dilaksanakannya ESG
Ketika menentukan tujuan ESG, sebaiknya didasarkan pada faktor pendorong utama ESG dan hasil penilaian materialitas. Selain itu, Anda juga bisa menghubungkan tujuan pada aspek lingkungan dengan target iklim yang telah dibuat oleh PBB. Menetapkan tujuan ESG yang ambisius merupakan cara yang tepat untuk menumbuhkan rasa urgensi untuk melaksanakan ESG. Meskipun strategi ESG yang ambisius lebih baik daripada tidak punya tujuan sama sekali, komitmen yang berlebihan juga mampu menguras waktu dan fokus karyawan.
Cara yang terbaik untuk memastikan tujuan ESG tercapai adalah dengan menentukan target sementara. Hal ini memungkinkan untuk memprediksi apakah perusahaan berada dijalur yang tepat untuk melaksanakan ESG.
5. Melaksanakan Pelatihan yang Berkaitan dengan ESG
Penguatan dari segi kapasitas pengetahuan karyawan tentang ESG juga perlu dilakukan dalam upaya meningkatkan kinerja ESG perusahaan Anda. Hal ini juga mampu menghemat biaya yang dikeluarkan perusahaan. Penguatan kapasitas karyawan ini dapat dilakukan salah satunya dengan cara memberikan pelatihan yang berkaitan dengan ESG.
Dalam hal ini, Olahkarsa sebagai penyedia layanan pelatihan terkait dengan CSR juga menyediakan paket pelatihan tentang Environment, Social, & Governance (ESG). Sebagai contoh, Olahkarsa telah melaksanakan pelatihan CSR Partnership Training yang berkolaborasi dengan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk terkait ESG bersama tim Community Development Center. Pada pelatihan ini tentunya ditemani oleh tenaga ahli Olahkarsa yang sudah expert di bidangnya.
Jika perusahaan Anda tertarik untuk melakukan Partnership Training secara private, Anda bisa langsung menghubungi tim Olahkarsa melalui email contact@olahkarsa.com.
6. Membuat Action Plan dan Implementasikan Praktik ESG
Setelah seluruh landasan dasar terkait ESG tersebut, selanjutnya perusahaan Anda perlu membuat rencana tindak lanjut dan praktik implementasinya. Mengidentifikasi beberapa inisiatif yang lebih spesifik untuk memenuhi tercapainya tujuan ESG dan tidak lupa untuk menerapkan tanggung jawab disetiap praktiknya. Pembuatan timeline juga harus dilakukan agar tetap fokus terhadap capaian ESG.
Kesimpulan
Dalam satu dekade terakhir, tren ESG terus menunjukkan peningkatan. Pentingnya peran perusahaan dalam mengatasi krisis iklim juga menjadi perhatian dalam tren ini. Sangat memungkinkan bahwa pelaporan ESG akan diperlakukan sama seperti annual report, financial report. ataupun laporan audit perusahaan yang mengikuti standar global yang berlaku.
Meskipun standar dan kerangka kerja baru untuk menilai ESG akan terus bermunculan, komponen-komponen esensinya akan tetap sama. Tanpa harus menunggu lebih lama lagi, sekarang waktunya perusahaan perlu memandag ESG sebagai strategi bisnis yang berkelanjutan.
Baca lainnya: CSR, ESG, dan SDGs: Mana yang Terbaik?
on
Apakah Transformasi Digital & Transisi Sistem Energi Menipiskan Intensitas Karbon Perusahaan & Industri?
Transformasi digital dan transisi sistem energi pada era sekarang erat kaitannya dengan emisi karbon terutama yang dihasilkan oleh sektor industri. Secara global, intensitas karbon telah menurun dalam beberapa tahun terakhir, yang berarti bahwa lebih banyak output ekonomi yang dihasilkan per unit emisi karbon. Namun, laju penurunannya lebih lambat daripada yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan oleh Paris Agreement, yang bertujuan untuk membatasi pemanasan global di bawah 2 derajat Celcius di atas tingkat pra-industri (Purnama, 2019).
Di Indonesia, intensitas karbon dari perekonomian telah menurun tetapi masih relatif tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain. Menurut Badan Energi Internasional, intensitas karbon Indonesia pada tahun 2019 adalah 0,47-kilogram CO2 per dolar PDB, yang lebih tinggi dari rata-rata global sebesar 0,37 kilogram CO2 per dolar PDB (Selviana & Ratmono, 2019). Sektor energi, khususnya penggunaan batu bara untuk pembangkit listrik, merupakan penyumbang emisi karbon terbesar di Indonesia (Maghfirani et al., 2022).
Urgensi transisi sistem energi muncul sebab laju perubahan iklim yang semakin cepat. Panel antar pemerintah tentang Perubahan Iklim (IPCC) telah menyoroti perlunya melakukan dekarbonisasi sektor energi dengan cepat untuk mencapai tujuan ini, dan telah memperingatkan dampak perubahan iklim yang parah dan tidak dapat dipulihkan jika tidak ada tindakan yang segera dilakukan (DILA, 2021). Pentingnya transisi sistem energi juga didorong oleh manfaat ekonomi dan sosial dari peralihan ke sumber energi rendah karbon dan terbarukan. Turunnya biaya teknologi energi terbarukan (Abdulloh, 2015), seperti tenaga surya dan angin, membuat mereka semakin kompetitif dengan bahan bakar fosil, dan telah menciptakan peluang untuk penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi di sektor energi bersih (Ahsan, 2021). Selain itu, penggunaan sumber energi rendah karbon dan terbarukan dapat membantu meningkatkan akses dan keamanan energi, terutama di negara-negara berkembang.
Ketika intensitas karbon meningkat secara eksponensial, hal ini dapat menimbulkan sejumlah dampak berbahaya bagi lingkungan dan ekonomi.
Memperburuk perubahan iklim dapat meningkatkan intensitas karbon
Peningkatan intensitas karbon dapat memperburuk perubahan iklim dengan melepaskan lebih banyak karbon dioksida dan gas rumah kaca lainnya ke atmosfer. Hal ini dapat menyebabkan sejumlah dampak negatif terhadap lingkungan, seperti naiknya permukaan air laut, gelombang panas yang lebih sering dan lebih parah, kekeringan, banjir, dan badai, serta kepunahan spesies tanaman dan hewan (Marlina, 2022; Sumampouw, 2019).
Peningkatan biaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim
Dari perspektif ekonomi, semakin banyak karbon yang dilepaskan ke atmosfer, biaya mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim dapat meningkat secara signifikan (Barus & Wijaya, 2021; Sari, 2017).
Peningkatan biaya perawatan kesehatan karena emisi karbon
Selain itu, peningkatan emisi karbon dapat menyebabkan masalah kesehatan dan peningkatan biaya perawatan kesehatan yang terkait dengan polusi udara, terutama di daerah perkotaan di mana emisi cenderung terkonsentrasi.
Meskipun teknologi digital dapat membantu meningkatkan efisiensi, mengurangi limbah, dan mengoptimalkan penggunaan sumber daya, teknologi digital juga dapat berkontribusi dalam meningkatkan intensitas karbon melalui beberapa mekanisme.
Teknologi digital seperti komputasi awan, pusat data, dan jaringan telekomunikasi membutuhkan energi dalam jumlah besar untuk beroperasi. Seiring dengan meningkatnya penggunaan teknologi ini, begitu pula dengan permintaan energi, yang dapat menyebabkan peningkatan emisi karbon, terutama jika energi tersebut dihasilkan dari bahan bakar fosil. Perputaran perangkat dan peralatan elektronik yang cepat, yang didorong oleh pesatnya laju inovasi teknologi, juga dapat menghasilkan limbah elektronik (e-waste) dalam jumlah yang signifikan (Agusni, 2023). Limbah elektronik sulit untuk dibuang dan dapat memperbesar skala polusi lingkungan dan pelepasan gas rumah kaca.
Teknologi digital juga dapat menyebabkan permintaan picuan (Panuju, 2019), yang mengacu pada peningkatan permintaan barang dan jasa yang tercipta sebagai hasil dari peningkatan efisiensi dan kenyamanan yang dimungkinkan oleh teknologi ini. Sebagai contoh, pertumbuhan e-commerce dan layanan pengiriman online telah menyebabkan peningkatan penggunaan transportasi dan pengemasan, yang dapat berkontribusi pada emisi karbon. Teknologi digital juga dapat menciptakan efek rebound (Soniansih & Kusmiati, 2021), misalnya, penggunaan telekonferensi dan teknologi kerja jarak jauh dapat mengurangi kebutuhan perjalanan bisnis, tetapi juga dapat menyebabkan lebih banyak pertemuan diadakan dan lebih banyak pekerjaan dilakukan secara keseluruhan, yang dapat mengimbangi potensi pengurangan emisi karbon.
Transformasi digital dapat menciptakan rantai pasokan global yang sulit untuk dikontrol dan dikelola (Nurjaya, 2022). Selain itu, transformasi digital juga dapat menggusur pekerjaan dan komunitas yang bergantung pada industri padat karbon (Prathama & Yustika, 2021; Savitri, 2019). Komunitas-komunitas ini mungkin akan menghadapi tantangan ekonomi dan sosial saat mereka bertransisi ke ekonomi rendah karbon, dan mungkin membutuhkan dukungan dan sumber daya untuk melakukan transisi ini.
Memahami dampak negatif dari tidak terkontrolnya peningkatan intensitas karbon dan potensi implementasi teknologi digital yang dapat semakin memperburuk. Tulisan ini akan mengupas lebih dalam, mengapa intervensi pemerintah masih belum efektif dalam mengatasi isu kenaikan intensitas karbon, sejauh mana pertumbuhan industri terdampak oleh isu tersebut, gap transformasi digital yang membuat negara berkembang semakin jauh tertinggal dan apa faktor paling penting yang perlu diperbaiki oleh Indonesia atau negara berkembang lainnya dalam transformasi digital, setelah menyadari korelasi antara transisi energi, transformasi digital dan intensitas karbon.
Faktor Kegagalan Pemerintah dalam Menurunkan Intensitas Karbon
Beberapa alasan mengapa pemerintah gagal untuk melakukan intervensi terhadap kenaikan intensitas karbon adalah
Pemerintah tidak memprioritaskan upaya untuk mengurangi intensitas karbon dimungkinkan karena tekanan politik, kepentingan, atau ideologi (Cahyadi, 2022).
Memprioritaskan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di atas masalah lingkungan, terutama di negara-negara berkembang yang bergantung pada bahanbakar fosil dan sumber daya alam untuk pembangunan ekonomi mereka (Legionosuko et al.,2019).
Pemerintah juga menghadapi tantangan dalam mengimplementasikan kebijakan iklim karena kurangnya dukungan atau pemahaman publik terhadap masalah ini (Nusantara, 2022). Perubahan iklim merupakan topik yang kompleks dan teknis, dan mungkin sulit bagi masyarakat umum untuk memahami risiko dan konsekuensi yang berkaitan dengan peningkatan intensitas karbon. Upaya global untuk mengatasi perubahan iklim juga dapa terhambat oleh kurangnya kerja sama dan koordinasi internasional. Beberapa negara enggan untuk mengadopsi kebijakan iklim atau menyetujui perjanjian iklim internasional karena kekhawatiran tentang kedaulatan, keadilan, atau kepatuhan.
Dampak Peningkatan Intensitas Karbon terhadap Performa Industri
Hubungan antara intensitas karbon dan pertumbuhan/ kinerja perusahaan atau industri sangat kompleks dan dapat bergantung pada berbagai faktor. Namun, secara umum, intensitas karbon yang tinggi dapat berdampak negatif terhadap kinerja dan pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang. Ada beberapa alasan mengapa intensitas karbon yang tinggi dapat merugikan perusahaan dan industri.
Dampak negatif perubahan iklim dan transisi global
Seiring dengan semakin jelasnya dampak negatif dari perubahan iklim dan semakin cepatnya transisi global menuju ekonomi rendah karbon (Lovisolo, 2021), perusahaan dengan intensitas karbon yang tinggi dapat menghadapi peningkatan risiko regulasi dan reputasi, yang dapat mempengaruhi laba mereka.
Rentan terhadap rantai pasok
Perusahaan dengan intensitas karbon tinggi mungkin lebih rentan terhadap gangguan dalam rantai pasokan (Khan et al., 2022), seperti fluktuasi harga bahan bakar fosil atau ketersediaan sumber daya penting. Hal ini dapat berdampak pada kemampuan mereka untuk menghasilkan produk atau layanan, yang dalam jangka panjang dapat mempengaruhi pendapatan dan pangsa pasar mereka.
Tekanan investor dan konsumen
Perusahaan dengan intensitas karbon yang tinggi mungkin juga menghadapi tekanan dari investor dan konsumen untuk mengadopsi praktik-praktik yang lebih berkelanjutan dan mengurangi jejak karbon mereka (Ren et al., 2022). Kegagalan untuk melakukan hal tersebut dapat mengakibatkan hilangnya kepercayaan investor dan pangsa pasar, serta kerusakan reputasi.
Kesenjangan Transformasi Digital antara Negara Maju dan Berkembang
Skala transformasi digital dapat bervariasi antara negara berkembang dan negara maju, dengan negara maju umumnya memiliki infrastruktur digital yang lebih maju dan tingkat adopsi digital yang lebih tinggi (Raj et al., 2020). Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, termasuk perbedaan akses ke teknologi, tingkat investasi dalam infrastruktur digital, dan lingkungan regulasi, sebagaimana dijelaskan secara komparatif di tabel berikut
Bentuk KesenjanganNegara BerkembangNegara MajuInvestasi InfrastrukturDigitalKekurangan infrastruktur yang diperlukan untuk mendukung transformasi digital, dan memerlukan investasi yang signifikan dalam jaringan broadband dan infrastruktur digital lainnyaMemiliki infrastruktur digital yang lebih maju, termasuk jaringan broadband berkecepatan tinggi, pusat data, dan layanan komputasi awanKerangka Kerja RegulasiMasih mengembangkan kerangka kerja regulasi yang lebih efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi digital sekaligus melindungi kepentingan warga negaraMemiliki kerangka kerja regulasi yang lebih kuat untuk ekonomi digital, yang dapat membantu mendorong inovasi dan melindungi hak-hak konsumenPengembangan Keterampilan DigitalKurang memiliki keterampilan dan pelatihan yang diperlukan untuk berpartisipasi secara efektif dalam ekonomi digitalMemiliki keterampilan dan pelatihan yang diperlukan untuk berpartisipasi secara efektif dalam ekonomi digitalE-Government Dan Layanan Publik DigitalMasih mengembangkan layanan publik digital yang lebih efektif untuk mendorong akses yang lebih besar ke layanan publik dan meningkatkan efisiensi pemerintahMemiliki e-government dan layanan publik digital yang berkembang dengan baik, seperti pengajuan pajak online, layanan kesehatan elektronik, dan sistem identitas digitalHak Kekayaan Intelektual Dan Privasi DataPerlu memperkuat kerangka hukum mereka di bidang-bidang ini untuk memastikan bahwa transformasi digitaldisertai dengan perlindungan yang tepat bagi individu dan bisnisMemiliki sistem yang lebih canggih untuk melindungi hak kekayaan intelektual dan privasi dataSumber: Ebert & Duarte, 2018; Vial, 2021
Korelasi antara Transisi Energi, Transformasi Digital dan Intensitas Karbon
Transisi sistem energi, transformasi digital, dan intensitas karbon semuanya saling terkait. Transisi dari bahan bakar fosil ke sumber energi terbarukan merupakan strategi penting untuk mengurangi emisi karbon dan memitigasi perubahan iklim. Transformasi digital dapat membantu transisi sistem energi dengan memungkinkan pengembangan teknologi dan sistem energi baru serta meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem energi (Cantarero, 2020).
Jaringan pintar (smart grids) adalah salah satu contoh bagaimana transisi sistem energi, transformasi digital, dan intensitas karbon saling terkait. Jaringan pintar, yang menggunakan sensor canggih dan analitik data untuk mengoptimalkan distribusi dan konsumsi energi, dapat semakin akseleratif dalam berkembang dengan transformasi digital (Ahmad et al., 2022). Dimana pada jangka panjang, proses ini dapat meningkatkan efisiensi sistem energi dan mengurangi emisi karbon
Teknologi digital, seperti panel surya dan turbin angin, dapat membantu pengembangan dan penyebaran teknologi energi terbarukan (Kroposki et al., 2017). Alat-alat digital dapat digunakan untuk memantau dan mengoptimalkan kinerja teknologi ini, serta mengintegrasikannya ke dalam sistem energi. Teknologi digital dapat mendukung penciptaan sistem penyimpanan energi, yang dapat membantu keseimbangan pasokan dan permintaan energi terbarukan (Zame et al., 2018) sehingga mengarah pada penggunaan sumber energi terbarukan yang lebih besar dan pengurangan emisi karbon. Melalui penggunaan sensor, analisis data, dan sistem otomasi gedung, transformasi digital dapat membantu pengembangan gedung hemat energi (Daissaoui et al., 2020) yang berpotensi mengurangi konsumsi energi berlebihan dan emisi karbon dari bangunan.
Kesimpulan
Intensitas karbon memiliki potensi penurunan dengan syarat yaitu kemampuan pemerintah mengatasi dan memitigasi tantangan-tantangan dalam transformasi digital dan transisi sistem energi. Dari segi transisi energi, pemerintah dirasa penting untuk memformulasi kebijakan strategis untuk mengatasi sumber daya keuangan yang terbatas, kapasitas kelembagaan yang lemah, dan kurangnya akses terhadap teknologi energi terbarukan yang terbaru. Hal tersebut perlu diprioritaskan untuk memutus ketergantungan terhadap bahan bakar fosil dalam jangka panjang yang akan membuat negara tersebut terekspos emisi karbon yang lebih tinggi dan dampak perubahan cuaca yang lebih ekstrim.
Sedangkan dari aspek transformasi digital, pemerintah harus menanggulangi masalah infrastruktur, kerangka pembuatan peraturan atau kebijakan, digital divide, peningkatan dan pemerataan kemampuan dan edukasi, serta pembiayaan dan investasi terhadap digitalisasi. Satu faktor penentu penting dalam transformasi digital di Indonesia yang dapat mempengaruhi pertumbuhannya secara keseluruhan adalah ketersediaan dan keterjangkauan biaya konektivitas internet berkecepatan tinggi (Skare & Soriano, 2021).
Kurangnya konektivitas internet yang andal dan terjangkau dapat membatasi kemampuan bisnis dan individu untuk berpartisipasi dalam ekonomi digital, serta dapat menghambat perkembangan industri dan layanan digital baru. Di sisi lain, peningkatan konektivitas internet dapat memungkinkan pertumbuhan bisnis dan layanan digital, mendorong inovasi, dan meningkatkan akses ke pendidikan, perawatan kesehatan, dan layanan penting lainnya.
on
Memahami Pentingnya Dampak dari Food Waste
Menurut Food and Agriculture Organization (FAO), secara global, satu per tiga makanan yang jumlahnya diperkirakan mencapai 1,3 miliar terbuang sia-sia setiap tahunnya menjadi sampah makanan. Hal inilah yang menjadikan sampah makanan (food waste) menjadi isu global di berbagai belahan negara dalam beberapa tahun terakhir. Bahkan masalah sampah ini termasuk dalam target Sustainable Development Goals (SDGs) nomor 12 tentang konsumsi dan produksi yang bertanggungjawab. Lebih spesifiknya lagi, SDGs nomor 12 ini mempunyai target pengurangan separuh dari jumlah sampah makanan global per kapita pada tingkat retail dan konsumer pada tahun 2030. Selain itu juga upaya mengurangi kerugian makanan sepanjang rantai produksi dan suplai. Parahnya lagi, menurut FAO Indonesia menjadi negara urutan kedua yang menyumbang sampah makanan terbanyak didunia. Oleh karena itu, kita perlu memahami pentingnya dampak dari food waste dalam artikel berikut ini.
Mengenal Food Waste
Food and Agriculture Organization (FAO) mengungkapkan bahwa food waste adalah bahan atau makanan yang seharusnya dapat dimanfaatkan untuk dikonsumsi oleh manusia, namun pada akhirnya dibuang dengan sengaja. Jika terdapat sisa makanan, buah busuk, sayur layu, maupun makanan kadaluwarsa, itu juga termasuk bentuk dari sampah makanan (food waste). Sebagian besar sampah makanan berasal dari hotel, restoran, katering, supermarket, gerai, ritel, dan rumah tangga.
Zat-zat tidak baik yang muncul pada makanan yang sudah tidak layak makan, menjadi penyebab makanan terbuang percuma. Food waste bisa terjadi pada setiap rantai makanan mulai dari produksi sampai pada konsumsi. Terdapat dua kategori sampah makanan yaitu sampah makanan “left over” dan “food waste”. Sampah makanan “left over” adalah sampah makanan yang berasal dari akibat penyajian yang berlebihan dari masyarakat urban. Sedangkan sampah makanan yang biasa disebut “food waste” merupakan sampah makanan akibat dari kesalahan perencanaan dan manajemen yang kurang baik pada setiap proses rantai makanan. Tidak ada yang lebih baik dari kedua kategori tersebut, karena sampah makanan tetap mengandung zat kimia yang tidak dapat didaur ulang dan membahayakan lingkungan.
Dampak Food Waste
Food Agriculture Organization (FAO) menilai bahwa secara global nilai ekonomi dari makanan yang terbuang adalah sekitar 1000 milliar dolar pertahun. Namun, angka ini meningkat menjadi 2600 milliar dolar yang disebabkan adanya biaya tak terduga akibat kerusakan lingkungan. Sedangkan, menurut Bappenas pada tahun 2021 kerugian ekonomi akibat food waste mencapai 107-346 trilliun rupiah/tahun menimpa Indonesia. Pada sektor holtikultura khusunya sayur-sayuran memiliki nilai kehilangan ekonomi yang tidak terlalu besar. Namun, dikarenakan proses efisiensi yang kurang baik, proporsi sayur-sayuran terbuang sangat tinggi dibandingkan dengan sayur-sayuran yang terkonsumsi. Lain halnya dengan sektor tanaman pangan yang mempunyai nilai kehilangan ekonomi paling besar. Tetapi jika dilihat dari proses efisiensi yang baik, proporsi padi-padian terbuang lebih kecil daripada padi-padian yang terkonsumsi.
Dampak buruk lain yang ditimbulkan sampah makanan adalah mampu meningkatkan produksi emisi gas rumah kaca. Sampah makanan yang terurai akan menghasilkan gas metana berbahaya yang dilepaskan ke atmosfer. Gas metana ini merupakan salah satu emisi gas rumah kaca yang 21 kali lipat lebih berbahaya dari karbondioksida (CO2). Metana yang dihasilkan dari sampah makanan ini jika dihitung secara global, menyumbang 7% dari total emisi gas rumah kaca. Jika dilihat dari sudut pandang lain, pembuangan food waste yang menempuh perjalanan yang cukup jauh, akan membutuhkan lebih banyak bahan bakar. Hasil pembakaran dari bahan bakar fosil inilah lagi-lagi juga menjadi salah satu penyumbang emisi gas ke lingkungan. Pada akhirnya, pemanasan global akan terus meningkat dan menyebabkan terjadinya perubahan iklim yang akan memengaruhi kehidupan makhluk hidup. Ilmuwan percaya bahwa jika sampah makanan ini dapat dicegah, maka akan mengurangi 11% emisi gas rumah kaca.
Cara Mencegah Sampah Makanan
Sejak 1950, hasil riset dari PBB menyatakan bahwa angka pertumbuhan populasi manusia setiap tahunnya meningkat. Diprediksi pada tahun 2030, populasi manusia akan mencapai 8,5 miliar, dan menjadi 9,7 miliar pada 2050. Artinya, sumber daya alam yang dibutuhkan manusia mencapai tiga planet bumi untuk mempertahankan gaya hidup saat ini. Melihat fenomena tersebut, penting untuk mengetahui bagaimana cara mencegah food waste agar tidak terjadi kelaparan didunia. Beberapa hal berikut dapat Anda lakukan untuk mencegah food waste:
Menyusun penyimpanan makanan dengan baik
Penyimpanan makanan dapat Anda lakukan dengan cepat dan dapat disesuaikan dengan jenis makanan yang telah Anda beli. Penting untuk mengetahui dan mempelajari usia serta bagaimana cara menyimpan makanan dengan baik. Misalnya, makanan seperti daging, sayur, umbi-umbian mempunyai cara penyimpanan yang berbeda dengan makanan lain, sehingga harus dipisah. Hal ini sangat penting untuk diperhatikan untuk mencegah sampah makanan (food waste) yang dihasilkan oleh rumah tangga. Sehingga, makanan dapat dikonsumsi dalam waktu yang lama.
Melakukan perencanaan pada menu makanan
Rutin membuat menu makanan saat Anda akan memasak juga menjadi salah satu pencegahan adanya sampah makanan. Anda juga dapat memerhatikan jumlah kandungan gizi yang terdapat pada menu makanan Anda. Cara lain yang dapat Anda gunakan adalah Anda dapat belanja bahan makanan hanya untuk mengisi kebutuhan yang habis. Dengan cara ini, Anda dapat mencegah kelebihan makanan.
Mengolah sisa makanan menjadi pupuk kompos
Selain cara yang sudah disebutkan diatas, sisa makanan juga dapat Anda olah menjadi pupuk kompos. Sisa makanan yang dapat dijadikan sebagai pupuk kompos berupa sisa sayuran, ampas kopi atau teh, dan buah. Dengan begini, tidak ada lagi sisa makanan tersebut yang akan terbuang percuma.
Memanfaatkan kembali makanan
Kebiasaan buruk membuang langsung makanan yang tidak terkonsumsi merupakan salah satu penyebab adanya sampah makanan. Padahal, banyak makanan yang masih layak diolah dan dikonsumsi keesokan hari jika tersimpan dengan baik. Misalnya, Anda dapat membuat kaldu sayuran dari rebusan kulit atau batang sayuran dengan menyaring air rebusan dan disimpan dengan baik untuk menu makanan lain.
Baca lainnya : Apa itu Jejak Karbon dan Cara Menghitungnya
Kesimpulan
Jangan menyepelekan sampah makanan (food waste) karena ancaman yang datang akan sangat nyata bagi keberlangsungan hidup lingkungan maupun bagi populasi manusia. Bahkan, dampak dari food waste mampu menyebabkan emisi karbon dan global warming. Oleh karena itu, mari kita memaksimalkan berbagai cara untuk mencegah adanya food waste demi masa depan lingkungan yang lebih baik.
on
Apa itu ESG? Pengertian, Sejarah dan Manfaatnya bagi Bisnis
Apa itu ESG? Artikel ini akan membahas tentang pengertian, sejarah, dan manfaat ESG bagi keberlanjutan bisnis perusahaan.
Menciptakan sebuah bisnis yang berkelanjutan merupakan tanggung jawab bagi setiap perusahaan. Namun, bisnis yang berkelanjutan juga bertanggung jawab terhadap terhadap aspek Lingkungan, Sosial dan Tata Kelola. ESG menjadi concern bagi perusahaan dan diperhitungkan dalam investasi global.
Pengertian ESG (Environment, Social, and Governance)
ESG merupakan framework dimana perusahaan memperhatikan aspek lingkungan, sosial dan tata kelola perusahaan dalam menjalankan bisnis secara bertanggung jawab sehingga dapat menciptakan bisnis yang berkelanjutan. ESG juga digunakan oleh investor untuk mengukur risk management yang ada di dalam perusahaan menggunakan ESG report.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi munculnya konsep ESG, antara lain:
LingkunganMunculnya isu global dalam sektor lingkungan seperti perubahan iklim dan degradasi lingkungan membuat adanya perhatian lebih dari masyarakat dan dunia bisnis yang mengarah ke pengelolaan lingkungan secara bertanggung jawab.
SosialMasyarakat mulai mengharapkan perusahaan untuk bertanggung jawab terhadap berbagai kegiatan operasi bisnisnya terutama di bidang sosial, seperti memperhatikan hak-hak pekerja dan memastikan bahwa produk yang dihasilkan tidak merugikan masyarakat.
Tata Kelola Perhatian terhadap tata kelola berkaitan dengan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan bisnis. Munculnya skandal bisnis dan praktik bisnis tidak etis membuat masyarakat dan investor semakin memperhatikan tata kelola dalam pengelolaan bisnis.
Konsep ESG menekankan bahwa perusahaan tidak hanya harus fokus pada keuntungan finansial, tetapi juga harus memperhatikan dampak yang ditimbulkan pada lingkungan, masyarakat, dan praktik bisnis yang baik. Ini membantu memastikan bahwa bisnis dapat berlangsung secara berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Sejarah Singkat ESG
Pada tahun 1800-an pelaku bisnis menggunakan pendekatan etis & normatif melalui filantropi untuk mendukung keberlanjutan perusahaan. Indikator dari keberlanjutan perusahaan dilihat dari kinerja bisnis perusahan. Pada prinsipnya, pendekatan yang digunakan harus sejalan dengan kepentingan stakeholder dengan mempertimbangkan praktik bisnis perusahaan, ekuitas, keterlibatan karyawan, perlindungan konsumen, keterlibatan masyarakat sekitar hingga dengan inklusi keuangan serta memperhatikan aspek lingkungan.
Tahun 1900-an mulailah muncul pemberdayaan masyarakat (community development) di tengah adanya kemiskinan dan ketidaksetaraan yang dialami oleh masyarakat Afrika. Pemberdayaan masyarakat hadir sebagai tanggapan dalam mengatasi masalah yang dihadapi masyarakat.
Corporate Social Responsibility (CSR) yang pertama kali terjalin antara perusahaan dan masyarakat pada tahun 1970-an. Program-program CSR yang dilakukan perusahaan tersebut, banyak menggunakan pendekatan pemberdayaan masyarakat yang melibatkan partisipasi aktif masyarakat dalam setiap kegiatannya. Kerangka pertama untuk penilaian CSR disusun oleh Donna J. Wood. Pada tahun 2007,
Michael Porter seorang guru manajemen Amerika memperkenalkan konsep Creating Shared Value (CSV). Dalam CSV ini, dimaksudkan untuk memasukkan peran sosial dalam strategi bisnis perusahaan sebagai satu kesatuan tahapan supply chain mulai dari produksi, pengemasan hingga pemasaran.
Pada tahun 2008 adanya krisis keuangan global menyebabkan Triple Bottom Line diharuskan untuk menyertakan tata kelola untuk membantu perusahaan sebagai salah satu pembaharuan dan kesadaran bagi perusahaan. Sehingga munculnya tren perusahaan dalam meningkatkan praktik pengelolaan dengan standar etika dan standar transparansi (good governance).
Perjanjian Paris turut menjadi sejarah perkembangan ESG di dunia, dimana adanya kesepakatan global yang mengikat berbagai negara untuk turut berkontribusi dalam menghadapi perubahan iklim.
Baca lainnya: CSR, ESG, dan SDGs: Apa Bedanya? Mana yang Terbaik?
Manfaat Penerapan ESG bagi Perusahaan
ESG merupakan sebuah peluang bagi perusahaan dalam menciptakan sustainable business. Selain itu, banyak manfaat yang tentunya akan didapatkan perusahaan dalam mengimplementasikan ESG, diataranya
Investor relations
Investor, terutama institusi mengharapkan untuk melihat kebijakan dari ESG dan juga praktik di perusahaan. Termasuk didalamnya berkaitan dengan tata kelola yang baik (misalnya, perencanaan suksesi, independensi auditor), pelacakan kepatuhan, dan kepemimpinan industri.
Effective risk management
Manajemen risiko menjadi lebih efektif dengan praktik ESG yang baik, misalnya, paparan yang lebih sedikit terhadap gangguan dan kontroversi rantai pasokan; pengurangan beban regulasi; peningkatan nilai merek; dan goodwill tercermin di neraca.
Cost reductions
Program-program ESG mengurangi biaya SDM, misalnya dengan menarik talenta dari kumpulan karyawan potensial yang lebih luas dan membatasi biaya terkait pergantian karyawan.
Enhanced value
Penelitian telah menunjukkan bahwa portofolio perusahaan dengan insiden ESG paling sedikit mengungguli pasar ekuitas global sebesar 11%. Semakin banyak penelitian yang menunjukkan bahwa praktik ESG dapat menghasilkan kinerja keuangan yang lebih baik dan peningkatan nilai pemegang saham.
Access to new markets
Perusahaan dengan rekam jejak ESG yang kuat mendapatkan akses ke pasar baru, misalnya Milenial atau konsumen yang sadar lingkungan atau sosial
Kesimpulan
Aspek lingkungan, sosial dan tata kelola atau ESG menjadi sebuah elemen penting bagi perusahaan dalam menjalankan kegiatan bisnis yang bertanggung jawab. Pasalnya, ESG (Environmental, Social, and Governance) merupakan tiga faktor kunci yang dapat mempengaruhi nilai dan reputasi sebuah perusahaan. ESG juga mencerminkan bagaimana perusahaan mengelola masalah lingkungan, sosial, dan tata kelola yang penting bagi stakeholders, seperti investor, karyawan, konsumen, dan masyarakat. Perusahaan yang memiliki nilai ESG yang baik akan lebih dapat mempertahankan nilai dan reputasinya jangka panjang, serta lebih dapat memenuhi kebutuhan dan harapan dari stakeholder.
on
Evaluasi Program CSR: Penting atau tidak?
Pelaksanaan atau implementasi program CSR sebagai inisiatif bentuk tanggung jawab dan keikutsertaan atau partisipasi perusahaan terhadap kehidupan atau masyarakat telah menjadi bagian integral yang tidak dapat dipisahkan dari aktivitas bisnis perusahaan. Bentuk kegiatan pengembangan masyarakat atau community development menjadi bentuk kegiatan yang banyak diminati saat ini. Serangkaian aktivitas disusun dan dikemas menjadi sebuah program yang diharapkan dapat menjawab kebutuhan masyarakat dan dapat menjadi stimulus untuk mendukung kemandirian serta peningkatan kesejahteraan di masa depan. Menjadi sebuah komitmen dan tanggung jawab bagi perusahaan untuk mengalokasikan sumber dayanya dalam mendukung terlaksananya program-program CSR serta mengupayakannya agar mampu menciptakan kebermanfaatan yang berkelanjutan. Dari alokasi sumber daya tersebut, sepatutnya juga dibarengi dengan adanya aktivitas evaluasi, hal ini penting untuk mendapatkan feedback dari beneficiaries dan stakeholder tentang implementasi program.
Evaluasi program CSR mengacu pada proses menilai dampak sosial dan lingkungan perusahaan, serta upayanya untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan, perilaku etis, dan hubungan positif dengan pemangku kepentingan. Sederhananya, tujuan evaluasi program CSR adalah untuk mengukur kinerja perusahaan dalam memenuhi tanggung jawab sosial dan lingkungannya, dan untuk mengidentifikasi bidang-bidang yang dapat ditingkatkan praktiknya. Evaluasi program CSR biasanya melibatkan langkah-langkah berikut:
Menentukan ruang lingkup evaluasi, termasuk isu-isu sosial dan lingkungan yang akan dievaluasi, pemangku kepentingan yang harus dipertimbangkan, dan jangka waktu evaluasi.
Mengumpulkan data dari berbagai sumber, termasuk laporan dan pengungkapan perusahaan sendiri, laporan dan penilaian pihak ketiga, dan feedback pemangku kepentingan.
Menganalisis data untuk menilai kinerja perusahaan di berbagai bidang CSR, seperti praktik ketenagakerjaan, hak asasi manusia, dampak lingkungan, keterlibatan masyarakat, dan perilaku etis.
Tolok Ukur: Kinerja perusahaan dibandingkan dengan standar industri dan praktik terbaik, serta dengan kinerjanya sendiri di tahun-tahun sebelumnya.
Pelaporan. Temuan evaluasi CSR kemudian dilaporkan kepada pemangku kepentingan internal dan eksternal, termasuk manajemen perusahaan, karyawan, investor, pelanggan, dan publik.
Evaluasi CSR menjadi hal penting sebab beberapa alasan. Pertama, membantu perusahaan mengidentifikasi area di mana mereka dapat meningkatkan kinerja sosial dan lingkungan mereka, yang dapat mengarah pada penghematan biaya, peningkatan reputasi, dan hubungan yang lebih baik dengan pemangku kepentingan. Kedua, memberikan transparansi dan akuntabilitas kepada pemangku kepentingan, yang dapat membantu membangun kepercayaan dan loyalitas. Terakhir, evaluasi CSR dapat mendorong perubahan positif dengan mendorong perusahaan untuk mengadopsi praktik yang lebih berkelanjutan dan bertanggung jawab.
Di Indonesia, evaluasi CSR merupakan aspek penting dari tanggung jawab sosial perusahaan. Pemerintah Indonesia telah menerapkan kebijakan untuk mendorong perusahaan menerapkan praktik yang bertanggung jawab dan berkelanjutan, termasuk kewajiban bagi perusahaan untuk melaporkan kinerja sosial dan lingkungannya. Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah mengembangkan alat penilaian CSR dikenal sebagai Program Peringkat Kinerja Lingkungan (PROPER) yang menilai kinerja lingkungan perusahaan di berbagai sektor. Program menilai perusahaan berdasarkan berbagai kriteria, termasuk kepatuhan terhadap peraturan lingkungan, efisiensi sumber daya, pengelolaan limbah, dan keterlibatan masyarakat. Perusahaan diberi peringkat biru, hijau, kuning, atau merah, tergantung pada tingkat kinerja lingkungannya. Kriteria dan ketentuan ini diatur dalam PERMELHK No.1 Tahun 2021 Tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Selain PROPER, terdapat beberapa inisiatif lain di Indonesia yang mempromosikan evaluasi dan pelaporan CSR. Jaringan Global Compact Indonesia misalnya, mendorong perusahaan untuk mengadopsi sepuluh prinsip UN Global Compact tentang hak asasi manusia, tenaga kerja, lingkungan, dan anti-korupsi, serta memberikan panduan tentang pelaporan dan evaluasi. Khususnya bagi perusahaan-perusahaan BUMN secara khusus juga diarahkan oleh Kementreian BUMN untuk melakukan pegukuran dampak atau evaluasi. Produk-produk yang turut menerjemahkan arahan tersebut diantaranya tertuang dalam PERMENBUMN No PER-05/MBU/042021 tentang Program Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan tentang evaluasi program-program TJSL khususnya dalam pasal 22. Dikuatan lagi dengan 5 Prioritas Utama Transformasi TJSL BUMN terutama di poin A yaitu Fokus pada Dampak, yang artinya Perusahaan BUMN harus meningkatkan dampak program TJSL melalui refocusing program TJSL pada bidang-bidang tertentu dan melakukan pengukuran dampak.
Secara keseluruhan, evaluasi CSR/TJSL merupakan aspek penting dari tanggung jawab sosial perusahaan di Indonesia yang membantu mempromosikan pembangunan berkelanjutan, akuntabilitas, dan transparansi. Dengan mendorong perusahaan untuk menerapkan praktik yang bertanggung jawab, evaluasi CSR dapat membantu mengatasi tantangan sosial dan lingkungan di Indonesia, sekaligus meningkatkan reputasi dan daya saing perusahaan. Beberapa tools yang daat membantu perusahaan untuk melakukan evaluasi CSR/TJSL adalah Social Return on Investment (SRoI), Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM), Stakeholder Engagement, Social License Index (SLI), dan Social Impact Assessment (SIA).
on
Apa itu Jejak Karbon dan Cara Menghitungnya
Carbon footprint atau jejak karbon merupakan istilah sederhana untuk dampak negatif dari emisi yang kita hasilkan. “Ukuran” jejak karbon yang kita hasilkan bergantung pada banyak faktor. Faktor utamanya adalah jumlah emisi gas rumah kaca (GRK) yang dilepaskan ke atmosfer oleh aktivitas tertentu. Manusia, barang, hingga seluruh industri yang sedang berjalan saat ini memiliki jejak karbon. Jejak karbon kita sebagai manusia mencakup emisi dari berbagai macam sumber, mulai dari transportasi harian, makanan yang kita makan, pakaian yang kita beli, semua yang kita buang,dan banyak lagi.
Untuk menghentikan kerusakan iklim dan menghindari dampak terburuknya, kita setidaknya perlu melakukan dua hal: beralih ke ekonomi rendah karbon dan berkomitmen dalam menjaga alam dan lingkungan.
Apa itu Jejak Karbon?
Menurut Mike Berners-Lee, seorang profesor di Lancaster University di Inggris dan penulis The Carbon Footprint of Everything,
Carbon footprint adalah âjumlah total dari semua emisi gas rumah kaca yang harus terjadi agar suatu produk dapat diproduksi atau untuk melakukan suatu kegiatanâ.
Mike Berners-Lee
Bagi sebagian besar masyarakat di negara maju, produk dan aktivitas ini cenderung masuk ke dalam empat kategori utama: penggunaan energi rumah tangga, transportasi, makanan, dan lainnya, yang sebagian besar merupakan produk yang kita beli, mulai dari pakaian, mobil, hingga elektronik.
Jejak karbon perorangan adalah total gabungan dari produk yang mereka beli dan gunakan, aktivitas yang mereka lakukan, dan sebagainya. Seseorang yang secara teratur mengonsumsi daging sapi akan memiliki jejak makanan yang lebih besar daripada temannya yang vegan, tetapi jejak karbon keseluruhan teman orang tersebut mungkin lebih besar jika dia berkendara satu jam untuk bekerja dan kembali dengan mobil setiap hari sementara pemakan daging bersepeda ke kantornya.
Bagaimana Carbon Footprint dapat Menyebabkan Perubahan Iklim?
Karbon dioksida (CO2) menangkap panas yang dipancarkan oleh matahari dan permukaan bumi dan melepaskan panas itu ke atmosfer kita. Saat kita membakar bahan bakar fosil dan menebangi hutan, konsentrasi gas rumah kaca yang tinggi, khususnya karbon dioksida, mengancam peningkatan suhu permukaan bumi rata-rata ini ke tingkat yang tidak dapat ditolerir dan menyebabkan banyak dampak yang mengancam jiwa.
Tingkat karbon dioksida di atmosfer telah meningkat lebih dari 40 persen sejak pertengahan abad ke-18, dan ahli klimatologi memperkirakan bahwa tingkat saat ini sama tingginya dengan yang pernah terjadi dalam 14 juta tahun.
Saat tingkat karbon dioksida terus meningkat, memicu kenaikan suhu lebih lanjut, efeknya termasuk peningkatan pengasaman laut, kenaikan permukaan laut, badai yang lebih sering terjadi, kepunahan spesies massal, kelangkaan pangan, dan ketimpangan ekonomi yang lebih besar.
Cara Hitung Jejak Karbon
Berners-Lee menyebutkan bahwa pengukuran atau perhitungan jejaki karbon itu “penting, tapi tidak mungkin”. Hal ini disebabkan karena sulitnya menghitung jejak karbon yang akurat.
Melansir laman National Geographic, yaitu cara menghitung jejak karbon pribadi untuk penerbangan komersial. Dalam hal ini, perhitungannya mudah. Ambil berapa banyak bahan bakar yang dibakar pesawat dan berapa banyak gas rumah kaca yang dipancarkan selama penerbangan dan bagi dengan jumlah penumpang. Tetapi jejaknya lebih besar untuk penumpang first class dan business, karena mereka mengambil lebih banyak ruang dan karena biayanya yang lebih tinggi. Pertimbangan lain termasuk berapa banyak kargo yang dibawa pesawat, dan ketinggian terbang pesawat.
Contoh lain adalah penghitungan jejak karbon dalam industri otomotif pembuatan mobil. Emisi yang terjadi di pabrik perakitan dapat dihitung melalui pembangkitan listrik untuk menyalakan pabrik itu, pengangkutan bahan bakar, semua item komponen, pabrik tempat pembuatan komponen, pembuatan mesin yang digunakan di pabrik tersebut dan di pabrik perakitan, dan seterusnya, hingga ekstraksi mineral yang menjadi bahan penyusun mobil.
Karena kompleksitas yang terlibat dalam perhitungan tersebut, Berners-Lee mengakui bahwa dalam kasus seperti itu “tidak pernah mungkin untuk benar-benar akurat.”
Untuk itu, dalam beberapa tahun terakhir, banyak kalkulator jejak karbon yang memudahkan kita dalam menghitung pengeluaran emisi. Dengan memasukkan informasi tentang penggunaan energi rumah tangga kita, konsumsi makanan, dan kebiasaan bepergian, misalnya, kalkulator ini bertujuan memberi kita perkiraan jumlah gas rumah kaca yang dipancarkan untuk mendukung gaya hidup.
Jejak Karbon dalam Kehidupan Sehari-hari
Aktivitas manusia yang dapat menimbulkan jejak karbon seperti penggunaan kendaraan, penggunaan energi listrik yang berlebihan hingga konsumsi makanan.
Transportasi: Mobil dan pesawat adalah salah satu penyumbang emisi terbesar. Mengendarai mobil menambah rata-rata 2,4 ton CO2 dalam setahun, tapi satu kali penerbangan pesawat bisa menambah 1,6 ton CO2.
Air Conditioner: AC di rumah kita secara teratur menambah sekitar 1,5 ton CO2 dalam setahun. Itu karena sebagian besar bangunan di sekitar kita masih ditenagai oleh sumber energi “kotor” seperti batu bara dan gas, bukan sumber terbarukan seperti matahari dan angin.
Makanan: Makan daging menambah sekitar 0,8 ton jejak karbon per tahun. Hal ini berbanding lurus dengan energi yang dibutuhkan untuk menanam dan memanen tanaman yang memberi makan ternak.
Cucian: Mencuci dan mengeringkan pakaian bisa menambah sekitar 0,46 ton CO2 selama setahun
Baca Lainnya : Hukum dan Standar ISO LCA (Life Cycle Assessment)
Cara Mengurangi Carbon Footprint
Jejak karbon akan sulit untuk dihilangkan sepenuhnya. Saat ini, yang dapat kita lakukan untuk membantu menyelamatkan bumi adalah dengan melakukan hal-hal kecil yang dapat dimulai dari diri sendiri, sehingga jejak karbon pribadi bisa dikurangi. Ini beberapa caranya.
Perbanyak makan buah dan sayuran serta kurangi konsumsi daging. Hewan ternak adalah salah satu penyumbang gas rumah kaca tertinggi.
Pilih makanan yang diproduksi dan dibudidayakan secara lokal. Makanan yang dikirim dari area yang jauh, bisa sampai ke tempat kita karena menggunakan kendaraan yang menyumbang jejak karbon tinggi.
Jangan terlalu sering membeli baju baru. Baju yang lama sebaiknya diolah atau disumbangkan kepada orang yang membutuhkan. Limbah baju bekas saat dibiarkan menumpuk akan menghasilkan gas metana yang merupakan gas rumah kaca.
Saat berbelanja, bawa tas belanja sendiri untuk mengurangi sampah plastik
Belanja seperlunya saja agar tidak banyak yang dibuang saat tidak terpakai dan malah menjadi limbah.
Matikan lampu saat tidak digunakan
Batasi penggunaan pendingin ruangan.
Ganti bola lampu dengan yang hemat energi.
Lebih memanfaatkan transportasi umum daripada kendaraan pribadi
Jika memungkinkan, saat pergi naik pesawat, pilih penerbangan tanpa transit untuk menghemat bahan bakar yang digunakan.
on
Apa itu Theory of Change (ToC)? Pengertian, Manfaat, dan Cara Kerja
Table of Contents
Teori Perubahan (Theory of Change) sekarang menjadi salah satu hal wajib bagi para ideator dan project manager dalam mendesain sebuah program/proyek yang efektif. Mengapa demikian? Ini karena Teori Perubahan akan memberikan panduan tentang bagaimana beragam intervensi tersusun dan dapat terlaksana secara runtut sehingga sasaran (objective) dapat tercapai dan memberikan hasil (outcome) dan dampak (impact) yang diinginkan. Di tengah semakin sulitnya memperoleh dana untuk melakukan intervensi pembangunan, dan sengitnya persaingan antar-lembaga di segala bidang untuk mempertunjukkan keefektifan pendekatan yang masing-masing usulkan, Teori Perubahan dalam desain proyek akan memberikan keunggulan kompetitif dan peluang lebih besar bagi suatu proyek dalam mencapai tujuannya, yaitu membangkitkan dan memberikan manfaat bagi para penerima-manfaatnya.
Seperti halnya metode perencanaan dan evaluasi yang baik untuk perubahan sosial, Teori Perubahan menuntut para peserta untuk memperjelas tujuan jangka panjang, mengidentifikasi indikator keberhasilan yang terukur, dan merumuskan tindakan untuk mencapai tujuan.
Pengertian Theory of Change (ToC)
Teori Perubahan pada dasarnya adalah deskripsi dan ilustrasi yang komprehensif tentang bagaimana dan mengapa perubahan yang diinginkan diharapkan terjadi dalam konteks tertentu. Hal ini berfokus pada pemetaan atau âpengisianâ apa yang telah digambarkan sebagai âperantara yang hilangâ antara apa yang dilakukan program atau inisiatif perubahan dan bagaimana hal ini mengarah pada pencapaian tujuan yang diinginkan. Hal pertama yang harus dilakukan adalah membuat sebuah Kerangka Hasil, lalu mengidentifikasi tujuan jangka panjang yang diinginkan. Kemudian menyusun dan mengidentifikasi secara detail semua kondisi atau hasil yang harus ada (dan bagaimana ini terkait satu sama lain) agar tujuan itu terjadi.
Kerangka Hasil memberikan dasar untuk mengidentifikasi jenis kegiatan atau intervensi apa yang akan mengarah pada hasil yang diidentifikasi sebagai prasyarat untuk mencapai tujuan jangka panjang. Dengan Kerangka Hasil ini, hubungan yang tepat antara aktivitas dan pencapaian tujuan jangka panjang dapat dipahami dengan lebih baik. Ini mengarah pada perencanaan yang lebih baik, di mana aktivitas terkait dengan pemahaman terperinci tentang bagaimana perubahan sebenarnya terjadi. Ini juga mengarah pada evaluasi yang lebih baik, karena dimungkinkan untuk mengukur kemajuan menuju pencapaian tujuan jangka panjang yang melampaui identifikasi keluaran program.
Baca juga: Monitoring Program CSR lebih Efektif dengan SR APP modul CSR Monev (MNE-1001)
Manfaat Theory of Change (ToC)
Merujuk pada theoryofchange.org, kelebihan dalam penggunaan ToC adalah penggunaan proses berpikir logis dan kritis dalam hal perencanaan, perancangan, implementasi dan evaluasi program untuk perubahan konteks, serta refleksi yang bijak melalui partisipasi aktif antara fasilitator dan stakeholder. Berikut 7 manfaat penggunaan Theory of Change (ToC)
Memberikan gambaran besar tentang masalah yang berkaitan dengan lingkungan atau situasi di luar kontrolâ
Menunjukkan banyak jalan dan upaya berbeda dalam menuju perubahanâ
Mendeskripsikan bagaimana dan mengapa perubahan akan terjadiâ
Melengkapi kalimat âJika kita melakukan X maka Y akan berubah karenaâŠââ
Menyajikan informasi dalam bentuk diagram dengan teks naratifâ
Menyajikan informasi dalam bentuk diagram yang fleksibel sesuai kebutuhan termasuk proses berulang (cyclical processes), lingkaran timbal balik (feedback loops), satu kotak dapat mengarah ke sejumlah kotak lain, dan sebagainyaâ
Memudahkan penyusunan desain dan evaluasi program.
Cara Menyusun Theory of Change (ToC)
Proses penyusunan ToC bergantung pada penentuan goals atau tujuan jangka panjang dan mengidentifikasi kebutuhan atau cara dalam mencapai tujuan tersebut. ToC menggunakan pemetaan mundur yang mengharuskan perencana untuk berpikir mundur dari tujuan jangka panjang ke perubahan jangka menengah dan kemudian perubahan jangka awal yang diperlukan untuk menyebabkan perubahan yang diinginkan.
Konsep ini dapat menciptakan serangkaian hasil yang terhubung yang dikenal sebagai “jalur perubahan”. Sebuah “jalur perubahan” secara grafis mewakili proses perubahan seperti yang dipahami oleh para perencana inisiatif dan merupakan kerangka di mana elemen-elemen lain dari teori dikembangkan.
Berikut 6 tahapan menyusun Theory of Change (ToC):
Mengidentifikasi goals atau tujuan jangka panjang
Melakukan pemetaan mundur dan menghubungkan strategi yang diperlukan untuk mencapai tujuan tersebut serta menjelaskan mengapa strategi tersebut diperlukan dan logis.
Mengidentifikasi asumsi dasar tentang konteks.
Mengidentifikasi intervensi yang akan dilakukan untuk menciptakan perubahan yang dinginkan.
Mengembangkan indikator untuk mengukur hasil dan kinerja inisiatif perubahan.
Menulis narasi untuk menjelaskan inisiatif perubahan.
Baca juga: CSR, ESG, dan SDGs: Apa Bedanya? Mana yang Terbaik?
Berikut merupakan komponen utama dalam (bentuk tabel) yang disarankan dalam membuat ToC yang komprehensif. Mengidentifikasi âmengapa, apa, siapa, kapan, dan bagaimanaâ yang menghubungkan setiap elemen dengan intervensi yang lebih besar dapat menjadi cara yang berguna untuk lebih memahami proses perubahan.â
Summary StatementSatu kalimat yang mendeskripsikan keterkattan antara intervensi, proses perubahan dan ultimate goal, yang seringkali menggunakan pernyataan berikut: “Jika dilakukan X maka terjadi Y karena..ââProblem Statementâldentifikasi masalah dan memeriksa akar masalah ââOverall GoalâSetelah masalah teridentifikasi beserta akarnya, lalu lakukan identifikasi tujuan yang ingin dicapai dan bagaimana kKesuksesan akan diidentifikasi.âChange Processâldentifikasi mekanisme perubahan yang menghubungkan input dengan output/hasil jangka pendek dan tujuan jangka panjang âChange Makersâldentifikasi milestone, indikator atau alat lain untuk menilai / mengukur tingkat perubahan âMeta-TheoryâDefinisikan teori dasar yang membenarkan proses perubahan vang dipilih âInputsâTindakan yang dimaksudkan untuk mengkatalisasi proses perubahan dan kerangka waktu yang sesuai untuk perubahan tersebut.âActorsâldentifikasi aktor dalam proses perubahan, tentukan peran dan hubungan mereka: â1. Pengguna akhir (End-user) / Penerima manfaat yang dituju (Intended beneficiaries)â2. Aktor Pelaksana (Implementing actor)â3. Spoilerâ4. Pemangku kepentingan eksternalâDomains of ChangeâJika dapat diterapkan, identifikasi berbagai alur atau bidang tematik yang harus diatasi untuk mencapai perubahan, yang berpotensi diartikulasikan sebaaai sub-teori âInternal Risksâldentifikasi dampak potensial dari program yang dapat merusak keberhasilannya âAssumptionsâldentifikasi keyakinan, nilai, dan elemen yang tidak dipertanyakan untuk setiap langkah proses perubahan âExternal Risksâldentifikasi risiko eksternal pada program dengan potensi untuk merusak keberhasilannya dan garis besar rencananya untuk mengatasinya âObstacles to Successâldentifikasi hambatan yang mungkin mengancam proses perutbahan dan garis besar rencana untuk mengatasinyaâKnock-on Effectsâldentifikasi konsekuensi potensial yang tidak diinginkan dari program, baik positif maupun negatif âKomponen Utama Theory of Change (ToC)
Kalian dapat menggunakan template gambar dibawah ini untuk menyusun Theory of Change (ToC)
on
Pentingnya Skill Komunikasi Interpersonal dalam Program Pengembangan Masyarakat
Artikel ini akan menjelaskan pentingnya skill komunikasi interpersonal dalam program pengembangan masyarakat.
Masih banyak stakeholder program pengembangan masyarakat yang masih awam dengan pentingnya keterampilan komunikasi interpersonal. Buktinya coba jawab pertanyaan singkat berikut ini:
Apakah Anda pernah mengikuti pelatihan, namun tidak memahami informasi dan ilmu dari narasumber dengan jelas? Jika iya, lalu siapa yang bertanggungjawab dari adanya kegagalan menangkap informasi tersebut?
Ada kemungkinan bahasa yang digunakan oleh narasumber terlalu sulit untuk dipahami masyarakat yang masih awam. Maka dari itu narasumber perlu menambah keterampilan dalam komunikasi interpersonal. Hal tersebut akan membantu untuk proses transfer ilmu dan informasi dapat ditangkap dengan mudah oleh peserta.
Sebenarnya hal serupa juga dapat terjadi dalam proses pendampingan program pengembangan masyarakat. Bisa jadi masyarakat yang diam saja ketika pelatihan program CSR dari perusahaan meski belum paham. Hal tersebut kemungkinan takut untuk mengajukan pertanyaan meskipun belum paham. Efeknya sangat berisiko, karena informasi selama pendampingan sangat penting bagi masyarakat. Maka dari itu, perusahaan disarankan memberikan pelatihan keterampilan komunikasi interpersonal kepada tim CSR yang terjun ke lapangan.
Singkatnya yang dimaksud dengan komunikasi interpersonal adalah kemampuan untuk berinteraksi dengan orang lain (Hidayati, 2021). Komunikasi interpersonal dibagi menjadi dua yaitu verbal dan non-verbal.
Komunikasi verbal sangat penting untuk menyampaikan informasi secara langsung dan mudah diterima oleh masyarakat.
Sedangkan komunikasi non verbal berfungsi untuk menyakinkan sesuatu yang kita ucapkan, menunjukkan empati / emosi / perasaan kepada lawan bicara.
Kedua jenis komunikasi tersebut wajib dimiliki dan tidak dapat dipilih hanya salah satu yang dominan (BINUS University, 2022). Bagaimana caranya perusahaan dapat melatih tim CSR dalam memiliki kemampuan komunikasi interpersonal? Mudah saja dengan mengundang pelatih yang ahli dalam komunikasi dari berbagai lembaga yang tersedia di Indonesia. Namun, akan lebih baik jika pelatihannya dilakukan secara luring sehingga memungkinkan untuk langsung praktik.
Praktik komunikasi interpersonal dalam pelatihan pengembangan masyarakat dapat dikombinasikan dengan permainan. Mengapa permainan di tengah pelatihan sangat penting? Karena pada dasarnya ada batas waktu manusia dalam penerimaan informasi, maka dari itu penting jeda permainan di tengah pelatihan. Melalui keterampilan komunikasi interpersonal, maka permainan di tengah pelatihan akan terasa hidup dan seru. Berikut rekomendasi contoh permainan yang dapat diterapkan:
Baca juga: Wajib Tahu! 3 Strategi Community DevelopmentPenting! 8 Indikator Community DevelopmentKetahui 7 Tahapan Community Development!
Permainan Membentuk Kelompok: Banjir, Kebakaran, dan Angin Ribut
Permainan ini akan meminta partisipan untuk membentuk sebuah kelompok dengan jumlah sesuai kata kunci. Tiga kata kuncinya dapat dibuat seperti ini: banjir (3 orang), kebakaran (5 orang), dan angin ribut (7 orang). Instruksi tersebut dapat diulangi beberapa kali supaya partisipan hafal. Selanjutnya ajak partisipan membentuk lingkaran besar kemudian bergerak ke kanan. Sambil bergerak di lingkaran dapat bertepuk tangan dan menepuk paha dengan bernyanyi: prok-prok bom, prok-prok bom. Setelah beberapa kali, maka teriakan kata kunci. Misalnya banjiirrr!!! Maka partisipan harus berkelompok tiga orang.
Regu Tembak
Ajak partisipan membentuk kelompok yang masing-masing berisi tiga orang. Ketiga anggota dalam kelompok memiliki fungsi masing-masing. Baris belakang adalah ISI, bagian tengah disebut KOKANG, dan depan merupakan DOR. Kemudian dicoba masing-masing partisipan berteriak dari yang belakang: ISI! KOKANG! DOR! Khusus untuk bagian DOR usai berteriak menujuk kelompok lawan yang diberi instruksi bergantian. Ketentuan kelompok yang mati atau kalah adalah 1) tidak di-DOR, tapi bereaksi, 2) di-DOR tapi tidak bereaksi, 3) berteriaknya tidak berurutan, semisal yang seharusnya ISI diam atau yang depan berteriak ISI dan lain sebagainya.
Selamat mencoba dalam pelaksanaan komunikasi interpersonal dan kombinasi permainan!
Baca juga:3 Cara Mengembangkan Strategi Sustainability Perusahaan: Ambisi dan Transisi14 Tren Sustainability 2022 untuk Transformasi Bisnis Berkelanjutan9 Bagian Penting dalam Social Mapping untuk PROPER
on
Implementasi CSV:Â Perusahaan Jangan Abaikan Kebutuhan Sosial dan Nilai Ekonomi
Berikut alasan dan contoh implementasi Creating Shared Value (CSV) yang mampu memenuhi kebutuhan sosial dan nilai ekonomi masyarakat.
Perusahaan perlu melihat suatu kebutuhan sosial di lingkungan sekitarnya, jadi tidak hanya profit yang menjadi tujuan utamanya. Sebenarnya ada manfaat yang didapatkan perusahaan dalam mempertimbangkan kebutuhan sosial di lingkungan sekitarnya. Selain mendapatkan legitimasi dari masyarakat, perusahaan dapat menjadikannya sebagai peluang dalam inovasi perkembangan usaha.Â
Contoh praktis dari Perum Jasa Tirta II melihat kebutuhan masyarakat sekitar terkait solusi dalam mitigasi banjir di sekitar Sungai Citarum. Perum Jasa Tirta II memberikan solusi dengan penanaman kopi. Kemudian masalah muncul terkait distribusi dan pemasaran kopi dari para kelompok petani di sekitar Sungai Citarum. Maka dari itu Perum Jasa Tirta II kemudian membuat inisiatif coffee shop sebagai unit bisnis baru di properti miliknya Jatiluhur Valley & Resort. Kelompok petani dapat menjadi mitra pemasok untuk coffee shop kopi tarum.Â
Baca Juga : Mengenal Indikator âNilai Bersamaâ dalam Konsep CSV
Terkait kebutuhan sosial dan nilai ekonomi di CSV akan mendorong produktivitas perusahaan dengan melibatkan sembilan pilar (Harvard Business School, 2022). Sembilan pilar yang dimaksud di antaranya:Â environmental improvement, education, workforce skills, health, worker safety, affordable housing, community economic development, water use, and energy eficiency. Contoh manfaat penerapan pilar tersebut dengan dampak produktivitas yang dihasilkan, kita dapat ambil salah satunya yaitu worker safety. Melalui pilar tersebut, karyawan akan diberi jaminan perlindungan selama kegiatan berlangsung, keluarga dari karyawan akan tenang, sehingga perusahaan tidak akan kehilangan produktivitasnya.Â
Apakah Anda ingin belajar langsung dari cerita berbagai perusahaan menciptakan produktivitasnya dengan memperhatikan kebutuhan sosial dan nilai ekonomi? Jangan khawatir Olahkarsa menginisiasi sebuah kegiatan yaitu CSR Outlook 2022. Dengan mengusung tema Creating Shared Value: A New Way of Doing Business, akan dibahas mengenai praktik CSV dari melihat kebutuhan sosial dan nilai ekonomi. Kegiatan CSR Outlook 2022 akan dilaksanakan pada tanggal 25 November 2022 di Jatiluhur Valley & Resort, Purwakarta, Jawa Barat dengan mendatangkan 15 narasumber dari berbagai latar belakang. Anda bisa juga langsung melihat contoh inisiatif Coffee Shop Kopi Tarum milik Jatiluhur Valley & Resort dengan memanfaatkan peluang dari adanya kebutuhan sosial masyarakat sekitar.
on
HASIL KESEPAKATAN COP27 MESIR 2022: Bahan Inspirasi CSR Perusahaan Dalam Perubahan Iklim
Berikut adalah salah satu dari hasil kesepakatan COP27 yang diselenggarakan di Mesir 2022.
Apakah Anda sudah mengetahui COP27? Untuk Anda yang masih asing dengan COP27, maka saatnya untuk mengenal salah satu konferensi internasional tersebut. COP27 merupakan konferensi di bawah naungan organisasi PBB yaitu United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC). Konferensi tersebut membahas kondisi iklim yang terjadi di dunia dengan mengundang pemimpin negara, lembaga yang bersangkutan, dan beberapa sektor usaha juga turut dilibatkan (COP27 Presidency, 2022). Bahkan Indonesia juga turut berpartisipasi dalam konferensi COP27 di Mesir pada 6 – 18 November 2022.Â
Perwakilan Indonesia yang turut hadir pun cukup lintas sektor, di antaranya kementerian, akademisi, bisnis, dan NGO (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, 2022a). Perubahan iklim diakui sebagai isu yang sangat kompleks dengan menyangkut bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan. Maka dari itu sudah selayaknya perusahaan juga ikut berkontribusi dalam mitigasi risiko buruk perubahan iklim. Meskipun bidang operasional tidak menghasilkan limbah yang berdampak pada kasus perubahan iklim, tapi sebagai tanggungjawab sosial ke masyarakat, perusahaan memiliki peran yang cukup signifikan untuk isu ini.Â
Baca Juga : Mengenal Indikator âNilai Bersamaâ dalam Konsep CSV
Salah satu yang dihasilkan dari COP27 Mesir adalah negara maju siap mendukung FOLU Net Sink 2030 Indonesia (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, 2022b). FOLU Net Sink 2030 Indonesia merupakan sebuah misi para sektor yang mengakui pentingnya peran ekosistem, air tawar, tanah, dan sistem pangan yang kuat dan berkelanjutan. Jika dihubungkan dengan program CSR, maka perusahaan dapat membuat sebuah program yang memiliki relevansi dalam menjaga ekosistem dan ketahanan pangan. Contohnya dengan melakukan pengembangan masyarakat yang berada di sektor pertanian atau kelautan. Bahkan sangat diharapkan juga dalam COP27 tahun 2022 ini beragam sektor dapat bekerjasama dengan masyarakat adat di misi perubahan iklim (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan RI, 2022a). Masyarakat adat memiliki kearifan lokalnya yang perlu dipelajari dalam menjaga kelestarian alam di sekitarnya.
on
Mengenal Indikator âNilai Bersamaâ dalam Konsep CSV
Mari mengenal indikator “nilai bersama” dalam konsep Creating Shared Value. Akhir-akhir ini konsep Creating Shared Value (CSV) sering dibicarakan oleh beberapa perusahaan, terutama buat perusahaan yang tergabung dalam BUMN karena muncul Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-05/MBU/04/2021. Tapi tidak hanya perusahaan BUMN saja yang diharapkan dapat mengimplementasikan CSV, melainkan perusahaan di luar BUMN juga diberikan ruang untuk menjalankannya. Namun, sebenarnya bagaimana konsep CSV yang ditawarkan kepada perusahaan?
Merujuk pada Harvard Business Review tulisan Michael E. Porter dan Mark R. Kramer, CSV adalah sebuah konsep dalam strategi bisnis yang menekankan pentingnya memasukkan masalah dan kebutuhan sosial dalam perancangan strategi perusahaan dengan menekankan pada nilai bersama. Dalam hal ini ditekankan pada ânilai bersamaâ sebagai indikator penting sehingga sebuah program layak disebut sudah menjalankan konsep CSV. Lantas apa yang dimaksud dengan nilai bersama?
Konsep CSV Menekankan Indikator âNilai Bersamaâ
Sebenarnya premis yang ditawarkan pada indikator nilai bersama di dalam konsep CSV adalah kemajuan ekonomi dan sosial harus ditangani dengan menggunakan prinsip-prinsip nilai. Sederhananya nilai yang dimaksud jika dalam bidang bisnis adalah laba, sehingga masih banyak yang menggunakan definisi nilai hanya dalam lingkup ekonomi saja. Maka dari itu CSV hadir dengan menawarkan konsep nilai sebenarnya dapat diterapkan dalam lingkup sosial maupun ekonomi.Â
Lingkup sosial selama ini hanya dipandang sebatas masalah saja, sehingga ketika perusahaan hadir menyelesaikan masalah tersebut hanya memiliki sudut pandang âmencairkan uang secara cuma-cuma untuk kebermanfaatan membantu masalahâ. Sudut pandang tersebut yang ingin diubah oleh konsep CSV, bahwa dengan menekankan nilai bersama adalah manfaat terhadap relatif efisiensi biaya, bukan hanya sebatas manfaat saja. Maka dari itu konsep nilai bersama ini dapat diarahkan sebagai kebijakan dan praktik operasi yang meningkatkan daya saing sebuah perusahaan sekaligus memajukan kondisi ekonomi dan sosial di masyarakat tempatnya beroperasi.Â
Baca juga : 20 Perusahaan Indonesia yang Menerapkan CSV Versi Olahkarsa
Untuk mengetahui definisi secara praktis dalam implementasi nilai bersama di konsep CSV tersebut, Olahkarsa menginisiasi sebuah kegiatan yaitu CSR Outlook 2022. Dengan mengusung tema Creating Shared Value: A New Way of Doing Business, akan dibahas mengenai inisiatif CSV dari berbagai perusahaan dimana adanya sebuah nilai bersama yang dapat menciptakan impact positif baik untuk perusahaan maupun masyarakat. Kegiatan CSR Outlook 2022 Roundtable Discussion akan dilaksanakan pada tanggal 25 November 2022 di Jatiluhur Valley & Resort, Purwakarta, Jawa Barat dengan mendatangkan 15 narasumber dari berbagai latar belakang.Â
Register CSR Outlook 2022 Roundtable Discussion disini : csroutlook.olahkarsa.com
on
Indikator Employee Engagement
Mungkin beberapa dari kita sudah memahami apa saja indikator employee engagement di perusahaan. Tujuannya adalah tentu saja untuk mengetahui mutu dan kinerja karyawan, tetapi hasilnya belum juga terlihat.
Dalam menyusun dan mengimplementasikan employee engagement, penting bagi perusahaan untuk tidak sekedar mengetahui apa itu employee engagement. Perusahaan juga harus memetakan posisi karyawan di beragam tingkatan employee engagement. Berikut adalah berbagai macam tipe karyawan yang dapat menjadi indikator employee engagement dalam perusahaan.
1. Tidak engaged sama sekali
Sama sekali tidak terhubung atau engaged dengan organisasi. Tipe karyawan ini biasanya hanya bekerja untuk mendapatkan upah tanpa memiliki motivasi untuk berkembang. Mereka bahkan tidak memperluas hubungan sosial di lingkungan kerja hingga tidak merasa bahagia.
Tipe karyawan yang berada di kategori ini hanya bekerja demi mendapatkan upah dan memenuhi kebutuhan hidup. Dampaknya, mereka tidak memiliki motivasi untuk meningkatkan pengembangan dirinya. Bahkan, beberapa di antaranya terlihat tidak menjalin hubungan sosial dengan lingkungan kerjanya.
Tindakan yang dapat diambil perusahaan bagi karyawan yang berada di tipe ini adalah memenuhi kewajiban kompensasi. Hal ini bertujuan agar karyawan dapat merasa bahwa kebutuhan dasarnya terpenuhi dan dapat mengembangkan area lain dalam pekerjaannya.
Yang harus dilakukan perusahaan: Memenuhi kompensasi mendasar agar karyawan merasa kebutuhan mendasarnya terpenuhi.
2. Tidak engage
Masih termasuk tidak memiliki motivasi. Tipe karyawan ini dinilai belum engaged dengan perusahaan. Namun, mereka tetep aktif dalam bersosialisasi dan melakukan pekerjaan yang disuruh (tanpa inisiatif lebih). Mereka masih belum mengerti apa arti dari menjadi bagian dari perusahaan.
Karyawan yang berada di kategori ini sedikit lebih baik dari kategori pertama. Mereka masih tergolong tidak memiliki motivasi untuk mengembangkan diri. Meski demikian, mereka sudah terlihat berbaur dengan lingkungan kerja dan melakukan pekerjaan dengan inisiatif, meski hanya menyelesaikan dalam batas wajar.
Tindakan yang dapat diambil perusahana bagi karyawan yang berada di tipe ini adalah memberikan rasa aman kepada karyawan. Caranya, misalnya dengan menjanjikan pekerjaan dalam rentang waktu yang lebih panjang atau mengubah status karyawan menjadi pekerja tetap. Jika mereka sudah menjadi pekerja tetap, pastikan benefit lain terpenuhi, seperti asuransi kesehatan dan sekuritas lainnya.
Yang harus dilakukan perusahaan: Memberikan rasa aman kepada karyawan dengan menjanjikan long term job (posisi permanen) dan kompensasi atau tunjangan yang memancing kebutuhan sekuritas karyawan.
3. Hampir engaged
Tipe ini hampir engaged dengan perusahaan, dimana ia sudah mampu melakukan tugasnya dengan benar dan baik. Hanya saja, masih kurang dorongan-alasan-mengapa ia harus melakukan lebih dari sekarang. Karyawan tipe ini juga sudah nyaman bekerja di lingkungan perusahaan.
Ciri-ciri karyawan di kategori ini adalah mereka yang melakukan tugasnya dengan baik, tidak hanya ala kadarnya. Mereka juga terlihat sudah nyaman bekerja di lingkungan perusahaan, namun mereka belum terlalu terdorong untuk melakukan lebih dan terus mengusahahakn perkembangan diri.
Tindakan yang dapat diambil perusahaan bagi karyawan yang berada di tipe ini adalah mencoba menumbuhkan rasa sense of belonging dengan melibatkan karyawan dalam kegiatan-kegiatan perusahaan. Berikan kesempatan untuk berbicara dengan para manajemen sehingga karyawan ini dapat melihat visi, misi, dan nilai perusahaan secara lebih jelas dan dalam kasus nyata.
Yang harus dilakukan perusahaan: Agar karyawan memiliki sense of belonging, libatkan karyawan dalam kegiatan perusahaan, kalau perlu tarik ke lingkungan manajemen dimana ia bisa melihat visi, misi dan nilai perusahaan lebih jelas lagi. Bisa juga dengan memberikan benefit lebih untuk yang memiliki kinerja atau potensi tinggi.
4. Engaged
Kelompok ini dianggap sudah engaged dengan perusahaan karena selain sudah tahu apa saja tanggung jawabnya, ia pun tahu bagaimana cara memaksimalkan kemampuannya untuk perusahaan. Setelah mengerti dan sejalan dengan tujuan perusahaan, ia memiliki dorongan untuk melakukan yang terbaik untuk diri sendiri dan kelompok karena ia tahu kehadirannya penting di dalam perusahaan (terlepas dari apa jabatannya).
Karyawan tipe ini sudah tahu apa saja yang menjadi tanggung jawabnya dan berani untuk terus memaksimalkan kemampuannya. Mereka menyadari bahwa kehadirannya penting di dalam perusahaan, sehingga mereka selalu termotivasi untuk melakukan yang terbaik, terlepas apa pun jawabannya.
Tindakan yang dapat diambil perusahaan bagi karyawan yang berada di tipe ini adalah memfasilitasi mereka dengan beragam bentuk pelatihan serta pengembangan.
Yang harus dilakukan perusahaan: Terus mendorong dan memfasilitasi kelompok ini dengan pelatihan dan pengembangan yang tepat.
5. Sangat engaged
Karyawan ini berada di tingkat teratas dalam teori âHierarchy of Needsâ menurut Maslow. Telah memenuhi segala kebutuhan mendasar serta menyadari peran pentingnya dalam organisasi, karyawan ini benar-benar mencintai pekerjaannya dan siap untuk menginspirasi orang-orang lain di sekitarnya.
Tidak hanya menyelesaikan pekerjaan mereka secara tepat waktu dan baik, karyawan tipe ini mencintai pekerjaan dan apa yang ia lakukan di dalam perusahaan. Kita dapat menjadikan karyawan yang berada di tipe ini sebagai contoh dan inspirasi bagi karyawan yang belum terlalu engaged agar dapat mencapai tingkat ini.
Tindakan yang dapat diambil perusahaan bagi karyawan yang berada di tipe ini adalah menjanjikan promosi sehingga engagement-nya terhadap perusahaan semakin terdukung dan terus terjalin.
Yang harus dilakukan perusahaan: Janjikan posisi yang bisa semakin mendukung engagement-nya terhadap perusahaan.
Baca juga: Ada 4 Tantangan Social Enterprise, Apa Saja?
Kesimpulan
Indikator employee engagement adalah sebuah bentuk loyalitas karyawan kepada profesinya, bukan kepada atasan maupun perusahaannya. Secara tidak langsung ya, kepada perusahaan. Tetapi, karyawan yang mampu merasa loyal, bangga dan tinggi sense of belonging nya akan secara tidak langsung memberikan dampak besar bagi sekitarnya. Hasilnya? Seperti yang kita idamkan selama ini.
Tantangannya adalah bagaimana menyusun strategi employee engagement tanpa membuatnya meleset jadi sekadar upaya menyenangkan karyawan. Kenali karyawan-karyawan kita dengan baik, dan berikanlah apa yang mereka butukan untuk dapat menjaga motivasi dan memaksimalkan potensi kerjanya.
Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
on
Apa itu Employee Engagement? Kamu Harus Tahu Pentingnya Hal Ini Bagi Perusahaan
Apa itu Employee Engagement? Employee engagement menjadi salah satu indikator terpenting untuk mengukur kepuasan kerja. Saat ini, karyawan mencari lebih dari sekedar pekerjaan 9-5. Mereka ingin terlibat dalam pekerjaan mereka, bersemangat untuk berkontribusi di tempat mereka bekerja, dan terlibat dengan rekan-rekan mereka.
Para peneliti menemukan bahwa 71% manajer berpandangan employee engagement sebagai salah satu faktor terpenting dalam kesuksesan perusahaan secara keseluruhan. Meskipun keterlibatan karyawan dipandang positif di seluruh perusahaan, sebagian besar karyawan tidak benar-benar engage atau melibatkan diri dalam pekerjaan.
Hanya 13% karyawan yang mengatakan bahwa mereka terlibat dalam pekerjaan. Keterlibatan atau engagement yang rendah dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk kurangnya pengakuan manajerial, komunikasi perusahaan yang buruk, dan kurangnya keselarasan dengan misi perusahaan.
Karyawan yang berkomitmen pada pekerjaan mereka cenderung lebih produktif secara konsisten, menghasilkan lebih banyak penjualan. Perusahaan dengan tingkat keterlibatan yang tinggi melaporkan adanya peningkatan produktivitas sebesar 22%.
Jelas, para pemilik bisnis harus mulai melihat employee engagement sebagai tujuan bisnis strategis. Di sini kita akan menemukan apa itu employee engagement dan bagaimana menerapkannya di perusahaan kita.
Lalu, apa itu Employee Engagement
Employee engagement adalah sebuah metode yang dilakukan oleh manajemen perusahaan untuk menjaga tingkat keterikatan karyawan dengan perusahaan. Umumnya, perusahaan yang sudah fokus pada bisnisnya akan melakukan berbagai cara agar karyawan miliknya bisa lebih engaged dengan perusahaan.
Perusahaan akan memperlakukan seluruh karyawannya secara merata untuk mencapai keterikatan melalui metode employee engagement, tanpa mengenal jabatan ataupun hal lainnya.
Beberapa program yang termasuk dalam kegiatan employee engagement adalah outing, pelatihan, serta program lain yang mampu meningkatkan keterikatan karyawan dengan perusahaan.
Mengapa Employee Engagement penting untuk perusahaan?
Keterlibatan karyawan sangat penting untuk semua organisasi karena membantu menciptakan budaya kerja yang lebih baik, mengurangi pergantian staf, meningkatkan produktivitas, meningkatkan hubungan kerja dan pelanggan, dan berdampak pada keuntungan perusahaan.
Lebih dari itu, employee engagement membuat karyawan lebih bahagia dan mengubah mereka menjadi pendukung kita yang paling bersemangat.
Sebuah survei Employee Benefit News 2017 tentang benefit karyawan menemukan bahwa mayoritas dari 34.000 responden yang memilih untuk berganti pekerjaan adalah karena kondisi yang tidak memuaskan dalam hal keseimbangan kehidupan kerja, kompensasi, hubungan manajemen, dan pekerjaan.
Dengan pendekatan dan komunikasi yang tepat dengan karyawan, salah satu dari kondisi ini dapat secara signifikan meningkatkan keterlibatan karyawan kita.
Employee engagement umumnya lebih penting di tingkat perusahaan karena dampaknya terhadap operasi bisnis dan profitabilitas. Namun, ini juga membantu para pemimpin dalam memahami kebutuhan karyawan.
Selain itu, employee engagement membantu para pemimpin dalam memahami lebih baik bagaimana mengelola tim dan menciptakan lingkungan kerja yang lebih baik.
Employee engagement pun dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sudut pandang perusahaan serta karyawan
Dari sudut pandang perusahaan, employee engagement melihat bagaimana seorang karyawan dapat loyal dalam bekerja. Tidak hanya sekedar menyelesaikan tugas yang diberikan, namun juga dapat menyelesaikan tepat waktu dengan kualitas yang baik, serta mereka pun dapat merasa bangga akan pekerjaan mereka.
Tujuan akhir yang diharapkan perusahaan, jika karyawan dapat engaged dengan baik, adalah untuk meningkatkan produktivitas mereka, serta mempertahankan mereka di perusahaan atau menurunkan tingkat turnover rate.
Sedangkan dari sudut pandang karyawan, employee engagement membuat karyawan menyadari perannya dalam perusahaan, sehingga mereka dapat terus merasa bersemangat dalam pekerjaannya. Karyawan jadi memiliki rasa bahwa mereka memberikan kontribusi bagi tujuan kolektif perusahaan.
Manfaat Employee Engagement
Meningkatkan keterlibatan karyawan juga bermanfaat bagi anggota organisasi kita. Berikut ini adalah beberapa manfaat dari employee engagement.
1. Loyalitas meningkat
Dengan berfokus pada keterlibatan karyawan, kita membantu management team bertahan lebih lama di perusahaan. Hal ini membuat loyalitas karyawan tetap tinggi dan biaya churn karyawan menjadi minimal.
Komitmen dan ketidaktertarikan yang rendah dapat menyebabkan karyawan mengundurkan diri dengan cepat dan sering. Hanya karena karyawan kita tidak mencari pekerjaan baru bukan berarti mereka tidak berhak menerima tawaran yang lebih baik.
2. Peningkatan produktivitas
Karyawan yang terlibat akan bekerja lebih keras dan menyelesaikan lebih banyak karena mereka menikmati apa yang mereka lakukan dan percaya bahwa mereka bernilai bagi perusahaan. Bukankah itu masuk akal?
Jika kita tertarik pada sesuatu dan memiliki hubungan dengan apa yang kita lakukan, kemungkinan besar kita akan melakukannya dengan baik dan berinvestasi di dalamnya.
Ketika karyawan terlibat, produktivitas keseluruhan meningkat 20-25 persen di tempat kerja modern. Namun, ini dapat dengan cepat hilang jika karyawan terlalu banyak bekerja dan stres.
3. Tingkatkan profitabilitas
Tujuan utama bisnis tentunya adalah untuk mendorong dan meningkatkan keuntungan. Bisnis yang memiliki karyawan sangat terlibat menghasilkan penjualan 20% lebih banyak daripada bisnis dengan karyawan yang tidak terlibat.
Jika kita dapat mempertahankan karyawan, meningkatkan produktivitas, dan meningkatkan layanan pelanggan, tentunya masuk akal juga penjualan dan keuntungan turut meningkat.
Penting juga untuk menginvestasikan kembali waktu dan uang untuk meningkatkan keterlibatan karyawan, karena keuntungan jangka panjang sangat berharga.
4. Peningkatan kepuasan dan kebahagiaan karyawan
Karyawan harus puas dengan pekerjaan mereka atau minat dan antusiasme mereka akan berkurang. Karyawan puas dengan kontribusi dan dampak yang mereka berikan ketika keterlibatan mereka tinggi.
Ada hubungan antara kinerja mereka dan perusahaan tempat mereka bekerja. Ini juga mengarah pada kebahagiaan keseluruhan, yang bermanfaat bagi keberlangsungan perusahaan, produktivitas, dan lainnya.
5. Karyawan yang terlibat menjadi brand advocates
Karyawan yang berpengetahuan luas dan terlibat lebih cenderung menjadi pendukung brand. Ini termasuk pemasaran dari mulut ke mulut, berbagi di media sosial, dan membantu jangkauan pemasaran dan merek perusahaan kita.
Karyawan adalah sumber informasi paling terpercaya. Hal ini dikenal sebagai advokasi karyawan, dan secara alami akan terjadi pada karyawan yang terlibat secara masif.
Perusahaan kita juga dapat berinvestasi dalam platform yang memberi informasi kepada karyawan, meningkatkan keterlibatan, dan memberi karyawan akses ke konten terbaik untuk dibagikan atas nama perusahaan kita.
6. Kinerja tim yang lebih baik
Karyawan yang engaged dengan apa yang dilakukannya tidak hanya akan memberikan dampak positif kepada dirinya sendiri, tetapi juga ke seluruh tim. Ini disebabkan karyawan yang engaged mampu memberikan performa di level tertinggi. Bayangkan jika kita memiliki lebih dari satu karyawan yang engaged di dalam tim?
7. Meningkatkan kesehatan dan keselamatan karyawan
Karyawan yang engaged biasanya lebih peka terhadap lingkungan sekitar pekerjaannya. Mereka memiliki tingkat konsentrasi yang tinggi. Ini membuat mereka jarang bertindak ceroboh dan menghindarkan mereka dari berbagai risiko dan masalah.
8. Relasi yang lebih baik
Karyawan yang mampu engaged dengan pekerjaan dan perusahaannya biasanya lebih pandai dalam mengatur emosi. Ini berdampak baik pada bagaimana cara mereka menjaga hubungan mereka dengan orang lain, baik itu rekan kerja, teman di luar kerja, bahkan keluarga.
9. Tingkat absensi rendah
Kita tahu tingginya tingkat absensi menandakan ada yang salah dengan organisasi kita. Namun, karyawan yang engaged memiliki semangat tinggi untuk selalu mengeluarkan performa terbaiknya setiap hari. Tidak ada alasan bagi mereka untuk menghindari tanggung jawab di kantor dan membolos. Jadi, memiliki karyawan yang engaged akan membantu perusahaan menilai kondisi produktivitasnya.
10. Pelayanan pelanggan lebih baik
Karyawan yang mampu berkomitmen terhadap pekerjaan tentu bisa melihat dan menentukan apa yang terbaik bagi pelanggan mereka. Bahkan, mereka bisa memunculkan ide-ide segar lebih cepat dari orang lain karena mereka aktif update kondisi marketâsemua karena mereka memikirkan pelanggan mereka.
Baca juga: Pentingnya Stakeholder Engagement dalam CSR (Corporate Social Responsibility)
Kesimpulan
Karena karyawan saat ini tidak hanya mencari pekerjaan 9-5 tetapi juga ingin terlibat dalam pekerjaan mereka, para leader bisnis harus mulai melihat keterlibatan karyawan sebagai tujuan bisnis yang strategis.
Mulailah peduli tentang keterlibatan karyawan, ciptakan lingkungan yang mengutamakan karyawan, dan berikan karyawan peluang dan berbagai penghargaan.
Dengan mengetahui apa itu employee engagement, meningkatkan loyalitas, produktivitas, keuntungan, dan hubungan perusahaan-karyawan bukan lagi sekadar mimpi.
Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
on
Hukum dan Standar ISO LCA (Life Cycle Assessment)
Hukum dan Standar ISO LCA (Life Cycle Assessment) lainnya wajib diperlukan. Namun, untuk mengembangkannya menjadi teknis sedikit memakan waktu. Untuk melengkapi panduan ini, kami akan menjelaskan apa yang didefinisikan oleh Hukum dan Standar ISO LCA (Life Cycle Assessment).
ISO 14000: Standar Manajemen Lingkungan
Standar Manajemen Lingkungan ISO 14000 adalah keluarga standar.
Mereka mendefinisikan bagaimana perusahaan dan organisasi mengelola tanggung jawab lingkungan mereka.
Standar berikut termasuk, seperti yang ditunjukkan oleh angka, untuk keluarga ini. Perangkat lunak LCA dan Perangkat Lunak Manajemen Lingkungan apa pun harus mematuhi standar ini, seperti halnya Platform Intelijen Lingkungan kita sendiri.
1. ISO 14001: Sistem Manajemen Lingkungan
ISO 14001 mendefinisikan kriteria yang harus dipatuhi oleh Sistem Manajemen Lingkungan. Ini memastikan bahwa dampak lingkungan diukur dan ditingkatkan.
2. ISO 14021: Klaim dan Label Lingkungan
ISO 14021 mendefinisikan bagaimana klaim lingkungan yang spesifik harus dan bagaimana mereka harus dirumuskan dan didokumentasikan.
3. ISO 14040:2006: Kerangka Penilaian Siklus Hidup
ISO 14040:2006 mendefinisikan prinsip dan kerangka kerja Penilaian Siklus Hidup. Banyak bagian dari artikel ini didasarkan pada ISO 14040:2006.
4. ISO 14044: Pembaruan
ISO 14044 menggantikan versi ISO 14041 sebelumnya menjadi ISO 14043.
5. ISO 14067: Mengukur jejak karbon
ISO 14067 mendefinisikan bagaimana jejak karbon produk diukur selama Penilaian Siklus Hidup.
6. ISO 50001: Manajemen Energi yang Efisien
ISO 50001 mendefinisikan Sistem Manajemen Energi.
7. EN 15804: Standar Eropa untuk Deklarasi Produk Lingkungan (EPD) dalam industri konstruksi
EN 15804 menentukan penyiapan Deklarasi Produk Lingkungan di industri konstruksi.
8. PAS 2050 & Protokol GRK â Jejak Karbon
PAS 2050 dan Protokol GRK adalah standar untuk menentukan dan mengukur emisi.
9. Life Cycle Accounting and Reporting Standard
Standar ini mendefinisikan bagaimana Siklus Hidup dapat dipertanggungjawabkan dan dilaporkan.
10. Lingkungan kerangka data GRI
Inisiatif Pelaporan Global menyediakan kerangka kerja untuk menilai dampak lingkungan dari perusahaan dan rantai pasokan mereka.
11. European Energy Efficiency Directive (EED)
European Energy Efficiency Directive adalah âserangkaian tindakan yang mengikat untuk membantu UE mencapai target efisiensi energi 20% pada tahun 2020. Berdasarkan Directive, semua negara UE diharuskan menggunakan energi secara lebih efisien di semua tahap rantai energi, mulai dari produksi sampai konsumsi akhir.â
Sekarang kami telah menetapkan bagaimana pengelolaan lingkungan secara umum dan Life Cycle Assessments, khususnya, mendapatkan standar.
Namun, ada beberapa poin kritik terhadap konsep LCA yang layak disebut.
12. PEF (Jejak Lingkungan Produk) dan OEF (Jejak Lingkungan Organisasi)
PEF dan OEF saat ini sedang dalam pengembangan. Dengan PEF dan OEF, Komisi Eropa bertujuan untuk menyelaraskan metodologi untuk penghitungan jejak lingkungan produk dan organisasi. Sistem ini telah dikembangkan selama beberapa tahun sekarang, dan pada akhirnya akan memberikan metode penilaian dampak standar, database dengan latar belakang data LCA dan aturan perhitungan untuk berbagai sektor industri (PEFCR).
PEF dan OEF akan membangun banyak standar dan norma yang disebutkan di atas.
LCA: Criticism
Kekhawatiran berikut terkadang muncul ketika berbicara tentang Penilaian Siklus Hidup.
Pemikiran Sistem dan batasan
LCA mencari perbaikan dalam produk yang ada. Pada skala yang lebih besar, peningkatan ini seringkali hanya kecil. Satu perusahaan mungkin misalnya memilih bahan baku yang lebih berkelanjutan untuk satu produk – padahal pada kenyataannya rantai pasokan produk yang sama sekali berbeda membuat dampak terbesar.
Inilah alasan kami membuat Ecochain. Pendekatan jejak berbasis aktivitas kami menciptakan jejak untuk seluruh perusahaan, tetapi juga dapat membuat Penilaian Siklus Hidup pada tingkat produk. Hal ini memungkinkan perusahaan untuk menemukan titik panas dalam dampak lingkungan mereka â dan untuk menguranginya secara lebih efisien. Selain itu, ini jauh lebih dinamis daripada LCA tradisional â ketika satu aspek dalam rantai berubah, semua data diperbarui secara dinamis.
Rata-rata dan sampel, bukan data aktual
Seringkali, LCA mengandalkan rata-rata industri karena kurangnya data aktual. Ini dikritik karena tidak akurat.
Implikasi sosial hilang
LCA tidak memasukkan implikasi sosial. Akan tetapi, aspek sosial seringkali saling berhubungan dengan aspek kelestarian lingkungan. Ini tidak diperhitungkan dalam LCA. Namun, LCA sosial saat ini sedang dalam pengembangan.
Intelijen Lingkungan vs. LCA: Activity-based footprinting
Perangkat Lunak LCA: Apa yang harus diwaspadaiPerangkat Lunak LCA Tradisional dibuat untuk mengukur satu jejak pada satu waktu. Meskipun ini adalah model bisnis yang bagus untuk konsultan eksternal, penggunaannya untuk bisnis terbatas.
Inilah alasannya:LCA tradisional dilakukan dengan tim konsultan LCA eksternal. Mereka menghasilkan beberapa wawasan yang berguna dan menyajikan laporan di akhir analisis.
Tetapi jika bisnis kemudian mulai menerapkan rekomendasi, analisis pada dasarnya menjadi tidak berguna. Untuk setiap perubahan, tambahan, dll. Kita perlu menghubungi konsultan lagi. Proses yang tidak efisien, mahal dan memakan waktu.
Untuk memberdayakan perusahaan untuk mengambil kendali atas upaya keberlanjutan mereka sendiri, alih-alih mengandalkan konsultan â kami menciptakan dua alat jejak kami Mobius (jejak produk) dan Helix (jejak portofolio penuh).
Ecochain Helix â Jejak kaki berbasis aktivitas: 100-an LCA sekaligusJejak kaki berbasis aktivitas adalah pendekatan baru untuk Penilaian Siklus Hidup. Alih-alih menghitung satu LCA pada satu waktu, pendekatan ini memungkinkan perusahaan untuk menghitung LCA dari portofolio produk lengkap mereka â dalam sekali jalan. Berdasarkan arus input dan output perusahaan Anda.
Ecochain Mobius: Jejak produk mendalam untuk desain berkelanjutanEcochain Mobius adalah alat jejak produk kami yang mudah. Ini memungkinkan kita mengukur jejak produk kita â hanya dalam 15 menit. Ini mengubah jejak lingkungan dan peningkatan berkelanjutan berbasis data menjadi proses yang cepat dan efisien, dapat diakses oleh semua orang. Tapi Mobius mengambil jejak ke langkah berikutnya:
Mobius memberi kita akses ke database dampak lingkungan terbesar di dunia untuk informasi tentang bahan, bahan, atau komponen apa pun. Uji bahan & desain alternatif dan tolok ukur produk kita dengan standar industri. Cobalah sendiri â Mulai uji coba Mobius gratis selama 14 hari sekarang.
Baca juga: 7 Subjek Inti ISO 26000 sebagai Rujukan Praktik CSR
Penutup
Terima kasih telah membaca Hukum dan Standar ISO LCA. Kami harap panduan ini membantu kita semua untuk mendapatkan pemahaman yang lebih dalam tentang cara kerja LCA dan bagaimana LCA dapat membantu kita semua.
Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
on
Life Cycle Assessment: Pengertian dan Tujuan Kajian LCA
Life Cycle Assessment (LCA) mengukur dampak lingkungan dari suatu produk atau layanan. Pelajari semua tentang LCA dalam panduan ekstensif kami.
Apa itu LCA? Siapa yang diuntungkan? Bagaimana cara kerjanya? Dalam panduan ini, kita akan mendapatkan ikhtisar non-teknis yang mendalam tentang apa sebenarnya Life Cycle Assessment itu, berbagai pendekatannya, cara kerjanya dalam praktik, dan siapa yang dapat mengambil manfaat darinya.
Pendahuluan
Organisasi pelapor harus menyatakan hal-hal berikut:
a. Profil singkat perusahaan
b. Latar belakang kajian, yang berisi alasan pelaksanaan kajian. Organisasi pelapor harus mengungkapkan alasan pelaksanaan kajian dengan jelas, ringkas dan lugas
Profil singkat dapat disajikan dalam 1-2 paragraf dan dapat menyertakan sumber informasi resmi profil perusahaan, misalnya di situs web atau media sosial lainnya.
Alasan pelaksanaan kajian dijabarkan untuk menjelaskan latar belakang kajian LCA. Alasan tersebut dapat dikaitkan dengan tujuan untuk pengembangan perusahaan, memenuhi kebutuhan pasar, mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan, atau pemenuhan persyaratan dari pemerintah.
Contoh alasan pelaksanaan kajian antara lain:
a. Untuk peningkatan kinerja lingkungan secara keseluruhan (energi, emisi, air, beban pencemaran, dan lain-lain)
b. Untuk perbaikan berkelanjutan pada perusahaan
c. Sebagai persyaratan untuk ekspor produk ke luar negeri
d. Dorongan permintaan pasar
e. Jika untuk pemenuhan persyaratan dokumen hijau PROPER Nasional sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 1 tahun 2021 (Permen LHK No. 1/2021), dapat ditulis:
“Untuk melakukan penilaian dampak lingkungan (jejak lingkungan) dari proses produksi perusahaan guna memenuhi persyaratan dokumen hijau PROPER Nasional sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.”
Pengertian Life Cycle Assessment (Penilaian Daur Hidup)
Penilaian Daur Hidup atau Life Cycle Assessment (LCA) berdasarkan SNI ISO 14040:2016 dan SNI ISO 14044:2017 merupakan kompilasi dan evaluasi masukan, keluaran dan dampak lingkungan potensial dari sistem produk di seluruh daur hidupnya. LCA merupakan pendekatan dari hulu ke hilir atau cradle to grave untuk menilai suatu sistem produk secara kuantitatif.
Dengan melakukan penilaian daur hidup, pengambil keputusan dapat mempunyai dasar yang berbasis data dan fakta dalam mengambil keputusan. LCA dapat digunakan mulai dari perancangan produk, pengembangan proses produksi yang lebih baik, inovasi produk dan proses, meningkatkan sistem manajemen lingkungan, pemilihan produk atau proses serta pemilihan pemasok, mengomunikasikan informasi lingkungan untuk produk yang dihasilkan oleh perusahaan, penetapan strategi perusahaan,sampai pengambilan keputusan untuk kebijakan dalam pemerintahan. LCA merupakan suatu alat ukur kuantitatif untuk pembangunan berkelanjutan.
Terdapat 7 prinsip LCA yang mendasar, yaitu persektif daur hidup, fokus lingkungan, pendekatan relatif dan unit fungsional, pendekatan iteratif, transparansi, bersifat komprehensif, dan prioritas pendekatan ilmiah. LCA dapat diaplikasikan untuk berbagai keperluan dari pemrakarsa. Dalam hal ini pedoman penyusunan pelaporan ini diharapkan dapat mengakomodasi kebutuhan penyusunan laporan untuk pelaporan PROPER sesuai dengan tujuan yang ditetapkan oleh organisasi atau pemrakarsa kajian LCA.
Kerangka kerja Pengertian Life Cycle Assessment (Penilaian Daur Hidup)
Kerangka kerja Penilaian Daur Hidup terdiri dari 4 tahap, yaitu Penentuan Tujuan dan Lingkup, Inventori Daur Hidup, Penilaian Dampak Daur Hidup, dan Interpretasi. Penentuan tujuan dan lingkup penting dilakukan agar penilaian dampak lingkungan dari produk/jasa dapat konsisten.
Setelah menentukan tujuan dan lingkup kajian, tahap kedua adalah inventori daur hidup. Pada tahap ini dilakukan kompilasi dan kuantifikasi masukan dan keluaran dari produk sepanjang daur hidupnya. Masukan atau input terdiri dari bahan baku, bahan pendukung, air, energi, dan transportasi yang masuk ke dalam proses. Keluaran atau output terdiri dari produk, by-product, coproduct, emisi udara, emisi ke air, dan tanah. Emisi yang dimaksud disini adalah senyawa yang dilepaskan ke lingkungan, baik ke udara,ke badan air, maupun ke tanah. Model, jenis data, proses perhitungan yang dilakukan dijelaskan di dalam tahap inventori daur hidup secara transparan.
Pada tahap penilaian dampak daur hidup, semua masukan dan keluaran pada tahapan inventori daur hidup dihubungkan dengan potensi dampak lingkungan untuk mengevaluasi besaran (magnitude) dansignifikansi potensi dampak lingkungan sistem produk sepanjang daur hidup produk yang dikaji. LCA menilai dampak lingkungan dari berbagai kategori dampak lingkungan, baik yang midpoint maupun yang endpoint. Setiap kategori dampak lingkungan mempunyai indikator kategorinya masing-masing. Contoh: indikator kategori untuk dampak potensi pemanasan global adalah CO2-ekuivalen. Hasil perhitungan dari penilaian dampak daur hidup adalah nilai karakterisasi.
Tahap terakhir dari LCA adalah tahap interpretasi. Pada tahap ini, pembahasan mengenai analisa hasil, analisa penyebab dampak, identifikasi isu penting, pengambilan kesimpulan, penjelasan keterbatasan kajian, rekomendasi dan evaluasi dilakukan secara transparan. Rincian dari metode penilaian daur hidupdapat dilihat di SNI ISO 14040:2016 dan SNI ISO 14044:2017.
Pedoman Penyusunan Laporan Eksekutif
Laporan Eksekutif berisi rangkuman singkat yang mencakup poin-poin penting dalam kajian LCA sebagai berikut:
a. Judul kajian
b. Identitas pemrakarsa (identitas perusahaan dan kontak yang dapat dihubungi, misalnya alamat, situs web, email, telepon, dan lain-lain)
c. Nama praktisi (ketua dan tim penyusun)
d. Tanggal publikasi laporan
e. Tujuan dilakukannya LCA
f. Lingkup LCA:
i. Deskripsi produk yang dikaji
ii. Unit fungsi atau unit deklarasi
iii.Batasan sistem (bisa dalam bentuk grafik)
iv. Jumlah produk dalam kajian LCA
v. Jika produk ada lebih dari satu, pilih beberapa produk (maksimal 5) yang hendak dijadikan fokus atau prioritas dalam laporan eksekutif ini
g. Inventori daur hidup:
i. Neraca massa proses secara keseluruhan yang mencakup proses-proses utama. Disajikan dalam bentuk diagram proses, selaras dengan DRKPL, mencakup masukan keluaran utama proses, tidak perlu mencakup masukan keluaran rinci
ii. Ringkasan inventori data proses produksi (sistem proses). Disajikan dalam bentuk tabel
iii. Indikator kualitas data. Disajikan dalam bentuk persentase data primer dan sekunder untuk proses gate to gate
iv. Rangkuman sumber data sekunder yang digunakan, misalnya X% database A, Y% database B, Z% jurnal, literatur atau referensi lainnya
h. Penilaian dampak daur hidup:
i. Kategori dampak
ii. Indikator kategori
iii.Metode penilaian dampak
iv. Hasil karakterisasi dampak lingkungan sesuai dengan kategori dampak
i. Interpretasi hasil:
i. Analisis isu penting atau hotspot lingkungan
ii. Kesimpulan
iii.Rekomendasi utama
j. Jika dilakukan tinjauan kritis, sebutkan pelaksana tinjauan kritis.
Jumlah halaman:
8 halaman, maksimum 10% dari jumlah halaman total (tidak termasuk lampiran). Jika ada lebih dari 1 produk yang dicakup dalam laporan, diizinkan maksimum 3 halaman tambahan per tambahan produk.
Pedoman Penyusunan Laporan Teknis
Pedoman penyusunan laporan teknis penilaian daur hidup (LCA) mencakup tiga hal berikut:
a. Persyaratan
Persyaratan adalah instruksi wajib. Dalam pedoman ini, persyaratan disajikan dalam huruf tebal dan ditandai dengan kata âharusâ. Persyaratan harus dibaca dalam konteks rekomendasi dan panduan; namun, organisasi tidak diwajibkan untuk mematuhi rekomendasi atau panduan untuk menyatakan bahwa laporan telah disusun sesuai dengan panduan.
b. Rekomendasi
Rekomendasi adalah kasus ketika tindakan tertentu dianjurkan, tetapi tidak diwajibkan. Dalam teks ini, kata âsebaiknyaâ menunjukkan rekomendasi.
c. Panduan
Panduan mencakup informasi latar belakang, penjelasan, dan contoh-contoh untuk membantu penyusun laporan agar lebih memahami persyaratan.
Umum
1. Persyaratan Pelaporan
a. Versi Laporan dan riwayat dokumen
b. Identitas pemrakarsa LCA (identitas perusahaan dan kontak yang dapat dihubungi, misalnya alamat, situs web, email, telepon, dll)
c. Nama praktisi LCA (ketua dan tim penyusun)
d. Tanggal publikasi laporan
e. Pernyataan telah dilakukan sesuai standar yang ingin dirujuk
f. Pernyataan bahwa dokumen dan data di dalamnya adalah untuk PROPER dan tidak bersifat publik. Penggunaan data adalah seizin perusahaan atau Sekretariat Proper
2. Rekomendasi Pelaporan
Pernyataan bahwa dokumen dan data didalamnya digunakan sebagai bukti pendukung klaim produk jasa ramah lingkungan (label lingkungan tipe 1, 2 atau 3), jika terdapat klaim produk jasa ramah lingkungan.
3. Panduan
Standar yang dirujuk harus konsisten dengan metode pelaksanaan LCA.
Tabel 1 Contoh Riwayat Dokumen
Persyaratan Pelaporan
Organisasi pelapor harus menyatakan hal-hal berikut:
a. Profil singkat perusahaan
b. Latar belakang kajian, yang berisi alasan pelaksanaan kajian. Organisasi pelapor harus mengungkapkan alasan pelaksanaan kajian dengan jelas, ringkas dan lugas
Profil singkat dapat disajikan dalam 1-2 paragraf dan dapat menyertakan sumber informasi resmi profil perusahaan, misalnya di situs web atau media sosial lainnya.
Alasan pelaksanaan kajian dijabarkan untuk menjelaskan latar belakang kajian LCA. Alasan tersebut dapat dikaitkan dengan tujuan untuk pengembangan perusahaan, memenuhi kebutuhan pasar, mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan, atau pemenuhan persyaratan dari pemerintah.
Contoh alasan pelaksanaan kajian antara lain:
a. Untuk peningkatan kinerja lingkungan secara keseluruhan (energi, emisi, air, beban pencemaran, dan lain-lain)
b. Untuk perbaikan berkelanjutan pada perusahaan
c. Sebagai persyaratan untuk ekspor produk ke luar negeri
d. Dorongan permintaan pasar
e. Jika untuk pemenuhan persyaratan dokumen hijau PROPER Nasional sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan nomor 1 tahun 2021 (Permen LHK No. 1/2021), dapat ditulis:
âUntuk melakukan penilaian dampak lingkungan (jejak lingkungan) dari proses produksi perusahaan guna memenuhi persyaratan dokumen hijau PROPER Nasional sesuai dengan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2021 tentang Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup.”
Tujuan dan Lingkup Life Cycle Assessment (Penilaian Daur Hidup)
A. Tujuan Kajian
1. Persyaratan Pelaporan
Organisasi pelapor harus menyatakan hal berikut ini di dalam laporan:
a. Tujuan penerapan
b. Pihak yang dituju
c. Pernyataan komparatif yang ditujukan untuk disampaikan ke masyarakat
2. Panduan
Penyusunan dokumen LCA produk merupakan salah satu aspek penilaian dalam Dokumen Hijau PROPER 2021 (Permen LHK No. 1/2021) yang memuat dampak lingkungan dari sebuah aktivitas industri. Selain itu, dalam PROPER 2021, LCA juga diintegrasikan dengan upaya penurunan dampak lingkungan dalam pemanfaatan sumber daya yang memuat peningkatan kinerja lingkungan melalui efisiensi energi, penurunan emisi, pengurangan dan pemanfaatan limbah B3, pengolahan limbah non-B3 (termasuk pengolahan reduce, reuse, recycle), efisiensi air dan penurunan beban pencemar.
Penyelarasan diperlukan untuk sinkronisasi data dan dokumen lainnya sebagai bagian yang saling melengkapi dalam PROPER 2021. Ketiga persyaratan dalam tujuan kajian harus diungkapkan dalam laporan.
B. Tujuan Penerapan
1. Persyaratan Pelaporan
Organisasi pelapor harus mengungkapkan tujuan penerapan dengan jelas, ringkas dan lugas, serta konsisten dengan alasan pelaksanaan kajian.
2. Panduan
Tujuan atau maksud penerapan harus konsisten dengan alasan pelaksanaan kajian.
Pelaksanaan LCA dapat ditujukan untuk diterapkan dalam berbagai aplikasi, baik untuk pengembangan internal perusahaan, pengembangan kebijakan (baik dalam skala perusahaan, skala grup, atau skala nasional), untuk kebutuhan pasar dan lain-lain.
Tujuan dapat berupa:
a. Melakukan identifikasi area perbaikan kinerja lingkungan hidup atau hotspot terkait dengan produk yang dihasilkan oleh perusahaan
b. Melakukan identifikasi tahap daur hidup yang menyebabkan dampak paling penting
c. Melakukan penilaian dampak lingkungan sebagai basis (baseline).
d. Melakukan penilaian dampak lingkungan atau jejak lingkungan
e. Mengomunikasikan hasil LCA kepada publik dalam bentuk label lingkungan
f. Memberikan informasi berbasis data untuk pengambilan keputusan
C. Pihak yang Dituju
1. Persyaratan Pelaporan
Organisasi pelapor harus menyebutkan pihak yang dituju, antara lain:
a. Internal perusahaan; dan/atau
b. Para pemangku kepentingan; dan/atau
c. Pemerintah, atau secara spesifik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
2. Rekomendasi Pelaporan
Pihak yang dituju dapat ditambahkan di luar dari kategori yang disebutkan di dalam persyaratan, jika relevan.
3. Panduan
Pihak yang dituju merupakan pemangku kepentingan atau pengguna laporan. Penulisan dapat disajikan dalam daftar (bullet points).
Laporan yang ditujukan kepada pemerintah dapat disertai dengan tinjauan kritis. Tinjauan kritis adalah opsional. Perusahaan mempunyai pilihan untuk melakukan atau tidak melakukan tinjauan kritis.
D. Pernyataan Komparatif yang Ditujukan Untuk Disampaikan ke Masyarakat
1. Persyaratan Pelaporan
Jika organisasi hendak menggunakan kajian sebagai laporan internal atau dengan kata lain tidak dipublikasikan ke pihak eksternal, organisasi pelapor harus menyatakan informasi berikut:
âKajian ini tidak ditujukan sebagai pernyataan komparatif untuk disampaikan kepada masyarakatâ
2. Panduan
Pernyataan komparatif dilakukan pada saat suatu produk hasil organisasi pelapor dibandingkan secara langsung dengan produk lain pada laporan yang sama untuk menyatakan keunggulan.
Tujuan utama pelaksanaan LCA dalam rangka pengelolaan lingkungan hidup adalah untuk mengidentifikasi isu penting dan perbaikan berkelanjutan maka kajian ini tidak ditujukan sebagai pernyataan komparatif yang akan disampaikan kepada masyarakat, sesuai dengan Permen LHK No. 1/2021 Lampiran III. Dengan alasan tersebut, organisasi pelapor menyatakan dalam laporan bahwa kajian tidak ditujukan sebagai pernyataan komparatif untuk disampaikan ke masyarakat.
Baca juga: Hukum dan Standar ISO LCA (Life Cycle Assessment)
Bagi kamu yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kamu dan tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo buruan upgrade bisnis CSR mu!
on
3 Cara Mengembangkan Strategi Sustainability Perusahaan: Ambisi dan Transisi
Untuk mengembangkan strategi sustainability perusahaan tentu tidak mudah saat merencanakan target dan transisi di awal. Bettina BĂŒchel mengeksplorasi bagaimana menetapkan ambisi dan mengelola transisi sustainability sebagai kunci masa depan yang cerah dan berkelanjutan.
Saat German consumer goods group Henkel menerbitkan laporan sustainability tahun 2021. Tujuannya untuk:
1. Mempercepat iklim dalam produksi yang positif.
2. Berkontribusi pada ekonomi sirkular dalam plastik.
3. Mencapai kesetaraan gender dalam manajemen.
4. Memperluas pekerjaan pendidikan masyarakat.
5. Membentuk masa depan pekerjaan.
6. Menghubungkan pendanaan dengan strategi keberlanjutannya.
Mereka menetapkan ambisi keberlanjutannya sampai tahun 2030 dan seterusnya.
Apakah itu semua sudah sesuai target bagi perusahaan, atau malah belum cukup?
Dalam beberapa tahun terakhir, perusahaan semakin terdorong untuk menangani agenda sustainability dan berkomitmen untuk mencapai target yang kuat dalam masalah lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG). Survei Desember 2018 yang dilakukan oleh information technology company Accenture mengatakan bahwa konsumen hanya akan membeli produk jika tujuan keberlanjutannya sesuai dengan keinginan mereka. Ketika tidak cocok, 42% akan pergi dan 21% tidak akan kembali lagi.
Karyawan juga tertarik pada sustainability. Sebuah survei yang dilakukan oleh tech provider Unily menunjukkan bahwa 80% dari tenaga kerja mengatakan value lingkungan perusahaan mereka tidak, atau hanya sebagian, selaras dengan value lingkungan mereka sendiri. Investor juga semakin sadar dan masyarakat juga menganggap keberlanjutan sebagai pemenuhan kebutuhan saat ini tanpa mengorbankan generasi yang akan datang.
Jadi, bagaimana perusahaan dapat meningkatkan ambisi dalam konteks pemangku kepentingan tanpa sekedar memberi janji? Ada 3 langkah untuk mengembangkan strategi sustainability perusahaan yang diterapkan saat ini dengan tingkat ambisi yang berbeda-beda.
1. Value Protection (Perlindungan Nilai atau Lisensi untuk Beroperasi)
Target pertama fokus mempertahankan lisensi untuk beroperasi, yaitu diizinkan untuk melakukan bisnis di bawah regulasi atau pengawasan oleh otoritas lisensi, seperti European Green Deal dan serangkaian kebijakan untuk carbon neutral tahun 2050. Untuk mempercepat agenda standar akuntansi keberlanjutan keuangan, perusahaan menyaksikan pembentukan the International Sustainability Standards Board sebagai hasil dari konferensi COP26 pada November 2021.
Value protection berfungsi untuk mengembangkan startegy sustainability dalam satu set standar pelaporan keuangan yang berkualitas tinggi, dapat dipahami, dapat dilaksanakan, dan diterima secara global. Tujuannya untuk meningkatkan komparabilitas internasional dan kualitas informasi keuangan, dan memungkinkan investor untuk mengurangi kesenjangan antara penyedia modal. Serupa dengan standar akuntansi, standar sustainability akan dimasukkan dalam lisensi untuk beroperasi.
Sebagai contoh, US aluminum company Alcoa harus merencanakan pengurangan emisi gas rumah kaca (greenhouse gas/GHG) untuk mematuhi program pelaporan US GHG yang diluncurkan pada 2010/2011. Alcoa juga menyelaraskan tujuan pengurangan GHG emission dengan jalur dekarbonisasi di bawah 2ÂșC yang ditentukan dalam Paris Climate Accord. Janji tersebut mencakup pengurangan intensitas karbon sebesar 30% pada tahun 2025 dan 50% pada tahun 2030. Banyak perusahaan yang terlambat mengambil tindakan tegas untuk mengatasi perubahan iklim. Pada awalnya, perusahaan masih terlibat dalam inisiatif CSR di mana perusahaan melampaui kepentingan dan kepatuhan hukum untuk terlibat dalam kegiatan sosial. Dengan demikian, perusahaan mempertahankan fokus inti mereka pada profitabilitas dan pengembalian pemegang saham sambil mencoba untuk mengurangi risiko yang terlibat. Agenda yang didorong oleh kepatuhan ini adalah pendekatan meminimalkan risiko, dan memastikan perusahaan tetap berada di jalur bisnis.
Baca juga: 14 Tren Sustainability 2022 untuk Transformasi Bisnis Berkelanjutan
2. Value enhancing, Risk Low (Meningkatkan Nilai, Risiko Rendah)
Strategi kedua berfokus pada peningkatan value, yang sering ditandai dengan kombinasi profitabilitas dan sustainability. Inisiatif keberlanjutan harus meningkatkan profitabilitas, baik dalam operasi atau dalam inisiatif yang dihadapi pelanggan. Dalam hal ini, mitigasi risiko harus diberikan.
Schneider Electric, French electrical equipment group yang mendapatkan keuntungan dari lonjakan permintaan listrik secara global. Antara tahun 1990 dan 2020, permintaan di seluruh dunia mencapai 2,5 kali lipat. Dengan meningkatnya kebutuhan listrik dan permintaan yang terus meningkat untuk energi berbasis non-karbon, pasokan konvensional menjadi tidak sustainable.
Perusahaan pertama mengubah sumber energi menjadi energi terbarukan rendah karbon, terutama angin, fotovoltaik, dan biomassa. Untuk meningkatkan nilai penawarannya, perusahaan ini juga memperluas layanan dan jasa dengan menciptakan platform yang memungkinkan konsumen untuk mengelola energi mereka lebih efisien. Sebagai hasil dari strategi peningkatan value ini, penjualan, keuntungan, dan harga saham melonjak. Tapi Schneider tidak berhenti sampai di situ.
Pada tahun 2015, perusahaan ini mengubah misinya menjadi: âKami memberdayakan semua orang untuk memanfaatkan energi dan sumber daya sebaik-baiknya, memastikan ‘Life Is On’ dimanapun, siapapun, dan kapanpun.” Seiring berjalannya waktu, tingkat ambisi meningkat dan Schneider sustainability impact (SSI) program menciptakan inisiatif peningkatan sustainability tambahan sambil menetapkan target ambisius untuk penciptaan value yang sulit dilakukan di awal.
Baca juga: Mengapa Semua Perusahaan Perlu Menerapkan Sustainability?
3. Value Creation Mission
Tingkat ketiga berfokus pada pendefinisian ulang tujuan perusahaan, dan berpusat pada penciptaan nilai ke masa depan. Salah satu bisnis tersebut adalah Ărsted, the Danish state-owned energy company yang didirikan untuk menyediakan fasilitas pemanas listrik dan rumah tangga. Perusahaan awalnya berinvestasi besar-besaran di pembangkit listrik tenaga batu bara, tetapi pada tahun 2017 beralih ke sumber energi terbarukan. Tujuannya untuk mengembangkan dan menerapkan solusi energi hijau yang menguntungkan planet dan konsumen dengan low-cost. Akhirnya perusahaan ini mulai merevolusi industri listrik dan mengurangi dampak perubahan iklim.
Mengelola transisi menuju penciptaan value, agenda yang dikerjakan mungkin menjadi tantangan tersulit bagi CEO mana pun. Sementara strategi keberlanjutan tingkat pertama âlisensi untuk beroperasiâ sangat penting. Dengan demikian, menetapkan target untuk tujuan yang ambisius adalah strategi ofensif dengan tingkat risiko dan ketidakpastian yang tinggi. Masukan seperti teknologi atau kapabilitas tidak diketahui, demikian juga tanggapan potensial dari pemangku kepentingan. Secara internal, mungkin juga ada pemikiran yang berlawanan tentang apakah akan fokus pada penciptaan value pemegang saham atau pemangku kepentingan.
Beberapa investor mungkin tidak tertarik untuk memaksimalkan keuntungan jangka pendek demi keuntungan jangka panjang bagi masyarakat luas. Jadi, apakah ini semua tentang penjualan jangka panjang vs. jangka pendek? Banyak pemangku kepentingan perlu mempertimbangkan pengoptimalan penciptaan nilai, trade-off mungkin benar-benar siap untuk hidup berdampingan. Terlalu menekan keberlanjutan jangka pendek dapat membahayakan jangka panjang, karena ada sumber daya yang terbatas untuk diinvestasikan dalam kegiatan yang menghasilkan profit. Pada saat yang sama, terlalu banyak investasi keberlanjutan jangka panjang dapat membahayakan profitabilitas dalam jangka pendek. Namun, keduanya bisa hidup selaras jika diterapkan dengan benar dan keduanya dapat memiliki manfaat yang besar.
Baca juga: Mengapa Perusahaan Membutuhkan Pola Pikir Value-Focused untuk Mencapai Sustainability Goals?
Bagaimana mengembangkan strategi sustainability yang seimbang antara jangka pendek dan jangka panjang pada berbagai tahap pengembangan ESG di lingkungan bisnis yang berbeda?
Penetapan ambisi hanyalah permulaan. Dalam agenda CEO mana pun, kebutuhan untuk melakukan transisi bertahap dengan membuat penyesuaian berkelanjutan antara jangka pendek dan jangka panjang saat keputusan strategis tentang prioritas intensif sumber daya dibuat.
Lalu, bagaimana strategi mempercepat transisi sustainability?
Tantangan utama dalam mengembangkan strategi sustainability dan transisi dengan lebih cepat adalah:
1. Inkubasi dan penskalaan inovasi
Inkubasi dan penskalaan inovasi pada awalnya tampak paling mudah, karena teknologi baru selalu muncul untuk penggunaan sumber daya alam yang lebih efisien seperti fotovoltaik surya atau kendaraan listrik. Kuncinya adalah mempercepat difusi inovasi tersebut melalui upscaling teknologi, yang seringkali didukung oleh regulasi dalam bentuk pajak atau subsidi. Peningkatan ini mungkin tidak dapat dicapai tanpa memanfaatkan gelombang kebijakan regulasi.
2. Mengatasi perubahan sistem di luar batas perusahaan
Namun, inovasi membutuhkan perubahan sistem yang melampaui lingkup perusahaan. Ambil contoh energi terbarukan seperti produksi energi matahari, angin atau desentralisasi di tingkat rumah tangga yang membutuhkan teknologi penyimpanan. Tanpa kapasitas jaringan transmisi untuk mengangkut inovasi energi, mereka tidak akan menguntungkan konsumen secara luas sampai perubahan sistem yang diperlukan telah dilakukan. Meskipun hal ini memberikan peluang bagi perusahaan untuk melakukan investasi, perubahan kebijakan perlu mendorong peralihan dari inovasi tunggal ke pengelolaan transformasi sistem yang lebih luas. Seperti Community of Glass Associations, mengingat adanya dinamika persaingan, keengganan untuk menjadi penggerak pertama, karena sering kali memerlukan biaya lebih tinggi.
3. Menyelesaikan ketegangan antara subsistem yang berbeda
Ketegangan di dalam sistem juga dapat muncul. Ambil contoh pertanian dan energi. Menciptakan biomassa untuk bahan bakar dengan sendirinya dapat dilihat sebagai pengganti bahan bakar fosil dengan sumber daya yang lebih berkelanjutan. Hal itu dapat menyebabkan tekanan pada ketahanan pangan jika lahan tidak lagi digunakan untuk produksi pangan. Ini juga dapat terjadi dalam industri di mana persaingan untuk standar dapat dimainkan. Dalam industri kaca, mungkin perlu memiliki proses produksi terbaru yang paling ramah lingkungan sebagai standar industri untuk mencapai net-zero. Tetapi pengembangan bersama mungkin tidak untuk kepentingan semua pemain, karena mereka yang berteknologi maju akan kehilangan keunggulan kompetitif mereka.
4. Mengatasi resistensi terhadap penghentian secara bertahap dari teknologi atau praktik yang tidak berkelanjutan
Mengatasi resistensi terhadap penghentian teknologi yang tidak berkelanjutan secara bertahap adalah transisi lain untuk dikelola. Dalam industri pertambangan, penghentian tambang bauksit secara bertahap mungkin merupakan kepentingan beberapa pemangku seperti kelompok lingkungan. Tetapi perlawanan dapat datang dari pekerja atau kelompok masyarakat setempat yang mata pencahariannya dikorbankan.
5. Mengubah perilaku pelanggan dan konsumen
Tantangan konsumen berkaitan dengan praktik sosial yang diperlukan untuk mengarusutamakan inovasi berkelanjutan. Sementara pencetus awal kendaraan listrik yang siap merencanakan praktik pengisian bahan bakar, mayoritas mungkin kurang bersedia, karena mengurangi kecepatan transisi. Praktik keberlanjutan yang paling berdampak sering kali ditentang olek konsumen, sehingga peran perusahaan tidak hanya mengembangkan inovasi yang berkelanjutan tetapi juga mengubah perilaku konsumen melalui upaya pemasaran dan branding untuk mendorong perubahan.
Baca juga: Global Reporting Initiative (GRI), Standar Untuk Sustainability Report
Kesimpulan
Untuk mengembangkan strategi sustainability perusahaan yang ambisius dan berorientasi pada tujuan, kita membutuhkan teknologi inovatif yang membantu transisi menuju mode produksi dan konsumsi. Bagi sebagian besar perusahaan, fase kemunculan seringkali tidak hanya membutuhkan inovasi tetapi juga membangun koalisi sistem. Fase akselerasi membutuhkan pengelolaan penerimaan sosial, kompensasi mereka yang menolak perubahan, dan kerangka peraturan yang mendukung dari pembuat kebijakan. Mempertimbangkan waktu yang tepat sangat penting. Ini bukan hanya tentang menetapkan agenda ambisius yang digerakkan oleh tujuan, tetapi juga mengelola transisi dalam pendekatan bertahap.
Bagi kita yang ingin membuat program CSR sebagai strategi bisnis jangka panjang dan ingin mendapatkan lebih banyak pengetahuan dan informasi tentang CSR, langsung saja menuju Olahkarsa. Karena di Olahkarsa tersedia berbagai produk yang menarik untuk solusi manajemen CSR kita semua sekaligus tersedia kelas pelatihan bagi praktisi CSR yaitu CSR School. Jadi ayo segera upgrade bisnis CSR kita sekarang juga.
on
10 Rekomendasi Pekerjaan di Bidang Lingkungan [2022]
10 rekomendasi pekerjaan di bidang lingkungan saat ini, apa saja? Simak yuk.
Menurut NASA, 2020 merupakan tahun dengan iklim terpanas yang tercatat sejak para ilmuwan mulai mencatat suhu pada 1880. Faktanya, lima tahun terakhir semuanya merupakan tahun ikan terpanas dalam sejarah.
Kenaikan suhu global, serta penyebaran kebakaran hutan dan bencana alam lainnya, telah menyebabkan permintaan karir yang tinggi untuk melawan perubahan iklim.
Bureau of Labor Statistics memproyeksikan bahwa jumlah pekerjaan untuk ilmuwan dan spesialis lingkungan akan meningkat 8% antara 2020 dan 2030.
Tetapi kita tidak harus menjadi ilmuwan lingkungan untuk memerangi perubahan iklim. Kenyataannya adalah bahwa perubahan iklim mempengaruhi hampir setiap bidang kehidupan kita.
Ini berarti kita dapat masuk ke karir di bidang iklim dengan mengikuti sejumlah jalan, yang paling populer akan kami perkenalkan di bawah ini.
10 rekomendasi pekerjaan di bidang lingkungan dan keberlanjutan yang populer
Masih tidak yakin gelar apa yang harus didapatkan sehingga kita dapat mengejar karir untuk melawan perubahan iklim? Artikel ini akan membantu untuk memikirkan pekerjaan yang kita inginkan sebelum merencanakan bagaimana mendapatkannya. Di bawah ini adalah 10 rekomendasi pekerjaan di bidang lingkungan.
1. Environmental Lawyer
Pengacara lingkungan bekerja untuk firma hukum yang berfokus pada keberlanjutan, energi terbarukan, dan perubahan iklim.Mmereka juga dapat bekerja untuk instansi pemerintah. Pengacara ini mungkin menantang bisnis yang melanggar pedoman keberlanjutan tertentu, misalnya.
Gaji Tahunan Rata-Rata:
Untuk menjadi pengacara lingkungan, kita harus memperoleh gelar doktor juris dari sekolah hukum terakreditasi dan lulus ujian pengacara negara kita. Banyak perguruan tinggi menawarkan hukum lingkungan sebagai konsentrasi.
2. Climatologist
Ahli iklim mempelajari pola cuaca jangka panjang dan melakukan penelitian yang mengeksplorasi konsekuensi menyeluruh dari emisi karbon pada iklim.
Ilmuwan ini dapat bekerja untuk lembaga pemerintah atau lembaga penelitian dan harus memiliki setidaknya gelar sarjana. Mereka yang berharap untuk fokus terutama pada penelitian umumnya membutuhkan gelar doktor.
3. Renewable Energy Scientist
Seperti judulnya, para ilmuwan energi terbarukan memfokuskan penelitian mereka pada sumber energi bersih, seperti angin, air, dan panas tenaga surya. Para ahli iklim ini belajar bagaimana membuat energi terbarukan lebih efisien dan tersebar luas sehingga kita tidak perlu bergantung pada batu bara dan minyak.
Untuk mendapatkan pekerjaan energi terbarukan dalam posisi penelitian, kita biasanya memerlukan gelar sarjana dan tingkat pengalaman kerja yang signifikan.
4. Geoscientist
Sebagai spesialis Bumi, geoscientist memainkan peran besar dalam menghentikan perubahan iklim. Para profesional ini mempelajari semua elemen berbeda dari bumi, serta sumber daya alam.
kita memerlukan gelar sarjana, biasanya dalam ilmu geosains atau ilmu lingkungan, meskipun banyak ahli geosains juga memiliki gelar master. Kita dapat menemukan pekerjaan di universitas dan lembaga penelitian.
5. Environmental Engineer
Jika kita ingin menemukan solusi dunia nyata untuk masalah yang disebabkan oleh perubahan iklim, kita mungkin tertarik untuk menjadi insinyur lingkungan. Dalam karir ini, kita terutama akan fokus pada pengembangan dan pembangunan arsitektur berkelanjutan, seperti bangunan hijau dan hemat air.
Insinyur lingkungan harus memiliki gelar sarjana di bidang teknik lingkungan, sipil, atau kimia. Banyak yang melanjutkan untuk mendapatkan gelar master juga.
Baca juga: Bagaimana Peluang Perusahaan Energi untuk Low-Carbon Future
6. Clean Car Engineer
Ingat ketika mobil hybrid tampak futuristik? Sekarang, kita melihat stasiun pengisian untuk mobil hibrida dan listrik di sudut-sudut kota. Insinyur mobil bersih menciptakan kendaraan ini, dan mereka terus meningkatkan mobil ini dan merekayasa model mobil hemat energi lainnya.
Menjadi insinyur mobil yang bersih biasanya berarti memiliki setidaknya gelar sarjana di bidang teknik mesin.
7. Environmental Scientist
Jika kita ingin berkontribusi pada bidang ilmiah perubahan iklim, pertimbangkan untuk menjadi ilmuwan iklim atau lingkungan. Para profesional ini melakukan penelitian tentang perubahan iklim dan bagaimana hal itu mempengaruhi Bumi.
Biasanya, mereka bekerja dalam spesialisasi, seperti memantau efek peningkatan suhu di laut atau pasokan makanan manusia. Kita dapat bekerja di lingkungan seperti universitas, lembaga penelitian, dan lembaga pemerintah.
8. Conservation Scientist
Ilmuwan konservasi melindungi sumber daya alam bumi dengan melakukan tugas-tugas seperti mengevaluasi kualitas air atau tanah dan memastikan kegiatan kehutanan mengikuti hukum konservasi.
Salah satu peran utama para ilmuwan ini melibatkan pemadaman kebakaran dan evaluasi kerusakan akibat kebakaran, yang meningkat seiring dengan semakin intensifnya perubahan iklim. Kita memerlukan gelar sarjana di bidang kehutanan atau bidang ilmu yang terkait erat, seperti ilmu pertanian, untuk menjadi ilmuwan konservasi.
9. Renewable Energy Technician
Teknisi energi terbarukan memastikan bahwa sumber energi terbarukan berjalan dengan baik dengan memasang dan memelihara panel surya, turbin angin, dan sistem lainnya. Mereka mungkin bekerja sebagai pemasang fotovoltaik surya atau teknisi turbin angin, misalnya.
Ini adalah pekerjaan yang sangat praktis, dan tidak seperti banyak karir dalam daftar ini, teknisi ini biasanya tidak memerlukan gelar sarjana; sebaliknya, mereka dapat menyelesaikan program pelatihan di sekolah teknik, community college, atau bahkan di tempat kerja.
10. Environmental Science dan Protection Technician
Kita mungkin pernah mendengar tentang konsultan manajemen. Posisi ini bekerja sebagai analis dan dipekerjakan oleh perusa